BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Severe Early Childhood Caries (S-ECC)
Karies dianggap sebagai penyakit infeksi, mudah menjalar, dan multifaktorial yang disebabkan oleh empat faktor yaitu, host, mikroorganisme, waktu, dan substrat.3,5,13 Faktor-faktor tersebut berinteraksi dalam periode waktu tertentu dan menyebabkan ketidakseimbangan dalam demineralisasi serta remineralisasi antara permukaan gigi dan lapisan plak.7 Proses terjadinya karies gigi dimulai dengan adanya mikroorganisme kariogenik utama, yaitu Streptococcus mutans, Lactobacillus, dan Streptococcus sobrinus.24 Bakteri tersebut berkolonisasi pada permukaan gigi dan menghasilkan asam dengan kecepatan yang lebih cepat dari kapasitas netralisasi biofilm dibawah pH kritis 5,5 selanjutnya menghancurkan enamel gigi.5,10-11
Istilah Severe Early Childhood Caries (S-ECC) menunjukkan suatu pola karies gigi yang akut, progresif, atau rampan. Pada anak di antara usia 3-5 tahun, terdapat satu atau lebih kavitas , kehilangan gigi akibat karies, terdapatnya tambalan (dmfs) dengan nilai > 4 (untuk usia 3 tahun), > 5 (untuk usia 4 tahun), > 6 (untuk usia 5 tahun) menunjukkan S-ECC.1,9,12-13 Early Childhood Caries (ECC) merupakan istilah yang menjelaskan suatu pola lesi karies yang unik pada bayi, balita, dan anak prasekolah. Dahulu ECC dikenali juga sebagai baby bottle caries, nursing caries,
baby bottle tooth decay, dan bottle rot.8-9 Defenisi ECC menurut The American Academy of Pediactric Academy (AAPD) adalah adanya lesi karies (kavitas atau non kavitas), adanya gigi yang hilang karena karies atau adanya gigi yang ditambal pada gigi sulung anak usia 0-71 bulan. 1,9-12
apabila banyaknya jumlah permukaan gigi sulung terkena keries terutama gigi anterior yaitu insisivus rahang atas pada anak prasekolah.8,10 Penelitian epidemiologis menunjukkan terjadinya peningkatan prevalensi karies sejalan dengan bertambahnya umur. Selama masa anak-anak mempunyai risiko karies yamg paling tinggi ketika gigi mulai erupsi dan wanita menunjukkan nilai dmf yang lebih tinggi daripada pria.3 Di negara berkembang ECC dan S-ECC merupakan masalah yang signifikan dengan prevalensi yang terus meningkat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Seoul mencapai 56,6% dan 47% masing-masing. Meningkatnya prevalensi, menurut penelitian ECC di Iran pada anak usia 1-3 tahun menyatakan bahwa prevalensi karies terlihat pada anak yang memiliki orangtua berpendidikan rendah.17 Hasil ini juga dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan pemeliharan kesehatan orang tua terhadap kesehatan gigi dan mulut anaknya.28
ECC dan S-ECC dikenal juga sebagai gabungan penyakit dan kebiasaan, karena sering terjadi pada anak kecil yang menggunakan botol berisi cairan yang mengandung gula agar bayi menjadi tenang dan mudah tidur.29 Pencegahan karies pada anak, terutama anak usia di bawah tiga tahun sangat melibatkan peran ibu,
antara lain pada pola pemberian ASI, pola pemberian minuman dan makanan pendamping atau pengganti ASI, pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut anak serta perilaku pemeliharaan kesehatan gigi dan mulut ibu.11,28
2.2 Etiologi Severe Early Childhood Caries
S-ECC adalah bentuk agresif karies gigi yang dimulai pada permukaan gigi yang biasanya tidak terpengaruh oleh kerusakan, seperti permukaan labial gigi
desidui rahang atas.10,13 Berbeda dengan karies gigi yang biasanya terdapat pada daerah retentif plak, sehingga kemungkinan ada faktor risiko khas yang terlibat dalam
empat faktor penyebab utama, yaitu host (gigi dan saliva), bakteri, substrat, dan waktu (Gambar 1). 5-7,28
