PERANG SUCI DONALD TRUMP
AKHIR DARI
GLOBAL WAR ON TERRORISM
K. Mustarom
Laporan Khusus
Edisi 2 | Februari 2017
ABOUT US
Laporan ini merupakan sebuah publikasi dari Lembaga Kajian Syamina (LKS). LKS merupakan
sebuah lembaga kajian independen yang bekerja dalam rangka membantu masyarakat untuk
mencegah segala bentuk kezaliman. Publikasi ini didesain untuk dibaca oleh pengambil kebijakan
dan dapat diakses oleh semua elemen masyarakat. Laporan yang terbit sejak tahun 2013 ini
merupakan salah satu dari sekian banyak media yang mengajak segenap elemen umat untuk
bekerja mencegah kezaliman. Media ini berusaha untuk menjadi corong kebenaran yang
ditujukan kepada segenap lapisan dan tokoh masyarakat agar sadar realitas dan peduli terhadap
hajat akan keadilan. Isinya mengemukakan gagasan ilmiah dan menitikberatkan pada metode
analisis dengan uraian yang lugas dan tujuan yang legal. Pandangan yang tertuang dalam laporan
ini merupakan pendapat yang diekspresikan oleh masing-masing penulis.
Untuk komentar atau pertanyaan tentang publikasi kami, kirimkan e-mail ke:
lk.syamina@gmail.com.
Executive Summary_____________________________________________________ 1
Antara Paus Urbanus II dan Donald Trump___________________________________ 3
Fase Baru Perang Melawan Terorisme______________________________________ 18
Violent Extremismvs Islam Radikal ________________________________________ 23
Clash of Civilizations ___________________________________________________ 36
Mengalahkan Jihad____________________________________________________ 70
Kakistokrasi__________________________________________________________ 76
01
Executive SummaryExecutive Summary
Terpilihnya Donald Trump sebagai presiden AS mengejutkan banyak pihak. Saat ini,
presiden Amerika Serikat adalah seorang pria yang membanggakan diri saat
melakukan pelecehan seksual terhadap wanita. Pemimpin bangsa AS adalah
pemasok berita palsu dan teori konspirasi yang melahirkan kampanye rasis. Orang
yang paling berkuasa di dunia adalah seorang pemilik hotel yang mudah
tersinggung, arogan, suka menghina, mengintimidasi, dan narsis. Seorang selebritis
yang arogan, pendendam & suka berubah-ubah pikiran kini memimpin AS.
Trump merubah kebencian menjadi alat politik. Dia bukan yang pertama. Tapi dia
yang secara efektif mendorong dan memanfaatkan kebencian konservatif yang
memang sudah lama ada di AS terhadap Muslim dan orang-orang Latin. Dia
mengejek wartawan yang cacat. Dia mengambarkan komunitas kulit hitam bukan
apa-apa selain orang-orang kampungan yang penuh dengan kejahatan. Dia
mencela lawannya sebagai penjahat pengkhianat dan menyerukan lawannya untuk
dipenjara. Dia menghina dan berseteru secara terbuka, yah ... dengan hampir
semua orang.
Kedengkian adalah meme-nya. Ia menunjukkan bahwa Anda bisa menjadi presiden
meski dengan mendobrak segala norma. Dan ini adalah salah satu konsekuensi
logis dari demokrasi.
Sejak Donald Trump meluncurkan kampanyenya, dunia mulai mencari kata yang
tepat untuk mendefinisikan pemerintahan yang akan ia pimpin. Apakah ia akan
menjadi seorang fasis? Apakah ia akan menjadi seorang demagog ataukah
diktator? Apakah pemerintahannya bersifat oligarki, plutokrasi, ataukah
kleptokrasi?
Kini, setelah ia terpilih dan memimpin Amerika, beberapa pihak merasa sudah
menemukan jawaban, bentuk pemerintahan seperti apa yang akan ia pimpin.
Jawabannya adalah semua hal di atas. Dan semua itu terangkum dalam satu kata:
elemen terburuk dalam sebuah komunitas. Kakistokrasi adalah sebuah
pemerintahan yang dipimpin oleh orang paling tidak berkompeten atau paling
buruk dalam sebuah masyarakat.
Trump datang untuk menegaskan musuh utama Amerika. Lima belas tahun lebih
Amerika meluncurkan Global War on Terror, yang membuatnya menjadi perang
terlama yang pernah dilakukan oleh Amerika Serikat. Hampir lima trilyun dollar
sudah dikeluarkan, dengan hasil yang jauh dari harapan. Kini, Donald Trump
datang dengan membawa strategi baru.
Dengan narasi yang mirip dengan narasi Perang Salib Paus Urabanus II, Trump,
bersama sederetan tokoh anti-Islam ia bawa ke Gedung Outih, siap
mendeklarasikan sebuah perang suci, untuk membuat Amerika aman dan hebat
kembali. Di malam inagurasinya, ia menegaskan musuh utamanya, yaitu Islam
radikal, yang ingin ia tumpas dari muka bumi.
Dengan deklarasi perang sucinya, berakhirlah perang AS melawan terorisme.
Musuh mereka sekarang bukan lagi terorisme, bukan juga violent extremism. Tapi,
di era Trump, musuh mereka adalah Islam radikal, yaitu siapapun dari umat Islam
03
Antara Paus Urbanus II dan Donald TrumpAntara Paus Urbanus II dan Donald Trump
Pada bulan Nopember 1095 sebuah pertemuan besar dihelat di Clermont. Ribuan
orang dari berbagai daerah di Prancis berbondong-bondong menghadiri
pertemuan ini. Dinginnya bulan Nopember tidak menghalangi mereka untuk
mendengarkan pidato Paus Urbanus II. Mereka mendirikan kemah-kemah di ruang
terbuka. Di tengah lautan manusia, Urbanus menyampaikan pidatonya dalam
bahasa Perancis.
Wahai rakyat Frank! Rakyat Tuhan yang tercinta dan terpilih! Telah datang
kabar memilukan dari Palestina dan Konstantinopel, bahwa suatu bangsa
terlaknat yang jauh dari Tuhan telah merampas negara tersebut, negara umat
Kristen. mereka hancurkan negara itu dengan perampokan dan pembakaran.
Mereka bawa para tawanan ke negara mereka. Dan sebagian lain mereka
bunuh dengan disiksa secara sadis. Mereka hancurkan gereja-gereja setelah
sebelumnya mereka kotori dan mereka nodai. Mereka taklukkan kerajaan
Yunani (Bizantium: Penulis) dan mereka rampas wilayahnya yang sebegitu
luasnya hingga seorang musafir tidak akan selesai mengelilingi wilayah itu
dalam waktu dua bulan penuh. 1
Pertama-tama pidato di atas menciptakancommon enemybagi Kristen Barat
dengan melakukan dua kali penyebutan kelompok yang berkonotasi baik dan
buruk. Pertama, kalimat rakyat Tuhan yang tercinta dan terpilih . Penyebutan
ini digunakan untuk menimbulkan rasa bangga bagi komunikan. Kedua, kalimat
bangsa terlaknat yang jauh dari Tuhan . Penyebutan ini digunakan untuk
menimbulkan rasa benci dan antipati terhadap obyek. Dengan dua penyebutan ini
terciptalah garis demarkasi yang tegas antara kita , orang baik, dengan mereka ,
orang jahat, yang menjadi musuh bersama.
1https://sourcebooks.fordham.edu/source/urban2a.html
“Kita berada dalam sebuah perang dunia melawan gerakan massal mesianik dari orang-orang jahat, yang sebagian besar dari mereka terinpirasi oleh ideologi
Selanjutnya pidato tersebut melakukan tebang pilih fakta untuk menguatkan kesan
kejahatan dan kebrutalan musuh bersama. Bahwa di suatu periode sejarah,
penguasa Muslim pernah menghancurkan gereja Makam Suci (holy spulchre)
adalah fakta. Pada tahun 1010 al-Hakim bin Amrillah, penguasa dinasti Fatimiyah,
menghancurkan gereja Makam Suci. Tetapi ada fakta lain yang berbanding terbalik.
Di bawah kepemimpinan al- hir, penerus al-H kim, gereja Makam Suci dibangun
kembali. Durant menggambarkan bangunan baru gereja Makam Suci sebagai
bangunan luas yang bisa menampung 8000 (delapan ribu) orang.
Pembangunannya melibatkan teknik dan kecerdasan tertinggi yang ada pada saat
itu. Interiornya dihiasi tenunan sutera yang bersulam benang Emas. Di dalamnya
terdapat gambar Almasih yang sedang menunggang keledai. 2
Bisa jadi benar juga bahwa para peziarah Makam Suci dari Eropa mendapat
gangguan keamanan dari penguasa Seljuk. Tetapi fakta lain menunjukkan bahwa
selama Palestina berada di bawah kekuasaan Islam, umat Kristiani yang berdomisili
maupun yang berkunjung untuk melaksanakan ziarah mendapat perlakuan yang
baik. Bahkan Durant menyebut, perlakuan buruk dari penguasa Islam hanyalah
pengecualian.3
Tebang pilih fakta di atas dikombinasikan dengan isu pencaplokan wilayah Kristen
Bizantium oleh pasukan Islam untuk menanamkan kesan bahwa bangsa Eropa
adalah bangsa yang teraniaya. Kesan ini memberikan legitimasi bagi kemungkinan
tindakan perang yang akan diambil bangsa Eropa terhadap Umat Islam.
