BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Inisiasi Menyusui Dini
2.1.1 Pengertian Inisiasi Menyusui Dini
Inisiasi menyusui dini (IMD) adalah bayi mulai menyusu sendiri
setelah lahir (awal menyusu). Setelah lahir, bayi segera didekatkan kepada
ibu dengan cara ditengkurapkan di dada atau perut ibu dengan kontak kulit
bayi dan kulit ibu. Bayi dibiarkan mencari puting susu ibu, setelah puting
susu ketemu maka bayi menyusu sendiri. Ibu dapat merangsang bayi
dengan sentuhan lembut (Roesli, 2012).
2.1.2 Manfaat Inisiasi Menyusui Dini
Manfaat dari Inisiasi Menyusui Dini adalah :
2.1.2.1 Anak yang menyusu dini dapat mudah sekali menyusu
kemudian, sehingga kegagalan menyusui akan jauh sekali
berkurang. Selain mendapatkan kolostrum yang
bermanfaat untuk bayi, pemberian ASI ekslusif akan
menurunkan kematian.
2.1.2.2 Inisiasi menyusui dini dapat melatih motorik bayi. Setelah
lahir, bayi segera dikeringkan dan diletakkan di perut ibu
dengan kontak kulit ke kulit. Biarkan bayi diatas perut ibu
dalam 30 menit pertama bayi diam tidak bergerak, sesekali
matanya terbuka lebar melihat ibunya. Kemudian bayi
mengeluarkan suara, gerakan mulut seperti ingin minum,
mencium, dan menjilat tangan. Bayi mencium dan
merasakan cairan ketuban yang ada ditangannya, bau
cairan ketuban sama dengan cairan yang dikeluarkan
payudara ibu. Bau dan rasa ini akan membimbing bayi
untuk menemukan payudara dan puting susu ibu.
Kemudian bayi mulai bergerak kea rah payudara, dengan
kaki menekan perut ibu, menjilat-jilat kulit ibu,
menghentak-hentakkan kepala ke dada ibu, menoleh ke
kanan dan kiri, serta menyentuh dan meremas daerah
puting susu dan sekitarnya. Lalu bayi menemukan,
menjilat, mengulum puting, membuka mulut lebar, dan
melekat dengan baik (Roesli, 2012).
2.1.2.3 Sebagai langkah awal untuk membentuk ikatan batin
antara ibu dan anak. Karena pada 1-2 jam pertama, bayi
dalam keadaan siaga. Setelah itu, biasanya bayi tidur
dalam waktu yang lama (Roesli, 2012).
2.1.2.4 Pengisapan bayi pada payudara merangsang pelepasan
hormon oksitosin sehingga membantu involusi uterus dan
2.1.3 Proses IMD
Sebelum proses persalinan, petugas kesehatan menjelaskan terlebih
dahulu kepada ibu dan suami/keluarga tentang apa yang akan dilakukan.
Suami/keluarga mendampingi ibu sampai proses IMD selesai karena
dengan mengajak suami/keluarga dapat membantu ibu secara aktif
melakukan IMD dan dapat meningkatkan rasa percaya diri ibu. Bersama
ibu, perhatikan bayi merayap di dada ibu, biarkan bayi menjilati kulit ibu,
dan kenali tanda-tanda bayi siap menyusu, yaitu bayi menghisap
tangannya, membuka mulutnya mencari puting, dan keluar air liurnya.
Proses IMD dapat dilakukan sebagai berikut (Kemenkes, 2009
da
Segera setelah bayi lahir, menangis, mulai bernafas, dan dipotong
tali pusatnya, maka :
2.1.3.1 Secepatnya keringkan seluruh tubuh bayi dengan handuk lembut,
kecuali kedua telapak tangannya, karena tangan yang basah oleh
cairan ketuban, baunya sama dengan bau cairan yang dari
dikeluarkan payudara ibu. Bau dan rasa ini yang akan
membimbing bayi mulai merayap untuk menemukan payudara
dan puting susu ibu.
2.1.3.2 Bayi kemudian ditengkurapkan di dada atau perut ibu, dengan
kulit bayi melekat pada kulit ibu.
