• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Produktivitas Masyarakat Pedesaan - Analisis Pemanfaatan Sarana Infrastruktur Desa Terhadap Produktivitas Masyarakat Desa Di Kecamatan Batang Serangan Kabupaten Langkat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Produktivitas Masyarakat Pedesaan - Analisis Pemanfaatan Sarana Infrastruktur Desa Terhadap Produktivitas Masyarakat Desa Di Kecamatan Batang Serangan Kabupaten Langkat"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Produktivitas Masyarakat Pedesaan

Produktivitas menurut Sudomo (2006), mempunyai berbagai pengertian

terpenting sebagai berikut :

1. Produktivitas ialah rasio dari apa yang dihasilkan (output) terhadap

keseluruhan faktor produksi yang digunakan (input)

2. Dewan Produktivitas Nasional Indonesia merumuskan produktivitas

sebagai berikut : Produktivitas pada dasarnya adalah sesuatu sikap mental

yang selalu mempunyai pandangan bahwa mutu kehidupan hari ini harus

lebih baik dari kemarin dan hari esok lebih baik dari hari ini.

3. Produktivitas mengikut sertakan pendayagunaan secara terpadu sumber

daya manusia dan ketrampilan barang modal, teknologi, manajemen,

informasi, energi dan sumber-sumber lain menuju kepada pengembangan

dan peningkatan standar hidup untuk seluruh masyarakat melalui konsep

produktivitas semesta/total.

4. Produktivitas adalah kekuatan pendorong (driving force) untuk mewujudkan kualitas hidup, pertumbuhan ekonomi dan kemajuan sosial

yang pada hakekatnya adalah sasaran pembangunan nasional. Dengan

perkataan lain produktivitas mendorong pertumbuhan dan pertumbuhan

adalah kemajuan. Untuk suatu negara ukurannya adalah Gross Domestik

Product (GDP) sedangkan untuk perorangan diukur dengan jam kerja

(2)

Menurut Balai Pengembangan Produktivitas Tenaga Kerja, produktivitas

dipandang dari 2 segi yaitu :

a. Secara Filosofis adalah suatu pandangan bahwa kualitas kerja hari ini,

harus lebih baik dari kualitas kerja kemarin dan kualitas kerja hari esok,

harus lebih baik dari hari ini atau kualitas kerja kehidupan hari ini, harus

lebih baik dari kemarin dan kualitas esok harus lebih baik dari hari ini.

Dengan kata lain, merupakan sikap mental untuk selalu melakukan

perbaikan dan peningkatan dalam bekerja dan dalam penghidupan pada

umumnya.

b. Secara teknis merupakan rasio antara keluaran (output) dan masukan

(input), atau dengan formula : Output dibagi dengan Input.

2.2. Manfaat Produktivitas Bagi Masyarakat

Produktivitas merupakan salah satu faktor kunci dalam mendorong

kehidupan dan pertumbuhan ekonomi secara optimal. Mutu kehidupan di negara

yang ekonominya telah maju ternyata lebih tinggi dibanding dengan mutu

kehidupan di negara-negara yang sedang berkembang. Beberapa manfaat yang

dapat diperoleh dalam memasyarakatkan produktivitas, secara garis besar

diantaranya adalah :

b. Meningkatkan produktivitas nasional. Dengan meningkatnya

pertumbuhan ekonomi akan terwujud kemakmuran rakyat yang ditandai

dengan standard hidup yang lebih baik. Standard hidup yang lebih baik

antara lain, perolehan pendapatan perkapita lebih besar, pelayanan sosial

(3)

dari berbagai sektor meningkat terutama dari sektor swasta. Hasil-hasil

yang diperoleh dapat digunakan untuk membiayai pembangunan,

terutama pada sektor-sektor yang berkaitan dengan infrastruktur dan

pengembangan pendidikan, yang dianggap sebagai pilar peningkatan

kualitas disegala aspek kehidupan. Dengan pertumbuhan ekonomi yang

lebih tinggi, diharapkan akan menjadi daya tarik investor untuk

menanamkan modalnya.

c. Meningkatkan produktivitas regional. Di tingkat regional,

masing-masing propinsi/ Kota/ Kabupaten saling berlomba untuk berkreatifitas

dalam rangka mengembangkan potensi yang dimiliki, sehingga memiliki

daya saing yang lebih tinggi. Tingginya tingkat produktivitas di salah

satu daerah, akan menjadi daya tarik tersendiri bagi daerah lainnya.

d. Meningkatkan produktivitas sektoral. Peningkatan produktivitas di

tingkat sektoral memberi manfaat pada suatu daerah, untuk mengetahui

sektor mana yang merupakan prioritas utama, yang perlu dikembangkan

serta subsektor apa saja yang menjadi komoditi andalan daerah tersebut.

Mengetahui peningkatan produktivitas tingkat nasional, regional dan

maupun sektoral merupakan salah satu instrumen dalam merumuskan

kebijaksanaan pemerintah dalam menyusun perencanaan pembangunan.

e. Memperkuat daya saing perusahaan, karena dapat memproduksi dengan

biaya yang lebih rendah dan mutu produksi lebih baik.

f. Menunjang kelestarian dan perkembangan perusahaan, karena dengan

peningkatan produktivitas perusahaan akan memperoleh keuntungan ang

(4)

g. Menunjang terwujudnya hubungan industrial yang lebih baik, terutama

apabila nilai tambah yang diperoleh disebabkan peningkatan

produktivitas dan dinikmati secara bersama oleh pengusaha, karyawan,

masyarakat dan negara.

h. Mendorong terciptanya perluasan lapangan kerja, kesempatan kerja yang

disebabkan ekspansi perusahaan.

2.3. Faktor Produksi dan Tingkat Produktivitas

Faktor produksi adalah semua masukan yang diberikan pada proses

produksi agar menghasilkan output. Beberapa literatur menyebutkan faktor

produksi dengan istilah input, atau faktor produksi keluaran produksi. Faktor

produksi sangat menentukan besar kecilnya produksi yang diperoleh. Hubungan

antara faktor produksi (input) dan produksi (output) disebut fungsi produksi.

Fungsi produksi adalah suatu fungsi atau persamaan yang menunjukkan hubungan

antara tingkat produksi dan tingkat penggunaan faktor produksi (Boediono, 2002).

Faktor produksi menggambarkan bahwa bentuk umum fungsi produksi yang bisa

menampung berbagai kemungkinan substitusi antara kapital [K], tenaga kerja [L],

adalah sebagai berikut :

Q = f (K, L)

Dimana :

Q = Output atau keluaran

K = Stok Capital atau modal

(5)

Analisis fungsi produksi sering digunakan untuk mendapatkan informasi

bagaimana sumber daya yang terbatas dapat dikelola dengan baik agar produksi

maksimum dapat diperoleh. Dalam pemakaian fungsi produksi, kondisi efisiensi

harga dipakai sebagai patokan, yaitu dengan mengatur penggunaan faktor

produksi sedemikian rupa, sehingga nilai produk marginal suatu input X sama

dengan harga faktor produksi (input) tersebut.

Setiap faktor produksi yang terdapat dalam perekonomian adalah dimiliki

oleh seseorang. Pemiliknya menjual faktor produksi tersebut kepada pengusaha

dan sebagai balas jasanya mereka akan memperoleh pendapatan. Pendapatan yang

diperoleh masing-masing jenis faktor produksi tersebut tergantung kepada harga

dan jumlah masing-masing faktor produksi yang digunakan. Jumlah pendapatan

yang diperoleh berbagai faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan

sesuatu barang adalah sama dengan harga barang tersebut (Sukirno, 2002).

Fungi produksi pada persamaan (2.3) dapat diturunkan dengan

memasukkan sumber daya [M) dengan rumus :

Q = f (K, L,M)

Fungi produksi tersebut dapat diturunkan dengan memasukkan teknologi

[T) dengan rumus :

Q = f (K, L,M,K)

Sehingga dapat lengkap menjadi fungsi produksi yang memasukkan semua unsur

faktor produksi.

Berdasarkan modul Depnaker Langkat (2000), faktor- faktor yang

berpengaruh terhadap produktivitas individu tenaga kerja adalah :

(6)

a. Motivasi kerja yaitu suatu dorongan kehendak yang mempengaruhi

perilaku tenaga kerja, untuk berusaha meningkatkan produktivitas kerja

karena adanya keyakinan bahwa peningkatan produktivitas mempunyai

manfaat bagi dirinya.

b. Disiplin kerja yaitu sikap atau tingkah laku berupa kepatuhan dan ketaatan

secara sadar terhadap aturan yang berlaku dalam lingkungan kerja, karena

adanya keyakinan bahwa dengan aturan-aturan itu tujuannya dapat

tercapai.

c. Etika kerja adalah seperangkat nilai-nilai atau norma-norma yang diterima

sebagai pedoman, pola tingkah laku tenaga kerja. Jika tenaga kerja

mempunyai sikap mental produktif, maka dimungkinkan akan mampu

mengarahkan dan mengerahkan kemampuan yang dimilikinya untuk

meningkatkan produktivitas.

