• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lapsus Edisi 2 Februari 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Lapsus Edisi 2 Februari 2017"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

PERANG SUCI DONALD TRUMP

AKHIR DARI

GLOBAL WAR ON TERRORISM

K. Mustarom

Laporan Khusus

Edisi 2 | Februari 2017

ABOUT US

Laporan ini merupakan sebuah publikasi dari Lembaga Kajian Syamina (LKS). LKS merupakan

sebuah lembaga kajian independen yang bekerja dalam rangka membantu masyarakat untuk

mencegah segala bentuk kezaliman. Publikasi ini didesain untuk dibaca oleh pengambil kebijakan

dan dapat diakses oleh semua elemen masyarakat. Laporan yang terbit sejak tahun 2013 ini

merupakan salah satu dari sekian banyak media yang mengajak segenap elemen umat untuk

bekerja mencegah kezaliman. Media ini berusaha untuk menjadi corong kebenaran yang

ditujukan kepada segenap lapisan dan tokoh masyarakat agar sadar realitas dan peduli terhadap

hajat akan keadilan. Isinya mengemukakan gagasan ilmiah dan menitikberatkan pada metode

analisis dengan uraian yang lugas dan tujuan yang legal. Pandangan yang tertuang dalam laporan

ini merupakan pendapat yang diekspresikan oleh masing-masing penulis.

Untuk komentar atau pertanyaan tentang publikasi kami, kirimkan e-mail ke:

lk.syamina@gmail.com.

(3)

Executive Summary_____________________________________________________ 1

Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump___________________________________ 3

Fase Baru Perang Melawan Terorisme______________________________________ 18

Violent Extremismvs Islam Radikal ________________________________________ 23

Clash of Civilizations ___________________________________________________ 36

Mengalahkan Jihad____________________________________________________ 70

Kakistokrasi__________________________________________________________ 76

(4)

01

Executive Summary

Executive Summary

Terpilihnya Donald Trump sebagai presiden AS mengejutkan banyak pihak. Saat ini,

presiden Amerika Serikat adalah seorang pria yang membanggakan diri saat

melakukan pelecehan seksual terhadap wanita. Pemimpin bangsa AS adalah

pemasok berita palsu dan teori konspirasi yang melahirkan kampanye rasis. Orang

yang paling berkuasa di dunia adalah seorang pemilik hotel yang mudah

tersinggung, arogan, suka menghina, mengintimidasi, dan narsis. Seorang selebritis

yang arogan, pendendam & suka berubah-ubah pikiran kini memimpin AS.

Trump merubah kebencian menjadi alat politik. Dia bukan yang pertama. Tapi dia

yang secara efektif mendorong dan memanfaatkan kebencian konservatif yang

memang sudah lama ada di AS terhadap Muslim dan orang-orang Latin. Dia

mengejek wartawan yang cacat. Dia mengambarkan komunitas kulit hitam bukan

apa-apa selain orang-orang kampungan yang penuh dengan kejahatan. Dia

mencela lawannya sebagai penjahat pengkhianat dan menyerukan lawannya untuk

dipenjara. Dia menghina dan berseteru secara terbuka, yah ... dengan hampir

semua orang.

Kedengkian adalah meme-nya. Ia menunjukkan bahwa Anda bisa menjadi presiden

meski dengan mendobrak segala norma. Dan ini adalah salah satu konsekuensi

logis dari demokrasi.

Sejak Donald Trump meluncurkan kampanyenya, dunia mulai mencari kata yang

tepat untuk mendefinisikan pemerintahan yang akan ia pimpin. Apakah ia akan

menjadi seorang fasis? Apakah ia akan menjadi seorang demagog ataukah

diktator? Apakah pemerintahannya bersifat oligarki, plutokrasi, ataukah

kleptokrasi?

Kini, setelah ia terpilih dan memimpin Amerika, beberapa pihak merasa sudah

menemukan jawaban, bentuk pemerintahan seperti apa yang akan ia pimpin.

Jawabannya adalah semua hal di atas. Dan semua itu terangkum dalam satu kata:

(5)

elemen terburuk dalam sebuah komunitas. Kakistokrasi adalah sebuah

pemerintahan yang dipimpin oleh orang paling tidak berkompeten atau paling

buruk dalam sebuah masyarakat.

Trump datang untuk menegaskan musuh utama Amerika. Lima belas tahun lebih

Amerika meluncurkan Global War on Terror, yang membuatnya menjadi perang

terlama yang pernah dilakukan oleh Amerika Serikat. Hampir lima trilyun dollar

sudah dikeluarkan, dengan hasil yang jauh dari harapan. Kini, Donald Trump

datang dengan membawa strategi baru.

Dengan narasi yang mirip dengan narasi Perang Salib Paus Urabanus II, Trump,

bersama sederetan tokoh anti-Islam ia bawa ke Gedung Outih, siap

mendeklarasikan sebuah perang suci, untuk membuat Amerika aman dan hebat

kembali. Di malam inagurasinya, ia menegaskan musuh utamanya, yaitu Islam

radikal, yang ingin ia tumpas dari muka bumi.

Dengan deklarasi perang sucinya, berakhirlah perang AS melawan terorisme.

Musuh mereka sekarang bukan lagi terorisme, bukan juga violent extremism. Tapi,

di era Trump, musuh mereka adalah Islam radikal, yaitu siapapun dari umat Islam

(6)

03

Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump

Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump

Pada bulan Nopember 1095 sebuah pertemuan besar dihelat di Clermont. Ribuan

orang dari berbagai daerah di Prancis berbondong-bondong menghadiri

pertemuan ini. Dinginnya bulan Nopember tidak menghalangi mereka untuk

mendengarkan pidato Paus Urbanus II. Mereka mendirikan kemah-kemah di ruang

terbuka. Di tengah lautan manusia, Urbanus menyampaikan pidatonya dalam

bahasa Perancis.

Wahai rakyat Frank! Rakyat Tuhan yang tercinta dan terpilih! Telah datang

kabar memilukan dari Palestina dan Konstantinopel, bahwa suatu bangsa

terlaknat yang jauh dari Tuhan telah merampas negara tersebut, negara umat

Kristen. mereka hancurkan negara itu dengan perampokan dan pembakaran.

Mereka bawa para tawanan ke negara mereka. Dan sebagian lain mereka

bunuh dengan disiksa secara sadis. Mereka hancurkan gereja-gereja setelah

sebelumnya mereka kotori dan mereka nodai. Mereka taklukkan kerajaan

Yunani (Bizantium: Penulis) dan mereka rampas wilayahnya yang sebegitu

luasnya hingga seorang musafir tidak akan selesai mengelilingi wilayah itu

dalam waktu dua bulan penuh. 1

Pertama-tama pidato di atas menciptakancommon enemybagi Kristen Barat

dengan melakukan dua kali penyebutan kelompok yang berkonotasi baik dan

buruk. Pertama, kalimat rakyat Tuhan yang tercinta dan terpilih . Penyebutan

ini digunakan untuk menimbulkan rasa bangga bagi komunikan. Kedua, kalimat

bangsa terlaknat yang jauh dari Tuhan . Penyebutan ini digunakan untuk

menimbulkan rasa benci dan antipati terhadap obyek. Dengan dua penyebutan ini

terciptalah garis demarkasi yang tegas antara kita , orang baik, dengan mereka ,

orang jahat, yang menjadi musuh bersama.

1https://sourcebooks.fordham.edu/source/urban2a.html

“Kita berada dalam sebuah perang dunia melawan gerakan massal mesianik dari orang-orang jahat, yang sebagian besar dari mereka terinpirasi oleh ideologi

(7)

Selanjutnya pidato tersebut melakukan tebang pilih fakta untuk menguatkan kesan

kejahatan dan kebrutalan musuh bersama. Bahwa di suatu periode sejarah,

penguasa Muslim pernah menghancurkan gereja Makam Suci (holy spulchre)

adalah fakta. Pada tahun 1010 al-Hakim bin Amrillah, penguasa dinasti Fatimiyah,

menghancurkan gereja Makam Suci. Tetapi ada fakta lain yang berbanding terbalik.

Di bawah kepemimpinan al- hir, penerus al-H kim, gereja Makam Suci dibangun

kembali. Durant menggambarkan bangunan baru gereja Makam Suci sebagai

bangunan luas yang bisa menampung 8000 (delapan ribu) orang.

Pembangunannya melibatkan teknik dan kecerdasan tertinggi yang ada pada saat

itu. Interiornya dihiasi tenunan sutera yang bersulam benang Emas. Di dalamnya

terdapat gambar Almasih yang sedang menunggang keledai. 2

Bisa jadi benar juga bahwa para peziarah Makam Suci dari Eropa mendapat

gangguan keamanan dari penguasa Seljuk. Tetapi fakta lain menunjukkan bahwa

selama Palestina berada di bawah kekuasaan Islam, umat Kristiani yang berdomisili

maupun yang berkunjung untuk melaksanakan ziarah mendapat perlakuan yang

baik. Bahkan Durant menyebut, perlakuan buruk dari penguasa Islam hanyalah

pengecualian.3

Tebang pilih fakta di atas dikombinasikan dengan isu pencaplokan wilayah Kristen

Bizantium oleh pasukan Islam untuk menanamkan kesan bahwa bangsa Eropa

adalah bangsa yang teraniaya. Kesan ini memberikan legitimasi bagi kemungkinan

tindakan perang yang akan diambil bangsa Eropa terhadap Umat Islam.

