BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Didalam suatu pekerjaan konstruksi bangunan, tanah memiliki peran yang
sangat penting, dimana salah satunya yaitu pondasi yang dijadikan sebagai
pendukung suatu bangunan. Mengingat dihampir semua bangunan dibangun di atas
tanah maka perlu dibuat pondasi yang mampu memikul beban-beban yang bekerja
pada bangunan tersebut. Jika lapisan tanah cukup keras dan mampu memikul beban
bangunan, maka pondasi dapat dibangun secara langsung tidak jauh dari permukaan
tanah tersebut. Bila dikhawatirkan tanah tersebut rusak atau turun akibat gaya yang
bekerja melalui permukaan tanah, maka perlu dilakukan suatu konstruksi seperti tiang
bored pileatau tiang bor.
Pondasi tiang adalah bagian-bagian konstruksi yang dapat dibuat dari beton,
kayu, atau baja, yang digunakan untuk meneruskan beban-beban permukaan tanah
yang lebih dalam (Bowles, 1984). Hal ini merupakan distribusi vertikal dari beban
disepanjang tiang tunggal. Perbedaan pemakaian pondasi tiang-tiang ini semata-mata
hanya ditinjau dari segi kemudahannya saja.
Pondasi tiang umumnya lebih mahal dibandingkan dengan pondasi dangkal.
Dalam menentukan sifat tanah sebagai dasar untuk menentukan kedalaman pondasi
haruslah berhati-hati, sehingga dengan demikian dapat ditentukan dengan tepat akan
beban adalah cara yang paling dapat dipercaya untuk menentukan kapasitas tiang bor
yang sebenarnya.
Mengingat fungsi pondasi adalah untuk mentransfer beban dari bangunan atas
(upper structure) ke lapisan tanah, maka banyak hal atau cara untuk mencapai tujuan ini sehingga tidak merugikan pihak lain, dalam hal ini banyak pilihan yang dapat
dilakukan, tetapi lebih efektif adalah pondasi bored pile, walaupun nilai cost yang
ditanggung akan lebih besar, karena daya dukung pondasi bored pilelebih kecil dari daya dukung tiang pancang. Hal ini terjadi karena adanya daya dukung akibat
perlawanan ujung dengan tahanan selimut yang diakibatkan gesekan tanah dengan
pondasi tiang. Kapasitas daya dukung akibat perlawanan ujung kemungkinan besar
akan sama, tetapi tahanan selimut yang diakibatkan gesekan tanah disekitar dinding
tiang. Dimana pada pondasi tiang bored pile yang bekerja adalah tekanan tanah pasif
(Kp) sementara pada pondasi tiang bor yang bekerja adalah tekan tanah aktif (Ka).
Fungsi pondasi tiang bor pada umumnya dipengaruhi oleh besar/bobot dan
fungsi bangunan yang hendak didukung dan jenis tanah sebagai pendukung
konstruksi seperti:
1. Transfer beban kontruksi bangunan atas kedalam tanah baik melalui selimut
tiang maupun melalui ujung tiang.
2. Menahan gaya desak keatas dan gaya guling, misal pada telapak bangunan
bawah tanah dan kaki bangunan menara untuk menahan guling.
3. Untuk dapat memanfaatkan lapisan tanah pada tanah lepas (non cohesif).
2.2 Penyelidikan Tanah
Tanah selalu mempunyai peranan yang sangat penting pada suatu lokasi
pekerjaan konstruksi. Tanah merupakan pondasi pendukung suatu bangunan atau
bahan konstruksi dari bangunan itu sendiri seperti Tanggul atau Bendungan, atau
kadang-kadang sebagai sumber penyebab gaya luar pada bangunan seperti
Tembok/Dinding Penahan Tanah.
Untuk memperkirakan daya dukung lapisan tanah tersebut dapat dilakukan
dengan melakukan percobaan seperti SPT (Standard Penetrasi Test), Sondir,Boring
dan lain sebagainya. Untuk mendapatkan data yang cukup teliti dan lengkap harus
dilakukan penyelidikan tanah yang terperinci, yang berarti tidak hanya berdasarkan
satu jenis percobaan saja. Sebaiknya penyelidikan tersebut diperoleh dengan
membandingkan beberapa percobaan seperti yang tersebut diatas. Disamping untuk
mendapatkan data yang teliti tergantung pada ketepatan pemilihan alat yang dipakai
misalnya sondir tidak tepat digunakan pada lapisan tanah yang mengandung lapisan
kerikil dan batuan. Sedangkan boring tidak dapat dilaksanakan pada lapisan tanah
yang lunak dan mudah lepas, yang akan mengalami keruntuhan yang dapat menutupi
lubang yang telah ada.
2.2.1 Boring (Boring Test)
Bilamana sesudah mendapatkan hasil penyelidikan kekuatan tanah
berdasarkan penyondiran dan masih diinginkan hasilnya yang lebih teliti, maka
penyelidikan tanah harus dilengkapi dengan pengambilan contoh tanah dari
tanah pondasi harus dicari dengan melakukan pengujian–pengujian di
laboratorium yang sesuai dengan letak asli tanah tersebut. Untuk maksud ini
biasanya dibuatkan suatu lubang bor ke dalam lapisan tanah pondasi dan
kemudian dilakukan pengujian. Pemboran beserta pengambilan contoh
eksplorasi tanah atau pengujian pada letak asli dapat memberikan informasi
yang lebih teliti dan terpercaya mengenai karakteristik fisik dan mekanis tanah
pondasi dibandingkan dengan cara lain.
Maksud diadakan pemboran ini adalah untuk mengetahui kedalaman
lapisan tanah dibawah yang akan menjadi pondasi, menetapkan kedalaman
untuk pengambilan contoh tanah asli dan tidak asli, mengumpulkan
data/informasi untuk menggambarkan profil tanah, pengambilan contoh tanah
asli dan tidak asli untuk penyelidikan lanjutan di laboraturium. Pemboran ini
hanya memberikan informasi kondisi tanah dalam arah vertikal pada titik
pemboran sehingga untuk memperkirakan luas dan penyebaran karakteristik
dalam arah horizontal, diperlukan suatu rencana survey yang menggabungkan pengujian pemboran dengan metode survei lainnya seperti penyelidikan
Geofisika.
Pengambilan contoh tanah dibagi dalam pengambilan contoh tanah yang
tidak terganggu (undisturbed sample) yang dipergunakan untuk penentuan berat
isi, kekuatan dan penurunan. Pengambilan contoh tanah terganggu (disturbed sampel) digunakan untuk pengujian tanah yang sederhana seperti pengamatan
a Contoh Tanah Tidak Asli atau Terganggu (disturbed sample)
Yang dimaksud dengan contoh tanah tidak asli adalah contoh tanah yang
diambil dari lapangan tanpa dilakukan usaha untuk melindungi struktur tanah
asli tersebut. Untuk keperluan penentuan kadar air, contoh tanah segera
sesudah diambil dimasukkan kedalam kantong plastik secukupnya dan segera
diberi label sesuai keperluan. Untuk keperluan penyelidikan ukuran butir, berat
jenis, batas-batas atterberg dan lainnya yang tidak membutuhkan persyaratan kadar air tanah asli, contoh tanah dapat diambil dalam keadaaan kering angin.
b Contoh Tanah Asli atau Tidak Terganggu (undisturbed sample)
Contoh Tanah asli adalah suatu contoh yang masih menunjukkan sifat sifat
asli dari tanah yang ada padanya. Contoh yang benar asli (trully undistrubed
sample) tidaklah mungkin diperoleh, akan tetapi dengan teknik pelaksanaanya sebagaimana mestinya dan cara pengamatan yang tepat, maka kerusakan
terhadap contoh bisa dibatasi sekecil mungkin, contoh asli dapat diambil
dengan memakai tabung-tabung contoh (sample tubes), core barrels atau dengan mengambilnya secara langsung dengan tangan, sebagai contoh dalam
bentuk bongkah-bongkah (block samples) (Wesley, 1977).