2. Pendidikan

Pada umunya orang yang mempunyai pendidikan lebih tinggi, formal atau

informal akan mempunyai wawasan yang lebih luas terutama dalam penghayatan

akan arti pentingnya produktivitas. Tingginya kesadaran akan pentingnya

produktivitas, mendorong tenaga kerja bersangkutan melakukan tindakan

produktif.

3. Ketrampilan

Tenaga kerja yang terampil akan lebih mampu bekerja serta akan

menggunakan fasilitas kerja dengan baik. Tenaga kerja akan menjadi lebih

(7)

4. Kemampuan Manajerial

Pengertian manajemen berkaitan dengan sistem yang diterapkan oleh

pimpinan untuk mengelola, ataupun memimpin serta mengendalikan karyawan

bawahannya. Apabila cara mengelolanya tepat, maka akan menimbulkan

semangat yang lebih tinggi, tenaga kerja terdorong untuk melakukan tindakan

yang produktif. Terdapat berbagai sistem manajemen diantaranya adalah

manajemen berdasarkan sasaran pengendalian Mutu Terpadu (Total Quality

Control). Terutama tentang total quality control sudah banyak diterapkan di berbagai negara dan menunjukkan hasil yang positif dalam upaya meningkatkan

produktivitas tenaga kerja.

5. Tingkat Penghasilan

Apabila tingkat penghasilan cukup akan menimbulkan konsentrasi kerja

dan mengerahkan kemampuan yang dimiliki untuk meningkatkan produktivitas.

6. Gizi dan Kesehatan

Apabila kebutuhan gizi dan kesehatan terpenuhi, maka tenaga kerja akan

memiliki daya tahan fisik yang lebih kuat dan mampu mempertahankan

konsistensi kerja dan memperbaiki motivasi kerja, sehingga akan berdampak pada

peningkatan produktivitas.

7. Jaminan Sosial dan kesejahteraan

Jaminan sosial yang diberikan oleh suatu perusahaan kepada karyawannya,

pada dasarnya dimaksudkan untuk meningkatkan pengabdian dan semangat kerja.

Apabila jaminan sosialnya mencukupi, maka akan menimbulkan kesenangan

bekerja sehinga mendorong pemanfaatan kemampuan yang dimiliki untuk

(8)

8. Kemiskinan

Lingkungan dan iklim kerja yang baik akan mendorong karyawan untuk

betah bekerja, meningkatkan rasa tanggung jawab dan meningkatkan kualitas

kehidupan kerja sehingga berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas.

9. Sarana Produksi

Mutu sarana produksi sangat berpengaruh pada peningkatan produktivitas.

Apabila sarana produksi yang digunakan tidak baik, kadang-kadang dapat

menimbulkan pemborosan bahan. Sarana produksi yang baik apabila yang

digunakan oleh tenaga kerja yang trampil akan mendorong peningkatan

produktivitas.

10. Teknologi

Apabila teknologi yang digunakan sesuai dan mempertimbangkan aspek

ekonomis, teknis dan sosial, maka diharapkan akan berdampak terhadap :

a. Penyelesaian proses produksi yang tepat waktu.

b. Jumlah produksi yang dihasilkan lebih banyak dan bermutu.

c. Pemborosan bahan baku dapat ditekan seminimal mungkin.

Dari berbagai faktor yang telah dikemukakan, faktor sikap mental dan

ketrampilan sangat besar perannya dalam rangka peningkatan produktivitas, maka

perlu dilakukan berbagai upaya untuk memantapkan sikap mental serta

meningkatkan ketrampilan tenaga kerja.

11. Kesempatan bekerja

Seorang karyawan bekerja tentunya mengharapkan peningkatan karier

ataupun pengembangan potensi dari pribadinya, yang nantinya akan bermanfaat

(9)

untuk berprestasi, maka akan menimbulkan dorongan psikologis untuk

meningkatkan semangat berkarya, dedikasi serta pemanfaatan potensi yang

dimilikinya untuk meningkatkan produktivitas.

2.4. Model Pengukuran Produktivitas Berdasarkan Pendekatan Rasio Input dan Output

Pengukuran produktivitas berdasarkan pendekatan rasio input dan output

akan mampu menghasilkan tiga jenis pengukuran produktivitas, yaitu

produktivitas parsial, produktivitas total faktor dan produktivitas total.

a. Produktivitas Parsial

Produ ktivitas parsial sering juga disebut dengan produktivitas faktor tunggal

yang merupakan rasio dari output terhadap salah satu jenis input. Sebagai

contoh, produktivitas tenaga kerja merupakan ukuran produktivitas parsial

bagi input tenaga kerja yang diukut berdasarkan rasio output terhadap input

tenaga kerja.

Produktivitas Tenaga Kerja = Output periode tertentu

Input tenaga kerja periode tertentu

b. Produktivitas Total Faktor

Produktivitas total faktor merupakan rasio dari output terhadap banyaknya

input modal dan tenaga kerja yang digunakan. Output bersih adalah hasil

pengurangan total output dengan barang-barang dan jasa antara (input) yang

digunakan dalam proses produksi. Berdasarkan definisi tersebut, maka jenis

input yang dipergunakan dalam pengukuran produktivitas total faktor adalah

(10)

Produktivitas Total Faktor (PTF) = output bersih

Input tenaga kerja+modal

c. Produktivitas Total

Produktivitas total merupakan rasio dari output total terhadap input total

(semua input yang digunakan dalam proses produksi). Berdasarkan definisi

tersebut, tampak bahwa ukuran produktivitas total merefleksikan dampak

penggunaan semua input secara bersama dalam memproduksi output.

Produktivitas total = total output (tangiable)

Total input (tangible)

Total output (tangiable) diartikan sebagai semua output yang dihasilkan oleh

perusahaan yang jumlahnya dapat diukur yaitu hasil penjumlahan nilai

produk jadi, nilai produk setengah jadi, bunga dari saham dan pendapatan

lain-lain. Sedangkan total input (tangible) terdiri dari depresiasi mesin,

material yang digunakan, tenaga kerja, energi seperti listrik, air dan gas, serta

perawatan mesin.

Menurut Muchdansyah Sinungan (1992) menyatakan bahwa produktivitas

adalah konsep yang bersifat universal yang bertujuan untuk menyediakan lebih

banyak barang dan jasa untuk lebih banyak manusia dengan menggunakan

sumber- sumber ril yang semakin sedikit dengan produk perusahaan sehingga

dikaitkan dengan skill karyawan. Dari uraian tersebut maka dengan kata lain

produktivitas merupakan tolok ukur efisiensi produktif suatu perbandingan antara

hasil keluaran dan masukan. Masukan seringkali dibatasi oleh masukan tenaga

kerja, sedangkan keluaran diukur dengan satuan fisik, bentuk atau nilai (Ravianto,

(11)

Produktivitas tenaga kerja merupakan gambaran kemampuan pekerja

dalam menghasilkan output. Hal ini karena produktivitas merupakan hasil yang

diperoleh oleh suatu unit produksi dengan jumlah tenaga kerja yang dimiliki,

dengan produktivitas kerja yang tinggi menunjukkan kemampuan yang dimiliki

oleh tenaga kerja juga tinggi. Produktivitas mengandung pengertian

filosofis-kualitatif dan kuantitatif-teknis operasional. Secara filosofis-filosofis-kualitatif,

produktivitas mengandung pandangan hidup dan sikap mental yang berusaha

untuk miningkatkan mutu kehidupan. Keadaan hari ini harus lebih baik dari hari

kemarin, dan mutu kehidupan besok harus lebih baik dari pada hari ini.

Produktivitas tenaga kerja juga dapat dilihat dari nilai produksi. Nilai

produksi adalah tingkat produksi atau keseluruhan jumlah barang yang merupakan

hasil akhir proses produksi pada suatu unit usaha yang selanjutnya akan dijual

atau sampai ke tangan konsumen. Naik turunnya permintaan pasar akan hasil

produksi dari perusahaan yang bersangkutan. Apabila permintaan hasil produksi

perusahaan atau industri meningkat, produsen cenderung untuk menambah

kapasitas produksinya. Untuk maksud tersebut produsen akan menambah

penggunaan tenaga kerjanya (Sudarsono, 1990).