2.1.3.4 Dengan posisi tengkurap di dada ibu, biarkan bayi merayap
mencari sendiri puting susu ibu. Ibu dapat membantu dengan
sentuhan lembut tetapi jangan memaksa bayi untuk menuju
puting. Biarkan bayi menendang-nendang perut ibu. Tendangan
lembut ini akan menekan perut ibu dan membantu kontraksi
rahim. Kontraksi rahim berperan untuk mengeluarkan plasenta
dan mengurangi pendarahan pasca persalinan. Biarkan tangan
bayi meremas puting ibu. Remasan tangan bayi, hentakan kepala
bayi di dada ibu, dan perilaku bayi menoleh k kanan dan kiri
sambil menggesek payudara ibu dapat merangsang pengeluaran
ASI lebih cepat. Ketika bayi dekat puting susu ibu, bayi akan
mengeluarkan air liur, menjilati puting, dan membuka mulut
secara lebar. Biarkan bayi mengulum puting ibu dan
menghisapnya. Biarkan bayi tengkurap menempel pada dada ibu
sampai bayi selesai menyusu pertama dan melepas puting ibu.
Saat menyusu pertama kalinya, bayi memperoleh kolostrum yang
kaya akan protein dan zat kekebalan tubuh.
Proses IMD minimal satu jam dan berlangsung segera setelah bayi
lahir, sebaiknya harus tetap berlangsung walaupun terjadi pemindahan ibu
dari kamar bersalin atau kamar operasi. Ibu dan bayi tetap bersama dan
dirawat gabung. Rawat gabung ini memungkin bayi tetap dalam jangkauan
ibu dan ibu dapat memberikan ASI nya kapan saja jika bayi
hubungan batin antar ibu dan bayinya. Proses IMD ini hanya dilakukan
pada pasien dengan kondisi yang stabil (ibu dan bayi).
2.1.4 Faktor Penghambat yang mempengaruhi pelaksanaan praktek Inisiasi Menyusui Dini
Ada beberapa pendapat yang menjelaskan penyebab terjadinya
hambatan kontak dini kulit ibu dengan kulit bayi (Roesli, 2008) yaitu :
2.1.4.1 Kesiapan ibu sehabis melahirkan, biasanya merasa terlalu lelah
ataupun merasa khawatir dengan proses penjahitan.
2.1.4.2 Tenaga medis yang kurang mendukung pelaksanaan, karena
kurang tersedianya Sumber Daya Manusia atau kamar operasi
maupun kamar bersalin yang sibuk.
2.1.4.3 Pemikiran ibu yang merasa kasihan kepada bayinya, khawatir
bayi kedinginan atau bayi tidak siaga (alert).
2.1.4.4 Pengetahuan ibu, bahwa bayi yang baru dilahirkan harus segera
dibersihkan, dimandikan, ditimbang, diukur juga pemberian
vitamin K dan tetes mata (mencegah penyakit gonorrhea).
2.1.4.5 Kurangnya pengetahuan ibu bahwa membiarkan bayi menyusu
sendiri segera setelah kelahiran sangat bermanfaat, salah satunya
2.2 Bidan
2.2.1 Definisi bidan
Definisi bidan menurut International Confederation Of Midwives
(ICM) adalah seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan
yang diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta
memenuhi kualifikasi untuk didaftar (register) atau memiliki izin yang sah
untuk melakukan praktik bidan (Depkes RI, 2007).
Bidan diakui sebagai tenaga professional yang bertanggungjawab,
yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk member dukungan, asuhan,
dan nasehat selama hamil, masa persalinan, dan masa nifas, memimpin
proses persalinan atas pertanggungjawaban sendiri dan memberi asuhan
kepada bayi. Asuhan ini mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan
normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses bantuan medis
atau bantuan lainnya yang sesuai, serta melaksanakan tindakan
kegawatdaruratan. Selain itu, bidan juga memberikan penjelasan tentang
hal-hal yang mempercepat pulihnya kesehatan ibu dan membentu ibu
untuk memenuhi pemberian ASI (Depkes 2001 dalam Vera 2012).
.
2.2.2 Pendidikan Bidan
Perkembangan pendidikan bida
2.2.2.1 Tahun 1851 pendidikan bidan bagi wanita pribumi tidak
2.2.2.2 Tahun 1902 pendidikan bidan bagi wanita pribumi dibuka
kembali.