Gambar 1. Diagram empat lingkaran faktor yang berperan dalam proses karies gigi30
2.2.1 Faktor Host
lingkungan rongga mulut. Contohnya pada waktu malam saat anak tidur, produksi saliva akan berkurang dan ini mempercepat proses demineralisasi enamel terutama anak yang mempunyai kebiasaan minum susu sambil tidur.3 Pit dan fisur pada gigi posterior sangat rentan terhadap karies karena sisa-sisa makanan mudah menumpuk. Permukaan gigi posterior yang kasar dan memiliki celah juga dapat menyebabkan plak mudah melekat dan membantu perkembangan karies gigi (Gambar 2).10,24 Gigi desidui lebih mudah terserang karies daripada gigi permanen karena enamel gigi desidui mengandung lebih banyak bahan organik dan air sedangkan jumlah mineralnya lebih sedikit dibandingkan gigi permanen.31
Gambar 2. Celah/fisure pada gigi yang menjadi lokasi karies32
2.2.2 Faktor Bakteri
dibersihkan.24 Bakteri kariogenik utama penyebab karies adalah Streptococcus mutans dan Streptococcus sobrinus yang merupakan bakteri patogen, dapat berkolonisasi di permukaan gigi dan cepat menghasilkan asam dengan memfermentasi karbohidrat (substrat) lalu mengakibatkan penurunan pH rongga mulut, yang akan menyebabkan demineralisasi enamel.11,21
Pada anak yang mengalami ECC, jumlah Streptococcus mutans selalu melebihi 30% dari flora plak dibanding > 1% pada anak yang tidak mengalami ECC. Dari studi longitudinal, Loesche WJ, Eklund R, et al., menyatakan bahwa jumlah
Streptococcus mutans dalam plak meningkat 6-24 bulan sebelum karies terlihat secara klinis.Menurut Bratthall et al. Pada enamel yang sehat kadang-kadang dapat terjadi kolonisasi Streptococcus mutans dalam jumlah relatif banyak dan pada populasi yang free caries memiliki jumlah Streptococcus mutans yang banyak (Gambar 3). Hal ini dapat terjadi pada keadaan gigi relatif resisten terhadap serangan asam atau karena tidak mengkonsumsi diet kariogenik. Koloni Streptococcus mutans
terbentuk pada permukaan enamel sejak usia 19-31 bulan, yang disebut oleh Caufield
et al., sebagai window of infectifity. Bila koloni tidak terbentuk pada masa ini, diperkirakan tidak akan terbentuk koloni Streptococcus mutans hingga usia sekitar 6 tahun saat gigi molar tetap mulai erupsi.11
Gambar 3. Streptococcus mutans34
2.2.3 Faktor Substrat
fruktosa yang terkandung dalam jus buah dan minuman manis lainnya dimetabolisme oleh Streptococcus mutans dan Lactobacillus dengan sangat cepat menjadi asam organik yang akan mendemineralisasi struktur enamel dan dentin.3 Penggunaan botol bayi dapat menambah frekuensi terpaparnya permukaan gigi bayi dengan glukosa.28
Faktor substrat dapat mempengaruhi pembentukan plak karena membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada permukaan enamel. Sisa makanan termasuk golongan karbohidrat (sukrosa, fruktosa, dan glukosa) apabila melekat terus pada gigi, akan difermentasi oleh bakteri menjadi asam. Apabila suasana di rongga mulut asam (pH 5,5) maka mineral kalsium dan fosor pada enamel gigi akan terlepas dari gigi lalu gigi menjadi rapuh dan akhirnya terbentuk karies.21,28,31 Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang banyak mengonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada gigi, sebaliknya pada orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya sedikit atau tidak mempunyai karies gigi. Hal ini penting membuktikan bahwa Streptococcus mutans akan memetabolisme semua jenis karbohidrat yang akhirnya meningkatkan risiko karies.24
2.2.4 Faktor Waktu
Gambar 4. Diagram faktor etiologi karies3
2.3 Tahap Perkembangan S-ECC
