• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku 2.1.1. Ruang Lingkup Perilaku Kesehatan - Gambaran Perilaku Tenaga Kesehatan Terhadap Pelayanan Prima di Puskesmas Tomuan Kecamatan Siantar Timur Kota Pematangsiantar Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku 2.1.1. Ruang Lingkup Perilaku Kesehatan - Gambaran Perilaku Tenaga Kesehatan Terhadap Pelayanan Prima di Puskesmas Tomuan Kecamatan Siantar Timur Kota Pematangsiantar Tahun 2012"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku

2.1.1. Ruang Lingkup Perilaku Kesehatan

Perilaku manusia sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas. Menurut Benjamin Bloom (dalam Soekidjo Notoatmodjo, 2007), ranah perilaku terbagi dalam 3 domain, yaitu :

a. Pengetahuan (Kognitif)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia yaitu indra penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2007).

Pengetahuan memiliki 6 (enam) tingkatan: 1. Tahu (Know)

(2)

2. Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan tentang objek yang diketahui dan dapat diinterpretasikan secara benar. Orang yang telah paham terhadap suatu objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.

4. Analisis (Analysis)

Analisis diartikan sebagai kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthetis)

(3)

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi ini diartikan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada. Faktor-faktor yang memengaruhi pengetahuan seseorang antara lain :

1. Faktor internal : faktor dari dalam diri sendiri, misalnya intelegensia, minat, kondisi fisik.

2. Faktor eksternal : faktor dari luar diri, misalnya keluarga, masyarakat, sarana. 3. Faktor pendekatan belajar : faktor upaya belajar, misalnya strategi dan metode

dalam pembelajaran. b. Sikap (Afektif)

Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas tapi merupakan predisposisi tindakan atau perilaku (Wahid dkk, 2007).

Sikap menentukan jenis tingkah laku dalam hubungannya dengan rangsangan yang relevan, individu lain atau fenomena-fenomena. Dapat dikatakan bahwa sikap merupakan faktor internal tapi tidak semua faktor internal adalah sikap.

Adapun ciri-ciri sikap menurut WHO adalah sebagai berikut :

(4)

2. Adanya orang lain yang menjadi acuan (Personal references) merupakan faktor penguat sikap untuk melakukan tindakan akan tetapi tetap mengacu pada pertimbangan-pertimbangan individu.

3. Sumber daya (Resources) yang tersedia merupakan pendukung untuk bersikap positif atau negatif terhadap objek atau stimulus tertentu dengan pertimbangan kebutuhan dari pada individu tersebut.

4. Sosial budaya (Culture) berperan besar dalam memengaruhi pola pikir seseorang untuk bersikap terhadap objek/stimulus tertentu (Notoatmodjo, 2007). Fungsi (tugas) sikap dibagi empat golongan, yaitu :

1. Sebagai alat menyesuaikan diri

Sikap adalah sesuatu yang bersifat communicable yang artinya sesuatu yang mudah menjalar, sehingga mudah menjadi milik bersama. Sikap bisa menjadi rantai penghubung antara orang dengan kelompoknya atau dengan anggota kelompok lain.

2. Sebagai alat pengatur tingkah laku

Pertimbangan antara perangsang dan reaksi pada orang dewasa. Pada umumnya tidak diberi perangsang secara spontan, tetapi adanya proses secara sadar untuk menilai perangsang-perangsang itu.

3. Sebagai alat pengatur pengalaman-pengalaman

(5)

dilayani dan mana yang tidak perlu dilayani. Jadi semua pengalaman diberi nilai lalu dipilih.

4. Sebagai pernyataan kepribadian

Sikap sering mencerminkan pribadi seseorang. Ini disebabkan karena sikap tidak pernah terpisah dari pribadi yang mendukungnya. Oleh karena itu, dengan melihat sikap pada objek tertentu, sedikit banyak orang bisa mengetahui pribadi orang tersebut (Ahmadi, 1999).

Seperti halnya pengetahuan, sikap memiliki berbagai tingkatan yaitu :

1. Menerima (Receiving) diartikan bahwa orang mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan.

2. Merespon (Responding) diartikan sebagai memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan adalah indikasi dari sikap karena dengan usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan terlepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

3. Menghargai (Valuating) diartikan sebagai mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah indikasi sikap tingkat ini.

