• Tidak ada hasil yang ditemukan

jurnal No23 Thn13 Des2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "jurnal No23 Thn13 Des2014"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Diterbitkan oleh:

BADAN PENDIDIKAN KRISTEN PENABUR (BPK PENABUR)

I S S N : 1412-2588

Jurnal Pendidikan Penabur (JPP) dapat dipakai sebagai medium tukar pikiran, informasi, dan penelitian ilmiah para pemerhati masalah pendidikan.

Penanggung Jawab Ir. Suwandi Sapatra, MT.

Pemimpin Redaksi Prof. Dr. BP. Sitepu, M.A.

Sekretaris Redaksi Rosmawati Situmorang

Dewan Editor Prof. Dr. BP. Sitepu, M.A. Prof. Dr. Theresia K. Brahim Dr. Ir. Hadiyanto Budisetio, M.M.

Dr. Elika Dwi Murwani, M.M. Etiwati, S.Pd., M.M. Ir. Budyanto Lestyana, M.Si.

Alamat Redaksi :

Jln. Tanjung Duren Raya No. 4 Blok E Lt. 5, Jakarta Barat 11470 Telepon (021) 5606773-76, Faks. (021) 5666968

(3)

Jurnal Pendidikan Penabur

Nomor 23/Tahun ke-13/Desember 2014

ISSN: 1412-2588

Daftar Isi, i

Pengantar Redaksi, ii - v

Hubungan Penguasaan Konsep Fisika dan Kimia Dengan Hasil Belajar Materi ZPT Ethylene Pada

Pembelajaran Blended dan Non-blended, Didip, 1-12

Evaluasi Program Kelas Akselerasi, Marni Serepinah, 13-26

Penggunaan Fasilitas Blackberry Messengger Dalam Mempersiapkan Pelajaran oleh Siswa Untuk

Meningkatkan Hasil Belajar, Winny Oktorine, 27-32

Pentingnya Kelekatan Anak dan Orang Tua Ketika Menghadapi Separation Anxiety Pada Anak 2,5

Tahun di Kelompok Bermain, Fransiska, 33-42

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi Untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis

Naskah Buku, B.P. Sitepu, 43-54

Permasalahan Penerapan Pembelajaran Tematik di SD Versi Kurikulum 2013, Hilda Karli,

55-69

Pembelajaran Dengan Kelas Maya Untuk Meningkatkan Mutu dan Efisiensi Pendidikan,

Desmon Simanjuntak, 70-77

Kurikulum 2013 Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan, Yuli Kwartolo, 78-88

Relasi Dialogal Antara Nilai Kepemimpinan Dengan Nilai Pendidikan Dalam Konteks

Kemasyarakatan: Sebuah Refleksi Filosofis, Ignatius Eko Hadi Purnomo, 89-97

Sekolah Dambaan Masyarakat, Mudarwan, 98-106

Isu Mutakhir: Implementasi Kurikulum Nasional 2013 dan ASEAN Community,

Budyanto Lestyana, 107-110

Resensi buku:Guruku Matahariku, Hendy Wasmita, 111-115

(4)

