BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tumbuhan Bawang Merah
2.1.1 Morfologi Bawang Merah (Allium cepa L.)
Bawang merah (lihat lampiran B) merupakan tanaman semusim yang berbentuk
rumput, berbatang pendek dan berakar serabut, tinggi dapat mencapai 15-20 cm dan
membentuk rumpun. Akarnya berbentuk akar serabut yang tidak panjang. Bentuk daun
tanaman bawang merah seperti pipa, yakni bulat kecil memanjang antara 50-70 cm,
berlubang, bagian ujungnya meruncing, berwarna hijau muda sampai hijau tua dan
letak daun melekat pada tangkai yang ukurannya relatif pendek. Pangkal daunnya dapat
berubah fungsi seperti menjadi umbi lapis (Hapsoh dan Yaya Hasanah, 2011).
2.1.2 Sistematika Bawang Merah (Allium cepa L.)
Sistematika tumbuhan bawang merah adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Class : Dicotyledoneae
Ordo : Liliales
Family : Liliaceae
Genus : Allium
Spesies : Allium cepa L.
Tanaman ini ditanam secara besar-besaran di pegunungan Tengger, Padang dan
dataran tinggi Karo, terutama antara 1800 – 2200 m di atas permukaan laut. Bibitnya
ditebarkan dalam larikan, satu sama lain berjarak 20 cm dan kemudian dijarangkan
hingga kira-kira 15 cm. Selama pertumbuhannya haruslah disiangi dengan teratur dan
tanahnya digemburkan ( Heyne, 1981 ).
2.1.3 Manfaat Bawang Merah (Allium cepa L.)
Kulit tumbuhan bawang merah banyak digunakan sebagai obat untuk
penyakit-penyakit seperti batuk, haid tidak teratur, kencing manis, demam pada anak-anak (obat
luar) dan perut kembung pada anak-anak (obat luar) (Hapsoh dan Yaya Hasanah,
2011).
2.2 Senyawa Flavonoida
Senyawa flavonoida adalah senyawa-senyawa polifenol yang mempunyai 15 atom
karbon, terdiri dari dua cincin benzena yang dihubungkan menjadi satu oleh rantai
linear yang terdiri dari tiga atom karbon. Kerangka ini dapat ditullis sebagai C6-C3-C6.
Jadi senyawa flavonoida adalah senyawa 1,3 diarilpropana, senyawa isoflavonoida
adalah senyawa 1,2 biarilpropana, sedang senyawa-senyawa neoflavonoida adalah
senyawa 1,1 diarilpropana.
Istilah flavonoida dikenakan pada suatu golongan besar senyawa yang yang berasal
dari kelompok senyawa yang paling umum yaitu flavon. Suatu jembatan oksigen
terdapat diantara cincin A dalam kedudukan orto dan atom karbon benzil yang terletak
di sebelah cincin B membentuk cincin baari tipe 4-piron. Senyawa heterosiklik ini pada
tingkat oksidasi yang berbeda terdapat dalam kebanyakan tumbuhan. Flavon adalah
bentuk yang mempunyai cincin C dengan tingkat
oksidasi yang paling rendah dan dianggap sebagai struktur induk dalam nomenklatur
Menurut perkiraan, kira-kira 2% dari seluruh karbon yang difotosintesis oleh
tumbuhan diubah menjadi flavonoida atau senyawa yang berkaitan erat dengannya.
Flavonoida terdapat dalam semua tumbuhan hijau. Flavonoida terdapat pada semua
bagian tumbuhan termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, nektar, bunga, buah dan
biji.
Semua varian flavonoida saling berkaitan karena alur biosintesis yang sama, yang
memasukkan prazat dari alur sikimat dan asetat malonat. Flavonoida pertama
dihasilkan segera setelah kedua alur tersebut bertemu. Flavonoida yang dianggap
pertama kali terbentuk pada biosintesis adalah khalkkon dan semua bentuk lain
diturunkan darinya melalui berbagai alur (Markham, 1988).