(6)

c. Tindakan (Psikomotor)

Suatu sikap belum terwujud dalam bentuk tindakan. Untuk mewujudkan sikap menjadi sebuah perbuatan diperlukan menanamkan pengertian terlebih dahulu, membentuk dan mengubah sikap atau menumbuhkan hubungan yang baik serta diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan antara lain fasilitas dan faktor pendukung dari berbagai pihak (Notoatmodjo, 2007).

Adapun tingkatan dari tindakan adalah : 1. Persepsi (Perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktek yang pertama.

2. Respon Terpimpin (Guide Response)

Dapat melakukan sesuatu dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh-contoh adalah indikator tingkat kedua.

3. Mekanisme (Mechanisme)

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah menjadi kebiasaan maka ia sudah mencapai tingkat ketiga. 4. Adaptasi (Adaptation)

(7)

2.1.2. Perubahan Perilaku

Menurut WHO yang dikutip oleh Soekidjo Notoatmodjo (2007), perubahan perilaku dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu :

1. Perubahan Alamiah (Natural Change)

Perilaku manusia selalu berubah. Sebagian perubahan itu disebabkan karena kejadian alamiah. Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau sosial budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota masyarakat di dalamnya juga akan mengalami perubahan.

2. Perubahan Terencana (Planned Change)

Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek. Didalam melakukan perubahan perilaku yang telah direncanakan dipengaruhi oleh kesediaan individu untuk berubah, misalnya apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di dalam masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang sangat cepat menerima inovasi atau perubahan tersebut dan sebagian orang lagi sangat lambat menerima inovasi atau perubahan tersebut (Notoatmodjo, 2007).

2.2. Puskesmas

2.2.1. Pengertian Puskesmas

(8)

1. Unit Pelaksana Teknis

Sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas Kesehatan kabupaten/kota, puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional dinas kesehatan kabupaten/kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia.

2. Pembangunan Kesehatan

Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang optimal.

3. Pertanggungjawaban Penyelenggaraan

Penanggung jawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan kesehatan di wilayah kabupaten/kota adalah dinas kabupaten/kota, sedangkan puskesmas bertanggung jawab hanya untuk sebagian upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan kemampuannya.

4. Wilayah Kerja

(9)

2.2.2. Visi dan Misi Puskesmas 1. Visi

Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya Kecamatan Sehat 2010 menuju terwujudnya Indonesia Sehat 2010. Kecamatan Sehat adalah gambaran masyarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Indikator kecamatan sehat yang ingin dicapai mencakup 4 indikator utama yakni (1) lingkungan sehat, (2) perilaku sehat, (3) cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu serta (4) derajat kesehatan penduduk kecamatan (Depkes RI, 2004).

2. Misi

Untuk mencapai visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas yakni terwujudnya Kecamatan Sehat, puskesmas memiliki 4 misi yaitu: 1. Menggerakkan pembangunan berwawasan sehat di wilayah kerjanya.

Puskesmas akan selalu menggerakkan pembangunan sektor lain yang diselenggarakan di wilayah kerjanya, agar memperhatikan aspek kesehatan, setidak-tidaknya terhadap lingkungan dan perilaku masyarakat.

2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya.

(10)

melalui peningkatan pengetahuan dan kemampuan menuju kemandirian untuk hidup sehat.

3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan akan selalu berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan serta meningkatkan efisiensi pengelolaan dana sehingga dapat dijangkau oleh seluruh anggota masyarakat.

4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya.

Puskesmas akan selalu berupaya memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihakan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat yang berkunjung dan bertempat tinggal di wilayah kerjanya, tanpa diskriminasi dan dengan menerapkan kemajuan ilmu dan teknologi kesehatan yang sesuai (Depkes RI, 2004).

2.2.3. Fungsi dan Program Puskesmas 1. Fungsi

a. Pusat Penggerak Pembangunan Berwawasan Kesehatan

(11)

b. Pusat Pemberdayaan Masyarakat dan Keluarga dalam Pembangunan Kesehatan

Sebagai pusat pemberdayaan masyarakat, puskesmas ikut memberdayakan masyarakat, sehingga masyarakat tahu, mau dan mampu menjaga dan mengatasi masalah kesehatan secara mandiri. Wujud pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kesehatan adalah tumbuh kembangnya upaya kesehatan bersumber daya masyarakat, kemitraan dengan LSM, dan pelbagai potensi masyarakat lainnya.