2.2.2 Penyelidikan Lapangan dengan SPT
Uji Standard Penetration Test (SPT) adalah penyelidikan tanah dengan uji dinamis yang berasal dari Amerika Serikat. SPT adalah metode pengujian di
lapangan dengan memasukkan (memancangkan) sebuah Split Spoon Sampler
Split spoon samplerdimasukkan ke dalam tanah pada bagian dasar dari sebuah lubang bor. Metoda SPT adalah metode pemancangan batang (yang memiliki
ujung pemancangan) ke dalam tanah dengan menggunakan pukulan palu dan
mengukur jumlah pukulan perkedalaman penetrasi.
Pada percobaan Standard Penetration Test (SPT) akan diperoleh kepadatan relatif (relative density), sudut geser tanah (ø) berdasarkan nilai
jumlah pukulan (N). Hubungan konsistensi dengan nilai N-SPT dapat dilihat
pada Tabel 2.1 dibawah ini:
Tabel 2.1. Hubungan antara konsistensi tanah dengan nilai N-SPT
(Sosrodarsono dan Nakazawa, 1984)
Konsistensi N-SPT
Very soft/sangat lunak 2
Soft/Lunak 2 - 4
Medium/Kenyal 4 - 8
Stiff/Sangat kenyal 8 -15
Hard/Keras 15 - 30
Padat > 30
2.3 Karakteristik Tanah
Untuk mengetahui karakteristik tanah para ahli berusaha mengadakan penelitian
baik di laboratorium maupun di lapangan.
a. Tanah Kohesif dan Tidak Kohesif
Butiran-butiran tanah bersatu sesamanya, sehingga gaya akan di perlakukan
untuk memisahnya dalam keadaan kering, sedangkan pada tanahnonkohesif butiran tanah terpisah- pisah sesudah dikeringkan dan melekat hanya apabila
berada dalam keadaan basah akibat gaya tarik permukaan di dalam air,
misalnya pasir.
b. Plastisitas dan Konsistensi Tanah Kohesif
Salah satu karakteristik tanah berbutir halus yang kohesif adalah plastisitas,
yaitu kemampuan butiran untuk tetap melekat satu sama lain. Batas-batas
keplastisitasan tanah bergantung pada sejarah terjadinya dan komposisi
mineral yang dikandungnya.
Untuk mendefinisikan plastisitas tanah kohesif diperlukan kondisi fisik tanah
tersebut pada kadar air tertentu yang disebut konsistensi. Konsistensi tanah
kohesif pada kondisi alamya dinyatakan dalam istilah lunak, sedang dan
kaku.
Dari penyelidikan di lapangan dan laboratorium dapat disajikan hubungan
hubungan parameter-parameter tanah yang diperoleh dalam bentuk tabel,
dengan tujuan untuk melihat kesesuaiannya, seperti pada Tabel 2.2, 2.3, 2.4,
Tabel 2.2. Hubungan antara konsistensi identifikasi dan kuat geser tekan bebas (Sosrodarsono dan Nakazawa, 1984)
Konsistensi Tanah Identifikasi di Lapangan Qu( kg/cm2)
Lempung
Sangat lunak Dengan mudah ditembus beberapa < 0,25 inchi dengan kepalan tangan
Lunak Dengan mudah ditembus beberapa 0,25 – 0,50
inchi dengan ibu jari
Sedang Dengan mudah ditembus beberapa 0,50 – 1,00 inchi pada kekuatan sedang dengan
ibu jari
Kaku Melekuk bila ditekan dengan ibu Jari 1,00 – 2,00
Sangat kaku Melekuk bila ditekan dengan ibu Jari 2,00 – 4,00 tetapi dengan kekuatan besar
Keras Dengan kesulitan, melekuk bila ditekan >4,00 dengan ibu jari
Tabel 2.3. Hubungan antara harga N-SPT,konsistensi danqupada tanah kohesif
oleh Terzaghi dan Peck (Tomlinson, 1977)
No Harga N-SPT Deskripsi Harga kuat tekan bebas
Lapisan Tanah (qu)
Tabel 2.4. Hubungan antara harga N-SPTdan daya dukung yang diperkenankan
(Sosrodarsono, 1984)
Harga N-SPT <10 10-30 30-50 >50
Tanah Tidak Kohesif
Kepadatan relatif Lepas Sedang Padat Sangat Padat Daya dukung Tanah
yang di perkenankan (T/m2)
Kepadatan relatif Sangat
lunak Sedang Keras
Sangat keras Daya dukung tanah
yang di perkenankan (T/m2)
<2 -4.5 4.5 – 9 9 – 18 18- 36>36
Tabel 2.5. Hubungan antara harga N-SPTdan berat isi (Sosrodarsono, 1984)
Tanah Tidak Kohesif
Harga N-SPT <10 10– 30 30- 50 >50
Berat Isi γ (kN/m3
) 12-16 14-18 16-20 18-23
Tanah Kohesif
Harga N-SPT <4 4 - 15 16-25 >25 Berat Isi γ (kN/m3
) 14-18 16-18 16-18 >20
2.4 PondasiBored pile
Pondasi tiang bor mempunyai karakteristik karena cara pelaksanaannya yang
dapat mengakibatkan perilaku di bawah pembebanan berbeda dengan perilaku tiang
pancang. Hal-hal yang mengakibatkan timbulnya perbedaan antara pondasi tiang bor
a Tiang bor dilaksanakan dengan menggali lubang terlebih dahulu dan
mengisinya dengan material beton, sedangkan pancang dimasukan kedalam
tanah dengan mendesak tanah disekitarnya (displacement pile)
b Beton dicor dalam keadaan basah dan mengalami masa curing dibawah tanah
c Untuk menjaga kestabilan dinding lubang bor dapat digunakan casing
maupun slurry yang dapat membentuk lapisan lumpur pada dinding galian, serta dapat mempengaruhi mekanisme gesekan tiang dengan tanah
d Cara penggalian lubang bor disesuaikan dengan kondisi tanah
Keuntungan dalam pemakaian pondasi tiang bor adalah:
a Tidak ada resiko kenaikan Muka Air Tanah (MAT)
b Kedalaman tiang dapat divariasi berdasarkan kondisi tanah setempat
c Pada pondasi tiang bor, saat penggalian dapat dilakukannya pemeriksaan
mengenai jenis tanah untuk membandingkan dengan jenis tanah yang
diantisipasi
d Tiang dapat dipasang sampai kedalaman yang dalam maupun dengan
diameter yang besar, dan dapat dilakukan pembesaran ujung bawahnya jika
tanah dasar setempat berupa lempung
e Penulangan tidak dipengaruhi oleh tegangan pada waktu pengangkutan dan
pemancangan
g Kemudahan terhadap perubahan konstruksi. Kontraktor dapat dengan mudah
mengikuti perubahan diameter atau panjang tiang bor untuk
mengkompensasikan suatu kondisi yang tidak terduga
h Umumnya daya dukung yang amat tinggi memungkinkan perancangan
kolom dengan dukungan satu tiang sehingga dapat menghemat untuk
kebutuhanpile cap.
i Kepala tiang mudah diperbesar bila diperlukan
Namun demikian terdapat juga beberapa kerugian dari pondasi tiang bor, yaitu:
a Pengeboran dapat mengakibatkan gangguan kepadatan bila tanah setempat
berupa pasir atau tanah yang berkerikil
b Mutu beton tidak dapat dikontrol dengan baik karena dipengaruhi air tanah
c Air yang mengalir kedalam lubang bor dapat mengurangi daya dukung tiang
terhadap tanah
d Pelaksanaan konstruksi yang baik sangat bergantung pada ketrampilan dan
kemamuan kontraktor, dimana apabila pelaksanaan yang buruk dapat
menyebabkan penurunan daya dukung yang cukup berarti
e Berbahaya jika terjadi tekanan artesis yang dapat menerobos ke atas.