Untuk definisi kerja secara kuantitatif, produktivitas merupakan

perbandingan antara hasil yang dicapai (keluaran) dengan dengan keseluruhan

sumber daya (masukan) yang digunakan per satuan waktu (Simanjutak, 1985).

Produktivitas dapat juga didefinisikan sebagai perbandingan antara hasil kerja

yang telah dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan dalam waktu

tertentu. Satuan ukurannya adalah angka yang menunjukkan ratio antara output

(12)

banyak dalam jangka waktu yang sama, atau suatu tingkat produksi tertentu dapat

dihasilkan dalam waktu yang lebih singkat.

2.5. Pasar Kredit, Modal Usaha dan Teknologi

Ada tiga macam ukuran untuk menilai pertumbuhan ekonomi yaitu

pertumbuhan output, pertumbuhan output per pekerja, dan pertumbuhan output

per kapita. Pertumbuhan output digunakan untuk menilai pertumbuhan kapasitas

produksi yang dipengaruhi oleh adanya peningkatan tenaga kerja dan modal di

wilayah tersebut. Pertumbuhan output per tenaga kerja sering digunakan sebagai

indikator adanya perubahan daya saing wilayah tersebut (melalui pertumbuhan

produktivitas). Sedangkan pertumbuhan output per kapita digunakan sebagai

indikator perubahan kesejahteraan ekonomi (Bhinadi, 2003).

Bila membahas mengenai persoalan kredit, maka pandangan kita tidak

lepas dari pembahasan mengenai pasar kredit. Secara singkat pasar kredit dapat

diartikan sebagai pertemuan antara penjual dan pembeli yang ada di pasar kredit,

atau dengan kata lain terjadinya transaksi kredit antara pemberi kredit (kreditor)

dengan penerima kredit (debitor). Dalam hal ini pihak kreditor menawarkan

sejumlah uang tertentu, dan pihak distributor akan menerima sejumlah uang

tertentu. Selanjutnya besarnya jumlah dana yang dapat di pinjamkan oleh Si

pemberi kredit ini disebut dengan loanable funds (Harunnurrasyid, 2002).

Dalam teori pasar kredit, keseimbangan pasarnya terjadi bila pertemuan

antara pemerintah dan penawaran kredit. Menurut George N. Halm (Dalam Farid

Wijaya, 1999), faktor-faktor utama yang mempengaruhi penawaran loanable

(13)

working capital dan berbagi kebijaksanaan ekonomi (antara lain kebijaksanaan perpajakan atau tax policies). Selanjutnya dari segi permintaan loanable funds

dipengaruhi oleh interest rate (tingkat bunga) dan dependent on the anticipated

profitability of the planed invesment (kemampuan antisipasi perilaku keuntungan

dari investasi yang di rencanakan).

Sedangkan menurut Charles L. Prather (Dalam Wayne, 1997) dijelaskan

pula kredit memperkaya konsumsi masyarakat melalui kelonggaran yang

dimilikinya untuk memiliki tempat tinggal, mobil, peralatan dan perlengkapan

serta barang-barang elektronik, dan barang-barang tahan lama lainnya pada masa

sekarang, dengan janji untuk membayarnya di masa datang (intern for promises to

pay in future). Di samping itu, menurutnya kredit memungkinkan individu-individu untuk membeli barang-barang dan jasa-jasa untuk mengatasi kebutuhan

finansial darurat pada saat kelahiran anak, sakit, dan musibah kematian. Kredit

juga membantu memperluas kegiatan produksi dalam bentuk peningkatan

besarnya unit proses produksi dalam bentuk peningkatan besarnya unit proses

produksi dan efisiensi pengolahan produksi.

Namun demikian, kenyamanan memiliki barang-barang konsumsi yang

relatif jauh berada di bawah kemampuan pendapatan sebenarnya dapat

menimbulkan beban dan kerugian konsumsi bagi masyarakat di masa datang dan

menimbulkan tabungan yang dipaksakan. Suatu motif yang diharapkan dapat

timbul dari kenaikan produksi tidaklah mungkin dapat menjadi kenyatan,

sehingga dapat menenggelamkan Si penerima kredit dalam kewajiban-kewajiban

besar yang harus di penuhi. Di samping itu, Si penerima kredit dapat secara

(14)

pendapatannya terpaksa harus digunakan untuk melunasi hutang dan bunga

pinjaman.

Apalagi dalam keadaan pinjaman yang di terima oleh si penerima kredit

tenggang waktu transaksinya relatif cukup pendek, hal ini dapat menimbulkan

kesulitan bagi penerima kredit itu sendiri karena dengan secara suka rela maka ia

harus melunasi hutang yang diperolehnya yang harus dibayarnya dalam jumlah

yang cukup besar sehingga cenderung menyebabkan perubahan yang tajam dalam

belanja pendapatannya terhadap rasional harga-harga dan volume sumber-sumber

daya atau input yang dipakai.

Tak dapat disangkal lagi, bahwa keberadaan lembaga perkreditan, bank

yang bersifat formal maupun informal telah ikut membawa pengaruh positif

namun negatif bagi pembangunan masyarakat pedesaan. Dalam kondisi terjepit di

mana lembaga keuangan formal mengalami krisis keuangan, maka masyarakat

pedesaan mencari alternatif lain memanfaatkan lembaga kredit pedesaan informal.

Sebagai akibatnya, masyarakat pedesaan banyak yang terperangkap dalam

genggaman praktek lintah darat (rentenir). Proses industrialisasi yang terus

berjalan baik di daerah pedesaan maupun di daerah perkotaan. Meskipun dengan

corak yang berbeda-beda di masing wilayah-wilayah indonesia, maka lembaga

keuangan akan memegang peranan dalam memenuhi dana untuk pengembangan

industri.

Dalam penjelasan lain Nurimansyah Hasibuan (2003) menegaskan bahwa

95% pengrajin di daerah pedesaan yang tidak pernah dapatkan fasilitas kredit akan

menyebabkan usaha kerajinan usaha di desa sulit berkembang. Sehingga upaya

(15)

itu keberadaan suatu lembaga dalam perkereditan di daerah perdesaan baik yang

bersifat formal maupun informal terlihat saling berkaitan satu dengan yang

lainnya. Disamping itu, pemberian kredit yang dilakukan oleh lembaga-lembaga

perbankan ada yang memiliki mata rantai yang panjang dan rumit. Sebagian besar

masyarakat ada yang tidak dapat secara langsung melakukan transaksi kredit pada

bank, melainkan melalui lembaga-lembaga non bank tertentu yang terkadang

belum mendapat pengakuan yang sah. Keadaan seperti ini pada gilirannya dapat

menghambat proses transaksi kredit, sehingga proses pendistribusian kredit

kepada masyarakat dapat berlangsung relatif lambat dan tak merata.

Dampak keadaan tersebut pada akhirnya memungkinkan masyarakat

sebagian terpaksa lari ke lembaga perkereditan informal, sehingga banyak di

antaranya yang terperangkap ke dalam kehidupan yang memprihatinkan. Dengan

tingkat suku bunga yang harus mereka bayar relatif tinggi, dan ditambah lagi

beban tanggungan keluarga yang relatif besar menyebabkan mereka semakin

menghadapi krisis keuangan yang parah. Akhirnya, mereka terpaksa melepas

sebagian dari harta pribadi yang mereka miliki yang akhirnya menyebabkan

mereka sulit keluar dari lembah kemiskinan.

Penanaman modal adalah investasi berupa aktiva tetap berwujud termasuk

tanah yang digunakan untuk kegiatan utama usaha, baik untuk penanaman modal

baru maupun perluasan dari usaha yang telah ada. Aktiva tetap berwujud adalah

aktiva berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang

diperoleh dalam bentuk siap pakai atau dibangun lebih dahulu, yang digunakan

dalam operasi perusahaan, tidak dimaksudkan untuk diperjual belikan atau

(16)

membutuhkan modal yang terdiri atas modal asing dan modal sendiri. Pengertian

modal adalah hak atau bagian yang dimiliki perusahaan yang ditujukan dalam

modal saham. Modal asing merupakan modal yang berasal dari pinjaman para

kreditur, supplier, dan perbankan. Sedangkan modal sendiri merupakan modal

yang berasal dari pihak perusahaan dari pemilik perusahaan (pemegang saham)

maupun laba yang tidak bagi (laba ditahan). Di dalam memenuhi modal yang

dibutuhkan tersebut perusahaan dapat menerbitkan dan menjual surat berharga

berupa obligasi (modal pinjaman) dan saham (modal sendiri). Surat berharga

tersebut dijual kepada para investor yang menginginkannya dimana perusahaan

berkewajiban memberikan hasil (return) yang dikehendaki oleh investor tersebut.

