• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori Belajar Behavioristik dan Kognitiv (1)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Teori Belajar Behavioristik dan Kognitiv (1)"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teori belajar merupakan landasan terjadinya suatu proses belajar yang menuntun terbentuknya kondisi untuk belajar. Teori belajar dapat didefinisikan sebagai integrasi prinsip-prinsip yang menuntun di dalam merancang kondisi demi tercapainya tujuan pendidikan. Dengan adanya teori belajar akan memberikan kemudahan bagi guru dalam menjalankan model-model pembelajaran yang akan dilaksanakan. Banyak telah ditemukan teori belajar yang pada dasarnya menitikberatkan ketercapaian perubahan tingkah laku setelah proses pembelajaran.

Belajar bukan hanya menghafal dan bukan pula mengingat, tetapi belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri siswa. Perubahan sebagai hasil proses belajar dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk, seperti perubahan pengetahuanya, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapannya, kemampuannya, daya reaksinya dan daya penerimaanya. Jadi belajar adalah suatu proses yang aktif, proses mereaksi terhadap semua situasi yang ada pada siswa. Belajar merupakan suatu proses yang diarahkan pada suatu tujuan, proses berbuat melalui situasi yang ada pada siswa. Oleh karena itu, dalam suatu pembelajaran juga perlu didukung oleh adanya suatu teori belajar.

Secara pragmatis, teori belajar dapat dipahami sebagai prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan merupakan penjelasan atau sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan peristiwa belajar.

Dengan berkembangnya psikologi dalam pendidikan, maka bersamaan dengan itu bermunculan pula berbagai teori tentang belajar. Di dalam masa perkembangan psikologi pendidikan ini munculah beberapa aliran pasikologi pendidikan, antara lain yaitu:

- Psikologi behavioristik; dan

(2)

Kedua aliran psikologi pendidikan di atas tumbuh dan berkembang secara beruntun, dari periode ke periode berikutnya. Oleh sebab itu, kami akan membahas lebih lanjut tentang teori-teori belajar yang telah tersebut di atas pada pembahasan makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam makalah Teori Belajar dan Pembelajaran ini, pembahasan yang akan dibahas adalah :

1) Apa pengertian Teori belajar Behavioristik?

2) Apa pengertian Teori belajar Behavioristik menurut para ahli?

3) Bagaimana penerapan Teori belajar Behavioristik dalam belajar dan pembelajaran?

4) Apa pengertian Teori belajar Kognitivistik?

5) Apa pengertian Teori belajar Kognitivistik menurut para ahli?

6) Bagaimana penerapan Teori belajar Kognitifistik dalam belajar dan pembelajaran?

1.3 Metode Penulisan

Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini bersumber dari metode studi pustaka. Dengan metode ini penyusun mendapatkan sumber dari buku-buku, makalah dan internet serta sumber lain yang berhubungan dengan pembahasan yang ada di makalah ini.

1.4 Tujuan Penulisan

Dalam penyusunan Makalah Teori Belajar Behavioristik dan Teori Belajar Kognitivistik ini, tujuan yang ingin dicapai penyusun antara lain :

1. Mengetahui pengertian mengenai Teori Belajar Behavioristik dan Teori Belajar Kognitifistik

(3)

3. Menjadi salah satu bahan referensi dalam mata kuliah Teori Belajar dan Pembelajaran 4. Memenuhi salah satu tugas dalam mata kuliah Teori Belajar dan Pembelajaran

1.5 Alasan Pemilihan Sekolah

Kami memilih RA Al Makbul Cipinang Besar Utara sebagai objek untuk observasi kelompok kami karena salah satu anggota dari kelompok kami memiliki saudara yang bekerja sebagai kepala Yayasan serta kepala sekolah disekolah itu. Hal ini jelas menjadi alasan kami kenapa memilih sekolah ini sebagai objek observasi sebagai jalan agar mempermudah perizinan observasi disekolah tersebut. Karena waktu yang diberikan kepada kami terbilang cukup singkat, yakni 3 (tiga) minggu.

(4)

KERANGKA TEORI

2.1 Teori Belajar Behavioristik

Teori belajar behavioristik menjelaskan belajar itu adalah perubahan perilaku yang dapat diamati, diukur dan dinilai secara konkret. Perubahan terjadi melalui rangsangan (stimulans) yang menimbulkan hubungan perilaku reaktif (respon) berdasarkan hukum-hukum mekanistik.

Stimulans tidak lain adalah lingkungan belajar anak, baik yang internal maupun eksternal yang menjadi penyebab belajar. Sedangkan respons adalah akibat atau dampak, berupa reaksi fisik terhadap stimulans. Belajar berarti penguatan ikatan, asosiasi, sifat dan kecenderungan perilaku S-R (stimulus-Respon).

Teori Behavioristik:

1. Mementingkan faktor lingkungan 2. Menekankan pada faktor bagian

3. Menekankan pada tingkah laku yang nampak dengan mempergunakan metode obyektif. 4. Sifatnya mekanis

5. Mementingkan masa lalu

A. Edward Lee Thorndike (1874-1949): Teori Koneksionisme

Thorndike berprofesi sebagai seorang pendidik dan psikolog yang berkebangsaan Amerika. Lulus S1 dari Universitas Wesleyen tahun 1895, S2 dari Harvard tahun 1896 dan meraih gelar doktor di Columbia tahun 1898.