Karena kedalaman dan diameter dari tiang bor dapat divariasi dengan mudah,
maka jenis pondasi ini dipakai baik untuk beban ringan maupun untuk struktur
2.5 Daya Dukung Vetikal Pondasi Tiang Bor
Daya dukung aksial suatu pondasi dalam pada umumnya terdiri atas dua bagian
yaitu daya dukung akibat gesekan sepanjang tiang dan daya dukung ujung (dasar)
tiang sebagaimana di formulasikan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:
Q
u= Q
p+ Q
s ... 2.1Q
all= Q
u/SF
... 2.2Dimana, Qu = Daya dukung ultimit (ton)
Qall = Daya dukung izin tiang (ton)
Qp = Daya dukung ujung tiang (ton)
Qs = Daya dukung gesekan sepanjang tiang (ton), dan
SF = Faktor keamanan
Berdasarkan sumber data yang digunakan pada dasarnya terdapat dua cara
untuk memperkirakan daya dukung aksial tiang. Cara pertama adalah dengan
menggunakan data uji lapangan, yaitu dengan menggunakan uji SPT (Standard
Penentarsi Test). Cara kedua yaitu dengan menggunakan parameter-parameter kuat geser tanah, yaitu yang didapat dari hasil pengujian di laboratorium yaitu nilai kohesi
(c ) dan sudut geser dalam ø.
Perkiraan kapasitas daya dukung pondasi bored pile pada tanah pasir dan silt
didasarkan pada data uji lapangan SPT (Standard Penetration Test) dihitung
berdasarkan metode Reese & Wright (1977) yaitu sebagai berikut:
Qp = qpx Ap... 2.3
Dimana, Qp = Daya dukung ultimit ujung tiang (ton)
Ap = Luas penampang pondasi tiang bor (m2), dan
qp = Tahanan ujung per satuan luas (ton/m2)
Untuk Tanah Kohesif:
qp= 9 Cu... 2.4
Dimana, Cu= Kohesi tanah, (ton/m2).
Untuk TanahNonKohesif:
Reese & Wright (1977) mengusulkan korelasi antara qpdan N-SPTseperti
terlihat pada Gambar 2.1 berikut ini:
Gambar 2.1. Daya dukung ujungbored pilepasiran (Reese & Wright, 1977)
Dimana , Untuk N < 60 maka qp= 7 N (ton/m2) < 400 (ton/m2)
Untuk N > 60 maka qp= 400 (ton/m2), dan
b. Daya dukung selimutbored pile(skin friction)
Qs = fs. L. P ... 2.5
Dimana, Qs = Daya dukung ultimit selimut tiang (ton)
fs = Gesekan selimut tiang per satuan luas (α x Cu).
(ton/m2)
L = Panjang tiang (m), dan
P = Keliling penampang tiang (m)
Untuk Tanah Kohesif:
fs =αx Cu... 2.6
Dimana, α = Faktor adhesi. (α= 0,55)
Cu = Kohesi tanah, (ton/m2).
Untuk TanahNonKohesif:
Untuk N < 53 maka f = 0,32 N-SPT (ton/m2)
Untuk 53 < N < 100 maka f diperoleh dari korelasi langsung dengan
N-SPT (Reese & Wright, 1977) mengenai tahanan geser seperti
Gambar 2.2. Tahanan geser selimutbored pilepasiran (Reese & Wright, 1977)
Dalam metode U.S Army Corps, gesek tiang per satuan luas
dinyatakan oleh persamaan:
fs =αx Cu... 2.7
Dimana, α = Faktor adhesi
Cu = Kohesi tanah, (ton/ft2).
Faktor adhesiαdapat diambil pada Gambar 2.3 sebagai berikut:
2.6 Daya Dukung Lateral Pondasi Tiang Bor
Gambar 2.4 Gaya Lateral Pada Pondasi Tiang (a) Gaya Lateral Pada Tiang Pondasi
(b) Gaya Tahanan Tanah Akibat dibebani Arah Lateral
(c) Defleksi, Putaran Sudut, Momen, Geser dan Tekanan Tanah Aktif Akibat Beban Lateral
Beban lateral yang harus didukung pondasi tiang bergantung pada rangka
bangunan yang mentransfer gaya lateral ke kolom bagian bawah. Pondasi tiang yang
dipasang vertikal harus dirancang untuk menahan beban lateral yang cukup besar,
maka tanah yang berfungsi sebagai pendukung juga harus mampu menahan gaya
yang bekerja.
Gaya lateral yang besarnya bergantung pada kekakuan tiang, tipe tiang, jenis
tanah, sifat gaya-gaya dan besarnya defleksi yang terjadi. Apabila gaya lateral yang
Beban lateral yang diijinkan pada pondasi tiang diperoleh berdasarkan salah
satu dari dua kriteria berikut ini :
a Beban lateral ijin yang ditentukan dengan membagi beban lateral ultimit
dengan nilai faktor keamanan
b Beban letral ditentukan berdasarkan defleksi maksimum yang diijinkan
(0,25inch)
Dalam perhitungan pondasi tiang yang menerima beban lateral selain perlu
mempertimbangkan kondisi kepala tiang juga perlu dilakukan pertimbangan terhadap
perilaku tiang. Untuk menentukan apakah tiang berperilaku seperti tiang panjang
(elastis) atau tiang pendek (kaku) ditentukan oleh Tabel 2.6.
Tabel 2.6. Kriteria Jenis Tiang Jenis tiang Modulus Tanah
Kaku (Pendek)
L≤2T L≤2R
Elastis (Panjang)
L≥4T L≥3,5R
ܴ
=
ට
ாூ
ర
... 2.8
Dimana, E = modulus elastisitas tiang (ton/m2)
I = momen inersia (m4)
D = diameter tiang (m)
ks = modulus subgrade tanah dalam arah horizontal (ton/m3),
dimana:
ܭ
=
ೞଵ,ହ... 2.10
K = modulus tanah (ton/m3)
ܶ
=
ට
ாூƞ ఱ
... 2.11
Dimana, E = modulus elastisitas tiang (ton/m2)
I = momen inersia (m4)
Ƞh = koef.variasi modulus yang diperoleh dari hasil uji beban
dimana:
Ƞh= 67 x Cu(dengan Cu= kohesi tanah (kN/m2))
Setelah kita menentukan jenis perilaku tiang, kita dapat menganalisis daya
dukung ultimit tiang pondasi. Untuk tiang pondasi yang dirancang untuk menerima
beban lateral juga beban tersebut. Berikut metode untuk mencari besar daya dukung
lateral pada pondasi tiang dan defleksi maksimumnya, yaitu :
a Metode Brinch Hansen
Metode ini didasarkan pada teori tekanan tanah dan memiliki keuntungan
karena dapat diterapkan baik pada tanah homogen, tanah dengan c-ø dan
tanah berlapis, tetapi hanya berlaku untuk tiang pendek dn dalam solusinya
b Metode Brom’s
Metode perhitungan ini menggunakan teori tekanan tanah yang
disederhanakan dan menganggap bahwa sepanjang kedalaman tiang, tanah
mencapai nilai ultimit.
Keuntungan dari metode Broms ini yaitu dapat digunakan pada tiang
panjang maupun tiang pendek, serta dapat digunakan pada kondisi kepala
tiang terjepit maupun bebas.
Kerugian dari metode Broms yaitu hanya berlaku untuk lapisan tanah
homogen dan juga tidak dapat digunakan pada tanah berlapis.
