• Tidak ada hasil yang ditemukan

Laporan Akhir Praktikum Survei Tanah dan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Laporan Akhir Praktikum Survei Tanah dan"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN

DI TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) DESA TULUNGREJO KABUPATEN MALANG

DISUSUN OLEH: KELOMPOK G1

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG

(2)

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN

DI TAMAN HUTAN RAYA (TAHURA) DESA TULUNGREJO KABUPATEN MALANG

Nama Anggota Kelompok G1:

1. Muhammad Fanhash Nijami 125040201111124 2. Verawati Karlinda Bili 125040201111101 3. Sariah Aprianti Damanik 125040200111157

4. Yananda Adhe P 125040200111176

5. Muhammad Ferry Firdaus DP 125040200111234

6. Qurrota ayuni A 125040200111051

7. Bagus S Putra 125040200111088

8. Firda Arifinia 125040200111110

9. Iin Indrawati 125040200111012

10. Fauzia Hidayati 125040200111024

11. Virgus Amin Nugroho 125040201111126

12. Eva Octavia Dewi 125040200111085

13. Wiwit Prihatin 125040200111138

14. Ronita Sarilya Anam 125040200111227 15. Bastian Michael simanungkalit 125040201111334

16. Tari Rahayu 125040200111111

(3)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanah adalah berasal dari bebatuan yang melapuk dimana tanah pada umumnya digunakan untuk tempat tumbuh tanaman dan organisme lain. Tanah sendiri terdiri dari empat komponen diantaranya yaitu 45% bahan mineral, 5% bahan organik, 25% air, dan 25% udara. Dalam ilmu tanah, dikenal dengan istilah profil tanah dimana profil tersebut berkembang membentuk horizon. Horizon pada setiap profil tanah akan memliki ciri-ciri yang berbeda baik dari warna, tekstur, stuktur, konsistensi dan hal lain yang menjadi pencirinya.

Setiap lokasi memiliki jenis tanah yang berbeda-beda dimana jenis tanah tersebut sangat mendukung kehidupan khususnya pada bidang pertanian. Dengan adanya perbedaan jenis tanah, maka berbeda pula klasifikasi tanah pada tiap lokasi dimana jenis tanah tersebut dapat mempengaruhi kemampuan lahan, kesesuaian lahan dan cara pengeloaan lahannya. Untuk itu perlu dilakukannya survey tanah dan evaluasi lahan.

Survei tanah dan evaluasi lahan merupakan pekerjaan yang sangat kompleks karena mencakup aspek fisik, ekonomi-sosial dan politik. Survei tanah ini digunakan untuk mementukan jenis dan karakteristik tanah dalam suatu wilayah dimana dengan mengetahui jenis dan krakteristik tanah maka dapat diketahui juga pengelolaan dari suatu lahan. Sedangkan evaluasi lahan diperlukan untuk menyusun rencana tataguna lahan disuatu wilayah dengan tepat dimana hal ini sangat bermanfaat untuk pengembangan wilayah serta untuk melestarikan sumber daya alam dan lingkungan.

Penetapan macam penggunaan lahan yang sesuai, harus mempertimbangkan ketiga aspek yakni fisik, ekonomi sosial dan politik dengan bobot yang proporsional dan seimbang. Oleh karena itu diperlukan adanya ketelitian dalam survei tanah dan evaluasi lahannya.

1.2 Tujuan

Tujuan Survei Tanah dan Evaluasi Lahan adalah untuk mengetahui semua informasi spesifik yang penting dari setiap titik yang diamati meliputi karakteristik tanah, jenis tanah hingga kemampuan dan kesesuaian lahan.

(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Kepada Tuhan Yang Maha Esa yang mana telah melimpahkan rahmat taufiq serta hidayahnya sehingga Penyusun dapat menyelesaikan Laporan Fieldtrip Suvey Tanah dan Evaluasi Lahan dengan tepat waktu. Praktikum Survei Tanah dan Evaluasi Lahan yang dilaksanakan di Taman Hutan Raya (TAHURA) R. Soerjo Desa Tulungrejo Kecamatan Batu Kabupaten Malang memiliki tujuan untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Survei Tanah dan Evaluasi Lahan serta untuk mengolah data survei tanah agar dapat ditentukan kemampuan dan kesesuaian lahannya.

Dalam menyelesaikan laporan ini penyusun banyak menerima bantuan baik secara langsung maupun tidak langsung.

Oleh karena itu ucapan terimakasih penyusun sampaikan kepada:

1. Allah SWT atas semua nikmat dan karunia yang telah diberikan kepada penyusun, sehingga dapat meyelesaikan laporan Fieldtrip Survei Tanah dan Evaluasi Lahan dengan tepat waktu.

2. Dosen Mata Kuliah Survei Tanah dan Evaluasi Lahan.

3. Christanti Agustina,SP selaku totur Survei Tanah dan Evaluasi Lahan.

4. Tulus Supriyatin selaku Asisten Praktikum Survei Tanah dan Evaluasi Lahan.

5. Teman-teman dan semua pihak yang telah banyak membantu dan yang telah bekerjasama dalam menyelesaikan laporan ini.

Penyusun menyadari pada saat menyusun laporan Fieldwork masih sangat jauh dari kata sempurna. Sehingga penyusun masih membutuhkan kritik ataupun saran yang dapat membangun sehingga laporan fieldtrip Survei Tanah dan Evaluasi lahan dapat bermanfaat untuk kedepannya.

Malang, 28 Mei 2014

(6)

BAB II

METODE DAN PELAKSANAAN 2.1 Tempat Dan Waktu

Pelaksanaan fieldwork Survei Tanah dan Evaluasi Lahan dilaksanakan selama 3 hari pada tanggal 9, 10 dan 11 Mei 2014 di Desa Tulungrejo, Kecamatan Batu, Kabupaten Malang.

2.2 Alat dan Bahan

2.2.1. Alat

- Cangkul : Mencangkul (menggali) tanah untuk membuat profil tanah dan mengambil tanah bekas sekop.

- Sekop : Memperdalam galian untuk minipit dan profil tanah. - Pisau tanah : Membuat batas horison tanah dan konsistensi tanah

- Buku “Munsell Colour Chart” : Menentukan warna tanah.

- Botol air :Sebagai tempat air yang digunakan untuk membasahi tanah dalam menetukan tekstur, struktur dan konsistensi tanah

- Meteran :Mengukur kedalaman profil tanah dan ketebalanhorison yang telah digali.

- Sabuk profil : Mengukur kedalaman profil tanah dan ketebalanhorison yang

telah digali.