Pengantar Redaksi

etiap kali terjadi perubahan kurikulum pendidikan atau dengan istilah penyempurnaan, pergantian, atau penyesuaian, memunculkan pertanyaan alasannya. Apa-kah kurikulum yang selama ini dipakai sudah ketinggalan dan tidak sesuai lagi dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi? Apakah kurikulum menghasilkan tenaga kerja dengan kemampuan yang tidak terkait atau tidak sesuai dengan perkembang-an kebutuhperkembang-an lapperkembang-angperkembang-an kerja? Apakah secara nasional sekolah mengalami kesulitan melaksanakan kurikulum? Apabila pemerintah tidak dapat memberikan alasan yang dapat diterima oleh masyarakat, muncul dugaan pergantian kurikulum berkaitan dengan pergantian Menteri Pendidikan. Pergantian Kurikulum 2006 dengan Kurikulum 2013 (K 13) juga tidak luput dari berbagai pertanyaan dan kecurigaan. Sungguhpun Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta jajaran yang terkait telah memberikan penjelasan melalui berbagai media, pergan-tian kurikulum tetap mengundang pertanyaan serta polemik yang berkepanjangan. Apalagi setelah pergantian kabinet Oktober 2014 dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri baru membuat kebijakan baru tentang pemberlakuan kurikulum pendidikan dasar dan menengah secara nasional. Kesan ganti Menteri, ganti kurikulum menguat lagi. Sejak Indonesia merdeka, kurikulum pendidikan nasional telah berubah sebanyak 11 kali, mulai dari Kurikulum 1947, 1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 1999, 2004, 2006, dan terakhir 2013. Dalam dunia pendidikan perubahan atau pergantian kurikulum adalah wajar dan perlu dilakukan pada waktu tertentu setelah melalui penelitian/ evaluasi yang di dalamnya termasuk analisis kebutuhan peserta didik, masyarakat, dan pemerintah. Terlebih-lebih kalau terjadi perubahan yang mendasar pada landasan filosofis, sosiologis, pedagogis, ilmu pengetahuan dan teknologi, atau agama, maka perubahan kurikulum merupakan keharusan. Di samping itu, ketentuan pemerintah tentang standar nasional pendidikan : standar isi, standar proses, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar kompetensi lulusan, stan-dar pengelolaan, stanstan-dar sarana dan prasaran stanstan-dar pembiayaan, dan standar penilaian sangat berkaitan dengan kurikulum. Perubahan standar nasional pendidikan menuntut penyesuaian kurikulum. Kurikulum pendidikan memang harus bersifat dinamis tetapi tidak asal berubah tetapi didasarkan pada hasil kajian objektif, sistematis dan sistemik. Hasil kajian itu menentukan sejauh mana perubahan itu diperlukan, apakah dimodifikasi, disempurnakan, atau diganti samasekali dengan yang baru.

Perubahan kurikulum menimbulkan berbagai konsekwensi terhadap siswa, jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pembelajaran, dana, serta alokasi waktu pembelajaran. Tuntutan pendekatan, strategi, dan metode pembelajaran dalam kurikulum baru mengakibatkan proses pembelajaran perlu penyesuaian. Oleh karena itu, dalam penerapan

(5)

K 13 dihadapi berbagai masalah seperti masih banyak siswa yang belum siap menjadi pelaku utama dalam proses pembelajaran dengan aktif mengamati, menanyakan, melakukan, menyimpulkan, dan mengomuni-kasikan pengetahuan baru sebagaimana dituntut dalam pembelajaran

berbasis scientific inquiry. Perubahan secara mendasar dalam

pembelajaran yang semula terbiasa berpusat kepada guru menjadi berpusat kepada siswa memerlukan perubahan cara berpikir dan berperilaku siswa dan guru.

Pendekatan pembelajaran dalam K 13 menuntut guru mempersiap-kan desain dan bahan pembelajaran secara lebih cermat dan utuh sehingga siswa dapat mencapai kompetensi inti berkaitan dengan spiritual, sikap, pengetahuan, dan keterampilan secara terintegrasi sesuai dengan kriteria belajar tuntas. Hasil penilaaan autentik dan portofolio atas hasil belajar siswa disajikan secara deskriptif menjadi tugas yang membutuhkan kemampuan khusus serta menyita waktu dan tenaga guru. Oleh karena itu, penerapan K 13 memerlukan pelatihan tidak hanya untuk guru, tetapi juga kepala sekolah dan pengawas sekolah. Sungguhpun K 13 diterapkan secara bertahap berdasarkan jenjang pendidikan dan tingkat kelas, dalam kenyataannya belum semua guru, kepala sekolah, dan pengawas yang memperoleh kesempatan mengikuti pelatihan penerapan K 13. Program pendampingan guru dalam menerapkan K 13 juga belum berjalan seperti yang diharapkan karena keterbatasan jumlah tenaga pendamping. Kurangnya jumlah instruktur nasional K3 serta banyaknya jumlah guru membuat pelatihan guru berbasis sistem sel tidak efektif. Dalam melaksanakan K 13 tahun pelajaran 2014/2015 masih banyak guru menerapkan K3 tanpa pelatihan dan tanpa pendampingan khususnya di sekolah yang bukan termasuk sekolah yang ditetapkan sebagai sekolah sasaran (pilot project).

Buku teks pelajaran dan buku guru yang disediakan oleh pemerintah sangat diharapkan oleh siswa dan guru sebagai sumber belajar utama dalam melaksanakan K 13. Akan tetapi, dalam kenyataannya, pada awal tahun pelajaran 2014/2015, masih banyak sekolah yang belum menerima kedua jenis buku itu secara lengkap dan dalam jumlah yang cukup. Di sejumlah sekolah, buku teks pelajaran untuk siswa diterima, tetapi tidak disertai dengan buku guru. Penyebarluasan buku teks pelajaran dan buku guru melalui internet dan dalam bentuk CD kurang dapat mengatasi keterlambatan dan kekurangan jumlah buku.

