• Tidak ada hasil yang ditemukan

46251181 Peningkatan Keterampilan Membaca Cepat 250 Kpm Dengan Pembelajaran Latihan Berjenjang Dan Penilaian Authentic Assessment Pada Siswa Kelas Viiia Mts Mi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "46251181 Peningkatan Keterampilan Membaca Cepat 250 Kpm Dengan Pembelajaran Latihan Berjenjang Dan Penilaian Authentic Assessment Pada Siswa Kelas Viiia Mts Mi"

Copied!
166
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KETERAMPILAN MEMBACA CEPAT 250 KPM DENGAN PEMBELAJARAN LATIHAN BERJENJANG

DAN PENILAIAN AUTHENTIC ASSESSMENT PADA SISWA KELAS VIIIA MTs MIFTAHUL ULUM

RENGASPENDAWA KABUPATEN BREBES

SKRIPSI

untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

oleh

Nama : Elly Fatmawati

NIM : 2101401055

Program Studi : Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan : Bahasa dan Sastra Indonesia

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

(2)

Skripsi ini telah disetujui pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi.

Semarang, 14 September 2005

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Wagiran, M.Hum. Drs. Subyantoro, M.Hum. NIP 132058001 NIP 132005032

(3)

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang

pada hari : Rabu

tanggal : 14 September 2005

Panitia Ujian Skripsi

Ketua, Sekretaris,

Prof. Dr. Rustono, M.Hum. Drs. Mukh Doyin, M.Si.

NIP 131281222 NIP 132106167

Penguji I, Penguji II, Penguji III,

Drs. Haryadi, M.Pd. Drs. Wagiran, M.Hum. Drs. Subyantoro, M.Hum. NIP 132058082 NIP 132058001 NIP 132005032

(4)

saya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain, baik sebagian atau seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang, 14 September 2005

Elly Fatmawati

(5)

Motto: “Berdoa, berpikir, berusaha, dan bersabar merupakan kunci keberhasilan.”

Skripsi ini kupersembahkan kepada:

1. Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan kasih sayang tulus, semangat, dan iringan doa dalam setiap langkahku;

2. Kedua kakakku yang tiada henti memberikan semangat kepada penulis;

3.Teman hidupku, dan sahabat-sahabatku yang menciptakan rajutan kisah persahabatan yang indah, dan tanpa pamrih kepada penulis; dan

4. Guru dan almamaterku yang mengantarkan langkahku.

(6)

rahmat dan hidayahNya, sehingga skripsi ini dapat deselesaikan dengan baik. Skripsi ini dapat diselesaikan berkat bantuan dan fasilitas yang diberikan oleh berbagai pihak. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada,

1. Prof. Dr. Rustono M. Hu,. Dekan Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Semarang, yang telah memberikan kesempatan untuk menyelesaikan skripsi ini.

2. Drs. Moh Doyin, M.Si, Ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Drs. Subyantoro, M.Hum., dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, masuksn ide, dan dorongan sehingga skripsi ini diselesaikan dengan baik.

4. Drs. Wagiran, M.Hum,, dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, masuksn ide, dan dorongan sehingga skripsi ini diselesaikan dengan baik.

5. Semua dosen Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, yang telah memberikan ilmu dan pengalamannya kepada penulis.

6. Petugas TU Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, TU Fakultas Bahasa dan Seni, dan petigas KOMBAT, yang telah membantudan memberikan kemudahan dalam urusan administrasi dan peminjaman buku.

7. Semua pihak dan instansi yang membantu terselesaikannya skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua yang membaca.

Semarang, 14 September 2005

Penulis

(7)

dengan Pembelajaran Latihan Berjenjang dan Penilaian Authentic Assessment pada Siswa Kelas VIII A MTs. Miftahul Ulum Rengaspendawa Kabupaten Brebes Tahun Pelajaran 2004/2005. Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I: Drs. Subyantoro, M.Hum., Pembimbing II: Drs. Wagiran, M.Hum.

Kata kunci: kemampuan membaca cepat, pembelajaran kontekstual, elemen authentic assessment

Pembelajaran membaca cepat mempunyai peranan penting dalam mata pelajaran bahasa dan sastra Indonesia. Kecepatan membaca sangat mempengaruhi keberhasilan seseorang untuk menyerap segala macam informasi yang ada dalam media cetak maupun elektronik. Semua pendidik berharap agar para siswa mempunyai kecepatan membaca yang memadai. Pemilihan strategi dan pendekatan yang tepat dalam pembelajaran merupakan hal yang harus dipertimbangkan oleh guru agar tujuan pem,belajaran yang telah dirumuskan dapat mencapai sasaran. Berdasarkan observasi awal dan wawancara dengan guru kelas pembelajaran membaca cepat kelas VIII A MTs Miftahul Ulum Rengaspendawa Kabupaten Brebes masih rendah. Hal ini dibuktikan dengan kecepatan membaca siswa berkisar antara 90-170 kata per menit, demikian pula pemahaman bacaan hanya mampu memahami sebesar 60%. Rendahnya kemampuan siswa dalam membaca cepat disebabkan pada faktor internal dan eksternal. Faktor internal ini berasal dari siswa, sedangkan faktor eksternal berasal dari strategi guru dalam melaksanakan pembelajaran. Guru dalam melaksanakan pembelajaran masih menggunakan pola pembelajaran tradisional. Pemilihan pembelajaran kontekstual elemen authentic assessment sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan membaca cepat berdasarkan tuntutan kurikulum berbasis kompetensi yang memberikan kebebasan para guru untuk memilih teknik yang beragam disesuaikan dengan tujuan pembelajaran. Kurikulum berbasis kompetensi ingin memusatkan diri pada pengembangan seluruh kompetensi siswa termasuk keterampilan berbahasa yang didalamnya mencakup kemampuan membaca cepat sebagai salah satu kompetensi dasar membaca.

Berdasarkan paparan di atas penelitian ini mengangkat permasalahan, yaitu (1) bagaimanakah peningkatan kemampuan membaca cepat siswa kelas VIII A MTs Miftahul Ulum Rengaspendawa Kabupaten Brebes dengan menerapkan pembelajaran kontekstual elemen authentic assessment? dan (2) bagaimanakah perubahan perilaku siswa kelas VIII A MTs Miftahul Ulum Rengaspendawa Kabupaten Brebes dengan diadakan membaca cepat dengan pembelajaran kontekstual elemen authentic assessment? Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan peningkatan kemampuan membaca cepat siswa kelas VIII A MTs Miftahul Ulum Rengaspendawa Kabupaten Brebes setelah mengikuti pembelajaran kontekstual elemen authentic assessment. Tujuan yang kedua adalah

(8)

VIII A MTs Miftahul Ulum Rengaspendawa Kabupaten Brebes tahun pelajaran 2004/2005. Variabel dalam penelitian ini adalah kemampuan membaca cepat dan pembelajaran kontekstual elemen authentic assessment. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian tindakan kelas dengan dua siklus yang dilaksanakan pada siswa kelas VIII A MTs Miftahul Ulum Rengaspendawa Kabupaten Brebes. Tiap-tiap siklus terdiri atas tahap perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi. Pengambilan data digunakan dengan tes dan nontes. Alat pengambilan data yang digunakan berupa pedoman observasi, wawancara, dan jurnal. Analisis data yang digunakan dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif.

Setelah dilakukan penelitian dalam dua siklus, dihasilkan simpulan bahwa pembelajaran kontekstual elemen authentic assessment dapat meningkatkan kecepatan membaca siswa. Pada kondisi awal rata-rata kecepatan membaca siswa kelas VIII A hanya 148,03 kpm. Pada akhir siklus pertama meningkat menjadi 222,92 kpm. Hal ini menunjukkan kenaikan 74,89 kpm (50,59%). Pada akhir siklus II rata-rata kecepatan membaca siswa 251,56 kpm ada kenaikan sebesar 28,64 kpm (12,85%). Perubahan tingkah laku dalam penelitian ini adalah para siswa tampak lebih semangat, merasa senang, aktif mengikuti pembelajaran, dan berusaha meminimalisir kebiasaan yang salah dalam membaca, serta siswa merasa dihargai.

Hasil penelitian tersebut saran yang dapat direkomendasikan antara lain: (1) guru Bahasa dan Sastra Indonesia seyogyanya berperan aktif sebagai inovator untuk memilih teknik pembelajaran yang paling tepat sehingga pembelajaran yang dilaksanakan menjadi pengalaman yang bermakna bagi siswa; (2) guru Bahasa dan Sastra Indonesia dapat menggunakan pendekatan kontekstual elemen authentic assessment dalam membelajarkan kemampuan membaca cepat; (3) pembelajaran dengan pendekatan kontekstual elemen authentic assessment dapat dijadikan alternatif pilihan bagi guru bidang studi lain dalam membelajarkan bidang garapannya; (4) para praktisi atau peneliti di bidang pendidikan dan bahasa dapat melakukan penelitian serupa dengan teknik pembelajaran yang berbeda sehingga didapatkan berbagai alternatif teknik pembelajaran membaca cepat.