2.2.2.3 Tahun 1950 pendidikan bidan, SMP + 3 tahun.
2.2.2.4 Tahun 1954 dibuka sekolah guru bidan.
2.2.2.5 Tahun 1975-1984 sekolah bidan ditutup, IBI terus
berjuang agar sekolah bidan dibuka kembali.
2.2.2.6 Tahun 1985 dibuka Program Pendidikan Bidan Swadaya.
2.2.2.7 Tahun 1989 Crash Program Pendidikan Bidan dan
penempatan bidan di desa.
2.2.2.8 Tahun 1993 Program Pendidikan Bidan B, Akper 1 tahun
hanya dua angkatan.
2.2.2.9 Tahun 1993 Program Pendidikan Bidan C, SMP + 3 tahun.
2.2.2.10Tahun 1994 Program Bidan PTT.
2.2.2.11Tahun 1996 dibuka DIII Kebidanan.
2.2.2.12Tahun 2000 dibuka Program D-IV Bidan Pendidik
2.2.2.12Tahun tahun 2008 dibuka S2 kebidanan.
2.2.3 Lisensi Bidan
Lisensi adalah pemberian izin praktek sebelum diperkenankan
melakukan pekerjaan yang telah ditetapkan IBI.
Tujuan lisensi adalah:
2.2.3.1 Memberikan kejelasan batas wewenang
2.2.3.3 Meyakinkan klien
Aplikasi Lisensi dalam praktik kebidanan adalah dalam bentuk
SIPB (Surat Izin Praktik Bidan). SIPB adalah bukti tertulis yang diberikan
oleh Depkes RI kepada tenaga bidan yang menjalankan praktik setelah
memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Bidan yang menjalankan praktik
harus memiliki SIPB, yang diperoleh dengan cara mengajukan
permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota
setempat dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut: fotokopi SIB
yang masih berlaku, fotokopi ijasah bidan, surat persetujuan atasan, surat
keterangan sehat dari dokter, rekomendasi dari organisasi profesi, pas foto.
Rekomendasi yang telah diberikan organisasi profesi setelah terlebih
dahulu dilakukan penilaian kemampuan keilmuan dan keterampilan,
kepatuhan terhadap kode etik serta kesanggupan melakukan praktik bidan.
Bentuk penilaian kemampuan keilmuan dan keterampilan inilah yang
diaplikasikan dengan rencana diselenggarakannya Uji Kompetensi bagi
bidan yang mengurus SIPB atau lisensi. Meskipun Uji Kompetensi
sekarang ini baru pada tahap uji coba dibeberapa wilayah, termaksud
Propinsi Jawa Tengah dan Yogyakarta. SIPB berlaku sepanjang SIB belum
habis masa berlakunya dan dapat diperbaharui kembali.
Syarat Lisensi :
2.2.3.1 Fotokopi SIB yang masih berlaku
2.2.3.2 Fotokopi ijasah bidan
2.2.3.4 Rekomendasi dari organisasi profesi
2.2.3.5 Pas foto ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar
2.2.4 Peran bidan dalam IMD
Bidan merupakan tenaga kesehatan yang paling berperan
dalammelaksanakan IMD karena ibu tidak dapat melakukan IMD tanpa
bantuan dan fasilitasi dari bidan. Bidan di kamar bersalin harus memahami
tatalaksana IMD dan laktasi yang baik dan benar, bidan tersebut
diharapkan selalu mempunyai sikap yang positif terhadap IMD (Setiarini,
2012). Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan IMD oleh bidan :
2.2.4.1 Faktor Internal
2.2.4.1.1 Usia
Usia menurut KBBI adalah lama waktu hidup atau ada (sejak
dilahirkan) yang dihitung dalam tahun. Secara fisiologi pertumbuhan dan
perkembangan seseorang dapat digambarkan dengan pertambahan usia,
peningkatan usia diharapkan terjadi peningkatan kemampuan motorik
sesuai dengan tumbuh kembangnya. Usia lanjut umumnya lebih
bertanggung jawab dan lebih teliti dibanding dengan usia muda, hal ini
terjadi kemungkinan usia yang lebih muda kurang berpengalaman
(Setiarini, 2012 dalam Robbins 2003). Pernyataan ini sesuai dengan hasil
penelitian dari Mardiah tahun 2011, bahwa bidan yang memiliki kinerja
baik yaitu lebih dari separuh berusia tua atau sebanyak 54,7%.
