• Tidak ada hasil yang ditemukan

TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT DAN NEGARA DAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT DAN NEGARA DAL"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT DAN NEGARA DALAM

Wisata Ruang Angkasa merupakan salah satu bentuk perkembangan komersialisasi di ruang angkasa. Beberapa perusahaan swasta yang bergerak dibidang wisata ruang angkasa saat ini masih dalam tahap pengembangan. Menghadapi perkembangan ini tidak hanya membutuhkan peningkatan infrastruktur teknologi saja, namun juga dibutuhkan instrumen. hukum yang jelas untuk mengatur aktivitas wisata ruang angkasa, karena hingga saat ini instrumen hukum yang berlaku masih sebatas konvensi yang sifatnya masih umum mengatur tentang aktivitas di ruang angkasa. Skripsi ini akan membahas mengenai bagaimana status hukum pesawat wisata ruang angkasa yang telah ada untuk memfasilitasi wisata ruang angkasa berdasarkan hukum internasional dalam hal ini adalah hukum udara dan hukum ruang angkasa. Dalam skripsi ini juga akan dibahas mengenai bagaimana tanggung jawab pengangkut dan negara terkait aktivitas wisata ruang angkasa yang dioperasikan oleh pihak swasta.

Kata kunci : Wisata Ruang Angkasa, Status Hukum Pesawat, Tanggung Jawab. ABSTRACT

Space Tourism is one of the development in the commercialization of space. Several of space tourism companies are still in the development stage. From these developments, not only technological infrastructure needed, but also need the instruments or special arrangements to regulate space tourism activities, due to the current applicable legal instruments are still limited to the general conventions that are only regulate the activities carried out in space. This paper will discuss how the legal status of the spacecraft that is used to facilitate a space tourist trips by international law, in this case is air law and space law. In this paper also discuss about how the carrier's and the state responsibility related to space tourism activities.

Keywords : Space Tourism, Legal Status of the craft, Responsibility. I. PENDAHULUAN

Berdasarkan Space Treaty 1967, setiap kegiatan yang dilakukan di ruang angkasa

harus selalu memelihara perdamaian dan keamanan internasional. Perkembangan era

komersialisasi ruang angkasa saat ini dalam pemanfaatannya perlu memperhatikan

faktor kedamaian serta keamanan internasional. Wisata Ruang Angkasa sebagai salah

(2)

peminat dan tentunya memiliki nilai ekonomi yang sangat menguntungkan. Oleh karena

itu harus didukung dengan aturan hukum yang memadai. Hingga saat ini belum ada

aturan khusus yang mengatur tentang aktivitas wisata ruang angkasa. Namun sementara

ini untuk menjamin adanya perlindungan terhadap aktivitas tersebut diterapkan

beberapa konvensi yang telah ada terkait dengan ruang angkasa. Mengingat

perkembangan teknologi saat ini, berhubungan dengan pesawat yang digunakan untuk

aktivitas wisata ruang angkasa, memiliki dua karakter yaitu pesawat udara dan pesawat

ruang angkasa sehingga selain hukum ruang angkasa, hukum udara juga relevan dalam

mengatur aktivitas wisata ruang angkasa ini. Hingga saat ini masih belum ada batasan

yang jelas mengenai ruang udara dan ruang angkasa hal ini tentunya akan berdampak

pada kesulitan dalam menerapkan rejim hukum yang mengikat pesawat wisata ruang

angkasa tersebut. Persoalan perbatasan ini telah menyita perhatian pemerintah PBB.

Begitu banyak proposal terkait hal ini diajukan dalam United Nations Legal

Sub-committee on Peaceful Uses of Outer Space (UNCOPUOS) namun belum membuahkan

hasil yang berupa suatu kesatuan pandangan.1

II. ISI MAKALAH

2.1. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah jenis penelitian hukum

normatif yang berusaha menemukan asas, pengertian maupun ketentuan hukum positif

yang berlaku dalam aktivitas wisata ruang angkasa yang dilakukan oleh perusahaan

swasta. Sumber data dalam penulisan ini berupa data sekunder yang terdiri dari bahan

hukum primer dan bahan hukum sekunder2 dengan menggunakan pendekatan

perundang-undangan (statue approach), pendekatan sejarah (historical approach) dan

pendekatan konsep (conceptual approach)3.