Sebagai pusat pemberdayaan keluarga, puskesmas diharapkan bisa secara proaktif menjangkau keluarga, sehingga bisa menjaga keluarga sehat tetap sehat dan keluarga sakit menjadi sehat. Wujudnya adalah pelaksanaan Puskesmas Peduli Keluarga yang tingkat keberhasilannya dapat dilihat dari makin banyaknya keluarga sehat di wilayah kerja puskesmas.

c. Pusat Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama

Sebagai pusat pelayanan tingkat pertama di wilayah kerjanya, puskesmas merupakan sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya, puskesmas merupakan sarana pelayanan kesehatan pemerintah yang wajib menyelenggarakan pelayanan kesehatan secara bermutu, terjangkau, adil dan merata. Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan adalah pelayanan kesehatan dasar yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar masyarakat dan sangat strategis dalam upaya meningkatkan status kesehatan masyarakat umum.

(12)

1.Pelayanan kesehatan masyarakat yang lebih mengutamakan pelayanan promotif dan preventif, dengan pendekatan kelompok masyarakat, serta sebagian besar diselenggarakan bersama masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas.

2.Pelayanan medik dasar yang lebih mengutamakan pelayanan kuratif dan rehabilitatif dengan pendekatan individu dan keluarga pada umumnya melalui upaya rawat jalan dan rujukan.

Pada kondisi tertentu dan bila memungkinkan dapat dipertimbangkan puskesmas memberikan pelayanan rawat inap sebagai rujukan antar sebelum dirujuk ke Rumah Sakit.

2. Program

Program puskesmas merupakan wujud dari pelaksanaan ketiga fungsi puskesmas di atas. Program tersebut dikelompokkan menjadi :

a. Program kesehatan dasar puskesmas adalah program yang ditetapkan berdasarkan kebutuhan sebagian besar masyarakat Indonesia serta mempunyai daya ungkit tinggi dalam mengatasi permasalahan kesehatan nasional dan internasional yang berkaitan dengan kesakitan, kecacatan dan kematian.

Program kesehatan dasar tersebut adalah : 1. Promosi Kesehatan

2. Kesehatan Lingkungan

(13)

6. Pengobatan

Rincian masing-masing kegiatan dari program kesehatan dasar diserahkan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota bersama dengan puskesmas sesuai dengan masalah kesehatan setempat dan mengacu pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang telah ditetapkan, serta sesuai dengan kemampuan dan potensi setempat.

b. Program Kesehatan Pengembangan

Puskesmas yang selama ini telah mengenal 18 pokok kegiatan, maka dengan adanya perubahan ini bukan berarti pokok kegiatan lain akan hilang atau tidak diperhatikan lagi, tetapi dapat masuk dalam kelompok program kesehatan pengembangan yang terkait dalam rangka mewujudkan Kecamatan Sehat 2010. Program pengembangan hendaknya merupakan program yang sesuai dengan permasalahan kesehatan masyarakat setempat dan atau sesuai tuntutan masyarakat sebagai program inovatif dengan mempertimbangkan kemampuan sumber daya yang tersedia dan dukungan dari masyarakat (Depkes RI, 2004).

2.3. Tenaga Kesehatan

Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan (Wijono, 1999).

(14)

Secara terperinci, tenaga medis adalah tenaga dokter spesialis, dokter umum dan dokter gigi. Tenaga keperawatan adalah perawat dan bidan. Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi dan asisten apoteker. Tenaga Kesehatan Masyarakat meliputi epidemiolog kesehatan, entomolog kesehatan, mikrobiologi kesehatan, penyuluh kesehatan, administrator kesehatan dan sanitarian. Tenaga Gizi meliputi nutrisionis dan dietisien. Tenaga keterapian fisik meliputi fisioterapis, okupasiterapis dan terapis wicara. Tenaga keteknisian medis meliputi radiografer, radioterapis, teknisi gigi, teknisi elektromedis, analisis kesehatan, refraksionis optisen, otorik prostetik, teknisi transfusi dan perekam medis (Wijono, 1999).