(9)

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

(10)

2.2.8 Pembelajaran Kontekstual... 31

3.3.1 Peningkatan Kemampuan Membaca Cepat ... 53

3.3.2 Pembelajaran Kontekstual Elemen Authentic assessment... 54

3.4 Instrumen Penelitian ... 55

3.6.2 Teknik Kualitatif (Analisis Data Nontes) ... 64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 65

4.1.1 Kondisi Awal ... 63

4.1 2 Kondisi Siklus I... 70

4.1.2.1 Hasil Tes ... 70

(11)

4.1.3.2 Hasil Nontes ... 85

4.2 Pembahasan... 91

4.4.1 Kecepatan Membaca ... 91

4.4.2 Perubahan Perilaku siswa... 95

BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan ... 99

5.2 Saran... 100

DAFTAR PUSTAKA... 102

LAMPIRAN... 105

(12)

TABEL Halaman

1. Pedoman Penilaian Tingkat Pemahaman... 87

2. Pedoman Kecepatan Membaca... 58

3. Pedoman Kecepatan Efektif Membaca... 58

4. Hasil Kecepatan Membaca pada Kondisi Awal ... 67

5. Hasil Pemahaman Membaca Siswa pada Kondisi Awal ... 68

6. Hasil Kecepatan Efektif Membaca pada Kondisi Awal ... 69

7. Hasil Kecepatan Membaca pada Siklus I ... 71

8. Hasil Pemahaman Membaca Siswa pada Siklus I ... 72

9. Hasil Kecepatan Efektif Membaca pada Siklus I ... 73

10.Hasil Kecepatan Membaca pada Siklus II ... 81

11.Hasil Pemahaman Membaca Siswa pada Siklus II... 82

12.Hasil Kecepatan Efektif Membaca pada Siklus II ... 83

13.Rekapitulasi Rata-Rata Pencapaian Kemampuan... 93

14.Perbandingan Observasi Kebiasaan Membaca ... 96

15.Perbandingan Observasi Penilaian Proses ... 99

(13)

BAGAN Halaman 1. Kerangka berpikir... 44

2. Siklus Penelitian Tindakan Kelas ... 46

(14)

LAMPIRAN Halaman

1. Tabel Hasil Kecepatan Membaca Pra Siklus ... 105

2. Tabel Hasil Pemahaman Isi Bacaan Tes Pra Siklus... 106

3. Tabel Hasil Kecepatan Efektif Membaca Pra Siklus ... 107

4. Tabel Hasil Observasi Kebiasaan Membaca Pra Siklus ... 108

5. Wacana Kondisi Awal... 109

6. Soal-Soal Pemahaman Wacana Kondisi Awal ... 111

7. Tabel Hasil Kecepatan Membaca Tes Siklus I ... 113

8. Tabel Hasil Pemahaman Isi Bacaan Tes Siklus I... 114

9. Tabel Hasil Kecepatan Efektif Membaca Siklus I ... 115

10. Tabel Observasi Kebiasaan Membaca Siklus I... 116

11. Tabel Observasi Penilaian Proses Siklus I ... 117

12. Wacana Latihan Siklus I ... 118

13. Soal-Soal Latihan Pemahaman Siklus I ... 120

14. Rencana Pembelajaran Siklus I... 122

15 Kecepatan Membaca dan Gerakan Mata... 134

16. Wacana Latihan Siklus I ... 156

17. Soal-Soal Pemahaman Latihan Siklus I ... 158

18. Lembar Observasi Kebiasaan Membaca Siklus I... 168

19. Lembar Observasi Penilaian Proses ... 170

20. Jurnal Guru Siklus I ... 172

21. Jurnal Siswa Siklus I ... 174

22. Kartu Data Pengontrolan Kecepatan Membaca ... 177

23. Pedoman Wawancara Siklus I... 179

24. Tabel Hasil Kecepatan Membaca Tes Siklus II ... 182

25. Tabel Hasil Pemahaman Isi Bacaan Tes Siklus II ... 183

26. Tabel Hasil Kecepatan Efektif Membaca Siklus II... 184

27. Tabel Observasi Kebiasaan Membaca Siklus II... 185

(15)

31. Wacana Latihan Siklus II ... 191

32. Soal-Soal Pemahaman Latihan Siklus II... 193

33. Wacana Latihan Siklus II ... 196

34. Soal-Soal Pemahaman Latihan Siklus II... 198

35. Wacana Tes Siklus II ... 201

36. Soal-Soal Pemahaman Tes Siklus II ... 203

37. Rencana Pembelajaran Siklus II... 205

38. Lembar Observasi Kebiasaan Membaca Siklus II ... 215

39. Lembar Observasi Penilaian Proses Siklus II ... 217

40. Jurnal Guru Siklus II ... 219

41. Jurnal Siswa Siklus II... 221

42. Kartu Data Pengontrolan Kecepatan Membaca Siklus II ... 224

43. Pedoman Wawancara Siklus I... 226

44. Gerakan Mata dan Latihannya pada Siklus II ... 229

45. Surat Keterangan ... 236

46. Tabel Perbandingan Kecepatan Membaca ... 238

47. Tabel Perbandingan Pemahaman Isi Bacaan ... 239

48. Tabel Perbandingan Kecepatan Efektif Membaca... 240

49. Tabel Perbandingan Observasi Kebiasaan Membaca ... 241

50. Tabel Perbandingan Observasi Penilaian Proses ... 242

51. Tabel Rekapitulasi Rata-Rata Pencapaian Kemampuan ... 243

(16)

1.1 Latar Belakang Masalah

Pemberlakuan kurikulum 2004 oleh pemerintah menghendaki

terwujudnya suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

aktif mengembangkan potensi dirinya. Dalam Kurikulum Berbasis Kompetensi,

standar kompetensi mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia berorientasi pada

hakikat pembelajaran bahasa, yaitu belajar berbahasa adalah belajar

berkomunikasi dan belajar sastra adalah belajar menghargai manusia dan

nilai-nilai kemanusiaannya (Depdiknas 2003b: 2).

Kurikulum Berbasis Kompetensi mata pelajaran Bahasa dan Sastra

Indonesia adalah salah satu program untuk mengembangkan pengetahuan,

keterampilan berbahasa siswa, serta sikap positif terhadap Bahasa dan Sastra

Indonesia (Depdiknas 2003b:3). Kegiatan-kegiatan ini sangat penting dilakukan

untuk perkembangan sikap dan bahasa anak. Dengan kata lain, melibatkan siswa

dalam proses pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia merupakan kebutuhan

dan keharusan untuk dilaksanakan.

Standar kompetensi Bahasa dan Sastra Indonesia SMP dan MTs adalah

(1) mampu mendengarkan dan memahami beraneka ragam wacana lisan, baik

sastra maupun nonsastra; (2) mampu mengungkapkan pikiran, pendapat, gagasan,

dan perasaan secara lisan; (3) mampu membaca dan memahami suatu teks bacaan

(17)

berbagai ragam tulisan; dan (5) mampu mengapresiasi berbagai ragam sastra

(Depdiknas 2003b:4).

Untuk mencapai Standar Kompetensi di atas, kegiatan sekolah adalah

lebih dari sekadar pengajaran. Kegiatan sekolah adalah kegiatan pembelajaran.

Siswa belajar, saling belajar, bukan hanya dari guru melainkan dari teman-teman

sekelas, sesekolah, dari sumber belajar lain. Dan pendekatan pembelajaran yang

digunakan oleh guru juga harus dapat membawa siswa ke pembelajaran yang

bermakna.

Berdasarkan pengamatan dan informasi media massa umumnya

beberapa sekolah telah mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi.

MTs Miftahul Ulum Rengaspendawa Kabupaten Brebes merupakan salah satu

MTs swasta yang tengah menyiapkan diri terhadap implementasi KBK. Berbagai

usaha telah diupayakan untuk menerapkan KBK seperti: (1) mendorong guru

memahami konsep KBK; (2) mengirim guru mengikuti seminar atau work shop

KBK; dan ( 3) menyiapkan perangkat atau fasilitas yang dibutuhkan.

MTs Miftahul Ulum Rengaspendawa Kabupaten Brebes juga

merupakan sekolah yang sudah menerapkan prinsip KBK tetapi baru diberlakukan

bagi kelas VII. MTs Miftahul Ulum Rengaspendawa Kabupaten Brebes belum

menerapkan prinsip KBK pada kelas VIIIA Salah satu indikator penyebab belum

diberlakukannya/diterapkannya KBK pada kelas VIII adalah kurangnya kesiapan

dan motivasi guru dalam menciptakan kegiatan belajar mengajar yang berorientasi

(18)

metode-metode yang lain.

Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia dengan materi yang

disajikan secara sistematis sesuai dengan kenyataan bahasa di masyarakat,

diharapkan siswa mampu menyerap materi tentang berbagai hal; mampu mencari

sumber, mengumpulkan, menyaring, dan menyerap pelajaran yang

sebanyak-banyaknya sekaligus dapat berlatih mengenai Bahasa Indonesia khususnya

keterampilan membaca.

Siswa sekolah dasar seharusnya sudah memiliki kemampuan membaca

karena kemampuan membaca dapat dijadikan sebagai modal utama dalam proses

belajar mengajar. Dengan bekal kemampuan membaca, anak akan menjadi mudah

dalam proses belajarnya. Kelancaran dan kesuksesan prestasi yang akan diperoleh

anak adalah melalui membaca. Dengan sering membaca anak akan memperoleh

pengetahuan, serta mempermudah pola pikirnya untuk berpikir secara kritis.

Nurhadi (2004a:11) menyatakan hal-hal yang harus diperhatikan

apabila ingin meningkatkan kemampuan membaca sebagai berikut.

a. Menyadari adanya berbagai variasi tujuan membaca, yang berbeda dari satu

kegiatan membaca dengan kegiatan membaca yang lain.

b. Selalu merumuskan secara jelas setiap kegiatan membaca, minimal tahu apa

yang akan diperoleh dari bacaan.

c. Memerlukan pengembangan berbagai strategi membaca selaras dengan ragam

tujuan membaca.