Dalam tubuh manusia, flavonoida berfungsi sebagai antioksidan sehingga sangat
baik untuk pencegahan kanker. Manfaat lain lain flavonoida adalah melindungi struktur
sel, meningkatkan efektivitas vitamin C, antiinflamasi, mencegah keropos tulang dan
sebagai anti bioktik (Muhammad, 2011). Dalam dosis kecil flavon bekerja sebagai
stimulan pada jantung, hesperidin mempengaruhi pembuluh darah kapiler, flavon
terhidroksilasi bekerja sebagai diuretik dan antioksidan pada lemak. Kegunaan
flavonoida pada tumbuhan adalah untuk menarik serangga yang membantu proses
penyerbukan, membantu menarik perhatian binatang yang membantu penyebaran biji
(Sirait, 2007).
2.2.1 Struktur Dasar Senyawa Flavonoida
Senyawa flavonoida adalah senyawa yang mengandung C15 terdiri atas dua inti fenolat
yang dihubungkan dengan tiga satuan karbon. Struktur dasar flavonoida dapat
digambarkan sebagai berikut:
C C C
A B
Gambar 2.2 Kerangka Dasar Flavonoida
2.2.2 Klasifikasi Senyawa Flavonoida
Flavonoida biasanya terdapat sebagai flavonoida O-glikosida. Pada senyawa tersebut
satu gugus hidroksil flavonoida atau lebih terikat pada satu gula atau lebih dengan
ikatan hemimasetal yang tak tahan asam. Pengaruh glikosilasi menyebabkan flavonoida
menjadi kurang reaktif dan lebih mudah larut dalam air. Glukosa merupakan gula yang
paling umum terlibat walaupun galaktosa, ramnosa, xilosa dan arabinosa juga sering
ditemukan.
Gula dapat juga terikat pada atom karbon flavonoida dan dalam hal ini gula
tersebut terikat langsung pada inti benzena dengan suatu ikatan karbon-karbon yang
tahan asam. Glikosida yang demikian disebut C-glikosida. Jenis gula yang terlibat lebih
sedikit dibandingkan dengan gula pada O-glikosida.
Flavonoida sulfat adalah golongan flavonoida lain yang mudah larut dalam air.
Senyawa ini mengandung satu ion sulfat atau lebih yang terikat pada hidroksi fenol
atau gula. Secara teknis senyawa ini sebenarnya bisulfat karena terdapat sebagai garam
yaitu flavon-O-SO3K. Banyak yang berupa glikosida bisulfat, bagian bisulfat terikat
pada hidroksil fenol yang mana saja yang masih bebas atau pada suatu gula.
Biflavonoida merupakan flavonoida dimer. Flavonoida yang biasanya terlibat
adalah flavon dan flavanon yang secara biosintesis mempunyai pola oksigenasi yang
sederhana dan ikatan antar flavonoida berupa ikatan karbon-karbon atau ikatan eter.
Monomer flavonoida yang digabungkan menjadi biflavonoida dapat berjenis sama atau
berbeda, dan letak ikatannya berbeda-beda. Banyak sifat fisika dan kimia biflavnoida
menyerupai sifat monoflavonoida pembentuknya dan akibatnya kadang-kadang
biflavonoida sukar dikenali. Biflavonoida jarang ditemukan sebagai glikosida.
Sejumlah aglikon flavonoida mempunyai atom karbon asimetrik dengan demikian
dapat menunjukkan keaktifan optik (yaitu memutar cahaya terpolarisasi-datar). Yang
termasuk dalam golongan flavonoida ini adalah flavanon, dihidroflavonol, katekin,
Menurut Harbone (1996), dikenal sekitar sepuluh kelas flavonoida, dimana semua
flavonoida menurut strukturnya merupakan turunan senyawa induk flavon dan
memiliki sifat tertentu yaitu:
Tabel 2.1 Sifat golongan flavonoida
Golongan flavonoida
Penyebaran Ciri khas
Antosianin
marak,dan biru juga dalam daun dan jaringan lain.
Terutama tanwarna, dalam daun tumbuhan berkayu.
Terutamako-pigmen tanwarna dalam bunga sianik dan asianik tersebar luas dalam daun.