Menurut Wijono seorang tenaga kesehatan harus memenuhi syarat-syarat, yakni: 1. Tenaga kesehatan wajib memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang

kesehatan yang dinyatakan dengan ijazah dari lembaga pendidikan.

2. Tenaga kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah tenaga kesehatan yang bersangkutan memiliki izin dari Menteri.

3. Dikecualikan dari pemilikan izin sebagaimana dimaksud, bagi tenaga kesehatan masyarakat. Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan, diatur oleh Menteri. 4. Selain izin sebagaimana yang dimaksud, tenaga medis dan tenaga kefarmasian

lulusan dari lembaga pendidikan di luar negeri hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah yang bersangkutan melakukan adaptasi. Ketentuan lebih lanjut mengenai adaptasi, diatur oleh Menteri (Wijono, 1999).

2.4. Pelayanan Kesehatan

(15)

atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga, kelompok ataupun masyarakat (Azwar, 1966).

Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan

1. Tersedia dan berkesinambungan

Syarat pokok pertama pelayanan kesehatan tersebut harus tersedia bagi masyarakat dan berkesinambungan. Artinya semua jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat tidak sulit ditemukan serta keberadaannya dalam masyarakat ada pada setiap saat yang dibutuhkan.

2. Dapat diterima dan wajar

Syarat pokok kedua pelayanan kesehatan yang baik adalah yang dapat diterima oleh masyarakat serta bersifat wajar. Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan keyakinan dan kepercayaan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang bertentangan dengan adat istiadat, kebudayaan, keyakinan dan kepercayaan masyarakat, serta bersifat tidak wajar, bukanlah suatu pelayanan kesehatan yang baik.

3. Mudah dicapai

(16)

4. Mudah dijangkau

Syarat pokok keempat pelayanan kesehatan yang baik adalah mudah dijangkau oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan yang dimaksudkan disini terutama dari sudut biaya. Untuk dapat mewujudkan keadaan yang seperti ini terutama dari sudut biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan dan karena itu hanya mungkin dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat saja, bukanlah kesehatan yang baik.

5. Bermutu

Syarat pokok kelima pelayanan kesehatan yang baik adalah yang bermutu. Pengertian mutu yang dimaksudkan disini adalah yang menunjuk pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang di satu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa pelayanan, dan di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik serta standar yang telah ditetapkan (Azwar, 1996).

(17)

kesehatan diselenggarakan dalam bentuk kegiatan dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, menyeluruh dan berkesinambungan. Untuk keberhasilan upaya pembangunan kesehatan tersebut maka masyarakat perlu diikutsertakan agar berpartisipasi aktif dalam upaya kesehatan. 2.4.1. Pelayanan Puskesmas

Bentuk pelayanan puskesmas bersifat menyeluruh yaitu pelayanan kesehatan yang meliputi aspek promosi kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan penyakit dan pemulihan dari penyakit. Prioritas pelayanan yang dikembangkan puskesmas lebih diarahkan ke bentuk pelayanan kesehatan dasar yang lebih mengutamakan upaya promosi kesehatan dan pencegahan penyakit (Muninjaya, 1999).

Puskesmas bertanggung jawab dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan di tingkat kecamatannya sendiri yang meliputi upaya pelayanan keseahatan perorangan (UKP) dan upaya pelayanan kesehatan masyarakat (Kepmenkes, 2006).

(18)

kesehatan, pemberantasan penyakit, kesehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan, keluarga berencana, kesehatan jiwa masyarakat serta berbagai program kesehatan lainnya. Fungsi pelayanan puskesmas dituntut lebih memiliki nilai-nilai efisiensi, efektif dan produktif baik dari sisi tenaga pelayanan maupun yang dilayani pada masa yang akan datang (Darmadi, 2006).