Paradigma Mosher (1966) tentang delivery systems meyakini tentang

pentingnya teknologi dan modal untuk meningkatkan produktivitas, sehingga

diperlukan pengembangan insentif ekonomi untuk mengembangkan teknologi dan

modal di wilayah pertanian . Dengan pemikiran demikian, maka cukup beralasan

bagi Mosher untuk mengembangkan konsep delivery systems untuk memacu

pertumbuhan produksi sekaligus pertumbuhan ekonomi wilayah pertanian .

Telah diketahui bahwa inovasi teknologi mempunyai peran yang sangat vital

untuk mendukung pengembangan sistem dan usaha agribisnis yang dinamis,

efisien, dan berdaya saing tinggi (Suryana, 2007). Menurut Mosher (1966) inovasi

teknologi merupakan salah satu syarat mutlak yang harus dipenuhi agar suatu

pembangunan pertanian dapat tumbuh-berkembang secara progresif; keempat

syarat mutlak lainnya adalah adanya pasar bagi produk-produk agribisnis,

tersedianya sarana dan peralatan produksi secara lokal, adanya perangsang

(17)

teknologi secara terus- menerus, pembangunan pertanian akan terhambat,

walaupun keempat syarat mutlak lainnya telah terpenuhi.

Mosher (1974) untuk menyebut 6 kegiatan yang esensial dalam pembangunan

pertanian. Salah satunya adalah menciptakan struktur pedesaan progresif. Struktur

pedesaan progresif mempunyai 5 unsur yaitu:

1. Kota-kota pasar yang merupakan tempat penjualan dimana petani dapat

membeli sarana produksi dan alat-alat pertanian serta pasar tempat petani menjual

hasil pertaniannya.

2. Jalan-jalan pedesaan memperlancar dan menekan pengangkutan hasil pertanian

serta untuk penyaluran informasi dan segala jasa-jasa di pedesaan.

3. Percobaan pengujian local untuk menentukan teknologi usahatani yang sesuai

dengan keadaan setempat.

4. Aparat penyuluhan dimana petani dapat belajar teknologi baru.

5. Fasilitas kredit untuk membiayai penggunaan input.

Modal pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu modal aktif

dan modal pasif. Modal aktif menunjukkan penggunaan dana yang tertera di sisi

aktiva (aktiva lancar dan aktiva tetap) yaitu yang menggambarkan bentuk-bentuk

dalam sebelah mana dana yang diperoleh perusahaan ditanamkan. Sedangkan

modal pasif menunjukkan sumber dana yang tertera di sisi pasiva yang

menggambarkan sumber-sumber dana dari mana diperoleh atau asal dana

diperoleh. Modal pasif terdiri atas hutang jangka pendek, hutang jangka panjang

(18)

Menurut Sawir (2001): “Modal kerja adalah keseluruhan aktiva lancar

yang dimiliki perusahaan atau dapat pula dimaksudkan dana yang harus tersedia

untuk membiayai kegiatan operasi perusahaan sehari-hari”. Menurut

Gitosudarmo (2002) “Besarnya modal kerja adalah sejumlah dana yang tertanam

dalam aktiva lancar yang benar-benar dapat digunakan untuk membiayai operasi

perusahaan atau sesudah dikurangi besarnya hutang lancar”. Sedangkan Riyanto

(2002) mengemukakan : Modal adalah baik yang berupa barang – barang konkrit

yang masih ada dalam rumah tangga perusahaan yang terdapat di neraca sebelah

debet maupun berupa daya beli atau nilai tukar dari barang – barang itu yang ada

di sebelah kredit. Jadi yang tercatat disebelah debet dari neraca disebut modal

konkrit dan yang tercatat disebelah kredit disebut modal abstrak.

2.6. Pendapatan Masyarakat

Pendapatan Nasional adalah nilai semua barang dan jasa yang diproduksi

dalam perekonomian pada suatu kurun waktu tertentu (Dornbusch, 2004). Dari

konsep dasar pendapatan nasional dapat dihitung pendapatan pribadi (personal

income) dan selanjutnya dapat dihitung pula pendapatan siap pakai (disposable

income). Pendapatan seseorang individu dapat didefinisikan sebagai jumlah penghasilan siap pakai yang diperolehnya dari jasa-jasa produksi yang

diserahkannya pada suatu waktu tertentu atau yang diperolehnya dari harta

kekayaannya. Pendapatan nasional merupakan penjumlahan dari semua

pendapatan individu yang diukur dengan jalan mencatat dan menjumlahkan

transaksi-transaksi pendapatan individu yang terjadi selama suatu periode waktu

(19)

dibayar oleh para penerima pendapatan, maka nilai yang tersisa dinamakan

pendapatan siap pakai. Pendapatan siap pakai adalah sejumlah uang yang

sesungguhnya diterima oleh masyarakat rumah tangga, yang boleh dibelanjakan

oleh para penerimanya untuk membeli barang dan jasa sesuai dengan

keinginannya (Samuelson, 2002).

Pendapatan merupaka hasil yang diperoleh dari kegiatan produksi yang

memakai faktor-faktor produksi dapat berupa tanah, tenaga kerja, modal dan

keterampilan (skill). Perusahaan dalam melakukan kegiatan memerlukan

faktor--faktor produksi yang tersedia di masyarakat. Dalam perputaran kegiatan

perekonomian yang terdiri dari rumah tangga (masyarakat) dengan perusahaan

terjadi arus timbal balik dimana rumah tangga mendapat pendapatan dari batas

jasa faktor-faktor produksi yang diberikan pada perusahaan.

Distribusi pendapatan dapat berwujud pemerataan maupun ketimpangan,

yang menggambarkan tingkat pembagian pendapatan yang dihasilkan oleh

berbagai kegiatan ekonomi (Rahayu,2000). Distribusi dari suatu proses produksi

terjadi setelah diperoleh pendapatan dari kegiatan usaha. Pengukuran masalah

pemerataan telah sejak lama menjadi perdebatan di kalangan ilmuwan. Namun,

pendekatan pengukuran yang sering digunakan untuk mengukur ketidakmerataan

dari distribusi pendapatan adalah Gini coefficient yang dibantu dengan

menggunakan Lorentz curve (Gambar 1). Sedangkan untuk mengukur tingkat

kemiskinan digunakan metode headcount measure dan poverty gap. Ukuran yang

dipakai dalam menentukan ketidakmerataan baik di tingkat wilayah maupun

(20)

2.7. Sarana dan Prasarana Infrastruktur

Menurut Setyaningrum (1997), infrastruktur adalah bagian dari capital

stock dari suatu negara, yaitu biaya tetap sosial yang langsung mendukung produksi. Stone dalam Kodoatie (2003) mendefinisikan infrastruktur sebagai

fasilitas-fasilitasfisik yang dikembangkan atau dibutuhkan oleh agen-agen publik

untuk fungsi-fungsi pemerintahan dalam penyediaan air, tenaga listrik,

pembuangan limbah, transportasi dan pelayanan-pelayanan lainnya untuk

memfasilitasi tujuan-tujuanekonomi dan sosial.

Infrastruktur merupakan input penting bagi kegiatan produksi dan dapat

mempengaruhi kegiatan ekonomi dalam berbagai cara baik secara langsung

maupun tidak langsung. Infrastruktur tidak hanya merupakan kegiatan produksi

yang akan menciptakan output dan kesempatan kerja, namun keberadaan

infrastruktur juga memengaruhi efisiensi dan kelancaran kegiatan ekonomi di

sektor-sektor lainnya.

Sementara itu The World Bank (1994) membagi infrastruktur menjadi

tiga, yaitu:

1. Infrastruktur ekonomi, merupakan aset fisik yang diperlukan untuk

menunjang aktivitas ekonomi baik dalam produksi maupun konsumsi

final, meliputi public utilities (tenaga, telekomunikasi, air minum, sanitasi

dan gas), public work (jalan, bendungan, kanal, saluran irigasi da

(21)

2. Infrastruktur sosial, merupakan aset yang mendukung kesehatan dan

keahlian masyarakat, meliputi pendidikan (sekolah dan perpustakaan),

kesehatan (rumah sakit dan pusat kesehatan), perumahan dan rekreasi

(taman, museum dan lain-lain).

3. Infrastruktur administrasi/institusi, meliputi penegakan hukum, kontrol

administrasi dan koordinasi serta kebudayaan.