Buku-buku yang ditulisnya antara lain Educational Psychology (1903), Mental and social Measurements (1904), Animal Intelligence (1911), Ateacher’s Word Book (1921),Your City (1939), dan Human Nature and The Social Order (1940).

(5)

karena adanya perangsang. Dari eksperimen kucing lapar yang dimasukkan dalam sangkar (puzzle box) diketahui bahwa supaya tercapai hubungan antara stimulus dan respons, perlu adanya kemampuan untuk memilih respons yang tepat serta melalui usaha–usaha atau percobaan-percobaan (trials) dan kegagalan-kegagalan (error) terlebih dahulu. Bentuk paling dasar dari belajar adalah “trial and error learning atau selecting and connecting learning” dan berlangsung menurut hukum-hukum tertentu. Oleh karena itu teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike ini sering disebut dengan teori belajar koneksionisme atau teori asosiasi. Adanya pandangan-pandangan Thorndike yang memberi sumbangan yang cukup besar di dunia pendidikan tersebut maka ia dinobatkan sebagai salah satu tokoh pelopor dalam psikologi pendidikan.

Percobaan Thorndike yang terkenal dengan binatang coba kucing yang telah dilaparkan dan diletakkan di dalam sangkar yang tertutup dan pintunya dapat dibuka secara otomatis apabila kenop yang terletak di dalam sangkar tersebut tersentuh. Percobaan tersebut menghasilkan teori “trial and error” atau “selecting and conecting”, yaitu bahwa belajar itu terjadi dengan cara mencoba-coba dan membuat salah. Dalam melaksanakan coba-coba ini, kucing tersebut cenderung untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan yang tidak mempunyai hasil. Setiap response menimbulkan stimulus yang baru, selanjutnya stimulus baru ini akan menimbulkan response lagi, demikian selanjutnya.

Dalam percobaan tersebut apabila di luar sangkar diletakkan makanan, maka kucing berusaha untuk mencapainya dengan cara meloncat-loncat kian kemari. Dengan tidak disengaja kucing telah menyentuh kenop, maka terbukalah pintu sangkar tersebut, dan kucing segera lari ke tempat makan. Percobaan ini diulangi untuk beberapa kali, dan setelah kurang lebih 10 sampai dengan 12 kali, kucing baru dapat dengan sengaja menyentuh kenop tersebut apabila di luar diletakkan makanan. Dari percobaan ini Thorndike menemukan hukum-hukum belajar sebagai berikut :

(6)

mengerjakannya. Apabila hal ini dilaksanakan, ia merasa puas dan belajar menjahit akan menghasilkan prestasi memuaskan. Masalah pertama hukum law of readiness adalah jika kecenderungan bertindak dan orang melakukannya, maka ia akan merasa puas. Akibatnya, ia tak akan melakukan tindakan lain. Masalah ketiganya adalah bila tidak ada kecenderungan bertindak padahal ia melakukannya, maka timbullah ketidakpuasan. Akibatnya, ia akan melakukan tindakan lain untuk mengurangi atau meniadakan ketidakpuasannya.

2. Hukum Latihan (Law of Exercise), yaitu semakin sering tingkah laku diulang/ dilatih (digunakan) , maka asosiasi tersebut akan semakin kuat. Prinsip law of exercise adalah koneksi antara kondisi (yang merupakan perangsang) dengan tindakan akan menjadi lebih kuat karena latihan-latihan, tetapi akan melemah bila koneksi antara keduanya tidak dilanjutkan atau dihentikan. Prinsip menunjukkan bahwa prinsip utama dalam belajar adalah ulangan. Makin sering diulangi, materi pelajaran akan semakin dikuasai.

3. Hukum akibat (Law of Effect), yaitu hubungan stimulus respon cenderung diperkuat bila akibatnya menyenangkan dan cenderung diperlemah jika akibatnya tidak memuaskan. Hukum ini menunjuk pada makin kuat atau makin lemahnya koneksi sebagai hasil perbuatan. Suatu perbuatan yang disertai akibat menyenangkan cenderung dipertahankan dan lain kali akan diulangi. Sebaliknya, suatu perbuatan yang diikuti akibat tidak menyenangkan cenderung dihentikan dan tidak akan diulangi. Koneksi antara kesan panca indera dengan kecenderungan bertindak dapat menguat atau melemah, tergantung pada “buah” hasil perbuatan yang pernah dilakukan. Misalnya, bila anak mengerjakan PR, ia mendapatkan muka manis gurunya. Namun, jika sebaliknya, ia akan dihukum. Kecenderungan mengerjakan PR akan membentuk sikapnya. Thorndike berkeyakinan bahwa prinsip proses belajar binatang pada dasarnya sama dengan yang berlaku pada manusia, walaupun hubungan antara situasi dan perbuatan pada binatang tanpa dipeantarai pengartian. Binatang melakukan respons-respons langsung dari apa yang diamati dan terjadi secara mekanis(Suryobroto, 1984). Selanjutnya Thorndike menambahkan hukum tambahan sebagai berikut:

(7)

Hukum ini mengatakan bahwa pada individu diawali oleh proses trial dan error yang menunjukkan adanya bermacam-macam respon sebelum memperoleh respon yang tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi.

b. Hukum Sikap ( Set/ Attitude).