Seperti flavonol
Seperti flavonol
Tanwarna; hampir seluruhnya terbatas pada gimnospermae
Pigmen bunga kuning, kadang-kadang terdapat juga dalam jaringan lain
Tanwarna; dalam daun dan buah (terutama dalam Citrus)
Tanwarna; sering kali dalam akar; hanya terdapat dalam satu suku, Leguminosae
Larut dalam air, λmaks 515-545 nm, bergerak dengan BAA pada kertas.
Menghasilkan antosianidin bila jaringan dipanaskan dalam HCl 2M selama setengah jam.
Setelah hidrolisis, berupa bercak kuning murup pada kromatogram Forestal bila disinari sinar UV; λmaks spektrum pada 330 – 350 nm.
Setelah hidrolisis, berupa bercak coklat redup pada kromatogram Forestal; λmaks spektrum pada 330-350 nm.
Mengandung gula yang terikat melalui ikatan C-C; bergerak dengan pengembang air, tidak seperti flavon biasa.
Pada kromatogram BAA beupa bercak redup dengan RF
Dengan amonia berwarna merah (perubahan warna dapat diamati in situ), maksimal spektrum 370-410 nm.
tinggi.
Berwarna merah kuat dengan Mg/HCl; kadang – kadang sangat pahit .
Menurut Robinson (1995), flavonoida dapat dikelompokkan berdasarkan
keragaman pada rantai C3
1. Flavonol
yaitu:
Flavonol sering terdapat sebagai glikosida, biasanya 3-glikosida dan aglikon
flavonol yang umum yaitu kamferol, kuarsetin dan miresetin yang berkhasiat sebagai
antioksidan dan antiinflamasi. Flavonol lain yang terdapat di alam bebas kebanyakan
merupakan variasi struktur sederhana dari flavonol. Larutan flavonol dalam suasana
basa dioksidasi oleh udara tetapi tidak begitu cepat sehingga penggunaan basa pada
pengerjaannya masih dapat dilakukan.
O O
OH
2. Flavon
Flavon berbeda dengan flavonol dimana pada flavon tidak terdapat gugusan
3-hidroksi. Hal ini mempunyai serapan UV-nya, gerakan kromatografi, serta reaksi
warnanya. Flavon terdapat juga sebagai glikosidanya lebih sedikit daripada jenis
glikosida pada flavonol. Flavon yang paling umum dijumpai adalah apigenin dan
luteolin. Luteolin merupakan zat warna yang pertama kali dipakai di Eropa. Jenis yang
paling umum adalah 7-glukosida dan terdapat juga flavon yang terikat pada gula
melalui ikatan karbon-karbon. Contohnya luteolin 8-C-glikosida. Flavon dianggap
sebagai induk dalam nomenklatur kelompok senyawa flavonoida.
O O
3. Isoflavon
Isoflavon merupakan isomer flavon, tetapi jumlahnya sangat sedikit dan sebagai
fitoaleksin yaitu senyawa pelindung yang terbentuk dalam tumbuhan sebagai
pertahanan terhadap serangan penyakit. Isoflavon sukar dicirikan karena reaksinya
memberikan warna biru muda cemerlang dengan sinar UV bila diuapi amonia, tetapi
kebanyakan yang lain tampak sebagai bercak lembayung yang pudar dengan amonia
berubah menjadi coklat.
O O
4. Flavanon
Flavanon terdistribusi luas di alam. Flavanon terdapat di dalam kayu, daun dan
bunga. Flavanon glikosida merupakan konstituen utama dari tanaman genus prenus dan
buah jeruk, dua glikosida yang paling lazim adalah neringenin dan hesperitin, terdapat
dalam buah anggur dan jeruk.
O O
5. Flavanonol
Senyawa ini berkhasiat sebagai antioksidan dan hanya terdapat sedikit sekali jika
dibandingkan dengan flavonoida lain. Sebagian besar senyawa ini diabaikan karena
konsentrasinya rendah dan tidak berwarna.
O O
OH
6. Katekin
Katekin terdapat pada seluruh dunia tumbuhan, terutama pada tumbuhan berkayu.
dan daun teh kering yang mengandung kira-kira 30% senyawa ini. Katekin berkhasiat
sebagai antioksidan.
