BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aspirin atau asam asetilsalisilat (asetosal) adalah suatu jenis obat dari keluarga salisilat yang sering digunakan sebagai analgesik (terhadap rasa sakit atau nyeri minor), antipiretik (terhadap demam), dan anti-inflamasi.
Parasetamol merupakan metabolit henasen dengan efek antipiretik yang ditimbulkan oleh gugus aminobenzena dengan efek analgetik parasetamol menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang.
Penting bagi seorang farmasis untuk mengetahui kadar pada suatu produk atau sediaan yang tersebar dipasaran dan sering digunakan oleh masyrakat umum. Karena kadar suatu sediaan sangat mempengaruhi efek terapeutik bagi suatu penyakit.
Kadar yang diperoleh dari suatu praktikum harus sesuai dengan kadar yang terterah pada sediaan, jika tidak sesuai maka terjadi factor kesalahan yang terjadi selama praktikum dilakukan.
1.2 Maksud praktikum
Adapun maksud dari percobaan ini adalah untuk memahami dan mengetaui cara mengedentifikasi suatu campuran asetosal dan parasetamol dalam sedian tablet.
1.3 Tujuan Praktikum
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Umum
Analisa volumetri merupakan salah satu metode dari analisa kuantitatif yang bertujuan untuk menentukan banyaknya suatu zat dalam volum terentu.Analisa kuantitatif merupakan suatu upaya untuk menguraikan atau memisahkan suatu kesatuan bahan menjadi komponen-komponen pembentukan sehingga data yang diperoleh ditinjau lebih lanjut (Haryadi, 2000 : 56).
Ada pemberian asam asetil salisilat bersama-sama dengan anti koagulan dan glukokortiroid, bahaya perdarahan pada saluran cerna dipertinggi.Selanjutnya asam asetil salisilat menaikkan kerja hipoglikemik, golongan sulfonylurea dan toksisitas metotreksat.Di samping itu senyawa ini mengurangi kerja diuretic dari diuretika jerat henle akibat penghambatan sintesis prostaglandin, serta mengurangi efek urikosurika karena persaingan terhadap pembawa asam pada alat tubuli ginjal.Walaupun asam salisilat memiliki banyak kegunaan, namun ada efek samping yang tidak disukai yaitu menyebabkan iritasi pada lambung.Penelitian dilakukan untuk menetralisir keasaman asam salisilat dengan natrium, dan dengan mengkombinasikan natrium salisilat dan asetil klorida, namun usaha ini masih belum berhasil.Baru pada tahun 1899, ilmuwan yang bekerja pada Bayer, Felix Hoffman berhasil menemukan asam asetilsalisilat yang lebih ramah ke lambung. Kemudian produk ini diberi nama aspirin, a- dari gugus asetil, -spir- dari nama bunga spiraea dan –in merupakan akhiran untuk obat pada waktu itu (Tjay, 2002 : 231).
serangan jantung. Aspirin adalah asam organik lemah yang unik diantara obat-obat AINS dalam asetilasi (dan juga inaktivasi) siklo-oksigenase irreversible. Aspirin cepat dideasetilasi oleh esterase dalam tubuh, menghasilkan salisilat yang mempunyai efek inflamasi, antipiretik dan atau analgesik. Efek antipiretik dan anti-inflamasi salisilat terjadi karena penghambatan sintesis prostaglandin di pusat pengaturan panas dalam hipotalmus dan perifer di daerah target (Mycek, 2002 : 301).
Asetaminofen (parasetamol) sebagai analgesik, digunakan luas pada penderita sakit gigi dan sakit kepala.Efek penggunaan parasetamol mulai dapat dirasakan setelah 30 menit konsumsi obat dan kerjanya berlangsung selama ±3 jam.Asetaminofen dapat berkonjugasi dengan asam glukuronat atau sulfat dalam kelompok hidroksil fenolik, yang kemudian terjadi penghilangan konjugatnya di dalam lambung. Pada dosis kecil, sebagian konjugat dioksidasi menjadi N-asetil-benzoquinonimine .Konsumsi dosis yang tinggi (sekitar 10 g) dapat menyebabkan kerusakan pada hati. Kerusakan pada hati dapat dihindari dengan pemberian N-asetilsitein yana diberikan secara intravena. Konsumsi asetaminofen yang rutin dapat menyebabkan gangguan fungsi ginjal (Lullman, 2005 : 276).