Sejatinya isu pencaplokan bukan hal baru. Sudah sejak abad ketujuh, kekaisaran
Romawi terus menerus kehilangan wilayahnya oleh upaya perluasan yang
dilakukan pasukan Islam. Yerussalem pun sudah berada di bawah kekuasaan
kekhalifahan Islam sejak masa kepemimpinan Umar bin Khattab. Karenanya, Calude
Cahen menyebut perang salib adalah respon terlambat atas gerakan perluasan
2William James Durant,Qiṣ ṣ at al-Haḍ ārah, Terj., Dr. Zaki Najib Mahmud dkk, (Beirut: Dār al-Jīl,
1988), 15:12.
05
Antara Paus Urbanus II dan Donald TrumpIslam.4Bahkan jika ditarik lebih ke belakang, maka caplok mencaplok sudah terjadi
sejak sebelum Islam, ketika dua negara adidaya, Romawi di barat dan Persia di
timur, saling bertukar kemenangan dalam serangkaian peperangan.
Jadi, jika selama ini tiga isu di atas, yaitu: penghancuran gereja, gangguan
keamanan dan pencaplokan wilayah, umumnya disebut para sejarawan sebagai
penyebab meletusnya Perang Salib, maka sejatinya ketiga hal tersebut hanyalah
peristiwa-peristiwa biasa terkait keputusan politik dan tindakan militer yang
mendahului Perang Salib. Yang membedakan ketiga peristiwa tersebut dari
peristiwa lain adalah kemasannya dalam bentuk propaganda yang berhasil
melarutkan suasana emosional masyarakat Eropa dan memobilisasi dukungan
massa untuk melakukan penyerangan dalam skala masif ke Yerussalem.
Setelah menyampaikan kondisi kezaliman yang dialami umat Kristiani, Urbanus
melanjutkan propagandanya dengan mengatakan:
Di atas pundak siapakah tanggung jawab pembalasan atas
kezaliman-kezaliman ini dan tanggung jawab merebut kembali tanah-tanah ini, jika
bukan di atas pundak kalian: kalian, wahai orang-orang yang mendapat
keistimewaan dari Tuhan lebih dari kaum lain berupa kemenangan di dalam
peperangan, keberanian besar dan kemampuan mengalahkan orang-orang
yang menghadang kalian? Jadikanlah perjalanan pendahulu kalian sebagai
peneguh hati kalian: kemenangan Charlemagne dan kemenangan raja-raja
lain kalian. Bulatkan tekadmu untuk menuju Makam Suci Almasih, Tuhan kita
dan juru selamat kita: makam yang sekarang dikuasai bangsa najis, dan
tempat-tempat suci lain yang telah ternodai dan terkotori. 5
Bagian pertama dari paragraf di atas merupakan persuasi yang menyentuh
kesadaran. Mereka, para komunikan, diidentifikasi sebagai orang-orang hebat yang
dapat mengalahkan siapa saja dalam peperangan. Jika mereka terzalimi, maka
4Calude Cahen,al-Sharq wa al-Gharb Zamana al-Ḥ urūb al-Ṣ alibiyyah, terj., Ahmad al-Shayh, (Cairo:
Sīna li al-Nashr, 1995), 25.
hanya merekalah yang dapat membalas kezaliman tersebut. Persuasi itu dikuatkan
dengan meminjam nama tokoh untuk diasosiasikan dengan orang-orang yang
bersedia mengikuti ajakan perang Urbanus. Dengan kata lain, orang-orang yang
bersedia mengikuti Perang Salib akan diidentifikasi sebagai orang-orang hebat
seperti Charlemagne.
Di bagian akhir paragraf Urbanus mengidentifikasi perang yang
dipropagandakannya sebagai perang suci dengan menyebut hal-hal sakral bagi
komunikan, yaitu Makam Suci dan Almasih. Kedua hal sakral ini dihadap-hadapkan
dengan para musuh yang disebut sebagai najis dan telah mengkotori
tempat-tempat suci komunikan. Sumber lain menyebutkan bahwa Urbanus mengklaim
perintah Perang Salib adalah perintah Tuhan, bukan perintah Urbanus. Fulcher,
mengutip khotbah Urbanus, mengatakan,
Tuhan, bukan saya, yang mendorong kalian, wahai tentara Almasih,
apapun derajat sosialnya, para ksatria maupun serdadu, kaya ataupun
miskin, untuk bergegas memusnahkan bangsa hina ini(Islam penulis)dari
tanah kita dan memberikan pertolongan kepada penduduk Kristen sebelum
terlambat. 6
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Perang Salib pertama-tama dan
terutama digerakkan oleh propaganda Urbanus II yang merepresentasikan Gereja
Romawi Barat dan diidentifikasi sebagai perang suci atau perang demi agama.
Namun demikian, tidak semua orang dapat digerakkan menuju medan perang
yang sangat berat hanya dengan menyulut kemarahan dan mengobarkan
semangat saja tanpa ada iming-iming duniawi maupun ukhrowi. Orang-orang
yang boleh jadi bisa tergerak tanpa iming-iming adalah para tokoh agama. Tetapi
perang ini memerlukan sumber daya manusia dan sumber dana yang melimpah.
6Fulcher of Chartes,Tārīkh al-Ḥ amlah ila al-Quds,terj., Ziyad Jamil al-‘Asali, (Aman: Dār al-Shurūq,
07
Antara Paus Urbanus II dan Donald TrumpKarena itu tidak mengherankan jika Urbanus menyebutkan iming-iming dengan
mengatakan:
Janganlah harta dan keluarga menghalangi kalian. Sebab, tanah yang kalian
tempati, yang dikelilingi laut dan pegunungan, terlalu sempit untuk
menampung seluruh penduduknya dan nyaris tak dapat memberikan
kehidupan yang baik untuk kalian. Dan karena itulah kalian saling
membunuh, memangsa dan berperang. Banyak dari kalian yang mati karena
perang saudara. Bersihkan hati kalian dari kotornya kedengkian! Hentikan
permusuhan diantara kalian! Ambillah jalan kalian menuju Makam Suci dan
rebutlah tanah itu dari bangsa najis dan kotor! Milikilah tanah itu!
Sesungguhnya Yerusalem adalah tanah yang tiada berbanding
buah-buahannya. Ia adalah surga kemewahan. Sesungguhnya kota terbesar yang
terletak di jantung dunia telah menjerit meminta tolong kalian untuk
diselamatkan. Lakukanlah perjalanan ini dengan gembira dan penuh
semangat, maka kalian akan terbebas dari dosa-dosa kalian. Yakinlah bahwa
kalian akan mendapatkan kemuliaan yang tiada fana di kerajaan langit. 7
Ada tiga iming-iming yang ditawarkan Urbanus.Pertama,jaminan keselamatan
untuk harta dan keluarga yang ditinggalkan. Lebih detail Durant menjelaskan:
Urbanus mengambil tanggung jawab untuk membebaskan segala belenggu yang
menghalangi pasukan Salib untuk bergabung dengan para pejuang. Kebijakan ini
tidak mendapatkan perlawanan berarti dari kaum bangsawan dan tuan tanah yang
mungkin saja dirugikan. Urbanus membebaskan budak-budak tuan tanah dari
kewajiban kepada tuannya selama masa perang. Semua pasukan Salib diberi
dispensasi untuk berpekara di pengadilan gereja, bukan di pengadilan feodal.
Urbanus menjamin, selama kepergian mereka gereja akan menjaga keselamatan
harta benda meraka. 8
Kedua,kemakmuran di tanah baru, yaitu Yerusalem. Janji kedua ini bisa jadi
merupakan respon atas kemelaratan akibat epidemi yang melanda beberapa
wilayah Eropa. Barker mengatakan:
Kelaparan dan wabah yang melanda tanah air mereka, telah mendorong
terjadinya eksodus ke timur untuk mengakhiri kesulitan-kesulitan. Tahun 1094
terjadi epidemi di Flanderen (sekarang masuk wilayah Belgia penulis) dan meluas
hingga ke Bohemia (sekarang masuk wilayah Ceko penulis). Tahun 1095 kelaparan
melanda Lorraine. Karena itu tidaklah mengherankan jika terjadi gelombang
pengungsian ke timur 9
Ketiga, iming-iming yang bersifat spirituil, yaitu pengampunan dosa dan
kebahagiaan di hari kiamat. Urbanus memandang Perang Salib sebagai sebuah
penebusan dosa sesuai dengan indulgensi atau surat pengampunan yang
diberikan gereja.10 Tentang iming-iming spirituil, Fulcher menceritakan,
sesungguhnya Almasih memerintahkan hal berikut: setiap orang yang bepergian ke
sana(Yerusalem Penulis)akan diampuni segala dosanya 11
Ketiga iming-iming ini menjelaskan bahwa Urbanus membidik berbagai kalangan
dari berbagai lapis sosial. Urbanus membidik kalangan raja, bangsawan, kaum
feodal dan para ksatria yang gemar berperang demi memperebutkan tanah; kaum
papa dan orang-orang lemah yang akan tergiur dengan kebebasan dan
kemakmuran; dan mayoritas masyarakat Eropa yang secara psikologis akan merasa
terkurangi atau bahkan hilang sama sekali beban dosa dan kesalahan mereka di
dunia berkat endulgensi yang diberikan bagi mereka yang turut serta dalam
perang Salib. Propaganda Urbanus telah menanamkan keyakinan bahwa Perang
Salib bukan sekedar perbuatan yang mendatangkan ridla Tuhan, tetapi juga
9 Ernest Barker,al-Ḥ urūb al-Ṣ alībiyyah, 22.
10Jonatahan Riley Smith,al-Ḥ amlah al-Ṣ alībiyyah al-Ūlā wa Fikrat al-Ḥ urūb al-Ṣ alībiyyah, terj., Dr.