2.2. HASIL DAN PEMBAHASAN

2.2.1. Status Hukum Pesawat yang digunakan untuk Wisata Ruang Angkasa. Pesawat Wisata Ruang Angkasa jenis sub-orbital spaceflight milik Perusahaan

Virgin Galactic yang bertujuan untuk mengantarkan wisatawan ruang angkasa menuju

1Verschoor Diederiks, 1991, Persamaan dan Perbedaan antara Hukum Udara dan Hukum Ruang Angkasa, Sinar Grafika, Jakarta, h.7

2Amiruddin dan Zainal Asikin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, h.119.

(3)

ruang angkasa dapat dibedakan menjadi dua pesawat, yaitu pesawat WhiteKnightOne

sebagai pesawat induk yang mengantarkan pesawat SpaceShipOne pada ketinggian

50.000 kaki kemudian terpisah dari pesawat induk tersebut untuk meluncur ke ruang

angkasa setinggi 367.000 kaki dari permukaan bumi. Pesawat WhiteKnightOne yang

berfungsi sebatas mengantarkan pesawat SpaceShipOne pada ketinggian tertentu

kemudian kembali ke darat dapat dipertimbangkan sebagai pesawat udara dan tunduk

pada hukum udara yang relevan dalam hal ini adalah Konvensi Chicago 1944, Konvensi

Warsawa 1929 dan Konvensi Roma 1952. Sedangkan pesawat SpaceShipOne yang

dimana setelah pemisahan akan meluncur ke ruang angkasa dapat dipertimbangkan

sebagai pesawat ruang angkasa yang tunduk pada hukum ruang angkasa seperti Space

Treaty 1967, Liability Convention 1972, Registration Convention 1975, Moon

Agreement 1979 dan Rescue Agreement 1968.

2.2.2. Tanggung Jawab Pengangkut atas Kerugian yang Terjadi dalam Aktivitas Wisata di Ruang Angkasa

Tanggung jawab pengangkut merupakan kewajiban perusahaan angkutan untuk

menjamin keselamatan serta mengganti kerugian yang diderita penumpang apabila

terjadi masalah atau kecelakaan. Ketika pesawat ruang angkasa sebagai pesawat udara,

tanggung jawab pengangkut akan dimulai selama penumpang tersebut mengikuti

instruksi berada dalam pengawasan pengangkut baik itu sebelum embarkasi (‘naik ke’)

atau sesudah disembarkasi (‘turun ke’).4Apabila terjadi kecelakaan yang menimbulkan

kerugian terhadap penumpang, maka pengangkut wajib bertanggung jawab kecelakaan

tersebut memenuhi syarat yang ada pada Pasal XVII Konvensi Warsawa 1929. Selain

itu Konvensi Warsawa 1929 ini juga memberikan kemungkinan pengangkut untuk

membebaskan diri dari tanggung jawab yang tercantum dalam Pasal XX(1), XXI dan

XXIX Konvensi Warsawa 1929. Konvensi Warsawa 1929 menganut prinsip tanggung

jawab atas dasar praduga di mana beban pembuktiannya ada pada pihak pengangkut.

Sedangkan ketika pesawat wisata ruang angkasa sebagai pesawat ruang angkasa maka

tanggung jawab berdasarkan Hukum Ruang Angkasa akan dimulai setelah pemisahan

pesawat. Dasar tanggung jawab internasional untuk kerugian yang disebabkan oleh

(4)

aktivitas pesawat ruang angkasa diatur dalam Liability Convention 1972.5Berdasarkan

Pasal II Liability Convention 1972 negara adalah pihak yang bertanggung jawab atas

kerugian yang disebabkan oleh aktivitas di ruang angkasa. Apabila dua negara atau

lebih bekerja sama dalam melakukan aktivitas tersebut maka mereka akan bertanggung

jawab secara bersama-sama. Pasal II Liability Convention 1972 menunjukkan

penggunaan prinsip tanggung jawab mutlak jika kerugian yang timbul dari aktivitas di

ruang angkasa tersebut terjadi di permukaan bumi. Sedangkan Pasal III Liability

Convention 1972 menunjukkan penggunaan prinsip tanggung jawab berdasarkan

kesalahan jika kerugiannya terjadi di ruang angkasa. Pihak yang dirugikan tidak dapat

menuntut ganti rugi apabila negara peluncur adalah negara nya sendiri sesuai dengan isi

Pasal VII Liability Convention 1972. Kompensasi yang harus dibayar oleh negara

peluncur harus sesuai dengan persamaan derajat dan keadilan. Tuntutan kompensasi

atas kerugian yang diderita tidak boleh lebih dari satu tahun sejak tanggal terjadinya

kerusakan tersebut.