S-ECC ialah suatu penyakit yang serius, kadang menimbulkan rasa sakit dan berkembang dengan sangat cepat. Adapun gambaran klinis S-ECC terdiri dari empat tahap yaitu tahap inisial, tahap kedua, tahap ketiga, dan tahap keempat.21,28-29
2.3.1 Tahap Inisial
Gambar 5. Tahap inisial35
2.3.2 Tahap Kedua
Tahap ini terjadi saat usia anak sudah mencapai 16-24 bulan.21 Dentin mengalami kerusakan apabila lesi putih pada insisivus berkembang dengan cepat menyebabkan enamel rusak. Dentin terpapar dan terlihat lunak dan berwarna kuning (Gambar 6). Pada molar sulung maksila terjadi lesi inisial pada permukaan servikal, proksimal, dan oklusal. Pada tahap ini anak mulai mengeluh giginya sensitif saat tersentuh makanan atau minuman yang dingin. Orang tua juga biasanya sudah memberikan perhatiannya karena telah melihat perubahan warna pada gigi anaknya.29
2.3.3 Tahap Ketiga
Tahap ketiga terjadi ketika anak berusia 20-36 bulan.21 Lesi sudah luas pada salah satu insisivus maksila dan pulpa sudah teriritasi (Gambar 7). Anak akan merasa sakit spontan pada waktu malam. Pada tahap ini, molar sulung maksila pada tahap kedua sedangkan gigi molar sulung mandibula dan kaninus sulung maksila pada tahap inisial.8,21
Gambar 7. Tahap ketiga35
2.3.4 Tahap Keempat
Gambar 8. Tahap keempat35
2.4 Saliva
Saliva adalah cairan oral yang kompleks yang dihasilkan oleh kelenjar saliva, dimana sekitar 90% saliva dihasilkan oleh kelenjar parotis dan submandibular, 5% oleh kelenjar sublingual dan sisanya merupakan kontribusi dari kelenjar minor.10,36 Kelenjar saliva dibagi atas 2 kelompok, yaitu : kelanjar saliva mayor dan kelenjar
saliva minor. Kelenjar saliva mayor merupakan struktur berpasangan yang terdiri atas kelenjar parotis, kelenjar submandibular, dan kelenjar sublingual. Sedangkan kelenjar saliva minor terdiri atas kelenjar labialis, kelenjar bukalis, kelenjar palatinus (kelenjar Weber), kelenjar retromolar (kelenjar Carmalat), dan kelenjar lingualis. Kelenjar lingualis dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu : inferior apical (kelenjar Blandin Nuhn),
taste buds (kelenjar Ebner), dan kelenjar lubrikasi posterior. 25,37 Kelanjar parotis memproduksi 60-65% saliva yang bersifat serous (dengan kandungan 99% air) yang mengandung amilase, kelenjar submandibula mensekresikan 20-30% saliva yang bersifat mucin, dan kelenjar sublingual yang berukuran terkecil memproduksi saliva yang bersifat viscous dan kental.38
2.4.1 Fungsi Saliva
Saliva ini juga melindungi mukosa mulut terhadap rangsangan mekanis dan menghindarkan terjadinya kontak langsung antara mukosa dan mikroorganisme mulut, serta memberikan retensi yang baik untuk protesa.38 Sifat saliva tersebut disebabkan oleh karena saliva mengandung sialoglikoprotein, yaitu zat putih telur yang berkonjugasi dengan membentuk molekul senyawa dengan satu atau lebih gugus heterosakarida.24,38
Fungsi saliva dapat disusun dalam lima kategori yang berguna untuk menjaga kesehatan mulut dan menciptakan keseimbangan ekologis, yaitu lubrikasi dan proteksi, dapar dan oral clearance, menjaga integritas gigi, aktivitas antibakteri, serta rasa dan pencernaan.37-38 Saliva memproduksi tiga agen buffer, lima agen antibakteri, dan lima faktor yang mempengaruhi mineralisasi yang memiliki fungsi yang berbeda-beda, termasuk proteksi, buffering, pencernaan, pengecap, antimikroba, dan pertahanan integritas gigi.24,37-38
Cara yang dilakukan saliva untuk melakukan peran pentingnya berupa :24,37 1. Membentuk lapisan mukus pelindung pada membran mukosa yang akan bertindak sebagai barrier terhadap iritan dan akan mencegah kekeringan.