Muhammad Fathi al-Shā’ir, (Cairo: Al-Hay‘ah al-‘Āmmah li al-Kitāb, 1999), 50.
09
Antara Paus Urbanus II dan Donald Trumpmerupakan jalan keselamatan suatu jalan yang selama ini dianggap menjadi
monopoli kaum agamawan.12
Khotbah Urbanus disambut para hadirin dengan teriakan,Deus Vult!(itu kehendak
Tuhan). Gagasan Perang Salib menggelinding ke seluruh penjuru Eropa bagai bola
salju yang semakin lama semakin membesar. Dalam masa sembilan bulan Urbanus
mengunjungi Montpellier, Bordeux, Tolouse, Nimes dan beberapa daerah lain
untuk mengkampanyekan Perang Salib. Urbanus juga mengirim utusan untuk
kampanye yang sama ke Genoa, Venezia, Bologna, Pisa dan Milan.
Berbagai golongan masyarakat bergabung di bawah panji Perang Salib dengan
beragam motivasi. Mereka tergiur dengan berbagai iming-iming yang ditawarkan
Urbanus. Sebagian tertarik menjadi martir Perang Salib dengan harapan mendapat
ampunan atas segala dosanya. Para budak tuan tanah berharap dapat terbebas
dari kungkungan tuan feodal. Para pembayar pajak berharap mendapat
pembebasan. Orang-orang yang terlilit hutang tergiur dengan janji penundaan.
Para tahanan berharap dapat menghirup udara bebas dengan mengikuti Perang
Salib. Para terhukum mati berharap mendapatkan kehidupannya, jika mereka
bersedia mengabdi di Palestina sepanjang hidupnya. Kaum miskin berharap
terlepas dari penderitaan kemiskinan yang dialaminya. Kaum pedagang berharap
dapat memperluas wilayah pemasarannya. Bahkan orang-orang lemah yang tidak
tertarik dengan dunia perang pun bergabung dengan ekspedisi militer Salib karena
takut sanksi sosial dan tuduhan sebagai penakut.13
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa propaganda Urbanus berhasil
memobilisasi berbagai lapisan masyarakat Eropa dengan beragam kepentingan
untuk bergabung dalam Perang Salib.
Urbanus melalui khotbahnya sukses menggelorakan semangat perang demi dan
atas nama agama. Kesan sebagai perang agama semakin kuat ketika
Urbanus menyelipkan simbol-simbol agama. Pekik Deus Vult (itu kehendak
Tuhan) ditetapkan Urbanus sebagai yel-yel perang.14 Exercitus Dei (Tentara
Tuhan) menjadi nama bagi pasukan Salib.15 Atas perintah Urbanus, simbol agama
yang paling menonjol adalah penggunaan tanda salib di bahu dan di dada.16
Tidak hanya itu, Urbanus juga memberikan justifikasi bagi tindak kekerasan yang
akan terjadi dalam pertempuran. Perang yang dikobarkannya disebutnya sebagai
Tebusan Kekerasan , yang patut mendapat pujian.17Justifikasi ini diperlukan guna
menjelaskan doktrin kasih sayang Kristiani yang tampak bertentangan dengan
perang yang meniscayakan kekerasan. Kegelisahan Tancred, salah satu pemimpin
pasukan Salib yang tinggal di Italia Selatan, atas ambiguitas makna perang dalam
doktrin Kristiani mencerminkan masih adanya keberatan psikologis di benak umat
Kristen. Jonathan menggambarkan kegelisahan itu dengan mengatakan:
Tancred sangat menderita akibat kegelisahan yang terus menerus
menderanya. Sebab, perang yang akan dilakoninya sebagai ksatria
bertentangan dengan ajaran Almasih. Sebenarnya Almasih
memerintahkannya agar bersikap toleran dan mengajarkan agar
memalingkan pipi kiri kepada orang yang telah memukul pipi kanannya.
Tetapi keksatriaan sekuler justru sigap mengalirkan darah. Almasih
menasihatinya agar memberikan pakaian dan mantel kepada orang yang
memintanya. Tetapi perang meniscayakannya melucuti semua benda
yang menjadi milik musuh. Keluarnya keputusan Paus Urbanus tentang
pemberian ampunan dari segala dosa bagi umat kristiani yang berangkat
untuk memerangi umat Islam, menambah kekuatan dan semangat Tancred,
meskipun ia tetap tidak yakin, apakah perang yang ia jalani merupakan
perang demi agama atau demi dunia. 18
14Ibid, 15:16.
15Jonathan Riley Smith,al-Ḥ amlah al-Ṣ alībiyyah, 38. 16Ibid, 52.
11
Antara Paus Urbanus II dan Donald TrumpTetapi berkat doktrin Urbanus, keberatan psikologis itu dapat dihilangkan.
Pada akhirnya, kesucian Perang Salib sebagaimana propaganda Paus Urbanus
dengan berbagai simbol agama yang disematkan di dalamnya tidak berbanding
lurus dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Perang Salib yang dipretensikan
sebagai perang suci ternoda oleh tindak kriminal dan pembantaian Yahudi yang
dilakukan beberapa legiun dari Eropa Barat.
Kini, semangat perang suci kembali digelorakan Donald Trump dan orang-orang di
sekelilingnya. Mereka memandang bahwa terjadi benturan peradaban antara
Kristen Barat dan Islam. Visi itu terungkap dengan sangat jelas dari berbagai
statementyang mereka nyatakan.
Pada tahun 2014, dalam sebuah pertemuan dengan kalangan konservatif Katolik di
Vatikan, Steve Bannon, kepala strategis Donald Trump yang kini menjadi anggota
Dewan Keamanan Nasional, mendeklarasikan bahwa Barat kini sedang dalam
tahap awal perang global melawan fasisme Islam. Ia membingkai pertempuran ini
dengan istilah-istilah agama. Bannon mendudukkan perang saat ini dalam sejarah
panjang perang antar Kristen dan Muslim. Ia memuji sikap keras Kerajaan Eropa.
Jika anda melihat ke belakang dalam sejarah panjang perjuangan
Yahudi-Kristen Barat melawan Islam, saya percaya bahwa leluhur kita menjaga posisi
mereka, dan saya pikir mereka melakukan hal yang benar. Saya pikir mereka
mampu menyingkirkan [pasukan Islam] dari dunia, baik itu di Wina, di Tours,
maupun di tempat lainnya Mereka mewariskan kepada kita lembaga yang
hebat, yaitu gereja Barat. 19
Sikap yang sama diambil oleh Michael Flynn, penasihat keamanan nasional,
menurutnya,
19
Kita berada dalam sebuah perang dunia melawan gerakan massal mesianik
dari orang-orang jahat, yang sebagian besar dari mereka terinpirasi oleh
ideologi totalitarian, yaitu Islam radikal. 20
Hidup dari ide tersebut, para pendukung Trump menggunakan simbol-simbol
Perang Salib dalam meme-meme dan pesan-pesan mereka. Mereka mengutip
khotbah Paus Urbanus II pada tahun 1095, saat ia menyerukan Perang Salib I untuk
merebut kembali Tanah Suci dari tangan umat Islam.
Deus Vult! Tuhan menghendakinya atau ini adalah kehendak Tuhan menjadi
tagar yang banyak tersebar di media sosial dan grafiti yang digambar di
tembok-tembok sebelum dan sesudah pemilihan presiden yang berujung pada
kemenangan Donald Trump. Deus Vult adalah kata yang dulu menjadi slogan
penyemangat prajurit Perang Salib, dan kini diadopsi oleh para aktivis sayap kanan
dan pendukung Trump untuk menghina umat Islam dan sebagai referensi untuk
membunuh para pengikut Islam.21
20Michael T. Flynn, Michael Ledeen,The Field of Fight: How We Can Win the Global War Against
Radical Islam and Its Allies,St. Martin’s Press, 2016, 8
21http://www.pressherald.com/2016/11/11/our-view-theres-no-mandate-for-mainers-to-hate/
“Deus Vult!”—
Tuhan
menghendakinya atau ini adalah kehendak Tuhan— adalah kata yang dulu menjadi slogan
penyemangat prajurit Perang Salib, dan kini diadopsi oleh para aktivis sayap kanan dan
13
Antara Paus Urbanus II dan Donald TrumpGambar 1.
Trump memimpin Gedung Putih dengan dukungan dari orang-orang yang gencar
meneriakkan sebuah perang suci. Bagi Trump sendiri, perang melawan Islam
radikal adalah perang suci.
Sebagaimana Urbanus II, Trump pun menggunakan narasi yang sama. Dalam
sebuah ceramahnya di Ohio Agustus 2016 silam,22 Trump menciptakan
common
enemybagi Kristen Barat dengan menjelaskan musuh dengan konotasi buruk.