Hukum ini menjelaskan bahwa perilakku belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus dengan respon saja, tetapi juga ditentukan keadaan yang ada dalam diri individu baik kognitif, emosi , sosial , maupun psikomotornya.

c. Hukum Aktifitas Berat Sebelah ( Prepotency of Element ).

Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam proses belajar memberikan respon pada stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi (respon selektif).

d. Hukum Respon by Analogy.

Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam melakukan respon pada situasi yang belum pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah dialami sehingga terjadi transfer atau perpindahan unsur-unsur yang telah dikenal ke situasi baru. Makin banyak unsur yang sama maka transfer akan makin mudah.

e. Hukum perpindahan Asosiasi ( Associative Shifting )

Hukum ini mengatakan bahwa proses peralihan dari situasi yang dikenal ke situasi yang belum dikenal dilakukan secara bertahap dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit unsur baru dan membuang sedikit demi sedikit unsur lama. Selain menambahkan hukum-hukum baru, dalam perjalanan penyamapaian teorinya Thorndike mengemukakan revisi Hukum Belajar antara lain :

1. Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan saja tidak cukup untuk memperkuat hubungan stimulus respon, sebaliknya tanpa pengulanganpun hubungan stimulus respon belum tentu diperlemah.

2. Hukum akibat direvisi. Dikatakan oleh Thorndike bahwa yang berakibat positif untuk perubahan tingkah laku adalah hadiah, sedangkan hukuman tidak berakibat apa-apa.

(8)

4. Akibat suatu perbuatan dapat menular baik pada bidang lain maupun pada individu lain.

Teori koneksionsme menyebutkan pula konsep transfer of training, yaitu kecakapan yang telah diperoleh dalam belajar dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang lain. Perkembangan teorinya berdasarkan pada percobaan terhadap kucing dengan problem box-nya.

B. Ivan Petrovich Pavlov (1849-1936)

Ivan Petrovich Pavlov lahir 14 September 1849 di Ryazan Rusia yaitu desa tempat ayahnya Peter Dmitrievich Pavlov menjadi seorang pendeta. Ia dididik di sekolah gereja dan melanjutkan ke Seminari Teologi. Pavlov lulus sebagai sarjan kedokteran dengan bidang dasar fisiologi. Pada tahun 1884 ia menjadi direktur departemen fisiologi pada institute of Experimental Medicine dan memulai penelitian mengenai fisiologi pencernaan. Ivan Pavlov meraih penghargaan nobel pada bidang Physiology or Medicine tahun 1904. Karyanya mengenai pengkondisian sangat mempengaruhi psikologi behavioristik di Amerika. Karya tulisnya adalah Work of Digestive Glands (1902) dan Conditioned Reflexes (1927).

Classic conditioning (Pengkondisian atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui percobaannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan reaksi yang diinginkan. Eksperimen-eksperimen yang dilakukan Pavlov dan ahli lain tampaknya sangat terpengaruh pandangan behaviorisme, dimana gejala-gejala kejiwaan seseorang dilihat dari perilakunya. Hal ini sesuai dengan pendapat Bakker bahwa yang paling sentral dalam hidup manusia bukan hanya pikiran, peranan maupun bicara, melainkan tingkah lakunya. Pikiran mengenai tugas atau rencana baru akan mendapatkan arti yang benar jika ia berbuat sesuatu (Bakker, 1985). Bertitik tolak dari asumsinya bahwa dengan menggunakan rangsangan-rangsangan tertentu, perilaku manusia dapat berubah sesuai dengan apa yang diiinginkan.

(9)

liurnya dari luar. Apabila diperlihatkan sesuatu makanan, maka akan keluarlah air liur anjing tersebut. Sebelum makanan diperlihatkan, maka yang diperlihatkan adalah sinar merah terlebih dahulu, baru makanan. Dengan sendirinya air liurpun akan keluar pula. Apabila perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, maka pada suatu ketika dengan hanya memperlihatkan sinar merah saja tanpa makanan maka air liurpun akan keluar pula.

Makanan adalah rangsangan wajar, sedang merah adalah rangsangan buatan. Ternyata kalau perbuatan yang demikian dilakukan berulang-ulang, rangsangan buatan ini akan menimbulkan syarat(kondisi) untuk timbulnys air liur pada anjing tersebut. Peristiwa ini disebut Reflek Bersyarat atau Conditioned Respons.