O HO
OH
OH OH
OH
7. Leukoantosianidin
Leukoantosianidin merupakan senyawa tanwarna, terutama terdapat pada tumbuhan
berkayu. Senyawa ini jarang terdapat sebagai glikosida, contohnya melaksidin,
apiferol.
O
OH
HO
OH
8. Antosianidin
Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas dalam
tumbuhan. pigmen yang berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah penyebab hampir
semua warnamerah jambu, merah marak, ungu dan biru dalam daun, bunga dan buah
pada tumbuhan tinggi. Secara kimia semua antosianin merupakan struktur aromatik
tunggal yaitu sianidin dan semuanya terbentuk dari pigmen sianidin ini dengan
penambahan atau pengurangan gugus hidroksil atau dengan metilasi atau glikosilasi.
O
OH
9. Khalkon
Khalkon adalah pigmen fenol kuning yang berwarna coklat tua dengan sinar UV
bila dikromatografi kertas. Aglikon khalkon dapat dibedakan dari glikosidanya karena
hanya pigmen dalam bentuk glikosida yang dapat bergerak pada kromatografi kertas
O
10.Auron
Auron berupa pigmen kuning emas yang terdapat dalam bunga tertentu dan briofita.
Dalam larutan basa senyawa ini berwarna ros dan tampak pada kromatografi kertas
berupa bercak kuning, dengan sinar ultraviolet warna kuning kuat berubah menjadi
merah jungga bila diberi uap amonia (Robinson, 1995).
HC
O
O
2.2.3 Sifat Kelarutan Senyawa Flavonoida
Aglikon flavonoida adalah polifenol dan karena itu mempunyai sifat kimia seperti
fenol yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut dalam basa. Tetapi bila didiamkan
dalam larutan basa dan disamping itu terdapat banyak oksigen maka akan banyak yang
terurai. Karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil yang tak tersulih atau suatu gula,
flavonoida merupakan senyawa polar maka umumnya flavonoida larut dalam pelarut
polar seperti etanol, metanol, butanol, aseton, dimetilsulfoksida, dimetilformamida, air
dan lain-lain. Adanya gula yang terikat pada flavonoida cenderung menyebabkan
flavonoida lebih mudah larut dalam air. Dengan demikian campuran pelarut di atas
dengan air merupakan pelarut yang lebih baik untuk glikosida. Sebaliknya, aglikon
yang kurang polar seperti isoflavon, flavanon, flavon serta flavonol yang termetoksilasi
cenderung lebih mudah larut dalam pelarut seperti eter dan kloroform (Markham,
2.3 Teknik Pemisahan
2.3.1 Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan substansi atau zat dari campurannya dengan
menggunakan pelarut yang sesuai. Ekstraksi dapat digolongkan berdasarkan bentuk
campuran yang diekstraksi dan proses pelaksanaannya. Berdasarkan bentuk campuran
yang diekstraksi, suatu ekstraksi dibedakan menjadi:
1. Ekstraksi padat-cair
Zat yang diekstrasi terdapat di dalam campuran yang berbentuk padatan. Ekstraksi
jenis ini banyak dilakukan di dalam usaha mengisolasi zat berkhasiat yang terkandung
di dalam bahan alam.
2. Ekstraksi cair-cair
Zat yang diekstraksi terdapat di dalam campuran yang berbentuk cair. Ekstraksi
cair-cair sering juga disebut ekstraksi pelarut untuk memisahkan logam-logam tertentu
didalam air.
Menurut proses pelaksanaannya ekstraksi dibedakan menjadi:
1. Ekstraksi berkesinambungan (kontinyu)
Pada ekstraksi kontinyu, pelarut yang sama digunakan secara berulang-ulang
sampai proses ekstraksi selesai. Tersedia berbagai alat untuk jenis ekstraksi ini, seperti
alat soklet.
2. Ekstraksi bertahap
Pada ekstraksi bertahap, setiap kali ekstraksi selalu digunakan pelarut yang baru
sampai proses ekstraksi selesai. Alat yang biasanyadigunakan adalah corong pisah.
2.3.2 Kromatografi
Kromatografi merupakan metode umum dalam pemisahan campuran berdasarkan fase
diam dan fase gerak. Fase gerak dapat berupa gas atau cairan dan fase diam berupa
melewati fase diam dan senyawa-senyawa dalam campuran akan bergerak secara
kontiniu diantara kedua fase sesuai dengan koefisien distribusi (Rodig, 1997).