Di samping masalah jumlah, isi buku juga mengandung mengandung kelemahan yang cukup mengganggu. Kelemahan isi buku itu mengakibatkan buku teks pelajaran yang dipergunakan dalam tahun 2013/2014 direvisi dan dan diganti dalam tahun 2014/2015. Pergantian buku yang baru sekali dipakai itu terjadi akibat penyusunan buku dilakukan bersamaan waktunya ketika K 13 masih dalam proses pengembangan serta untuk mengejar target penerapan K 13 di 6.211 sekolah sasaran dalam tahun pelajaran 2013/2014.

(6)

khususnya SD, yang tidak memiliki peralatan komputer, LCD, dan akses ke internet. Kalaupun peralatan itu tersedia, guru yang berusia lebih dari 40 tahun pada umumnya masih gagap teknologi. Keadaan ini sangat berbeda dengan sekolah-sekolah yang berada di daerah perkotaan atau di sekolah sasaran K 13.

Di pihak lain, K 13 tentu memiliki sejumlah keunggulan dibandingkan dengan kurikulum sebelumnya. Misalnya, pendekatan

scientific inquiry berbasis kegiatan memicu rasa ingin tahu sehingga mendorong siswa aktif dan kritis dalam belajar. Sejak dini siswa dilatih menalar dan belajar secara terintegrasi serta kontekstual melalui pembelajaran tematik integratif. Pendekatan ini juga melatih siswa memecahkan masalah menggunakan multi disiplin dan transdisiplin ilmu. Sebagai hasil interaksi dengan sumber belajar, siswa didorong membangun dan mengembangkan pengetahuan baru di atas pengetahuan yang sudah mereka miliki. Penerapan teori belajar konstruktivisme dalam pembelajaran memudahkan siswa mempelajari hal-hal yang baru dan kreatif mengembangkannya.

Pengamatan di sekolah sasaran K 13 menunjukkan antara lain, siswa merasa senang dan tertantang belajar dengan K 13. Kegiatan pembelajaran yang bervariasi membuat belajar efektif, efisien, menyenangkan dan menggairahkan. Sungguhpun menganggap sistem penilaian menambah beban administratif, guru juga menganggap sistem dan pola pembelajaran K 13 sesuai dengan perkembangan pendekatan, strategi, dan metode belajar-membelajaran dewasa ini. Guru juga terdorong belajar terus menerus agar tidak ketinggalan informasi dari siswa yang giat beburu informasi dari berbagai sumber. Perlu dicatat, banyak pengalaman positif diperoleh dalam mene-rapkan K 13 pada tahun pelajaran 2013/2014 di sekolah sasaran, baik di SD, SMP, dan SMA/SMK. Akan tetapi, di samping jumlahnya hanya 6.221, sekolah sasaran adalah sekolah pilihan yang banyak di antara-nya adalah sekolah unggulan atau bekas rintisan sekolah bertaraf internasional. Sekolah-sekolah itu memiliki jumlah dan mutu pendidik dan tenaga pendidikan baik, sarana dan prasarana yang lengkap, dukungan dana yang memadai, serta siswa dari masyarakat golongan menengah ke atas.

(7)

kepen-tingan lain. Dengan demikian, penetapan terakhir kurikulum yang akan dianut oleh setiap sekolah dilakukan oleh pemerintah memperha-tikan usul sekolah serta penilaian atas kemampuan sekolah tersebut.

Penghentian pelaksanaan K 13 pada tengah tahun pelajaran 2014/2015 menimbulkan berbagai masalah dan kebingungan penyelenggara pendidikan. Standar isi K 13 berbeda dengan Kurikulum 2006 sehingga tidak serta merta dapat ditukar secara berkesinambungan. Kebijakan pemerintah menerapkan dua kurikulum pada jenjang dan jenis pendidikan yang sama serta dalam kurun waktu yang sama pula menimbulkan berbagai masalah dalam pengelolaan, pengawasan, dan evaluasi pendidikan. Banyak alasan yang mendasar untuk menghentikan pelaksanaan K 13 dan menganut kembali Kurikulum 2006. Akan tetapi transisi pergantian kurikulum ini kali ini menimbulkan masalah yang akibatnya akan terlihat pada waktu jangka panjang. Lagi-lagi di sini guru, sebagai ujung tombak pelaksanaan pendidikan, menjadi tumpuan harapan masyarakat. Guru diharapkan dapat melaksanakan fungsinya secara profesional, sehingga mutu proses dan hasil pendidikan tidak tergerus oleh gonang-ganjing perubahan kurikulum. Kurikulum pada hakikatnya adalah pengalaman nyata siswa di dalam dan di luar sekolah yang dirancang oleh guru. Kepiawian guru dengan kompetensi profesional yang dimilikinya diharapkan dapat memandu proses pembelajaran dalam suasana pendidikan yang bermartabat.