Dilihat dari strukturnya, parasetamol mempunyai gugus kromofor dan ausokrom, yang dapat menyerap radiasi, sehingga dapat dilakukan dengan metode spektrofotometri, tetapi kendala yang sering dijumpai adalah terjadinya tumpang tindih spektra (overlapping) karena keduanya memiliki serapan maksimum pada panjang gelombang yang berdekatan sehingga diperlukan proses pemisahan terlebih dahulu (Wulandari, 2006 : 158).
Volumetri merupakan suatu metode analisa kuantitatif yang dilakukan dengan cara mengukur volume larutan yang konsentrasinya telah diketahui dengan teliti, lalu mereaksikannya telah diketahui dengan larutan yang akan ditentukan konsentrsainya. Analisa volumetri merupakan salah satu metode dari analisa kuantitatif yang bertujuan untuk menentukan banyaknya suatu zat dalam volum terentu. Analisa kuantitatif merupakan suatu upaya untuk menguraikan atau memisahkan suatu kesatuan bahan menjadi komponen-komponen pembentukan sehingga data yang diperoleh ditinjau lebih lanjut (Harjanti, 2008 : 98).
Analisis Kuantitatif adalah Pemisahan suatu senyawa kimia menjadi bagian bagian terkecilnya ataupun yang kurang lebih demikian; penetapan unsur-unsurnyamaupun zat-zat asing yang mungkin dikandungnya.Definisi ini mengikhtisarkan lingkup kimia analisis dalam istilah yang sangat luas.Kimia analisis berhubungan dengan teori dan praktek dari metode-metode yang dipakai untuk menetapkan komposisi bahan. Dalam mengembangkan metode-metode analisisnya, seorang kimiawan analisis dibebaskan untuk mencomot prinsip-prinsip dari bidang ilmu lain (Underwood, 2002 : 89).
dengan larutan yang akan ditentukan konsentrsainya (Irfan, 2000 : 10).
2.2Uraian Bahan
1. Air suling (Ditjen POM,1995)
Nama resmi : AQUA DESTILLATA Sinonim : Air suling/ Aquadest
RM/BM : H2O/18,02
Rumus Struktur : H – O – H
Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat Kegunaan : Sebagai pelarut
2. Asam sulfat (Ditjen POM, 1979)
Nama resmi : ACIDUM SULFURICUM
Nama lain : Asam Sulfat
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Khasiat : Pemberi suasana asam
3. Besi (III) Klorida (Ditjen POM, 1979)
Nama resmi : FERII CHLORIDUM Nama lain : Besi (III) klorida
Rumus Struktur :
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur, hitam kehijauan, bebas warna jingga dari garam nitrat yang telah terpengaruhi oleh kelembaban. Kelarutan : Larut dalam air, larutan beropalesensi
berwarna jingga. Kegunaan : Sebagai pereaksi
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat 4. HCl (Ditjen POM, 1979)
Nama resmi : ACIDUM HIDROCHIORIDUM
Nama lain : Asam Clorida, Asam Garam Rumus kimia : HCl/ 36,5
Rumus Struktur : H-Cl
Pemerian : cairan tidak berwarna, berasap dan bau merangsang jika diencerkan dua bagian air asap dan bau hilang.
Penyimpanan : dalam wadah tertutup Kegunaan : sebagai zat tambahan. 5. Indikator merah Fenol (Ditjen POM, 1979)
Nama Resmi : FENOL SULFONFTALEIN
Nama Lain : Merah Fenol
Kelarutan : Larut dalam air, mudah larut dalam kloroform eter.