Pavlov berpendapat, bahwa kelenjar-kelenjar yang lain pun dapat dilatih. Bectrev murid Pavlov menggunakan prinsip-prinsip tersebut dilakukan pada manusia, yang ternyata diketemukan banyak reflek bersyarat yang timbul tidak disadari manusia. Dari eksperimen Pavlov setelah pengkondisian atau pembiasaan dapat diketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami dapat digantikan oleh bunyi lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan. Ketika lonceng dibunyikan ternyata air liur anjing keluar sebagai respon yang dikondisikan. Apakah situasi ini bisa diterapkan pada manusia? Ternyata dalam kehidupan sehari-sehari ada situasi yang sama seperti pada anjing. Sebagai contoh, suara lagu dari penjual es krim Walls yang berkeliling dari rumah ke rumah. Awalnya mungkin suara itu asing, tetapi setelah si pejual es krim sering lewat, maka nada lagu tersebut bisa menerbitkan air liur apalagi pada siang hari yang panas.

Bayangkan, bila tidak ada lagu tersebut betapa lelahnya si penjual berteriak-teriak menjajakan dagangannya. Contoh lain adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu atau tombol antrian di bank. Tanpa disadari, terjadi proses menandai sesuatu yaitu membedakan bunyi-bunyian dari pedagang makanan (rujak, es, nasi goreng, siomay) yang sering lewat di rumah, bel masuk kelas-istirahat atau usai sekolah dan antri di bank tanpa harus berdiri lama.

(10)

C. Burrhus Frederic Skinner (1904-1990)

Seperti halnya kelompok penganut psikologi modern, Skinner mengadakan pendekatan behavioristik untuk menerangkan tingkah laku. Pada tahun 1938, Skinner menerbitkan bukunya yang berjudul The Behavior of Organism. Dalam perkembangan psikologi belajar, ia mengemukakan teori operant conditioning. Buku itu menjadi inspirasi diadakannya konferensi tahunan yang dimulai tahun 1946 dalam masalah “The Experimental an Analysis of Behavior”. Hasil konferensi dimuat dalam jurnal berjudul Journal of the Experimental Behaviors yang disponsori oleh Asosiasi Psikologi di Amerika (Sahakian,1970) B.F. Skinner berkebangsaan Amerika dikenal sebagai tokoh behavioris dengan pendekatan model instruksi langsung dan meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui proses operant conditioning. Di mana seorang dapat mengontrol tingkah laku organisme melalui pemberian reinforcement yang bijaksana dalam lingkungan relatif besar. Dalam beberapa hal, pelaksanaannya jauh lebih fleksibel daripada conditioning klasik.

Gaya mengajar guru dilakukan dengan beberapa pengantar dari guru secara searah dan dikontrol guru melalui pengulangan dan latihan. Menajemen Kelas menurut Skinner adalah berupa usaha untuk memodifikasi perilaku antara lain dengan proses penguatan yaitu memberi penghargaan pada perilaku yang diinginkan dan tidak memberi imbalan apapun pada perilaku yanag tidak tepat. Operant Conditioning adalah suatu proses perilaku operant ( penguatan positif atau negatif) yang dapat mengakibatkan perilaku tersebut dapat berulang kembali atau menghilang sesuai dengan keinginan. Skinner membuat eksperimen sebagai berikut :

(11)

penguatan positif dan penguatan negatif. Bentuk bentuk penguatan positif berupa hadiah, perilaku, atau penghargaan. Bentuk bentuk penguatan negatif antara lain menunda atau tidak memberi penghargaan, memberikan tugas tambahan atau menunjukkan perilaku tidak senang. Beberapa prinsip Skinner antara lain :

1. Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat.

2. Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar. 3. Materi pelajaran, digunakan sistem modul.

4. Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman.

5. Dalam proses pembelajaran, lebih dipentingkan aktivitas sendiri.

6. Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal variabel Rasio rein forcer.

7. Dalam pembelajaran digunakan shapping.

D. Aplikasi Teori Behavioristik terhadap Pembelajaran Siswa

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori behavioristik adalah ciri-ciri kuat yang mendasarinya yaitu:

a. Mementingkan pengaruh lingkungan b. Mementingkan bagian-bagian

c. Mementingkan peranan reaksi

d. Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respon e. Mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya

f. Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan g. Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.

(12)

melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks. Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati. Kesalahan harus segera diperbaiki.Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah tebentuknya suatu perilaku yang diinginkan. Perilaku yang diinginkan mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak.

Kritik terhadap behavioristik adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru, bersifat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur. Kritik ini sangat tidak berdasar karena penggunaan teori behavioristik mempunyai persyaratan tertentu sesuai dengan ciri yang dimunculkannya. Tidak setiap mata pelajaran bisa memakai metode ini, sehingga kejelian dan kepekaan guru pada situasi dan kondisi belajar sangat penting untuk menerapkan kondisi behavioristik. Metode behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan sebagainya, contohnya percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga dan sebagainya.

(13)

2.2 Teori Belajar Kognitivistik

A. Teori Gestalt

Max Wertheimer, seorang psikolog Jerman, ia penemu psikologi Gestalt. Gerakan psikologi Gestalt mula- mula dimuat dalam artikel Wertheimer pada 1912. Ia dikenal dekat dengan Wolfgang Kohler (1887 – 1967) dan Kurt Koffka (1886 – 1941). Kedua tokoh Gestalt tersebut, melakukan percobaan-percobaan pertama untuk penelitian Wertheimer.