Jurnal Pendidikan PENABUR Edisi Desember 2014 ini terbit dalam suasana peralihan kurikulum yang dikendalikan oleh kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Dengan mengacu pada visi dan misi BPK PENABUR, semua pendidik dan tenaga pendidikan di satuan-satuan pendidikan di lingkunga BPK PENABUR tentu tetap mawas diri atas perubahan yang terjadi serta mempunyai landasan dan arah yang jelas serta berprinsip iman, ilmu, dan pengetahuan. Dalam situasi pendidikan yang demikian , Edisi ini menyajikan berbagai laporan penelitian termasuk yang berkaitan dengan K 13. Penelitian lain melaporan penggunaan media pembelajaran seperti cuplikan video, fasilitas BBM, teknologi informasi, serta blended learning. Hasil penelitian tentang program kelas akselerasi yang masih kontraversial juga menarik perhatian dalam edisi ini.

Berbagai opini yang terkait dengan hasil penelitian yang telah disebutkan juga dimuat seperti K 13 dalam filsafat pendidikan, K 13 dikaitkan dengan ASEAN, pembelajaran dengan kelas maya, kepemimpinan dalam pendidikan, serta sekolah yang menjadi harapan masyarakat. Guru memang menjadi ujung tombak pelaksanaan pendidikan dan menjadi perhatian sebagaiman diulas dalam resensi

buku Guruku Matahariku. Sementara itu profil BPK PENABUR

Rengasdengklok memberikan gambaran bagaimana lembaga pendidikan PENABUR berfungsi sebagai penabur iman, kasih, dan pengetahuan di daerah yang mempunyai memiliki nilai sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Semoga peran serta BPK PENABUR dari tahun ke tahun semakin berkembang dan bermakna sehingga juga tertoreh dalam sejarah mencerdaskan bangsa Indonesia. Amin.

(8)

Hubungan Penguasaan Konsep Fisika dan Kimia

Hubungan Penguasaan Konsep Fisika dan Kimia Dengan

Hasil Belajar Materi ZPT Ethylene Pada Pembelajaran

Blended dan Non-blended

Didip

E-mail: didipzen@yahoo.com SMAK 8 PENABUR, Jakarta Penelitian

P

Abstrak

enelitian ini dilakukan untuk menganalisis hubungan antara penguasaan konsep Fisika dan Kimia dan hasil belajar Biologi dengan materi ZPT Ethylene dalam dua kelompok siswa yang menggunakan pembelajaran blended dan non-blended. Dilihat dari tujuan penelitian yang dilakukan di SMAK 8 PENABUR Internasional Jakarta mulai Januari- Mei 2014, termasuk penelitian deskriptif dengan menggunakan perhitungan statistik korelasi sederhana, multiple korelasi, dan uji z-Fisher. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan penguasaan konsep Fisika pada hasil belajar Biologi materi ZPT Ethylene pada kelompok blended dan non-blended. Hubungan penguasaan konsep Kimia dalam kelompok non-blended memberikan kontribusi signifikan pada penguasaan materi ZPT Ethylene. Kombinasi konsep Fisika dan Kimia secara bersamaan meningkatkan hasil belajar Biologi materi ZPT Ethylene pada kelompok blended dan non-blended. Kontribusi penguasaan konsep Fisika dan Kimia pada hasil belajar Biologi materi ZPT Ethylene mencapai tingkat kepercayaan 95% pada kelompok blended sedangkan kelompok non-blended tingkat kepercayaan mencapai 99%. Kesimpulan penelitian adalah terdapat hubungan penguasaan yang lebih baik konsep Fisika dan Kimia secara terpisah maupun kombinasi pada hasil belajar Biologi materi ZPT Ethylene pada kelompok blended dan non-blended. Hanya konsep Kimia pada kelompok non-blended yang mempunyai kontribusi nyata pada hasil belajar Biologi materi ZPT Ethylene.