Pemerian : Serbuk hablur bermacam-macam warna merah tua sampai merah.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat Kegunaan : Sebagai Indikator
6. NaOH (Ditjen POM, 1979)
Nama Resmi : NATRII HYDROXYUM
Nama lain : Natrium hidroksida
RM/BM : NaOH/40,00
Rumus Struktur : Na – O – H
Pemerian : Bentuk batang,butiran,massa hablur atau kaping, kering, keras, rapuh, putih, mudah meleleh basah. Sangat alkalis dan korosif. Segera menyerap karbondioksida.
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol (95%) P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Zat tambahan
7. Parasetamol (Ditjen POM, 1979)
Nama Resmi : ACETAMINOPHENUM
Nama Lain : Asetamiofen/Parasetamol
Rumus Molekul : C8H9NO2 Rumus Struktur :
Pemerian : Hablur atau serbuk hablur putih; rasa pahit Kelarutan : Larut dalam 70 bagian air, dalam 7
bagian etanol (95%) P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan dalam 9 bagian propilenglikol P; larut dalam larutan alkali hidroksida.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya
Kegunaan : Analgetikum; antipiretikum 2.3 Prosedur Kerja (Anonim, 2017)
A. Identifikasi Parasetamol
Reaksi dengan besi (III) klorida 10% terbentuk biru ungu mudaSejumlah sampel setara dengan 50 mg zat dilarutkan dalam HCl 3 N, dimasak selama 5 menit. Selanjutnya larutan dibagi dua dan diperlakukan sebagai berikut berikut:Reaksi diazo : ke dalam satu bagian larutan ditambahkan 2 tetes pereaksi diazo I, disaring, dan filtrat dituang kedalam 2 mL pereaksi diazo II, timbul warna jingga-merah.Satu bagian lain dari larutan diatas diencerkan dengan 5,0 mL aquades. Sesudah larutan menjadi dingin tidak boleh diendap. Selanjutnya ditambahkan beberapa tetes larutan 0,1 N kalium dikromat; lambat laun timbul warna ungu yang tidak boleh berubah menjadi merah (membedakan parasetamol dan fenasetin). Paracetamol mereduksi pereaksi Tollens. Zat ditambahkan pereaksi HNO3 encer terbentuk warna jingga. Zat ditambahkan HCl pekat, ditambahkan K2Cr2O7 terbentuk warna violet. Zat ditambahkan aseton, lalu ditetesi air terbentuk kristal, dapat diamati dengan mikroskop.
Didihkan 500 mg serbuk tablet dengan 10 mL larutan NaOH P selama 2 sampai 3 menit, dinginkan, tambahkan asam sulfat encer P hingga berlebih, terbentuk endapan hablur dan bau cuka. Pada endapan tambahkan larutan FeCl3 P, terbentuk violet tua. Jika pada (1) bila ditambahkan asam warna violet akan hilang. Serbuk sampel ditambahkan 2 mL etanol dan 2 mL asam sulfat pekat, lakukan pemanasan, tercium bau etilasetat. Dengan pereaksi Frohde membentuk warna biru-ungu. Larutan zat ditambahkan Zwikker B, terbentuk biru muda. Zat ditambahkan HCl encer (atau H2SO4 P) + NaoH, lalu diamati dengan mikroskop.
C. Penetapan Kadar Parasetamol secara Nitrimetri
Timbang seksama jumlah tertentu serbuk tablet yang setara dengan kurang lebih 500 mg parasetamol. Refluks selama 1 jam dengan 30 mL asam sulfat 10% (b/b). Larutan dipindahkan dengan bantuan beberapa mL air kedalam labu titrasi atau Erlenmeyer, lalu ditambahkan 10 mL HCl pekat. Suhu larutan diatur 15o C, lalu ditambahkan indikator dalam berupa campuran tropeolin OO dan metilen biru. Titrasi larutan dengan larutan baku NaNO2 0,1 N yang ditambahlan tetes demi tetes sambil dilakukan pengocokan terus-menerus. Pada titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari ungu menjadi biru sampai hijau. Setiap mL NaNO2 0,1 N setara dengan 15,116 mg C8H9NO2
D. Penetapan Kadar Asetosal secara Asidi-Alkalimetri
Dinginkan cepat-cepat sampai suhu kamar, tambahkan indikator PP erlenmeyer, gelas ukur, gelas beker, labu takar, kertas saring, pipet volume, puyer bintang toedjoe, pipet tetes, penangas air atau water beath, timbangan analitik, spektrofotometer, kuvet dan statif.
