BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
Salah satu untuk meningkatkan derajat kesehatan adalah dengan mengkonsumsi
makanan/minuman yang memiliki gizi seimbang dan bebas dari cemaran mikroba.
Keamanan produk terutama pada makanan dan minuman merupakan suatu tuntutan yang
telah dikemukakan sejak munculnya gangguan kesehatan manusia akibat adanya
mikroorganisme. Produk yang tercemar mikroorganisme tersebut dapat memproduksi racun
yang dapat menyebabkan timbulnya suatu penyakit (Pratiwi, 2008).
Sumber kontaminasi makanan yang paling utama berasal dari peralatan, penjamah
makanan, sampah, mikroorganisme, serangga, tikus, dan faktor lingkungan seperti udara
dan air. Dari seluruh sumber kontaminan tersebut penjamah makanan adalah paling besar
pengaruh kontaminasinya. Kesehatan dan kebersihan pengolahan makanan mempunyai
pengaruh besar pada mutu produk yang dihasilkannya, sehingga perlu mendapat perhatian
yang sungguh-sungguh (Purnawijayanti, 2005).
Pada tahun 1993, WHO melaporkan bahwa sekitar 70% kasus diare yang terjadi di
negara berkembang disebabkan oleh makanan yang telah tercemar. Pencemaran ini
sebagian besar dari industri boga dan rumah makan. Berdasarkan hasil survei di Amerika
Serikat, 20% kasus terjadi di rumah makan dan 3% ditemukan di industri pangan.
Sementara di Eropa, sumber kontaminasi terbesar justru berasal dari rumah (46%),
restoran/hotel (15%), jamuan makan (8%), fasilitas kesehatan dan kantin (masing-masing
Centers for Desease Control and Prevention (CDC), sebuah lembaga pengawasan
penyakit menular di Amerika Serikat, pada tahun 1994 melaporkan 14 faktor yang dapat
menyebabkan keracunan makanan. Faktor-faktor tersebut adalah pendinginan yang tidak
adekuat (63%), makanan terlampau cepat disajikan (29%), kondisi tempat mempertahankan
panas yang tidak baik (27%), higiene yang buruk pada pengonsumsi makanan atau telah
terinfeksi (26%), pemanasan ulang yang tidak adekuat (25%), alat pembersih yang tidak
baik (9%), mengonsumsi makanan yang sudah basi (7%), kontaminasi silang (6%),
memasak atau memanaskan makanan secara tidak adekuat (5%), wajan berlapis bahan
kimia berbahaya (4%), bahan mentah tercemar (2%), penggunaan zat adiktif secara
berlebihan (2%), tidak sengaja menggunakan zat adiktif kimia (1%) dan dari sumber bahan
makanan yang memang tidak aman (1%), (Arisman, 2008).
Salah satu wabah terbesar Escherichia coli , terjadi di Wishaw di Skotlandia pada
tahun 1996 yang disebabkan oleh daging yang terkontaminasi. Sekitar 200 orang jatuh
sakit, dua puluh di antaranya meninggal dunia. Wabah Escherichia coli utamanya terjadi di
Jerman meski telah menjangkiti warga di 10 negara Eropa. Di Jerman tercatat 1.064 kasus
diarea berdarah dan 470 kasus yang berpotensi menimbulkan komplikasi di darah dan
ginjal(WHO, 2011)
Statistik mengenai penyakit bawaan makanan di negara-negara industri maju
menunjukkan 60% dari kasus keracunan makanan disebabkan oleh penanganan makanan
yang tidak baik dan kontaminasi pada hidangan makanan di tempat penjamahan makanan.
keadaannya sama atau bahkan lebih parah(Direktorat Penyehatan Lingkungan Departemen
Kesehatan RI, 2006).
Kasus keracunan makanan selama tahun 2003−2005 yang diberitakan oleh berbagai
media massa, dapat memberikan gambaran tentang kondisi keamanan pangan di Indonesia.
Dari 18 kasus keracunan makanan yang terjadi pada tahun 2003, 83,30% disebabkan oleh
bakteri patogen, dan pada tahun 2004 dan 2005 masing-masing 60% dari 41 kasus dan
72,20% dari 53 kasus. Diketahui pada tahun 2008 Badan POM telah mencatat 197 kasus
keracunan pangan di seluruh Indonesia dengan 9022 penderita, yang meliputi 8943 orang
sakit /dirawat dan 79 yang meninggal dunia. Ditinjau dari kejadian KLB keracunan pangan
disimpulkan bahwa 85 (43,15%) kasus belum diketahui penyebabnya, 54 (27,41%) kasus
karena mikrobiologi, 37 (18,78%) kasus karena bahan kimia dan 21 (10,66%) kasus tidak
ada sampel.
Kontaminasi Escherichia coli pada industri makanan 21,3% di kota Jakarta, yaitu
kontaminasi Escherichia coli pada pedagang kakilima 22,4%, rumah makan 26,3%, dan
jasaboga 11,8%, 2. Dari informasi tersebut ternyata kontaminasi makanan yang disajikan
kepada para konsumen masih cukup tinggi dan berbeda menurut jenis Tempat Pengolahan
Makanan (TPM). Masyarakat yang mengkonsumsi makanan terkontaminasi dapat
mendatangkan risiko penyakit bawaan makanan yaitu penyakit gangguan pencernaan dan
kejadian luar biasa (KLB) keracunan makanan dengan gejala mual/muntah, pusing, dan
diare. Dilaporkan KLB diare tahun 1995 sebanyak 116.075 kasus dan keracunan makanan
Penjamah makanan yang menangani bahan makanan sering menyebabkan
kontaminasi mikrobiologis. Mikroorganisme yang hidup di dalam maupun pada tubuh
manusia dapat menyebabkan penyakit yang ditularkan melalui makanan, terdapat pada
kulit, hidung, dan mulut atau dalam saluran pencernaan, rambut, kuku, dan tangan.