Sejarah penemuan teori Gestalt, dimulai sebagai akibat insight Wertheimer, ketika naik kereta api, sambil membaca waktu liburan. Ia melihat sinar matahari berkedip-kedip ( hidup dan mati) dengan jarak tertentu. Sinar itu memberi kesan sebagai suatu sinar yang bergerak datang dan pergi yang tidak terputus-putus. Selanjutnya ia pergi membeli permainan untuk digunakan menampilkan rangsangan penglihatan jarak waktu yang bervariasi. Ia melakukan eksperimen di kamar hotel. Wertheimer mengemukakan bahwa jika mata melihat perangsang dengan cara tertentu, akan memberikan ilusi gerakan. Gerakan ini disebut gejala “Phi phenomenon”.

Gestalt, berasal dari bahasa Jerman yang berarti konfigurasi atau organisasi sehingga muncul keyakinan bahwa pengalaman yang terjadi pada kita di dunia ini akan mempunyai arti, jika kita melihatnya secara keseluruhan, bukan bagian per bagian. Misalnya, sewaktu kita melihat seseorang atau teman, maka yang kita lihat adalah keseluruhan bukan terpisah-pisah, seperti melihat hidung dulu kemudian melihat tangan dan lain-lain, akan tetapi secara serempak kita amati secara keseluruhan kemudian bagian per bagian.

Prinsip-prinsip Teori Gestalt:

(14)

2. Prinsip-prinsip pengorganisasian:

a. Principle of Proximity: bahwa unsur-unsur yang saling berdekatan (baik waktu maupun ruang) dalam bidang pengamatan akan dipandang sebagai satu bentuk tertentu.

b. Principle of Similarity: bahwa unsur-unsur bidang pengamatan yang berada dalam arah yang sama cenderung akan dipersepsi sebagi suatu figure atau bentuk tertentu. c. Principle of Objective Set: Organisasi berdasarkan mental set yang sudah terbentuk

sebelumnya

d. Principle of Continuity: Organisasi berdasarkan kesinambungan pola

e. Principle of Closure/ Principle of Good Form: bahwa orang cenderung akan mengisi kekosongan suatu pola obyek atau pengamatan yang tidak lengkap.

f. Principle of Figure and Ground: yaitu menganggap bahwa setiap bidang pengamatan dapat dibagi dua yaitu figure (bentuk) dan latar belakang. Penampilan suatu obyek seperti ukuran, potongan, warnadan sebagainya membedakan figure dari latar belakang. Bila figure dan latar bersifat samar-samar, makaakan terjadi kekaburan penafsiran antara latar dan figure.Contoh: perubahan nada tidak akan merubah persepsi tentang melodi.

g. Principle of Isomorphism: Organisasi berdasarkan konteks.

Aplikasi Teori Gestalt:

Proses belajar adalah fenomena kognitif. Apabila individu mengalami proses belajar, terjadi reorganisasi dalam perceptual fieldnya. Setelah proses belajar terjadi, seseorang dapat memiliki cara pandang baru terhadap suatu problem.

Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :

1. Pengalaman tilikan; bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau peristiwa.

(15)

penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.

3. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam memahami tujuannya.

4. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.

5. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat. Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi). Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang diajarkannya.

B. Jerome Bruner

(16)

konsep, teori, ide, definisi dan sebagainya melalui contoh-contoh yang menggambarkan atau mewakili aturan yang menjadi sumbernya.

Keuntungan belajar menemukan :

1. Menimbulkan rasa ingin tahu siswa sehingga dapat memotivasi siswa sehingga dapat menemukan jawabannya.

2. Menimbulkan keterampilan memecahkan masalahnya secara mandiri dan mengharuskan siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi.

Menurut Burner ada tiga tahap perkembangan kognitif seseorang yang ditentukan oleh cara melihat lingkungan, antara lain: tahap pertama enaktif yaitu peserta didik melakukan aktivitas dalam usaha memahami lingkungan; tahap kedua, ikonik yaitu peserta didik melihat dunia melalui gambar dan visualisasi verbal; tahap yang ketiga, simbolik yaitu peserta didik mempunyai gagasan abstrak dimana komunikasi dibantu sistem simbolik.

Langkah-langkah pembelajaran dalam merancang pembelajaran menurut Bruner antara lain:

a. Menentukan tujuan pembelajaran b. Melakukan identifikasi peserta didik c. Memilih materi pembelajaran d. Menentukan topik secara induktif

e. Mengembangkan bahan belajar untuk dipelajari peserta didik f. Mengatur topik pembelajaran dari yang sederhana ke kompleks g. Melakukan penilaian proses dan hasil belajar peserta didik.

C. Piaget

(17)

Belajar terdiri dari tiga tahapan yaitu : asimilasi, akomodasi dan equilibrasi. Piaget juga mengemukakan bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui siswa. Proses belajar yang dialami seorang anak berbeda pada tahap satu dengan tahap lainnya yang secara umum semakin tinggi tingkat kognitif seseorang maka semakin teratur dan juga semakin abstrak cara berpikirnya. Oleh karena itu guru seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif anak didiknya serta memberikan isi, metode, media pembelajaran yang sesuai dengan tahapannya.