(19)

memanfaatkan teknik membaca yang bervariasi, sejalan dengan tujuan

membaca yang ingin dicapainya.

Keterampilan membaca merupakan suatu kesinambungan yang

berlangsung secara berangsur-angsur, berproses dari yang sederhana hingga yang

lebih rumit. Demikian juga kemampuan membaca siswa SMP/MTs merupakan

kelanjutan dari membaca dasar. Dalam menghadapi kenyataan pengajaran

membaca di SMP/MTs hendaknya mempertimbangkan hal-hal seperti

perkembangan program membaca, keadaan murid-murid SMP/MTs, metode, serta

bahan yang meliputi keterampilan-keterampilan yang perlu dikuasai, bidang isi,

dan pelayanan perpustakaan (Hardjasudjana 1997:61).

Sama halnya dengan siswa MTs Miftahul Ulum Rengaspendawa

Kabupaten Brebes, dilihat dari usia siswanya yang berkisar antara 12-15 tahun,

pada usia tersebut merupakan periode sulit yang dapat mengundang banyak

tafsiran dengan adanya perubahan-perubahan psikofisik yang terjadi karena pada

usia tersebut merupakan peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

Berdasarkan observasi, kecepatan membaca dan pemahaman bacaan

siswa kelas VIIIA MTs Miftahul Ulum Rengaspendawa Kabupaten Brebes masih

kurang maksimal. Seperti yang telah dikemukakan di atas, keterampilan membaca

merupakan sesuatu yang berkesinambungan, sama halnya dengan siswa MTs

Miftahul Ulum Rengaspendawa Kabupaten Brebes ada yang cepat, ada yang

(20)

penelitian di kelas VIIIA MTs Miftahul Ulum Rengaspendawa Kabupaten Brebes

karena kecepatan dan pemahaman dalam membaca sebuah teks masih sangat

kurang maksimal dibandingkan dengan kelas VIII yang lainnya. Kecepatan

membaca siswa kelas VIIIA masih dalam tingkat lambat, yaitu berkisar antara

90-170 kata per menit. Demikian pula dengan pemahaman bacaan hanya mampu

memahami sebesar 60%. Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan guru

Bahasa dan Sastra Indonesia dan pengamatan, siswa di MTs Miftahul Ulum

Rengaspendawa Kabupaten Brebes disimpulkan bahwa upaya khusus untuk

meningkatkan kemampuan siswa dalam membaca cepat masih belum banyak

dilakukan oleh guru. Kebanyakan guru hanya mengejar target materi yang harus

diajarkan pada siswa.

Berdasarkan hasil studi para ahli Amerika, kecepatan yang memadai

untuk siswa tingkat akhir sekolah dasar kurang lebih 200 kpm, siswa lanjutan

tingkat pertama anatra 200-250 kpm, siswa tingkat lanjutan atas antara 250-325

kpm, dan tingkat mahasiswa antara 325-400 kpm dengan pemahaman isi bacaan

minimal 70 %. Adapun di Indonesia KEM minimal untuk klarifikasi pembaca

adalah SD (140 kpm), SLTP (140-175 kpm), SMU (175-400kpm), PT (245-280

kpm) Hardjasudjana (1997:73). Dengan mengacu pada teori tersebut, kecepatan

membaca siswa kelas VIIIA MTs Miftahul Ulum Rengaspendawa Kabupaten

Brebes masih di bawah standard kecepatan membaca tingkat SMP/MTs.

Kondisi siswa dalam menerima pelajaran juga belum efektif.

(21)

tersebut bisa terjadi karena ada rasa jenuh pada diri siswa atau penyampaian

materi pelajaran yang kurang menarik.

Dalam proses belajar mengajar sangat diperlukan kecepatan membaca

untuk memahami bacaan. Dengan membaca cepat dan pemahaman cepat pula, isi

bacaan akan mudah ditemukan. Untuk meningkatkan keterampilan membaca

cepat, peneliti akan meningkatkan keterampilan membaca siswa kelas VIIIA MTs

Miftahul Ulum Rengaspendawa Kabupaten Brebes dengan menerapkan

pembelajaran kontekstual elemen authentic assesment/penilaian yang sebenarnya.

Pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu

guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa

dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya

dengan penerapannya dalam kehidupannya sehari-hari dengan melibatkan tujuh

komponen utama pembelajaran efektifitas yakni, konstruktivisme

(Constructivisme), bertanya (Questioning), menemukan (Inquiri), masyarakat

belajar (Learning Community), pemodelan (Modeling), dan penilaian yang

sebenarnya (Authentic Assessment) (Depdikbud 2002: 5).

Pembelajaran dengan pendekatan kontekstual elemen authentic

assesment diharapkan dapat meningkatkan kecepatan membaca. Dalam

pembelajaran tersebut akan dikaitkan antara materi yang diajarkan dengan dunia

nyata siswa. Di samping itu, adanya penekanan penilaian proses pembelajaran.

Penilaian pembelajaran didasarkan pada penilaian berbasis kelas. Penilaian

(22)

menilai karakteristik siswa, metode mengajar dan belajar, pencapaian kurikulum,

alat dan bahan belajar, dan administrasi sekolah. Assessment adalah proses

pengumpulan data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa.

Siswa akan diberi latihan terstruktur, dan tugas-tugas yang berkaitan dengan

membaca cepat. Dari latihan dan tugas-tugas tersebut akan dijadikan data yang

dikumpulkan yang nantinya dapat mengetahui perkembangan belajar siswa.

1.2 Identifikasi Masalah

Dalam membaca cepat, masalah yang sering ditemukan yaitu: a) huruf

pada bacaan kurang standar, b) kecepatan membaca siswa masih dalam tahap per

suku kata, dan c) kurangnya latihan secara terstruktur yang dilakukan oleh siswa.

Kecepatan membaca siswa kelas VIIIA MTs Miftahul Ulum Rengaspendawa

Kabupaten Brebes masih kurang maksimal, yaitu 90-170 kpm.

Dalam proses belajar mengajar, kecepatan membaca siswa sangat

diperlukan untuk bisa mengetahui isi buku dan pemahaman isi buku dengan cepat.

Dengan membaca cepat dan pemahaman yang cepat pula, prestasi siswa bisa

semakin meningkat. Akan tetapi, kenyataannya minat membaca atau kecepatan

membaca dan pemahaman bacaan secara cepat, serta kurangnya latihan secara

terstruktur yang dilakukan oleh siswa kelas VIIIA MTs Miftahul Ulum

Rengaspendawa Kabupaten Brebes menyebabkan kecepatan membaca siswa

kurang maksimal. Selain minat, kecepatan membaca, dan pemahaman bacaan,

(23)

bentuk tes objektif. Ini disebabkan oleh adanya beberapa hal sebagai berikut.

a. Siswa kurang latihan dalam membaca secara benar.

b. Bacaan kurang menarik, yaitu isi bacaan tidak sesuai dengan keinginan siswa,

sehingga siswa membaca hanya sekadar pengisi waktu luang.

c. Guru kurang memberikan latihan pada siswa dalam kegiatan membaca.

d. Minat baca pada diri siswa yang kecil, yaitu pada diri kurang berminat pada

kegiatan membaca.

e. Guru kurang memiliki pengetahuan dan kemahiran tentang berbagai metode

dan teknik penilaian, sehingga kurang dapat memilih dan melaksanakan

dengan tepat metode dan teknik penilaian yang ada.

f. Guru kurang mengetahui perkembangan hasil belajar siswa dalam membaca

cepat.

Salah satu Kompetensi Dasar keterampilan membaca yang harus di

capai oleh siswa kelas VIII adalah membaca cepat 250 kpm dengan indikator

sebagai berikut: a) mampu mengukur kecepatan membaca untuk diri sendiri dan

teman; b) mampu meningkatkan kecepatan membaca dengan : 1) metode gerak

mata memperluas jangkauan mata, mengurangi regresi (mengulang), 2)

menghilangkan kebiasaan membaca dengan bersuara, 3) meningkatkan

konsentrasi: c) mampu menjawab pertanyaan dengan peluang ketepatan 75%.

Berdasarkan Kompetensi Dasar tersebut, keterampilan yang

diharapkan adalah keterampilan membaca cepat dengan pembelajaran kontekstual

(24)

Kabupaten Brebes mampu meningkatkan kemampuan membacanya lebih cepat,

efektif, menyenangkan, lebih cepat memahami bacaan sehingga siswa semakin

gemar membaca.

1.3 Pembatasan Masalah

Masalah yang dibahas dalam penelitian adalah peningkatan

kemampuan membaca cepat dengan pembelajaran kontekstual elemen authentic

assesment. Dalam penelitian ini peneliti berupaya mengatasi segala hambatan

dalam membaca dan meningkatkan kecepatan, serta memberikan tindakan

preventif untuk menghilangkan segala penghambat kecepatan membaca, serta

menggunakan sistem penilaian yang sebenarnya. Peneliti membatasi

permasalahan karena peneliti berfokus pada peningkatan kemampuan membaca

cepat, pemahaman bacaan dan sistem penilaian.

Agar kemampuan membaca cepat meningkat, penulis menggunakan

pembelajaran kontekstual elemen authentic assessment yang mengacu pada

pengontrolan kecepatan efektif membaca.