Untuk menghindari tercemarnya makanan dilakukan pengelolaan makanan yang
higiene dan sanitasi mulai dari pemilihan bahan baku makanan sampai penyajian makanan.
Untuk itu diusahakan agar bakteri tidak mencemari dan berkembang biak pada makanan
dengan jalan meningkatkan higiene dan sanitasi lingkungan, alat-alat, bahan ataupun
sanitasi dalam proses pengolahan untuk mengahasilkan produk makanan yan
baik.(Nurwantoro, 1997).
Bakteri merupakan salah satu zat pencemar yang potensial dalam kerusakan
makanan dan minuman. Pada suhu dan lingkungan yang cocok, satu bakteri akan
berkembang biak lebih dari 500.000 sel dalama 7 jam dan dalam 9 jam telah berkembang
menjadi 2.000.000 (dua juta) sel, serta dalam 12 jam menjadi 1.000.000.000 (satu milyar)
sel. Kemungkinan menjadi penyebab penyakit besar sekali. Makanan yang masih dijamin
aman untuk dikonsumsi paling lama dalam waktu 6 jam, karena setelah itu kondisi
makanan sudah tercemar berat(Supardi, 2003).
Keberadaan bakteri Escherichia coli dalam makanan menjadi indikasi terjadiny
kontaminasi tinja manusia. Adanya Escherichia coli menunjukkan suatu tanda adanya
sanitasi yang buruk terhadap makanan, dan jika masuk ke dalam tubuh manusia dapat
menyebabkan gejala seperti kolera, disentri, diare dan berbagai penyakit saluran cerna
Berdasarkan hasil pemeriksaan Escherichia coli pada produk es krim di Kecamatan
Medan Petisah terdapat 3 sampel dari 8 sampel mengandung bakteri Escherichia coli yang
berkisar antar 2-12 koli tinja per 100 ml sampel. Kontaminasi bakteri terjadi karena pada
saat pengolahan es krim pedagang tidak melakukan pemasakan bahan secara mendidih
melainkan hanya mencampur bahan dengan air hangat saja. Air yang digunakan untuk
mencampur bahan dimasakna pun tidak sampai mendidih lalu didinginkan dan kemudian
dicampurkan dengan bahan-bahan es krim(Ika Purnamasari, 2009).
Pada tahun 2009, diperiksa Escherichia coli pada susu keledai di kota Medan. Dari
10 sampel yang diperiksa, terdapat 6 sampel yang memenuhi syarat kesehatan yaitu 0
bakteri Escherichia coli per 100 ml sampel dan 4 sampel mengandung bakteri. Tidak
memenuhi syarat kesehatan karena tidak memenuhi prinsip higiene sanitasi terutama pada
pengolahan minuman, dimana produk susu keledai dimasak tidak sampai mendidih dan
pada tahap penyajian tidak menggunakan wadah yang bersih serta peralatan dan tempat
pengolahan minuman tidak higiene(Efvi Sirait,2009).
Cemaran mikroba Escherichia coli tersebut dapat terjadi pada semua produk
makanan jajanan seperti mie gomak. Mie gomak adalah sejenis makanan jajanan berbahan
dasar mie lidi khas kota Sidikalang. Mie gomak merupakan salah satu makanan yang
banyak dijual dan banyak diminati masayarakat di kecamatan Sidikalang khususnya
masyarakat yang berjualan di pasar Sidikalang. Lokasi penjamahan berada di dekat tempat
sampah dan pinggir jalan raya.
Oleh karena itu penjual mie gomak seharusnya memelihara higiene perorangannya
Sanitasi Makanan Jajanan dan dalam pemilihan bahan sampai penyajian mie gomak
seharusnya memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan Permenkes No.
1096/MENKES/PER/VI/2011 tentang Persyaratan Higiene Sanitasi Jasaboga. dan Surat
Keputusan Dirjen POM Nomor 03726/B/SK/VII/89 tentang batas maksimum cemaran
mikroba dalam makanan.
Berdasarkan hal diatas maka penulis ingin mengetahui higiene sanitasi dan
pemeriksaan kandungan Escherichia coli dalam mie gomak yang dijual di pasar Sidikalang.
1.2. Perumusan Masalah
Mie gomak banyak dikonsumsi dan mempunyai resiko terkontaminasi bakteri, maka
perlu dilakukan penelitian tentang higiene sanitasi dan pemeriksaan kandungan Escherichia
coli yang dijual di pasar Sidikalang tahun 2012.
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui higiene sanitasi dan pemeriksaan kandungan Escherichia coli
dalam mie gomak yang dijual di pasar Sidikalang.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui karakteristik (tingkat pendidikan, usia, jenis kelamin, lama
berjualan) penjual mie gomak
2. Untuk mengetahui higiene perorangan penjual mie gomak
3. Untuk mengetahui pemilihan bahan baku mie gomak
4. Untuk mengetahui penyimpanan bahan baku mie gomak
6. Untuk mengetahui pengangkutan makanan masak mie gomak
7. Untuk mengetahui penyimpanan makanan masak mie gomak
8. Untuk mengetahui penyajian makanan masak mie gomak
9. Untuk mengetahui ada tidaknya bakteri Escherichia coli pada mie gomak yang
dijual
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan pertimbangan bagi konsumen dalam mengkonsumsi mie gomak.
2. Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Sidikalang khususnya bagian
Kesehatan Lingkungan dalam hal program pengawasan dan pembinaan kepada
pedagang makanan jajanan.