2.7 Interpretation Methode
Adapun metode yang digunakan untuk menginterpretasikan data hasil uji
pembebanan antara lain:
2.7.1 Metode Davisson (1973)
Jika kurva beban penurunan telah diperoleh dari uji beban tiang, dengan
metode Davisson dapat diestimasi besarnya beban ultimit tiang. Pada jenis
tanah lempung lunak, beban yang menyebabkan keruntuhan tiang terjadi pada
beban yang konstan dengan penurunan yang berlebihan. Akan tetapi, bila tiang
pada pasir, tanah campuran atau lempung kaku, penentuan titik keruntuhan
tiang pada kurva beban–penurunan menjadi agak sulit (Hardiyatmo, 2010).
Gambar 2.5. Penentuan Qudengan Metode Davisson (1973),
(Hardiyatmo, 2010)
Davisson (1973) mengusulkan cara yang telah banyak dipakai saat ini.
Cara ini didefinisikan kapasitas dukung ultimit tiang pada penurunan tiang
sebesar:
ܳ௨௧ = 0,012݀+ 0,1ௗௗೝ+ொா... 2.12
Dimana, d = Diameter/lebar tiang (mm)
dr = 1 ft = 300 mm
Q = Beban yang bekerja pada tiang
D = Kedalaman tiang (mm)
A = Luas penampang tiang (mm2)
E = Modulus elastis tiang (Mpa)
= 200000 Mpa, untuk baja
= 15200σr ( f’c/σr)0,5, dan
2.7.2 Metode Mazurkiewicz (1972)
Metode ini diasumsikan bahwa dengan kapasitas tahanan terbesar
(ultimate) akan didapatkan dari beban yang berpotongan, diantaranya beban
yang searah sumbu tiang untuk dihubungkan beban dengan titik-titik dari posisi
garis terhadap sudut 45° pada beban sumbu yang berbatasan dengan beban
(Prakash dan Sharma, 1990).
Prosedur untuk menentukan beban ultimate menggunakan metode ini adalah
sebagai berikut:
a Plot kurva beban–penurunan.
b Pilih sejumlah penurunan dan gambarkan garis verikal yang memotong
kurva. Kemudian gambar garis horizontal dari titik perpotongan ini
pada kurva sampai memotong sumbu beban.
c Dari perpotongan masing-masing kurva, gambar garis 45° sampai
memotong garis beban selanjutnya.
d Perpotongan ini jatuh kira-kira pada garis lurus. Titik yang didapat
oleh perpotongan dari perpanjangan garis ini pada sumbu vertikal
(beban) adalah bebanultimate.
Metode ini mengasumsikan bahwa kurva beban-penurunan berupa
parabolik. Nilai beban keruntuhan yang didapat dari metode ini seharusnya
mendekati 80% dari kenyataan.
Gambar 2.6. Grafik hubungan beban dengan penurunan metode Mazurkiewicz (Prakash dan Sharma, 1990)
2.7.3 Metode Chin (1971)
Dasar dari teori ini, diantaranya sebagai berikut:
a Kurva load-settlement digambarkan dalam kaitannya dengan S/Q, dimana:
S/Q = C1.S +C2... 2.13
b Kegagalan Beban (Qf) atau beban terakhir (Qult) digambarkan sebagai
berikut:
Qult= 1/C1... 2.14
Dimana:
S : settlement
Q : penambahan beban
C1: kemiringan garis lurus
Gambar 2.7 Grafik hubungan beban dengan penurunan menurut Metode Chin.
Kegagalan metode Chin dapat digunakan untuk kedua tes beban yaitu tes beban
dengan cepat dan tes beban yang dilakukan dengan lambat. Biasanya memberikan
perilaku yang tidak realistic untuk kegagalan beban, jika tidak digunakan suatu
kenaikkan waktu yang konstan pada uji tiang. Jika sepanjang kemajuan tes beban
statis, keruntuhan pada tiang akan bertambah maka garis Chin akan menunjukkan
suatu titik temu, oleh karena itu dalam merencanakan tiap pembacaan metode Chin
perlu dipertimbangkan. Dimana Chin memperhatikan batasan beban yang
diregresikan linier yang mendekati nilai 1 (satu) dalam mengambil hasil suatu tes
beban statis, dengan dasar nilai-nilai yang ditentukan dari du acara yang telah
disebutkan. Secara umum dua titik akan menentukan suatu garis dan titik ketiga pada
garis yang sama mengkonfirmasikan suatu garis.
2.8 Penurunan Elastis Tiang Tunggal
Menurut Poulus dan Davis (1980) penurunan jangka panjang untuk pondasi
relatif kecil. Hal ini disebabkan karena pondasi tiang direncanakan terhadap kuat
dukung ujung dan kuat dukung friksinya atau penjumlahan dari keduanya
(Hardiyatmo, 2010).
Perkiraan penurunan tiang tunggal dapat dihitung berdasarkan:
a. Untuk tiang apung atau tiang friksi
ܵ
=
ொூாೞௗ... 2.15
ܫ= ܫܴܴܴఓ... 2.16
Untuk tiang dukung ujung
ܵ
=
ொூாೞௗ 2.17
ܫ= ܫܴܴܴఓ…… ... 2.18
Dimana, S = Penurunan untuk tiang tunggal (mm)
Q = Beban yang bekerja (ton)
Io = Faktor pengaruh penurunan untuk tiang yang tidak mudah
mampat (Gambar 2.8)
Rk = Faktor koreksi kemudah mampatan tiang (Gambar 2.9)
Rh = Faktor koreksi untuk ketebalan lapisan yang terletak pada
tanah keras (Gambar 2.10)
Rμ = Faktor koreksi angka Poissonμ(Gambar 2.11)
h = Kedalaman total lapisan tanah dari ujung tiang ke muka
tanah (mm), dan D = Diameter tiang (mm)
Gambar 2.8. Faktor penurunan Io Gambar 2.9. Koreksi kompresi Rk
(Poulus dan Davis, 1940)
Gambar 2.10. Koreksi kedalaman, Rh Gambar 2.11. Koreksi angkapoison, Rµ
(Poulus dan Davis, 1940) (Poulus dan Davis, 1940)
Gambar 2.12. Koreksi kekakuan lapisan pendukung, Rb Poulus dan Davis
(Hardiyatmo, 2010)
Pada Gambar 2.8, 2.9, 2.10, 2.11, dan 2.12, K adalah suatu ukuran kompresibilitas
relatif dari tiang dan tanah yang dinyatakan oleh persamaan: Rk
ܭ= ாோಲ
ாೞ ... 2.19
ܴ = ଵൗ గ ௗସ మ ... 2.20
Dimana, K = Faktor kekakuan tiang.
Ep = Modulus elastisitas dari bahan tiang (Mpa), dan
Es = Modulus elastisitas tanah disekitar tiang (Mpa).
2.9. Kapasitas Kelompok dan Efisiensi TiangBored Pile
Adapun syarat dalam penentuan kapasitas kelompok tiang terdapat Gambar
2.13 sebagai berikut:
Gambar 2.13 Jarak antar tiang
dimana :
S = Jarak masing-masing.
D = Diameter tiang.
Biasanya jarak antara 2 tiang dalam kelompok diisyaratkan minimum 0,60 m
1. Bila S < 2,5 D
a. Kemungkinan tanah di sekitar kelompok tiang akan naik terlalu
berlebihan karena terdesak oleh tiang-tiang yang dipancang terlalu
berdekatan.
b. Terangkatnya tiang-tiang di sekitarnya yang telah dipancang lebih
dahulu.
2. Bila S > 3,0 D
Apabila S > 3 D maka tidak ekonomis, karena akan memperbesar
ukuran/dimensi dari poer (footing).
Untuk tiang dalam tanah lempung, Kerisel (1967) mengusulkan nilai efisiensi dalam
Tabel 2.7 yang menyarankan nilai efisiensi 0,7 untuk tiang yang berjarak 2,5d sampai
4d.