1.4 Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang dan pembatasan masalah di atas,

rumusan masalah dalam penelitian ini adalah

1. Bagaimanakah peningkatan kemampuan membaca cepat siswa kelas

VIIIA MTs Miftahul Ulum Rengaspendawa Kabupaten Brebes dengan

(25)

Rengaspendawa Kabupaten Brebes dengan diadakan membaca cepat

dengan pembelajaran kontekstual elemen authentic assessment?

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan yang diharapkan dapat tercapai dalam penelitian ini adalah:

a. Mendeskripsikan peningkatan kemampuan membaca cepat siswa kelas

VIIIA MTs Miftahul Ulum Rengaspendawa Kabupaten Brebes setelah

menerapkan pembelajaran kontekstual elemen authentic assessment.

b. Mendeskripsikan perubahan perilaku siswa kelas VIIIA MTs Miftahul

Ulum Rengaspendawa Kabupaten Brebes setelah diadakan membaca

cepat dengan pembelajaran kontekstual elemen authentic assessment.

1.6 Manfaat penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu

manfaat teoretis dan manfaat praktis.

1. Manfaat Teoretis

Manfaat teoretis setelah dilakukannya latihan membaca cepat

melalui pembelajaran bersiklus adalah menambah khasanah

pengembangan pengetahuan membaca cepat. Selain itu juga,

mengembangkan teori pembelajaran membaca cepat melalui pembelajaran

(26)

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat,

khususnya bagi siswa, guru, dan peneliti yang lain. Bagi siswa, dengan

adanya penelitian siswa mendapat pengalaman belajar yang bermakna

dengan pembelajaran kontekstual dan peningkatan kemampuan membaca

cepat. Bagi guru, penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan

pertimbangan dalam upaya meningkatkan kemampuan membaca cepat

siswa. Bagi peneliti yang lain, hasil penelitian ini dapat dijadikan

pelengkap terutama dalam hal bagaimana cara meningkatkan kemampuan

membaca cepat dengan pembelajaran kontekstual dan teknik membaca

(27)

2.1 Tinjauan Pustaka

Penelitian yang beranjak dari awal jarang ditemui, karena biasanya

suatu penelitian mengacu pada penelitian lain yang dapat dijadikan sebagai titik

tolak dalam penelitian selanjutnya. Dengan demikian, peninjauan terhadap

penelitian lain sangat penting, sebab bisa digunakan untuk mengetahui relevansi

penelitian yang telah lampau dengan penelitian yang akan dilakukan. Selain itu,

peninjauan penelitian sebelumnya dapat digunakan untuk membandingkan

seberapa besar keaslian dari penelitian yang akan dilakukan.

Penelitian tindakan kelas tentang membaca cepat merupakan

penelitian yang menarik. Banyaknya penelitian tentang membaca cepat itu dapat

dijadikan salah satu bukti bahwa membaca cepat di sekolah-sekolah sangat

menarik untuk diteliti. Penelitian membaca cepat telah banyak dilakukan, antara

lain oleh Dwi Sulistyowati (2001) dan Tri Apriyanti (2004). Penelitian tentang

kecepatan membaca efektif juga telah banyak dilakukan, antara lain oleh

Sihabudin (1998), S Sumarsono (1998), Yatmin (1998), Siti Alimah, (1999), Ibnu

Suparyanto (2000), Pujito (2000), Sri Wahyuningsih (2000), dan Asih Welasih

(2003).

Penelitian membaca cepat dilakukan oleh Dwi Sulistyowati (2001)

dalam skripsi yang berjudul Peningkatan Kemampuan Membaca Cepat dengan

(28)

Tahun Pelajaran 2000/2001 membahas kemampuan membaca cepat dengan

teknik pengontrolan kecepatan efektif membaca siswa kelas III SLTP 1 Kudus.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa ada peningkatan kemampuan membaca

cepat dengan teknik pengontrolan kecepatan efektif membaca siswa kelas III

SLTP 1 Kudus.

Penelitian membaca cepat juga dilakukan oleh Tri Apriyanti (2004)

dalam skripsi yang berjudul Peningkatan Kemampuan Membaca Cepat dengan

Teknik Membaca Super Gaya Accelerated Learning pada Siswa Kelas II A SMP N

I Doro Kabupaten Pekalongan Tahun Pelajaran 2003/2004 membahas

kemampuan membaca cepat dengan teknik membaca super gaya accelerated

learning siswa kelas IIA SMP N 1 Doro Kabupaten Pekalongan. Hasil yang

diperoleh menunjukkan bahwa ada peningkatan kemampuan membaca cepat dan

pemahaman dengan teknik membaca super gaya accelerated learning siswa kelas

IIA SMP N 1 Doro Kabupaten Pekalongan.

Penelitian mengenai Kecepatan Efektif Membaca dilakukan oleh

Mulyanto (1998) pada skripsi yang berjudul Perbedaan Kecepatan Efektif

Membaca (KEM) Siswa Kelas I SLTP dengan Mengacu Buku Krida Basa Jilid I

Terbitan Intan Pariwara Klaten yang Sesuai Tingkat Keterbacaannya Lebih Baik

daripada yang Tidak Sesuai Tingkat Keterbacaannya. Hasil penelitian yang

diperoleh adalah tingkat keterbacaan teks buku Krida Basa Jilid I tidak semuanya

sesuai dengan kemampuan siswa kelas I SLTP, sedangkan kecepatan membaca

(29)

keterbacaannya lebih baik daripada kecepatan efektif membaca siswa dengan teks

yang sesuai tingkat keterbacaannya.

Sihabudin (1998) pada skripsi yang berjudul Perbedaan Kecepatan

Efektif Membaca Siswa Kelas III SLTP dari Teks Buku Pelajaran Bahasa Jawa

Terbitan Aneka Ilmu yang Sesuai dengan Tidak Sesuai Tingkat Keterbacaannya.

Masalah yang diteliti adalah apakah tingkat keterbacaan teks buku pelajaran

bahasa Jawa jilid III semuanya sesuai dengan kemampuan siswa SLTP kelas III.

Hasil yang dicapai dalam penelitian tersebut adalah tingkat keterbacaan teks buku

pelajaran bahasa Jawa jilid III tidak semuanya sesuai dengan kemampuan siswa

SLTP kelas III. Berdasarkan teks bacaan yang sesuai tingkat keterbacaannya lebih

baik daripada yang tidak sesuai tingkat keterbacaannya.

Sumarsono (1998) pada skripsi yang berjudul Perbedaan Kecepatan

Efektif Membaca Siswa Kelas I SLTP dari Teks Bahasa Indonesia yang Sesuai

dan Tidak Sesuai Tingkat Keterbacaannya. Masalah yang diteliti adalah apakah

kecepatan efektif membaca siswa dari buku Pintar Berbahasa Indonesia I Terbitan

Balai Pustaka yang sesuai tingkat keterbacaanya. Hasil penelitian diketahui bahwa

pemberian teks yang sesuai tingkat keterbacaannya memberi pengaruh positif

kecepatan efektif membaca siswa. Sebaliknya, teks yang tidak sesuai tingkat

keterbacaannya akan sedikit sulit dipahami.

Selain itu, Yatmin dalam skripsi yang berjudul Perbedaan Kecepatan

Membaca Siswa SLTP Kelas I Berdasarkan Teks Bacaan Buku Piwulang Basa

Jawa Jilid I Terbitan Yayasan Studi Bahasa Jawa Khantil Semarang. Masalah

(30)

berdasarkan teks bacaan yang sesuai tingkat keterbacaannya berbeda dengan yang

tidak sesuai dengan tingkat keterbacaannya. Hasil yang diperoleh menjelaskan

bahwa tingkat keterbacaan buku Piwulang bahasa Jawa jilid I tidak semuanya

sesuai dengan kemampuan siswa SLTP Kelas I. Adapun untuk kecepatan efektif

membaca siswa SLTP Kelas I berdasarkan teks bacaan yang sesuai lebih baik

daripada yang tidak sesuai dengan tingkat keterbacaannya.

Penelitian mengenai Kecepatan Efektif Membaca Wacana Berbahasa

Jawa SLTP (Studi Kasus di SLTP 3 Subah Kabupaten Batang) diteliti oleh

Alimah (1999). Permasalahan yang diangkat adalah bagaimanakah tingkat

kecepatan efektif membaca wacana berbahasa Jawa siswa. Hasil yang diperoleh

dari penelitian tersebut adalah tingkat kecepatan efektif membaca wacana

berbahasa Jawa belum baik.

Pengaruh Kecepatan Efektif Membaca terhadap Prestasi Belajar

Bahasa Indonesia SLTP diteliti oleh Ibnu Suparyanto (2000) dengan mengangkat

permasalahan adakah hubungan yang signifikan antara variabel X dan Y atau

antara kecepatan efektif membaca dengan prestasi belajar mata pelajaran bahasa

Indonesia siswa kelas I SLTP N 3 Wanasari.

Berkenaan dengan peningkatan Kecepatan Efektif Membaca, Pujito

(2000) dalam skripsi yang berjudul Peningkatan Kecepatan Efektif Membaca

dengan Mengintensitaskan Kegiatan Membaca Kolektif Perpustakaan pada Siswa

Kelas III SLTP 2 Jekulo Kudus Tahun 2000/2001 membahas bagaimanakah

peningkatan kecepatan efektif membaca siswa SLTP N 2 Jekulo Kudus dengan

(31)

perubahan perilaku siswa setelah itu. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa

ada peningkatan kecepatan efektif membaca siswa setelah mengintensitaskan

kegiatan membaca koleksi perpustakaan.

