• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Kasus Society Based Governance dal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Studi Kasus Society Based Governance dal"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Pengantar Studi Pemerintahan 2

Oleh

A Naufal Azizi 15/384251/SP/26963

Bellicia Angelica T 15/384259/SP/26971

Ina Masruroh 15/379853/SP/26721

Lathifah A. Putri 15/378692/SP/26646

Luthfian Haekal 15/384269/SP/26981

M. Reno Fandelika 15/384277/SP/26989

Rafika Putri 15/378702/SP/26656

Smita Tanaya 15/384285/SP/26997

Departemen Politik dan Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

(2)

I. Latar Belakang

Berkurangnya legitimasi dari masyarakat kepada pemerintah yang berkuasa diakhir periode Orde Baru (Orba), membuat berbagai kalangan khawatir akan adanya demonstrasi besar-besaran untuk menggulingkan rezim tersebut. Akumulasi kekecewaan masyarakat meledak di tahun ‘98 dan mencapai titik kulminasinya pada 21 Mei–dengan mundurnya presiden Soeharto karena berbagai desakan dari kluster masyarakat. Berakhirnya Orba dan mulainya masa Reformasi di Indonesia menandakan awal mula berseminya demokratisasi dimasyarakat dan pembenahan di berbagai institusi pemerintahan.

Lewat berbagai bantuan donor internasional seperti World Bank dan UNDP (United Nation Depelopment Program), Indonesia mencoba memulihkan kondisi krisis nasional pasca orde baru runtuh. Namun, bantuan dari pendonor tersebut tidak lepas dari syarat yang harus ditaati pemerintah Indonesia guna “melunasi” uang yang dipinjamkan dari mereka dalam jangka waktu yang sudah disepakati. Dari sana, mulailah Indonesia berkenalan dengan konsep good governance yang disokong oleh lembaga pendonor internasional tersebut.

Good Governance sebagai persyaratan utama untuk setiap program bantuan pendonor oleh para praktisi dikonstruksikan sebagai istilah penyelenggaraan pemerintah yang amanah (Bintoro Tjokroaminoto), tata pemerintahan yang baik (UNDP), pengelolaan pemerintahan yang baik dan bertanggung jawab (LAN), dan ada juga yang mengartikan secara sempit sebagai pemerintahan yang bersih (clean government)1.

Namun, secara keseluruhan konsep ini menginisiasi aktor lain dalam pengelolaan urusan publik –dalam hal ini negara yang memiliki power dan kekuasaan yang absah tidak lagi menjadi aktor tunggal dan utama dalam mengelola negara.

Ialah penambahan sektor pasar (market) dan masyarakat sipil (civil society) yang menjadi aktor utama dalam penyelenggara dan pelaksana kebijakan yang turut serta melengkapi peran pemerintah (negara) dalam mengelola urusan publik. Ketidaksanggupan negara dalam mengelola hal itu sendirian menimbulkan berbagai krisis berkelanjutan seperti halnya yang terjadi di Indonesia sebelum masa reformasi

1 Sofan Efendi, “Meembangun GMood GMovernancee: Tugas iita eersama”, diakses dari

(3)

tiba. Selain itu, kebutuhan akan masyarakat yang mandiri dan bebas dari kekangan intrik rezim yang berkuasa juga dibutuhkan Indonesia untuk memperbaiki stabilitas nasional. Oleh karena itu, ide governance menguat dengan berbagai faktor pendorong tersebut.

Oleh karena itulah dalam makalahnya, penulis membatasi poin kajian berupa proses pengelolaan layanan publik yang berbasis komunitas atau sering dikenal sebagai istilah society based governance. Seperti yang kita ketahui bersama, bahwa proses pengelolaan urusan publik tidak hanya selalu bergantung pada mekanisme pasar dan negara saja. Masyarakat sebagai aktor ketiga juga seringkali menyelesaikan masalah-masalah publik melalui mekanismenya sendiri yang berbasis komunitas yang terbangun atas rasa saling percaya dan solidaritas yang tinggi.

Di dalam makalah ini juga, penulis akan memberikan dua contoh studi kasus bagaimana masyarakat Kasepuhan Ciptagelar di Sukabumi dan Masyarakat Suku Baduy Dalam di Banten mengelola urusan publik mereka dengan basis komunitas. Sebelum melangkah lebih jauh, ada baiknya kita bertanya terlebih dahulu: Apa yang dimaksud dengan society based governance?