2. Membantu membersihkan mulut dari makanan, debris, dan bakteri yang akhirnya akan menghambat pembentukan plak.
3. Mengatur pH rongga mulut karena mengandung bikarbonat, fosfat, dan protein. Peningkatan kecepatan sekresi biasanya berakibat pada peningkatan pH dan kapasitas buffernya, oleh karena itu membran mukosa akan terlindung dari asam yang ada pada makanan dan pada waktu muntah. Selain itu, penurunan pH plak sebagai akibat dari organisme asidogenik akan dihambat.
5. Sebagai cairan pelumas dengan jalan melapisi dan melindungi mukosa terhadap iritasi mekanis, kimiawi, termis, membantu kelancaran aliran udara, dan membantu pembicaraan dan penelanan makanan.
6. Sebagai antimikroba dan juga mengontrol mikroorganisme rongga mulut secara spesifik misal dengan sIgA dan non spesifik misal dengan adanya lisozim, laktoferin, sialoperoksidase.
7. Keseimbangan air, dalam keadaan dehidrasi aliran saliva akan menurun dan rongga mulut akan terasa kering, orang akan merasa haus sehingga ada signal
untuk minum.
8. Fungsi saliva sebagai pelindung, kandungan enzim lisozim yang bersifat bakterisid yang dapat menyebabkan dinding sel bakteri lisis, dimana fungsi dinding sel bakteri adalah untuk memberikan bantuan mekanis pada isi sel dan sebagai pelindung bakteri terhadap lingkungan sekitarnya.
2.4.2 Komposisi Saliva
Komposisi saliva terdiri atas 94-99,5% air, bahan organik, dan bahan
anorganik. Komponen organik saliva yang terutama adalah protein, selain itu masih ada komponen-komponen lain seperti lipid, urea, asam amino, glukosa, amoniak, dan vitamin.40 Komponen anorganik saliva terutama adalah elektrolit dalam bentuk ion seperti Na+, K+, Ca2+, Mg2+, Cl-, SO42-, H2PO4, dan HPO42.24,37 Komposisi saliva yang
normal akan mempengaruhi keefektifan masing-masing fungsi saliva dalam mempertahankan kondisi yang konstan di lingkungan rongga mulut.41
2.4.3 Kapasitas Buffer Saliva dan Derajat Keasaman (pH) Saliva
Kapasitas buffer saliva menunjukkan kemampuan saliva mempertahankan pH tetap netral ketika mendapatkan asam dari lingkungan. Sifat ini bergantung pada kandungan bikarbonat dalam saliva yang juga bergantung pada laju aliran. Konsentrasi bikarbonat ini juga bekerja mengatur pH saliva. Oleh karena itu, kapasitas buffer dan pH meningkat seiring dengan peningkatan kecepatan laju aliran.37
Kapasitas buffer saliva merupakan faktor primer yang penting pada saliva untuk mempertahankan pH saliva berada dalam interval normal sehingga keseimbangan mulut terjaga.38 Sistem buffer yang memberi kontribusi utama (85%) pada kapasitas total buffer saliva adalah sistem bikarbonat dan 15% oleh fosfat, protein, dan urea.