Tabel 2.7. Faktor Efisiensi Kelompok Tiang untuk Tanah Lempung (Kerisel,1967)
Jarak antar Pusat Tiang Faktor Efisiensi
10d 8d 6d 5d 4d 3d 2,5d
1 0,95 0,90 0,85 0,75 0,65 0,55
Dimana, d=diameter tiang
2.10. Finite Element Method
FEM merupakan bidang aplikasi matematika untuk bidang modeling numerik
menggunakan konsep diskritisasi (pembagian jaringan pada sebuah bidang)
dengan cara membagi-bagi benda atas bagian kecil yang dinamakan elemen
hingga. Analisis dilakukan untuk masing-masing elemen yang kecil sehingga
akan lebih mudah peninjauannya dibandingkan dengan cara keseluruhan. Sifat
distribusi yang ditimbulkan (deformasi) dalam suatu benda tergantung pada
karakteristik sistem gaya yang bekerja dan benda itu sendiri.
FEM untuk geoteknik berbeda dengan yang lain pada program tertentu jenis
elemennya dipisahkan antara elemen linier untuk respon tekanan air pori dan
kuadratik untuk respon tegangan-regangan pada butiran tanah dan ada juga
yang menyamakannya.
Langkah-langkah dalamFinite Element Method(FEM) a. PemilihanType Element(Dicritizion)
Dalam pemilihan tipe elemen kita harus mengetahui tipe elemen yang akan kita
gunakan untuk benda satu dimensi, kita menggunakan elemen Garis. Untuk benda
dua dimensi kita menggabungkan elemen segitiga, elemen segiempat atau
penggabungan antara elemen segitiga dengan segiempat.
Dalam pemilihan ini dipakai elemen segitiga dengan bentukAxisymmetric seperti
Gambar 2.14. BentukAxisymmetricpada elemen segitiga (Logan, 1992)
Gambar 2.15 Pemodelan dalam bentukAxisymmetric(Logan, 1992)
r,u Z,w
tanah
Beban pondasi
z
r
ϴ
r
load
ϴ
Z,w
r,u
ϴ
6 1
5
2
4
b. Pemilihan Fungsi Perpindahan
Pada tahap ini melibatkan memilih fungsi perpindahan dalam setiap elemen.
Fungsi didefinisikan dalam elemen menggunakan nilai nodal elemen. Untuk
elemen dua dimensi fungsi perpindahan adalah fungsi dari terkoordinasi dalam
bidang tersebut. Fungsi disajikan dalam bentuk nodal yang tidak diketahui, dan
fungsi perpindahan umum yang sama dapat digunakan berulang kali untuk setiap
elemen. Dan hasil ini yang diperoleh adalah shape function (N) atau faktor bentuk, dimana Shape function (N) adalah suatu fungsi yang menginterpolasikan
displacementpada suatu titik nodal kedisplacementdidalam elemen.
Fungsi perpindahan elemen:
ݑ(ݎ,ݖ) = ܽଵ+ ܽଶݎ+ܽଷݖ+ ܽସݎଶ+ ܽହݎݖ+ ܽݖଶ
ݓ(ݎ,ݖ) = ܽ + ଼ܽݎ+ܽଽݖ+ ܽଵݎଶ+ ܽଵଵݎݖ+ ܽଵଶݖଶ .. 2.21
Dimana, a1 =Generelazed displacement, dan
r,z = Koordinat polar
Fungsi perpindahan sama dengan jumlah derajat kebebasan untuk elemen tersebut
dan titik-titik nodal dari elemen digunakan untuk distribusi dari jumlah elemen
yang tidak diketahui.
{d}=
Untuk bidangupada nodal 1 adalah:
ݑ(ݎଵ,ݖଵ) = ܽଵ+ ܽଶݎଵ+ܽଷݖଵ+ ܽସݎଵଶ+ ܽହݎଵݖଵ+ ܽݖଵଶ ... 2.23
Kemudian fungsi perpindahan secara umum dapat dituliskan dengan persamaan
Subtitusikan koordinat pada titik nodal (2.24) dimana untuk mendapatkan harga
Kemudianinverskan persamaan (2.25) dan (2.26) maka:
⎩
Maka kita akan mendapatkanshape function(N) atau faktor bentuk dimanashape
ܰଵ =
Kemudian subtitusikan persamaan (2.25) dan (2.27) kedalam persamaan (2.24),
dengan nilai shape funtion yang didapat pada persamaan (2.29), maka fungsi perpindahan elemen menjadi:
{߰} = ൜ ݑ(ݎ,ݖ)
Atau, dapat dinyatakan dalam persamaan:
{߰} = [ܰ] {݀} ... 2.31
ߝ = ణ௨ణ
ߝ௭= ߴݓߴݖ
ߝఏ = ௨ ... 2.32
ߛ௭ = ߴݑߴݖ + ߴݓߴݎ
Dengan persamaan (2.32) dan persamaan (2.21) maka:
Atau dalam matrik sederhana dapat dituliskan dalam bentuk:
Maka persamaan matrik menjadi:
{ߝ} = [ܤ] {݀} ... 2.37
Dimana [B] adalah fungsi koordinat r dan z
Hubungan Tegangan/Regangan
Dengan E adalah modulus elastisitas dan v adalah poisson ratio.
Secara umum, hubungan tegangan/regangan dapat dinyatakan dalam bentuk:
d. Persamaan ElemenStiffnessMatrix dan Persamaannya
Kekakuan matrix adalah:
[ܭ] = ∭௩ [ܤ]் [ܦ][ܤ]݀ݒ ... 2.41
Atau
[ܭ] = 2ߨ ∬ [ܤ]் [ܦ][ܤ]ݎ ݀ݎ ݀ݖ ... 2.42
Maka untuk 6 titik nodal matriks kekakuannya adalah:
[݇] =
Secara umum kita harus mengevaluasi gaya-gaya yang bekerja untuk satu elemen
yaitu dengan mengunakan persamaan elemen:
e. Persamaan Elemen Untuk Mendapatkan Persamaan Global
Dari satu element kekakuan yang didapat (persamaan 2.45) maka semua
persamaan matriks kekakuan didefinisikan dalam sistem koordinat global,
sehingga akan mendapatkan persamaan:
[݇] = ∑ ൣ݇ே ()൧
ୀଵ ... 2.46
Sehingga, gaya yang bekerja untuk semua elemen adalah
[݂] = ∑ ൣ݂ேୀଵ ()൧ ... 2.47
f. Perpindahan Titik Nodal Global
Dari satu element perpindahan titik nodal seperti yang didapat persamaan 2.45
maka semua perpindahan titik nodal diubah menjadi perpindahan total atau
perpindahan global pada sistem kordinat.
g. Elemen Tegangan
Setelah perpindahan titik nodal didapat, maka kita akan mengidentifikasi
regangan dan tegangan yang terjadi di sumbu global.
Maka dengan adanya program berbasis numerik, kita dapat mengidentifikasi
untuk regangan dan tegangan yang terjadi pada pemodeling tersebut.
2.11 Loading Test (Uji Pembebanan) 2.11.1 PengertianLoading Test
dengan uji pembebanan statik. Interprestasi dari hasil benda uji pembebanan
statik merupakan bagian yang cukup penting untuk mengetahui respon tiang
pada selimut dan ujungnya serta besarnya daya dukung ultimitnya. Berbagai
metode interprestasi perlu mendapat perhatian dalam hal nilai daya dukung
ultimit yang diperoleh karena setiap metode dapat memberikan hasil yang
berbeda.
Yang terpenting adalah agar dari hasil nilai uji pembebanan statik,
seorang praktisi dalam rekayasa pondasi dapat menentukan mekanisme yang
terjadi, misalnya dengan melihat kurva beban penurunan, besarnya deformasi
plastis tiang, kemungkinan terjadinya kegagalan bahan tiang, dan sebagainya.
Pengujian hingga 200 % dari beban kerja sering dilakukan pada tahap verifikasi
daya dukung, tetapi untuk alasan lain misalnya untuk keperluan optimasi dan
untuk kontrol beban ultimit pada gempa kuat, seringkali diperlukan pengujian
sebesar 250 % hingga 300 % dari beban kerja.