Langkah-langkah pembelajaran dalam merancang pembelajaran menurut Piaget, antara lain:

1. Menentukan tujuan pembelajaran 2. Memilih materi pembelajaran

3. Menentukan topik-topik yang dapat dipelajari oleh peserta didik 4. Menentukan dan merancang kegiatan pembelajaran sesuai topik 5. Mengembangkan metode pembelajaran

6. Melakukan penilaian proses dan hasil peserta didik

D. Robert M. Gagne

Sebagaimana tokoh-tokoh lainnya dalam psikologi pembelajaran, Gagne berpendapat bahwa belajar dipengaruhi oleh pertumbuhan dan lingkungan, namun yang paling besar pengaruhnya adalah lingkungan individu seseorang. Lingkungan indiviu seseorang meliputi lingkungan rumah, geografis, sekolah, dan berbagai lingkungan sosial. Berbagai lingkungan itulah yang akan menentukan apa yang akan dipelajari oleh seseorang dan selanjutnya akan menentukan akan menjadi apa ia nantinya.

(18)

1. Tipe belajar tanda (Signal learning)

Belajar dengan cara ini dapat dikatakan sama dengan apa yang dikemukakan oleh Pavlov. Semua jawaban/respons menurut kepada tanda/sinyal.

2. Tipe belajar rangsang-reaksi (Stimulus-response learning)

Tipe ini hampir serupa dengan tipe satu, namun pada tipe ini, timbulnya respons juga karena adanya dorongan yang datang dari dalam serta adanya penguatan sehingga seseorang mau melakukan sesuatu secara berulang-ulang.

3. Tipe belajar berangkai (Chaining Learning)

Pada tahap ini terjadi serangkaian hubungan stimulus-respons, maksudnya adalah bahwa suatu respons pada gilirannya akan menjadi stimulus baru dan selanjutnya akan menimbulkan respons baru.

4. Tipe belajar asosiasi verbal (Verbal association learning)

Tipe ini berhubungan dengan penggunaan bahasa, dimana hasil belajarnya yaitu memberikan reaksi verbal pada stimulus/perangsang.

5. Tipe belajar membedakan (Discrimination learning)

Hasil dari tipe belajar ini adalah kemampuan untuk membeda-bedakan antar objek-objek yang terdapat dalm lingkungan fisik.

6. Tipe belajar konsep (Concept Learning)

Belajar pada tipe ini terutama dimaksudkan untuk memperoleh pemahaman atau pengertian tentang suatu yang mendasar.

7. Tipe belajar kaidah (RuleLearning)

Tipe belajar ini menghasilkan suatu kaidah yang terdiri atas penggabungan beberapa konsep. 8. Tipe belajar pemecahan masalah (Problem solving)

Tipe belajar ini menghasilkan suatu prinsip yang dapat digunakan untuk memecahkan suatu permasalahan.

Implikasi Teori Gagne dalam Pembelajaran 1. Mengontrol perhatian siswa.

2. Memberikan informasi kepada siswa mengenai hasil belajar yang diharapkan guru. 3. Merangsang dan mengingatkan kembali kemampuan-kemampuan siswa.

(19)

6. Memberikan umpan balik.

7. Memberikan kesempatan pada siswa untuk memeriksa hasil belajar yang telah dicapainya.

8. Memberikan kesempatan untuk berlangsungnya transfer of learning.

9. Memberikan kesempatan untuk melakukahn praktek dan penggunaan kemampuan yang baru diberikan.

Aplikasi Teori Gagne dalam Pembelajaran. Karakteristik materi matematika yang berjenjang (hirarkis) memerlukan cara belajar yang berjenjang pula. Untuk memahami suatu konsep dan atau rumus matematika yang lebih tinggi, diperlukan pemahaman yang memadai terhadap konsep dan atau rumus yang ada di bawahnya.

E. David Ausubel : Metode Ekspositori

Metode ekspositori sama seperti metode ceramah dalam hal terpusatnya kegiatan pada guru sebagai pemberi informasi (bahan pelajaran). Tetapi pada metode ekspositori dominasi guru banyak berkurang, karena tidak terus-menerus bicara. Ia berbicara pada awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal, dan pada waktu-waktu yang diperlukan saja. Peserta didik tidak hanya mendengar dan membuat catatan. Tetapi juga membuat soal latihan dan bertanya kalau tidak mengerti. Kalau dibandingkan dominasi guru dalam kegiatan belajar mengajar, metode ceramah lebih terpusat pada guru daripada metode ekspositori. Pada metode ekspositori peserta didik belajar lebih aktif daripada metode ceramah. Peserta didik mengerjakan latihan soal sendiri, mungkin juga saling bertanya dan mengerjakannya bersama dengan temannya, atau disuruh membuatnya di papan tulis.

Beberapa hasil penelitian (di Amerika Serikat) menyatakan metode ekspositori merupakan cara mengajar yang paling efektif dan efisien. Demikian pula keyakinan sementara ahli teori belajar-mengajar. David P. Ausubel berpendapat bahwa metode ekspositori yang baik merupakan cara mengajar yang paling efektif dan efisien dalam menanamkan belajar bermakna.