Kata-kata kunci: Pembelajaran blended, hasil belajar, ZPT Ethylene

Correlation Between Mastery of Physics and Chemistry and Learning Outcome of ZPT Ethylene on Non-blended Learning

Abstract

This study was conducted to analyze the correlation between the mastery of Physics and Chemistry concepts and the learning achievement in t the Ethylene Plant Growth Regulator (PGR) by using blended and non-blended learning methods. Based on its objectives, this research conducted in the International SMAK 8 PENABUR as from January through May 2014 using statistical calculations, simple correlation, multiple correlations and Fisher’s Z-test. The target population of this research was the students of the International SMAK 8 PENABUR, Tanjung Duren. The results of this research showed, there was a relationship between the mastery of Physics concept and Biology learning achievement on the Ethylene PGR material inboth the blended and non-blended groups. In the non-blended group, the mastery of chemistry concept made a significant contribution to whether or not the students mastered the Ethylene PGR material. The mastery of combination of Physics and Chemistry concepst simultaneously improved learning achievement in Biology Ethylene PGR material both the blended and non-blended groups. The Contributions of the mastery of Physics and Chemistry concepts in learning achievement of Biology with Ethylene PGR material reached the level of 95% in the blended group, while in the non-blended at 99% confidence level. The conclusion of this study is that there is a correlation between the concept masteryof Physics and Chemistry separately or in combination, on learning achiement in Biology Ethylene PGR material in the blended and non-blended groups. Only the Chemistry concept in the non-blended has a real contribution to the Biology learning achievement of Ethylene PGR.

(9)

Hubungan Penguasaan Konsep Fisika dan Kimia

Pendahuluan

Sains dibagi menjadi dua cabang ilmu utama yaitu Life Sciences (ilmu-ilmu yang mempelajari benda hidup) dan Physical Sciences (ilmu-ilmu yang mempelajari benda tak hidup). Life Sciences meliputi beberapa subdisiplin ilmu antara lain Biologi, Mikrobiologi, dan Ekologi. Sedangkan Physical Sciences mempelajari beberapa subdisiplin ilmu antara lain Fisika, Kimia, Ilmu Bumi, dan Astronomi. Subdisiplin ilmu Life Sciences dan Physical Sciences kadang terlalu spesifik namun seringkali memiliki konsep dasar yang tumpang tindih, oleh karena itu sain sebenarnya merupakan ilmu yang terintegrasi (Hewitt et al., 2013). STEM (Science, Technology, Engineering, and Math) adalah contoh program unggulan di Amerika dalam upaya meningkatkan hubungan dan pemahaman antara Life Sciences dan Physical Sciences karena keduanya saling terintegrasi (Gentile, 2014)

Memahami Sains harus dimulai dari Fisika, Kimia dan Biologi. Hal ini berdasarkan pada tingkat kompleksitas yang dipelajari dalam tiap disiplin ilmu (Hewitt et al., 2013). Biologi adalah disiplin ilmu yang terintegrasi dengan disiplin ilmu lain, seperti Fisika, Kimia, dan Matematika. Ketika mempelajari sel sebagai unit struktural dan fungsional terkecil makhluk hidup maka akan ditemukan konsep-konsep Fisika dan Kimia seperti atom, ion-ion, molekul organik, gas, reaksi redok, difusi, osmosis, kinetik energi, rasio luas permukaan, dan lain-lain (Hewitt et al., 2013; Davidovits, 2013).

Proses pematangan buah adalah contoh lain dalam materi Biologi yang memiliki kompleksitas integrasi sains yang tinggi. Proses ini membangkitkan rasa ingin tahu siswa karena secara kasat mata tidak ada apapun yang mempengaruhi buah sehingga akhirnya berubah warna dan menjadi matang. Ternyata proses pematangan buah disebabkan oleh salah satu zat pengatur tumbuh tanaman (ZPT) yang berbentuk gas yaitu Ethylene. Gas tersebut diproduksi oleh beberapa bagian tanaman termasuk sel pada buah itu sendiri (McEwen, 2008; Khan, 2006). Konsep berdifusinya gas dan luas permukaan buah dari disiplin Ilmu Fisika akan berintegrasi dengan konsep reaksi Kimia.

Dua integrasi konsep dasar tersebut terjadi dalam sistem hidup yaitu sel yang terdapat dalam buah. Disinilah konsep sain terakumulasi dalam Ilmu Biologi (Hewitt et al., 2013).