Sejatinya isu pencaplokan bukan hal baru. Sudah sejak abad ketujuh, kekaisaran

Romawi terus menerus kehilangan wilayahnya oleh upaya perluasan yang

dilakukan pasukan Islam. Yerussalem pun sudah berada di bawah kekuasaan

kekhalifahan Islam sejak masa kepemimpinan Umar bin Khattab. Karenanya, Calude

Cahen menyebut perang salib adalah respon terlambat atas gerakan perluasan

2William James Durant,Qiṣ ṣ at al-Haḍ ārah, Terj., Dr. Zaki Najib Mahmud dkk, (Beirut: Dār al-Jīl,

1988), 15:12.

(8)

05

Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump

Islam.4Bahkan jika ditarik lebih ke belakang, maka caplok mencaplok sudah terjadi

sejak sebelum Islam, ketika dua negara adidaya, Romawi di barat dan Persia di

timur, saling bertukar kemenangan dalam serangkaian peperangan.

Jadi, jika selama ini tiga isu di atas, yaitu: penghancuran gereja, gangguan

keamanan dan pencaplokan wilayah, umumnya disebut para sejarawan sebagai

penyebab meletusnya Perang Salib, maka sejatinya ketiga hal tersebut hanyalah

peristiwa-peristiwa biasa terkait keputusan politik dan tindakan militer yang

mendahului Perang Salib. Yang membedakan ketiga peristiwa tersebut dari

peristiwa lain adalah kemasannya dalam bentuk propaganda yang berhasil

melarutkan suasana emosional masyarakat Eropa dan memobilisasi dukungan

massa untuk melakukan penyerangan dalam skala masif ke Yerussalem.

Setelah menyampaikan kondisi kezaliman yang dialami umat Kristiani, Urbanus

melanjutkan propagandanya dengan mengatakan:

Di atas pundak siapakah tanggung jawab pembalasan atas

kezaliman-kezaliman ini dan tanggung jawab merebut kembali tanah-tanah ini, jika

bukan di atas pundak kalian: kalian, wahai orang-orang yang mendapat

keistimewaan dari Tuhan lebih dari kaum lain berupa kemenangan di dalam

peperangan, keberanian besar dan kemampuan mengalahkan orang-orang

yang menghadang kalian? Jadikanlah perjalanan pendahulu kalian sebagai

peneguh hati kalian: kemenangan Charlemagne dan kemenangan raja-raja

lain kalian. Bulatkan tekadmu untuk menuju Makam Suci Almasih, Tuhan kita

dan juru selamat kita: makam yang sekarang dikuasai bangsa najis, dan

tempat-tempat suci lain yang telah ternodai dan terkotori. 5

Bagian pertama dari paragraf di atas merupakan persuasi yang menyentuh

kesadaran. Mereka, para komunikan, diidentifikasi sebagai orang-orang hebat yang

dapat mengalahkan siapa saja dalam peperangan. Jika mereka terzalimi, maka

4Calude Cahen,al-Sharq wa al-Gharb Zamana al-Ḥ urūb al-Ṣ alibiyyah, terj., Ahmad al-Shayh, (Cairo:

Sīna li al-Nashr, 1995), 25.

(9)

hanya merekalah yang dapat membalas kezaliman tersebut. Persuasi itu dikuatkan

dengan meminjam nama tokoh untuk diasosiasikan dengan orang-orang yang

bersedia mengikuti ajakan perang Urbanus. Dengan kata lain, orang-orang yang

bersedia mengikuti Perang Salib akan diidentifikasi sebagai orang-orang hebat

seperti Charlemagne.

Di bagian akhir paragraf Urbanus mengidentifikasi perang yang

dipropagandakannya sebagai perang suci dengan menyebut hal-hal sakral bagi

komunikan, yaitu Makam Suci dan Almasih. Kedua hal sakral ini dihadap-hadapkan

dengan para musuh yang disebut sebagai najis dan telah mengkotori

tempat-tempat suci komunikan. Sumber lain menyebutkan bahwa Urbanus mengklaim

perintah Perang Salib adalah perintah Tuhan, bukan perintah Urbanus. Fulcher,

mengutip khotbah Urbanus, mengatakan,

Tuhan, bukan saya, yang mendorong kalian, wahai tentara Almasih,

apapun derajat sosialnya, para ksatria maupun serdadu, kaya ataupun

miskin, untuk bergegas memusnahkan bangsa hina ini(Islam penulis)dari

tanah kita dan memberikan pertolongan kepada penduduk Kristen sebelum

terlambat. 6

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Perang Salib pertama-tama dan

terutama digerakkan oleh propaganda Urbanus II yang merepresentasikan Gereja

Romawi Barat dan diidentifikasi sebagai perang suci atau perang demi agama.

Namun demikian, tidak semua orang dapat digerakkan menuju medan perang

yang sangat berat hanya dengan menyulut kemarahan dan mengobarkan

semangat saja tanpa ada iming-iming duniawi maupun ukhrowi. Orang-orang

yang boleh jadi bisa tergerak tanpa iming-iming adalah para tokoh agama. Tetapi

perang ini memerlukan sumber daya manusia dan sumber dana yang melimpah.

6Fulcher of Chartes,Tārīkh al-Ḥ amlah ila al-Quds,terj., Ziyad Jamil al-‘Asali, (Aman: Dār al-Shurūq,

(10)

07

Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump

Karena itu tidak mengherankan jika Urbanus menyebutkan iming-iming dengan

mengatakan:

Janganlah harta dan keluarga menghalangi kalian. Sebab, tanah yang kalian

tempati, yang dikelilingi laut dan pegunungan, terlalu sempit untuk

menampung seluruh penduduknya dan nyaris tak dapat memberikan

kehidupan yang baik untuk kalian. Dan karena itulah kalian saling

membunuh, memangsa dan berperang. Banyak dari kalian yang mati karena

perang saudara. Bersihkan hati kalian dari kotornya kedengkian! Hentikan

permusuhan diantara kalian! Ambillah jalan kalian menuju Makam Suci dan

rebutlah tanah itu dari bangsa najis dan kotor! Milikilah tanah itu!

Sesungguhnya Yerusalem adalah tanah yang tiada berbanding

buah-buahannya. Ia adalah surga kemewahan. Sesungguhnya kota terbesar yang

terletak di jantung dunia telah menjerit meminta tolong kalian untuk

diselamatkan. Lakukanlah perjalanan ini dengan gembira dan penuh

semangat, maka kalian akan terbebas dari dosa-dosa kalian. Yakinlah bahwa

kalian akan mendapatkan kemuliaan yang tiada fana di kerajaan langit. 7

Ada tiga iming-iming yang ditawarkan Urbanus.Pertama,jaminan keselamatan

untuk harta dan keluarga yang ditinggalkan. Lebih detail Durant menjelaskan:

Urbanus mengambil tanggung jawab untuk membebaskan segala belenggu yang

menghalangi pasukan Salib untuk bergabung dengan para pejuang. Kebijakan ini

tidak mendapatkan perlawanan berarti dari kaum bangsawan dan tuan tanah yang

mungkin saja dirugikan. Urbanus membebaskan budak-budak tuan tanah dari

kewajiban kepada tuannya selama masa perang. Semua pasukan Salib diberi

dispensasi untuk berpekara di pengadilan gereja, bukan di pengadilan feodal.

Urbanus menjamin, selama kepergian mereka gereja akan menjaga keselamatan

harta benda meraka. 8

(11)

Kedua,kemakmuran di tanah baru, yaitu Yerusalem. Janji kedua ini bisa jadi

merupakan respon atas kemelaratan akibat epidemi yang melanda beberapa

wilayah Eropa. Barker mengatakan:

Kelaparan dan wabah yang melanda tanah air mereka, telah mendorong

terjadinya eksodus ke timur untuk mengakhiri kesulitan-kesulitan. Tahun 1094

terjadi epidemi di Flanderen (sekarang masuk wilayah Belgia penulis) dan meluas

hingga ke Bohemia (sekarang masuk wilayah Ceko penulis). Tahun 1095 kelaparan

melanda Lorraine. Karena itu tidaklah mengherankan jika terjadi gelombang

pengungsian ke timur 9

Ketiga, iming-iming yang bersifat spirituil, yaitu pengampunan dosa dan

kebahagiaan di hari kiamat. Urbanus memandang Perang Salib sebagai sebuah

penebusan dosa sesuai dengan indulgensi atau surat pengampunan yang

diberikan gereja.10 Tentang iming-iming spirituil, Fulcher menceritakan,

sesungguhnya Almasih memerintahkan hal berikut: setiap orang yang bepergian ke

sana(Yerusalem Penulis)akan diampuni segala dosanya 11

Ketiga iming-iming ini menjelaskan bahwa Urbanus membidik berbagai kalangan

dari berbagai lapis sosial. Urbanus membidik kalangan raja, bangsawan, kaum

feodal dan para ksatria yang gemar berperang demi memperebutkan tanah; kaum

papa dan orang-orang lemah yang akan tergiur dengan kebebasan dan

kemakmuran; dan mayoritas masyarakat Eropa yang secara psikologis akan merasa

terkurangi atau bahkan hilang sama sekali beban dosa dan kesalahan mereka di

dunia berkat endulgensi yang diberikan bagi mereka yang turut serta dalam

perang Salib. Propaganda Urbanus telah menanamkan keyakinan bahwa Perang

Salib bukan sekedar perbuatan yang mendatangkan ridla Tuhan, tetapi juga

9 Ernest Barker,al-Ḥ urūb al-Ṣ alībiyyah, 22.

10Jonatahan Riley Smith,al-Ḥ amlah al-Ṣ alībiyyah al-Ūlā wa Fikrat al-Ḥ urūb al-Ṣ alībiyyah, terj., Dr.