Kapasitas buffer saliva dan pH saliva juga naik bersamaan dengan kenaikan kecepatan sekresi. Pada saat keadaan istirahat, pH saliva adalah 6,1 – 6,47 selanjutnya distimulasi pada sekresi saliva akan meningkat pH mencapai angka netral yaitu 7,62. Saliva juga mengandung sistem buffer bikarbonat (HCO3-) yang sangat
efektif. Dalam aliran darah perifer, kombinasi sodium bikarbonat, asam karbonat, dan gas karbon dioksida mengeluarkan proton (ion hidrogen) dari dalam sistem. saliva terdiri atas 5% karbondioksida larut, bandingkan dengan 1% dalam udara kamar normal, dan terdapat dalam bentuk bikarbonat (H2O + CO2 = HCO3 + H+) dan gas
CO2 larut.30,40-41
peningkatan jumlah mikroorganisme asidurik, khususnya Streptococcus mutans yang kariogenik serta Candida albicans. Berkurangnya sekresi saliva dan kapasitas buffer
juga dipengaruhi malnutrisi dan berat badan lahir rendah yang termasuk lahir prematur yaitu predisposisi tingginya level kolonisasi Streptococcus mutans.23
2.4.4 Laju Aliran Saliva
Laju aliran saliva merupakan pengaturan fisiologis sekresi saliva. Pada keadaan normal, laju aliran saliva berkisar 0,05-1,8 ml/menit. Beberapa studi tentang laju aliran saliva yang tidak distimulasi pada individu yang sehat didapatkan rata-rata
whole saliva sekitar 0,3 ml/menit. Hasil di bawah 0,1 ml/menit dianggap sebagai hiposalivasi, dan hasil di antara 0,1-0,25 ml/menit merupakan laju aliran rendah. Kelenjar saliva dapat distimulasi dengan cara mekanis yaitu pengunyahan, kimiawi yaitu dengan rangsangan rasa, neural yaitu melalui saraf simpatis dan parasimpatis, psikis, dan rangsangan rasa sakit. Bila dirangsang akan meningkat menjadi 2,5-5 ml/menit.40 Laju aliran normal saliva yang distimulasi adalah 1,0-3,0 ml/menit. Hasil di bawah 0,7 ml/menit dianggap sebagai hiposalivasi, dan hasil 0,7-1,0 ml/menit
merupakan laju aliran rendah.41
Dari beberapa penelitian, ditemukan adanya hubungan laju aliran saliva, volume, pH, dan kapasitas buffer saliva. Laju aliran saliva sangat bervariasi tidak hanya dibandingkan dengan orang lain, tetapi juga pada individu yang sama tergantung waktu pemeriksaan, posisi tubuh, banyak cahaya, dan faktor lain. Navazesh et al menemukan bahwa laju aliran saliva yang tidak distimulasi memiliki kekuatan validitas prediksi yang sangat kuat untuk memperkirakan risiko karies. Saliva yang tidak distimulasi mengandung sedikit ion bikarbonat, dengan ion Ca2+ yang lebih sedikit dan ion HPO42- yang lebih banyak daripada di dalam plasma.