Penyebutan ini digunakan untuk menimbulkan rasa benci dan antipati terhadap
obyek yang mereka identifikasi sebagai musuh utama, yaitu Islam radikal. Di awal
ceramahnya, ia menjelaskan mengenai berbagai keburukan dari kelompok yang
mengancam Kristen Barat dan kerusakan yang mereka lakukan.
Anak-anak dibantai, anak perempuan dijual sebagai budak, laki-laki dan
perempuan dibakar hidup-hidup. Penyaliban, pemenggalan dan
penenggelaman. Etnis minoritas ditargetkan untuk eksekusi massal. Tempat
suci dinodai. Umat Kristen diusir dari rumah mereka dan diburu untuk
dimusnahkan. Kita tidak bisa membiarkan kejahatan ini terus berlanjut.
Kita juga tidak bisa membiarkan ideologi kebencian dari Islam Radikal
penindasan mereka terhadap perempuan, gay, anak-anak, dan orang kafir
diizinkan untuk tinggal atau menyebar di dalam negara kita sendiri.
Narasi tersebut ia ulangi kembali dalam cuitannya pasca penerapan larangan
masuk Amerika Serikat bagi pengungsi Muslim. Umat Kristiani di Timur Tengah
telah dieksekusi dalam jumlah besar. Kita tidak boleh membiarkan horor ini
berlanjut! 23
Kemudian, Trump mencoba membangun rasa bangga warga Amerika dengan
menekankan akan kemuliaan nilai-nilai mereka.
"Kita memiliki negara yang luar biasa, dan cara hidup yang luar biasa...
Kebanggaan pada institusi kita, sejarah kita, dan nilai-nilai kita harus
15
Antara Paus Urbanus II dan Donald Trumpdiajarkan oleh orang tua dan guru, dan mengesankan semua yang datang
dalam masyarakat kita dan yang ingin bergabung dengan masyarakat kita...
Sistem pemerintahan kita dan Budaya Amerika adalah yang terbaik di dunia
dan akan memberikan hasil yang terbaik bagi semua orang yang
mengadopsinya."
Dengan statement di atas, Trump menciptakan garis demarkasi yang tegas antara
kita , orang baik, dengan mereka , orang jahat, yang menjadi musuh bersama.
Trump juga menyebut hal-hal sakral bagi umat Kristiani, yaitu tempat suci yang
telah dinodai.
Terakhir, Trump tak lupa memberikan iming-iming bagi komunikan jika mereka
mengikuti cara-cara yang ia gulirkan. Jika Urbanus memberikan iming-iming
jaminan keselamatan untuk harta dan keluarga yang ditinggalkan, kemakmuran di
tanah baru, yaitu Yerusalem, serta pengampunan dosa dan kebahagiaan di hari
kiamat, Trump memberikan iming-iming membuat Amerika hebat dan aman
kembali.
Deklarasi perang kembali ia tegaskan pada malam inagurasi 20 Januari 2017 silam.
Presiden Donald Trump menggunakan sesi pelantikannya sebagai panggung untuk
menyeru kepada dunia yang beradab agar bersatu melawan "terorisme Islam
radikal, yang akan kita hapus seluruhnya dari muka bumi." Seruan tersebut
mendapat respon yang penuh dengan antusiasme dari para peserta yang hadir di
National Mall.
Kita akan kembali menguatkan aliansi lama dan membentuk aliansi baru,
dan menyatukan dunia yang beradab melawan teroris Islam radikal, yang
akan kita tumpas sepenuhnya dari muka bumi. 24
Kata-kata tersebut mengingatkan kita kepada Presiden George W. Bush dan
pemerintahannya. Setelah serangan 11 September, Bush menyebut 'perang
24
melawan terorisme' sebagai 'perang salib.' Pemerintahan Bush mengartikan perang
melawan terorisme sebagai salah satu perang suci melawan Muslim.
Trump tidak menggunakan kata 'Perang Salib,' namun terdapat tema teokratis
kristen yang sangat nyata dalam deklarasinya untuk 'memperkuat persekutuan
lama dan membentuk persekutuan baru' dalam perang melawan terorisme radikal
Islam.
"Landasan politik kita adalah kesetiaan total terhadap Amerika Serikat. Dan
melalui loyalitas kita terhadap negara kita, kita akan menemukan kembali
loyalitas kita terhadap satu sama lain,"Kata Trump.
Segera setelah mengemukakan kembali komitmennya untuk melakukan perang, ia
menambahkan,
"Ketika kita membuka hati kita untuk patriotisme, tidak ada ruang bagi
prasangka. Injil mengatakan pada kita, 'Betapa bagus dan menyenangkannya
ketika manusia-manusia Tuhan hidup bersama dalam kesatuan.'"
"Kita harus membicarakan pikiran kita secara terbuka, memperdebatkan
ketidaketujuan kita dengan jujur, namun selalulah mengejar solidaritas.
Ketika Amerika bersatu, Amerika tidak dapat dihentikan. Tidak boleh ada
ketakutan kita telah dilindungi dan akan selalu dilindungi."
"Kita akan dilindungi oleh laki-laki dan wanita luar biasa dalam militer dan
aparat penegak hukum kita, dan yang terpenting, dilindungi oleh Tuhan."
Ini adalah seruan untuk perang suci, sebuah pengukuhan terhadap perang dan
pertumpahan darah, dengan menegaskan bahwa semua kekerasan yang dilakukan
oleh Amerika disetujui oleh Tuhan. Persis sebagaimana Urbanus memberikan
justifikasi bagi tindak kekerasan yang akan terjadi dalam pertempuran, dengan
Fase Baru Perang Melawan Terorisme
Saya pikir kita tidak bisa memenangkan perang ini... Saya tidak tahu... akhir dari
perang ini. 25(George W. Bush)
Perang melawan teror disebut sebagai perang terpanjang yang pernah dilakukan
oleh AS. Sejak serangan 11 September, berbagai strategi dan narasi sudah pernah
dikeluarkan. Pada awalnya, presiden George W. Bush memakai narasi perang
salib untuk menggelorakan will of fight Barat. Hasilnya, kongres AS memberikan
otorisasi kepada pemerintah AS untuk menggunakan kekuatan militer dalam
rangka memburu pelaku 911. Tak hanya itu, Bush juga mampu memobilisir 50
negara sekutu untuk turut berperan serta. Narasi perang salib sempat menjadi
banyak perdebatan karena sensitivitasnya. Masukan dari berbagai pihak membuat
Bush melakukan revisi. Hingga kalimat Perang Melawan Teror disepakati sebagai
pengganti.
Afghanistan dibombardir dengan serangan besar-besaran. Tawaran untuk
menyerahkan Usamah bin Ladin, sosok yang mereka tuduh sebagai otak di balik
serangan 11 September, ditolak oleh Taliban. Perlindungan kepada saudara Muslim
menjadi pertimbangan Mullah Umar, meski dengan risiko mempertaruhkan
kekuasaan.
Serangan dari darat, laut dan udara menghiasi bumi Afghanistan. Pada akhirnya,
Taliban akhirnya terguling dari kekuasaan, dan Al Qaidah pun sempat mengalami
fase kritis perjuangan. Keberhasilan awal di Afghanistan membuat AS merasa
percaya diri untuk membuka medan baru pertempuran. Tahun 2003, rezim Saddam
Hussein di Irak menjadi sasaran. Sekutu yang berhasil digalang di Afghanistan
kembali diminta untuk mengambil peran. Saddam Hussein berhasil ditangkap di
sebuah tempat persembunyian, yang menjadi simbol keruntuhan sebuah rezim
25http://www.today.com/news/bush-you-cannot-show-weakness-world-wbna5866571
19
Fase Baru Perang Melawan Terorismeyang sudah puluhan tahun memegang tampuk kekuasaan. Sontak, AS merasa
bahwa mereka sudah diambang kesuksesan. Bush pun mengeluarkan statement di
atas kapal US Marshall dengan background mission accomplished di belakang.
Misi sudah tertunaikan.
Namun demikian, perang tidak sependek yang mereka bayangkan. Perlawanan
terus berlangsung dari para militan. Taliban kembali bangkit melakukan
perlawanan. Pejuang Irak juga tidak ketinggalan. Al Qaidah yang terjepit di
Afghanistan mampu menyebar dan menginspirasi belahan dunia lain untuk
membuka front pertempuran.
Khawatir atas perkembangan perlawanan yang semakin meluas, pada tahun 2004
para pejabat di Eropa dan Barat pun mulai membuat narasi, bahwa akar utama dari
fenomena terorisme abad ke-21 adalah ideologi ekstrim. Pendapat tersebut terus
digaungkan. Media pun terdepan dalam mengabarkan, meski bukti akademis
belum juga mereka dapatkan. Akhirnya, program baru mulai dijalankan, dalam
rangka mengubah para militan dari pikiran radikal. Deradikalisasi dan
disengagement menjadi program andalan. Perang Melawan Teror saat itu pun
mulai memasuki fase baru.
Di Irak dan Afghanistan, Jenderal David Petraeus mulai mengampanyekan program
counterinsurgency. Istilah winning heart and mind pun digaungkan dalam rangka
mengatasi kekacauan. Di belahan dunia yang lain, deradikalisasi dan
disengagement mulai dijalankan, dengan melibatkan psikolog dan antropolog.