Pengujian beban statik melibatkan pemberian beban statik dan
pengukuran pergerakan tiang. Beban–beban umumnya diberikan secara
bertahap dan penurunan tiang diamati. Umumnya definisi keruntuhan yang
diterima dan dicatat untuk interprestasi lebih lanjut adalah bila di bawah suatu
beban yang konstan, tiang terus–menerus mengalami penurunan. Pada
umumnya beban runtuh tidak dicapai pada saat pengujian. Oleh karena itu daya
dukung ultimit dari tiang hanya merupakan suatu estimasi.
memungkinkan tanah yang telah terganggu kembali ke keadaan semula, dan
tekanan air pori akses yang terjadi akibat pemancangan tiang telah terdisipasi.
Jumlah titik tiang bor yang digunakan di lapangan sejumlah 560 tiang ,
namun tiang yang melakukan loading test hanya 2 tiang, dimana kedua tiang tersebut hanya dilakukan uji pembebanan vertikal berarti pada pembangunan
gedung Paragon Square ini hanya 0,34 % jumlah titik yang di loading dari
jumlah titik tiang bor yang dilakukan di lapangan.
Kriteria umum lain yang harus dipenuhi dari hasil load test ini adalah
struktur tidak boleh memperlihatkan tanda-tanda keruntuhan seperti
terbentuknya retak-retak yang berlebihan atau menjadi lendutan yang melebihi
persyaratan keamanan yang telah ditetapkan dalam peraturan-peraturan
bangunan.
Pada kasus proyek Paragon Square ini menggunakan static load test
compression.
2.11.2 Tujuan Compressive Loading Test
Tujuan dilakukan percobaan pembebanan vertikal (compressive loading test) terhadap pondasi tiang adalah sebagai berikut:
a Untuk mengetahui hubungan antara beban dan penurunan pondasi
akibat beban rencana.
b Untuk menguji bahwa pondasi tiang yang dilaksanakan mampu
mendukung beban rencana dan membuktikan bahwa dalam
c Untuk menentukan daya dukung ultimate nyata (real ultimate
bearing capacity) sebagai kontrol dari hasil perhitungan berdasarkan formula statis maupun dinamis.
d Untuk mengetahui kemampuan elastisitas dari tanah, mutu beton dan
mutu besi beton(Hardyatmo,2010).
Beberapa hal yang harus diperhatikan pada waktu pelaksanaan percobaan
pembebanan vertikal (compressive loading test)adalah sebagai berikut:
a Waktu setelah dibored pile atau dibuat tiang itu dapat dilakukan
percobaan untuk mengetahui hal ini belum ada peraturan yang tegas
kapan tiang sudah dapat di tes.
b Untuk tiang-tiang beton “cast in place” tentu saja percobaan dapat dilakukan setelah beton mengeras (28 hari) disamping mungkin ada
persyaratan lainnya.
c Untuk tiang-tiang bored pile (pre cast) ada beberapa pendapat mengenai kapan tiang dapat di tes. Menurut Terzaghi, tiang-tiang
yang diletakkan diatas lapisan yang permeable (misal: pasir), maka percobaan sudah dapat dilakukan 3 (tiga) hari adalah pemancangan,
pada tiang-tiang yang dimasukkan dalam lapisan lempung, maka
percobaan ini hendaknya dilakukan setelah pemancangan berumur 1
(satu) bulan.
sependek mungkin untuk menghindari kemungkinan terjadinya
tekuk, untuk loading test yang dilakukan didarat, maka sebanyak tinggi bagian yang menonjol ini tidak boleh lebih dari 1 m,
sedangkan loading test yang dilakukan ditengah sungai, dimana air cukup dalam, maka tiang dapat saja menonjol beberapa meter diatas
dasar sungai (muka tanah) tetapi dengan catatan harus ada kontrol
terhadap kemudian terjadinya tekuk.
e Untuk loading test yang dilakukan dengan menggunakan tiang-tiang
angker tertentu, untuk menjaga kemungkinan tercabutnya tiang
angker tersebut terutama tiang-tiang lekat.
f Percobaan pembebanan (loading test) yang menggunakan Hidrolik
Jack, makajack harus ditempatkan pada tempat yang terlindung dari sinar matahari, karena jika jack ini diletakkan pada tempat yang panas, makaolie jacktersebut memuai dan akan mengakibatkan tidak
konstannya/ bertambah besar beban.
Percobaan pembebanan dilakukan dengan menggunakan sistem
kentledge dan sesuai dengan spesifikasi ASTM – D1143-81 dengan prosedur pembacaan dan pembebanan siklik(cyclic loading procedure).
Percobaan ini menggunakanconcrete blockdengan berat total 772,8 ton
dengan rincian 227 buah concrete block dengan berat 2,4 ton/block ditambah dengan 58 pcs counterweight dengan berat total 228 ton yang berfungsi sebagai
Hydraulic jack diletakkan tepat ditengah-tengah test pile. Sewaktu jack
bekerja makajackakan menekantest beamke atas sehingga akan ada reaksi tekan ke tiang percobaan. Penyaluran beban test beam ditahan oleh cross beam yang
dipasang melintang dengan test beam, dan penyaluran beban cross beamditahan olehconcrete blockyang terpasang diatascross beam.
Penurunan tiang percobaan dicatat oleh 4 (empat) buah extentiometer (dial gauge) yang diukur terhadap 2 (dua) buah reference beam yang dipasang dengan kokoh dan dibracing. Toleransi pembacaan antara satu dial gaugelainnya
adalah 1 mm. (Data ProyekParagon Square, 2012).
Skematis metode pembebanan langsung (Kendeledge System) seperti
pada Gambar 2.16.
Gambar 2.16. Metode pembebanan langsung (Kentledge System) (Data ProyekParagon Square,2012)
2.11.3 Prosedure danSchedulePembebanan Vertikal (Compressive Loading)
Para praktisi dan peneliti sudah menggunakan banyak metode pengujian
beban tiang seperti dilaporkan dalam berbagai publikasi. Pengujian beban yang
umum dilakukan ada 4 (empat) metode pengujian yang diidentifikasi sebagai
metode pengujian beban yaitu:
1. Slow Maintened Test Load Method (SM Test)
Metode ini sebagaimana direkomendasikan oleh ASTM D1143-81 terdiri
dari beberapa langkah sebagai berikut:
a. Beban tiang dalam delapan tahapan yang sama (yaitu (25%, 50%, 75%,
100%, 125%, 150% 175% dan 200%).
b. Setiap penambahan beban harus mempertahankan laju penurunan harus
lebih kecil 0,01 in/jam (0,25 mm/jam).
c. Mempertahankan 200 % beban selama 24 jam.
d. Setelah waktu yang dibutuhkan didapat, lepaskan beban dengan
pengurangan sebesar 25 % dengan jarak waktu 1 jam diantara waktu
pengurangan.
e. Setelah beban diberikan dan dilepas ke atas, bebani tiang kembali untuk
pengujian beban dengan penambahan 50 % dari beban desain,
menyediakan waktu 20 menit untuk penambahan beban.
f. Kemudian tambahkan beban dengan penambahan 10 % beban desain,
hingga tiang mengalami keruntuhan. Jarak pada pertambahan beban ini
Beban runtuh/ultimate suatu tiang didefenisikan sebagai beban pada saat
tiang tersebut amblas atau penurunan terjadi dengan cepat dibawah
tekanan beban. Defenisi keruntuhan lain menganggap bahwa batas
penurunan dapat berubah-ubah, misalnya pada saat tiang dianggap sudah
runtuh ketika bergerak 10 % dari diameter ujung atau penurunan kotor 1,5
inch(38 mm) dan penurunan bersih atau batasan penurunan yang diijinkan oleh ASTM dalam seluruh tahapan pembebanan yaitu sebesar 1inch(25,4 mm) terjadi dibawah beban rencana. (American Standart Test Method,
2010).