Infrastruktur juga dapat digolongkan menjadi infrastruktur dasar dan

pelengkap. Infrastruktur dasar (basic infrastructure), meliputi sektor-sektor yang

mempunyai karakteristik publik dan kepentingan yang mendasar untuk

perekonomian lainnya, tidak dapat diperjualbelikan (non tradable) dan tidak dapat

dipisah-pisahkan baik secara teknis maupun spasial. Contohnya jalan raya rel

kereta api, pelabuhan laut, drainase, bendungan, dan sebagainya. Sedangkan

infrastruktur pelengkap (complementary infrastructure) misalnya gas, listrik,

telepon dan pengadaan air minum. Infrastruktur dasar biasanya diselenggarakan

oleh pemerintah karena sifatnya yang dibutuhkan oleh masyarakat luas. Namun

dalam penyediaannya pemerintah dapat bekerja sama dengan badan usaha sesuai

dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2005 tentang

Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur.

Perbedaan antara infrastruktur dasar dan pelengkap tidaklah selalu sama dan dapat

berubah menurut waktu. Misalnya pengadaan air minum yang dulunya

digolongkan sebagai infrastruktur pelengkap, sekarang digolongkan sebagai

(22)

Fasilitas infrastruktur bukan hanya berfungsi melayani berbagai

kepentingan umum tetapi juga memegang peranan penting pada kegiatan-kegiatan

swasta di bidang ekonomi. Kebutuhan prasarana merupakan pilihan (preference),

dimana tidak ada standar umum untuk menentukan berapa besarnya fasilitas yang

tepat di suatu daerah atau populasi. Edwin (1998) menguraikan prasarana umum

yang diambil dari Catanese (1992), terdiri dari kategori-kategori dalam fasilitas

pelayanan dan fasilitas produksi. Fasilitas pelayanan meliputi kategori-kategori

sebagai berikut:

1. Pendidikan, berupa Sekolah Dasar, SMP, SMA dan perpustakaan umum.

2. Kesehatan, berupa rumah sakit, rumah perawatan, fasilitas pemeriksaan

oleh dokter keliling, fasilitas perawatan gigi dengan mobil keliling,

fasilitas kesehatan mental dengan mobil keliling, rumah yatim piatu,

perawatan penderita gangguan emosi, perawatan pecandu alkohol dan obat

bius, perawatan penderita cacat fisik dan mental, rumah buta dan tuli, serta

mobil ambulans.

3. Transportasi, berupa jaringan rel kereta api, bandar udara dan fasilitas

yang berkaitan, jalan raya dan jembatan di dalam kota dan antar kota serta

terminal penumpang.

4. Kehakiman, berupa fasilitas penegakan hukum dan penjara.

5. Rekreasi, berupa fasilitas rekreasi masyarakat dan olahraga.

Sedangkan fasilitas produksi meliputi kategori-kategori:

1. Energi, yaitu penyuplai energi langsung.

2. Pemadam kebakaran, berupa stasiun pemadam kebakaran, mobil pemadam

(23)

3. Sampah padat, berupa fasilitas pengumpulan dan peralatan sampah padat

dan lokasi pembuangannya.

4. Telekomunikasi, berupa televisi kabel, televisi udara, telepon kabel dan

kesiagaan menghadapi bencana alam.

5. Air limbah, berupa waduk dan sistem saluran air limbah, sistem

pengolahan dan pembuangannya.

6. Air bersih, berupa sistem suplai untuk masyarakat, fasilitas penyimpanan,

pengolahan dan penyalurannya, lokasi sumur dan tangki air di bawah

tanah.

Dengan melihat jenis-jenis infrastruktur yang banyak berhubungan dengan

masyarakat, peranan pemerintah sangat penting dalam penyediaannya. Walaupun

pengadaan infrastruktur bisa dilakukan dengan kerja sama dengan badan usaha

yang telah ditunjuk, tidak semua layanan infrastruktur bisa dilaksanakan oleh

pihak swasta karena ada layanan infrastruktur yang memerlukan modal yang besar

dengan waktu pengembalian yang lama dan resiko investasi yang besar.

Pemerintah sebagai pemain utama dalam penyediaan infrastruktur

selayaknya menjaga kesinambungan investasi pembangunan infrastruktur dan

memrioritaskan infrastruktur dalam rencana pembangunan nasional, sehingga

infrastruktur dapat dibenahi baik secara kuantitas maupun kualitas. Selain itu

perlu pendekatan yang lebih terpadu dalam pembangunan infrastruktur guna

menjamin sinergi antar sektor dan wilayah (Bulohlabna, 2008).

2.7.1. Infrastruktur Jalan dan Transportasi

Infrastruktur jalan dan transportasi sebagai salah satu infrastruktur

(24)

ketersediaan jalan akan meminimalkan modal komplementer sehingga proses

produksi dan distribusi akan lebih efisien. Pembangunan prasarana jalan turut

akan meningkatkan pertumbuhan wilayah-wilayah baru dengan meningkatnya

volume lalu lintas. Sebaiknya prasarana jalan yang buruk dan rusak akan

menghambat alokasi sumber daya, pengembangan industri, pendistribusian faktor

produksi, barang dan jasa, yang pada akhirnya akan memengaruhi pendapatan.

Ikhsan (2004) mengemukakan bahwa jalan raya akan memengaruhi biaya

variabel dan biaya tetap. Jika infrastruktur harus dibangun sendiri oleh sektor

swasta, maka biaya akan meningkat secara signifikan dan menyebabkan cost of

entry untuk suatu kegiatan ekonomi menjadi sangat mahal sehingga

kegiatan-kegiatan ekonomi yang sebetulnya secara potensial mempunyai keunggulan

komparatif menjadi tidak bisa terealisasikan karena ketiadaan infrastruktur. Lebih

jauh lagi infrastruktur sangat berpengaruh terhadap biaya marketing. Sebagai

contoh adanya pembukaan dan peningkatan jalan di Sulawesi tidak hanya

menurunkan biaya transportasi, namun juga menjadi faktor penting dalam

memperkuat bargaining power dari petani coklat. Akibatnya, margin yang

diterima petani coklat meningkat dari sekitar 62 persen pada tahun 1980-an

menjadi sekitar 90 persen setelah tersedianya Jalan Trans Sulawesi. Queiroz

dalam Sibarani (2002) juga menunjukkan adanya hubungan yang konsisten dan

signifikan antara pendapatan dengan panjang jalan. Negara berpenghasilan lebih

dari US$ 6.000/kapita mempunyai rasio panjang jalan ± 10.110 km/1 juta

penduduk, sedangkan negara berpenghasilan US$ 545 - US$ 6.000/kapita

mempunyai rasio panjang jalan ± 1.660 km/1 juta penduduk dan negara

(25)

km/1 juta penduduk. Jika data tersebut dibandingkan, negara yang berpenghasilan

tinggi mempunyai panjang jalan 59 kali lipat dibandingkan dengan negara

berpenghasilan rendah.

2.7.2. Infrastruktur Listrik

Dengan semakin majunya suatu wilayah, kebutuhan akan listrik menjadi

tuntutan primer yang harus dipenuhi, tidak hanya untuk rumah tangga namun juga

untuk kegiatan ekonomi terutama industri. Dalam kehidupan masyarakat yang

semakin modern, semakin banyak peralatan rumah tangga, peralatan kantor serta

aktivitas-aktivitas masyarakat yang mengandalkan sumber energi dari listrik.

Peningkatan kegiatan ekonomi dalam produksi dan investasi juga membutuhkan

listrik yang memadai. Oleh karena itu permintaan listrik meningkat dari tahun ke

tahun baik dari segi kuantitasnya maupun kualitasnya.

Sebagian besar kebutuhan listrik di Indonesia dipenuhi oleh PT.

Perusahaan Listrik Negara (Persero). Sementara sebagian lagi masih disuplai oleh

perusahaan-perusahaan non PLN. Sampai dengan tahun 2007, belum semua

wilayah di Indonesia telah tersambung dalam jaringan PLN. Oleh karena itu,

sebagian masyarakat mengusahakannya secara swasembada yaitu melalui

perusahaan non PLN yang dikelola Pemda, koperasi maupun perusahaan swasta

lainnya.

2.7.3. Infrastruktur Air Bersih

Air bersih merupakan kebutuhan vital yang mutlak diperlukan dalam

kehidupan manusia sehingga pengadaan sumber daya ini termasuk dalam prioritas

pembangunan. Pengalokasian air bersih yang efisien harus didasarkan pada sifat

(26)

tertentu. Karakteristik sumber daya air dikemukakan oleh Anwar dalam

Oktavianus (2003), yaitu:

1. Mobilitas air, menyebabkan sulitnya penegasan hak-hak (property right)

atas sumber daya air secara ekslusif agar dapat menjadi komoditas

ekonomi yang dapat dipertukarkan dalam sistem ekonomi pasar.