- Kompas : Menentukan arah dalam mencari titik pengamatan

- GPS : Sistem untuk menentukan letak di permukaan bumi dengan bantuan penyelarasan (synchronization) sinyal satelit

- Klinometer : Menentukan besar kelerengan suatu tempat survey

- Tali raffia : Untuk mengukur jarak dari titik satu ke titik yang lain

- Buku Panduan Deskripsi Lapang : Sebagai panduan untuk mengumpulkan data hasil survey

- Peta kelerengan: Pedoman penentuan daerah survei dan menemukan titik Survey

(7)

2.2.2 Bahan

Air : Menentukan tekstur, konsistensi tanah, dan mengukur pH

Tanah : Sebagai objek yang diamati

2.3. Persiapan Peta

2.3.1 Pembuatan Peta Kerja

Peta dasar yang digunakan peta topografi (peta rupa bumi) atau mosaik foto jika tidak tersedia peta topografi (peta rupa bumi). Peta dasar yang digunakan harus disederhanakan dan informasi maupun objek yang terdapat pada peta dasar harus diperbaharui sesuai dengan kondisi lahan saat ini.

2.3.2. Penentuan Titik Pengamatan

Untuk penentuan titik pengamatan, didasarkan dari keberadaan satuan peta lahan (SPL). Dari suatu bentang alam atau hamparan permukaan bumi(landscape) yang mencakup komponen iklim, tanah, topografi, hidrologi,dan vegetasi akan terbagi menjadi beberapa SPL, artinya adalah kelompok lahan yang mempunyai karakteristik sama. Kemudian dari SPL tersebut dapat ditentukan titik pengamatan untuk survei tanah. Pembuatan peta SPL sebagai unit terkecil dalam Survei Lahan berfungsi untuk mempermudah penetuan titik pengamatan. Sebelum dilakukan digitasi peta akan diperlukan beberapa data penunjang, data-data tersebut dapat diperoleh dari:

• Adaptasi dari Peta Rupa Bumi Indonesia (Peta RBI). • Adaptasi dari Citra Satelit.

(8)

Berikut ini merupakan cara membuat Satuan Peta Penggunaan Lahan :Gambar 1 Langkah Kerja Pembuatan Peta Pertama-tama Peta Dasar dicapture melalui pencitraan satelit dari GoogleEarth menggunakan Stich map. Kemudian gambar wilayah yang didapatkan harusdirektifikasi (memasukkan koordinat baik berupa sistem UTM ataupun LatLong)menggunakan Global Mapper. Selanjutnya peta dasar selesai yang telah direktifikasi akan didigitasi. Proses digitasi ini dapat dilakukan dengan scanning peta dan pada akhirnya akan diperoleh berupa data yang berformat gambar (.jpeg/.jpg).

(9)

dengan ArcView untuk membuat peta SPL. Setelah peta SPLterbentuk, key area dapat ditentukan untuk menentukan titik pengamatan yang memungkinkan untuk di amati.

2.4 Survei Tanah dan Kondisi Lahan 2.4.1 Survei Tanah

2.4.1.1 Deskripsi Tanah

2.4.1.2 Diskripsi Tanah

Menentukan fisiografi disekitar lokasi penggalian minipit. (kelerengan, vegetasi,elevasi, relief dll) sesuai dengan form

pangamatan

Menentukan fisiografi disekitar lokasi penggalian minipit. (kelerengan, vegetasi,elevasi, relief dll) sesuai dengan form

pangamatan

Menentukan konsistensi dibagi menjadi dua yakni lembab dan basah (plastisitas dan kelekatan). Untuk plastisitas dengan cara menggulung tanah yang basah menjadi panjang, lalu dijadikan bentuk cincin, untuk kelekatan dengan cara membasahi tanah

dan menekan tanah pada ibu jari dan telunjuk.

Menentukan konsistensi dibagi menjadi dua yakni lembab dan basah (plastisitas dan kelekatan). Untuk plastisitas dengan cara menggulung tanah yang basah menjadi panjang, lalu dijadikan bentuk cincin, untuk kelekatan dengan cara membasahi tanah

dan menekan tanah pada ibu jari dan telunjuk.

Menentukan struktur tanah dan ukuran dilihat dari bidang belah alami pada masing-masing horizon dengan dipecah sampai menjadi agregat terkecil lalu disesuaikan dengan klasifikasinya Menentukan struktur tanah dan ukuran dilihat dari bidang belah

alami pada masing-masing horizon dengan dipecah sampai menjadi agregat terkecil lalu disesuaikan dengan klasifikasinya

Menentukan tekstur tanah, diambil sampel pada tiap horizon dan dibasahi dengan air (sampai keadaan basah) Menentukan tekstur tanah, diambil sampel pada tiap horizon

dan dibasahi dengan air (sampai keadaan basah) Menentukan warna digunakan

soil munsell color chart Menentukan warna digunakan

soil munsell color chart

Mengambil sampel tanah dari tiap horizon menggunakan cetok (dimulai dari horizon paling

bawah)

Mengambil sampel tanah dari tiap horizon menggunakan cetok (dimulai dari horizon paling

bawah)

Menentukan kedalaman efektif Menentukan kedalaman efektif

Memasang sabuk profil dan meteran (diukur) lalu mendokumentasikan minipit

Memasang sabuk profil dan meteran (diukur) lalu mendokumentasikan minipit

Menentukan batas horizon menggunakan pisau (berdasarkan warna dan konsistensi) Menentukan batas horizon menggunakan pisau

(berdasarkan warna dan konsistensi)

Membuat minipit dengan kedalaman ± 80 cm atau lebih (menggunakan cangkul dan sekop) Membuat minipit dengan kedalaman ± 80 cm atau

(10)

2.4.2 Kondisi Lahan

Di Taman Hutan Raya R.

Soeryo tempat dilaksanakannya survei tanah memiliki kondisi lahan yang cukup curam. Dengan lahan yang berada di daerah yang memiliki kelerengan sekitar 5- 25 % ketika melakukan survei. Dengan ketinggian tempat berkisar antara 1000 – 3339 meter di atas permukaan laut . Tanaman yang mendominasi Tahura adalah tanaman tahunan seperti cemara dan juga tanaman semak serta rumput gajah. Tumbuhan yang hidup di Tahura sebagian besar merupakan tumbuhan yang tidak di budidayakan atau tidak di tanam. Semak-semak belukar menunjukan tidak adanya pengolahan tanah dengan kondisi yang tinggi dan sangat tebal. Beberapa pohon yang terdapat di dekat lahan percobaan fakultas pertanian sudah di tebang yang digunakan untuk akses jalan menuju tahura serta untuk tanaman yang di budidayakan. Di dalam Tahura terdapat juga pohon yang tumbang dikarenakan umur pohon yang sangat tua sehingga ketika terkena angin besar menyebabkan tumbang. Dilihat dari kondisi tahura, memang masih alami karena ketika akan masuk ke tahura harus membuat jalan sendiri dengan cara membuka semak belukar.