II. Society Based Governance Pengertian dan Ciri Umum

(4)

Society based governance di dalam pengelolaan urusan publik seringkali diraih melalui fondasi solidaritas dan rasa saling percaya yang kemudian membentuk intimasi sosial dan ikatan kolektif yang sangat kuat. Dasar utama terbentuknya society based governance adalah sukarela dan tanpa paksaan, proses tersebut lahir karena adanya ketersambungan ikatan sosial, baik berdasarkan kesamaan agama, etnis, ras, suku, dan lain-lain yang kemudian membentuk sebuah kesadaran untuk mengelola urusan publik secara bersama.2 Semangat kebersamaan inilah yang sering menjadi faktor pendorong

masyarakat dalam menekan kebijakan pemerintah yang tidak berkeadilan atau lepas dari asas kesejahteraan.

Berbeda dengan mekanisme pasar, mekanisme berbasis komunitas seperti ini lebih mengedepankan semangat kolektifitas dibandingkan solusi-solusi individual yang hanya menguntungkan pribadi dan golongan. Sikap mekanisme ini menekankan self-governing community yang tidak selalu bergantung pada negara sebagai penyedia layanan publik. Karena menurut (Jim dan Frank, 2014: 241) masyarakat (lokal) adalah masyarakat yang paling mengetahui apa yang mereka butuhkan dan masyarakat tersebut seharusnya berswadaya secara mandiri. Di dalam mekanisme ini juga, peran masyarakat turut aktif dilibatkan dalam proses kebijakan dan upaya penyelesaian berbagai masalah publik.

Keunggulan dan Kekurangan Society Based Governance Keunggulan:

1. Terpenuhnya kebutuhan dasar individu, keluarga dan kelompok dalam masyarakat karena masyarakat lah yang lebih tahu dan mampu untuk mengidentifikasi apa saja kekurangan pemerintah dalam memberdayakan masyarakat atau lingkungannya, karena itu masyarakat menciptakan bantuan sesuai kebutuhan dan kondisinya.

2. Adanya hak kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat dan lembaga lembaga swadaya untuk terlibat dalam forum.

3. Dalam membantu menggerakkan transisi menuju demokrasi masyarakat yang pastisipatif sangat diperlukan dalam berjalannya proses yang demokratis tersebut

2 Hanif, Hasruls eodel Tata ielola Pemerintahan eerbasis iomunitass Yogyakarta : eahan Ajar eata

(5)

karena masyarakat yang pastisipatif dapat membuat checks and ballances terhadap negara dan juga dapat menekan kemauan yang diinginkan publik. 4. Tidak adanya diskriminasi dalam berbagai bidang pembangunan. Maksudnya

adalah terdapat proses yang transparan dalam melakukan programnya sehingga sangat terbuka dalam akses berbagai pelayanan sosial.

5. Masyarakat menjadi lebih mandiri

6. Adanya kohesifitas antar kelompok dalam masyarakat serta tumbuhnya sikap saling menghargai perbedaan antar budaya dan kepercayaan.

7. Komitmen jangka panjang dan berkesinambungan 8. Biaya lebih efektif dan efisien.

Kelemahan:

1. Jika terlalu hiperaktif dan melewati batas, maka dapat membebani negara dengan tuntutan yang berbeda-beda dan besar

2. Dalam pendanaannya sangat terbatas

3. Terbatasnya partisipasi atau cara pendekatan dalam satu area maupun masalah 4. Revitalisasi paradigma pembangunan secara spesifik/khusus sehingga hanya

fokus pada satu titik.

(6)

III. Studi Kasus Kasepuhan Ciptagelar

Komunitas adat Kasepuhan Ciptagelar merupakan sebuah komunitas masyarakat adat yang terletak di wilayah Kampung Sukamulya, Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi.Komunitas ini mendiami sebuah desa yang terletak di dalam hutan dengan ketinggian 800-1200 mdpl yang cukup susah untuk diakses sehingga membutuhkan kendaraan khusus untuk mencapainya (Suganda, 2013).