2.5. Kualitas Pelayanan Kesehatan

Kualitas adalah suatu perkataan yang sudah lazim digunakan, baik oleh lingkungan kehidupan akademis ataupun dalam kehidupan sehari-hari, yang artinya secara umum dapat dirasakan dan dipahami oleh siapapun, namun kualitas sebagai suatu konsep atau pengertian, belum banyak dipahami orang dan kenyataannya pengertian kualitas itu sendiri tidak sama bagi setiap orang. Setiap orang cenderung mendefinisikan pengertian kualitas sesuai dengan pendapat dan kebutuhannya (Pohan, 2003). Menurut Montgomery yang dikutip Supranto (1997), kualitas dinyatakan sebagai berikut: Quality is the extent to which products meet the requirements of people who use them. Jadi, suatu produk dikatakan berkualitas bagi

seseorang kalau produk tersebut memenuhi kebutuhannya.

(19)

yang menilai kualitas pelayanan kesehatan berdasarkan standar atau kriteria karakteristik yang berbeda-beda. Perbedaan ini antara lain disebabkan oleh perbedaan dalam latar belakang, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, pengalaman, lingkungan dan kepentingan (Jacobalis S, 1989).

Salah satu kesulitan dalam merumuskan pengertian kualitas pelayanan kesehatan adalah karena kualitas itu sangat melekat dengan faktor-faktor subjektivitas yang berkepentingan, baik pasien, petugas yang memberi pelayanan, masyarakat ataupun pemilik sarana pelayanan (Pohan, 2007). Lebih lanjut, Wijono (1999) menjelaskan, kualitas pelayanan kesehatan diterima dan didefinisikan dalam banyak pengertian. Kualitas pelayanan kesehatan dapat semata-mata dimaksudkan adalah dari aspek teknis medis yang hanya berhubungan langsung antara pelayanan medis dengan pasien saja, atau kualitas pelayanan kesehatan dari sudut pandang sosial dan sistem pelayanan kesehatan secara keseluruhan, termasuk manajemen administrasi, keuangan, peralatan dan tenaga kesehatan lainnya.

Menurut Kasl dan Cobb yang dikutip Fauzi M (1995), biasanya orang memanfaatkan pelayanan kesehatan karena tiga alasan yakni, (1) untuk pencegahan penyakit atau pemeriksaan kesehatan pada saat gejala penyakit belum dirasakan (perilaku sehat), (2) untuk mendapatkan diagnosa penyakit dan tindakan yang diperlukan bila gejala penyakit telah dirasakan (perilaku sakit) dan (3) untuk mengobati penyakit, jika penyakit tersebut telah dipastikan agar sembuh atau agar penyakit tersebut tidak bertambah parah.

(20)

menyatu sebagai suatu sistem (Azwar, 1999). Sebagaimana suatu sistem maka kualitas pelayanan terdiri atas berbagai komponen yang saling berpengaruh sebagai berikut:

1. Input adalah sarana fisik, perlengkapan atau peralatan, organisasi dan manajemen, keuangan dan sumber daya manusia serta sumber daya lainnya. 2. Proses adalah semua kegiatan dan keseluruhan input baik itu tindakan medis

maupun tindakan non medis dalam interaksinya dengan pemberian pelayanan kesehatan.

3. Keluaran adalah hasil akhir kegiatan proses yaitu tindakan dokter dan profesi lainnya terhadap pasien dalam arti derjatan kesehatan dan kepuasannya.

Selain itu faktor lain yang memengaruhi adalah faktor lingkungan. Yang dimaksud dengan unsur lingkungan adalah keadaan sekitar yang memengaruhi penyelenggaraan pelayanan kesehatan. Untuk suatu institusi kesehatan, keadaan sekitar yang terpenting adalah kebijakan, organisasi dan manajemen institusi kesehatan tersebut.

(21)

penduduk, serta di pihak lain tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan standar dan kode etik yang telah ditetapkan (Azwar, 1996).

Gronroos (1990) seperti yang dikutip oleh Jasfar (2005) mengatakan, dalam konteks penilaian kualitas produk maupun jasa telah diperoleh kesepakatan, bahwa harapan konsumen memiliki peranan yang besar sebagai standar perbandingan dalam evaluasi kualitas maupun kepuasan. Menurut Olson dan Dover (dalam Zeithaml et al, 1993), harapan konsumen merupakan keyakinan konsumen sebelum mencoba atau membeli suatu produk yang dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja produk tersebut. Harapan itu terbentuk dari pengalamannya mengkonsumsi jasa itu pada waktu lalu, informasi dari teman, keluarga dan lain-lain (Word of mouth) serta dapat juga dari kebutuhannya (personal need). Untuk membuktikan apakah kualitas produk baik atau tidak, dapat diukur dari tingkat kepuasan konsumen.