Menurut UPT TAHURA R. Soerjo (2010) di Tahura R. Soerjo terdapat tiga tipe vegetasi dengan kondisi yang masih baik yaitu :

1. Hutan alam cemara (Casuarina junghuhniana) pada ketinggian 1800 m dpl yang terdapat di gunung Arjuno lalijiwo

2. Padang rumput dengan luas 200 ha yang terdapat di bagian bawah pondok Welirang dengan dominasi tanaman jenis padi-padian dan kolonjono (Panicum repens) 3. Daerah hutan hujan tengah yang terdapat pada ketinggian 2000 – 2700 mdpl yang merupakan hutan campuran tiga tingkatan vegetasi yaitu pohon, semak dan

Menentukan subgrup tanah Menentukan subgrup tanah Menentukan grup tanah Menentukan grup tanah Menentukan subordo tanah sesuai

dengan ordo yang sudah didapat Menentukan subordo tanah sesuai

dengan ordo yang sudah didapat Menentukan ordo tanah Menentukan ordo tanah Menentukan rezim lengas tanah dan

suhu tanah

Menentukan rezim lengas tanah dan suhu tanah

Menentukan Epipedon dan Endopedon tanah melalui hasil form

pengamatan yang telah didapat Menentukan Epipedon dan Endopedon tanah melalui hasil form

(11)

tumbuhan bawah dengan dominasi jenis pasang (Quercus sp.), pohon nyampuh, Sumbung, dan gempur gunung.

2.5 Tabulasi Data Dipisah

2.6 Kemampuan Lahan dan Keseseuian Lahan

Menurut Rayes (2006), kesesuaian lahan merupakan kecocokan lahan untuk suatu penggunaan lahan tertentu. Untuk lahan pertanian, lahan pertanian sayur, lahan pertanian tahunan, lahan perikanan, dan lahan perternakan. Untuk lebih detail, kesesuaian lahan dapat ditinjau dari sifat fisik lingkungan yang terdiri dari tanah, topografi, kelerengan dan drainase sesuai dengan usaha yang dilakukan pada lahan tersebut yang lebih produktif. Sedangkan kemampuan lahan merupakan kapasitas kecocokan penggunaan lahan secara umum untuk dapat diusahakan pemanfaatannya sesuai dengan lahan tersebut di suatu wilayah. Semakin banyak jenis tanaman yang dapat dikembangkan atau diusahakan di suatu wilayah, maka semakin tinggi kemampuan lahan tersebut.

Cara untuk mengklasifikasikan kemampuan lahan adalah, yang pertama data-data dari semua horison dari semua titik dikumpulkan. Kemudian harus mengetahui dahulu karakteristik dari setiap kelas kemampuan lahan, kelas I sampai dengan kelas VIII. Selanjutnya mencocokkan data-data tersebut sesuai dengan kriteria kelas kemampuan lahan. Setelah itu akan didapatkan data baru yaitu kelas kemampuan lahan beserta faktor pembatasnya (sub kelas kemampuan). Dari data sub kelas kemampuan lahan dapat diketahui jumlah faktor pembatasnya dan apa saja yang menjadi faktor pembatasnya, yang kemudian didapatkan data satuan kemampuan.

Arsyad (2006) mengemukakan delapan kelas kemampuan lahan yang dapat dilihat pada Tabel 1. Kelas kemampuan lahan memiliki masing-masing faktor penghambat yang mempengaruhi penggunaan lahannya.

Tabel 1. Kelas Kemampuan Lahan No

.

Kelas Ciri-ciri

1 I Mempunyai sedikit penghambat yang membatasi penggunaannya, sesuai untuk berbagai penggunaan pertanian, mulai dari tanaman semusim (dan tanaman pertanian pada umumnya), tanaman rumput, padang rumput hutan produksi, dan cagar alam.

(12)

pilihan penggunaannya atau mengakibatkannya memerlukan tindakan konservasi yang sedang.

3 III Mempunyai hambatan yang berat yang mengurangi pilihan pengunaan atau memerlukan tindakan konservasi khusus atau keduanya. Hambatan yang terdapat pada tanah dalam lahan kelas III membatasi lama penggunaannya bagi tanaman semusim, waktu pengolahan, pilihan tanaman atau kombinasi pembatas-pembatas tersebut.

4 IV Dapat digunakan untuk tanaman semusim dan tanaman pertanian dan pada umumnya tanaman rumput, hutan produksi, padang penggembalaan, hutan lindung dan cagar alam

5 V Tidak terancam erosi akan tetapi mempunyai hambatan lain yang tidak praktis untuk dihilanghkan yang membatasi pilihan pengunaannya sehingga hanya sesuai untuk tanaman rumput, padang penggembalaan, hutan produksi atau hutan lindung dan cagar alam.

6 VI Mempunyai hambatan yang berat yang menyebabkan tanah-tanah ini tidak sesuai untuk pengunaan pertanian. Penggunaannya terbatas untuk tanaman rumput atau padang penggembalaan, hutan produksi, hutan lindung, atau cagar alam.

7 VII Tidak sesuai untuk budidaya pertanian, Jika digunakan untuk padang rumput atau hutan produksi harus dilakukan dengan usaha pencegahan erosi yang berat.

8 VIII Tidak sesuai untuk budidaya pertanian, tetapi lebih sesuai untuk dibiarkan dalam keadaan alami. Lahan kelas VIII bermanfaat sebagai hutan lindung, tempat rekreasi atau cagar alam.

Sumber: Arsyad (2006)

Sedangkan struktur klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka FAO (1976) dapat dibedakan menurut tingkatannya, yaitu tingkat Ordo, Kelas, Subkelas dan Unit.

Ordo adalah keadaan kesesuaian lahan secara global. Pada tingkat ordo kesesuaian lahan dibedakan antara lahan yang tergolong sesuai (S=Suitable) dan lahan yang tidak sesuai (N=Not Suitable).

(13)

kelas-kelas. (2) Untuk pemetaan tingkat tinjau (skala 1:100.000-1:250.000) pada tingkat kelas dibedakan atas Kelas sesuai (S), sesuai bersyarat (CS) dan tidak sesuai (N).

Kelas S1 : Sangat Sesuai. Lahan tidak mempunyai faktor pembatas yang berarti atau nyata terhadap penggunaan secara berkelanjutan, atau faktor pembatas bersifat minor dan tidak akan berpengaruh terhadap produktivitas lahan secara nyata.

