• Tidak ada hasil yang ditemukan

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektifitas Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match dalam Pencapaian Hasil Belajar IPS Siswa Kelas 4 SD Dabin II Penawangan Semester

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Efektifitas Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A Match dalam Pencapaian Hasil Belajar IPS Siswa Kelas 4 SD Dabin II Penawangan Semester "

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

mendewasakan mereka yang dianggap belum dewasa secara kontekstual. Pendidikan dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya dengan formal maupun norformal. Hal ini sesuai dengan tujuan pelajaran IPS agar siswa dapat mengenal kosep-konsep yang berkaitan dengan masyarakat, lingkungan, memiliki kemampuan dasar untuk berfikir logis, kritis, memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk ditingkat lokal, nasional, maupun global (Permendiknas No. 22 Tahun 2006). Untuk mewujudkan hal tersebut IPS telah diajarkan mulai dari SD/ MI sampai SMA/ sederajat.

Pada jenjang SD/ MI pelajaran IPS memuat tentang materi Geografi, sejarah, dan ekonomi. IPS merupakan mata pelajaran yang menginteraksikan materi- materi dengan ilmu sosial untuk kepentingan anak. Melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab serta menjadi warga negara yang cinta damai. Hal ini sesuai dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, tujuan pendidikan nasional secara umum adalah membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat jasmani dan rohani, berilmu, cakap, kreaktif serta mandiri sesuai dengan potensi yang ada dalam dirinya serta menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab.

(2)

dapat kita gunakan sebagai bekal untuk hidup di masyarakat dan tentunya akan muncul rasa kepedulian dan tanggung jawab terhadap sesama.

Pemberlakuan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 pasal 40 ayat 2 tentang Sistem Pendidikan Nasional menuntut para pendidik berkewajiban meningkatkan kualitas mengajarnya. Untuk itu guru harus menerapkan berbagai model pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Menurut Trianto (2007: 5) model pembelajaran adalah suatu perencanaan yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas atau pembelajaran dalam tutorial.

Nana Syaodih (2012: 273) menyatakan bahwa pelajaran IPS pada umumnya bersifat ekspositori, menggunakan metode ceramah. Beberapa guru menggunakan alat peraga, memberikan tugas pengamatan lingkungan, pengisisan LKS dan diskusi. Para guru seharusnya menerapkan model pembelajaran yang tidak hanya membuat proses pembelajaran menarik tetapi juga memberikan ruang bagi siswa untuk terlibat secara aktif sepanjang proses pembelajaran. Kurnia (2007: 21) berpendapat bahwa anak usia SD senang bermain dalam kelompoknya dengan melakukan permainan yang konstruktif dan olahraga. Oleh karena itu, dalam membelajarkan siswa, diperlukan model pembelajaran yang baik, tepat, bervariasi dan menyenangkan agar materi pembelajaran yang diajarkan dapat dipahami oleh siswa.

(3)

Pada kenyataannya SD Negeri Watupawon Kecamatan Penawangan Kabupaten Grobogan, proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru terkhusus pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial selalu terpusat pada guru atau lebih dikenal dengan Teacher Centered Approach. Pembelajaran yang dilakukan memang sudah sesuai konteks yang ada, akan tetapi siswa hanya dapat mendengarkan dan membayangkan apa yang disampaikan oleh guru di depan kelas sehingga pembelajaran yang berlangsung terkesan pasif. Hal ini menjadikan pemahan siswa menjadi kurang. Guru hanya berceramah saat pembelajaran berlangsung, hal ini mengakibatkan siswa cenderung pasif dan bosan.

Model pembelajaran masih menggunakan model konvensional. Model pembelajaran konvensional adalah siswa mengandalkan dirinya sendiri dalam menyelesaikan semua tugasnya dan pada proses belajar hanya sedikit terjadi proses diskusi antar siswa (Hamdani, 2011: 166). Jadi, pembelajaran yang berlangsung selama ini masih sering menekankan siswa pada pembelajaran individual. Guru hanya sesekali membentuk kelompok belajar untuk menyelesaikan tugas akademik.