Warga Kasepuhan Ciptagelar masih sangat mempertahankan kepercayaan-kepercayaan dari nenek moyangnya. Hampir seluruh kegiatan kehidupan sehari-hari dilakukan sesuai dengan kepercayaan yang ada di desa tersebut terutama dalam bidang pertanian. Masyarakat Ciptagelar memiliki filosofi bahwa pertanian merupakan sumber kehidupan mereka yang paling utama. Mereka pun menganalogikan padi sebagai nyawa mereka, sehingga merupakan sebuah dosa besar apabila mereka menjual padi yang mereka hasilkan. Kepercayaan tersebut menjadikan desa Ciptagelar selalu memiliki cadangan padi yang bisa mencukupi kebutuhan warga desa selama tiga tahun.

(7)

Hingga saat ini komunitas Kasepuhan Ciptagelar dapat dikatakan mampu memenuhi kebutuhan hidup mereka tanpa harus selalu bergantung pada pemerintah. Dewasa ini, kasepuhan Ciptagelar juga sudah dikembangkan sebagai destinasi wisata di Kabupaten Sukabumi oleh pemerintah setempat. Oleh karena berjalannya pemberdayaan warga kasepuhan dengan baik, komunitas ini dapat melakukan pembangunan yang berkelanjutan di desanya.

Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar memiliki kelembagaan tersendiri dalam menjalankan kehidupannya. Pimpinan tertinggi dalam masyarakat Kasepuhan Ciptagelar adalah Sesepuh yang biasanya disebut “Abah”. Semua perangkat adat dalam struktur kelembagaan adat bertanggungjawab pada Sesepuh atau Abah dimana semua posisi yang didapatkan dalam struktur kelembagaan adalah berdasarkan keturunan, bukan dipilih langsung oleh masyarakat. Meski demkian, secara keseluruhan kegiatan yang dilakukan oleh perangkat adat tetap dipertanggungjawabkan pada masyarakat luas. Setiap posisi dalam perangkat adat memiliki fungsi dan tugas masing-masing, seperti bagian Kenegaraan yang berfungsi sebagai penasehat, pembina dan penggerak masyarakat dimana memiliki tugas untuk membantu Sesepuh dalam urusan dengan pihak pemerintah dan memiliki wewenang untuk membuat pernyataan atau sikap politik. Contoh lainnya adalah Tatanen yang berfungsi sebagai pembantu Sesepuh dengan tugas memimpin dalam urusan pengelolaan sawah dan air serta memiliki wewenang untuk mengontrol pengelolaan dan memberi teguran kepada orang yang mengganggu air dan sumber air (Suganda, 2013).

(8)

dalam perkembangannya, masyarakat kini mulai memanfaatkan hasil kayu dengan pola pemanfaatan dan pelestarian yang berkelanjutan.

Masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar mengutamakan keseimbangan hubungan antara manusia dan alam. Dalam bidang pertanian, masyarakat berpedoman pada “Guru Desa” atau gugusan bintang yang bergerak dari timur ke barat secara beriringan satu tahun sekali. Sementara itu fungsi hutan menurut masyarakat adat Kasepuhan Ciptagelar adalah sumber mata air, penyeimbang iklim, habitat satwa dan konservasi. Dalam menjaga kelestarian hutan, masyarakat menggunakan konsep pengelolaan dengan membagi hutan menjadi tiga jenis, yaitu hutan titipan (50% dari wilayah keseluruhan) atau hutan yang sengaja dilindungi dan dilestarikan untuk kepentingan keseimbangan kehidupan masyarakat, hutan tutupan (20% dari wilayah keseluruhan) atau hutan penyanggah yang tetap memiliki fungsi lindung dimana masyakarat dapat memanfaatkan hasil non-kayu dari hutan ini, serta hutan bukaan atau garapan (30% dari wilayah keseluruhan) dimana masyarakat dapat beraktivitas (bersawah, berladang, membangun rumah, membuat jalan) dalam wilayah hutan ini (Suganda, 2013).

Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar masih memegang erat adat leluhurnya. Terbuki dengan pelaksanaan berbagi upacara adat dan aturan adat yang masih mengikat masyarakat. Pada dasarnya, aturan adat yang dipatuhi dan disepakati oleh masyarakat berguna untuk menjaga keseimbangan antara manusia dan alam. Aturan adat juga sangat dinamis mengikuti perkembangan zaman, jika aturan adat tidak sesuai lagi makan aturan tersebut akan dihentikan. Jika terdapat seseorang yang melanggar peraturan adat, maka masyarkat akan melakukan penegakan hukum adat dan pemberian sanksi dimana hal ini menekankan pada kesadaran individu dalam menjaga keseimbangan alam yang nanti berdampak pada pelaku pelanggaran, keluarga dan masyarakat luas. Hakim penegakan hukum adat adalah lingkungan sosial (sanksi sosial), sementara Sesepuh dan perangkat adat hanya bertindak sebagai saksi.