Kelas S2 : Cukup Sesuai. Lahan mempunyai faktor pembatas, dan faktor pembatas ini akan berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan (input). Pembatas tersebut biasanya dapat diatasi oleh petani sendiri.

Kelas S3 : Sesuai Marginal. Lahan mempunyai faktor pembatas yang berat, dan faktor pembatas ini akan sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya, memerlukan tambahan masukan yang lebih banyak daripada lahan yang tergolong S2. Untuk mengatasi faktor pembatas pada S3 memerlukan modal tinggi, sehingga perlu adanya bantuan atau campur tangan (intervensi) pemerintah atau pihak swasta.

Kelas N Lahan yang tidak sesuai karena mempunyai faktor pembatas yang sangat berat dan/atau sulit diatasi. Subkelas adalah keadaan tingkatan dalam kelas kesesuaian lahan.

Kelas kesesuaian lahan dibedakan menjadi subkelas berdasarkan kualitas dan karakteristik lahan (sifat-sifat tanah dan lingkungan fisik lainnya) yang menjadi faktor pembatas terberat, misal Subkelas S3rc, sesuai marginal dengan pembatas kondisi perakaran (rc : rooting condition).

(14)

III. KONDISI UMUM WILAYAH 3.1. Lokasi Survei

Kegiatan survey tanah dan evaluasi lahan dilaksanakan di daerah kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) R. Soeryo Cangar Batu Malang, yang secara geografis terletak pada 70 40’ 10” - 70 49’ 31” LS dan 1120 22’ 13”- 1120 46’ 30” BT.

Kondisi umum wilayah survey secara keseluruhan memiliki konfigurasi bervariasi antara datar, berbukit, dan gunung-gunung dengan ketinggian antara 1.000 – 3.000 mdpl (Maulida, dkk. 2012).Karena lokasi survey ini merupakan dataran tinggi, sehingga suhu udara ketika malam hari sangat dingin. Suhu udaranya berkisar antara 18-290C (BMKG, 2014) Terlihat juga bahwa daerah kawasan survey merupakan daerah kawasan hutan, terlihat dengan banyaknya berbagai macam jenis pohon tahunan dan pohon semak. Lokasi survey ini juga berada dekat dengan Pemandian Air Panas Cangar. Lokasi survey juga berada jauh dari kawasan pemukiman penduduk.

Kegiatan survey tanah dan evaluasi lahan dilaksanakan pada tujuh titik, dimana pada tujuh titik ini keadaan vegetasi yang tumbuh dan jenis tanahnya dimungkinkan berbeda pada setiap titiknya. Lokasi survey juga dekat dengan gunung berapi, sehingga tanah lapisan atas tercampur dengan abu vulkanik dari letusan gunung berapi. Letusan yang terjadi kemarin berasal dari letusan gunung kelud. Tanah pada lokasi survey sangat subur, dibuktikan adanya berbagai macam vegatasi yang tumbuh.

3.2 Proses Geomorfologi (tari)

(15)

asal luar (eksogen), yaitu yang datang dari luar atau dari permukaan bumi, sebagai lawan dari tenaga asal dalam (endogen) yang berasal dari dalam bumi. Tenaga asal luar pada umumnya bekerja sebagai perusak, sedangkan tenaga asal dalam sebagai pembentuk. Kedua tenaga inipun bekerja bersama-sama dalam mengubah bentuk permukaan muka bumi ini (Imam Subekhan, 2009).

Di Dusun Cangar, Desa Sumberbrantas, Kecamatan Bumiaji, Kabupaten Malang ini merupakan daerah yang memiliki relief pegunungan, dimana ketinggian Dusun Cangar adalah 1000 m dpl. Berdasarkan analisis pergerakan partikel aktivitas seismik di daerah Cangar, Jawa Timur, terdapat 5 titik episenter yang diduga terdapat aktivitas hidrotermal di bawah permukaan bumi. Hal ini didukung oleh adanya sebaran manifestasi panasbumi di sekitar daerah tersebut. Batuan yang mendominasi di daerah Cangar, menurut metode geolistrik, geomagnet dan gayaberat adalah batuan basalt dan batuan lava. Batuan lava mengandung banyak retakan yang menjadi ruang untuk mengalirnya fluida (air). Retakan dapat terjadi akibat adanya aktivitas vulkanik maupun tektonik di sekitar Gunung Arjuno-Welirang. Fluida yang terdapat di bawah permukaan bumi akan terpanaskan oleh batuan panas, sehingga akan meningkatkan aktivitas fluida panas tersebut dan terjadi gempa (Rakhmanto, 2011).

3.3 Sebaran SPT di Lokasi Survei

(16)

1989; Schwertmann dan Taylor 1989). Tekstur tanah Ultisol bervariasi dan dipengaruhi oleh bahan induk tanahnya. Tanah Ultisol dari granit yang kaya akan mineral kuarsa umumnya mempunyai tekstur yang kasar seperti liat berpasir (Suharta dan Prasetyo 1986), sedangkan tanah Ultisol dari batu kapur, batuan andesit, dan tufa cenderung mempunyai tekstur yang halus seperti liat dan liat halus (Subardja 1986; Subagyo et al.1987; Isa et al. 2004; Prasetyo et al.2005). Ultisol umumnya mempunyai struktur sedang hingga kuat, dengan bentuk gumpal bersudut (Rachim et al. 1997; Isa et al. 2004; Prasetyo et al. 2005). Sedangkan tanah Mollisol sendiri merupakan tanah dengan epipedon mollik dan horizon bawah penciri argilik, kandik, natrik, atau kambik dengan kejenuhan basa yang tinggi (KB>50%) serta kesuburan tanah jenis ini tinggi (Rayes, 2006).

3.4 Macam Penggunaan Lahan (Yananda)

Taman Hutan Raya (TAHURA) Raden Soerjo Cangar merupakan kawasan hutan yang terletak di Malang pada ketinggian kurang lebih 1600 m di atas permukaan laut. Daerah ini merupakan kawasan konservasi Dinas Kehutanan wilayah Batu yang masuk kawasan Cagar Alam Arjuno Lali Jiwo dengan luas kawasan Tahura yaitu 27842 ha. Penggunaan lahan yang ada di Tahura R. Soerjo antara lain hutan campur, kebun tanaman semusim (sayur) dan semak/belukar. Hutan campur didominasi oleh tanaman bambu, cemara gunung, dan pinus. Penggunaan lahan yang dominan berupa hutan campur dengan luasan 16826 hektar, sedangkan kawasan semak/rumput relatif masih luas dibanding yang lain yaitu 6969 hektar. Hutan cemara gunung seluas 1340 hektar. Sedangkan untuk luas tanaman semusim dan hutan pinus relatif kecil yaitu sekitar 578 ha dan 105 ha (Hairiah, 2010).