2. Sifat skala ekonomi yang melekat, menyebabkan penawaran air bersifat

monopoli alami (natural monopoly), dimana semakin besar jumlah air

yang ditawarkan, maka biaya per satuan yang ditanggung produsennya

semakin murah.

3. Sifat penawaran air dapat berubah-ubah menurut waktu, ruang dan

kualitasnya sehingga penyaluran air dalam keadaan kekeringan hebat dan

banjir biasanya hanya dapat ditangani oleh pemerintah untuk kepentingan

umum.

4. Kapasitas daya asimilasi dari badan air (water bodies) yang dapat

melarutkan dan menyerap zat-zat tertentu selama daya dukungnya tidak

melampaui, sehingga komoditas air dapat dimasukkan dalam barang

umum (public good) dalam upaya mengurangi pencemaran lingkungan

atas air bersih.

5. Penggunaan air bisa dilakukan secara beruntun ketika air mengalir dari

suatu daerah aliran sungai (DAS) sampai ke laut, yang dapat menyebabkan

perubahan kuantitas dan kualitasnya.

6. Penggunaan yang serba guna (multiple use).

7. Berbobot besar dan memakan tempat (bulkiness) sehingga biaya

(27)

8. Nilai kultur masyarakat yang menganggap bahwa sumber daya air sebagai

anugerah dari Tuhan, dapat menjadi kendala dalam pendistribusiannya

secara komersial.

Penggunaan air terbesar berdasarkan sektor kegiatan dapat dibagi ke dalam

tiga kelompok besar yaitu kebutuhan domestik, irigasi pertanian dan industri.

Kebutuhan domestik untuk masyarakat akan meningkat sejalan dengan

pertambahan penduduk baik di perkotaan maupun pedesaan. Air untuk keperluan

irigasi pertanian juga terus meningkat dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan

penduduk yang terus bertambah. Demikian juga dalam bidang industri, yang kian

mengalami peningkatan karena struktur perekonomian yang mengarah pada

industrialisasi.

Air harus dipandang sebagai barang ekonomi sehingga untuk

mendapatkannya memerlukan pengorbanan baik waktu maupun biaya.

Sebagaimana barang ekonomi lainnya, air mempunyai nilai bagi penggunanya,

yaitu jumlah maksimum yang bersedia dibayarkan untuk penggunaan sumber

daya tersebut, dimana pengguna akan menggunakan air selama manfaat dari

tambahan setiap kubik air yang digunakan melebihi biaya yang dikeluarkan

(Briscoe dalam Oktavianus, 2003).

2.7.4.Infrastruktur Pendidikan

Infrastruktur pendidikan merupakan infrastruktur yang berfungsi untuk

meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan (rehabilitasi sekolah dasar dan

menengah dan penyediaan meubeler) yang berperan dalam merangsang

pertumbuhan ekonomi karena ketersediaan prasarana pendidikan akan

(28)

akan meningkatkan pertumbuhan wilayah-wilayah baru dengan meningkatnya

kualitas dan kuantitas masyarakat yang belajar.

Pembangunan pendidikan penting dilaksanakan supaya masyarakat dapat

maju, sehingga menambah ilmu pengetahuan, kecakapan, dan keterampilan

Pembangunan pendidikan diusahakan untuk membantu masyarakat yang ingin

bergerak maju ke arah perkembangan yang dikehendaki.

Belajar secara terus-menerus memang mutlak perlu, akan tetapi orang

dapat belajar dari pengalaman tanpa menerima pengajaran secara formal. Jika ada

pengangkutan maka dengan sendirinya akan banyak petani yang bepergian

mengunjungi kota-kota. Sebagai akibatnya, akan memperoleh pengetahuan dan

gagasan yang baru. Jadi, orang dapat belajar tanpa harus ada fasilitas-fasilitas

formal untuk pendidikan. Adanya fasilitas formal dapat mempercepat proses

belajar. (Hanafie, 2010).

2.7.5. Infrastruktur Kesehatan

World Health Organization (WHO) mendefinisikan kesehatan sebagai

sebuah kondisi kesejahteraan fisik, mental dan sosial, dan bukan sekedar bebas

penyakit dan kelemahan fisik. Dalam prakteknya, pengukuran tingkat kesehatan

yang digunakan antara lain tingkat harapan hidup. Ukuran ini merupakan salah

satu dari tiga komponen dalam penghitungan Indeks Pembangunan Manusia

(IPM).

Pembangunan kesehatan menjadi bagian integral dari pembangunan

nasional karena bidang kesehatan menyentuh hampir seluruh aspek kehidupan

manusia secara berkesinambungan, yang merupakan suatu rangkaian

(29)

merupakan upaya untuk tercapainya kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup

sehat bagi setiap penduduk agar terwujud derajat kesehatan yang optimal. Melalui

pembangunan kesehatan diharapkan setiap penduduk memiliki kemampuan hidup

sehat sehingga di masa mendatang tercipta generasi penerus yang bermutu sebagai

modal penting dalam pembangunan nasional.

Secara ekonomi, masyarakat yang sehat akan menghasilkan tenaga kerja

yang sehat dan merupakan input penting untuk pertumbuhan ekonomi.

Negara-negara yang mempunyai tingkat kesehatan dan pendidikan yang rendah

menghadapi tantangan yang lebih berat untuk mencapai pertumbuhan

berkelanjutan dibandingkan dengan negara yang lebih baik tingkat kesehatan dan

pendidikannya. Tenaga kerja yang berkualitas akan mempunyai peluang yang

lebih besar untuk lebih produktif, mempunyai kesempatan kerja yang lebih besar,

memperoleh pendapatan yang lebih tinggi, dan menghasilkan output ekonomi

yang lebih besar juga.

Tujuan pembangunan kesehatan yang tercantum dalam Rencana Strategi

Pembangunan Kesehatan adalah terselenggaranya program atau kegiatan

pembangunan kesehatan yang memberi jaminan tercapainya derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya sesuai dengan visi “Indonesia Sehat 2010”.

Arah kebijakan pembangunan kesehatan menurut Depkes (2004 dalam Wahyuni,

2009) adalah:

1. Meningkatkan mutu sumber daya manusia dan lingkungan yang saling

mendukung, dengan pendekatan paradigma sehat yang memberikan

(30)

penyembuhan, pemulihan, dan rehabilitasi sejak pembuahan dalam

kandungan sampai usia lanjut.

2. Meningkatkan dan memelihara mutu lembaga dan pelayanan kesehatan

melalui pemberdayaan sumber daya manusia secara berkelanjutan dan

sarana prasarana dalam bidang medis, termasuk ketersediaan obat yang

dapat dijangkau oleh masyarakat.

Pelayanan kesehatan melalui rumah sakit dan puskesmas serta pelayanan

kesehatan lainnya diharapkan meningkatkan mutu kesehatan yang menjangkau

seluruh masyarakat untuk mewujudkan pembangunan kesehatan yang merata.

Pengembangan infrastruktur kesehatan, baik secara kuantitas maupun kualitas,

akan mendorong peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang merupakan

faktor input pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan.

2.8. Pengertian, Karakteristik dan Tipologi Desa 2.8.1. Pengertian dan Karakteristik Desa

Menurut UU No.22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah Pasal I, yang

dimaksud dengan desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki

kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat

berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem

pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten.

Menurut UU No. 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintah Daerah, desa adalah

suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan

(31)

dibawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam

ikatan negara kesatuan Republik Indonesia.

Menurut Sutardjo Kartohadikusumo, desa adalah suatu kesatuan hukum tepat

tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri.

Menurut C.S. Kansil, desa adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah

penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan

masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung

di bawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam

ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kawasan pedesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama

pertanian, termasuk pengelolaan SDA, dengan susunan fungsi kawasan sebagai

tempat pemukiman pedesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan

kegiatan ekonomi.