3.2 Bahan Praktikum
1. Reaksi dengan besi (III) klorida 10% terbentuk biru ungu muda 2. Paracetamol mereduksi pereaksi Tollens
3. Zat ditambahkan pereaksi HNO3 encer terbentuk warna jingga 4. Zat ditambahkan HCl pekat, ditambahkan K2Cr2O7 terbentuk
warna violet. B. Identifikasi Asetosal
cuka. Pada endapan tambahkan larutan FeCl3 P, terbentuk violet tua.
2. Jika pada (1) bila ditambahkan asam warna violet akan hilang 3. Serbuk sampel ditambahkan 2 mL etanol dan 2 mL asam sulfat
pekat, lakukan pemanasan, tercium bau etilasetat.
C. Penetapan Kadar Parasetamol secara Nitrimetri
1. Ditiimbang seksama jumlah tertentu serbuk tablet yang setara dengan kurang lebih 500 mg parasetamol. Refluks selama 1 jam dengan 30 mL asam sulfat 10% (b/b)
2. Larutan dipindahkan dengan bantuan beberapa mL air kedalam labu titrasi atau Erlenmeyer, lalu ditambahkan 10 mL HCl pekat 3. Suhu larutan diatur 15o C, lalu ditambahkan indikator dalam
berupa campuran tropeolin OO dan metilen biru
4. Dititrasi larutan dengan larutan baku NaNO2 0,1 N yang ditambahlan tetes demi tetes sambil dilakukan pengocokan terus-menerus
5. Pada titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari ungu menjadi biru sampai hijau
0,6025 g = 0,4BSg x 0,96399 g
BS = 0,2500257 g
Kadar Parasetamol = (N . V)Natrium Nitrit x Berat Setara PCTBS x Fk x 100%
= 0,089250,0035x7,5xx15,1160,1 x 100%
= 25,003510,089 x 100%
= 40,350%
Penetapan kadar Asetosal
Kadar Asetosal = V(NaOH)−V(H2SO4)x NH2SO4xBST asetosal
BS x Fk
x100%
= (16+7,5)−10,3x0,151x18,02
250 x 100%
= 35,917250 x 100%
= 14,3668%
4.2 Pembahasan
Aspirin atau asam asetilsalisilat (asetosal) adalah suatu jenis obat dari keluarga salisilat yang sering digunakan sebagai analgesik (terhadap rasa sakit atau nyeri minor), antipiretik (terhadap demam), dan anti-inflamasi.
Percobaan ini yang pertama yaitu adalah identifikasi parasetamol dengan pada tabung (1) menggunakan pereaksi FeCl3 positif, ditandai dengan adanya warna biru ungu muda. Lalu pada tabung (2) pereaksi HCl ditambahkan aquadest dan kalium bikromat menghasilkan warna hijau hasilnya negatif, pada tabung (3) pereaksi tollens menghasilkan warna kecoklatan dan terakhir pada tabung (4) pereaski asam nitrat encer tidak menghasilkan warna jingga hasilnya negatif.
Percobaan yang kedua adalah identifikasi asetosal diberikan pereaksi pada tabung (1) natrium hidroksida ditambah asam sulfat ditambah FeCl3 menghasilkan wara ungu, pada tabung ke (2) endapan sampel ditambah asam sulfat warna violet perlahan hilang, pada tabung ke dan pada tabung ke (3) etanol ditambahakan asam sulfat pekat memberikan bau etil asetat yang khas.
Percobaan ketiga adalah penetapan kadar parasetamol digunakan sampel obat Puyer bintang toedjoe, didapatkan persen kadar paracetamol 40,350% dimana kadar PCT menurut FI III adalah tidak kurang dari 98,0 %.