2. Quick Maintened Load Test Method (QM Test)
Metode ini sebagaimana direkomendasikan oleh Departemen Perhubungan
Amerika Serikat, Pengelola Jalan Raya dan ASTM D1143-81 terdiri dari
beberapa langkah sebagai berikut:
a. Bebani tiang dalam penambahan 20 kali hingga 300 % dari beban desain
(masing masing tambahan adalah 15 % dari beban desain).
b. Pertahankan setiap beban selama 5 menit dengan bacaan diambil setiap
2,5 menit.
c. Tambahkan peningkatan beban hingga jacking continue dibutuhkan untuk mempertahankan beban uji atau uji telah dicapai.
d. Setelah interval 5 menit, lepaskan atau hilangkan beban penuh dari tiang
dalam empat pengurangan dengan jarak diantara pengurangan 5 menit.
metode ini tidak dapat digunakan untuk estimasi penurunan karena
metode cepat.(American Standart Test Method, 2010).
3. Constant Rate of Penetration Test Method (CRP Test)
Metode ini terdiri dari beberapa langkah utama yaitu:
a. Kepala tiang didorong unutuk penurunan 0,05 in/menit (1,25
mm/menit).
b. Gaya yang dibutuhkan untuk mencapai penetrasi akan dicatat.
c. Uji dilakukan dengan total penetrasi 2-3 in ( 50-75 mm).
Keuntungan utama dari metode ini adalah lebih cepat (2-3) jam dan
ekonomis.(American Standart Test Methode, 2010).
4. Prosedur Pembebanan Standar ( SML ) Siklik
Metode ini terdiri dari beberapa langkah sebagai berikut:
a. Beban tiang dalam delapan tahapan yang sama (yaitu (25%, 50%, 75%,
100%, 125%, 150% 175% dan 200%).
b. Pertambahan beban dilakukan jika kecepatan penurunan yang terjadi
tidak lebih besar dari 0,01 in/hour atau 0,25 mm/jam tetapi tidak lebih
lama dari 2 jam.
c. Jika tidak terjadi keruntuhan maka total beban yang telah diberikan
dapat diangkat kembali (unloading) setelah 12 jam didiamkan jika
penurunan yang terjadi pada 1 jam terakhir tidak lebih besar daripada
0,01 inchi (0,25 mm). Jika penurunan yang terjadi masih lebih besar
d. Jika waktu yang dimaksudkan di atas telah tercapai, maka kurangi
beban dengan tahapan pengurangan sebesar 50 % dari beban
perencanaan atau 25 % dari beban total pengujian untuk setiap 1 jam.
e. Jika tiang mengalami keruntuhan maka pemompaan Hydraulic Jack
dilanjutkan hingga penurunan yang terjadi adalah sama dengan 15 %
dari diameter.
Prosedur pembeban pondasi tiang dengan standar pembebanan (loading) di dasarkan padaAmerican Standard for Testing Material“Standard Method
Of Testing piles Under Axial Compressive Load”.
Percobaan pembebanan vertikal (compressive loading test) dengan 4 cycle
sebagai berikut:
CycleI : 0% - 25% - 50% - 25% - 0%
CycleII : 0% - 50% - 75% - 100% - 75% - 50% - 0%
CycleIII : 0% 50% 100% 125% 150% 125% 100% 50% -0%
CycleIV : 0% 50% 75% 100% 150% 175% 200% 175%
-150% - 100% - 75% - 50% - 0%.
2.11.4 Prosedur Pengukuran Penurunan Tiang
Untuk pergeseran aksial baca penurunan pada tiap pengujian berbeda
pada posisi kepala tiang. Pembacaan dapat dilakukan pada lempeng pengujian
1. Lakukan pembacaan sesuai dengan interval waktu terhadap beban
dan penurunan yang terjadi.
2. Selama pembacaan pastikan tiang tidak runtuh, lakukan pembacaan
tambahan dan catat hasil pembacaan pada interval tidak lebih 10
menit selama setengah jam atau 20 menit sesudah tiap penambahan
beban.
3. Sesudah beban penuh sesuai rencana, pastikan tiang belum runtuh
lakukan pembacaan pada interval tidak lebih 20 menit pada 2 jam
pertama, tidak lebih 1 jam untuk 10 jam berikutnya dan tidak lebih
2 jam untuk 12 jam berikutnya.
4. Jika tidak terjadi keruntuhan tiang, segera lakukan pembacaan
sebelum beban pertama dikurangi. Selama pengurangan beban
dilakukan, pembacaan dilaksanakan dan catat dengan interval tidak
lebih 20 menit.
5. Lakukan pembacaan akhir 12 jam sesudah beban dipindahkan.
6. Besar beban (ton), lama pembebanan dan besar penurunan dimuat
dalam tabel jadwal loading test (American Standart Test Method,
2010).
2.11.5 Peralatan Pengujian
a. Dongkrak (Hydraulic Jack)
1 No.of Unit : 1 (satu) unit
3 Diameter of Piston : 430 mm
4 Effective Area : 1465,06 cm2
5 Jack Diameter : 560 mm
6 Height : 540 mm
7 Travel Piston Max. : 150 mm
8 Brand : Enerpac
Hydraulic Jack berfungsi memberikan tekanan pada beban yang akan diterima oleh tiang bor, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.18.
Gambar 2.18. PosisiDial Gauge, Steel PlatedanHydraulic Jack
(Data ProyekParagon Square, 2012)
b. Pompa (Hand Pump)
1 Unit : 1 (satu) unit
2 Max.Pressure : 10.000 psi
3 Merk : Enerpac
c. Dial Gauge/Dial Indicator
1 Unit : 1 (satu)
2 Merek : Mitutoyo
3 Kapasitas : 50 mm
4 Ketelitian : 0.01 mm
Dial Gauge/Dial Indicator berfungsi sebagai pembacaan hasil penurunan tiang bor, dipasang secara diagonal. Jarum Dial Gaugae
ditumpukan padaReference Beamyang dibuat dari profil baja L 50 x 50
x 50 mm yang dipasang/disupport ke tanah secara kaku dan bebas
getaran-getaran. Dial Gage harus memiliki graduasi minimum kurang dari atau sama dengan 1% dari beban maksimum yang diberikan dan
harus sesuai dengan Standar. Seperti pada Gambar 2.19 di bawah ini.
Gambar 2.19.Dial Gauge(Data ProyekParagon Square, 2012)
d. Pressure Gauge/Manometer
1 Unit : 1 (satu)
2 Merek : Yamamoto
3 Kapasitas : 700 kg/cm2
Pressure Gauge/Manometer berfungsi pengontrol besar beban yang dikontrol pada manometer (Pressure Gauge) yang dipasang pada
2.12 Perbandingan Standart Operation Prosedure ASTM D-1143 (1981) dengan ASTM D-1143 (2007)
Di dalam kedua ASTM ini terdapat perbedaan-perbedaan yang sangat
mencolok, yang dapat kita lihat pada Tabel 2.8 berikut ini:
Tabel 2.8. PerbandinganStandart Operation ProsedurASTM D-1143 (1981) dengan ASTM D-1143 (2007)
ASTM D-1143 (1981) ASTM D-1143 (2007)
1. Prosedur Loading Test
A. Standart loading procedur
a Loading in excess of standart test load settlement equals 15% of the pile diameter
B. Quick load test method for individual piles
a Tahapan pembebanannya (10%-15%)
b Interval waktu pembebanan (2,5 menit-5 menit)
C. Constanta settlement increment loading method for individual piles
a Total penurunan 10% dari diameter tiang
2. Peralatan
A. Dial Indicator
a Dial Gauges travel 50 mm (2 inchi).
b Ketelitian alat 0,3 mm.