Iming-iming insentif ekonomi, pendekatan agama, serta beasiswa adalah salah satu
cara untuk melunturkan pikiran radikal para militan. Di sisi lain, dana besar pun
digelontorkan untuk para akedemisi melakukan penelitian dan membuktikan
bahwa akar terorisme adalah ideologi ekstrim. Namun sayang, hasilnya masih juga
belum mampu memberikan titik terang. Kenapa seseorang menjadi teroris masih
menjadi tanda tanya besar. Faktornya sangat kompleks, tidak hanya karena satu
penyebab.
Tahun 2011, Obama merilis strategi baru untuk menghadapi kelompok jihadis.
menghentikan perlawanan, mereka menyimpulkan bahwa pusat gravitasi kelompok
ini ada pada narasi. Kemampuan kelompok jihadis untuk menyampaikan tujuan
dan ideologi dipandang sebagai daya tarik utama yang membuat mereka terus
bisa menggelorakan semangat perlawanan. Program Countering Violent Extremism
(CVE) dipilih untuk menghadapinya, dan bahkan mengadakan pertemuan puncak
tentang masalah ini pada bulan Februari 2015 di Gedung Putih.
Usaha Amerika tidak berhenti di situ, mereka berusaha mengglobalkan program
tersebut agar serempak bisa dijalankan oleh negara lain di dunia. Pada akhirnya,
pada bulan Desember 2015 PBB mengadopsi program tersebut dengan nama
Preventing Violent Extremism(PVE).
Ada tiga hal yang membedakan CVE dengan kebijakan Bush sebelumnya.
Pertama, CVE menggeser fokus perhatian, dari teroris asing kepada ekstrimis di
dalam negeri, berfokus pada warga Muslim sebagai tersangka radikalisme.
Dua, CVE bergantung pada jaringan informan untuk memonitor komunitas umat
Islam, selain melakukan pengawasan secara elektronik yang sudah dibangun pada
masa Bush.
Dan ketiga, Obama secara strategis mengurangi tekanan yang ditimbulkan oleh
retorika benturan peradaban yang sebelumnya menjadi karakteristik pemerintahan
Bush. Ia menggantinya dengan bahasa toleransi dengan maksud untuk
menggalang Muslim sebagai informan.
Dengan CVE, Obama berusaha memenangkan hati dan pikiran Muslim,
menggalang mereka agar bersatu dalam barisan AS untuk memerangi kelompok
yang sebenarnya sama dengan yang diperangi oleh Bush maupun Trump saat ini,
yaitu Islam radikal. Obama lebih memilih kata violent extremism , bukan Islam
radikal, untuk meminimalisir kesan perang terhadap Islam.
Sekarang, telah tiba era Donald Trump, yang selama masa kampanye menjadikan
pilihan kata violent extremism sebagai salah satu titik serang kepada pemerintah
Obama. Bagi Trump dan orang-orang di sekelilingnya, CVE adalah sebuah
21
Fase Baru Perang Melawan Terorismebiaya perang sebanyak US $ 4.97 triliun, angka yang sangat fantastis untuk sebuah
perang yang sampai sekarang belum juga bisa mereka menangkan. Untuk itu,
Trump dan timnya berusaha melakukan perubahan strategi. Menurut mereka, jika
AS masih menggunakan strategi saat ini, maksimal lima tahun lagi mereka akan
kalah.
Jika pemerintah tidak pergi berperang dengan sekutu Muslim kita melawan
jihadis, kita akan mengalami kekalahan dalam perang ini. Baik dalam serangan
langsung, maupun serangan dari dalam melalui subversi. Lima tahun, maksimal, 26
tutur Sebastian Gorka, yang pernah menjadi konsultan Donald Trump selama masa
kampanye.27
Ia, dan timnya, menganggap bahwa kelemahan utama pemerintah Obama adalah
ketidaktegasan mereka dalam menyebut musuh. Kita harus mampu
mendiskreditkan doktrin Islam radikal, mendiskreditkan ideologi ini. Namun saat
ini [semasa pemerintahan Obama] kita tidak diperbolehkan, 28 terang Michael T.
Flynn, penasihat keamanan nasional Donald Trump.
Mereka menilai bahwa keengganan Obama untuk menyebut agama sebagai
motivasi di balik aksi para jihadis meski kenyaatannya CVE banyak diarahkan
terhadap komunitas Muslim membuat AS tidak efektif dalam menjalankan perang
melawan teror.
Kita tidak bisa mengalahkan musuh yang tidak bisa kita definisikan. Dan dengan
membuat Barat sulit bicara tentang Islam radikal, justru akan membuat kita sulit
untuk merancang strategi yang akan mengalahkan mereka, 29 terang Michael
Ledeen, co-authors dari bukuThe Field Of Fightbersama dengan Michael Flynn.
26
http://www.breitbart.com/radio/2016/04/11/dr-sebastian-gorka-dont-sense-victory-talk-enemy-lose-war-jihad/
27http://docquery.fec.gov/cgi-bin/fecimg/?201601319005280481
Karena itu, Trump dan orang-orang di sekitarnya menegaskan bahwa musuh
utama mereka adalah Islam radikal. Bahkan ia bersumpah untuk memerangi
mereka secara lebih terang-terangan.
Di Ohio, pada bulan Agustus 2016, Trump mendeklarasikan bahwa Kita akan
mengalahkan terorisme Islam radikal sebagaimana kita telah mengalahkan setiap
ancaman yang kita telah hadapi di setiap masa. Tapi kami tidak akan mengalahkan
mereka dengan mata tertutup atau suara yang terbungkam. 30
Di bawah kepemimpinan Donald Trump, perang melawan terorisme kini pun
memasuki fase baru.
Pada akhir Desember 2016, salah seorang lingkaran inti dalam pemerintahan
Trump mengatakan kepada pejabat Departmen Keamanan Nasional bahwa CVE
mungkin akan diubah namanya menjadi "Countering Islamic Extremism" atau
"Countering Radical Islamic Extremism". Program tersebut tidak lagi menargetkan
kelompok supremasi kulit putih, yang juga melakukan pengeboma dan
penembakan di Amerika Serikat, tapi secara eksklusif menargetkan Islam dan
Muslim.31
Dengan demikian, kita keluar dari era Obama dan CVE-nya, masuk ke era Trump
dan perang sucinya.
30
http://thehill.com/blogs/pundits-blog/presidential-campaign/291498-full-transcript-donald-trump-addresses-radical
23
Violent Extremism vs Islam RadikalViolent Extremism
vs Islam Radikal
Saya pikir Islam membenci kita. Ada kebencian yang sangat besar di sana. Ada
kebencian yang luar biasa terhadap kita, kata Trump dalam sebuah interview
dengan CNN Maret 2016 silam. Saat ditanya apakah yang ia maksud Islam itu
sendiri ataukah Islam radikal ,Trump menjawab, Radikal, tapi sangat sulit untuk
mendefinisikan. Sangat sulit untuk memisahkan. 32
Omar Mateen adalah Muslim Amerika generasi kedua. Laki-laki berusia 29 tahun
tersebut lahir di New York dari seorang ayah Afghanistan yang melakukan migrasi
ke AS. Ia tidak punya catatan kriminal sebelumnya, meski FBI pernah dua kali
melakukan invetigasi terkait kemungkinan hubungannya dengan teroris.
Hari itu, 12 Juni 2016, Omar Mateen melakukan serangan ke sebuah kelab malam
di Orlando. Empat puluh sembilan orang tewas dan 53 lainnya terluka dalam
serangan tersebut. Obama menyebut serangan tersebut sebagai aksi teror dan
aksi kebencian .33 Ia berusaha diplomatis saat menyatakan bahwa, sejauh ini,
satu-satunya hal yang pasti adalah bahwa Mateen dipenuhi kebencian. Kita tidak
mendengar Obama menyebut Islam radikal atau teroris Islam radikal . Ia tidak
pernah mengucapkannya.
Terkait ISIS, Obama mengatakan bahwa Mereka bukanlah pemimpin agama,
mereka adalah teroris Kita tidak sedang berperang melawan Islam. Kita
berperang melawan orang-orang yang menodai Islam. 34 Obama juga menyatakan
bahwa ISIS sangat ingin menggambarkan diri sebagai pembela Islam. Dan
Obama ingin agar publik Amerika menolak fantasi ini. Karenanya, ia lebih memilih
32
http://edition.cnn.com/2016/03/09/politics/donald-trump-anderson-cooper-primary-florida-ohio/index.html
33http://gokicker.com/2016/06/12/heres-obama-said-orlando-shooting/
34http://www.huffingtonpost.com/2015/02/18/obama-islamic-state-terrorists_n_6708610.html
“Saya pikir Islam
istilah ektremisme kekerasan saat berbicara tentang teroris.35 Tidak ada magic
dalam frase Islam radikal . Ini adalah pembicaraan politis, bukan sebuah
strategi, 36tulis Obama dalam akun twitter resmi presiden AS.
Dalam pandangan Obama, membangkitkan Islam atas nama terorisme dan
melegitimasi apa yang dilakukan kelompok radikal atas nama Islam akan
menyebabkan kerugian besar pada lebih dari 1 milyar Muslim di dunia yang
menolak kekerasan.37 Obama juga bersikukuh dengan pandangan bahwa
menggeneralisasi Muslim akan membuat sikap tersebut masuk dalam perangkap
propaganda ISIS dan mengalienasi sekutu mereka di dunia Muslim.