Ausubel membedakan belajar menjadi:

(20)

b. Belajar melalui penemuan (discovery learning)

Kalau materi yang disajikan kepada peserta didik lengkap sampai bentuk akhir yang berupa rumus atau pola bilangan, maka cara belajar peserta didik dikatakan belajar menerima. Misalnya luas segitiga diberikan lengkap sampai rumus . Pada belajar dengan penemuan, bentuk akhir yang berupa rumus, pola, atau aturan itu harus ditemukan sendiri oleh peserta didik. Proses penemuannya dapat dilakukan sendiri atau dapat pula dengan bimbingan.

Belajar dibedakan pula menjadi:

a. Belajar dengan menghafal (rote learning), dan b. Belajar dengan pengertian (meaningful learning)

(21)

BAB III

HASIL OBSERVASI

A. Kurikulum

Raudhatul Athfal (RA) Al Makbul merupakan sekolah taman kanak-kanak berbasis Islam yang dinaungi oleh Kementerisn Agama. Karena dinaungi oleh Kementerian Agama inilah pelajaran-pelajaran yang diberikan lebih banyak mengandung pelajaran Islam daripada TK pada umumnya. Kurikulumnya pun berbeda dengan kurikulum biasa seperti di sekolah dasar dan sekolah lanjutan lainnya. Kurikulum 2013 tidak diterapkan di sekolah ini. Kurikulum yang digunakan adalah kurikulum khusus yang diberikan langsung oleh Kementerian Agama untuk Raudhatul Athfal. Kurikulum yang diberikan berupa buku panduan serta CD yang berisi rencana pembelajaran yang diberikan selama 1 tahun pembelajaran untuk kelas A maupun kelas B.

Kurikulumnya sangat berbeda dengan kurikulum di sekolah lanjutan, yang berisi tema pelajaran, perilaku/karakter yang diinginkan, kognitif, fisik motorik dan lain-lain. Walaupun tidak menerapkan kurikulum 2013, namun pendidikan karakter sangat ditekankan disini. Perilaku/karakter yang diharapkan dituliskan secara jelas di kurikulumnya.

Untuk guru, bila pada sekolah lanjutan biasa guru-guru membuat RPP untuk panduan pembelajaran, di RA guru-guru membuat Rancangan Kegiatan Harian (RKH) dan Rancangan Kegiatan Mingguan (RKM). Rancangan Kegiatan Harian berisi indikator pembelajaran, kegiatan pembelajaran yang dilakukan, alat/sumber belajar dan penilaian perkembangan anak. RKH ditulis secara deskriptif oleh guru setiap harinya untuk mengetahui perkembangan anak. Sedangkan RKM disusun oleh guru di awal tahun untuk pembelajaran setiap minggunya. RKM disusun per tema dan berisi perilaku, bahasa, kognitif, fisik motorik dan seni.

B. Permasalahan dalam Proses Pembelajaran

(22)

tenaga pendidiknya adalah wanita dan sudah menikah serta sudah memiliki anak, sehingga mereka kekurangan waktu untuk menyusun RKH dan RKM atau bisa dikatakan mereka “malas” untuk menyusun RKH setiap harinya. Namun perkembangan anak setiap harinya tidak lepas dari perhatian guru. Metode pembelajaran yang digunakan guru dalam RA Al Makbul pada umumnya adalah dengan mengajari dan memberi contoh langsung kepada peserta didik agar peserta didik dapat mengikutinya serta dengan membimbing peserta didik satu per satu sampai mereka dapat benar-benar mengerti dan mengikuti apa yang diinginkan oleh guru. Selain itu guru-guru di RA lebih banyak mengenalkan ajaran Islam kepada peserta didik seperti dengan menghapal surat-surat pendek, hadis-hadis, membaca iqra, dan sebagainya.

Untuk sarana dan prasarana di RA Al Makbul, sebenarnya masih jauh dari layak. RA Al Makbul memiliki tiga ruang kelas yaitu satu kelas untuk Kelas A dan dua kelas untuk Kelas B. Kurangnya permainan untuk peserta didik serta sarana-sarana lainnya seperti kamar mandi, ruang kepala sekolah dan ruang kelas yang kurang layak, serta taman bermain yang kurang luas menjadi hambatan dalam proses pembelajaran. Ruang kelas kurang layak karena kurangnya pencahayaan dan tata letak yang kurang baik sehingga ruang kelas menjadi gelap dan lembab. Hal ini tentu saja tidak baik untuk kesehatan peserta didik. Untuk lahan Ra Al Makbul yang digunakan merupakan tanah wakaf kepemilikan Yayasan Al Makbul sehingga tidak ada masalah dengan kepemilikan lahan. Namun di lingkungan sekitar kurang penghijauan sehingga taman terlihat gersang dan tidak nyaman untuk anak bemain.

Untuk siswa, RA Al Makbul memiliki 53 peserta didik yang aktif. Satu kelas maksimal menampung 20 peserta didik. Permasalahan yang terjadi dalam proses pembelajaran adalah karena peserta didik yang masih berumur antara 4-6 tahun yang orientasinya masih bermain sehingga mereka terkadang kurang fokus dalam mengikuti pelajaran dan guru yang mengajar. Kesabaran guru sangat diperlukan untuk membimbing peserta didik sehingga timbul perilaku yang diinginkan oleh peserta didik.