Terintegrasinya Ilmu Biologi dengan ilmu dasar IPA lain menuntut siswa untuk lebih menguasai konsep sain secara menyeluruh. Penguasaan konsep tidak hanya didapat dari pembelajaran secara tradisional (face-to-face) tetapi, siswa juga dapat menguasai konsep melalui internet dan pembelajaran online atau e-learning. Mengombinasikan pembelajaran tradisional atau sering disebut pembelajaran non-blended dengan metode belajar online atau e-learning seperti situs-situs sain di internet, animasi online, dokumentasi video, dan jurnal-jurnal ilmiah yang relevan dengan materi pembelajaran sering disebut pembelajaran blended (Poon, 2013; Kerres dan Witt, 2003).

Pembelajaran blended adalah pembelajaran abad 21 ketika teknologi informasi sudah sangat mendukung perkembangan balajar siswa. Dengan pembelajaran blended diharapkan siswa dapat lebih memahami pelajaran Biologi yang membutuhkan konsep dasar ilmu lain (Palilonis dan Filak, 2009).

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Apakah terdapat hubungan penguasaan konsep Fisika dan Kimia terhadap hasil belajar Biologi pada siswa tentang ZPT ethylene dengan pembelajaran blended dan non-blended. Agar penelitian lebih terarah maka batasan masalah yang ditetapkan adalah sejauh mana pengaruh penguasaan konsep gas dalam Fisika dan Kimia pada materi ZPT Ethylene dalam dua kelompok siswa yang menggunakan pembelajaran blended dan non-blended. Dengan demikian dalam penelitian ini penguasaan konsep gas pada Fisika dan Kimia adalah variabel yang dimungkinkan mempengaruhi hasil belajar Biologi pada materi ZPT Ethylene dalam proses Pematangan Buah.

(10)

Hubungan Penguasaan Konsep Fisika dan Kimia

Informasi yang didapat dari hasil penelitian ini memperlihatkan hubungan antara penguasaan konsep gas pada Fisika dan Kimia pada siswa yang diperoleh dari pembelajaran blended dan non-blended pada materi ZPT Ethylene pada Proses Pematangan Buah. Hubungan tersebut tentu memberi informasi penting tentang kontribusi penguasaan konsep gas pada Fisika dan Kimia dalam mempelajari materi ZPT Ethylene pada Proses Pematangan Buah.

Kajian Pustaka

a. Teori Hasil Belajar

Menurut Hamalik (2008), hasil belajar adalah perubahan tingkah laku subjek yang meliputi kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor dalam situasi tertentu berkat pengalamannya berulang-ulang. Sudjana (2004) juga mendefini-sikan hasil belajar dengan perubahan tingkah laku yang mencakup bidang kognitif, afektif, dan psikomotor yang dimiliki siswa setelah menerima pelajaranya. Di antara ketiga domain tersebut, domain kognitif merupakan salah satu aspek yang paling mungkin untuk dijadikan sebagai patokan pencapaian hasil belajar. Domain kognitif merupakan kawasan hasil belajar yang berkaitan dengan tingkat pemahaman, berkaitan dengan struktur materi yang diperoleh dari proses pembelajaran.

Jika dikaji lebih mendalam, tingkatan hasil belajar tertuang dalam taksonomi Bloom, dikelompokkan dalam tiga domain yaitu domain kognitif atau kemampuan berpikir, domain afektif atau sikap, dan domain psikomotor atau keterampilan. Sedangkan Hamalik (2008), mengatakan hasil belajar adalah perubahan tingkah laku pada diri seseorang yang dapat diamati dan diukur dalam bentuk pengetahuan, sikap dan keterampilan. Perubahan tersebut dapat diartikan sebagai terjadinya peningkatan dan pengembangan yang lebih baik, sebelumnya tidak tahu menjadi tahu.

b. Tingkat Pemahaman Siswa

Churches (2009) membagi tingkat pemahaman siswa menjadi LOTS (Lower Order Thinking Skill)

dan HOTS (High Order Thinking Skill). Kemam-puan berpikir tingkat tinggi adalah kunci keberhasilan siswa dalam abad 21. Guru bertanggung jawab untuk mengubah siswa dari LOTS menjadi HOTS, yang merupakan tantang-an terbesar dtantang-an tidak mudah untuk dilakuktantang-an. Siswa harus melewati tiga tingkatan umum dari LOTS untuk menuju ke HOTS, yaitu pengetahuan prasyarat, pendalaman pengetahuan dan penciptaan pengetahuan.