Terkait penggunaan istilah Islam radikal , banyak kritik yang diarahkan kepada
Obama. Banyak yang meyakini bahwa Obama menolak hubungan yang sangat
jelas antara Islam dan terorisme ekstremis. Dan hal itu, menurut mereka, sangat
berbahaya. Mereka menganggap bahwa sikap Obama untuk menghindari istilah
tersebut merefleksikan kegagalan yang lebih besar untuk mengalahkan musuh dan
membuat AS tetap aman.38 Obama dinilai tidak mampu memenuhi peran
seseorang yang seharusnya merefleksikan kemarahan dan kegelisahan bangsa
terhadap Islam radikal.39
Peran itulah yang coba diambil oleh Donald Trump dan Partai Republik dalam
kampanyenya.
Senator Tom Cotton dari Arkansas mengatakan bahwa Amerika membutuhkan
pemimpin yang menyebut musuh sesuai dengan namanya. 40 Sedangkan tokoh
Partai Republik lainnya, Sean Duffy, mengatakan bahwa saat jihadis radikal
35
http://www.theatlantic.com/international/archive/2015/02/obama-violent-extremism-radical-islam/385700/
36https://amp.twimg.com/v/3ebc55a0-4a43-4558-bac3-c35a608bef83
37
http://gokicker.com/2015/11/19/does-islam-promote-violence-should-america-fear-Muslims-lets-break-it-down/
38FOX & Friends (@foxandfriends) 15 Juni 2016,
https://amp.twimg.com/v/80c0623d-6b0c-4685-8f57-ac6e44614a62
]39Megyn Kelly (@megynkelly) 15 Juni 2016,
https://twitter.com/megynkelly/status/742897314981810176
25
Violent Extremism vs Islam Radikalmembunuh orang Amerika, Obama justru ribut untuk menentukan apakah
menyebutnya dengan kekerasan atau kejahatan dengan kebencian. 41
Islam radikal adalah tema yang sudah lama diusung oleh Donald Trump. Dalam
sebuah pernyataannya setelah serangan di Orlando, Trump mengkritik Obama
yang menolak dengan penuh rasa malu untuk sekadar mengatakan kata Islam
radikal . Dan untuk alasan itu, Trump meminta agar Obama mengundurkan diri dari
jabatan presiden AS. Tak hanya itu, Trump juga menambahkan bahwa jika Hillary
Clinton tidak mau menggunakan kata Islam radikal , maka sebaiknya ia keluar dari
persaingan calon presiden.42
Sindiran tersebut tidak membuat Obama bergeming, ia tetap bersikukuh tidak
menggunakan dua kata tersebut agar tetap mendapatkan dukungan dari sekutu
Muslimnya. Namun, sikap yang sama ternyata tidak diambil oleh Clinton. Dalam
sebuah wawancara dengan NBC pada bulan Juni 2016, Clinton mengatakan bahwa
ia cukup senang untuk mengatakan jihadisme radikal atau Islamisme radikal ,
karena keduanya bermakna sama.43
Perdebatan soal ini memang sudah berlangsung cukup lama. Pada musim gugur
tahun 1990 saat pasukan AS tiba di Arab Saudi, yang membuat marah Usamah
bin Ladin sejarawan Bernard Lewis memperingatkan tentang meningkatnya sikap
anti Amerika di dunia Islam.
Kita menghadapi sebuah suasana dan sebuah gerakan yang jauh melebihi
isu, kebijakan, dan pemerintah yang berusaha mengejarnya. Ini adalah
semacam benturan peradaban reaksi yang mungkin irasional dan
bersejarah dari rival kuno yang melawan warisan Yahudi-Kristen kita,
sekulerisme kita, dan ekspansi keduanya di dunia ini. Penting bagi kita untuk
tidak terprovokasi secara historis dan irasional saat melawan rival semacam
itu. 44
Presiden AS pasca serangan 11 September, George W. Bush dan Barack Obama,
berusaha untuk melakukan tindakan secara seimbang: memerangi jihadis namun
menghindari kesan bahwa Barat dan dunia Islam sedang dalam sebuah
peperangan sebagaimana yang dijelaskan oleh Lewis di atas.
Bush memang mendefinisikan Perang Global Melawan Terornya dalam cara yang
bisa membangkitkan sebuah benturan peradaban, dengan menempatkan
seolah-olah para pecinta kebebasan melawan penerus totaliter Nazi dan Komunis.
Namun, ia mencoba menutupinya dengan menegaskan bahwa Islam bukanlah
pihak yang terlibat dalam konflik tersebut, dengan menyebut bahwa teroris telah
menyesatkan ajaran Islam yang damai. Di sepanjang pemerintahannya, George
W. Bush enggan untuk mendefinisikan konflik ini dengan istilah-istilah agama.
Beberapa orang menyebutnya radikalisme Islam yang jahat, kata Bush pada
tahun 2005. Sedangkan yang lain menyebutnya jihadisme militan. Dan ada juga
yang menyebut dengan Islamo-fascisme. Apapun sebutannya, ideologi ini sangat
berbeda dengan agama Islam. 45
Obama menurunkan istilah war yang dibawa Bush dengan istilah fight , dan
menyebut musuh dari istilah teror secara umum menjadi nama kelompok secara
spesifik. Ia juga menolak gagasan mengenai benturan peradaban (clash of
civilizations). Alasannya ada tiga: pertama, gagasan tersebut menurutnya terlalu
melebih-lebihkan ancaman terorisme kepada Amerika Serikat. Kedua, ia tidak ingin
menguatkan narasi para jihadis tentang perang antara Islam dan Barat. Ketiga,
narasi benturan peradaban juga akan mengurangi daya tarik program tersebut
untuk menggalang umat Islam sebagai informan. Saat presiden AS menggunakan
bahasa yang longgar yang nampak menonjolkan sebuah konflik peradaban antara
27
Violent Extremism vs Islam RadikalBarat dan Islam, atau antara dunia modern dan Islam, maka kita akan membuatnya
lebih sulit, tidak lebih mudah, bagi teman, sekutu, dan orang-orang biasa untuk
menahan dan melawan dorongan terburuk di dunia Islam, 46kata Obama.
Pendekatan ala Obama tersebut pada akhirnya menghasilkan reaksi balik yang
mungkin nantinya akan menentukan arah kebijakan pemerintah Trump. Sudah
bertahun-tahun kaum Republik mencela keengganan Obama untuk menggunakan
istilah Islam radikal . Mereka berargumen bahwa sikap tersebut
merepresentasikan kegagalan Obama untuk menilai ancaman dengan tepat.
Menurut para kritikus tersebut, Islam radikal adalah radikalisme yang berakar dari
agama Islam.
Saat Obama melihat ekstremisme kekerasan , para kritikus melihat militansi agama.
Saat Obama melihat benturan di dalam peradaban Islam antara sekelompok kecil
fanatik dengan mayoritas umat Islam para kritikus melihat benturan antara
peradaban Barat dan sekelompok kecil tapi signifikan di dunia Islam. Saat Obama
melihat musuh lemah yang semakin melemah, para kritikus melihat musuh yang
kuat yang semakin kuat. Saat Obama melihat keterbatasan AS untuk memberangus
interpretasi Islam yang radikal, para kritikus melihat lemahnya usaha yang
dilakukan oleh pemerintah AS. Saat Obama melihat adanya ancaman yang serius
tapi masih bisa dimanaje terhadap keamanan nasional AS, para kritikus melihat
adanya tantangan ideologis terhadap dunia yang bebas.
Dalam hal ini, Trump terlihat paling kuat dalam melakukan kontra argumen
terhadap Obama. Tidak hanya dari kebijakan yang diusulkannya, seperti melarang
atau sangat membatasi imigran Muslim di AS, tapi juga dari retorikanya: Saya kira
Islam membenci kita, kata Trump awal tahun 2016 silam. Saat ditanya apakah yang
46
ia maksud Islam radikal ataukah Islam secara umum, Trump menjawab, Radikal,
tapi sangat sulit untuk mendefinisikan. Sangat sulit untuk memisahkan. 47
Kontroversi mengenai penolakan Obama untuk menggunakan istilah Islam
Radikal bermula pada bulan Januari 2015 setelah serangan terhadap majalah satir,
Charlie Hebdo. Pasca serangan tersebut, Perdana Menteri Prancis, Manuel Valls,
mengatakan bahwa negaranya sedang berperang melawan Islam Radikal. Beberapa
hari berikutnya, Mara Liasson dari NPR bertanya mengapa Presiden Obama
cenderung menghindari penggunaan kata tersebut. Pertanyaan tersebut dijawab
oleh John Earnest, Sekretaris Gedung Putih. Ia menyatakan bahwa pemerintahan
Obama sengaja tidak menggunakan kata tersebut. Ada dua alasan yang ia
utarakan. Pertama, ia memandang bahwa pandangan keislaman pelaku
menyimpang dari Islam. Kedua, sebagian besar Muslim di dunia mengecam
serangan tersebut. Karenanya, pemerintah Obama menghindari penggunaan istilah
tersebut karena [istilah tersebut] tidak menjelaskan secara akurat tentang apa
yang telah terjadi. 48
Sejak itu, perdebatan sengit mengenai istilah tersebut mengemuka. Sikap Obama
membuat geram sebagian pihak di AS. Beberapa pihak menganggap bahwa
penghapusan elemen agama sebagai motivasi pelaku menunjukkan kurangnya
pemahaman mengapa mereka begitu berbahaya. Sebagian yang lain menganggap
sikap tersebut tidak layak diambil oleh seorang pemimpin AS.