Menurut Ruseffendi (2005: 17) dalam metode konvensional, guru merupakan atau dianggap sebagai gudang ilmu, guru bertindak otoriter, guru mendominasi kelas. Guru mengajarkan ilmu, guru langsung membuktikan dalil-dalil, guru membuktikan contoh-contoh soal. Sedangkan murid harus duduk rapih mendengarkan, meniru pola-pola yang diberikan guru, mencontoh cara-cara si guru menyelesaikan soal, murid bertidak pasif. Murid-murid yang kurang memahaminya terpaksa mendapat nilai kurang/ jelek dan karena itu mungkin sebagian dari mereka tidak naik kelas.

Selamanya proses pembelajaran hampir 70% dari 24 siswa tidak mengikiuti pelajaran dengan baik, ada yang bicara sendiri dengan teman sebangku. Selain itu mereka juga gemar bernyayi dan memukul-mukul meja sehingga memebuat kelas menjadi gaduh. Apabila diberikan pertanyaan kadang jawaban dari siswa tidak sesuai dengan yang diharapkan.

(4)

kegiatan pembelajaran dan lebih mudah memahami materi yang diajarkan oleh guru. Selain itu volume suara yang kurang lantang dan ketegasan dalam memberikan peringatan atau sanksi kepada siswa yang seenaknya sendiri, ikut mempengaruhi keefektifan dalam proses kegiatan belajar mengajar. Jumlah siswa yang hanya 24 orang sebenarnya sangat membantu dalam terlaksananya kegiatan belajar mengajar yang efektif dan efisien. Akan tetapi hasil yang dicapai belum sesuai yang diharapkan. Hasil belajar dilakukan guru dengan cara tes tertulis. Sekitar 15 siswa atau 62,5% belum memenuhi standar KKM, sedangkan 9 siswa atau 37,5% sudah memenuhi KKM yang telah ditetapkan.

Berdasarkan permasalahan yang terjadi, perlu adanya penggunaan model pembelajaran yang melibatkan siswa agar hasil belajar siswa meningkat khususnya pada mata pelajaran IPS di SD Negeri Watupawon Kecamatan Penawangan Kabupaten Grobogan yang masih menggunakan metode konvensional. Pembelajaran yang diterapkan guru masih menggunakan metode ceramah dan tanya jawab sehingga terkesan monoton dan kurang inovasi. Oleh karena itu, maka perlu pemilihan model pembelajaran yang dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dan dapat membantu siswa untuk lebih mudah dalam memahami konsep dan materi-materi yang sulit saat proses pembelajaran dan tentunya dapat meningkatkan hasil belajar mereka. Model pembelajaran yang memungkinkan dapat membantu dan memfasilitasi hal tersebut adalah pembelajaran berkelompok (cooperative learning).

Menurut Nurhadi (2005: 112) pembelajaran koopratif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar. Pembelajaran koopratif bukanlah hal yang baru bagi guru, pembelajaran ini mengutamakan adanya kerja sama antar siswa. Setiap kerja sama mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. Salah satunya adalah model pembelajaran tipe Make A Match.

(5)

menyenangkan, meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi yang dipelajari dan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Efektif melatih siswa berani untuk presentasi dan melatih kedisiplinan siswa menghargai waktu.

Dalam bahasa Indonesia Make A Match berarti mencari pasangan. Model pembelajaran tipe Make A Match merupakan model yang terdiri dari kartu yang berisi pertanyaan-pertanyaan, sedangkan kartu lainnya berisi jawaban-jawaban dari pertanyaan-pertanyaan. Kartu-kartu inilah yang menjadi media dalam model pembelajaran tipe Make A Match. Pembelajaran tipe Make A Match melibatkan siswa sepenuhnya karena guru di sini berlaku sebagai pembimbing jalannya diskusi dalam mencocokkan jawaban siswa. Salah satu keunggulan tipe Make A Match adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau

topik dalam suasana yang menyenangkan (Isjoni, 2010: 77). Keterlibatan siswa jelas terlihat dari bagaimana usaha siswa dalam mencari jawaban yang sesuai dengan pertanyaan. Keterlibatan siswa dalam tipe Make A Match dapat meningkatkan pemahanan siswa terhadap materi yang dipelajari dan dapat meningkatakan antusias serta kerjasama antar siswa.