Wahyuningsih (2000) juga meneliti Peningkatan Kecepatan Efektif

Membaca dalam skripsi yang berjudul Peningkatan Kecepatan Efektif Membaca

dengan Pembelajaran Meresum Bacaan pada Siswa Kelas IIA SLTP Ksatrian I

Semarang. Dengan mengangkat permasalahan apakah meresum bisa digunakan

dalam pembelajaran membaca dengan tujuan untuk meningkatkan kecepatan

efektif membaca siswa SLTP. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan adanya

peningkatan kecepatan efektif membaca pada setiap siklusnya.

Asih Welasih (2003) dalam skripsi yang berjudul Optimalisasi

Kecepatan Efektif Membaca Siswa Kelas 2 SMU 01 Keling Jepara dengan

Menggunakan Metode OK5R membahas apakah dengan digunakannya metode

OK5R dalam pembelajaran kecepatan efektif membaca siswa kelas 2.1 SMU 1

Keling Jepara meningkat? Hasil yang diperoleh menunjukkan adanya peningkatan

kecepatan efektif membaca siswa kelas 2 SMU 01 Keling.

Berdasarkan kajian pustaka tersebut, dapat diketahui bahwa penelitian

tindakan kelas tentang membaca cepat dan kecepatan efektif membaca sangat

menarik dan banyak dilakukan orang. Baik itu dari teks keterbacaan, pengaruh

kecepatan efektif membaca terhadap prestasi belajar dan peningkatan kecepatan

efektif membaca dengan mengintensitaskan kegiatan membaca koleksi

perpustakaan, meningkatkan kecepatan efektif membaca dengan melatihkan

(32)

cepat dengan teknik pengontrolan kecepatan efektif membaca. Semuanya meneliti

tentang peningkatan membaca cepat dengan bermacam-macam cara. Berdasarkan

sumber dan penelitian yang dilakukan para mahasiswa, peneliti ini akan meneliti

tentang peningkatan membaca cepat pada siswa kelas VIIIA MTs Miftahul Ulum

Rengaspendawa Kabupaten Brebes. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan

kelas yang terdiri atas dua siklus. Pada penelitian ini akan dikaji tentang

peningkatan kemampuan membaca cepat dengan pembelajaran kontekstual

elemen authentic assessment dan perubahan tingkah laku siswa MTs Miftahul

Ulum Rengaspendawa Kabupaten Brebes kelas VIIIA. Pada penelitian ini, guru

akan mengaitkan materi yang diajarkannya dengan dunia nyata siswa, dan guru

menggunakan penilaian yang sebenarnya (authentic assessment) untuk

mengetahui gambaran perkembangan belajar siswa mengenai kemampuan

membaca cepat.

Kebaruan yang dilakukan dalam penelitian ini terletak pada proses

pembelajaran dan proses penilaian membaca cepat yang masih jarang dilakukan

oleh peneliti. Selama ini penelitian tentang membaca cepat dengan menggunakan

teknik membaca cepat dan metode seperti OK5R, meningkatkan keterampilan

membaca cepat dengan teknik pengontrolan kecepatan efektif membaca. Hasil

kerja siswa harus dihargai oleh guru. Kemajuan hasil siswa juga harus diketahui

oleh guru. Dengan pengumpulan data tersebut dapat mengetahui perkembangan

hasil belajar membaca cepat siswa. Siswa akan termotivasi dengan hasil belajar

yang memuaskan. Hasil belajar yang memuaskan merupakan rangsangan bagi

(33)

(tingkah laku), maka hubungan di antara keduanya semakin diperkuat melalui

exercise” atau latihan ulangan dan akan lebih kerap diulangi atau terjadi dan

siswa akan cenderung mengulang perbuatan tersebut.

Penelitian ini mempunyai kedudukan sebagai pelengkap bagi

penelitian-penelitian yang ada. Alasan penelitian ini dijadikan pelengkap karena

penelitian ini merupakan penelitian yang dapat melengkapi penelitian kecepatan

membaca yang sudah dilakukan oleh peneliti yang sebelumnya. Penelitian ini

dapat menambah khasanah pengembangan pengetahuan tentang membaca cepat.

Selain itu juga, dapat mengembangkan teori pembelajaran membaca cepat.

2.2Landasan Teoretis 2.2.1 Hakikat Membaca

Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh

pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan oleh penulis

melalui media kata-kata bahasa tulis. Suatu proses yang menuntut agar kelompok

kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas,

dan agar makna kata-kata secara individual akan dapat diketahui. Kalau hal ini

tidak dipenuhi, maka pesan yang tersurat dan tersirat tidak akan tertangkap atau

dipahami, dan proses membaca itu tidak terlaksana dengan baik (Hodgson, dalam

Tarigan 1987:7).

Membaca dari segi linguistik menurut Anderson (dalam Tarigan

1987:7) merupakan suatu proses penyandian kembali dan pembacaan sandi (a

(34)

justru melibatkan penyandian (encoding). Sebuah aspek pembacaan sandi

(decoding) adalah menghubungkan kata-kata tulis (written word) dengan makna

bahasa lisan (oral language meaning) yang mencakup pengubahan tulisan/cetakan

menjadi bunyi yang bermakna.

Menurut Soedarso (2002:4) membaca adalah aktivitas yang kompleks

dengan menggerakkan sejumlah besar tindakan yang terpisah-pisah. Aktivitas

yang kompleks dalam membaca meliputi pengertian dan khayalan, mengamati,

serta mengingat-ingat. Sementara menurut Nurhadi, membaca melibatkan banyak

hal. Kekomplekan dalam membaca meliputi intelegensi (IQ), minat, sikap, bakat,

motivasi, dan tujuan membaca, sedangkan faktor eksternal meliputi sarana

membaca, teks bacaan, faktor lingkungan atau faktor latar belakang sosial

ekonomi, kebiasaan, dan tradisi membaca (Nurhadi 1987:13).

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan, membaca merupakan

kegiatan yang kompleks. Kompleksan dalam membaca meliputi faktor internal

dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi intelegensi (IQ), minat, sikap, bakat,

motivasi, dan tujuan membaca, sedangkan faktor eksternal meliputi sarana

membaca, teks bacaan, faktor lingkungan atau faktor latar belakang sosial

ekonomi, kebiasaan, dan tradisi membaca.

2.2.2 Manfaat Membaca

Membaca merupakan kunci utama pembuka ilmu yang sekaligus

pembuka tabir rahasia hidup dan kehidupan. Seseorang yang ingin maju harus

(35)

berdialog dan beradu argumentasi dengan buku-buku atau istilah lain, banyak

membaca bacaan lain apapun bentuk dan wujudnya.

Membaca dapat memberi sumbangan bagi perkembangan persoalan

maupun sosial. Orang yang serius membaca akan dapat memberikan pengarahan

sikap berucap, berbuat dan berpikir. Pembaca yang baik akan selalu dapat

menangkap pengalaman-pengalaman yang sangat berharga, walaupun hal itu

belum atau tidak pernah dialami oleh pembaca secara langsung. Melalui bacaan

sastra, orang banyak sekali menemukan filsafat hidup yang tertuang secara

artistik, imajinatif dan persuasif. Dengan menekuninya orang akan dapat

menikmati berbagai cerita yang menarik tentang kehidupan manusia yang

multidimensi.

Membaca berarti berkomunikasi dengan pemikir-pemikir kenamaan

dari segala penjuru dunia. Begitu pula dengan membaca dapat mengetahui

peristiwa tentang sejarah dan kebudayaan suatu bangsa.

Emerson dalam Suyatmi (1984: 9) mengharapkan setiap orang

(termasuk pelajar) dapat membiasakan diri sebagai pembaca yang baik, karena

dengan kebiasaan membaca itu orang akan dapat menimba segala pengetahuan

dan pengalaman. Moral, peradapan, kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi

dapat sampai pada tingkat perkembangannya yang sekarang ini merupakan akibat

langsung dari hasil pembacaan buku-buku besar.

Pada kenyataannya bacaan yang beredar dalam kehidupan sehari-hari

dapat dibedakan menjadi empat antara lain: (1) bacaan pemberi informasi.

(36)

dipelajari. Misalnya: buku pelajaran, karya ilmiah, diktat dan lain-lain: (3) bacaan

sastra. Misalnya: novel, sajak, cerpen, drama dan lain-lain; (4) bacaan hiburan.

Misalnya: cerita detektif, cerita silat, dan sebagainya (Suyatmi 1984:89)

Dengan membaca siswa dapat mengantongi segala pengetahuan dan

pengalaman. Orang menjadi cerdik, cendekia, mampu melaksanakan tugas

sehari-hari tanpa mengembangkan tenaga dan pikirannya kepada sesama, nusa, bangsa

dan negara. Hal tersebut akan mengakibatkan lebih percaya pada kemampuan diri

sendiri dengan dilandasi karya batin. Tidak mungkin seseorang dapat memberikan

sesuatu pada orang lain/sesama tanpa terlebih dahulu memilikinya. Dengan

membaca akan dapat memiliki apa saja tentang pengetahuan yang diinginkan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat diambil simpulan bahwa manfaat

membaca antara lain dapat: (1) menemukan sejumlah informasi dan pengetahuan

yang sangat berguna dalam praktek hidup sehari-hari; (2) berkomunikasi dengan

pemikiran, pesan, dan kesan pemikir-pemikir kenamaan dari segala penjuru dunia;

(3) mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mutakir dunia; (4)

mengetahui peristiwa besar dalam sejarah, peradapan dan kebudayaan suatu

bangsa; (5) memecahkan berbagai masalah kehidupan dan menghantarkan

seseorang menjadi cerdik dan pandai.