Pendidikan menurut KBBI adalah proses pengubahan sikap dan
tata laku seseorang atau kelompok dalam usaha mendewasakan manusia
melalui upaya pengajaran dan pelatihan ; proses, cara, perbuatan
mendidik. Secara luas pendidikan mencakup seluruh proses kehidupan
individu, berrupa interaksi individu dengan lingkungannya, baik secara
formal maupun informal (Sunaryo, 2004). Pendidikan formal adalah
segenap bentuk pendidikan atau pelatihan yang diberikan secara
terorganisasi dan berjenjang, baik yang bersifat umum maupun yang
bersifat khusus. Pendidikan kebidanan formal terakhir yang diselesaikan
adalah SPK + 1 tahun, Diploma (DIII dan DIV), dan S2 Kebidanan.
2.2.4.1.3 Motivasi
Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau
menggerakkan. Motivasi menurut KBBI adalah dorongan yang timbul
pada diri seseorang sadar atau tidak sadar untuk melakukan suatu
tindakan dengan tujuan tertentu, atau usaha-usaha yang dapat
menyebabkan seseorang atau sekelompok orang tertentu bergerak
melakukan sesuatu karena ingin mencapai tujuan yang dikehendaki.
Hirarki kebutuhan dari Maslow adalah salah satu teori pendekatan
motivasi oleh Maslow, yaitu :
2.2.4.1.3.1 Teori motivasi kebutuhan
Teori ini menitikberatkan pada pengenalan rangsangan dari
dalam atau kebutuhan individu. Jenjang kebutuhan manusia
akan dicintai dan kasih sayang, kebutuhan akan penghargaan dan
kebutuhan aktualisasi diri.
2.2.4.1.3.2 Teori motivasi dorongan
Teori ini menyebutkan bahwa tingkah laku individu didorong
ke arah suatu tujuan tertentu, karena adanya kebutuhan. Dorongan
tersebut, dibawa sejak lahir atau bersifat intrinsik.
2.2.4.1.3.3 Teori motivasi keadilan
Teori ini berprinsip bahwa individu akan termotivasi, bila
individu mengalami kepuasan dan diterima dari upaya proporsi
atau usaha yang dilakukan.
2.2.4.1.3.4 Teori motivasi harapan
Teori ini berpikir atas dasar harapan hasil prestasi valensi dan
harapan prestasi usaha.
Teori lain adalah teori faktor ganda Herzberg. Teori faktor ganda
merupakan identifikasi dari dua dimensi pekerjaan dasar :
2.2.4.1.3.1 Kondisi luar (extrinsic condition) yang kurang penting, bukan pemuas.
Didalamnya tercakup kebijakan administratif perusahaan, kebersihan
(kondisi) tempat kerja, hubungan antar pegawai, manfaat sampingan,
dan peningkatan dalam penggajian biaya hidup. Herzberg menamakan
kondisi itu sebagai faktor higienis, karena meskipun merupakan
prasyarat penting bagi kepuasan bekerja, kondisi tersebut tidak
membangkitkan performa tinggi. Faktor higienis lebih berpengaruh
terkait langsung dengan motivasi dalam pekerjaan sehingga disebut
juga faktor pemelihara (maintenance factor).
2.2.4.1.3.2 Kondisi tugas itu sendiri (intrinsic condition) atau motivator. Apakah
tugas itu memberikan perasaan telah mencapai sesuatu
(prestasi/achievement) dan pengakuan (recognition) atas pencapaian
tersebut. Apakah tugas itu sendiri (the work it self) cukup menarik,
merupakan sesuatu yang ingin dikenang setelah selesai bekerja.
Apakah tugas itu memberikan rasa keterlibatan dalam lingkungan
pekerjaannya dan menimbulkan dorongan tanggung jawab untuk
menyelesaikannya (responsibility). Apakah tugas memberikan suatu
tantangan sehingga memberikan adanya rasa pertumbuhan
kemampuan (advancement).