(17)

vegetasi yang dominan adalah tanaman paitan. Penggunaan lahan pada titik ketujuh adalah semak dengan vegetasi dominan rumput gajah.

3.5 Kondisi Sosial dan Ekonomi Kebun Percobaan Cangar

Kota Batu provinsi Jawa Timur terdiri atas 9 desa yaitu Bulukerto, Bumiaji, Giripurno, Gunungsari, Pandanrejo, Punten, Sumbergondo, Tulungrejo, Sumber Brantas dengan total luas wilayah 130,19 km2. Survei tanah dan evaluasi lahan dilakukan pada salah satu desa tersebut yaitu di kebun percobaan Cangar di Dusun Cangar, Desa Sumberbrantas, Kecamatan Bumi Aji, Kota Batu Malang. Pada daerah survei tersebut terletak di dalam kawasan taman hutan raya R. Soeryo dimana di dalamnya juga terdapat bumi perkemahan dan pemandian air panas Cangar. Pada kebun percobaan ini tidak sembarang masyarakat dapat memasuki hutan dimana tempat tersebut merupakan daerah pengamatan survei dan evaluasi lahan. Akan tetapi, untuk kegiatan penelitian diperbolehkan memasuki hutan tersebut dan dikenakan biaya sebesar Rp 3000,-/orang. Mayoritas penduduk sekitar dusun cangar bermata pencaharian dari kegiatan bertani dengan komoditas utamanya adalah wortel, kentang, apel. Petani di cangar umumnya memiliki lahan yang luas yang dapat mencukupi kebutuhan masyarakatnya.

Berdasarkan Hasil Registrasi Penduduk akhir tahun 2002, jumlah penduduk kota Batu tercatat sebesar 163.393 jiwa dengan tingkat kepadatan sebesar 806 jiwa/km. Berikut merupakan tabel luas wilayah, penduduk dan kepadatan menurut kecamatan.

Tabel 2. Luas Wilayah, Penduduk dan Kepadatan menurut Kecamatan

Kecamatan Luas wilayah % Penduduk % Kepadatan

1. Batu 45,458 22,83 74.878 45,83 1.647

2. Junrejo 1.647 12,88 37.633 23,03 1.467

3. Bumiaji 127,979 64,28 50.882 3,14 398

Kota Batu 199,087 100,00 163.393 100,00 821

Sumber : Registrasi Penduduk Akhir Tahun 2002

Berdasarkan Hasil Registrasi Penduduk akhir tahun 2002, jumlah penduduk Kota Batu berdasarkan mata pencahariannya yaitu:

 Pegawai Negeri/TNI : 12.379(jiwa)

 pegawai perusahaan swasta : 2.959 (jiwa)

 pedagang/pengusaha : 5.634 (jiwa)

 petani/peternak : 23.195 (jiwa)

(18)
(19)

IV.IDENTIFIKASI JENIS TANAH DI LOKASI SURVEI 4.1 Morfologi Tanah Setiap SPT

Titik 1

Pada Minipid 1 terdiri dari 5 horizon yakni horizon A dengan kedalaman 1-31 cm dengan warna 10 YR 3/2 memiliki tekstur liat berdebu, strukturnya granular konsistensi lembabnya gembur, konsistensi basah lekat-agak plastis, memiliki pori halus banyak, sedang sedikit, kasar sedikit dan perakarannya banyak halus. Horizon kedua yakni horizon B dengan ukuran kedalaman 31-40 cm dengan warna 10 YR 2/2, yang memiliki tekstur lempung liat berpasir, struktur granular, konsistensi lembabnya gembur, konsistensi basah lekat-agak plastis, dengan pori halus sedikit, sedang banyak, kasar sedikitdan perakaran biasa halus. Horizon ketiga yakni horizon Bw1 dengan kedalaman 40-51 cm dengan warna 7,5 YR 2,5/2 dengan tekstur lempung berliat, strukturnya granular, konsistensi basahnya gembur, konsistensi lembabnya lekat-agak plastis, memiliki pori halus banyak, sedang sedikit, kasar sedikit dan perakarannya sedikit halus. Horizon keempat Bw2 dengan kedalan 51-64 cm dengan warna 10 YR 2/2 teksturnya pasir berlempung, strukturnya granular, konsistensinya gembur, konsistensi basahnya agak lekat-tidak plastis, konsistensi lembabnya pori halus banyak, sedang sedikit, kasar sedikit, dan perakarannya akar sedikit halus. Horizon terakhir E dengan kedalaman 64-91 cm dengan warna 10 YR 3/6 dengan tekstur pasir berdebu, dengan struktur granular, dengan konsistensi basahnya sangat gembur,konsistensi lembabnya agak lekat-tidak plastis, memiliki pori halus banyak, pori sedang biasa, pori makro sedikit dan perakarannya tidak ada.

Titik 2

(20)

Titik 3

Pada minipid terdiri dari 4 horizon yang pertama adalah horizon A dengan kedalaman 0-44 cm dengan warna 10 YR 2/2 dengan tekstur liat berpasir, strukturnya granuler, konsistensi lembabnya gembur, konsistensi basahnya agak lekat-agak plastis, memiliki pori halus banyak, pori sedang biasa, pori kasar banyak dan perakarannya banyak halus. Horizon kedua yakni horizon B dengan kedalaman 31-40 cm dengan warna 7,5 YR 2,5/2, dengan tekstur lempung liat berpasir, strukturnya granuler, konsistensi lembabnya gembur, konsistensi basahnya agak lekat-agak plastis, memiliki pori halus banyak, pori sedang biasa, pori kasar banyak dan perakarannya banyak halus. Horizon ketiga yakni horizon Bw dengan kedalaman 61-75 cm dengan warna 10 YR 2/1 teksturnya lempung berliat, strukturnya granuler, konsistensi lembabnya gembur, konsistensi basahnya agak lekat-tidak plastis; akar biasa halus, pori halus banyak, pori sedang biasa, pori kasar sedikit. Horizon terakhir yakni horizon C dengan kedalaman 75-92 cm dengan warna 10YR 4/4 dengam tekstur lempung berliat,yang masih mengalami perkembangan strukturnya gumpal bersudut konsistensi lembabnya teguh, konsistensi basah agak lekat-tidak plastis, pori halus biasa, pori sedang sedikit, pori kasar sedikit. perakarannya sedikit halus

Titik 4

(21)

Horizon terakhir yakni horizon C dengan kedalaman dengan warna 10 yr 4/4 teksturnya pasir, strukturnya gumpal membulat, konsistensi lembabnya teguh, konsistensi basahnya tidak lekat tidak plastis, pori halus banyak, pori sedang sedikit, pori kasar sedikit.