Dalam pembentukan sebuah desa terdapat tiga unsur pokok, yaitu:

a. Daerah/wilayah yang merupakan tempat tinggal dan tempat beraktivitas berupa

tanah yang produktif, lokasi, luas dan batas yang merupakan lingkungan

geografis.

b. Penduduk, adalah terkait dengan kualitas dan kuantitasnya, misalnya jumlah

penduduk, pertambahan penduduk, persebaran penduduk dan mata pencaharian

penduduk.

c. Tata kehidupan atau aturan-aturan yang berhubungan langsung dengan keadaan

(32)

2.8.2. Pengertian Masyarakat Desa dan Karakteristiknya

Masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup lama hidup

dan bekerjasama, sehingga mereka ini dapat mengorganisasikan dirinya berfikir

tentang dirinya dalam satu kesatuan sosial dengan batas-batas tertentu. Sedangkan

yang dimaksud dengan desa menurut Bintaro, desa merupakan perwujudan atau

kesatuan geografi, sosial, ekonomi, politik dan cultural yang terdapat di situ (suatu

daerah) dalam hubungannya dan pengaruhnya secara timbal balik dengan daerah

lain. Pendapat lainnya yaitu menurut Paul H. Landis, desa adalah masyarakat yang

penduduknya kurang dari 2.500 jiwa dengan karakteristiknya sebagai berikut:

a. Mempunyai pergaulan hidup yang saling kenal mengenal antara ribuan jiwa

b. Ada pertalian perasaan yang sama tentang kesukaan terhadap kebiasaan

c. Cara berusaha (perekonomian) umumnya adalah agraris yang sangat

dipengaruhi alam seperti; iklim, keadaan alam, kekayaan alam, sedangkan

pekerjaan yang bukan agraris adalah bersifat sambilan

d. Diantara masyarakatnya mempunyai hubungan yang lebih mendalan bila

dibandingkan dengan masyarakat pedesaan lain yang di luar batas-batas

wilayahnya.

e. Masyarakat tersebut sifatnya homogeny, seperti dalam hal mata pencaharian,

agama, adat istiadat dan sebagainya.

f. Penduduk desa merupakan unit sosial dan unit kerja.

Pada masyarakat pedesaan mata pencaharian bersifat homogeny yang berada

di sector ekonomi primer, yaitu bertumpu pada bidang pertanian. Kehidupan

ekonomi terutama tergantung pada usaha pengelolaan tanah untuk keperluan

(33)

adalah mengolah alam untuk memperoleh bahan-bahan mentah untuk memenuhi

kebutuhan pokok manusia.

Pada umumnya masyarakat pedesaan menganut sistem ekonomi tradisional

atau sistem ekonomi tertutup, cukup memenuhi kebutuhan-kebutuhan ekonomi

masyarakat terbatas untuk bertahan hidup dan memenuhi kebutuhan bersama.

2.8.3. Tipologi Desa

Tipologi dari masyarakat desa dilihat dari kegiatan pokok yang ditekuni

masyarakatnya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, selain itu tipologi

desa bias dilihat dari segi pemukiman maupun dari tingkat perkembangan

masyarakat desa itu sendiri, dilihat dari segi mata pencaharian pokok yang

dikerjakan. Tipologi masyarakat desa terbagi dua yaitu desa pertanian dan desa

industri (Mosher, 1966).

a. Desa pertanian

Menurut Landis ada 4 tipe desa pertanian, yaitu Farm Village Type, Nebulous

Farm Village Type, Arranged Isolated Farm Type, Pure Isolated Farm Type,

Everett, M.Rogers dan Rabelj. Burge dalam bukunya “Social change in Rural societies menambahkan tipe desa yaitu The scaffered farmstead community and

The Cluster Village.

b. Desa Industri

Selain dilihat dari aspek mata pencaharian, tipologi desa juga dapat dilihat

dari perkembangan masyarakatnya, yaitu;

1. Desa Tradisional (Swadaya), yaitu desa yang masih terikat oleh tradisi

karena taraf pendidikannya relatif rendah, produksi diarahkan untuk

(34)

desa swadaya adalah suatu wilayah pedesaan yang hampir seluruh

masyarakatnya mampu memenuhi kebutuhannya dengan cara mengadakan

sendiri. Ciri-ciri desa swadaya : a) Daerahnya terisolir dengan daerah

lainnya. b) Penduduknya jarang. c) Mata pencaharian homogen yang

bersifat agraris. d) Bersifat tertutup. e) Masyarakat memegang teguh adat.

f) Teknologi masih rendah. g) Sarana dan prasarana sangat kurang. h)

Hubungan antarmanusia sangat erat. i) Pengawasan sosial dilakukan oleh

keluarga.

2. Desa Swakarya, yaitu desa yang sudah agak longgar adat istiadatnya

karena pengaruh luar, mengenal teknologi pertanian, dan taraf pendidikan

warganya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan desa lainnya. Atau,

desa yang sudah bias memenuhi kebutuhannya sendiri, kelebihan produksi

sudah mulai dijual ke daerah-daerah lainnya. Ciri-ciri desa swakarya : a)

Adanya pengaruh dari luar sehingga mengakibatkan perubahan pola pikir.

b) Masyarakat sudah mulai terlepas dari adat. c) Produktivitas mulai

meningkat. d) Sarana prasarana mulai meningkat. e) Adanya pengaruh dari

luar yang mengakibatkan perubahan cara berpikir.

3. Desa Swasembada, yaitu desa yang lebih maju daripada desa swakarya

dan tidak terikat lagi oleh adat-istiadat yang ketat. Atau, desa yang lebih

maju dan mampu mengembangkan semua potensi yang ada secara

optimal,dengan ciri-ciri berikut : a) Hubungan antarmanusia bersifat

rasional. b) Mata pencaharian homogen. c) Teknologi dan pendidikan

tinggi. d) Produktifitas tinggi. e) Terlepas dari adat. f) Sarana dan

(35)

Tipologi desa adalah teknik untuk mengenal desa-desa yang banyak

jumlahnya, sehingga konkrit permasalahannya. Tingkat perkembangan desa

ditentukan oleh :

a. Imbangan daya unsur-unsur dari dalam desa itu sendiri.

b. Pengaruh unsur-unsur dari dalan desa itu sendiri

c. Intensitas pengaruh unsure luar ditentukan oleh posisi desa tersebut terhadap

pusat-pusat unit wilayah yang lebih besar dan pusat-pusat fasilitas.

Disamping dapat dilihat dari faktor-faktor diatas, maka tingkat pertumbuhan

desa dapat dilihat dari komposisi jenis jalan dan karakteristik kegiatan ekonomi

yaitu primer, sekunder, dan tersier. Komponen potensi desa berdasarkan

perumusan diskusi penelitian desa di Cibogo 1971 digolongkan sebagai berikut :

1. Alami: Lokasi, Luas Desa, Keadaan Tanah, Keadaan Air, keadaan alam nabati

dan hewani.

2. Manusia: Jumlah pendudk, Penyebarannya (Density), karakteristiknya meliputi

:(susunan umur, susunan kelamin (seks), adat istiadat dan agama, organisasi

masyarakatdan gotong royong).

3. Kegiatan Ekonomi: Agraris (Primer) yang meliputi : (pertanian, perikanan,

peternakan, pengumpulan hasil hutan), industri/kerajinan (sekunder),

perdagangan dan jasa-jasa.

4. Prasarana : Prasarana perhubungan dan komunikasi, prasarana pengairan /

produksi , prasarana pemasaran/pasar-pasar, kios-kios dan lain-lain, prasarana

(36)

Berdasarkan analisis Direktorat Tata Kota dan Tata Daerah bekerja sama

dengan Direktorat Penyelidikan Masalah Bangunan dan Center for Urban and

Regional Development Curds Medan (April 2009), Di Indonesia, sistem klasifikasi dan tipologi desa didasarkan atas pendekatan ekosistem. Pendekatan

ini, dapat diidentifikasikan adanya sepuluh faktor yang menentukan tingkat

perkembangan sebuah desa, yaitu sebagai berikut.

a. Faktor penduduk (D–Density).

b. Faktor alam (N–Nature).

c. Faktor orbitrasi desa (U–Urban centre).

d. Faktor mata pencarian (E–Earning).

e. Faktor pendapatan desa (Y–Yield/Output).

f. Faktor adat istiadat (C–Custom).

g. Faktor kelembagaan (L).

h. Faktor pendidikan (E–Education).

i. Fakor gotong royong (Gr).

j. Faktor prasarana desa (P).

2.9. Hubungan Modal Kerja, Bank, Jumlah Tenaga Kerja, Infrstruktur dan Teknologi dengan Produktivitas Masyarakat Desa.

Seperti yang telah dijelaskan di atas, ada tiga macam ukuran untuk menilai

pertumbuhan ekonomi yaitu pertumbuhan output, pertumbuhan output per

pekerja, dan pertumbuhan output per kapita. Pertumbuhan output digunakan untuk

menilai pertumbuhan kapasitas produksi yang dipengaruhi oleh adanya

peningkatan tenaga kerja dan modal di wilayah tersebut. Pertumbuhan output per

tenaga kerja sering digunakan sebagai indikator adanya perubahan daya saing

(37)

output per kapita digunakan sebagai indikator perubahan kesejahteraan ekonomi

(Bhinadi, 2003). Terlihat disini bahwa untuk produktivitas suatu desa dapat dilihat

dari pertumbuhan ekonomi desa itu yaitu jumlah tenaga kerja dan modal sehingga

kedua hal ini tidak bisa dipisahkan dari produktivitas.