Muhammad Fathi al-Shā’ir, (Cairo: Al-Hay‘ah al-‘Āmmah li al-Kitāb, 1999), 50.

(12)

09

Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump

merupakan jalan keselamatan suatu jalan yang selama ini dianggap menjadi

monopoli kaum agamawan.12

Khotbah Urbanus disambut para hadirin dengan teriakan,Deus Vult!(itu kehendak

Tuhan). Gagasan Perang Salib menggelinding ke seluruh penjuru Eropa bagai bola

salju yang semakin lama semakin membesar. Dalam masa sembilan bulan Urbanus

mengunjungi Montpellier, Bordeux, Tolouse, Nimes dan beberapa daerah lain

untuk mengkampanyekan Perang Salib. Urbanus juga mengirim utusan untuk

kampanye yang sama ke Genoa, Venezia, Bologna, Pisa dan Milan.

Berbagai golongan masyarakat bergabung di bawah panji Perang Salib dengan

beragam motivasi. Mereka tergiur dengan berbagai iming-iming yang ditawarkan

Urbanus. Sebagian tertarik menjadi martir Perang Salib dengan harapan mendapat

ampunan atas segala dosanya. Para budak tuan tanah berharap dapat terbebas

dari kungkungan tuan feodal. Para pembayar pajak berharap mendapat

pembebasan. Orang-orang yang terlilit hutang tergiur dengan janji penundaan.

Para tahanan berharap dapat menghirup udara bebas dengan mengikuti Perang

Salib. Para terhukum mati berharap mendapatkan kehidupannya, jika mereka

bersedia mengabdi di Palestina sepanjang hidupnya. Kaum miskin berharap

terlepas dari penderitaan kemiskinan yang dialaminya. Kaum pedagang berharap

dapat memperluas wilayah pemasarannya. Bahkan orang-orang lemah yang tidak

tertarik dengan dunia perang pun bergabung dengan ekspedisi militer Salib karena

takut sanksi sosial dan tuduhan sebagai penakut.13

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa propaganda Urbanus berhasil

memobilisasi berbagai lapisan masyarakat Eropa dengan beragam kepentingan

untuk bergabung dalam Perang Salib.

Urbanus melalui khotbahnya sukses menggelorakan semangat perang demi dan

atas nama agama. Kesan sebagai perang agama semakin kuat ketika

(13)

Urbanus menyelipkan simbol-simbol agama. Pekik Deus Vult (itu kehendak

Tuhan) ditetapkan Urbanus sebagai yel-yel perang.14 Exercitus Dei (Tentara

Tuhan) menjadi nama bagi pasukan Salib.15 Atas perintah Urbanus, simbol agama

yang paling menonjol adalah penggunaan tanda salib di bahu dan di dada.16

Tidak hanya itu, Urbanus juga memberikan justifikasi bagi tindak kekerasan yang

akan terjadi dalam pertempuran. Perang yang dikobarkannya disebutnya sebagai

Tebusan Kekerasan , yang patut mendapat pujian.17Justifikasi ini diperlukan guna

menjelaskan doktrin kasih sayang Kristiani yang tampak bertentangan dengan

perang yang meniscayakan kekerasan. Kegelisahan Tancred, salah satu pemimpin

pasukan Salib yang tinggal di Italia Selatan, atas ambiguitas makna perang dalam

doktrin Kristiani mencerminkan masih adanya keberatan psikologis di benak umat

Kristen. Jonathan menggambarkan kegelisahan itu dengan mengatakan:

Tancred sangat menderita akibat kegelisahan yang terus menerus

menderanya. Sebab, perang yang akan dilakoninya sebagai ksatria

bertentangan dengan ajaran Almasih. Sebenarnya Almasih

memerintahkannya agar bersikap toleran dan mengajarkan agar

memalingkan pipi kiri kepada orang yang telah memukul pipi kanannya.

Tetapi keksatriaan sekuler justru sigap mengalirkan darah. Almasih

menasihatinya agar memberikan pakaian dan mantel kepada orang yang

memintanya. Tetapi perang meniscayakannya melucuti semua benda

yang menjadi milik musuh. Keluarnya keputusan Paus Urbanus tentang

pemberian ampunan dari segala dosa bagi umat kristiani yang berangkat

untuk memerangi umat Islam, menambah kekuatan dan semangat Tancred,

meskipun ia tetap tidak yakin, apakah perang yang ia jalani merupakan

perang demi agama atau demi dunia. 18

14Ibid, 15:16.

15Jonathan Riley Smith,al-Ḥ amlah al-Ṣ alībiyyah, 38. 16Ibid, 52.

(14)

11

Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump

Tetapi berkat doktrin Urbanus, keberatan psikologis itu dapat dihilangkan.

Pada akhirnya, kesucian Perang Salib sebagaimana propaganda Paus Urbanus

dengan berbagai simbol agama yang disematkan di dalamnya tidak berbanding

lurus dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Perang Salib yang dipretensikan

sebagai perang suci ternoda oleh tindak kriminal dan pembantaian Yahudi yang

dilakukan beberapa legiun dari Eropa Barat.

Kini, semangat perang suci kembali digelorakan Donald Trump dan orang-orang di

sekelilingnya. Mereka memandang bahwa terjadi benturan peradaban antara

Kristen Barat dan Islam. Visi itu terungkap dengan sangat jelas dari berbagai

statementyang mereka nyatakan.

Pada tahun 2014, dalam sebuah pertemuan dengan kalangan konservatif Katolik di

Vatikan, Steve Bannon, kepala strategis Donald Trump yang kini menjadi anggota

Dewan Keamanan Nasional, mendeklarasikan bahwa Barat kini sedang dalam

tahap awal perang global melawan fasisme Islam. Ia membingkai pertempuran ini

dengan istilah-istilah agama. Bannon mendudukkan perang saat ini dalam sejarah

panjang perang antar Kristen dan Muslim. Ia memuji sikap keras Kerajaan Eropa.

Jika anda melihat ke belakang dalam sejarah panjang perjuangan

Yahudi-Kristen Barat melawan Islam, saya percaya bahwa leluhur kita menjaga posisi

mereka, dan saya pikir mereka melakukan hal yang benar. Saya pikir mereka

mampu menyingkirkan [pasukan Islam] dari dunia, baik itu di Wina, di Tours,

maupun di tempat lainnya Mereka mewariskan kepada kita lembaga yang

hebat, yaitu gereja Barat. 19

Sikap yang sama diambil oleh Michael Flynn, penasihat keamanan nasional,

menurutnya,

19

(15)

Kita berada dalam sebuah perang dunia melawan gerakan massal mesianik

dari orang-orang jahat, yang sebagian besar dari mereka terinpirasi oleh

ideologi totalitarian, yaitu Islam radikal. 20

Hidup dari ide tersebut, para pendukung Trump menggunakan simbol-simbol

Perang Salib dalam meme-meme dan pesan-pesan mereka. Mereka mengutip

khotbah Paus Urbanus II pada tahun 1095, saat ia menyerukan Perang Salib I untuk

merebut kembali Tanah Suci dari tangan umat Islam.

Deus Vult! Tuhan menghendakinya atau ini adalah kehendak Tuhan menjadi

tagar yang banyak tersebar di media sosial dan grafiti yang digambar di

tembok-tembok sebelum dan sesudah pemilihan presiden yang berujung pada

kemenangan Donald Trump. Deus Vult adalah kata yang dulu menjadi slogan

penyemangat prajurit Perang Salib, dan kini diadopsi oleh para aktivis sayap kanan

dan pendukung Trump untuk menghina umat Islam dan sebagai referensi untuk

membunuh para pengikut Islam.21

20Michael T. Flynn, Michael Ledeen,The Field of Fight: How We Can Win the Global War Against

Radical Islam and Its Allies,St. Martin’s Press, 2016, 8

21http://www.pressherald.com/2016/11/11/our-view-theres-no-mandate-for-mainers-to-hate/

“Deus Vult!”—

Tuhan

menghendakinya atau ini adalah kehendak Tuhan— adalah kata yang dulu menjadi slogan

penyemangat prajurit Perang Salib, dan kini diadopsi oleh para aktivis sayap kanan dan

(16)

13

Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump

Gambar 1.

(17)

Trump memimpin Gedung Putih dengan dukungan dari orang-orang yang gencar

meneriakkan sebuah perang suci. Bagi Trump sendiri, perang melawan Islam

radikal adalah perang suci.

Sebagaimana Urbanus II, Trump pun menggunakan narasi yang sama. Dalam

sebuah ceramahnya di Ohio Agustus 2016 silam,22 Trump menciptakan

common

enemybagi Kristen Barat dengan menjelaskan musuh dengan konotasi buruk.

Penyebutan ini digunakan untuk menimbulkan rasa benci dan antipati terhadap

obyek yang mereka identifikasi sebagai musuh utama, yaitu Islam radikal. Di awal

ceramahnya, ia menjelaskan mengenai berbagai keburukan dari kelompok yang

mengancam Kristen Barat dan kerusakan yang mereka lakukan.

Anak-anak dibantai, anak perempuan dijual sebagai budak, laki-laki dan

perempuan dibakar hidup-hidup. Penyaliban, pemenggalan dan

penenggelaman. Etnis minoritas ditargetkan untuk eksekusi massal. Tempat

suci dinodai. Umat Kristen diusir dari rumah mereka dan diburu untuk

dimusnahkan. Kita tidak bisa membiarkan kejahatan ini terus berlanjut.