dapat meningkatkan risiko karies, tetapi hal ini juga bergantung pada interaksi faktor-faktor lain.41
Laju aliran saliva akan meningkat karena adanya rangsangan seperti rangsangan pengecapan, rangsangan psikologis, ataupun rangsangan akibat perawatan gigi. Selain itu, laju aliran saliva dipengaruhi oleh ritme sirkardian, yaitu irama jantung yang teratur dalam fungsi tubuh yang terjadi selama 24 jam. Laju aliran saliva yang meningkat akan menyebabkan konsentrasi sodium, kalsium, klorida, bikarbonat, dan protein meningkat, tetapi konsetrasi fosfat, magnesium, dan urea akan menurun.30,41 Dengan meningkatnya komponen bikarbonat saliva, maka hasil metabolik bakteri dan zat-zat toksik bakteri akan larut dan tertelan sehingga keseimbangan lingkungan rongga mulut tetap terjaga dan frekuensi karies gigi akan menurun. Sebaliknya, bila aliran saliva menurun maka akan terjadi peningkatan frekuensi karies gigi. Penurunan laju aliran saliva dapat diikuti oleh peningkatan jumlah Streptococcus mutans dan Lactobacillus.21 Dengan demikian, aktivitas karies yang tinggi dapat dijumpai pada anak-anak yang laju aliran salivanya berkurang.41
2.4.5 Volume Saliva
maupun parasimpatis, dan rangsangan sakit karena adanya peradangan, gingivitis, juga karena protesa yang akan menstimulasi sekresi saliva.
Sekresi saliva sebenarnya tidak tergantung pada umur, tetapi pada efek samping dari obat-obatan tertentu yang dikonsumsi sehingga mengurangi aliran saliva. Sekresi saliva yang berkurang akan mengakibatkan mulut kering, penurunan pengecapan, kesukaran mengunyah dan menelan makanan. Sedangkan sekresi saliva yang berlebihan, yang ditandai dengan sekresi saliva encer seperti air yang keluar terus menerus sehingga mengakibatkan sudut mulut mengalami angular cheilitis dan dermatitis.
2.5 Saliva Sebagai Salah Satu Alat Diagnosis Karies
Saliva sebagai salah satu faktor etiologi terjadinya karies mempengaruhi terjadinya karies dalam berbagai cara, yaitu :34
1. Aliran saliva dapat menurunkan akumulasi plak pada permukaan gigi dan juga menaikkan tingkat pembersihan karbohidrat dari rongga mulut.
2. Difusi komponen saliva seperti kalsium, fosfat, ion OH, dan flouride ke
dalam plak dapat menurunkan kelarutan enamel dan meningkatkan remineralisasi karies dini.
4. Beberapa komponen saliva yang termasuk dalam komponen non imunologi seperti lysozime, lactoperoxydase, dan lactoferin mempunyai daya anti bakteri yang langsung terhadap mikroflora tersebut sehingga derajat asidogeniknya berkurang.
5. Molekul immunoglobulin A (IgA) disekresi oleh sel-sel plasma yang terdapat di dalam kelenjar saliva, sedangkan komponen protein lainnya diproduksi di lapisan epitel luar yang menutup kelenjar. Kadar keseluruhan IgA di saliva berbanding terbalik dengan timbulnya karies.
6. Protein saliva dapat meningkatkan ketebalan acquired pellicle sehingga dapat membantu menghambat pengeluaran ion fosfat dan kalsium dari enamel.
7. Laju glikolisis yang dapat ditingkatkan dengan urea saliva, bikarbonat atau sialin, sehingga karbohidrat plak akan dimetabolisme lebih cepat dan mengurangi durasi paparan enamel pada tingkat pH kritis.
Apabila saliva akan digunakan sebagai indikator pengukuran risiko karies, harus diperhatikan kondisi saliva dalam dua keadaan, yaitu sebelum distimulasi dan sesudah distimulasi. Saliva sebelum distimulasi adalah saliva yang diproduksi tanpa adanya rangsangan, sedangkan saliva setelah distimulasi adalah saliva yang disekresi
2.6 Kerangka Teori
Etiologi
Severe Early Childhood Caries (S-ECC) Non S-ECC Keadaan Gigi Anak
Host Bakteri Substrat Waktu
pH Laju Aliran Volume Kapasitas Buffer
2.7 Kerangka Konsep
Karakteristik Saliva
S-ECC
Non S-ECC pH Saliva
Laju Aliran Saliva
Volume Saliva
Kapasitas Buffer Saliva
Usia Anak