BAB 1 PENDAHULUAN
1 . 1 Latar Belakang
Kecelakaan karena air panas, api, listrik dan minyak mendidih, banyak
menyebabkan orang mengalami luka bakar yang luas, cacat tetap, atau bahkan kematian
terus meningkat setiap tahun. Pada orang dewasa, regenerasi dermis tidak dapat terjadi
secara langsung, karena sel kulit autologus memiliki ketersediaan terbatas, dan dapat
mengakibatkan jaringan parut pada kulit. Pengobatan tradisional untuk memperbaiki kulit
masih banyak kekurangan, sehingga diperlukan ilmu rekayasa jaringan untuk
mengatasinya. Rekayasa jaringan dermal seperti autografts, terus dikembangkan, yang
dapat digunakan dengan atau kombinasi dengan lembaran epitel. Saat ini, kitosan secara
klinis digunakan untuk regenerasi kulit dalam bentuk perban dan pembalut luka, seperti
Chitodine dan Chitoflex. Sejumlah penelitian telah dilaporkan menggunakan kitosan
untuk regenerasi jaringan kulit (Vord, et al., 2001, dan Arca, et al., 2008).
Penyembuhan cacat kulit secara cepat dan pembentukan bekas luka karena
kehilangan jaringan kulit yang luas bisa dihindari dengan menggunakan sejumlah sel
pengganti kulit. Sel pengganti kulit seperti xenografts, allografts, dan autografts banyak
digunakan secara luas untuk penyembuhan luka pada kulit. Oleh karena itu, banyak studi
yang mengarah pada pendekatan teknik jaringan untuk menghasilkan regenerasi jaringan
dan untuk mempertahankan dan mendapatkan kembali fungsi organ manusia (Ma, et al.,
2003).
Salah satu faktor penting dalam rekayasa jaringan kulit adalah struktur dari
penyangga (scaffold), yang merupakan matriks atau struktur buatan yang diperlukan
untuk infiltrasi sel, dan pendukung fisik sel yang mengarah kepada proliferasi, dan
diferensiasi sel kedalam jaringan fungsional atau organ manusia. Scaffold tiga-dimensi
atau yang analog disebut Ekstra Cellular Matriks (ECM), berfungsi sebagai scaffold yang
ideal yang digunakan untuk rekayasa jaringan kulit. Scaffold harus memiliki karakteristik
biokompatibilitas yang sangat baik, struktur mikro yang sesuai, seperti 100-200 µm
(ukuran pori-pori dan porositas di atas 90%), kontrol biodegradabilitas dan sifat mekanis
yang sesuai. Material scaffold ada yang bersumber dari bahan-bahan sintetik, ada yang
berasal dari bahan-bahan alam. Diantara Sebagian besar bahan-bahan ini telah dikenal di
adalah kitosan dan kolagen merupakan bahan yang dapat digunakan untuk pembuatan
scaffold, karena memiliki beberapa kelebihan sifat fisik dan kimianya
Kitosan, sebuah polisakarida amino (poli-1,4-D-glucosamine), yang berasal dari
kitin yang dideasetilasi, telah diaplikasikan secara luas dalam bidang aplikasi biomedis,
karena sifat alaminya seperti non-toksik dan biokompatibel. Kitosan mengandung dua
gugus reaktif (gugus amino dan hidroksil), yang secara kimia atau fisik dapat
dimodifikasi, sehingga kitosan memiliki potensi yang tinggi dalam aplikasi rekayasa
jaringan. Salah satu efek yang paling menarik dari kitosan terhadap penyembuhan luka
adalah pembentukan jaringan granulasi dengan angiogenesis. Hal ini telah diteliti, bahwa
kitosan dapat menginduksi fibroblast untuk melepaskan interleukin, yang melibatkan
migrasi dan proliferasi dari fibroblast. Oleh karena itu, kitosan, sebagai biomaterial,
sangat potensial untuk fabrikasi scaffold kolagen/kitosan. Namun, rasio campuran antara
kitosan dan kolagen, efek yang ditimbulkan pada sifat-sifat fisik dan biologis scaffold
kolagen/kitosan masih belum jelas dilaporkan (
(Ma, et al., 2003,
Tangsadthakun, et al., 2006, Tsai, et al., 2007, dan Fernandes, et al., 2011).