Kita juga tidak bisa membiarkan ideologi kebencian dari Islam Radikal

penindasan mereka terhadap perempuan, gay, anak-anak, dan orang kafir

diizinkan untuk tinggal atau menyebar di dalam negara kita sendiri.

Narasi tersebut ia ulangi kembali dalam cuitannya pasca penerapan larangan

masuk Amerika Serikat bagi pengungsi Muslim. Umat Kristiani di Timur Tengah

telah dieksekusi dalam jumlah besar. Kita tidak boleh membiarkan horor ini

berlanjut! 23

Kemudian, Trump mencoba membangun rasa bangga warga Amerika dengan

menekankan akan kemuliaan nilai-nilai mereka.

"Kita memiliki negara yang luar biasa, dan cara hidup yang luar biasa...

Kebanggaan pada institusi kita, sejarah kita, dan nilai-nilai kita harus

(18)

15

Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump

diajarkan oleh orang tua dan guru, dan mengesankan semua yang datang

dalam masyarakat kita dan yang ingin bergabung dengan masyarakat kita...

Sistem pemerintahan kita dan Budaya Amerika adalah yang terbaik di dunia

dan akan memberikan hasil yang terbaik bagi semua orang yang

mengadopsinya."

Dengan statement di atas, Trump menciptakan garis demarkasi yang tegas antara

kita , orang baik, dengan mereka , orang jahat, yang menjadi musuh bersama.

Trump juga menyebut hal-hal sakral bagi umat Kristiani, yaitu tempat suci yang

telah dinodai.

Terakhir, Trump tak lupa memberikan iming-iming bagi komunikan jika mereka

mengikuti cara-cara yang ia gulirkan. Jika Urbanus memberikan iming-iming

jaminan keselamatan untuk harta dan keluarga yang ditinggalkan, kemakmuran di

tanah baru, yaitu Yerusalem, serta pengampunan dosa dan kebahagiaan di hari

kiamat, Trump memberikan iming-iming membuat Amerika hebat dan aman

kembali.

Deklarasi perang kembali ia tegaskan pada malam inagurasi 20 Januari 2017 silam.

Presiden Donald Trump menggunakan sesi pelantikannya sebagai panggung untuk

menyeru kepada dunia yang beradab agar bersatu melawan "terorisme Islam

radikal, yang akan kita hapus seluruhnya dari muka bumi." Seruan tersebut

mendapat respon yang penuh dengan antusiasme dari para peserta yang hadir di

National Mall.

Kita akan kembali menguatkan aliansi lama dan membentuk aliansi baru,

dan menyatukan dunia yang beradab melawan teroris Islam radikal, yang

akan kita tumpas sepenuhnya dari muka bumi. 24

Kata-kata tersebut mengingatkan kita kepada Presiden George W. Bush dan

pemerintahannya. Setelah serangan 11 September, Bush menyebut 'perang

24

(19)

melawan terorisme' sebagai 'perang salib.' Pemerintahan Bush mengartikan perang

melawan terorisme sebagai salah satu perang suci melawan Muslim.

Trump tidak menggunakan kata 'Perang Salib,' namun terdapat tema teokratis

kristen yang sangat nyata dalam deklarasinya untuk 'memperkuat persekutuan

lama dan membentuk persekutuan baru' dalam perang melawan terorisme radikal

Islam.

"Landasan politik kita adalah kesetiaan total terhadap Amerika Serikat. Dan

melalui loyalitas kita terhadap negara kita, kita akan menemukan kembali

loyalitas kita terhadap satu sama lain,"Kata Trump.

Segera setelah mengemukakan kembali komitmennya untuk melakukan perang, ia

menambahkan,

"Ketika kita membuka hati kita untuk patriotisme, tidak ada ruang bagi

prasangka. Injil mengatakan pada kita, 'Betapa bagus dan menyenangkannya

ketika manusia-manusia Tuhan hidup bersama dalam kesatuan.'"

"Kita harus membicarakan pikiran kita secara terbuka, memperdebatkan

ketidaketujuan kita dengan jujur, namun selalulah mengejar solidaritas.

Ketika Amerika bersatu, Amerika tidak dapat dihentikan. Tidak boleh ada

ketakutan kita telah dilindungi dan akan selalu dilindungi."

"Kita akan dilindungi oleh laki-laki dan wanita luar biasa dalam militer dan

aparat penegak hukum kita, dan yang terpenting, dilindungi oleh Tuhan."

Ini adalah seruan untuk perang suci, sebuah pengukuhan terhadap perang dan

pertumpahan darah, dengan menegaskan bahwa semua kekerasan yang dilakukan

oleh Amerika disetujui oleh Tuhan. Persis sebagaimana Urbanus memberikan

justifikasi bagi tindak kekerasan yang akan terjadi dalam pertempuran, dengan

(20)
(21)

Fase Baru Perang Melawan Terorisme

Saya pikir kita tidak bisa memenangkan perang ini... Saya tidak tahu... akhir dari

perang ini. 25(George W. Bush)

Perang melawan teror disebut sebagai perang terpanjang yang pernah dilakukan

oleh AS. Sejak serangan 11 September, berbagai strategi dan narasi sudah pernah

dikeluarkan. Pada awalnya, presiden George W. Bush memakai narasi perang

salib untuk menggelorakan will of fight Barat. Hasilnya, kongres AS memberikan

otorisasi kepada pemerintah AS untuk menggunakan kekuatan militer dalam

rangka memburu pelaku 911. Tak hanya itu, Bush juga mampu memobilisir 50

negara sekutu untuk turut berperan serta. Narasi perang salib sempat menjadi

banyak perdebatan karena sensitivitasnya. Masukan dari berbagai pihak membuat

Bush melakukan revisi. Hingga kalimat Perang Melawan Teror disepakati sebagai

pengganti.

Afghanistan dibombardir dengan serangan besar-besaran. Tawaran untuk

menyerahkan Usamah bin Ladin, sosok yang mereka tuduh sebagai otak di balik

serangan 11 September, ditolak oleh Taliban. Perlindungan kepada saudara Muslim

menjadi pertimbangan Mullah Umar, meski dengan risiko mempertaruhkan

kekuasaan.

Serangan dari darat, laut dan udara menghiasi bumi Afghanistan. Pada akhirnya,

Taliban akhirnya terguling dari kekuasaan, dan Al Qaidah pun sempat mengalami

fase kritis perjuangan. Keberhasilan awal di Afghanistan membuat AS merasa

percaya diri untuk membuka medan baru pertempuran. Tahun 2003, rezim Saddam

Hussein di Irak menjadi sasaran. Sekutu yang berhasil digalang di Afghanistan

kembali diminta untuk mengambil peran. Saddam Hussein berhasil ditangkap di

sebuah tempat persembunyian, yang menjadi simbol keruntuhan sebuah rezim

25http://www.today.com/news/bush-you-cannot-show-weakness-world-wbna5866571

(22)

19

Fase Baru Perang Melawan Terorisme

yang sudah puluhan tahun memegang tampuk kekuasaan. Sontak, AS merasa

bahwa mereka sudah diambang kesuksesan. Bush pun mengeluarkan statement di

atas kapal US Marshall dengan background mission accomplished di belakang.

Misi sudah tertunaikan.

Namun demikian, perang tidak sependek yang mereka bayangkan. Perlawanan

terus berlangsung dari para militan. Taliban kembali bangkit melakukan

perlawanan. Pejuang Irak juga tidak ketinggalan. Al Qaidah yang terjepit di

Afghanistan mampu menyebar dan menginspirasi belahan dunia lain untuk

membuka front pertempuran.

Khawatir atas perkembangan perlawanan yang semakin meluas, pada tahun 2004

para pejabat di Eropa dan Barat pun mulai membuat narasi, bahwa akar utama dari

fenomena terorisme abad ke-21 adalah ideologi ekstrim. Pendapat tersebut terus

digaungkan. Media pun terdepan dalam mengabarkan, meski bukti akademis

belum juga mereka dapatkan. Akhirnya, program baru mulai dijalankan, dalam

rangka mengubah para militan dari pikiran radikal. Deradikalisasi dan

disengagement menjadi program andalan. Perang Melawan Teror saat itu pun

mulai memasuki fase baru.

Di Irak dan Afghanistan, Jenderal David Petraeus mulai mengampanyekan program

counterinsurgency. Istilah winning heart and mind pun digaungkan dalam rangka

mengatasi kekacauan. Di belahan dunia yang lain, deradikalisasi dan

disengagement mulai dijalankan, dengan melibatkan psikolog dan antropolog.

Iming-iming insentif ekonomi, pendekatan agama, serta beasiswa adalah salah satu

cara untuk melunturkan pikiran radikal para militan. Di sisi lain, dana besar pun

digelontorkan untuk para akedemisi melakukan penelitian dan membuktikan

bahwa akar terorisme adalah ideologi ekstrim. Namun sayang, hasilnya masih juga

belum mampu memberikan titik terang. Kenapa seseorang menjadi teroris masih

menjadi tanda tanya besar. Faktornya sangat kompleks, tidak hanya karena satu

penyebab.

Tahun 2011, Obama merilis strategi baru untuk menghadapi kelompok jihadis.

(23)

menghentikan perlawanan, mereka menyimpulkan bahwa pusat gravitasi kelompok

ini ada pada narasi. Kemampuan kelompok jihadis untuk menyampaikan tujuan

dan ideologi dipandang sebagai daya tarik utama yang membuat mereka terus

bisa menggelorakan semangat perlawanan. Program Countering Violent Extremism

(CVE) dipilih untuk menghadapinya, dan bahkan mengadakan pertemuan puncak

tentang masalah ini pada bulan Februari 2015 di Gedung Putih.