Penelitian yang dilakukan oleh Heni Kusumawati (2012) yang berjudul

“Efektifitas Penggunaan Benda Kongkret pada Model Pembelajaran Kooperatif

Tipe Make A Match terhadap Hasil Belajar IPS Kelas IV SD Gugus Perkutut

Tuntang Semarang semester II Tahun Ajaran 2011/ 2012”, menunjukkan bahwa

(6)

pasangan dari kartu soal dan jawaban mereka. Kekurangannya adalah membutuhkan kehati-hatian dalam memilih benda kongkret yang sesuai dengan pembelajaran yang akan dilaksanakan.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ekperimen dengan model pembelajaran tipe Make A Macth guna mengetahui perbedaan hasil belajar IPS siswa kelas 4 SD DABIN II Penawangan Kabupaten Grobogan Semester II Tahun Pelajaran 2014/ 2015.

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang belakang yang sudah dipaparkan, dapat diidentifikasi masalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran terpusat pada guru/ Teacher Centered Approach ditandai dengan guru hanya berceramah saat proses pembelajaran menagakibatkan siswa cenderung pasif dan bosan.

2. Masih menggunakan model pembelajaran konvensional dimana siswa lebih sering belajar secara individu sehingga kurang kerjasama antar siswa.

3. Guru belum menggunakan model pembelajaran yang bervariasi pada proses pelajaran IPS.

4. Siwa tidak mengikuti pembelajaran dengan baik dibuktikan saat diberikan pertanyaan kadang jawaban dari siswa tidak sesuai dengan yang diharapkan.

5. Hasil belajar siswa masih rendah, hal ini ditunjukan masih banyak siswa yang nilainya dibawah KKM yang ditetapkan.

1.3Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dijabarkan di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:

(7)

2. Apakah model pembelajaran tipe Make A Match dapat dijadikan cara mengajar yang berpusat pada siswa?

1.4Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mengetahui perbedaan hasil belajar IPS dengan menggunakan model pembelajaran koopratif tipe Make A Match .

2. Mengetahui model pembelajaran tipe Make A Match dapat dijadikan cara mengajar yang berpusat pada siswa.

1.5Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, adapun manfaat yang diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis serta manfaat praktis pada masyarakat luas, khususnya dibidang pendidikan.

1.5.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis manfaat penelitian ini adalah sebagai alternatif model pembelajaran yang berpusat pada siswa. Dan referensi bagi pembaca yang membutuhkan informasi serupa dengan penelitian ini.

1.5.2 Manfaat Praktis 1. Bagi Sekolah

a) Dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk kegiatan pembelajaran yang efektif.

b) Sebagai penambah koleksi di perpustakaan. 2. Bagi Guru Kelas

a) Menambah pengalaman guru dalam menerapkan model pembelajaran tipe Make A match.

(8)

3. Bagi Siswa Kelas Eksperimen

a) Dapat dipakai sebagai bahan pertimbangan untuk menyesuaikan cara belajar sehingga dapat diperoleh hasil belajar yang memuaskan. b) Dapat menumbuhkan kerja sama antar siswa, meningkatkan antusias

Referensi

Dokumen terkait

Hermawan Kertajaya (2009 : 4) juga menulis performa dari layanan yang diberikan akan membedakan perusahaan jasa yang satu dengan yang lainnya serta performa layanan yang

a) Akar Imajiner, dapat terjadi jika " nilai diskriminannya kurang dari 0 (D < 0), maka persamaan kuadrat, tidak mempunyai dua akar imajiner ". b) Determinan, yang

Sebenarnya banyak akibat yang dirasakan oleh Indonesia dengan adanya krisis keuangan di Amerika Serikat, baik akibat positif seperti turunnya harga minyak

allowance yang merupakan pengurangan dari harga menurut daftar (price list) kepada pembeli karena adanya aktifitas-aktifitas tertentu yang dilakukan oleh pembeli.

This paper is specially discussed about Program Keluarga Harapan where the aim of Program Keluarga Harapan besides giving the conditional grant for the very

Langkah Penelitian Hasil analisis menunjukkan bahwa varietas dan dosis irradiasi sinar Gamma tidak memberikan pengaruh interaksi terhadap daya kecambah,

Setelah melalui proses yang panjang, revisi buku Standar Kompetensi Dokter Indonesia yang disusun oleh kelompok kerja Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran

Di dalam lingkungan kampus ia mendapatkan beberapa halangan yang dikarenakan pemikiran Asri yang berbeda dengan pemikiran anak pada umumnya, sala satu