Motivasi dalam hubungan seseorang dengan pekerjaannya itu merupakan
hal yang mendasar (Fithananti, 2013). Semakin baik motivasi maka semakin baik
kinerja seseorang. Hal tersebut sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Padmi
Suparti tahun 2010 yang menyatakan bahwa ada hubungan antar motivasi dengan
kinerja bidan. Motivasi yang muncul dari dalam diri bidan berhubungan dengan
rasa tanggungjawab, aktualisasi diri, dan kesadaran.
2.2.4.1.4 Pengalaman
Pengalaman adalah proses pembentukan, pengetahuan atau
keterampilan tentang metode suatu pekerjaan karena keterlibatan
Pengalaman menurut KBBI adalah yang pernah dialami (dijalani,
dirasai, ditanggung). Pengalaman seseorang dapat diukur dari masa
kerja, tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya.
Pengalaman kerja seseorang sangat ditentukan oleh rentan waktu
lamanya seseorang menjalani pekerjaan tertentu. Semakin lama
seseorang bekerja, maka semakin banyak pengalaman yang dimiliki.
Pernyataan ini sesuai dengan hasil penelitian dari Faizin tahun 2008,
bahwa ada hubungan lama kerja perawat terhadap kinerja. Pengalaman
juga bisa didapat dengan mengikuti pelatihan. Hasil penelitian Mardiah
tahun 2011, menyatakan bahwa pelatihan merupakan variabel yang
paling dominan mempengaruhi kinerja bidan dalam mendukung program
IMD di kota Pekanbaru.
2.2.4.2 Faktor Eksternal
2.2.4.2.1 IBI (Ikatan Bidan Indonesia)
Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh organisasi untuk para
anggotanya. Penetapan kode etik IBI harus dilakukan dalam kongres
IBI. Dari 7 bab kode etik, salah satu kode etik bidan yaitu kewajiban
bidan terhadap klien dan masyarakat yang isinyasetiap bidan dalam
menjalankan tugasnya senantiasa berpedoman pada peran, tugas
dan tanggungjawab sesuai dengan kebutuhan klien, keluarga dan
masyarakat, setiap bidan dalam menjalankan tugasnya
menghormati nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, setiap bidan
dalam menjalankan tugasnya senantiasa mendahulukan kepentingan
klien, keluarga dan masyarakat dengan identitas yang sama
sesuai dengan kebutuhan berdasarkan kemampuan yang dimilikinya,
setiap bidan senantiasa menciptakan suasana yang serasi dalam
hubungan pelaksanaan - tugasnya, dengan mendorong
partisipasi masyarakat untuk meningkatkan derajat kesehatannya
secara optimal.
2.2.4.2.2 Fasilitas
Fasilitas menurut KBBI adalah sarana untuk melancarkan
pelaksanaan fungsi. Ketersediaan sumber daya kesehatan yang
terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya
fasilitas atau saran-sarana yang merupakan sumber daya untuk
menunjang perilaku. Produktifitas kerja dan kualitas kerja yang
baik sangat ditentukan oleh sarana dan prasarana yang baik
(Setiarini, 2012).
2.2.4.2.3 Sistem pelayanan kesehatan
Sistem pelayanan kesehatan merupakan bagian penting dalam
meningkatkan pelayanan kesehatan. Keberhasilan sistem
pelayanan kesehatan tergantung dari berbagai komponen yang
masuk dalam pelayanan kesehatan antara tim kesehatan yang satu
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam pelayanan
kesehatan, arah kebijakan pemerintah diprioritaskan pada
(Pratiwi, 2010) :
2.2.4.2.3.1 Meningkatkan jumlah, jaringan, dan kualitas pusat
kesehatan masyarakat
2.2.4.2.3.2 Meningkatkan kuantitas dan kualitas tenaga
kesehatan
2.2.4.2.3.3 Mengembangkan sistem jaminan kesehatan bagi
masyarakat
2.2.4.2.3.4 Meningkatkan sosialisasi kesehatan lingkungan pada
pola hidup sehat
2.2.4.2.3.5 Meningkatkan pendidikan kesehatan kepada
masyarakat sejak usia dini
2.2.4.2.3.6 Meningkatkan pemerataan dan kualitas fasilitas