Usaha Amerika tidak berhenti di situ, mereka berusaha mengglobalkan program

tersebut agar serempak bisa dijalankan oleh negara lain di dunia. Pada akhirnya,

pada bulan Desember 2015 PBB mengadopsi program tersebut dengan nama

Preventing Violent Extremism(PVE).

Ada tiga hal yang membedakan CVE dengan kebijakan Bush sebelumnya.

Pertama, CVE menggeser fokus perhatian, dari teroris asing kepada ekstrimis di

dalam negeri, berfokus pada warga Muslim sebagai tersangka radikalisme.

Dua, CVE bergantung pada jaringan informan untuk memonitor komunitas umat

Islam, selain melakukan pengawasan secara elektronik yang sudah dibangun pada

masa Bush.

Dan ketiga, Obama secara strategis mengurangi tekanan yang ditimbulkan oleh

retorika benturan peradaban yang sebelumnya menjadi karakteristik pemerintahan

Bush. Ia menggantinya dengan bahasa toleransi dengan maksud untuk

menggalang Muslim sebagai informan.

Dengan CVE, Obama berusaha memenangkan hati dan pikiran Muslim,

menggalang mereka agar bersatu dalam barisan AS untuk memerangi kelompok

yang sebenarnya sama dengan yang diperangi oleh Bush maupun Trump saat ini,

yaitu Islam radikal. Obama lebih memilih kata violent extremism , bukan Islam

radikal, untuk meminimalisir kesan perang terhadap Islam.

Sekarang, telah tiba era Donald Trump, yang selama masa kampanye menjadikan

pilihan kata violent extremism sebagai salah satu titik serang kepada pemerintah

Obama. Bagi Trump dan orang-orang di sekelilingnya, CVE adalah sebuah

(24)

21

Fase Baru Perang Melawan Terorisme

biaya perang sebanyak US $ 4.97 triliun, angka yang sangat fantastis untuk sebuah

perang yang sampai sekarang belum juga bisa mereka menangkan. Untuk itu,

Trump dan timnya berusaha melakukan perubahan strategi. Menurut mereka, jika

AS masih menggunakan strategi saat ini, maksimal lima tahun lagi mereka akan

kalah.

Jika pemerintah tidak pergi berperang dengan sekutu Muslim kita melawan

jihadis, kita akan mengalami kekalahan dalam perang ini. Baik dalam serangan

langsung, maupun serangan dari dalam melalui subversi. Lima tahun, maksimal, 26

tutur Sebastian Gorka, yang pernah menjadi konsultan Donald Trump selama masa

kampanye.27

Ia, dan timnya, menganggap bahwa kelemahan utama pemerintah Obama adalah

ketidaktegasan mereka dalam menyebut musuh. Kita harus mampu

mendiskreditkan doktrin Islam radikal, mendiskreditkan ideologi ini. Namun saat

ini [semasa pemerintahan Obama] kita tidak diperbolehkan, 28 terang Michael T.

Flynn, penasihat keamanan nasional Donald Trump.

Mereka menilai bahwa keengganan Obama untuk menyebut agama sebagai

motivasi di balik aksi para jihadis meski kenyaatannya CVE banyak diarahkan

terhadap komunitas Muslim membuat AS tidak efektif dalam menjalankan perang

melawan teror.

Kita tidak bisa mengalahkan musuh yang tidak bisa kita definisikan. Dan dengan

membuat Barat sulit bicara tentang Islam radikal, justru akan membuat kita sulit

untuk merancang strategi yang akan mengalahkan mereka, 29 terang Michael

Ledeen, co-authors dari bukuThe Field Of Fightbersama dengan Michael Flynn.

26

http://www.breitbart.com/radio/2016/04/11/dr-sebastian-gorka-dont-sense-victory-talk-enemy-lose-war-jihad/

27http://docquery.fec.gov/cgi-bin/fecimg/?201601319005280481

(25)

Karena itu, Trump dan orang-orang di sekitarnya menegaskan bahwa musuh

utama mereka adalah Islam radikal. Bahkan ia bersumpah untuk memerangi

mereka secara lebih terang-terangan.

Di Ohio, pada bulan Agustus 2016, Trump mendeklarasikan bahwa Kita akan

mengalahkan terorisme Islam radikal sebagaimana kita telah mengalahkan setiap

ancaman yang kita telah hadapi di setiap masa. Tapi kami tidak akan mengalahkan

mereka dengan mata tertutup atau suara yang terbungkam. 30

Di bawah kepemimpinan Donald Trump, perang melawan terorisme kini pun

memasuki fase baru.

Pada akhir Desember 2016, salah seorang lingkaran inti dalam pemerintahan

Trump mengatakan kepada pejabat Departmen Keamanan Nasional bahwa CVE

mungkin akan diubah namanya menjadi "Countering Islamic Extremism" atau

"Countering Radical Islamic Extremism". Program tersebut tidak lagi menargetkan

kelompok supremasi kulit putih, yang juga melakukan pengeboma dan

penembakan di Amerika Serikat, tapi secara eksklusif menargetkan Islam dan

Muslim.31

Dengan demikian, kita keluar dari era Obama dan CVE-nya, masuk ke era Trump

dan perang sucinya.

30

http://thehill.com/blogs/pundits-blog/presidential-campaign/291498-full-transcript-donald-trump-addresses-radical

(26)

23

Violent Extremism vs Islam Radikal

Violent Extremism

vs Islam Radikal

Saya pikir Islam membenci kita. Ada kebencian yang sangat besar di sana. Ada

kebencian yang luar biasa terhadap kita, kata Trump dalam sebuah interview

dengan CNN Maret 2016 silam. Saat ditanya apakah yang ia maksud Islam itu

sendiri ataukah Islam radikal ,Trump menjawab, Radikal, tapi sangat sulit untuk

mendefinisikan. Sangat sulit untuk memisahkan. 32

Omar Mateen adalah Muslim Amerika generasi kedua. Laki-laki berusia 29 tahun

tersebut lahir di New York dari seorang ayah Afghanistan yang melakukan migrasi

ke AS. Ia tidak punya catatan kriminal sebelumnya, meski FBI pernah dua kali

melakukan invetigasi terkait kemungkinan hubungannya dengan teroris.

Hari itu, 12 Juni 2016, Omar Mateen melakukan serangan ke sebuah kelab malam

di Orlando. Empat puluh sembilan orang tewas dan 53 lainnya terluka dalam

serangan tersebut. Obama menyebut serangan tersebut sebagai aksi teror dan

aksi kebencian .33 Ia berusaha diplomatis saat menyatakan bahwa, sejauh ini,

satu-satunya hal yang pasti adalah bahwa Mateen dipenuhi kebencian. Kita tidak

mendengar Obama menyebut Islam radikal atau teroris Islam radikal . Ia tidak

pernah mengucapkannya.

Terkait ISIS, Obama mengatakan bahwa Mereka bukanlah pemimpin agama,

mereka adalah teroris Kita tidak sedang berperang melawan Islam. Kita

berperang melawan orang-orang yang menodai Islam. 34 Obama juga menyatakan

bahwa ISIS sangat ingin menggambarkan diri sebagai pembela Islam. Dan

Obama ingin agar publik Amerika menolak fantasi ini. Karenanya, ia lebih memilih

32

http://edition.cnn.com/2016/03/09/politics/donald-trump-anderson-cooper-primary-florida-ohio/index.html

33http://gokicker.com/2016/06/12/heres-obama-said-orlando-shooting/

34http://www.huffingtonpost.com/2015/02/18/obama-islamic-state-terrorists_n_6708610.html

“Saya pikir Islam

(27)

istilah ektremisme kekerasan saat berbicara tentang teroris.35 Tidak ada magic

dalam frase Islam radikal . Ini adalah pembicaraan politis, bukan sebuah

strategi, 36tulis Obama dalam akun twitter resmi presiden AS.

Dalam pandangan Obama, membangkitkan Islam atas nama terorisme dan

melegitimasi apa yang dilakukan kelompok radikal atas nama Islam akan

menyebabkan kerugian besar pada lebih dari 1 milyar Muslim di dunia yang

menolak kekerasan.37 Obama juga bersikukuh dengan pandangan bahwa

menggeneralisasi Muslim akan membuat sikap tersebut masuk dalam perangkap

propaganda ISIS dan mengalienasi sekutu mereka di dunia Muslim.

Terkait penggunaan istilah Islam radikal , banyak kritik yang diarahkan kepada

Obama. Banyak yang meyakini bahwa Obama menolak hubungan yang sangat

jelas antara Islam dan terorisme ekstremis. Dan hal itu, menurut mereka, sangat

berbahaya. Mereka menganggap bahwa sikap Obama untuk menghindari istilah

tersebut merefleksikan kegagalan yang lebih besar untuk mengalahkan musuh dan

membuat AS tetap aman.38 Obama dinilai tidak mampu memenuhi peran

seseorang yang seharusnya merefleksikan kemarahan dan kegelisahan bangsa

terhadap Islam radikal.39

Peran itulah yang coba diambil oleh Donald Trump dan Partai Republik dalam

kampanyenya.