Ma et al., 2003; Tangsadthakun et al.,
2006; Tsai, et al., 2007; dan Fernandes, et al., 2011).
Kolagen dikenal sebagai bahan yang paling menjanjikan dengan beragam aplikasi
dalam rekayasa jaringan, dengan sifat biokompatibilitas dan biodegradasi yang sangat
baik. Namun, karena tingkat biodegradasi cepat dan kekuatan mekanik yang rendah dari
scaffold, menyebabkan penggunaan kolagen menjadi terbatas. Cross-linking scaffold
berbasis kolagen merupakan metode yang efektif untuk memodifikasi tingkat
biodegradasi dan untuk mengoptimalkan sifat mekanik ((Ma et al., 2003, Tsai et al.,
2007). Saat ini, ada dua macam metode ikat-silang yang digunakan untuk meningkatkan
sifat-sifat scaffold berbasis kolagen: yaitu metode kimia dan metode fisik. Metode yang
terakhir termasuk penggunaan fotooksidasi, pengolahan dehydrothermal (DHT) dan
iradiasi ultraviolet, yang dapat menghindari potensi residu sitotoksik kimia dan
mempertahankan biokompatibilitas yang sangat baik dari bahan kolagen (Tangsadthakun
et al., 2006). Sifat biodegradasi yang cepat dan kekuatan mekanik yang rendah adalah
masalah yang membatasi lebih lanjut menggunakan kolagen. Sebagian besar pengolahan
fisik tidak dapat menghasilkan derajat ikat-silang kolagen yang cukup tinggi dalam
memenuhi permintaan rekayasa jaringan kulit. Oleh karena itu, pengolahan dengan
metode kimia masih diperlukan pada hampir semua kasus. Penggunaan glutaraldehida,
dua gugus rantai amino polipeptida yang berdekatan, menjadi pilihan utama dalam teknik
jaringan kulit, karena kelarutannya dalam air, efisiensi cross-linking yang tinggi dan
biaya rendah. Selain itu glutaraldehid bersifat larut dalam air, alkohol dan benzene,
sebagai bahan ikat silang, desinfektan, penyamakan kulit dan penstabil bakteri dan virus
(Ma et al., 2003
Fibroblast adalah sel yang paling sering ditemukan dan paling penting
dalam jaringan ikat. Fibroblast berfungsi untuk mensintesis matriks ekstraseluler seperti
serabut kolagen, serabut elastis dan zat-zat amorf. Selain itu ia berperan mengikat matriks
ekstraseluler untuk membentuk jaringan dan mempercepat penyembuhan luka. Bentuk
fibroblast bervariasi, pada jaringan ikat padat teratur fibroblast tampak berbentuk
fusiformis diantara serabut-serabut jaringan. Pada jaringan ikat longgar dijumpai
berbentuk bintang atau stellata sebagai akibat serabut-serabut jaringan ikat yang tidak
teratur. Fibroblast yang dewasa disebut fibrosit. Fibroblast memiliki tonjolan-tonjolan
sitoplasma yang tidak teratur, inti bulat telur, besar, kromatin halus, dan memiliki
nukleulus yang jelas.
). Sistem berbasis kitosan pada skala mikro dan nano dalam kombinasi
dengan polimer lainnya telah dikembangkan untuk rekayasa jaringan kulit, menggunakan
metode electrospinning dan lyophilization.
Beberapa penelitian sebelumnya tentang proses pengolahan scaffold adalah
sebagai berikut:
Ma Lie, 2003, melaporkan scaffold yang dibuat dari kitosan (75-85% DD) dari
kulit udang dan kolagen (dari tendon sapi segar), dengan perbandingan 9:1.
Masing-masing dilarutkan dalam asam asetat 0,05 M. Kemudian diikat silang dengan larutan GA
25% dalam ddH2O, dan berat larutan divariasikan (0,05-0,25%), pada suhu 4oC selama
24 jam, dibekukan dalam etanol bath pada -20o
Tangsadthakun, 2006, meneliti tentang scaffold yang dibuat dari kitosan (dari kulit
kepiting) dan kolagen (dari kulit babi), yang masing-masing dilarutkan dalam larutan
asam asetat 0,5M. Menggunakan teknik ikat silang dehydrothermal (DHT) pada 105 C selama 1 jam, dan diliofilisasi selama 24
jam. Dihasilkan scaffold berpori dan karakteristik yang sesuai untuk aplikasi rekayasa
jaringan kulit. Dalam penelitian ini belum jelas dilaporkan perbandingan yang tepat
antara kitosan dan kolagen untuk menghasilkan scaffold yang baik (peningkatan sifat laju
biodegradasi dan sifat mekanik scaffold), pada penelitian hanya difokuskan pada uji
biologi scaffold.
o
selama 48 jam, dan dilanjutkan dengan pengeringan dengan freeze dryer, menghasilkan
scaffold berpori dan karakteristik untuk aplikasi rekayasa jaringan kulit.