Setiap pasien yang berkunjung ke puskesmas tentu mempunyai keinginan atau harapan terhadap pelayanan yang diberikan. Puskesmas selayaknya memahami keinginan dan harapan pasien tersebut. Dengan memperhatikan berbagai sudut pandang, dapat dirangkum 9 (sembilan) dimensi kualitas :

1. Manfaat, pelayanan yang diberikan menunjukkan manfaat dan hasil yang diinginkan.

2. Ketepatan, pelayanan yang diberikan relevan dengan kebutuhan pasien dan sesuai dengan standar keprofesian.

3. Ketersediaan, pelayanan yang dibutuhkan tersedia.

(22)

5. Kenyamanan, pelayanan diberikan dalam suasana yang nyaman.

6. Hubungan interpersonal, pelayanan yang diberikan memperhatikan komunikasi, rasa hormat, perhatian dan empati yang baik.

7. Waktu, pelayanan yang diberikan memperhatikan waktu tunggu pasien dan tepat waktu sesuai perjanjian.

8. Kesinambungan, pelayanan kesehatan yang diberikan dilaksanakan secara berkesinambungan, pasien yang memerlukan tindak lanjut perawatan perlu ditindaklanjuti.

9. Legitimasi dan akuntabilitas, pelayanan yang diberikan dapat dipertanggungjawabkan, baik dari aspek medik maupun aspek hukum (Depkes RI, 2003).

Banyak ahli telah menyampaikan dimensi kualitas yang dapat dinilai dari suatu produk. Dimensi kualitas yang disusun tergantung pada jenis produk yang dihasilkan. Brown L D et al. seperti yang dikutip Pohan (2007) menjelaskan ada dimensi kualitas pelayanan kesehatan yakni: kompetensi teknis, keterjangkauan atau akses, efektivitas, efisiensi, kesinambungan, keamanan, kenyamanan, informasi, ketepatan waktu dan hubungan antar manusia. Beberapa dimensi kualitas pelayanan menurut Parasuraman, Zeithaml (1988) yang dikutip oleh Tjiptono (2004) mengemukakan bahwa ada 5 (lima) dimensi yang digunakan untuk mengukur kualitas pelayanan, yaitu sebagai berikut : 1) kehandalan (reliability), 2) daya tanggap (responsiveness), 3) jaminan (assurance), 4) empati (empathy), 5) bukti fisik (tangible).

(23)

sesuai dengan harapan pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik dan dengan akurasi yang tinggi. Kepuasan pelanggan terhadap pelayanan juga ditentukan oleh dimensi reliability yaitu dimensi yang mengukur kehandalan perusahaan dalam memberikan pelayanan kepada pelanggannya. Dimensi ini sering dipersepsi paling penting bagi pelanggan dari berbagai industri jasa. Ada 2 aspek dari dimensi ini yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan seperti yang dijanjikan dan seberapa jauh suatu perusahaan mampu memberikan pelayanan yang akurat atau tidak ada error.

(24)

Keramahan adalah salah satu aspek yang mudah diukur. Ramah berarti banyak senyum dan bersikap sopan. Memang menciptakan budaya senyum bukanlah hal yang mudah dan program yang murah. Perlu upaya sistematis dan komitmen implementasi jangka panjang.

3. Jaminan (Assurance), berkaitan dengan kemampuan, pengetahuan, keterampilan staff dalam menangani setiap pelayanan yang diberikan sehingga mampu menumbuhkan kepercayaan dan rasa aman pada pelanggan. Assurance adalah dimensi kualitas yang berhubungan dengan kemampuan perusahaan dan perilaku front-line staff dalam menanamkan rasa percaya dan keyakinan kepada para pelanggannya. Pelanggan sulit percaya bahwa kualitas pelayanan akan dapat tercipta dari front line staff yang tidak kompeten atau terlihat bodoh. Oleh karena itu sangatlah penting untuk terus memberikan training kepada karyawan gugus depan mengenai pengetahuan produk dan hal-hal yang sering menjadi pertanyaan pelanggan.