Senator Tom Cotton dari Arkansas mengatakan bahwa Amerika membutuhkan

pemimpin yang menyebut musuh sesuai dengan namanya. 40 Sedangkan tokoh

Partai Republik lainnya, Sean Duffy, mengatakan bahwa saat jihadis radikal

35

http://www.theatlantic.com/international/archive/2015/02/obama-violent-extremism-radical-islam/385700/

36https://amp.twimg.com/v/3ebc55a0-4a43-4558-bac3-c35a608bef83

37

http://gokicker.com/2015/11/19/does-islam-promote-violence-should-america-fear-Muslims-lets-break-it-down/

38FOX & Friends (@foxandfriends) 15 Juni 2016,

https://amp.twimg.com/v/80c0623d-6b0c-4685-8f57-ac6e44614a62

]39Megyn Kelly (@megynkelly) 15 Juni 2016,

https://twitter.com/megynkelly/status/742897314981810176

(28)

25

Violent Extremism vs Islam Radikal

membunuh orang Amerika, Obama justru ribut untuk menentukan apakah

menyebutnya dengan kekerasan atau kejahatan dengan kebencian. 41

Islam radikal adalah tema yang sudah lama diusung oleh Donald Trump. Dalam

sebuah pernyataannya setelah serangan di Orlando, Trump mengkritik Obama

yang menolak dengan penuh rasa malu untuk sekadar mengatakan kata Islam

radikal . Dan untuk alasan itu, Trump meminta agar Obama mengundurkan diri dari

jabatan presiden AS. Tak hanya itu, Trump juga menambahkan bahwa jika Hillary

Clinton tidak mau menggunakan kata Islam radikal , maka sebaiknya ia keluar dari

persaingan calon presiden.42

Sindiran tersebut tidak membuat Obama bergeming, ia tetap bersikukuh tidak

menggunakan dua kata tersebut agar tetap mendapatkan dukungan dari sekutu

Muslimnya. Namun, sikap yang sama ternyata tidak diambil oleh Clinton. Dalam

sebuah wawancara dengan NBC pada bulan Juni 2016, Clinton mengatakan bahwa

ia cukup senang untuk mengatakan jihadisme radikal atau Islamisme radikal ,

karena keduanya bermakna sama.43

Perdebatan soal ini memang sudah berlangsung cukup lama. Pada musim gugur

tahun 1990 saat pasukan AS tiba di Arab Saudi, yang membuat marah Usamah

bin Ladin sejarawan Bernard Lewis memperingatkan tentang meningkatnya sikap

anti Amerika di dunia Islam.

Kita menghadapi sebuah suasana dan sebuah gerakan yang jauh melebihi

isu, kebijakan, dan pemerintah yang berusaha mengejarnya. Ini adalah

semacam benturan peradaban reaksi yang mungkin irasional dan

bersejarah dari rival kuno yang melawan warisan Yahudi-Kristen kita,

sekulerisme kita, dan ekspansi keduanya di dunia ini. Penting bagi kita untuk

(29)

tidak terprovokasi secara historis dan irasional saat melawan rival semacam

itu. 44

Presiden AS pasca serangan 11 September, George W. Bush dan Barack Obama,

berusaha untuk melakukan tindakan secara seimbang: memerangi jihadis namun

menghindari kesan bahwa Barat dan dunia Islam sedang dalam sebuah

peperangan sebagaimana yang dijelaskan oleh Lewis di atas.

Bush memang mendefinisikan Perang Global Melawan Terornya dalam cara yang

bisa membangkitkan sebuah benturan peradaban, dengan menempatkan

seolah-olah para pecinta kebebasan melawan penerus totaliter Nazi dan Komunis.

Namun, ia mencoba menutupinya dengan menegaskan bahwa Islam bukanlah

pihak yang terlibat dalam konflik tersebut, dengan menyebut bahwa teroris telah

menyesatkan ajaran Islam yang damai. Di sepanjang pemerintahannya, George

W. Bush enggan untuk mendefinisikan konflik ini dengan istilah-istilah agama.

Beberapa orang menyebutnya radikalisme Islam yang jahat, kata Bush pada

tahun 2005. Sedangkan yang lain menyebutnya jihadisme militan. Dan ada juga

yang menyebut dengan Islamo-fascisme. Apapun sebutannya, ideologi ini sangat

berbeda dengan agama Islam. 45

Obama menurunkan istilah war yang dibawa Bush dengan istilah fight , dan

menyebut musuh dari istilah teror secara umum menjadi nama kelompok secara

spesifik. Ia juga menolak gagasan mengenai benturan peradaban (clash of

civilizations). Alasannya ada tiga: pertama, gagasan tersebut menurutnya terlalu

melebih-lebihkan ancaman terorisme kepada Amerika Serikat. Kedua, ia tidak ingin

menguatkan narasi para jihadis tentang perang antara Islam dan Barat. Ketiga,

narasi benturan peradaban juga akan mengurangi daya tarik program tersebut

untuk menggalang umat Islam sebagai informan. Saat presiden AS menggunakan

bahasa yang longgar yang nampak menonjolkan sebuah konflik peradaban antara

(30)

27

Violent Extremism vs Islam Radikal

Barat dan Islam, atau antara dunia modern dan Islam, maka kita akan membuatnya

lebih sulit, tidak lebih mudah, bagi teman, sekutu, dan orang-orang biasa untuk

menahan dan melawan dorongan terburuk di dunia Islam, 46kata Obama.

Pendekatan ala Obama tersebut pada akhirnya menghasilkan reaksi balik yang

mungkin nantinya akan menentukan arah kebijakan pemerintah Trump. Sudah

bertahun-tahun kaum Republik mencela keengganan Obama untuk menggunakan

istilah Islam radikal . Mereka berargumen bahwa sikap tersebut

merepresentasikan kegagalan Obama untuk menilai ancaman dengan tepat.

Menurut para kritikus tersebut, Islam radikal adalah radikalisme yang berakar dari

agama Islam.

Saat Obama melihat ekstremisme kekerasan , para kritikus melihat militansi agama.

Saat Obama melihat benturan di dalam peradaban Islam antara sekelompok kecil

fanatik dengan mayoritas umat Islam para kritikus melihat benturan antara

peradaban Barat dan sekelompok kecil tapi signifikan di dunia Islam. Saat Obama

melihat musuh lemah yang semakin melemah, para kritikus melihat musuh yang

kuat yang semakin kuat. Saat Obama melihat keterbatasan AS untuk memberangus

interpretasi Islam yang radikal, para kritikus melihat lemahnya usaha yang

dilakukan oleh pemerintah AS. Saat Obama melihat adanya ancaman yang serius

tapi masih bisa dimanaje terhadap keamanan nasional AS, para kritikus melihat

adanya tantangan ideologis terhadap dunia yang bebas.

Dalam hal ini, Trump terlihat paling kuat dalam melakukan kontra argumen

terhadap Obama. Tidak hanya dari kebijakan yang diusulkannya, seperti melarang

atau sangat membatasi imigran Muslim di AS, tapi juga dari retorikanya: Saya kira

Islam membenci kita, kata Trump awal tahun 2016 silam. Saat ditanya apakah yang

46

(31)

ia maksud Islam radikal ataukah Islam secara umum, Trump menjawab, Radikal,

tapi sangat sulit untuk mendefinisikan. Sangat sulit untuk memisahkan. 47

Kontroversi mengenai penolakan Obama untuk menggunakan istilah Islam

Radikal bermula pada bulan Januari 2015 setelah serangan terhadap majalah satir,

Charlie Hebdo. Pasca serangan tersebut, Perdana Menteri Prancis, Manuel Valls,

mengatakan bahwa negaranya sedang berperang melawan Islam Radikal. Beberapa

hari berikutnya, Mara Liasson dari NPR bertanya mengapa Presiden Obama

cenderung menghindari penggunaan kata tersebut. Pertanyaan tersebut dijawab

oleh John Earnest, Sekretaris Gedung Putih. Ia menyatakan bahwa pemerintahan

Obama sengaja tidak menggunakan kata tersebut. Ada dua alasan yang ia

utarakan. Pertama, ia memandang bahwa pandangan keislaman pelaku

menyimpang dari Islam. Kedua, sebagian besar Muslim di dunia mengecam

serangan tersebut. Karenanya, pemerintah Obama menghindari penggunaan istilah

tersebut karena [istilah tersebut] tidak menjelaskan secara akurat tentang apa

yang telah terjadi. 48

Sejak itu, perdebatan sengit mengenai istilah tersebut mengemuka. Sikap Obama

membuat geram sebagian pihak di AS. Beberapa pihak menganggap bahwa

penghapusan elemen agama sebagai motivasi pelaku menunjukkan kurangnya

pemahaman mengapa mereka begitu berbahaya. Sebagian yang lain menganggap

sikap tersebut tidak layak diambil oleh seorang pemimpin AS.