Berdasarkan pada mekanisme pemisahannya, kromatografi dapat dibedakan
menjadi kromatografi adsorbsi, kromatografi partisi, kromatografi pasangan ion,
kromatografi penukar ion dan kromatografi ekslusi ukuran. Berdasarkan pada alat yang
diguanakan kromatografi dapat dibagi atas kromatografi kertas, kromatografi lapis
tipis, kromatografi cair kinerja tinggi, kromatografi gas dan kromaatografi kolom
(Ganjar,2007).
2.3.2.1 Kromatografi Lapis Tipis
Teknik kromatografi lapis tipis sering dilakukan dengan menggunakan lempeng atau
gelas plastik yang dilapisi fase diam dan fase geraknya merupakan pelarut. Campuaran
yang akan dianalisis diteteskan pada dasar lempeng dan perlarutnya akan bergerak naik
oleh gaya kapiler.
Pada umumnya fase diam bersifat polar dan senyawa polar akan melekat lebih kuat
pada lempeng daripada senyawa tak polar akibat interaksi tarik menarik dipole.
Senyawa tak polar kurang melekat erat pada fase diam polar sehingga bergerak naik
lebih jauh ke atas lempeng. Jarak tempuh ke atas lempeng merupakan cermin polaritas
senyawa. Peningkatan polaritas pelarut akan menurunkan interaksi senyawa dengan
fase diam sehingga senyawa dalam fase gerak bergerak lebih jauh pada lempeng
(Bresnick, 2005).
Fase diam yang digunakan pada kromatografi lapis tipis merupakan penyerap
berukuran kecil dengan diameter partikel 10-30 μm. Semakin kecil ukuran rata-rata
partikel fase diam maka semakin baik kinerja kromatografi lapis tipis dalam hal
Nilai utama kromatografi lapis tipis pada penelitian flavonoida adalah sebagai cara
analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit. Menurut Markham,
Kromatografi Lapis Tipis terutama berguna untuk tujuan berikut:
1. Mencari pelarut untuk kromatografi kolom
2. Analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom
3. Identifikasi flavonoida secara ko-kromatografi
4. Isolasi flavonoida murni skala kecil
5. Penyerap dan pengembang yang digunakan umumnya sama dengan penyerap dan
pengembang pada kromatografi kolom dan kromatografi kertas (Markham, 1988).
Faktor reterdasi merupakan parameter karakteristik kromatografi kertas dan
kromatografi lapis tipis. Harga Rf adalah ukuran kecepatan migrasi suatu komponen
pada kromatogram. Rf didefenisikan sebagai perrbandingan jarak yang ditempuh
komponen terhadap jarak yang ditempuh pelarut atau fase gerak.
(Sastrohamidjojo, 1996)
2.3.2.2 Kromatografi Kolom
Kolom kromatografi biasanya terbuat dari gelas. Panjang kolom disesuaikan dengan
jumlah komponen yang akan dianalisis dan lebar kolom disesuaikan dengan jumlah
senyawa yang akan akan dianalisis (Bintang, 2011). Pada kromatografi kolom fase
diam dan zat cair ditempatkan didalam tabung kaca berbentuk silinder, pada bagian
bawah tertutup dengan katup atau keran dan fase geraknya dibiarkan mengalir ke
bawah malalui gaya berat.
Kromatografi kolom biasanya dibuat dengan menuangkan suspensi fasa diam dan
pelarut yang sesuai kedalam kolom dan dibiarkan memadat. Selanjutnya pelarut
diturunkan sampai tepat pada bagian atas penyerap dan cuplikan yang akan dipisahkan
diletakkan pada bagian atas penyerap kemudian fase gerak dimasukkan dan dibiarkan
mengalir melewati kolom dan komponen campuran turun berupa pita dengan laju yang
berlainan kemudian hasil pemisahan dari kolom dikumpulkan sebagai fraksi.
Kromatografi kolom merupakan bentuk kromatografi cair (Gritter, 1991).