(25)

akan kehilangan kesempatan untuk dapat memuaskan mereka dari aspek ini. Secara umum, dimensi ini memang dipersepsi kurang penting dibandingkan dimensi reliability dan responsiveness di mata kebanyakan pelanggan. Hasil studi Fronter selama beberapa tahun terakhir mengkonfirmasikan hal ini. Akan tetapi untuk kelompok pelanggan the haves dimensi ini bisa menjadi dimensi yang paling penting. Ini sesuai dengan teori perkembangan kebutuhan manusia dari Maslow. Pada tingkat semakin tinggi, kebutuhan manusia tidak lagi dengan hal-hal primer. Setelah kebutuhan fisik, keamanan dan sosial terpenuhi, maka dua kebutuhan lagi akan mengejar yaitu kebutuhan akan ego dan aktualisasi. Dua kebutuhan teori Maslow inilah yang berhubungan dengan dimensi empati.

(26)

memengaruhi persepsi pelanggan. Pada saat yang bersamaan aspek tangible ini juga merupakan salah satu sumber yang memengaruhi harapan pelanggan. Karena tangible yang baik, harapan pelanggan menjadi lebih tinggi. Oleh karena itu, penting bagi suatu perusahaan untuk mengetahu seberapa jauh aspek tangible yang paling tepat yaitu masih memberikan impresi yang positif terhadap kualitas pelayanan yang diberikan tetapi tidak menyebabkan harapan pelanggan yang terlalu tinggi.

2.6. Pelayanan Prima

Pelayanan prima (Excellent Service) menurut pengertian “pelayanan”, yang berarti usaha melayani kebutuhan atau orang dari pengertian “melayani” yang berarti membantu menyiapkan apa yang diperlukan seseorang (kamus bahasa Indonesia). Dengan prima atau excellent yang berarti bermutu tinggi dan memuaskan.

Unsur-unsur pelayanan prima sebagaimana dimaksud dengan pelayanan umum sesuai keputusan Menpan No.81/1993, yaitu:

(1) Kesederhanaan,

(2) Kejelasan dan Kepastian, (3) Keamanan,

(4) Keterbukaan, (5) Efisien, (6) Ekonomis,

(27)

Dalam agenda perilaku pelayanan prima sektor publik SESPANAS LAN 1998 dalam Sutopo 2003, dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan pelayanan prima adalah :

1. Pelayanan yang terbaik dari pemerintah kepada pelanggan/pengguna jasa. 2. Pelayanan prima ada bila ada standar pelayanan.

3. Pelayanan prima bila melebihi standar atau sama dengan standar, sedangkan yang belum ada standar pelayanan yang terbaik dapat diberikan pelayanan yang mendekati apa yang dianggap pelayanan standar, dan pelayanan yang dilakukan secara maksimal.

4. Pelanggan adalah masyarakat dalam arti luas, masyarakat eksternal dan internal. Jadi, pelayanan prima sudah menjadi hal yang sangat penting kedudukannya di mata pemerintah. Dengan demikian, pada prinsipnya pemerintah telah mencurahkan seluruh daya dan upayanya untuk melayani masyarakatnya.

2.6.1. Perilaku dalam Pelayanan Prima

Menurut Sugiyanti (1999), dalam memberikan pelayanan yang bermutu tinggi dan memuaskan pelanggan, faktor perilaku manusia dapat menentukan, selain bentuk isi mutu barang atau jasa yang diberikan. Aparatur pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat diharapkan memahami bahwa dirinya adalah bertugas melayani bukan untuk dilayani masyarakat, oleh karena itu hendaknya dapat memberikan pelayanan yang prima, dalam arti :

(28)

2. Inovatif kreatif dalam memberikan pelayanan yang bermutu dan memuaskan pelanggan.

3. Mempunyai visi kedepan, apa sesungguhnya yang ingin diwujudkan dan mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan adanya risiko dan mengelola risiko dengan baik (mereduksi, menghilangkan maupun meminimalkan).