Bagi Partai Republik, penolakan Obama untuk menyebut Islam Radikal menjadi

tema utama para kandidat presidennya.49 Ted Cruz adalah salah satunya. Baginya,

Selama kita memiliki pemimpin yang tidak mau mengucapkan kata terorisme

Islam radikal , kita tidak akan memiliki usaha bersama untuk mengalahkan kaum

47http://edition.cnn.com/2016/03/09/politics/donald-trump-islam-hates-us/

48

http://www.mediaite.com/online/josh-earnest-wouldnt-be-accurate-to-call-paris-attackers-radical-islamists/

(32)

29

Violent Extremism vs Islam Radikal

radikal tersebut. 50 Begitu juga Jeb Bush, putra dari George W. Bush, yang

mengatakan, Sepanjang saya hidup, saya masih susah memahami mengapa

orang-orang masih terbelit dalam keraguan untuk mengatakan bahwa ini adalah

terorisme Islam radikal. 51

Namun, sikap tersebut ternyata bukan hanya monopoli Republik. Pendeta Tulsi

Gabbard dari Hawai mengkritik Obama atas tarian retorikanya. Ia merasa sangat

terganggu saat Obama tidak mau mengidetifikasi Islam radikal sebagai ancaman.52

Max Fisher, dari Vox, mengkritik Obama yang sepertinya meremehkan atau bahkan

mengabaikan sama sekali sebuah fakta yang aneh tapi penting, yaitu bahwa agama

juga memainkan peranan penting sebagai penyebab munculnya ekstremisme.53

Sikap tersebut diambil Obama lebih karena alasan strategis dan perang ide. Untuk

memerangi terorisme secara efektif, bagi Obama, adalah dengan memenangkan

hati dan pikiran umat Islam. Usaha ini tidak akan tercapai jika AS membingkai

konflik ini dalam istilah agama. Keyakinan serupa juga dimiliki oleh Bush. Obama

menilai kelompok ekstrim telah menodai agama Islam. Bahkan, klaimnya, mayoritas

Muslim di dunia tidak mengakui pandangan para ekstrimis tersebut sebagai orang

Islam .54

Di sini, Obama, seorang Kristen Amerika, memposisikan diri sebagai penentu

kebenaran keislaman seseorang. Entah apa standar kebenaran keislaman yang ia

jadikan sebagai patokan. Para pejabat Barat kini terjebak dalam kancah perdebatan

teologis. Bahkan, Barack Obama sendiri terapung dalam kubangan takfiri saat dia

mengklaim bahwa Islamic State tidaklah Islami . Ironis memang, karena dia adalah

seorang non-Muslim anak dari seorang Muslim, yang bisa diklasifikasikan sebagai

seorang murtad, dan kini justru melakukan praktik takfir atas Muslim. Hal ini tentu

50

http://insider.foxnews.com/2015/11/14/senator-ted-cruz-says-we-need-commander-chief-who-will-vow-defeat-radical-islamic

51http://www.huffingtonpost.com/entry/jeb-bush-radical-islam_us_5649eb1fe4b045bf3defda73 52http://www.mediaite.com/tv/dem-rep-frustrating-wh-refuses-to-recognize-radical-islam-as-threat/ 53http://www.vox.com/2015/2/19/8065143/obama-isis-islam

(33)

saja menjadi bahan tertawaan bagi para jihadis. Seperti babi yang berlumur

kotoran memberi nasihat soal higienitas, 55 kata Graeme Wood, dari Yale

University.

Obama merasa deklarasi perang melawan Islam radikal akan membuat AS

memiliki lebih banyak musuh. Usaha mereka untuk mendiskeditkan ideologi

kelompok jihadis pun dirasa akan terganggu.

Kekhawatiran tersebut wajar, karena jika ditimbang, ada begitu banyak Muslim

yang bisa dimasukkan dalam kategori radikal jika istilah tersebut dipakai. Bahkan,

sebagaimana yang dikatakan salah seorang tokoh sayap kanan, Eli Lake, banyak

aliansi AS dalam perang melawan teror yang tidak sepakat dengan taktik terorisme

namun memiliki tujuan yang sama dengan Islam radikal, tegaknya hukum Islam di

muka bumi.56 Artinya, deklarasi perang melawan Islam radikal akan membuat AS

harus mengakhiri Perang Global Melawan Teror karena berhentinya dukungan dari

sekutu Muslimnya.

Akar dari kontroversi ini sudah berlangsung pasca serangan 11 September saat

George W. Bush mendeklarasikan perang global melawan teror , bukan perang

melawan ekstremisme atau radikalisme Islam. Pemerintahan Bush kemudian

melakukan rebranding. Menggantinya dengan Global Struggle Against Violent

Extremism. 57 Ia menghindarkan diri dari menggunakan kata yang berhubungan

dengan Islam.

Bush berusaha keras untuk menghindari framing agama dalam konflik ini. Ia

berargumen bahwa para pelaku 911 bukanlah Muslim sejati. wajah teror bukanlah

keyakinan sejati Islam. Itu semua bukanlah Islam yang sebenarnya. Islam adalah

agama damai, kata Bush sesaat setelah serangan 11 September.58

55http://www.theatlantic.com/magazine/archive/2015/03/what-isis

56

http://www.bloombergview.com/articles/2015-01-19/why-obama-can-t-call-charlie-hebdo-terrorists-

(34)

31

Violent Extremism vs Islam Radikal

Namun, kaum konservatif merasa bahwa terminologi perang melawan teror

meninggalkan satu elemen kunci. Mereka memadang bahwa konflik tersebut

seharusnya dibingkai dalam terminologi yang lebih ideologis. Dan beberapa

anggota pemerintahan Bush setuju dengan kritikan tersebut. Istilah Islamofascism

pun mulai dipopulerkan. Berawal dari tulisan seorang blogger, Stephen Schwartz,

istilah tersebut mulai menyebar di kalangan sayap kanan.59

Mengatakan bahwa kita sedang berperang melawan terorisme itu seperti

mengatakan bahwa kita sedang berperang melawan pengebom atau kita

berperang melawan tank, kata Donald Rumsfeld, menteri pertahanan di era Bush.

Sejak awal, anggota pemerintahan sangat hati-hati terhadap sebuah kebenaran

yang sangat jelas, yaitu bahwa musuh utama kita adalah ekstremis Islam. 60

Setelah lima tahun menjalankan Perang Melawan Teror, pada tahun 2006, Bush

mungkin untuk menanggapi kritikan dari kalangan konservatif mulai menyebut

bahwa AS sedang berperang melawan Islamic fascist.61 Responnya tidak

mengejutkan: banyak kalangan yang protes. Istilah tersebut dianggap menyerang

mayoritas Muslim yang moderat dan menguatkan argumen bahwa terjadi benturan

peradaban antara Islam melawan Barat.62

Kritikan tidak hanya datang dari kalangan umat Islam, namun juga dari internal

pemerintah Bush sendiri yang memilih untuk tidak menggunakan istilah agama

agar tidak diinterpretasikan terlalu luas.63

Lalu, apa yang membuat Trump dan timnya begitu keras meneriakkan bahwa

Amerika Serikat sedang berperang melawan Islam radikal ? Tidak sebagaimana

Obama, mereka tidak takut untuk mengatakannya. Mereka lebih peduli dengan

citra mereka di hadapan basis pendukungnya termasuk komunitas yang curiga

59http://www.weeklystandard.com/article/13723

60http://www.amazon.com/Known-Unknown-Memoir-Donald-Rumsfeld/dp/159523084X 61http://www.cnn.com/2006/POLITICS/08/10/washington.terror.plot/

62http://news.bbc.co.uk/2/hi/4785065.stm

(35)

dan takut terhadap Islam dibanding memenangkan hati dan pikiran umat Islam di

luar negeri.64

Banyak kalangan konservatif yang memandang konflik ini dari kacamata ideologis

atau bahkan wahyu. Senator Lindsey Graham, misalnya, berpendapat bahwa Islam

radikal dimotivasi oleh doktrin agama yang meminta mereka untuk memurnikan

agamanya. Mereka tidak bisa diakomodasi atau ditenangkan. 65

Bush, Cruz, dan Trump tidak ragu untuk menyebut istilah Islam radikal karena

menurut mereka, sikap tersebut memberikan kejelasan moral bagi Amerika dalam

perang melawan teror.66 Namun, sebuah istilah tidak akan mampu memberikan

kejelasan moral jika kita sendiri tidak memahami apa maksudnya.

Perdebatan mengenai istilah ini pernah dibahas oleh Peter Beinart dalam sebuah

tulisannya di Haaretz.67 Menurutnya, radikal mempunyai dua makna. Pertama,

artinya adalah fundamental. Radikal berasal dari bahasa latin radix yang

artinya akar .

Saat radikal bermakna fundamental atau esensial , maka menggunakan frase

Islam radikal menjadi tidak penting lagi. Karena dengan mengatakan bahwa

Amerika berperang melawan Islam radikal sama dengan mengatakan bahwa

Amerika berperang melawan Islam. Inilah yang diyakini oleh kelompok semacam

Islamic State, dan juga tidak jauh dengan keyakinan Donald Trump. Hal ini

dibuktikan saat Trump merespon penembakan di San Bernardino. Saat itu, ia

meminta Amerika untuk melarang umat Islam secara umum masuk ke Amerika

Serikat. Jika ia hanya spesifik melawan Islam radikal, tentu yang ia larang untuk

masuk adalah hanyalah Islam radikal , bukan Muslim secara umum. Di awal

pemerintahannya, Trump juga melarang masuknya pengungsi dari negara tujuh

64http://www.vox.com/2015/11/16/9745334/obama-radical-islam-isis

65

http://www.breitbart.com/video/2015/02/02/graham-obama-misunderstanding-of-radical-islam-like-pre-wwii-europe/

66

http://www.breitbart.com/national-security/2013/05/27/the-lack-of-moral-clarity-in-the-war-with-radical-islam/

(36)

33

Violent Extremism vs Islam Radikal

negara mayoritas Muslim. Larangan tersebut hanya berlaku untuk pengungsi

Muslim, tidak bagi pengungsi Kristen. Implikasinya, Trump memandang bahwa

semua Muslim adalah radikal, kecuali terbukti sebaliknya.

Arti kedua dari radikal adalah ekstrem. Inilah hal yang menurut Beinart, menjadi

alasan mengapa kata ini begitu penting bagi kalangan konservatif Amerika. Bagi

mereka, kata tersebut sangat menarik bagi para pemilih mereka yang meyakini

bahwa ISIS adalah representasi Islam yang otentik dan bagi mereka yang meyakini

bahwa ISIS merepresentasikan bentuk Islam yang ekstrim.

Secara konsep, istilah tersebut sebenarnya tidak banyak memberikan kejelasan.