B. Kawat harus tidak lebih dari 1 inchi (25 mm) dari muka skala.
C. Pemasangan plat baja sampai 2 inchi (50 mm).
D. Reference beam 2,5 inchi (8 ft).
1. Prosedur Loading Test A. Slow maintained test
a Loading in excess of standart test load settlement equals 10%of the pile diameter
B. Quick load test method for individual piles
a Tahapan pembebanannya 5% b Interval waktu pembebanan (4
menit-15 menit)
C. Constanta movement increment test
a Total penurunan 15% dari diameter tiang
2. Peralatan A. Dial Indicator
a Dial gauges travel 100 mm (4 inchi).
b Ketelitian alat 0,1 mm.
B. Kawat harus tidak lebih dari 1 inchi (25 mm) dari muka skala.
C. Pemasangan plat baja sampai 2 inchi (50 mm).
2.13 Program Berbasis Empiris
Program berbasis empiris merupakan suatu program komputer yang dapat
melakukan analisis penurunan pondasi tiang yang terjadi setelah diberikannya
pembebanan. Program ini dirancang sesuai dengan teori analisis Metode Reese & Right dan Metode Vesic. Akan tetapi program ini hanya dirancang untuk dapat melakukanin putdata saja danout putyang dihasilkan berupa penurunan yang terjadi
pada pondasi tiang akibat diberikannya pembebanan.
Adapun proses dari Program Berbasis Empiris ini adalah sebagai berikut:
Langkah awal dari program berbasis empiris yaitu membuka program yang
kemudian akan muncul window pemasukan data. Kemudian in put judul file yang akan dibuat. Langkah pertama analisis program berbasis empiris yaitu dengan
memasukkan data-data tiang sesuai dengan data rencana tiang, seperti jenis tiang
yang akan digunakan dan diameter tiang. Langkah selanjutnya pemberian beban
rencana . Selanjutnya langkah yang paling penting adalah memasukkan profil tanah
dari data hasil penyelidikan tanah di lapangan (data lapisan tanah), terutama yang
diperoleh dari data SPT. Langkah yang terakhir yaitu memasukkan nilai faktor
keamanan yang telah direncanakan, dan out put yang dihasilkan dari program berbasis empiris ini berupa grafikvertical load vs settlement.
2.14 Program Berbasis Numerik
Program berbasis numerik merupakan suatu program komputer yang secara
khusus dapat melakukan analisis deformasi dan stabilitas perilaku tanah berdasarkan
Strain maupun Axisymetris. Program ini mampu melakukan analisa terhadap masalah-masalah geoteknik, seperti teknik tentang displacement, tegangan-tegangan yang terjadi pada tanah, dan lain-lain. Pada intinya program ini dirancang untuk dapat
melakukan geometrik yang akan dianalisa.
Parameter-parameter yang digunakan dalam program berbasis numerik ini
diantaranya:
a Berat Volume Tanah Kering (ߛௗ௬)
b Berat Volume Tanah Basah (ߛ௪௧)
c Kohesi Tanah (c)
d Sudut Geser (ø)
e Permeabilitas Arah Horizontal (kx)
f Permeabilitas Arah Vertikal (ky)
g Modulus Young (Eref)
h Poisson’s Ratio (v)
i Sudut Dilatansi (ψ)
Program berbasis numerik ini menggunakan elemen segitiga dengan pilihan 6
titik nodal maupun 15 titik nodal. Pada analisis ini digunakan segitiga dengan 15 titik
nodal agar dapat dilakukan interpolasi dan peralihan nodal dengan menggunakan
turunan berderajat dua. Program berbasis numerik ini terdiri dari 4 tahapan, yaitu :
4 CurveProgram
Adapun proses dari program berbasis numerik adalah sebagai berikut:
Langkah awal yaitu membuka program berbasis numerik dan memulainya dari
start, kemudian pilih New Project dan klik <OK>, window General Setting akan muncul yang terdiri dari dua tab yaitusheet ProjectdanDimensions.
Langkah pertama dari setiap analisis adalah membuat parameter dasar dari
metode elemen hingga. Tahap ini dilakukan pada windows General Setting yang mencantumkan tipe analisis, tipe elemen,basic unit, dan ukuran bidang gambar.
Apabila tahap pengisianGeneral Settingtelah selesai maka bidang gambar akan muncul dengan sumbu x dan y. Sumbu x menuju ke arah kanan dan sumbu y ke arah
atas. Untuk membuat objek gambar dapat dipilih dari tombol icon pada toolbar atau
dari menuGeometry
Icon Boundary Condition dapat dicari dibagian tengah toolbar atau di menu
Loads. Pada prinsipnya semua batas harus mempunyai satu kondisi batas (boundary condition) pada tiap arah. Jika suatu model tidak diberi boundary condition maka kondisi alamiah akan terjadi dimana gaya yang ditentukan sama dengan nol dan
terjadifree displacement.
Simulasi sifat tanah pada geometri perlu dilakukan agar dapat dilakukan analisis
elemen hingga. Program berbasis numerik ini dilengkapi dengandata base mengenai
material tanah dan struktur(beam,anchors dan geotextile),namun pengguna program ini dapat juga memasukkan data base sesuai kebutuhan. Tahapan pendefinisian
Perilaku tanah dan batuan di bawah beban umumnya bersifat non-linier.
Perilaku ini dapat dimodelkan dengan berbagai persamaan, diantaranya model Mohr-Coulomb,Linear Elastic Model, Hardening Soil Model,Soft Soil Model, danSoft Soil
Creep Model. Pada analisis ini digunakan modelMohr-Coulombyang memerlukan 5 buah parameter yaitu modulus elastisitas ( E ), Poisson’s Ratio ( ν ), kohesi ( c ), sudut geser tanah ( φ ), dan sudut dilatansi ( ψ ). Dipilih metode Mohr-Coloumb
karena metode ini berdasarkan parameter-parameter tanah yang ada paling mendekati
dengan sifat tanah di lokasi.
Material Type menggambarkan hubungan antara air dan sifat tanah, dimana tanah dibedakan menjadi 3, yaitu:Drained, yaitu tanah yang diijinkan adanya excess
pore pressure, contoh pada kasus full drainage pada tanah permeabilitas tinggi dan atau dengan beban rendah. Pada umumnya tanah lempung adalahundrained, di mana digunakan adanya excess pore pressure dengan permeabilitas yang rendah dan beban yang berat. non-porous behaviour, digunakan dalam analisa batuan.
Program berbasis numerik ini dapat membangun jaring (mesh) secara otomatis, dimana jaring – jaring tersebut membagi geometri menjadi beberapa elemen.
Pembuatan jaring elemen berdasarkan prinsip triangulasi yang akan membentuk
jaringan yang kokoh dan jaringan tersebut bentuknya tidak teratur ( unstructured
mesh).
Initial condition berfungsi untuk mendefinisikan keadaan awal geometri sebelum dilakukan tahap perhitungan. Keadaan awal meliputi kondisi air tanah awal
dilakukan melalui menu Initial conditions. Pengaktifan dilakukan di tahap
perhitungan.
Tahapan Perhitungan dimulai setelah menekan tombol <Calculate> dan
menyimpan data input pada tahap pemasukkan data. Program penghitungan
digunakan untuk mendefinisikan dan mengeksekusikan fasa-fasa perhitungan.
Tahap awal dari analisis digunakan untuk menghitung tegangan-tegangan awal
akibat berat sendiri massa tanah dan tegangan horizontal. Permukaan potongan
melintang model yang dianalisa, bentuknya tidak horizontal (nonhorizontal surface)
sehingga untuk mencari tegangan dan regangan awalnya digunakan cara Gravity Loading. Metode ini digunakan untuk menghitung tegangan awal dengan cara memasukkan beban tanah pada tahap perhitungan, oleh karena itu default dari
program yang memakai persamaan Jaky (K0 = 1 – sin ø ) tidak diperlukan dalam
mencari regangan dan tegangan awal dari model elemen hingga.
Apabila proses perhitungan telah selesai kita bisa melihat hasil berupa gambar