Proses kognitif tingkat tinggi juga telah dipublikasikan oleh Bloom, Engelharth, Frost, Hill, dan Kratwohl pada tahun 1956 dengan membagi proses kognitif tingkat tinggi menjadi beberapa tahap pengetahuan prasyarat, yaitu pengetahuan (C1), pemahaman (C2), aplikasi (C3), analisis (C4), sintesis (C5), dan evaluasi (C6) (Moreno, 2010). Proses perkembangan kognitif juga diungkapkan oleh Jean Piaget yang membagi perkembangan kognitif anak manjadi skema, asimilasi, akomodasi, operasional, konservasi, dan klasifikasi (Santrock, 2011).

Pemahaman (C2) dibagi menjadi tiga yaitu tingkat rendah seperti menterjemah. Tingkat kedua pemahaman penafsiran yaitu menghu-bungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya, atau menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian. Pemahaman tingkat ketiga, yaitu pemahaman ektrapolasi yang mengharapkan seseorang mampu melihat dibalik yang tertulis, dapat membuat ramalan tentang konsekuensi atau dapat memperluas persepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus, ataupun masalahnya.

c. Tingkat Penguasaan Konsep

Konsep adalah kategori yang digunakan untuk mengelompokkan benda, kegiatan, ide, atau orang yang sama. Konsep adalah sesuatu yang abstrak dan tidak mempunyai keberadaan kecuali dalam persepsi kita. Kegunaan pemben-tukan konsep terdapat pada fakta bahwa konsep sangat membantu kita dalam memproses/ mengolah banyak informasi (Mandler, 2012; Moreno, 2010).

(11)

Hubungan Penguasaan Konsep Fisika dan Kimia

akan ditentukan oleh perhatian dan persepsi siswa terhadap informasi tersebut. Jika perhatian dan persepsi siswa bagus tahap selanjutnya adalah working memory, dapat diartikan sebagai tempat informasi akan diolah dan menghasilkan suatu makna atau arti. Akhirnya makna tersebut akan masuk ke dalam long term memory menjadi suatu penguasaan konsep (Moreno, 2010).

Penguasaan konsep dalam long term memory

terdiri atas tiga tahap. Pertama, konsep deklarasi dimana siswa dapat menjelaskan pertanyaan ‘apa’. Kedua, konsep prosedural, dalam konsep ini siswa dapat menjawab pertanyaan ‘bagaima-na’ dan konsep ketiga yaitu konsep kondisional, dimana siswa dapat menjelaskan pertanyaan ‘kapan’ dan ‘mengapa’ (Moreno, 2010).

Terdapat tiga teori pembentukan suatu konsep, yaitu: Rule Theory, Prototype Theory, dan

Exemplar Theory. Rule Theory merupakan pembentukan konsep dan dalam teori ini terdiri atas pengidentifikasian dan penyeleksian suatu benda atau materi. Setelah melakukan penye-leksian, siswa mendapatkan umpan balik kesalahan. Dari umpan balik inilah siswa terus memperbaiki pembelajaran sampai mereka merasa mencapai definisi konsep yang benar (Bruner et al.,dalam Moreno, 2010).

Prototype Theory adalah konsep yang terbentuk karena siswa menggunakan suatu benda sebagai prototip yang mewakili suatu kategori tertentu. Prototip burung untuk sebagian besar orang yang tinggal di Amerika adalah Robin, sehingga setiap siswa yang melihat bentuk hewan seperti Robin mengka-tegorikan hewan itu sebagai burung. Kelemahan teori ini adalah keraguan yang muncul ketika siswa mengklasifikasikan hewan yang sangat berbeda dengan Robin. Sebagai contoh, keraguan yang muncul ketika mengklasifikasikan penguin karena penguin tidak mirip dengan Robin (Hampton, 1995).

Exemplar Theory adalah konsep yang berasal dari asumsi beralasan/logis dan pengalaman. Siswa mendapatkan banyak contoh logis dari pengalaman sehari-hari. Contoh ini akan terekam dalam long term memory siswa dan digunakan sebagai bahan asumsi logis untuk membentuk suatu konsep. Golden Retriever, Chow Chow, Pudel, Minipom adalah contoh-contoh yang menjadi bahan

analisis logis siswa untuk menentukan apakah suatu hewan tergolong sebagai anjing atau yang lainnya (Moreno, 2010).

d. Pembelajaran Blended dan Non-Blended

Pembelajaran blended adalah program pendidikan formal yang memungkinkan siswa belajar melalui media online internet. Isi materi pembelajaran dan instruksi dikontrol setiap waktu dan proses supervisi metode pembelajar-an ini dapat dilakukpembelajar-an dimpembelajar-ana saja seperti di kafe, perpustakaan umum ataupun rumah (Staker dan Horn, 2012).