Titik 5

Terdapat 4 horison pada titik 5 yaitu horizon A, B, Bw1, dan Bw2. Kedalaman horizon A 1-23 cm. Pada horizon A warna tanahnya 10 YR 3/2, teksturnya lempung berliat, struktur remah, konsistensi lembab gembur, kosistensi basah agak lekat-agak plastis, terdapat akar banyak dan ukurannya halus, pori halusnya biasa, pori sedangnya banyak, dan pori kasarnya biasa.

Horizon B memiliki kedalaman horizon 23-29 cm. Warna tanah 10 YR 2/2, teksturnya lempung berpasir, strukturnya gumpal membulat, konsistensi lembab gembur, konsistensi basah agak lekat-agak plastis, jumlah akar sedikit dengan ukuran halus, jumlah pori halus banyak, pori sedang biasa, pori kasar sedikit.

Horizon Bw1 memiliki kedalaman 29-56 cm dengan warna 10 YR 3/4, dengan tekstur pasir, struktur remah, konsistensi lembab gambur, konsistensi basah agak lekat-agak plastis, akar sedikit halus, pori halus banyak, pori sedang biasa, pori kasar sedikit.

dan horizon Bw2 dengan kedalaman 47-90 cm, dengan warna 10 YR 4/4, tekstur lempung liat berpasir dan struktur gumpal membulat, konsistensi lembab teguh, konsistensi basah agak lekat-agak plastis, perakaran tidak ada pada horizon ini, pori halus banyak, pori sedang biasa, pori kasar sedikit.

Titik 6

Terdapat 3 horizon pada titik 6 yaitu A, B, Bw1. Pada horizon A dengan kedalaman 0-23 cm memiliki warna 10 YR 2/2, tekstur debu, struktur remah konsistensi lembab sangat gembur, konsistensi basah lekat-agak plastis, perakaran biasa halus, pori halus biasa, pori sedang banyak dan pori kasar sedikit.

(22)

Horizon Bw1 memiliki kedalaman 29-56 cm, dengan warna 10 YR 3/4, tekstur lempung berliat, struktur gumpal bersudut, konsistensi lembab teguh, konsistensi basah agak lekat-agak plastis, tidak ada perakaran, pori halus banyak, pori sedang biasa, pori kasar sedikit.

Tititk 7

Terdapat 3 horizon pada titik 7 yaitu A, AB, Bw. Pada horizon A dengan kedalaman 0 -31 cm memiliki warna 10 YR 3/2, bertekstur debu, strukturnya remah, konsistensi lembab gembur, konsistensi basah agak lekat-agak plastis, akar banyak halus, pori halus biasa, pori sedang biasa, pori kasar biasa.

Pada horizon AB dengan kedalaman 31-43 cm memiliki warna 10 YR 3/3, tekstur debu, struktur remah, konsistensi lembab gembur, konsistensi basah agak lekat-agak plastis, akar banyak halus, pori halus biasa, pori sedang sedikit, pori kasar banyak.

(23)

4.2 Klasifikasi Tanah Titik 1

Titik 2

Rezim

Kelembaban Tanah

Ustik

Pada rezim kelembaban diperoleh Ustik dengan suhu tanah rata-rata 22o c atau lebih tinggi

Rezim

Suhu Tanah

Hipertermik

Pada rezim suhu tanah diperoleh suhu tanah hipertemik sebesar 24o c

Epipedon Umbrik

dengan warna value 3 dan chroma 2

memiliki kejenuhan basa <50%

Endopedon Kambik

Memiliki tekstur yang dominan mengandung pasir

Ordo Ultisol

Karena ditemukan ph 3

Subordo Ustults

Karena memiliki rejim kelembaban ustik

Great Grup Haplustults

Ustults yang lain

Subgrup Typic Haplustults

(24)

Titik 3

Rezim

Kelembaban Tanah

Ustik

Pada rezim kelembaban diperoleh Ustik dengan suhu tanah rata-rata 22o c atau lebih tinggi

Rezim

Suhu Tanah

Hipertermik

Pada rezim suhu tanah diperoleh suhu tanah hipertemik sebesar 24o c

Epipedon Umbrik

Karena memiliki KB ≤ 50%

Endopedon Kambik

Memiliki tekstur yang dominan mengandung pasir

Ordo Ultisols

Karena ditemukan ph 3

Subordo Ustults

Karena memiliki rejim kelembaban ustik

Great Grup Haplustults

Pada rezim kelembaban diperoleh Ustik dengan suhu tanah rata-rata 22o c atau lebih tinggi

Rezim

Suhu Tanah

Hipertermik

Pada rezim suhu tanah diperoleh suhu tanah hipertemik sebesar 24o c

Epipedon Umbrik

Karena memiliki KB ≤ 50%

Endopedon Argilik

Konsentrasi liat semakin tinggi dengan bertambahnya kedalaman

Ordo Ultisols

Karena ditemukan ph 3

Subordo Ustults

Karena memiliki rejim kelembaban ustik

Great Grup Haplustults

Ustults yang lain

Subgrup Typic Haplustults

(25)

Titik 4

Rezim

Kelembaban Tanah

Ustik

Pada rezim kelembaban diperoleh Ustik dengan suhu tanah rata-rata 22o c atau lebih tinggi

Rezim

Suhu Tanah

Hipertermik

Pada rezim suhu tanah diperoleh suhu tanah hipertemik sebesar 24o c

Epipedon Umbrik

Karena memiliki KB ≤ 50%

Endopedon Kambik

Memiliki tekstur yang dominan mengandung pasir

Ordo Ultisol

Dan ph yang diperoleh sebesar 4

Subordo Ustults

Karena rezim kelembaban ustik

Great Grup Haplustults

Ustults yang lain

Subgrup Typic Haplustults

(26)

Titik 5

Pada rezim kelembaban diperoleh Ustik dengan suhu tanah rata-rata 22o c atau lebih tinggi

Rezim

Suhu Tanah

Hipertermik

Pada rezim suhu tanah diperoleh suhu tanah hipertemik sebesar 24o c

Epipedon Umbrik

Karena memiliki KB ≤ 50%

Endopedon Kambik

Memiliki tekstur yang dominan mengandung pasir

Ordo Ultisols

Karena ditemukan ph 4

Subordo Ustults

Karena memiliki rejim kelembaban ustik

Great Grup Haplustults

Pada rezim kelembaban diperoleh Ustik dengan suhu tanah rata-rata 22o c atau lebih tinggi