2.2.3 Tujuan Membaca

Suatu kegiatan pasti memiliki tujuan. Demikian pula kegiatan

(37)

utama yaitu mencari serta memperoleh informasi yang mencakup isi dan

memahami makna bacaan.

Anderson dalam Tarigan (1987:9-10) mengemukakan ada tujuh tujuan

membaca yaitu: (1) membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau

fakta-fakta (reading for facts), (2) membaca untuk memperoleh ide-ide utama (reading

for main ideas), (3) membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi

cerita (reading for sequence or organization), (4) membaca untuk menyimpulkan,

membaca inferensi (reading for inference), (5) membaca untuk mengelompokkan,

membaca untuk mengklasifikasikan (reading for classify), (6) membaca menilai,

membaca mengevaluasi (reading for evaluate), dan (7) membaca untuk

membandingkan atau mempertentangkan (reading to compare or contrast).

Nurhadi (2004:11) berpendapat bahwa tujuan membaca antara lain:

(1) memahami secara detail dan menyeluruh isi buku; (2) menangkap ide

pokok/gagasan utama buku secara cepat (waktu terbatas); (3) mendapatkan

informasi tentang sesuatu (misalnya, kebudayaan suku indian); (4) mengenali

makna kata-kata (istilah sulit); (5) ingin mengetahui peristiwa penting yang terjadi

di masyarakat sekitar; (7) ingin memperoleh kenikmatan dari karya fiksi; (8) ingin

memperoleh informasi tentang lowongan pekerjaan; (9) ingin mencari merek

barang yang cocok untuk dibeli; (10) ingin menilai kebenaran gagasan

pengarang/penulis; (11) ingin mendapatkan alat tertentu (instrument affect); (12)

ingin mendapatkan keterangan tentang pendapat seseorang (ahli) atau keterangan

tentang pendapat seseorang (ahli) atau keterangan tentang definisi suatu istilah.

(38)

ilmiah); (2) membaca untuk tujuan menangkap garis besar bacaan; (3) membaca

untuk menikmati karya sastra; (4) membaca untuk mengisi waktu luang; (5)

membaca untuk mencari keterangan tentang suatu istilah.

Berdasarkan kedua pendapat tersebut, pada dasarnya membaca

mempunyai tujuan keterampilan dan untuk mencari kepuasan batin. Dengan

demikian, untuk mencapai tujuan membaca tidak hanya diperlukan keterampilan

memahami yang tersirat saja, tetapi juga pemahaman yang tersurat dalam bacaan.

2.2.4 Jenis-Jenis Membaca

Membaca adalah suatu keterampilan yang sangat kompleks serta

melibatkan kerja fisik dan mental. Jenis membaca ada bermacam-macam.

Menurut tingkatannya membaca dibedakan menjadi dua, yaitu membaca

permulaan dan membaca lanjut. Membaca permulaan menitikberatkan pada

kelancaran, yang biasa dilakukan di kelas I dan II Sekolah Dasar. Adapun

membaca lanjut dilaksanakan mulai kelas III Sekolah Dasar sampai ke Perguruan

Tinggi. Selain kelancaran yang lebih dipentingkan, pemahaman dan penerapan

dalam praktek hidup sehari-hari sesuai dengan situasi dan kondisi juga

dipentingkan (Suyatmi 1984:46).

Tujuan kegiatan membaca ada beraneka ragam, berdasarkan tujuan

yang beragam itu muncul jenis membaca yang biasa dipakai, yaitu sebagai

berikut: (1) membaca intensif; (2) membaca kritis; (3) membaca cepat; (4)

(39)

Keterampilan membaca intensif merupakan kunci untuk memperoleh

ilmu. Membaca jenis ini biasanya disebut membaca cermat, karena dilakukan

dengan hati-hati, teliti, dan secara lambat dengan tujuan untuk memahami

keseluruhan bahan bacaan secara mendalam sampai bagian-bagian yang

sekecil-kecilnya.

Membaca kritis dilakukan untuk menemukan fakta-fakta yang terdapat

dalam bacaan kemudian memberikan penilaian terhadap fakta-fakta tersebut.

Dalam membaca kritis yang perlu di ingat hanya gagasan pokoknya saja. Jika

bahan bacaan pendek dan bersahaja dapat dibaca dengan cepat. Bacaan perlu

dibaca dengan lambat apabila gagasan yang dikemukakan berbelit-belit, bila perlu

berhenti sebentar membacanya untuk memikirkan terlebih dahulu. Setelah

dipahami barulah melanjutkan fakta berikutnya.

Membaca cepat adalah menitikberatkan pada kecepatan memahami isi

bacaan dengan cepat dan tepat dalam waktu yang relatif singkat. Membaca cepat

dilakukan apabila pembaca hanya akan mengambil gagasan pokok dan garis

besarnya saja. Dalam hal ini waktu harus diperhatikan dan dimanfaatkan

sebaik-baiknya.

Membaca yang indah erat sekali hubungannya dengan keterampilan

membaca karya sastra. Membaca jenis ini menitikberatkan pada pengungkapan

segi keindahan yang terdapat pada suatu karya sastra. Alur suaranya hendaknya

jatuh pada gagasan-gagasan, sebagaimana layaknya orang bicara. Gerak-gerak

dan mimik sejalan dengan pokok gagasan yang terkandung dalam teks, agar apa

(40)

Membaca teknik biasanya disebut membaca bersuara atau membaca

nyaring. Tujuannya agar siswa memiliki keterampilan membaca dengan lagu

kalimat, intonasi kalimat, pemenggalan kata atau kalimat serta pengucapan fonem

yang benar dan tepat. Selain itu, diharapkan dapat membaca kalimat dengan

lancar tanpa cacat baca. Oleh karena itu, seseorang yang akan membaca teknik

agar dapat menangkap maksud atau isi bacaan harus mengerti makna, perasaan

dan jiwa yang terkandung pada bacaan.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa tujuan membaca

adalah untuk memperoleh ilmu, untuk menemukan fakta-fakta yang terdapat

dalam bacaan kemudian memberikan penilaian terhadap fakta-fakta tersebut,

untuk mengambil gagasan pokok dan garis besar dalam bacaan, untuk

mengungkapkan keindahan yang terdapat dalam suatu karya sastra, agar siswa

memiliki keterampilan membaca dengan lagu kalimat, intonasi kalimat,

pemenggalan kata atau kalimat serta pengucapan fonem yang benar dan tepat.

2.2.5 Pengertian Membaca Cepat

Membaca cepat adalah kegiatan merespon lambang-lambang cetak

atau lambang tulis dengan pengertian yang tepat dan cepat (Hernowo 2003:9).

Soedarso, dalam buku Speed Reading (2002:18) mengatakan bahwa membaca

cepat adalah kemampuan dengan kecepatan yang sama. Menurutnya kecepatan

membaca harus fleksibel. Artinya, kecepatan itu tidak harus selalu sama, ada

(41)

membaca cepat dilakukan dengan tujuan untuk memahami intisari bacaan, bukan

bagian-bagian rinciannya yang detil-detil ( Hardjasujana 1996/1997 : 164-165).

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa membaca cepat

adalah proses membaca bacaan untuk memahami isi-isi bacaan dengan cepat.

Membaca cepat memberi kesempatan untuk membaca secara lebih luas,

bagian-bagian bacaan yang sudah sangat dikenal atau dipahami tidak usah dihiraukan.

Perhatian dapat difokuskan pada bagian-bagian yang baru atau bagian–bagian

yang belum dikuasai. Dengan membaca cepat bisa memperoleh pengetahuan yang

luas tentang apa yang dibacanya, sesuai dengan sifat bacaan yang tidak

memerlukan pendalaman.

2.2.6 Hambatan-Hambatan Membaca Cepat

Orang yang tidak mendapat bimbingan, latihan khusus membaca

cepat, sering mudah lelah dalam membaca karena lamban membaca, tidak ada

gairah, merasa bosan, tidak tahan membaca buku, dan terlalu lama untuk bisa

menyelesaikan buku yang tipis sekalipun.

Untuk dapat membaca dengan cepat, hal-hal dapat menghambat

kelancaran atau kecepatan membaca harus dihilangkan. Beberapa faktor yang

dapat menghambat kecepatan membaca adalah sebagai berikut.

Vokalisasi atau membaca dengan bersuara sangat memperlambat

membaca. Karena itu berarti mengucapkan kata demi kata dengan lengkap.

Menggumam, sekalipun dengan mulut terkatup dan suara tidak terdengar, jelas

(42)

Menggerakkan bibir atau komat-kamit sewaktu membaca, sekalipun

tidak mengeluarkan suara, sama lambatnya dengan membaca bersuara. Semasa

kanak-kanak penglihatan kita memang masih sulit menguasai penampang bacaan.

Akibatnya adalah bahwa kita menggerakkan kepala kiri ke kanan untuk dapat

membaca baris-baris secara lengkap.

Cara membaca dengan menunjuk dengan jari atau benda lain itu

sangat menghambat membaca sebab gerakan tangan lebih lambat daripada

gerakan mata.

Sering kali mata bergerak kembali ke belakang untuk membaca ulang

suatu kata atau beberapa kata sebelumnya. Gerakan tersebut disebut regresi.