(9)

kampung, ibu-ibu dan pemuda-pemudi. Pertemuan yang lebih besar dilaksankan saat upacara “Serah Ponggokan” yang membicarkan upacara Saren Tahun, kontribusi setiap keluarga, dan penjadwalan waktu pertemuan atau musyawarah berikutnya. Dalam acara Seren Tahun dilakukan evaluasi secara keseluruhan yang dilakukan secara sarasehan dimana dihadiri oleh tetua kampung, warga, dan pejabat lokal/birokrat sebagai tamu undangan. Acara ini adalah forum diskusi antara pihak masyarakat adat dan pemerintah yang ditujukan untuk membina hubungan harmonis.

Relasi antara pemerintah dan masyarakat Kasepuhan Ciptagelar berjalan dengan baik. Melalui berbagai kegiatan, pemerintah diundang untuk hadir sehingga dapat berdialog secara langsung dengan masyarakat Kasepuhan Ciptagelar. Pemrintah juga memberikan pengakuan serta legitimasi terhadap Kasepuhan Ciptagelar yang dapat dilihat dari berbagai peraturan perundang-undangan, diantaranya UU Kehutanan nomor 41 tahun 1999, pemberian wewenang untuk mengelola hutan adat seluas 2.150 ha dan bantuan pembangunan fasilitas umum seperti puskesmas, gedung sekolah, dan lain-lain (Suganda, 2013). Relasi pemerintah dengan masyarakat Kasepuhan Ciptagelar juga tampak dalam mekanisme penyelesaian konflik dimana konflik diselesaikan dengan dialog bersama antara masyarakat dan pemerintah daerah, pemerintah provinsi, departemen dalam negeri serta departemen kehutanan.

(10)

Studi Kasus II

Masyarakat Suku Baduy Dalam: Urang Kanekes

Urang Kanekes, atau yang lebih dikenal dengan Suku Baduy adalah salah satu suku di Indonesia yang tinggal di daerah Banten yang masih mempertahankan budaya tradisional mereka. Suku Baduy dikenal sebagai suku yang mengisolasi diri dari dunia luar. Suku Baduy sendiri terbagi atas dua, yaitu suku Baduy Dalam dan suku Baduy Luar. Di dalam pembahasan kali ini, penulis mengambil kajian mengenai Masyarakat Suku Baduy Dalam yang dalam hal ini sebagai contoh pengejawantahan dari society based governance.

Suku Baduy Dalam adalah suku Baduy yang benar-benar mengisolasikan dirinya dari dunia luar, apalagi mengenai teknologi. Mereka bahkan tidak boleh difoto menurut adat setempat. Suku Baduy Dalam ditandai dengan memakai pakaian adat dan ikat kepala berwarna putih, tanda mereka masih suci dan hidup di lingkungan suku Baduy Dalam yang tidak mengenal teknologi –bahkan listrik sekalipun. Suku Baduy Dalam bahkan tidak boleh memakai alas kaki, semua ini dijalankan menurut ada istiadat setempat. Sementara itu, suku Baduy Luar lebih terbuka dengan dunia luar. Mereka memakai pakaian adat dan ikat kepala berwarna hitam. Menurut suku Baduy Dalam, suku Baduy Luar bukanlah masyarakat Baduy yang suci lagi. Suku Baduy Luar lebih luwes, dan dapat berinteraksi dengan orang luar. Meskipun orang Baduy, suku Baduy Luar tinggal terpisah dengan suku Baduy Dalam. Suku Baduy Luar sendiri telah mengenal listrik, teknologi, serta hal-hal yang lebih modern lainnya.3

Suku Baduy Dalam merupakan salah satu contoh dari society based governance, mereka memiliki sistem pengelolaan layanan publik mereka sendiri atau yang biasa dikenal dengan istilah self-governance. Hal tersebut dapat di lihat dari mereka melalui adat istiadat lokal yang masih di jaga, dimana mereka melepaskan diri dari dunia luar. Suku Baduy Dalam masih berpegang teguh kepada budaya luhur peninggalan nenek moyang mereka, dan apabila seseorang melanggar hal tersebut akan mendapat sanksi sosial.