Menurut Setyaningrum (1997), infrastruktur adalah bagian dari capital stock

dari suatu negara, yaitu biaya tetap sosial yang langsung mendukung produksi.

Produksi yang baik dalam suatu daerah berarti menunjukan produktivitas

masyarakat daerah itu sudah baik. Bank merupakan salah satu infrastruktur

ekonomi yang dibangun oleh pemerintah atau swasta untuk menunjang

pertumbuhan ekonomi suatu desa. Biasanya masyarakat desa menggunakan

fasilitas bank untuk mengambil kredit dan menabung. Nurimansyah Hasibuan

(2003) menegaskan bahwa 95% pengrajin di daerah pedesaan yang tidak pernah

dapatkan fasilitas kredit akan menyebabkan usaha-usaha di desa sulit

berkembang. Hal ini berarti kredit yang diambil masyarakat desa dari bank baik

untuk modal usaha membuka lahan atau untuk mengembangkan perekonomian

hidup mereka sangat penting.

Infrastruktur merupakan input penting bagi kegiatan produksi dan dapat

mempengaruhi kegiatan ekonomi dalam berbagai cara baik secara langsung

maupun tidak langsung. Infrastruktur tidak hanya merupakan kegiatan produksi

yang akan menciptakan output dan kesempatan kerja, namun keberadaan

infrastruktur juga memengaruhi efisiensi dan kelancaran kegiatan ekonomi di

sektor-sektor lainnya (The World Bank, 1994). Infrastruktur jalan, pendidikan dan

(38)

Sehingga infrastruktur merupakan tolak ukur utama dalam menilai produktivitas

masyarakat desa.

Berdasarkan modul Depnaker Langkat (2000), teknologi merupakan salah

satu faktor yang dari 10 faktor- faktor yang berpengaruh terhadap produktivitas

individu tenaga kerja. Kuznets dalam Jhingan (2008) mendefinisikan

pertumbuhan ekonomi sebagai kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu

negara untuk menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada

penduduknya, yang tumbuh sesuai dengan kemajuan teknologi, penyesuaian

kelembagaan dan ideologis yang diperlukannya. Definisi ini memiliki tiga

komponen, yaitu: pertama, pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari

meningkatnya secara terusmenerus persediaan barang; kedua, teknologi maju

merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang menentukan derajat

pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan aneka macam barang kepada

penduduknya; ketiga, penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan

adanya penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideologi sehingga inovasi yang

dihasilkan dapat dimanfaatkan secara tepat. Sangat jelas bahwa teknologi

merupakan hal konstan untuk melihat produktivitas suatu individu dan

pertumbuhan ekonomi suatu wilayah.

2.10. Penelitian Terdahulu

Ketersediaan infrastruktur yang memadai sangat penting dalam perekonomian

karena mampu mengefisienkan proses produksi dalam perekonomian. Semakin tinggi

tingkat output perkapita, semakin tinggi pula produktivitas ekonominya. Dengan

demikian, penyediaaan infrastruktur berperan dalam meningkatkan kesejahteraan

(39)

Sibarani (2002) dalam penelitiannya mengenai kontribusi infrastruktur

terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia, menganalisis bahwa kebijakan

pembangunan infrastruktur yang terpusat di Pulau Jawa dan Indonesia Bagian Barat

menimbulkan disparitas pendapatan per kapita di masing-masing daerah Indonesia,

terutama antara Pulau Jawa dengan luar Jawa dan Indonesia Bagian Barat dengan

Indonesia Bagian Timur, meskipun pada saat yang sama pertumbuhan ekonomi

meningkat. Model yang digunakan merujuk pada model Barro (1990) dengan

infrastruktur sebagai input dalam produksi agregat. Asumsi yang digunakan Barro

adalah total faktor produksi mempunyai bentuk log Ait = ai + bt. Pendekatan yang

dipilih dalam analisis ini adalah fixed effects dari masing-masing provinsi dengan

indeks i dan pertumbuhan produktivitas Indonesia secara keseluruhan dengan indeks

t. Hasil dari studi ini menunjukkan bahwa setiap jenis infrastruktur yang diteliti yaitu

jalan, listrik dan telepon, memberikan kontribusi positif dengan elastisitas yang

berbeda.

Purba (2006) dalam penelitian “Pengaruh Program Pengembangan Prasarana

Perdesaan (P2D) terhadap Pengembangan Wilayah Berbasis Pemberdayaan

Masyarakat di Kecamatan Raya - Kabupaten Simalungun, menyimpulkan bahwa

pemberdayaan masyarakat melalui Program P2D di Kecamatan Raya Kabupaten

Simalungun, sudah menunjukkan hasil-hasil yang cukup baik dan secara statistik

terdapat perbedaan yang signifikan rata-rata pendapatan rumah tangga sebelum dan

sesudah Program P2D.

Wahyuni (2009) dalam penelitian “Analisis Pengaruh Infrastruktur

Ekonomi dan Sosial terhadap Produktivitas Ekonomi di Indonesia”,

menyimpulkan bahwa pendekatan yang dilakukan dengan model fixed effects

(40)

yang positif terhadap produktivitas ekonomi dengan tingkat elastisitas yang

berbeda-beda, yaitu infrastruktur sarana kesehatan sebesar 0,65, energi listrik

0,08, panjang jalan 0,07 dan air bersih 0,05. Sarana kesehatan yang merupakan

bagian dalam modal manusia yang vital bagi pembangunan, mempunyai tingkat

elastisitas yang paling besar memengaruhi produktivitas ekonomi dimana setiap

kenaikan 1 persen infrastruktur kesehatan akan meningkatkan produktivitas

ekonomi sebesar 0,65 persen.

2.11. Kerangka Konseptual

Berdasarkan landasan teoritis dan hasil penelitian terdahulu, maka kerangka

konseptual dalam penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar.2.1. Skema Kerangka Konseptual Produktivitas

Masyarakat desa Bank

Infrastruktur desa Jumlah Tenaga

Kerja Modal Kerja

(41)

2.12. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah dan kajian empiris yang telah dilakukan

sebelumnya, dapat ditarik hipotesis yaitu:

1. Modal kerja berpengaruh positif terhadap produktivitas masyarakat desa di

2.

Kecamatan

Batang Serangan Kabupaten Langkat

Bank berpengaruh positif terhadap produktivitas masyarakat desa di

3.

Kecamatan Batang

Serangan Kabupaten Langkat

Jumlah tenaga kerja berpengaruh positif terhadap produktivitas masyarakat desa di

4.

Kecamatan Batang Serangan Kabupaten Langkat

Infrastruktur desa berpengaruh positif terhadap produktivitas masyarakat desa di

5.

Kecamatan Batang Serangan Kabupaten Langkat

Teknologi berpengaruh positif terhadap produktivitas masyarakat desa di Kecamatan

Referensi

Dokumen terkait

Jenis kemasan (packing) pada sebuah industri, termasuk juga industri kerajinan adalah terdiri dari: (a) kemasan utama, yakni kemasan yang diterima oleh konsumen; (b) kemasan

Sanggar seni Eling Lelakon tidak memiliki pelatih tetap sehingga proses pelatihan hanya berdasarkan kerelaan dari para peserta yang kebetulan memiliki keahlian dalam

Tegangan yang terjadi disepanjang pipa adalah tegagan yang terjadi yang diakibatkan oleh beban yang terbawa oleh pssipa yakni beban yang diperoleh dari berat pipa, komponen,

Sedangkan hasil pengukuran efisiensi bank syariah di Indonesia periode 2 pada Tabel 11 juga menunjukkan lima bank yang efisien namun dengan komposisi yang

Peningkatan Aktifitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas V dalam Pembelajaran IPA Pokok Bahasan Hubungan Antara Sifat Bahan dengan Bahan Penyusunnya dan Perubahan Sifat

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa kelas VIIB SMP Kanisius Kalasan Yogyakarta melalui penerapan model pembelajaran

(Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor

PENGARUH PERISTIWA QUICK COUNT DAN KEPUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI ATAS HASIL PEMILIHAN UMUM PRESIDEN TAHUN 2014 TERHADAP HARGA SAHAM PMA DAN PMDN DI BURSA EFEK