2.4. Teknik Spektroskopi
Teknik spektroskopi adalah salah satu teknik analisis kimia-fisika yang mengamati
tentang interaksi atom atau molekul dengan radiasi elektromagnetik. Ada dua macam
instrumen pada teknik spektroskopik yaitu spektrometer dan spektrofotometer.
Instrumen yang memakai monokromator celah yang tetap pada bidang fokus disebut
spektrometer. Apabila spektrometer tersebut dilengkapi dengan detektor yang bersifat
fotoelektrik disebut sebagai spektrofotometer (Muldja, 1995).
Panjang gelombang pada suatu senyawa organik yang menyerap energi cahaya
bergantung pada struktur senyawa itu. Oleh karena itu teknik spektroskopi dapat
digunakan untuk menentukan struktur senyawaan yang tidak diketahui dan untuk
mempelajari karakteristik ikatan dari senyawaan yang diketahui (Fessenden, 1983).
Rumus molekul dapat ditentukan dari spektrum massa dan bentuk fragmentasinya.
Gugus fungsi alami ditentukan dari spektrum inframerah. Gugus fungsi terkonjugasi
dapat ditentukan dari spektrum elektronik. Struktur dapat ditentukan berdasarkan inti
proton dan karbon yang dihasilkan molekul dari spektrum 1H dan 13C NMR
(Brown,1937).
2.4.1 Spektrofotometer Ultraviolet-Visibel (UV-Vis)
Spektrofotometer ultraviolet-visible adalah anggota tenik analisis spektroskopik yang
memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat dan sinar tampak dengan
memakai instrumen spektrofotometer. Spektrofotometer ultraviolet-visibel dapat
melakukan penentuan terhadap sampel yang berupa larutan, gas atau uap.
Spektofotometer ultraviolet-visibel melibatkan energi elektronik yang yang cukup
radiasi elektromagnetik akan mengabsopsi radiasi elektromagnetik yang energinya
sesuai. Interaksi tersebuat akan meningkatkan energi potensial elektron pada tingkat
keadaan eksitasi. Apabila pada molekul sederhana tersebut hanya terjadi transisi
elektronik pada satu macam gugus maka akan terjadi suatu absorpsi yang merupakan
garis spektrum (Muldja,1995).
Flavonoida mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi karena itu memiliki
menunjukkan pita serapan kuat pada daerah spektrum ultraviolet dan spektrum tampak
(Harbone, 1987). Spektrum flavonoida biasanya ditentukan dalam larutan dengan
pelarut metanol atau etanol. Spektrum khas terdiri atas dua maksima pada rentang
240-285 nm (pita II) dan 300-550 nm (pita I). Kedudukan yang tepat dan kekuatan nisbi
maksima terssebut memberika informasi yang berharga mengenai sifat dan pola
oksigenasinya. Ciri khas spektrum adalah kekuatan nisbi yang rendah pada pita I dalam
dhidroflavon,dihidroflavonol dan isoflavon serta kedudukan pita I pada spektrum
khalkon, auron dan antosianin yang terdapat pada panjang gelombang yang tinggi.
petunjuk mengenai rentang maksima utama yang diperkirakan untuk setiap jenis
flavonoida adalah sebagai berikut:
Tabel 2.2 Rentang serapan spektrum UV-Tampak flavonoida
2.4.2 Spektrofotometer Infra Merah (FT-IR)
Cahaya tampak terdiri dari beberapa range frekuensi elektomagnetik yang berbeda
dimana setiap frekuensi bisa dilihat sebagai warna yang berebeda. Radiasi inframerah
juga mengandung beberapa range frekuensi tetapi tidak dapat dilihat oleh mata.
Pengukuran pada spektrum inframerah dilakukan pada daerah cahaya inframerah
tengah yaitu pada panjang gelombang 2,5-50 μm atau bilangan gelombang 4000-200
cm-1. Energi yang dihasilkan oleh radiasi ini akan menyebabkan vibrasi atau getaran
pada molekul. Pita absorbsi inframerah sangat khas dan spesifik untuk setiap tipe
ikatan kimia atau gugus fungsi.
Jika suatu frekuensi tertentu dari radiasi inframerah dilewatkan pada suatu sampel
senyawa organik maka akan terjadi penyerapan frekunsi oleh senyawa tersebut.