3 ihas eantens “Meari eengenal Suku eaduy Dalam dan Luar”, diakses dari

(11)

Dalam tata kelola tersebut, suku Baduy Dalam tidak bergantung dengan pemerintah. Suku Baduy Dalam mampu independen dari pemerintah. Terlihat dari kehidupan mereka sendiri terlepas dari bantuan pemerintah. Seperti tidak menggunakan listrik, tidak mengikuti tata kelola negara, dan lainnya. Walaupun begitu, suku Baduy Dalam mampu mengelola diri mereka sendiri sesuai dengan adat-istiadat yang mereka percayai. Mereka mampu mengelola tanah mereka dan menghidupi diri mereka sendiri terlepas dari pemerintah.

Masyarakat Suku Baduy (Urang Kanekes) memiliki hak ulayat, yaitu kewenangan menurut hukum adat untuk memanfaatkan dan menggunakan wilayah tertentu, dimana para warga diperbolehkan menggambil sumber daya yang ada untuk kelangsungan hidup mereka yang timbul dari hubungan secara batiniah dan tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dengan wilayah yang bersangkutan. Dalam mengelola kehidupan mereka, masyarakat Kanekes sangat berpegang teguh terhadap norma dan nilai adat mereka. Mereka menjunjung tinggi hubungan timbal balik terhadap alam dan kepatuhan mereka merupakan kearifan lokal dalam melestarikan lingkungan hidupnya.

Masyarakat Kanekes berpendapat bahwa mereka terlahir untuk menjaga tanah larangan, maka dari itu, hakekat pengelolaan dan pemeliharaan ataupun kegiatan pertanian (ngahuma) bertujuan untuk pelestarian tanah yang mereka gunakan. Hampir mirip dengan Kasepuhan Ciptagelar, masyarakat Kanekes memiliki tata kelola lahan yang tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Hutan mereka terlindungi secara hukum adat, seperti hutan lindung (leuweung kolot/titipan), dan hutan lindungan kampung (hutan lindungan lembur) yang terletak di sekitar mata air atau gunung yang dikeramatkan. Kedua hutan tersebut tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun.4

Salah satu yang mencolok dari tata kelola Suku Baduy Dalam adalah pelaksana harian pemerintahan adat Kapu’unan. Dimana dalam tata pemerintahan tersebut ada beberapa jabatan yang bertugas untuk mengelola pemerintahan adat di Baduy Dalam, yaitu5 :

4 Senoaji, GMs (2011)s Perilaku easyarakat eaduy Dalam eengelola Hutan, Lahan, dan Lingkungan di

eanten Selatans Jurnal Humaniora Vols 23 Nos 1

(12)

1. Pu’un, sebagai kepala adat dari suku Baduy Dalam, dimana keputusan-keputusan penting mengenai masyarakat dan tata kelola diatur olehnya..

2. Jaro Tangtu, merupakan pelaksana hukum adat dan mengawasi jalannya hukum tersebut.

3. Jaro Dangka dan Jaro Tanggungan, merupakan mereka yang bertugas untuk menjaga dan memelihara tanah titipan leluhur. Karena bagi masyarakat Kanekes, tanah merupakan sumber kehidupan mereka.

4. Jaro Pamerentah, merupakan penghubung antara pemerintah dengan suku Baduy Dalam.

(13)

IV. Kesimpulan

Society based governance bukanlah sebuah gerakan reaksioner yang bertindak secara membabi buta dan hanya menghimpun kepentingan aktor-aktor lapar kekuasaan. Namun, Society based governance merupakan luapan akumulasi emosi karena lembaga negara tak lagi bisa memenuhi kebutuhan masyarakat luas. Dengan berbagai keterbatasan dari negara, Society based governance hadir untuk menjadi “pengganti” negara. Masyarakat dapat menuangkan luapan emosi mereka secara langsung kepadanya.

Society based governance merupakan masyarakat yang mandiri dan produktif, membela hak kolektif, bergerak di bidang penyebaran informasi publik, dan perlindungan atas hak-hak masyarakat. Namun, semua masyarakat sipil belum tentu disebut sebagai society based governance karena intinya dalam pengelolaan layanan publik. Tersebutlah komunitas Kasepuhan Ciptagelar dan urang kanekes, komunitas yang tergolong menjadi society based governance.