Tsai, 2007, meneliti tentang scaffold yang dibuat dari kitosan (DD 90%) dan
kolagen (dari kulit babi), yang masing-masing dilarutkan dalam asam asetat 0,2M.
Menggunakan bahan ikat silang asam amino (alanine, glycine dan glutamic acid), diaduk
4oC selama 6 jam. Disentrifuse selama 15 menit pada 3000g, dibekukan pada -80o
Fernandes, 2011, meneliti tentang scaffold yang dibuat dari kitosan (DD 80%) dan
kolagen (dari daging sapi tipe I), masing-masing dilarutkan dalam asam asetat 0,2M,
dengan perbandingan 1:1. Menggunakan teknik freeze dryer, diawali dengan pembekuan
pada suhu -20
C
selama 6 jam. Pengeringan dengan freeze dryer, menghasilkan scaffold berpori dan
karakteristik untuk aplikasi rekayasa jaringan kulit.
o
Pada penelitian ini akan diteliti proses pengolahan scaffold kitosan (DD 90,2%
dari cangkang belangkas) dalam kolagen (1% dari daging sapi) dengan variasi
perbandingan komposisi, pengolahan ikat silang dengan menggunakan larutan GA, uji
FTIR, observasi struktur mikro, uji termal, dan penumbuhan kultur sel (fibroblast) di atas
scaffold. Proses pengeringan dilakukan pada suhu kamar selama 48 jam, dan dilanjutkan
dengan pengeringan dengan freeze dryer selama 48 jam. Penelitian ini diharapkan dapat
menghasilkan desain scaffold yang dapat diaplikasikan dalam bidang kedokteran
(pembedahan) terutama untuk perbaikan jaringan kulit (skin tissue) manusia.
C semalaman dalam nitrogen cair, kemudian diliofilisasi selama 24 jam.
Digunakan powder phenol dan titanium sebagai kontrol positif dan kontrol negatif (pada
uji sitotoksisitas). Dihasilkan scaffold berpori dan karakteristik untuk aplikasi rekayasa
jaringan kulit.
1.2 Permasalahan
Permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini adalah:
a. Bagaimana metode dan kondisi proses pengolahan scaffold kitosan/kolagen.
b. Bagaimana karakterisasi scaffold kitosan/kolagen agar bisa digunakan sebagai tempat
untuk menanamkan sel.
1.3 Perumusan masalah
Pada penelitian ini dilakukan pembuatan scaffold kolagen-kitosan, pengolahan
cross-lingking, observasi struktur mikro, uji FTIR, uji degradasi termal, pengolahan
kultur sel (fibroblast), pengujian pertumbuhan sel di atas scaffold. Penelitian sebelumnya
telah dilakukan untuk meneliti kondisi proses pengolahan, dan karakterisasi scaffold
dengan bahan baku polimer sintetik yang mahal dan tingkat keberhasilannya rendah. Pada
penelitian ini digunakan bahan baku kitosan dan kolagen yang merupakan biopolimer
alam yang bersifat biodegradabel. Kondisi proses belum memberikan hasil yang optimal,
karena pada penelitian sebelumnya perbandingan jumlah kitosan dan kolagen belum jelas
dilaporkan.
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:
a. Untuk mengkaji metode dan kondisi proses pengolahan scaffold kitosan/kolagen.
b. Untuk menganalisa karakterisasi scaffold kitosan/kolagen yang dapat digunakan untuk
menumbuhkan sel (sebagai bahan medis).
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
a. Hasil utama penelitian ini adalah biopolimer berbasis kitosan yang dapat dimanfaatkan
untuk perbaikan jaringan kulit yang rusak (skin tissue engineering).
b. Produk ini dapat menggantikan penggunaan scaffold sintetik yang mahal,