Detektor akan mendeteksi frekuensi yang dilewatkan pada sampel yang tidak diserap
oleh senyawa. Banyaknya frekuensi yang melewati senyawa atau yang tidak diserap
akan diukur sebagai persen transmitan. Spektrum yang dihasilkan berupa grafik yang
akan menunjukkan persentase transmitan yang bervariasi pada setiap frekuensi radiasi
inframerah. Satuan frekunsi yang digunakan dinyatakan dalam bilangan gelombang
(Dachriyanus, 2004).
Terdapat dua macam getaran molekul, yaitu getaran ulur dan getaran tekuk.
Getaran ulur adalah suatu gerakan berirama di sepanjang sumbu ikatan sehingga jarak
antar atom bertambah atau berkurang. Getaran tekuk dapat terjadi karena perubahan
sudut-sudut ikatan antara ikatan-ikatan pada sebuah atom atau karena gerakan sebuah
gugusan atom terhadap sisa molekul tanpa gerakan nisbi atom-atom dalam gugusan
(Silverstein, 1986). Instrumen yang digunakan untuk mengukur resapan radiasi
inframerah pada berbagai macam panjang gelombang disebut spektrofotometer
inframerah (Fessenden, 1982). Spektrofotometer inframerah pada umumnya digunakan
untuk:
1. Menentukan gugus fungsi suatu senyawa organik
2. Mengetahui informasi struktur suatu senyawa organik dengan membandingkan
2.4.3 Spektrometer Resonansi Magnetik Inti proton (1H-NMR)
Spektrometer Resonansi Magnetik Inti (Nuclear Magnetic Resonance, NMR)
merupakan alat yang berguna pada penentuan struktur molekul organik. Teknik ini
memberikan informasi mengenai berbagai jenis atom hidrogen dalam molekul.
Spektrum Resonansi Magnetik Inti memberikan informasi mengenai lingkungan kimia
atom hidrogen, jumlah atom hidrogen dalam setiap lingkungan dan struktur gugusan
yang berdekatan dengan setiap atom hidrogen (Creswell, 1982).
Spektrum Resonansi Mangeti Inti pada umunya digunakan untuk:
1. Menentukan jumlah proton yang memiliki lingkungan kimia yang sama pada suatu
senyawa organik
2. Mengetahui informasi mengenai struktur suatu senyawa organik (Dachriyanus,
2004).
Terperisai dan tak terperisai merupakan istilah relatif. Untuk memperoleh
pengukuran yang kuantitatif diperlukan suatu titik rujukan. Senyawa yang dipilih untuk
rujukan adalah Tetrametilsilana (CH3)4
1. TMS mempunyai 12 atom hidrogen yang keseluruhannya mempunyai lingkungan
kimia yang sama, sehingga menghasilkan sinyal singlet yang kuat karena mengandung
banyak atom hidrogen
Si, yang proton-protonnya menyerap pada ujung
kanan spektrum NMR (Fessenden, 1982). Pada beberapa spektrum NMR akan terlihat
sinyal TMS pada angka nol sehingga sinyal ini tidak perlu dianalisa. TMS dipilih sebagai
standart karena:
2. Elektron-elektron pada ikatan C-H dalam senyawa ini berada dekat dengan hidrogen jia
dibanding dengan senyawa lain. Ini berarti inti hidrogen sangat terlindungi dari medan
magneteksternal sehingga dibutuhkan medan magnet yang besar untuk membawa atom
hidrogen ke kondisi resonansi (Dachriyanus, 2004).
Pada spektrometri NMR integrasi sangat penting. Harga integrasi menunjukkan
daerah atau luas puncak dari tiap – tiap proton . Sedangkan luas daerah atau luas puncak
tersebut sesuai dengan jumlah proton. Dengan demikian perbandingan tiap integrasi proton
Absorbsi kebanyakan proton lain dijumpai dibawah medan absorbsi TMS. Selisih
antara posisi absorbsi TMS dan posisi absorbsi suatu proton tertentu disebut pergeseran
kimia. Pergeseran kimia dinyatakan sebagai bagian tiap juta (ppm) dari radio frekuensi