Rezim

Suhu Tanah

Hipertermik

Pada rezim suhu tanah diperoleh suhu tanah hipertemik sebesar 24o c

Epipedon Umbrik

Karena memiliki KB ≤ 50%

Endopedon Argilik

Konsentrasi liat semakin tinggi dengan bertambahnya kedalaman

Ordo Mollisols

Karena memiliki epipedon molik

Dan ph yang diperoleh sebesar 7

Subordo Albolls

Karena memiliki horizon argilik

Great Grup Ustolls

Mollisols lain yang mempunyai rezim kelembaban ustik atau aridik yang berbatasan dengan ustik

Subgrup Argiustolls

(27)

Titik 7

Rezim

Kelembaban Tanah

Ustik

Pada rezim kelembaban diperoleh Ustik dengan suhu tanah rata-rata 22o c atau lebih tinggi

Rezim

Suhu Tanah

Hipertermik

Pada rezim suhu tanah diperoleh suhu tanah hipertemik sebesar 24o c

Epipedon Umbrik

Karena memiliki KB ≤ 50%

Endopedon Kambik

Tidak memiliki kriteria dari horison argilik

Ordo Mollisols

Karena memiliki epipedon molik

Dan ph yang diperoleh sebesar 7

Subordo Albolls

Karena memiliki horizon argilik

Great Grup Ustolls

Mollisols lain yang mempunyai rezim kelembaban ustik atau aridik yang berbatasan dengan ustik

Subgrup Haplustolls

(28)

V. KEMAMPUAN DAN KESESUAIN LAHAN 5.1 Kemampuan Lahan

Tabel 2. Kelas Kemampuan Lahan

No Faktor Pembatas Titik 1 Titik 2 Titik 3Kelas Kemampuan LahanTitik 4 Titik 5 Titik 6 Titik 7 1 Tekstur tanah (t)

a. Lapisan atas I I I I III I I

b. Lapisan bawah VIII III III I VIII I I

2 Lereng (%) II III III IV IV II II

Faktor Pembatas Tekstur Drainase Drainase Lereng Tekstur

Lereng,

Lahan VIIIs IVw IVw IVe VIIIs IIe,w,s IIe,w,s

Kelas kemampuan lahan pada titik 1 termasuk pada kelas VIII dengan faktor pembatas tekstur lapisan bawah dan masuk pada sub kelas kemampuan lahan VIIIs. Tanah yang masuk pada kelas VIII sangat menghalangi penggunaan untuk produksi tanaman secara komersial dan membatasi penggunaannya hanya untuk pariwisata dan suaka alam. Tanah ini sebaiknya dibiarkan secara alami.

Kelas kemampuan lahan pada titik 2 dan titik 3 termasuk pada kelas IV dengan faktor pembatas drainase dan masuk pada sub kelas kemampuan lahan IVw. Tanah-tanah dalam kelas IV mempunyai kendala yang sangat berat sehingga membatasi pilihan penggunaan atau memerlukan pengelolaan yang sangat hati-hati atau keduanya. Tanah pada kelas IV mungkin hanya cocok untuk dua atau tiga macam tanaman pertanian. Tanah di dalam kelas IV dapat digunakan untuk tanaman semusim dan tanaman pertanian, padang pengembalaan, hutan produksi, hutan lindung atau suaka alam.

(29)

peka terhadap erosi. Tanah ini memerlukan pengelolaan yang lebih hati-hati dan tindakan konservasi yang lebih sulit untuk diterapkan dan dipertahankan.

Kelas kemampuan lahan pada titik 5 sama seperti pada titik 1 yaitu masuk ada kelas VIII dengan faktor pembatas tekstur lapisan bawah dan masuk pada sub kelas kemampuan lahan VIIIs. Tanah ini sebaiknya dibiarkan dalam keadaan yang alami karena faktor pembatasnya sulit dan bahkan tidak dapat diperbaiki. penggunaan yang cocok adalah untuk pariwisata dan suaka alam.

Kelas kemampuan lahan pada titik 6 dan titik 7 termasuk pada kelas II. Pada titik 6 termasuk kelas II dengan faktor pembatas kelerengan, darinase, kedalaman efektif, dan batuan sedangkan pada titik 7 termasuk kelas II dengan faktor pembatas kelerengan, darinase, kedalaman efektif, tingkat erosi, dan batuan. Pada titik 6 dan titik 7 ini termasuk dalam sub kelas kemampuan lahan IIe,w,s. Tanah-tanah pada kelas II memiliki faktor penghambat yang sedikit dan tindakan yang diperlukan mudah untuk dilakukan. Faktor penghambat pada tanah ini antara lain: lereng yang landai, drainasenya dapat mengatasi kelebihan air tetapi air masih ada sebagai pembatas yang tingkatnya sedang, kepekaan erosi sedng, dan kedalaman efektif tanah agak dalam. Tanah-tanah pada kelas II dapat digunakan untuk tanaman semusim,

Titik 1, Komoditas Rumput Gajah

No

(30)

1

>50 50-30 30-2- <20 S1 S1

Retensi unsur hara (f)

bawah > tinggi sedang Sangatrendah 3 K2O lapisan

Kelas kesesuaian lahan S3r S3r

(31)

Tabel Kesesuaian Lahan Titik 2, komoditas Cemara

cm() ≥100 70-100 50-70 <50 S2

S2

Bahan Organik

(%) ≥2,5 1,5-2,5 0,5-1,5 <0,5

pH tanah 6,0-7,0 5,0-6,0 4,0-5,0 <4,0 > 7,0

Tekstur tanah Sl, scl, ls, sc

Ketinggian (m) < 100 100-200 200-300 ≥ 300

Kelas Kesesuaian Lahan N N

Titik ke dua didominasi oleh tanaman cemara. Klasifikasi kesesuaian lahan aktual pada titik 2 termasuk pada ordo N (tidak sesuai), di mana kondisi suhu aktual tidak sesuai dengan kriteria kesesuaian tanaman cemara. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan cara menambah beberapa jenis tanaman sehingga dapat memperbaiki iklim mikro. Jika iklim mikro telah mengalami perbaikan maka dapat mempengaruhi kondisi iklim makro. Selain itu, terdapat pula kelas S3 untuk kriteria kelerangan. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan membuat terasering untuk memotong kelerengan.