Bagi Partai Republik, penolakan Obama untuk menyebut Islam Radikal menjadi
tema utama para kandidat presidennya.49 Ted Cruz adalah salah satunya. Baginya,
Selama kita memiliki pemimpin yang tidak mau mengucapkan kata terorisme
Islam radikal , kita tidak akan memiliki usaha bersama untuk mengalahkan kaum
47http://edition.cnn.com/2016/03/09/politics/donald-trump-islam-hates-us/
48
http://www.mediaite.com/online/josh-earnest-wouldnt-be-accurate-to-call-paris-attackers-radical-islamists/
29
Violent Extremism vs Islam Radikalradikal tersebut. 50 Begitu juga Jeb Bush, putra dari George W. Bush, yang
mengatakan, Sepanjang saya hidup, saya masih susah memahami mengapa
orang-orang masih terbelit dalam keraguan untuk mengatakan bahwa ini adalah
terorisme Islam radikal. 51
Namun, sikap tersebut ternyata bukan hanya monopoli Republik. Pendeta Tulsi
Gabbard dari Hawai mengkritik Obama atas tarian retorikanya. Ia merasa sangat
terganggu saat Obama tidak mau mengidetifikasi Islam radikal sebagai ancaman.52
Max Fisher, dari Vox, mengkritik Obama yang sepertinya meremehkan atau bahkan
mengabaikan sama sekali sebuah fakta yang aneh tapi penting, yaitu bahwa agama
juga memainkan peranan penting sebagai penyebab munculnya ekstremisme.53
Sikap tersebut diambil Obama lebih karena alasan strategis dan perang ide. Untuk
memerangi terorisme secara efektif, bagi Obama, adalah dengan memenangkan
hati dan pikiran umat Islam. Usaha ini tidak akan tercapai jika AS membingkai
konflik ini dalam istilah agama. Keyakinan serupa juga dimiliki oleh Bush. Obama
menilai kelompok ekstrim telah menodai agama Islam. Bahkan, klaimnya, mayoritas
Muslim di dunia tidak mengakui pandangan para ekstrimis tersebut sebagai orang
Islam .54
Di sini, Obama, seorang Kristen Amerika, memposisikan diri sebagai penentu
kebenaran keislaman seseorang. Entah apa standar kebenaran keislaman yang ia
jadikan sebagai patokan. Para pejabat Barat kini terjebak dalam kancah perdebatan
teologis. Bahkan, Barack Obama sendiri terapung dalam kubangan takfiri saat dia
mengklaim bahwa Islamic State tidaklah Islami . Ironis memang, karena dia adalah
seorang non-Muslim anak dari seorang Muslim, yang bisa diklasifikasikan sebagai
seorang murtad, dan kini justru melakukan praktik takfir atas Muslim. Hal ini tentu
50
http://insider.foxnews.com/2015/11/14/senator-ted-cruz-says-we-need-commander-chief-who-will-vow-defeat-radical-islamic
51http://www.huffingtonpost.com/entry/jeb-bush-radical-islam_us_5649eb1fe4b045bf3defda73 52http://www.mediaite.com/tv/dem-rep-frustrating-wh-refuses-to-recognize-radical-islam-as-threat/ 53http://www.vox.com/2015/2/19/8065143/obama-isis-islam
saja menjadi bahan tertawaan bagi para jihadis. Seperti babi yang berlumur
kotoran memberi nasihat soal higienitas, 55 kata Graeme Wood, dari Yale
University.
Obama merasa deklarasi perang melawan Islam radikal akan membuat AS
memiliki lebih banyak musuh. Usaha mereka untuk mendiskeditkan ideologi
kelompok jihadis pun dirasa akan terganggu.
Kekhawatiran tersebut wajar, karena jika ditimbang, ada begitu banyak Muslim
yang bisa dimasukkan dalam kategori radikal jika istilah tersebut dipakai. Bahkan,
sebagaimana yang dikatakan salah seorang tokoh sayap kanan, Eli Lake, banyak
aliansi AS dalam perang melawan teror yang tidak sepakat dengan taktik terorisme
namun memiliki tujuan yang sama dengan Islam radikal, tegaknya hukum Islam di
muka bumi.56 Artinya, deklarasi perang melawan Islam radikal akan membuat AS
harus mengakhiri Perang Global Melawan Teror karena berhentinya dukungan dari
sekutu Muslimnya.
Akar dari kontroversi ini sudah berlangsung pasca serangan 11 September saat
George W. Bush mendeklarasikan perang global melawan teror , bukan perang
melawan ekstremisme atau radikalisme Islam. Pemerintahan Bush kemudian
melakukan rebranding. Menggantinya dengan Global Struggle Against Violent
Extremism. 57 Ia menghindarkan diri dari menggunakan kata yang berhubungan
dengan Islam.
Bush berusaha keras untuk menghindari framing agama dalam konflik ini. Ia
berargumen bahwa para pelaku 911 bukanlah Muslim sejati. wajah teror bukanlah
keyakinan sejati Islam. Itu semua bukanlah Islam yang sebenarnya. Islam adalah
agama damai, kata Bush sesaat setelah serangan 11 September.58
55http://www.theatlantic.com/magazine/archive/2015/03/what-isis
56
http://www.bloombergview.com/articles/2015-01-19/why-obama-can-t-call-charlie-hebdo-terrorists-
31
Violent Extremism vs Islam RadikalNamun, kaum konservatif merasa bahwa terminologi perang melawan teror
meninggalkan satu elemen kunci. Mereka memadang bahwa konflik tersebut
seharusnya dibingkai dalam terminologi yang lebih ideologis. Dan beberapa
anggota pemerintahan Bush setuju dengan kritikan tersebut. Istilah Islamofascism
pun mulai dipopulerkan. Berawal dari tulisan seorang blogger, Stephen Schwartz,
istilah tersebut mulai menyebar di kalangan sayap kanan.59
Mengatakan bahwa kita sedang berperang melawan terorisme itu seperti
mengatakan bahwa kita sedang berperang melawan pengebom atau kita
berperang melawan tank, kata Donald Rumsfeld, menteri pertahanan di era Bush.
Sejak awal, anggota pemerintahan sangat hati-hati terhadap sebuah kebenaran
yang sangat jelas, yaitu bahwa musuh utama kita adalah ekstremis Islam. 60
Setelah lima tahun menjalankan Perang Melawan Teror, pada tahun 2006, Bush
mungkin untuk menanggapi kritikan dari kalangan konservatif mulai menyebut
bahwa AS sedang berperang melawan Islamic fascist.61 Responnya tidak
mengejutkan: banyak kalangan yang protes. Istilah tersebut dianggap menyerang
mayoritas Muslim yang moderat dan menguatkan argumen bahwa terjadi benturan
peradaban antara Islam melawan Barat.62
Kritikan tidak hanya datang dari kalangan umat Islam, namun juga dari internal
pemerintah Bush sendiri yang memilih untuk tidak menggunakan istilah agama
agar tidak diinterpretasikan terlalu luas.63
Lalu, apa yang membuat Trump dan timnya begitu keras meneriakkan bahwa
Amerika Serikat sedang berperang melawan Islam radikal ? Tidak sebagaimana
Obama, mereka tidak takut untuk mengatakannya. Mereka lebih peduli dengan
citra mereka di hadapan basis pendukungnya termasuk komunitas yang curiga
59http://www.weeklystandard.com/article/13723
60http://www.amazon.com/Known-Unknown-Memoir-Donald-Rumsfeld/dp/159523084X 61http://www.cnn.com/2006/POLITICS/08/10/washington.terror.plot/
62http://news.bbc.co.uk/2/hi/4785065.stm
dan takut terhadap Islam dibanding memenangkan hati dan pikiran umat Islam di
luar negeri.64
Banyak kalangan konservatif yang memandang konflik ini dari kacamata ideologis
atau bahkan wahyu. Senator Lindsey Graham, misalnya, berpendapat bahwa Islam
radikal dimotivasi oleh doktrin agama yang meminta mereka untuk memurnikan
agamanya. Mereka tidak bisa diakomodasi atau ditenangkan. 65
Bush, Cruz, dan Trump tidak ragu untuk menyebut istilah Islam radikal karena
menurut mereka, sikap tersebut memberikan kejelasan moral bagi Amerika dalam
perang melawan teror.66 Namun, sebuah istilah tidak akan mampu memberikan
kejelasan moral jika kita sendiri tidak memahami apa maksudnya.
Perdebatan mengenai istilah ini pernah dibahas oleh Peter Beinart dalam sebuah
tulisannya di Haaretz.67 Menurutnya, radikal mempunyai dua makna. Pertama,
artinya adalah fundamental. Radikal berasal dari bahasa latin radix yang
artinya akar .