Pada percobaan keempat penetapan kadar dari asetosal dengan menggunakan sampel puyer bintang toedjoe didapatkan persen kadar 14,3668 % tidak sesuai dengan literatur yang menyatakan kadar asetosal menurut FI III ialah tidak kurang dari 99,5 %.
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dari hasil praktikum yang telah dilakukan diperoleh persen kadar parasetamol sebesar 40,350% dimana menurut Farmakope Indonesia kadar parasetamol adalah tidak kurang dari 98,0 %. dan kadar asetosal 14,3668% dimana menurut Farmakope Indonesia kadar asetosal adalah tidak kurang dari 99,5 %.
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2017, Penuntun Analisis Farmasi, Makassar, UMI.
Ditjen POM, 1979, Farmakope Indonesia Edisi Ketiga, Jakarta, Departemen Kesehatan RI.
Ditjen POM, 1995, Farmakope IndonesiaEdisi Keempat, Jakarta, Departemen Kesehatan RI.
Harjanti, R.S., “Pemungutan Kurkumin dari Kunyit (Curcuma domestica val.) dan Pemakaiannya Sebagai Indikator Analisis Volumetri, Jurnal Rekayasa Proses”, Vol. 2, No. 2, Yogyakarta.
Haryadi, W., 1990, Ilmu Kimia Analitik Dasar, Gramedia, Jakarta.
Irfan, Anshory., 2000, Ilmu Kimia. Erlangga, Jakarta.
Lullman, Heinz., 2005. Color Atlas of Pharmacology 2nd edition, revised
and expanded, New York, Thieme.
Mycek Mary J., 2000, Farmakologi Ulasan Bergambar, Widya Medika, Jakarta.
Tjay Tan Hoan., 2002, Obat – Obat Penting, PT.Elex Media Komputindo, Jakarta.
Underwood, A.L., 2002. Analisa Kimia Kuantitatif. Erlangga, Jakarta.
LAMPIRAN
Penetapan kadar paracetamol Berat rata-rata = 9,3640 gr
10 tab = 0,9364
BYD Paracetamol = 500 mg x 0,9364 450 mg
= 1,8726 gr
% kadar =0,0907 x 37,5 x 0,4364 x 100 % 1170,5 mg
= 0,2721 %
Penetapan kadar Asetosal
BYD Paracetamol = 500 mg x 0,9364 gr 200 mg
= 1,8726 gr
% kadar = 27 mL – 5 mL x 0,1 N x 18,02 mg x 100 % 1872 mg
SKEMA KERJA A. Identifikasi Paracetamol
Direaksikan dengan besi (III) klorida 10% terbentuk biru ungu muda.
Paracetamol mereduksi pereaksi tollens.
Zat ditambahkan pereaksi HNO3 encer terbentuk warna jingga.
Zat ditambahkan HCl pekat, ditambahkan K2Cr2O7 terbentuk warna violet.
B. Identifikasi asetosal
Dididihkan 500 mg serbuk tablet dengan 10 mL larutan NaOH P selamat 2 sampai 3 menit, dinginkan, tambahkan asam sulfat encer
P hingga berlebih, terbentuk endapan hablur dan bau cuka. Pada endapan tambahkan larutan FeCl3 terbentuk warna violet tua.
Jika pada (1) bila ditambahkan asam warna violet akan hilang.
Serbuk sampel ditambahkan 2 mL etanol dan 2 mL asam sulfat perkat lakukan pemanasan tercium bau etilasetat.
C. Penetapan kadar paracetamol secara nitrimetri
Ditimbang sejumlah tertentu serbuk sediaan tablet yang setara dengan 500 mg paracetamol. Refluks selama 1 jam dengan 30 mL asam sulfat
10% (b/b).
Suhu larutan diatur 15ºC lalu ditambahkan indikator dalam berupa campuran tropeolin OO dan metilen biru.
Titrasi larutan dengan larutan baku NaNO2 0,1 N yang ditambahkan tetes demi tetes sambil dilakukan pengocokan terus menerus sampai