Selain menghambat kecepatan membaca, regresi bahkan dapat mengaburkan

pemahaman bacaan. Menurut Soedarso (2002:8) beberapa alasan seorang

pembaca melakukan regresi adalah sebagai berikut: (1) pembaca merasa kurang

yakin dalam memahami tulisan yang dibacanya; (2) pembaca merasa ada

kesalahan cetak pada tulisan yang dibacanya, kemudian mempertanyakan hal

tersebut dalam hati; (3) pembaca merasa ada kesalahan ejaan; (4) ada kata sulit

atau baru; (5) pembaca terpaku pada detail; (6) pembaca salah persepsi, misalnya

bertanya-tanya angka ang baru dibacanya 266 atau 267; (7) pembaca merasa ada

sesuatu yang tertinggal.

Menurut Redway dalam Wahyuningsih (2000: 15) dengan berlatih

terus dan kecepatan membaca meningkat, maka usaha mencegah regresi ini akan

(43)

Hasilnya akan lebih meningkatkan pemahaman secara keseluruhan dan akan

mendorong pembaca untuk lebih siap mengantisipasi.

Subvokalisasi atau melafalkan dalam batin atau pikiran kata-kata yang

dibaca dilakukan oleh pembaca yang kecepatannya lebih tinggi. Subvokalisasi

juga menghambat karena kita menjadi lebih memperhatikan bagaimana

melafalkan secara benar daripada berusaha memahami ide yang dikandung dalam

kata-kata yang kita baca itu (Soedarso 2002: 8).

Wiryodijoyo dalam Wahyuningsih (2000: 13) mengungkapkan bahwa

subvokalisasi ini merupakan pengaruh kebiasaan dalam pengajaran membaca di

sekolah dasar, yaitu: (1) mengeja kata-kata menjadi suku kata, kata menjadi huruf;

dan (2) mengucapkan berulang-ulang hal yang dianggap penting oleh guru. Usaha

menghilangkan sama sekali cara membaca dengan menghafalkan dalam hati hal

yang kita baca, memang tidak mungkin. Namun ada cara lain untuk memperkecil

akibat buruk dari subvokalisasi, yaitu dengan cara melebarkan jangkauan mata

sehinga satu fiksasi (pandangan mata) dapat menangkap beberapa kata sekaligus

dan langsung menyerap idenya. Cara ini lebih baik daripada melafalkannya

(Soedarso 2002: 9).

Ketiadaan perhatian hampir sama dengan ketidaksiapaan mental.

Pembaca mengalami kesulitan dalam memahami isi bacaan karena ia terpaksa

mempelajari bahan bacaan yang tidak menarik perhatiannya. Masalah ini lebih

serius lagi bila ada kosa kata yang sulit atau baru dan belum dipahami oleh

pembaca. Selain itu, pikiran pembaca tidak sepenuhnya tertuju pada bacaan

(44)

Hambatan dalam membaca cepat yang terakhir adalah kurang

motivasi. Motivasi ini dapat berasal dari dalam diri sendiri, dapat pula dari luar.

Ini sangat penting karena dengan adanya motivasi, pembaca terpacu untuk

membaca dengan sungguh-sungguh. Dalam membaca cepat motivasi juga perlu

diperhatikan.

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa hambatan-hambatan

dalam membaca cepat adalah vokalisasi, gerakan bibir, gerakan kepala, menunjuk

dengan jari, regresi, subvokalisasi, ketiadaan perhatian, kurang motivasi.

2.2.7 Teknik Membaca Cepat

Untuk dapat membaca cepat dengan efisien kunci utamanya adalah

sering berlatih. Ada beberapa teknik membaca cepat, yaitu gerakan mata dalam

membaca, melebarkan jangkauan mata, gerakan otot mata, dan meningkatkan

konsentrasi. Berikut penjelasannya.

Gerakan mata tinggal tergantung pada jarak benda yang bergerak di

lapangan yang luas, mata akan bergerak halus dan rata. Akan tetapi, apabila mata

melihat benda-benda yang berjarak dekat seperti melihat gambar atau membaca

gerakan mata akan cepat, tersentak-sentak dalam irama tarikan-tarikan kecil

melompat. Dalam membaca mata tidak boleh mengambang liar, tetapi mengarah

ke suatu sasaran (kata) sebentar lalu melompat ke sasaran berikutnya (satu atau

dua kata berikutnya) melompat, berhenti, melompat dan seterusnya.

Pemberhentian ini disebut fiksasi. Pada saat berhenti itulah mata membaca. Dan

(45)

Pembaca yang tidak efisien dalam fiksasi hanya dapat satu atau dua

kata yang terserap. Pembaca yang efisien dapat menyerap tiga atau empat kata.

Kesulitan fiksasi bukan karena kesulitan fisik, melainkan karena kesulitan mental.

Bukan karena otot mata, melainkan karena ketidakmampuan dari pikiran

menyerap dengan cepat dan tanpa salah informasi berikutnya (Soedarso 2002: 29).

Untuk mendapatkan kecepatan dan efisien dapat digunakan hal

berikut.

1. Melebarkan jangkauan mata dan lompatan mata, yaitu satu fiksasi

meliputi 2 atau 3 kata.

2. Membaca satu fiksasi untuk suatu unit pengertian. Cara ini lebih mudah

diserap oleh otak.

Contoh: Saya suka baju lengan panjang. Lebih mudah

daripada Saya suka baju lengan panjang.

3. Selalu membaca untuk mendapatkan isinya, artinya bukan untuk

menghafalkan kata-katanya.

4. Mempercepat peralihan dari fiksasi ke fiksasi, tidak terlalu lama

berhenti dalam satu fiksasi. Percepat gerak mata dari satu fiksasi ke

fiksasi berikutnya. Semakin sedikit waktu untuk berhenti semakin baik.

Pada saat mata berhenti, jangkauan mata dapat menangkap beberapa

kata sekaligus. Kata-kata dalam jangkauan mata itu dapat dikenali sekalipun

pembaca tidak memfokuskan pada setiap kata (Soedarso 2002:30).

Gerakan mata dikendalikan oleh enam otot kecil yang kuat. Otot-otot

(46)

menelusuri baris demi baris banyak memboroskan gerakan mata. Untuk merubah

kebiasaan itu diperlukan latihan gerakan ke bawah, gerakan menyamping,

pengurangan bidang baca, membaca kolom, membaca pola S. Latihan ini untuk

kemajuan gerakan mata secara otomatis, cepat dan berpola menurut kebutuhan

(Soedarso 2002:39).

Kurangnya daya konsentrasi pada setiap orang disebabkan oleh hal-hal

yang berbeda. Ada orang yang memerlukan tempat yang tenang untuk membaca,

sementara orang lain perlu ditemani radio. Kurangnya konsentrasi dapat juga

disebabkan oleh kurangnya minat perhatian terhadap apa yang dibaca, karena

tidak menarik, terlalu sulit atau terlalu mudah atau memang membosankan. Dapat

juga memang orang itu belum siap membaca misalnya karena badan terlalu lelah

sehingga perhatiannya pecah.

Untuk meningkatkan daya konsentrasi ada dua kegiatan penting, yaitu

(1) menghilangkan atau menjauhi hal-hal yang dapat menyebabkan pikiran

menjadi kusut dan; (2) memusatkan perhatian secara sungguh-sungguh. Hal ini

termasuk memilih tempat dan waktu yang sesuai dengan dirinya, serta memilih

bahan-bahan yang menarik. Teknik–teknik membaca seperti survai bahan bacaan

sebelum memulai membaca, dan menentukan tujuan membaca, termasuk

cara-cara untuk berkonsentrasi (Soedarso 2002:50).

2.2.8 Pembelajaran Kontekstual

Pendekatan apapun yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar

(47)

dalam menentukan pola KBM di kelas bukan ditentukan oleh diktatik metodik “

apa yang akan dipelajari” saja, tetapi pada “bagaimana menyediakan dan

memperkaya pengalaman belajar anak.” Pengalaman belajar diperoleh melalui

serangkaian kegiatan untuk mengeksplorasi secara aktif lingkungan alam,

lingkungan sosial, dan lingkungan buatan, serta berkonsultasi dengan narasumber

lain (Depdiknas 2002:1).

Pendekatan kontekstual merupakan suatu konsep belajar di mana

menghadirkan situasi dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat

hubungan antara pengetahuan yang di milikinya dengan keluarga dan masyarakat.

Hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi anak untuk memecahkan

persoalan, berpikir kritis, dan melaksanakan observasi serta menarik kesimpulan

dalam kehidupan jangka panjang (Nurhadi 2003:4).

Nurhadi (2003:5) menyatakan bahwa pendekatan pembelajaran

kontekstual adalah salah satu pendekatan pembelajaran yang menekankan

pentingnya lingkungan alamiah itu diciptakan dalam proses belajar agar kelas

lebih “hidup”dan lebih “bermakna” karena siswa mengalami sendiri apa yang

dipelajarinya. Pendekatan kontekstual merupakan pendekatan yang

memungkinkan siswa untuk menguatkan, memperluas dan menerapkan

pengetahuan dan keterampilan akademik mereka dalam berbagai macam tatanan

kehidupan baik sekolah maupun di luar sekolah.

Pembelajaran kontekstual dikembangkan untuk meningkatkan kinerja

(48)

Beberapa defnisi pembelajaran yang pernah ditulis dalam beberapa sumber

menyatakan sebagai berikut (Nurhadi 2003:12).