Saat radikal bermakna fundamental atau esensial , maka menggunakan frase
Islam radikal menjadi tidak penting lagi. Karena dengan mengatakan bahwa
Amerika berperang melawan Islam radikal sama dengan mengatakan bahwa
Amerika berperang melawan Islam. Inilah yang diyakini oleh kelompok semacam
Islamic State, dan juga tidak jauh dengan keyakinan Donald Trump. Hal ini
dibuktikan saat Trump merespon penembakan di San Bernardino. Saat itu, ia
meminta Amerika untuk melarang umat Islam secara umum masuk ke Amerika
Serikat. Jika ia hanya spesifik melawan Islam radikal, tentu yang ia larang untuk
masuk adalah hanyalah Islam radikal , bukan Muslim secara umum. Di awal
pemerintahannya, Trump juga melarang masuknya pengungsi dari negara tujuh
64http://www.vox.com/2015/11/16/9745334/obama-radical-islam-isis
65
http://www.breitbart.com/video/2015/02/02/graham-obama-misunderstanding-of-radical-islam-like-pre-wwii-europe/
66
http://www.breitbart.com/national-security/2013/05/27/the-lack-of-moral-clarity-in-the-war-with-radical-islam/
33
Violent Extremism vs Islam Radikalnegara mayoritas Muslim. Larangan tersebut hanya berlaku untuk pengungsi
Muslim, tidak bagi pengungsi Kristen. Implikasinya, Trump memandang bahwa
semua Muslim adalah radikal, kecuali terbukti sebaliknya.
Arti kedua dari radikal adalah ekstrem. Inilah hal yang menurut Beinart, menjadi
alasan mengapa kata ini begitu penting bagi kalangan konservatif Amerika. Bagi
mereka, kata tersebut sangat menarik bagi para pemilih mereka yang meyakini
bahwa ISIS adalah representasi Islam yang otentik dan bagi mereka yang meyakini
bahwa ISIS merepresentasikan bentuk Islam yang ekstrim.
Secara konsep, istilah tersebut sebenarnya tidak banyak memberikan kejelasan.
Kata ekstrem tidak memiliki muatan moral atau ideologi. Ekstrem hanya berarti
tidak biasa, menurut Beinart. Jika mau dibandingkan, kesetiaan Mother Teressa
terhadap warga miskin Calcutta membuatnya menjadi seorang Kristen ekstrim.
Ketaatan yang luar biasa dari Yahudi ultra ortodoks terhadap mitzvot (perintah
Tuhan) membuat mereka disebut Yahudi ekstrem . Mengatakan Islam versi ISIS
ekstrim tidak mampu memberikan penjelasan mengapa AS harus melawan atau
bahkan memeranginya.
Islam radikal tidak bisa didefinisikan dengan jelas. Ia bisa berarti bahwa Islam itu
sendiri adalah masalahnya atau bisa juga diartikan bahwa versi Islam yang tidak
biasa tersebut adalah masalahnya. Namun, apa yang membuat Islam versi tersebut
bermasalah? Tidak ada penjelasan.
Pertanyaannya sekarang, apa yang mereka maksud dengan Islam radikal menurut
Trump dan orang-orang di sekelilingnya? Secara eksplisit, mereka tidak pernah
mendefinisikannya. Namun, coba kita lihat dari rangkaian puzzle narasi yang
mereka bangun.
FoxNews, salah satu media yang sangat mendukung Donald Trump dan banyak
memberi panggung bagi tim Trump untuk menyampaikan narasinya, pernah
sebagai Muslim yang secara pribadi mendeklarasikan diri sanggup untuk
bergabung bersama Trump untuk memerangi Islam radikal.68 Dalam artikel
tersebut, ia menjelaskan apa yang dimaksud dengan Islam radikal. Menurutnya,
Islam radikal adalah komponen pro kekerasan dari Islamisme. Mengutip, ilmuwan
politik, Bassam Tibi, ia menjelaskan enam pondasi dasar ajaran kelompok Islamis.69
Pertama, kelompok Islamis memahami bahwa Islam adalah agama dan negara. Tibi
mengklaim bahwa Islam sebagai sebuah negara tidak ditemukan satu pun di dalam
Al-Quran. Menurutnya, konsep tersebut baru dimunculkan oleh pendiri Islamisme
pada abad kedua puluh.
Kedua, ia menuduh bahwa Islamisme adalah paham totaliter. Dan paham totaliter,
menurutnya, butuh musuh eksternal. Dalam hal ini, Yahudi adalah musuh utama
Islamisme.
Ketiga, Islamisme tidakcompatibledengan demokrasi.
Keempat, kelompok Islamis mendefinisikan jihad dalam arti kekerasan.
Kelima, syariat Islam. Kelompok Islamis ingin menegakkan hukum Islam, yang
menurutnya totaliter.
Keenam, kelompok Islamis sering menyerukan kembali ke kemurnian agama
sebagai perlawanan terhadap sekulerisasi yang dilakukan oleh Barat.
Dalam bukunya, Michael Flynn, mengutip pernyataan Andy McCarthy, memberikan
keterangan tambahan mengenai siapa kelompok yang mereka jadikan musuh,
bukan sekadar para ekstremis pro kekerasan, tapi siapapun dari kalangan umat
Islam yang meyakini supremasi hukum Islam.
68
http://www.foxnews.com/opinion/2016/12/05/mr-trump-have-unique-opportunity-to-defeat-islamism-as-Muslim-im-ready-to-collaborate.html
35
Violent Extremism vs Islam RadikalSupremasisme Islam bukan hanya keyakinan kelompok pinggiran seperti
Violent Extremist, tapi juga ratusan juta Muslim, [mereka adalah] lautan
yang para jihadis nyaman berenang di dalamnya, 70tulisnya.
Artinya, sasaran utama pemerintahan Trump adalah siapapun Muslim yang
meyakini supremasi hukum Islam di atas konstitusi yang lain, sebagaimana
statement yang pernah ia ungkapkan selama masa kampanye. Ia ingin melakukan
tes ideologi terhadap Muslim yang ingin masuk ke Amerika. Muslim yang meyakini
bahwa Syariat Islam berada di atas konstitusi Amerika Serikat tidak boleh masuk
ke Amerika.71
70Field of Fight, 131
71
Clash of Civilizations
Jika saya menjadi presiden, era nation building (pembangunan negara) akan
berakhir. Pendekatan baru kami yang juga harus dibagi dengan pihak-pihak di
dalam negeri AS, sekutu kita di luar negeri, dan juga teman-teman kita di Timur
Tengah harus ditujukan untuk menghentikan penyebaran Islam radikal. Semua
tindakan kita harus diorientasikan di sekitar tujuan ini, dan negara manapun yang
memiliki tujuan yang sama akan menjadi sekutu kita. Beberapa negara tidak
memiliki tujuan yang sama dengan kita. Kita tidak bisa selalu memilih teman kita,
tapi kita tidak pernah gagal mengenali musuh kita.
Kita akan kembali menguatkan aliansi lama dan membentuk aliansi baru, dan
menyatukan dunia yang beradab melawan teroris Islam radikal, yang akan kita
tumpas sepenuhnya dari muka bumi. 72
Ada tiga poin yang patut dipertimbangkan untuk memahami pidato Trump
tentang terorisme Islam radikal. Setiap poin berakar pada sejarah dan literatur
akademis, dan setiap titik membawa implikasi serius terhadap perdamaian dan
keamanan Amerika Serikat dan dunia.
Pertama, terorisme Islam radikal disajikan sebagai ancaman bagi "dunia yang
beradab." Secara historis, frase "dunia beradab" diciptakan di era kolonialisme
untuk merujuk kepada negara-negara Eropa. Implikasinya, "dunia tidak beradab"
ditujukan kepada penduduk asli Amerika di Amerika, budak dari Afrika, dan
negara-negara terjajah di Asia. Di dunia kontemporer hari ini, frase "dunia
beradab" jarang digunakan oleh diplomat, kepala negara, atau kalangan akademisi.
Kedua, frase "terorisme Islam radikal" menimbulkan kesan bahwa kekerasan berasal
dari agama Islam itu sendiri, bukan dari keluhan geopolitik yang diperjuangkan
72
https://www.washingtonpost.com/news/the-fix/wp/2017/01/20/donald-trumps-full-inauguration-speech-transcript-annotated/?utm_term=.a25fe42cf201
37
Clash of Civilizationsmilitan Muslim di berbagai belahan dunia. Ungkapan "terorisme Islam radikal"
cukup populer di kalangan neokonservatif populer yang ingin mengalihkan fokus
dari kezaliman yang selama ini dihadapi umat Islam ke Islam itu sendiri. Kalimat
tersebut mengesankan bahwa kekerasan yang dilakukan warga Muslim Palestina
tidak ada hubungannya dengan penjajahan dan kezaliman yang mereka hadapi
sebagai manusia. Demikian juga, frase tersebut juga menekankan bahwa Taliban
sebagai seorang Muslim melakukan kekerasan karena agamanya, bukan karena
invasi yang dilakukan oleh AS ke Afghanistan. Dengan mengadopsi frase tersebut
selama masa kampanye dan juga dalam pidato pelantikannya, Donald Trump
sepakat dengan gagasan bahwa versi radikal dari Islam itu brutal secara inheren,
dan karenanya akan menjadi justifikasi atas dilakukannya kekerasan di seluruh
dunia, bahkan setelah semua masalah telah diselesaikan.
Ketiga, Trump telah menambahkan komponen untuk perang suci dalam
pemberantasan terorisme Islam radikal dari muka bumi. Trump