C. Analisis Teori

(23)

Belajar merupakan akibat adanya interaksi antara stimulus dan respon, seseorang dianggap telah belajar sesuatu jika dia dapat menunjukan perubahan perilakunya. Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang berikan guru kepada siswanya, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan pembelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru tersebut, teori ini mengutamakan pengukuran sebab pengukuran merupakan hal penting apakah terjadi atau tidaknya perubahan tingkah laku tersebut. Sesuai dengan teori behavioristik tenaga pengajar pada RA Al Makbul mengajarkan berbagai macam kebiasaan – kebiasaan baik dan pengetahuan dasar. Pada saat mengajarkan doa – doa yang digunakan sehari – hari guru memberikan stimulus dan pembiasaan sehingga hampir semua murid dapat menghafalkan semua doa - doa dan menerapkan kebiasaan baik yang telah diajarkan dengan tingkatan yang bervariasi. Setiap kebiasaan baru yang teratur dilakukan disekolah seperti mencuci tangan dan berdoa sebelum dan sesudah makan merupakan salah satu perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dan dikuatkan dengan pembiasaan yang tertuntun dilakukan. Cara berbicara terhadap guru dan merespon stimulus dari guru merupakan pelatihan yang diharapkan dapat mengembangkan pribadi murid untuk aktif menjawab atau merespon guru.

Pembiasaan dan disiplin menjadi sangat esensial dalam belajar, sehingga pembelajaran lebih banyak dikaitkan dengan penegakan disiplin. Kegagalan dan ketidakmampuan dalam penambahan pengetahuan dikategorikan sebagai kesalahan yang perlu dihukum, dan keberhasilan belajar atau kemampuan dikategorikan sebagai bentuk perilaku yang pantas diberi hadiah. Demikian juga, ketaatan pada aturan dipandang sebagai penentu keberhasilan belajar. peserta didik adalah objek yang harus berperilaku sesuai dengan aturan. Hal ini terlihat pada penerapan kedisiplinan pada RA Al Makbul dijalankan sesuai dengan kharakteristik anak usia dini yang memberikan teguran pada anak yang melanggar peraturan dan menjelaskan konsekuensi – konsekuensi yang dapat mereka terima jika melakukan hal – hal yang tidak baik dan selalu mengarahkan siswa untuk berprilaku positif.

(24)

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil observasi yang kami lakukan di RA Al Makbul Cipinang Besar Utara, implementasi dari teori pembelajaran yang telah ada baik itu dari belajar, pengajaran, dan pembelajaran sudah berjalan dengan cukup baik, yaitu dengan lebih cenderung menggunakan teori behaviorisme dalam pembelajaran. Hal ini dikarenakan usia dari peserta didik yang masih sangat memerlukan bimbingan dan contoh dari orang dewasa yang diulang-ulang sehingga timbul perilaku atau sikap yang diinginkan. Hasil dari proses pembelajarannya pun cukup memuaskan diantaranya adalah peserta didik yang menjadi terbiasa dalam melakukan perilaku yang baik, serta semua lulusannya dapat menghitung dan membaca seperti apa yang diharapkan meskipun masih banyak kekurangan dalam proses pembelajarannya.

4.2 Saran

(25)

DAFTAR PUSTAKA

Siregar, Eveline dan Hartini Nara. 2010. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta.

Djiwando, Sri Esti Wuryanti. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta : PT Grasindo

Syah, Muhibbin. 2003. Psikologi Belajar. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada.

(26)
(27)
(28)

Referensi

Dokumen terkait

Sementara faktor penghambat yakni Humas Kanwil Kemenag Sulsel tidak hanya memfasilitasi unit kerjanya melainkan juga turut memfasilitasi Humas Kemenag

Since the problems are the meanings of compound verbs, how to differentiate the meanings of compound verbs from verbs with the prefixation, and the stress patterns of compound verbs

Dapat juga disebabkan oleh radang ditempat lain yang berdekatan misalnya radang tenggorokan, radang Amandel, radang pada gigi geraham atas, kadang juga disebabkan

outsourcing, menyarankan kepada pemerintah bahwa penetapan upah kaum buruh seharusnya ada campur tangan pemerintah / negara, tugas negara menurut Islam tidak

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil penelitian terdapat pengaruh pendidikan seks terhadap tingkat pengetahuan dan sikap remaja dalam pencegahan seks pranikah

Hal ini dikarenakan materi yang akan diteskan dalam penelitian ini adalah materi yang didasarkan pada silabus mata pelajaran bahasa Prancis pada tahun tersebut

Konsep pembangunan produk pariwisata Toraja Utara utamanya berorientasi pada (i) potensi dan daya tarik wisata yang unik dan khas yang didukung oleh budaya, seni dan

Hasil penelitian menunjukkan perlakuan akuntansi sewa aktiva tetap menggunakan metode sewa operasi dimana pada akhir masa sewa aktiva tetap yang disewakan tetap menjadi