Tabel Kesesuaian Lahan Titik 3, komoditas Cemara

Kriteria Kelas Kesesuaian Hasil

Aktual Potensial

S1 S2 S3 N

(32)

rata (0C)

cm() ≥100 70-100 50-70 <50 S2

S2

Bahan Organik

(%) ≥2,5 1,5-2,5 0,5-1,5 <0,5

pH tanah 6,0-7,0 5,0-6,0 4,0-5,0 <4,0 > 7,0

Tekstur tanah Sl, scl, ls, sc

Ketinggian (m) < 100 100-200 200-300 ≥ 300

Kelas Kesesuaian Lahan N N

Sama dengan titik ke dua, titik ke tiga juga didominasi oleh tanaman cemara. Klasifikasi kesesuaian lahan aktual pada titik 3 termasuk pada ordo N (tidak sesuai), di mana kondisi suhu aktual tidak sesuai dengan kriteria kesesuaian tanaman cemara. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan cara menambah beberapa jenis tanaman sehingga dapat memperbaiki iklim mikro. Jika iklim mikro telah mengalami perbaikan maka dapat mempengaruhi kondisi iklim makro. Selain itu, terdapat pula kelas S3 untuk kriteria kelerangan. Kondisi ini dapat diperbaiki dengan membuat terasering untuk memotong kelerengan

Tabel Kesesuaian Lahan Titik 4, komoditas Cemara

(33)

Kedalaman tanah

cm() ≥100 70-100 50-70 <50 N

N

Bahan Organik

(%) ≥2,5 1,5-2,5 0,5-1,5 <0,5

pH tanah 6,0-7,0 5,0-6,0 4,0-5,0 <4,0 > 7,0

Tekstur tanah Sl, scl, ls, sc

Ketinggian (m) < 100 100-200 200-300 ≥ 300

Kelas Kesesuaian Lahan N N

Titik keempat memiliki kelas kemampuan lahan N (tidak sesuai). Ketidaksesuaian terjadi pada beberapa kriteria, di antaranya temperatur, kedalaman tanah, dan kelerangan. Untuk kriteria temperatur rata-rata dapat diperbaiki dengan penambahan vegetasi untuk memperbaiki iklim mikro dan mempengaruhi iklim makro. Untuk kelerangan dapat diperbaiki melalui pemotongan lereng yang berupa pembuatan terasering.

cm() ≥100 70-100 50-70 <50 S3

S3

Bahan Organik

(%) ≥2,5 1,5-2,5 0,5-1,5 <0,5

(34)

Tekstur tanah Sl, scl, ls,

Ketinggian (m) < 100 100-200 200-300 ≥ 300

Kelas Kesesuaian Lahan N N

Tabel Kesesuaian Lahan Titik 5, komoditas Cemara

Pada titik lima, faktor penghambat yang muncul adalah suhu rata-rata yang tidak sesuai. Seperti pada titik-titik pengamatan sebelumnya, kelas tersebut dapat diperbaiki dengan penambahan beberapa jenis pohon yang sesuai untuk memperbiki kondisi mikro di sekitar tanaman yang ada sebelumnya sehingga dapat mempengaruhi iklim makro pada hutan tersebut.

Tabel Kesesuaian Lahan Titik 6, komoditas Rumput Gajah

No

19-17 31-3816-15 >38<15 S1 S1

(35)

3 Kedalaman perakaran (cm)

>50 50-30 30-2- <20 S1 S1

Retensi unsur hara (f)

permukaan (%) 0-5 6-15 16-40 >40 S1 S1

3 Batuan

singkapan (%)

0-5 6-15 16-25 >25

Kelas kesesuaian lahan S2wr S2w

Tabel Kesesuaian Lahan Titik 7, komoditas Rumput Gajah

No

(36)

SiCL 3 Kedalaman

perakaran (cm)

>50 50-30 30-2- <20 S1 S1

Retensi unsur hara (f)

bawah > tinggi sedang Sangatrendah 3 K2O lapisan

Kelas kesesuaian lahan S2wr S2w

(37)

VI. DAFTAR PUSTAKA

Arsyad, S.2006.Konservasi Tanah dan Air.IPB Press.Bogor

Eswaran, H. and C. Sys. 1970. An evaluation of the free iron in tropical andesitic soil. Pedologie 20: 62−65.

F. Rakhmanto.2011.Tomografi Geolistrik Daerah Panasbumi Welirang-Arjuno (Studi Sumber Air Panas Cangar Batu).Universitas Brawijaya,Malang.

Hairiah, Kurniatun. 2010. Kajian Ekonomi Carbon Trade Sebagai Dasar Perhitungan Kompensasi Global Warming di Kawasan Tahura R. Soerjo. Jawa Timur : Badan Penelitian dan Pengembangan Propinsi Jawa Timur.

Rayes, M. Luthfi.2007.Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan.Penerbit ANDI,Yogyakarta

Subagyo, H., B.H. Prasetyo, dan N. Suharta.1987. Karakteristik Latosol dari bahan volkan andesitik G. Burangrang dan sekitar Purwakarta, Jawa Barat. hlm. 177−208. Dalam U. Kurnia, J. Dai, N. Suharta, I.P.G. Widjaja-Adhi, M. Soepartini, S. Sukmana, J. Prawirasumantri (Ed.). Prosiding Pertemuan Teknis Penelitian Tanah, Cipayung, 21−23 Februari 1984. Pusat Penelitian Tanah, Bogor

Subekhan,Imam.2009.http://imamsubekhan.blogspot.com/2009/12/geomorfologi.html.Diakses

pada tanggal 28 Mei 2014.

(38)

Gambar

Tabel 1. Kelas Kemampuan Lahan
Tabel 2. Luas Wilayah, Penduduk dan Kepadatan menurut Kecamatan
Tabel 2. Kelas Kemampuan Lahan
Tabel Kesesuaian Lahan
+5

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu juga dapat dilihat interaksi yang terjadi antara ion logam dan ligan ditiokarbamat dan juga untuk mengidentifikasi adanya ikatan yang terbentuk dari

2.. al- Bukhari). Di dalam hadit s Hudzaifah dinyat akan di ant aranya bahwa Nabi Shallallaahu alaihi wa Sallam t elah bersabda: “ ... Hendaknya m em ulai m akanan dan m inum

(Jika kalian ingin meraih ma’rifat akan hakikat shalat, maka hakikatnya ialah yang dengan itu seseorang mengikatkan diri dengan Allah. Sebagian orang berkata bahwa mereka shalat

Hal ini disebabkan pada penggorengan pertama vitamin A pada minyak goreng jumlahnya lebih tinggi dari pada minyak yang digunakan pada penggorengan berikutnya (kedua

Tabel di atas dapat kita ambil kesimpulan bahwa koridor jalan Perniagaan memiliki beberapa faktor yang terdapat di atas, seperti adanya faktor yang unik dan menarik

Table 1: Types, Sources and Uses of Data for Land Suitability Evaluation commodity paddy, Corn and Soybean.. in

Untuk menganalisa tentang pertanggungjawaban pidana bagi pelaku atau penguna zat adiktif narkoba cair 4-cmc sebagai narkoba jenis baruyang belum diatur dalam