Kata ekstrem tidak memiliki muatan moral atau ideologi. Ekstrem hanya berarti

tidak biasa, menurut Beinart. Jika mau dibandingkan, kesetiaan Mother Teressa

terhadap warga miskin Calcutta membuatnya menjadi seorang Kristen ekstrim.

Ketaatan yang luar biasa dari Yahudi ultra ortodoks terhadap mitzvot (perintah

Tuhan) membuat mereka disebut Yahudi ekstrem . Mengatakan Islam versi ISIS

ekstrim tidak mampu memberikan penjelasan mengapa AS harus melawan atau

bahkan memeranginya.

Islam radikal tidak bisa didefinisikan dengan jelas. Ia bisa berarti bahwa Islam itu

sendiri adalah masalahnya atau bisa juga diartikan bahwa versi Islam yang tidak

biasa tersebut adalah masalahnya. Namun, apa yang membuat Islam versi tersebut

bermasalah? Tidak ada penjelasan.

Pertanyaannya sekarang, apa yang mereka maksud dengan Islam radikal menurut

Trump dan orang-orang di sekelilingnya? Secara eksplisit, mereka tidak pernah

mendefinisikannya. Namun, coba kita lihat dari rangkaian puzzle narasi yang

mereka bangun.

FoxNews, salah satu media yang sangat mendukung Donald Trump dan banyak

memberi panggung bagi tim Trump untuk menyampaikan narasinya, pernah

(37)

sebagai Muslim yang secara pribadi mendeklarasikan diri sanggup untuk

bergabung bersama Trump untuk memerangi Islam radikal.68 Dalam artikel

tersebut, ia menjelaskan apa yang dimaksud dengan Islam radikal. Menurutnya,

Islam radikal adalah komponen pro kekerasan dari Islamisme. Mengutip, ilmuwan

politik, Bassam Tibi, ia menjelaskan enam pondasi dasar ajaran kelompok Islamis.69

Pertama, kelompok Islamis memahami bahwa Islam adalah agama dan negara. Tibi

mengklaim bahwa Islam sebagai sebuah negara tidak ditemukan satu pun di dalam

Al-Quran. Menurutnya, konsep tersebut baru dimunculkan oleh pendiri Islamisme

pada abad kedua puluh.

Kedua, ia menuduh bahwa Islamisme adalah paham totaliter. Dan paham totaliter,

menurutnya, butuh musuh eksternal. Dalam hal ini, Yahudi adalah musuh utama

Islamisme.

Ketiga, Islamisme tidakcompatibledengan demokrasi.

Keempat, kelompok Islamis mendefinisikan jihad dalam arti kekerasan.

Kelima, syariat Islam. Kelompok Islamis ingin menegakkan hukum Islam, yang

menurutnya totaliter.

Keenam, kelompok Islamis sering menyerukan kembali ke kemurnian agama

sebagai perlawanan terhadap sekulerisasi yang dilakukan oleh Barat.

Dalam bukunya, Michael Flynn, mengutip pernyataan Andy McCarthy, memberikan

keterangan tambahan mengenai siapa kelompok yang mereka jadikan musuh,

bukan sekadar para ekstremis pro kekerasan, tapi siapapun dari kalangan umat

Islam yang meyakini supremasi hukum Islam.

68

http://www.foxnews.com/opinion/2016/12/05/mr-trump-have-unique-opportunity-to-defeat-islamism-as-Muslim-im-ready-to-collaborate.html

(38)

35

Violent Extremism vs Islam Radikal

Supremasisme Islam bukan hanya keyakinan kelompok pinggiran seperti

Violent Extremist, tapi juga ratusan juta Muslim, [mereka adalah] lautan

yang para jihadis nyaman berenang di dalamnya, 70tulisnya.

Artinya, sasaran utama pemerintahan Trump adalah siapapun Muslim yang

meyakini supremasi hukum Islam di atas konstitusi yang lain, sebagaimana

statement yang pernah ia ungkapkan selama masa kampanye. Ia ingin melakukan

tes ideologi terhadap Muslim yang ingin masuk ke Amerika. Muslim yang meyakini

bahwa Syariat Islam berada di atas konstitusi Amerika Serikat tidak boleh masuk

ke Amerika.71

70Field of Fight, 131

71

(39)

Clash of Civilizations

Jika saya menjadi presiden, era nation building (pembangunan negara) akan

berakhir. Pendekatan baru kami yang juga harus dibagi dengan pihak-pihak di

dalam negeri AS, sekutu kita di luar negeri, dan juga teman-teman kita di Timur

Tengah harus ditujukan untuk menghentikan penyebaran Islam radikal. Semua

tindakan kita harus diorientasikan di sekitar tujuan ini, dan negara manapun yang

memiliki tujuan yang sama akan menjadi sekutu kita. Beberapa negara tidak

memiliki tujuan yang sama dengan kita. Kita tidak bisa selalu memilih teman kita,

tapi kita tidak pernah gagal mengenali musuh kita.

Kita akan kembali menguatkan aliansi lama dan membentuk aliansi baru, dan

menyatukan dunia yang beradab melawan teroris Islam radikal, yang akan kita

tumpas sepenuhnya dari muka bumi. 72

Ada tiga poin yang patut dipertimbangkan untuk memahami pidato Trump

tentang terorisme Islam radikal. Setiap poin berakar pada sejarah dan literatur

akademis, dan setiap titik membawa implikasi serius terhadap perdamaian dan

keamanan Amerika Serikat dan dunia.

Pertama, terorisme Islam radikal disajikan sebagai ancaman bagi "dunia yang

beradab." Secara historis, frase "dunia beradab" diciptakan di era kolonialisme

untuk merujuk kepada negara-negara Eropa. Implikasinya, "dunia tidak beradab"

ditujukan kepada penduduk asli Amerika di Amerika, budak dari Afrika, dan

negara-negara terjajah di Asia. Di dunia kontemporer hari ini, frase "dunia

beradab" jarang digunakan oleh diplomat, kepala negara, atau kalangan akademisi.

Kedua, frase "terorisme Islam radikal" menimbulkan kesan bahwa kekerasan berasal

dari agama Islam itu sendiri, bukan dari keluhan geopolitik yang diperjuangkan

72

https://www.washingtonpost.com/news/the-fix/wp/2017/01/20/donald-trumps-full-inauguration-speech-transcript-annotated/?utm_term=.a25fe42cf201

(40)

37

Clash of Civilizations

militan Muslim di berbagai belahan dunia. Ungkapan "terorisme Islam radikal"

cukup populer di kalangan neokonservatif populer yang ingin mengalihkan fokus

dari kezaliman yang selama ini dihadapi umat Islam ke Islam itu sendiri. Kalimat

tersebut mengesankan bahwa kekerasan yang dilakukan warga Muslim Palestina

tidak ada hubungannya dengan penjajahan dan kezaliman yang mereka hadapi

sebagai manusia. Demikian juga, frase tersebut juga menekankan bahwa Taliban

sebagai seorang Muslim melakukan kekerasan karena agamanya, bukan karena

invasi yang dilakukan oleh AS ke Afghanistan. Dengan mengadopsi frase tersebut

selama masa kampanye dan juga dalam pidato pelantikannya, Donald Trump

sepakat dengan gagasan bahwa versi radikal dari Islam itu brutal secara inheren,

dan karenanya akan menjadi justifikasi atas dilakukannya kekerasan di seluruh

dunia, bahkan setelah semua masalah telah diselesaikan.

Ketiga, Trump telah menambahkan komponen untuk perang suci dalam

pemberantasan terorisme Islam radikal dari muka bumi. Trump

Gambar

Gambar 1.Slogan #DeusVult
Tabel 1. Statisik bom yang dijatuhkan oleh pemerintah Obama di negara Muslim selama tahun 2016.
Gambar 2. Michael T. Flynn
Gambar 3. Donald Trump sedang menelopon Perdana Menteri Australia, Malcolm Turnbull, dengandidampingi oleh penasihat keamanan nasional, Michael Flynn (tengah), dan kepala strategi, SteveBannon (kanan) di Oval Office.
+7

Referensi

Dokumen terkait

dan layanan individu seperti pengembangan keseluruhan kemampuan, minat, kebutuhan sampai ia matang di madrasyah.8 Menurut Handayat Soetopo dan Wasty Soemanto dalam buku Mulyasa

Klasifikasi pengangkutan yang disediakan di dalam ini adalah untuk tujuan penerangan sahaja dan semata-mata berdasarkan sifat-sifat bahan yang tidak dibungkus seperti yang

Cairan bisa dialirkan melalui prosedur torakosentesis, dimana sebiah jarum (atau selang) dimasukkan ke dalam rongga pleura. Torakosentesis biasanya dilakukan untuk

Membantu memberikan sumbangan pemikiran di bidang ilmu hukum tentang penegakan Hak Asasi Manusia, disamping sebagai masukan agar masyarakat mengetahui bagaimana proses

Tabel 3 menunjukkan terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik pada perubahan skor tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku ibu serta tingkat kecukupan energi,

Dari tabel 4, dapat dijelaskan bahwa bila pada tingkat kelambanan (lag) 2 terjadi kenaikan perubahan produktivitas pekerja sebesar 1 persen maka perubahan Upah

Hal ini sejalan juga dengan hasil analisis korelasi antara karakteristik mahasiswa dengan persepsinya tentang kualitas panduan praktikum dan keterlaksanaan praktikum,

2) menginstruksikan kepada Bank Kustodian untuk membayarkan dana hasil likuidasi yang menjadi hak pemegang Unit Penyertaan dengan ketentuan bahwa perhitungannya dilakukan