Johnson (dalam Nurhadi 2003:12) merumuskan sistem CTL

merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat

makna dalam bahan pelajaran yang mereka pelajari dengan cara

menghubungkannya dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari, yaitu dengan

konteks lingkungan pribadinya, sosialnya, dan budayanya.

The Washington State Consortium for Contextual Teaching and

Learning (dalam Nurhadi 2003:12) pengajaran kontekstual adalah pengajaran

yang memungkinkan siswa memperkuat, memperluas, dan menerapkan

pengetahuan dan keterampilan akademisnya dalam berbagai lahan sekolah dan di

luar sekolah untuk memecahkan seluruh persoalan yang ada dalam dunia nyata.

Menurut para penulis NWREL (Johnson dalam Nurhadi 2003:12), ada

tujuh atribut yang mencirikan konsep CTL, yaitu kebermaknaan, penerapan ilmu,

berpikir tingkat tinggi, kurikulum yang digunakan harus standar, berfokus pada

budaya, keterlibatan siswa secara aktif, dan authentic assessment.

Center on Education and Work at the University of Wisconsin-Madison,

yang disebut TEACHNET (dalam Nurhadi 2003:12) mengemukakan pula bahwa

pengajaran dan pembelajaran kontekstual adalah suatu konsepsi belajar mengajar

yang membantu guru menghubungkan isi pelajaran dengan situasi dunia nyata dan

memotivasi siswa membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan dan

aplikasinya dalam kehidupan siswa sebagai anggota masyarakat, dan pekerja serta

(49)

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kontekstual

(Contextual Teaching and Learning) adalah konsep belajar di mana guru

menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat

hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam

kehidupan mereka sehari-hari; sementara siswa memperoleh pengetahuan dan

keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses

mengkonstruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam

kehidupanya sebagai anggota masyarakat.

Pembelajaran Kontekstual akan menciptakan ruang kelas yang

dialaminya, siswa akan menjadi peserta aktif bukan pengamat yang pasif dan

bertanggung jawab terhadap belajarnya. Pembelajaran kontekstual menempatkan

siswa di dalam konteks bermakna yang menghubungkan pengetahuan awal siswa

dengan materi yang sedang dipelajari dan sekaligus memperhatikan faktor

kebutuhan individual siswa dan peranan guru (Nurhadi 2003:19).

Karakteristik pembelajaran berbasis kontekstual adalah (1) kerja sama;

(2) saling menunjang; (3) menyenangkan, tidak membosankan; (4) belajar dengan

gairah; (5) pembelajaran terintegrasi; (6) menggunakan berbagai sumber; (7)

siswa aktif; (8) sharing dengan teman; (9) siswa kritis guru kreatif; (10) dinding

kelas dan lorong-lorong penuh dengan hasil karya siswa, peta-peta, gambar,

artikel, humor, dan lain-lain; (11) laporan kepada orang tua bukan hanya rapor,

tetapi hasil karya siswa, laporan hasil praktikum, karangan siswa, dan-lain-lain

(50)

Blanchard (2001) (dalam Depdiknas 2004:48) mengembangkan

strategi pembelajaran metode kontekstual dengan: (1) menekankan pemecahan

masalah; (2) menyadari kebutuhan pengajaran dan pembelajaran yang terjadi

dalam berbagai konteks seperti rumah, masyarakat, dan pekerjaan; (3)

mengajarkan siswa memonitor dan mengarahkan pembelajaran mereka sendiri

sehingga menjadi mandiri; (4) mengaitkan pengajaran pada konteks kehidupan

siswa yang berbeda-beda; (5) mendorong siswa untuk belajar dari sesama teman

dan belajar bersama; dan (6) menerapkan penilaian authentic.

Pengajaran dan pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and

Learning) menawarkan strategi pembelajaran yang memungkinkan siswa dalam

belajar lebih bermakna dan menyenangkan. Strategi yang ditawarkan dalam CTL

ini diharapkan dapat membantu siswa aktif dan kreatif. Untuk itu, dalam

menjalankan strategi ini, guru dituntut lebih kreatif pula.

Dalam strategi pembelajaran kontekstual ini ada tujuh komponen

utama pembelajaran yang mendasari penerapan pembelajaran kontekstual di kelas.

Menurut Nurhadi (2003:31), ketujuh komponen utama itu adalah Konstruktivisme

(Constructivism), Bertanya (Questioning), Menemukan (Inquiry), Masyarakat

Belajar (Learning Community), Pemodelan (Modeling), Refleksi (Reflection), dan

Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assessment).

2.2.9 Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assessment)

Penilaian yang sebenarnya (authentic assessment) merupakan bagian

(51)

berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa

(Nurhadi 2003:52). Gambaran itu perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan

bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Apabila data yang

dikumpulkan guru mengidentifikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan

belajar, maka guru segera dapat mengambil tindakan yang tepat agar siswa

terbebas dari kemacetan belajar. Penilaian yang dilakukan bersama secara

terintegrasi dari kegiatan pembelajaran.

Penilaian otentik (authentic assessment) adalah nama lain dari

penilaian berbasis kelas (PBK). Landasan teoretis penilaian berbasis kelas

terangkum dalam landasan authentic assessment (Nurhadi 2004: 167). Penilaian

berbasis kelas dilakukan untuk memberikan keseimbangan pada ketiga ranah

kognitif, afektif, dan psikomotor dengan menggunakan berbagai bentuk dan

model penilaian secara resmi maupun tidak resmi dengan berkesinambungan.

Penilaian Berbasis Kelas merupakan suatu proses pengumpulan, pelaporan dan

penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa dengan menerapkan

prinsip-prinsip penilaian, pelaksanaan berkelanjutan, bukti-bukti otentik, akurat dan

konsisten sebagai akuntabilitas publik. PBK dilakukan dengan pengumpulan

kerja siswa (portofolio), hasil karya (produk), penugasan (proyek), kinerja

(performance), tes tertulis (paper and pencil) (Depdiknas 2002:1-2).

Tujuan penilaian berbasis kelas adalah untuk memberikan (1)

informasi tentang kemajuan hasil kerja siswa secara individual dalam mencapai

tujuan belajar sesuai dengan kegiatan belajar yang dilakukan; (2) informasi yang

(52)

masing-masing siswa maupun terhadap siswa seluruh kelas; (3) informasi yang

dapat digunakan oleh guru dan siswa untuk mengetahui tingkat kemampuan

siswa, menetapkan tingkat kesulitan/kemudahan untuk melaksanakan remedial,

pendalaman atau pengayaan; (4) motivasi belajar siswa dengan cara memberikan

informasi kemajuannya dan rangsangannya untuk melakukan usaha pemantapan

atau perbaikan; (5) informasi semua aspek kemajuan setiap siswa dan pada

gilirannya guru dapat membantu pertumbuhannya secara afektif untuk menjadi

anggota masyarakat dan pribadi yang utuh; (6) bimbingan yang tepat untuk

memilih sekolah atau jabatan yang sesuai dengan keterampilan, minat, dan

kemampuannya (Depdiknas 2002: 6).

Ditinjau dari dimensi kompetensi yang ingin dicapai, ranah yang perlu

dinilai dalam penilaian berbasis kelas meliputi ranah kognitif, psikomotor, dan

afektif (Depdiknas 2002:17-18).

a. Ranah Kognitif

Kompetensi ranah kognitif meliputi tingkatan menghafal, memahami,

mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi.

(1) Tingkatan hafalan mencakup kemampaun menghafal verbal atau

menghafal parafrase materi pembelajaran berupa fakta, konsep, prinsip,

dan prosedural.

(2) Tingkatan pemahaman meliputi kemampuan membandingkan

(menunjukkan persamaan dan perbedaan), mengidentifikasi karakteristik,

(53)

(3) Tingkatan aplikasi mencakup kemampuan menerapkan rumus, dalil atau

prinsip terhadap kasus-kasus nyata yang terjadi di lapangan.

(4) Tingkatan analisis meliputi kemampuan mengklasifikasi, menggolongkan,

memerinci, menguraikan suatu objek.

(5) Tingkatan sintesis meliputi kemampuan memadukan berbagai unsur atau

komponen, menyusun, membentuk bangunan, mengarang, melukis,

menggambar, dan sebagainya.

(6) Tingkatan evaluasi/penilaian mencakup kemampuan menilai terhadap

objek studi menggunakan kriteria tertentu.

Penguasaan kognitif diukur dengan menggunakan tes lisan di kelas

atau berupa tes tulis. Ranah kognitif juga dapat diukur menggunakan

portofolio. Portofolio adalah kumpulan tugas/pekerjaan seseorang. Hal yang

penting pada penilaian yang didasarkan pada portofolio adalah mampu

mengukur kecepatan membaca dan menulis yang luas, siswa menilai

kemajuan sendiri, mewakili sejumlah karya siswa.

b. Ranah Psikomotor

Berkenaan dengan ranah psikomotor, kompetensi yang dicapai

meliputi tingkatan gerakan awal, semi rutin. Penilaian terhadap pencapaian

kompetensi tersebut adalah

(1) Tingkatan penguasaan gerakan awal berisi kemampuan siswa dalam

menggerakkan sebagian anggotanya.

(2) Tingkatan semi rutin meliputi kemampuan melakukan atau menirukan

Gambar

TABEL
Tabel 1 Pedoman Penilaian Tingkat Pemahaman
Tabel 3 Pedoman Kecepatan Efektif Membaca
Tabel 4 Kecepatan Membaca Siswa Kelas VIIIA pada Kondisi Awal
+7

Referensi

Dokumen terkait