4. Mampu memanfaatkan dengan baik sumber daya yang tersedia dengan metode ilmiah yang sesuai.

5. Mampu memecahkan masalah yang timbul dan mengambil keputusan dalam upaya peningkatan pelayanan yang bermutu.

Menurut Gerson (2001), faktor terpenting yang harus diperhatikan saat ini adalah kepuasan pelanggan. Kepuasan pelanggan adalah persepsi pelanggan bahwa harapannya telah terpenuhi atau terlampaui, jika pelanggan tidak puas dia akan menghentikan bisnis atau hubungan, sehingga semua upaya yang dilakukan untuk mencapai mutu dan memberikan pelayanan prima tidak ada artinya sama sekali jika pelayanan yang diberikan tidak untuk memuaskan pelanggan.

Ada 7 langkah pendekatan untuk mengembangkan sistem pelayanan pelanggan yaitu :

1. Komitmen manajemen puncak.

(29)

2. Kenali pelanggan anda.

Mengenal pelanggan secara dekat dan secara berkesinambungan akan membantu mengembangkan ikatan dan kesetiaan yang dibutuhkan karena mereka menjadi tahu bahwa mereka diperhatikan.

3. Mengembangkan standar kinerja pelayanan pelanggan. 4. Angkat, latih dan beri imbalan staf yang baik.

Pelayanan pelanggan dan kinerja mutu yang prima akan menghasilkan kepuasan dan ikatan pelanggan hanya bisa diberikan oleh orang yang berkompeten dan berkualifikasi, maka harus mengangkat orang yang baik.

Setelah diangkat latih mereka untuk bidang pekerjaan mereka, setelah dilatih beri mereka kompensasi yang baik.

5. Beri imbalan pada prestasi mutu pelayanan.

Manajemen harus selalu mengakui, memberi imbalan dan mendorong prestasi mutu pelayanan prima, misalnya memberi insentif, membantu mereka memtivasi diri sendiri agar bekerja lebih baik.

6. Tetaplah dekat dengan pelanggan.

7. Menciptakan perbaikan yang berkesinambungan.

(30)

2.7. Landasan Teori

Andersen, R (2005) menyatakan bahwa pelayanan kesehatan tergantung pada tiga faktor, yang salah satunya faktor predisposisi (predisposing). Selanjutnya Anderson menggunakan komponen tersebut dalam tiga bagian yaitu :

1) Keadaan demografi berupa : umur, jenis kelamin, status perkawinan serta jumlah anggota keluarga.

2) Keadaan struktur sosial, meliputi : jenis pekerjaan, status sosial, pendidikan, ras dan suku.

3) Sikap atau pandangan seseorang terhadap suatu objek sehubungan dengan pelayanan kesehatan (Muhazzam, 1995).

2.8. Kerangka Konsep

Dari teori yang telah dipaparkan sebelumnya, peneliti merancang suatu kerangka konsep yang dapat dijadikan acuan dalam penelitian. Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(31)

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Konsep Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Perilaku kawin diamati setiap hari ditandai dengan posisi mencit jantan menunggangi betinanya, berdasarkan hasil penelitian jumlah tunggangan mencit yang

Berdasarkan permasalahan tersebut dilakukanlah penelitian terhadap pengembangan sistem kendali rumah jarak jauh yang dapat mengakses atau mengendalikan perangkat

• Pengatur waktu harian dan mingguan tidak dapat disetel pada waktu yang sama.. • Mendukung penghematan energi dengan memungkinkan Anda menyetel hingga 6 pengatur waktu di

Untuk memberikan kepuasan secara optimal kepada konsumen, semua elemen pemasaran yang ada harus diintegrasikan. Hindari adanya pertentangan antara perusahaan dengan pasarnya. Salah

Hasil penilaian pada elemen mitra kunci adalah kekuatan/kelemahan 4,00 (tinggi), peluang 3,80 (tinggi), dan ancaman 2,33 (rendah). Kekuatan mitra kunci dipengaruhi

Iklan Hilo School membahas tentang fase penting dalam pertumbuhan anak diberikan untuk menjawab kebutuhan para ibu rumah tangga untuk memberikan penanganan yang tepat pada anak

Kabupaten Halmahera Tengah – Provinsi Maluku Utara Tahun 2016 III - 18 Arahan pengembangan struktur ruang Kabupaten Halmahera Tengah dilakukan dengan membagi wilayah

(1) Lembaga boleh, jika difikirkan patut olehnya, menggantung pendaftaran seseorang Perancang Bandar berdaftar atau Perancang Bandar Siswazah berdaftar selama