III. KESIMPULAN

Pesawat Wisata Ruang Angkasa jenis sub-orbital spaceflight terdiri dari dua

pesawat yaitu WhiteKnightOne sebagai pesawat induk dan SpaceShipOne sebagai

pesawat yang akan meluncur membawa wisatawan menuju ruang angkasa. Ketika

pesawat WhiteKnightOne mengantarkan pesawat SpaceShipOne, sebelum pemisahan

pesawat terjadi maka pesawat tersebut berada pada ruang udara sehingga tunduk pada

hukum udara seperti Konvensi Chicago 1944, Konvensi Warsawa 1929 dan Konvensi

Roma 1952. Setelah pemisahan yaitu ketika pesawat SpaceShipOne meluncur ke ruang

angkasa maka yang berlaku adalah hukum ruang angkasa dalam hal ini seperti Space

Treaty 1967, Liability Convention 1972, Registration Convention 1975, Moon

Agreement 1979 dan Rescue Agreement 1968. Ketika pesawat wisata tersebut sebagai

pesawat udara, tanggung jawab pengangkut akan dimulai selama penumpang mengikuti

instruksi dan berada dalam pengawasan pengangkut baik itu sebelum embarkasi atau

sesudah disembarkasi. Apabila terjadi kecelakaan yang merugikan penumpang dan

kecelakaan tersebut memenuhi syarat pada Pasal XVII Konvensi Warsawa 1929 maka

pengangkut wajib bertanggung jawab. Konvensi Warsawa 1929. Konvensi Warsawa

(5)

1929 menganut. prinsip tanggung jawab atas dasar praduga yang di mana beban

pembuktiannya ada pada pihak pengangkut. Selanjutnya, ketika pesawat wisata tersebut

sebagai pesawat ruang angkasa maka tanggung jawab pengangkut akan dimulai setelah

pemisahan pesawat tersebut dan mengacu pada Liability Convention 1972 yang

menganut prinsip tanggung jawab mutlak dan prinsip tanggung jawab atas dasar

kesalahan.

IV. DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin dan Zainal Asikin, 2008, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT. Raja

Grafindo Persada, Jakarta

Mahmud Peter, 2010, Penelitian Hukum, Prenada Media Group, Jakarta.

Priyatna Abdurrasyid, 1976, Pengantar Hukum Ruang Angkasa dan Space Treaty, Bina Cipta, Bandung,

Saefullah Wiradipraja, 1989, Tanggung Jawab Pengangkut dalam Hukum Pengangkutan Udara Internasional dan Nasional, Liberty, Yogyakarta

Verschoor Diederiks, 1991, Persamaan dan Perbedaan antara Hukum Udara dan Hukum Ruang Angkasa, Sinar Grafika, Jakarta.

Treaty Principles Governing the Activities of States in the Exploration and Use of Outer Space, including the Moon and Other Celestial Bodies, 1967

Convention on International Liability for Damage Caused by Space Objects, 1972

Convention on Registration of Objects Launched into Outer Space, 1975

Convention on International Civil Aviation (Chicago Convention 1944)

Convention for the Unification of Certain Rules relating to International Carriage by Air (Konvensi Warsawa 1929)

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun ada saja sejumlah masalah pelanggan yang tidak dapat diselesaikan dengan sukses, organisasi yang memiliki tim dengan posisi terbaik, menggunakan alat terbaik,

dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensistesiskan nya, mencari dan menemukan

• Berpikir Win-Win bukan maksudnya agar kita selalu menjadi orang baik, juga bukan berarti agar kita berupaya dengan cepat menyelesaikan masalah atau mengambil keputusan;

Singkatnya, bahwa bagi kaum rasionalisme idea tentang kebenaran, yang menjadi dasar bagi pengetahuannya diperoleh lewat berpikir secara rasional atau dengan kata lain

Manusia dikatakan sebagai makhluk sosial, juga karena pada diri manusia ada dorongan dan kebutuhan untuk berhubungan (interaksi) dengan orang lain, manusia juga tidak akan bisa

Distribusi karakteristik penderita HIV/AIDS dengan penyakit kulit Penelitian yang dilakukan di Nigeria melibatkan 490 pasien HIV/AIDS dengan penyakit kulit menyebutkan

Alasan peneliti dalam meneliti penelitian ini salah satunya adalah karena gambar karikatur yang terdapat pada editorial Clekit Jawa Pos edisi... 4 oktober 2011, di mana

Penelitian ini relevan dengan penelitian terdahulu sebagai berikut Sumayku (2011) menyatakan bahwa adanya kontribusi antara kreativitas dan sikap terhadap prestasi belajar