Kedua komunitas tersebut mengelola urusan publik melalui fondasi solidaritas, rasa saling percaya, kemudian membentuk intimasi sosial dan ikatan kolektif yang sangat kuat. Mereka menggunakan sistem pengelolaan layanan publik mereka sendiri atau yang biasa dikenal dengan istilah self-governance. Dengan sistem tersebut, mereka “melepaskan diri” dari negara dan memupuk legitimasi bagi komunitas tersebut.

(14)

Daftar Bacaan Buku dan Jurnal

Diamond, L. (1997). Civil Society and the Development of Democracy. Instituto Juan March de Estudios e Investigaciones.

Hanif, Hasrul. Model Tata Kelola Pemerintahan Berbasis Komunitas. Yogyakarta : Bahan Ajar Mata Kuliah Pengantar Studi Pemerintahan, 2014.

Jim, I., & Frank, T. (2014). Community Development: Alternatif Pengembangan Masyarakat di Era Globalisasi. Jakarta: Pustaka Pelajar.

Kasim, A., Huseini, M., Anwar, R., Neo Boon Siong. (2015). Merekonstruksi Indonesia: Sebuah Perjalanan Menuju Dynamic Governance. Jakarta: Buku Kompas

Nurhasim, M., Agus, R., Heru., R. (2014). Model kebijakan yang memihak kelompok/orang miskin berbasis good governace. Jakarta: LIPI press.

Senoaji, G. (2011). Perilaku Masyarakat Baduy Dalam Mengelola Hutan, Lahan, dan Lingkungan di Banten Selatan. Jurnal Humaniora Vol. 23 No. 1

Suganda, K. U. (2013). Komunitas Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar. Retrieved Mei 5, 2016, from Down to Earth:

http://www.downtoearth-indonesia.org/sites/downtoearth-indonesia.org/files/R-3-Kasepuhan.pdf

Film Dokumenter

Watchdoc. (2015, November 29). Kesepuhan Ciptagelar. Retrieved Mei 6, 2016, from Watchdoc: https://www.youtube.com/watch?v=ZV0NkADi2dc

Internet

Sofian Efendi, “Membangun Good Governance: Tugas Kita Bersama”, diakses dari http://www.sofian.staff.ugm.ac.id/artikel/membangun-good-governance.pdf

Riky. “Suku Baduy, Bersinergi dengan Alam Menjaga Aturan Adat” , diakses dari laman http://www.indonesiakaya.com/kanal/detail/suku-baduy-bersinergi-dengan-alam-menjaga-aturan-adat

Khas Banten. “Mari Mengenal Suku Baduy Dalam dan Luar”, diakses dari http://wisatabanten.com/suku-baduy-dalam-dan-luar/

Referensi

Dokumen terkait

tentang tomat yang digunakan sebanyak 180 g dengan kandungan likopen 23 g dapat menurunkan kadar glukosa darah sebesar 1,2 mg/dl pada penderita diabetes selama 3

Soepomo : (a) negara adalah tidak untuk menjamin kepentingan seseorang atau golongan akan tetapi menjamin masyarakat seluruhnya ; (b) negara adalah suatu masyarakat yang

Berdasarkan hasil penelitian ini, peneliti menyarankan agar dapat dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai uji toksikologi dan penentuan dosis air rebusan bawang

(alam dan dari dirinya sendiri , gondok  multinodular cukup umum. 0enurut definisi , nodul tiroid indi*idu hadir dalam goiter multinodular adalah jinak. idak ada

Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara penguasaan konsep fisika siswa dengan penalaran formal tinggi dan siswa dengan penalaran formal rendah yang belajar dengan model

Data kualitatif adalah data yang berupa kalimat, kata, atau gambar. 23 Data yang dimaksud adalah data proses belajar mengajar, penerapan model kooperatif tipe Quick On

Alhamdulillah, penulis syukuri atas kehadirat Allah SWT dengan segala rahmat dan hidayah- Nya skripsi yang berjudul: “ Upaya Memgurangi Kegemaran Menonton Tayangan

Chapter 4 studies the properties of windowed Fourier and wavelet transforms, computed by decomposing the signal over dierent fami- lies of time-frequency atoms.. Other transforms