Pembelajaran blended merupakan kombinasi antara pembelajaran tradisional dan pembel-ajaran online/digital, e-learning, mobile learning,

dan long distance learning / pembelajaran jarak jauh. Pembelajaran tradisional (“Brick-and-mortar”) terdiri dari instruksi-instruksi tradisio-nal dan instruksi-instruksi yang kaya teknologi. Instruksi tradisional fokus pada pembelajaran “face-to-face” dan “teacher-centered”, materi pembelajaran berbasis pada buku teks, guru, dan tugas-tugas individu. Pembelajaran online/ digital merupakan program yang terdiri atas pembelajaran tradisional dan menggunakan media pembelajaran canggih seperti papan tulis elektronik, internet, buku digital dan pembel-ajaran online (Staker dan Horn, 2012; Freeman, 2013; Yapici, 2012; Gedik, 2012; Obiedat, 2014).

e. Integrasi Sains Biologi

Biologi adalah ilmu yang mempelajari mahkluk hidup dan sejarah kehidupan yang terjadi di bumi. Mempelajari Biologi akan lebih baik jika dimulai dari perspektif Fisika. Sebagai contoh, jika kita mempelajari tentang biologi molekuler maka hal paling mendasar yang perlu kita pahami adalah atom, misalnya atom penyusun molekul protein. Satu hal penting dalam mempelajari Biologi adalah dapatkah kita mengerti faktor internal (fisiologi) dan faktor eksternal (tingkah laku) suatu proses hidup melalui Fisika dan Kimia (Muralidhar, 2008).

Memahami Biologi modern membutuhkan ilmu dasar Fisika dan Kimia. Sebagai contoh, prinsip-prinsip dasar Fisika dibutuhkan dalam menggambarkan struktur Deoxyribo Nucleic Acid

(12)

Hubungan Penguasaan Konsep Fisika dan Kimia

informasi genetik dan mengatur metabolisme seluler. Tanpa pemahaman konsep Fisika dan Kimia, siswa hanya mendapatkan pendekatan gambaran dan sebatas pada mengingat kosakata seperti double helix atau dari DNA, RNA dan protein. Pada tingkat yang paling dasar, Kimia menjelaskan secara detil fenomena alam. Hukum Kimia secara logis didukung oleh konsep Fisika. Sebagai contoh bagaimana atom berikatan untuk membentuk suatu molekul yang akhirnya membentuk materi yang ada di sekitar kita. Konsep Biologi dibangun dari hukum Fisika dan Kimia (Bybee, 2006).

Biologi adalah disiplin ilmu yang mempunyai tingkat kompleksitas yang lebih tinggi dari pada Fisika dan Kimia karena dalam Biologi materi yang dipelajari adalah materi hidup. Fisika adalah pelajaran yang mendalami sifat materi, sedangkan Kimia membangun sifat fisik materi, atom, molekul hingga semua materi yang ada di sekitar kita. Dengan demikian, mempelajari Biologi harus dimulai dari Fisika dan kemudian Kimia (Hewitt et al., 2013).

Proses fotosintesis adalah materi pelajaran Biologi yang membutuhkan integrasi pemaha-man konsep Fisika dan Kimia. Klorofil pada daun menangkap dan merubah energi radiasi matahari pada panjang gelombang tertentu – konsep Fisika – menjadi energi fisiologis (ATP) yang selanjutnya membentuk molekul organik yaitu sukrosa dimana beberapa atom karbon, hydrogen dan oksigen menyatu oleh ikatan Kimia (Hewitt et al., 2013).

f. ZPT Ethylene

Ethylene adalah zat pengatur tumbuh sederhana, dapat mengatur beberapa proses fisiologi pada tanaman, antara lain pematangan buah, rontok dan perubahan warna daun, serta memberikan respon terhadap tekanan biotik dan abiotik (Khan, 2006; Yun-yi, 2013). Ehtylene adalah hormon tanaman berupa gas sederhana yang mengatur berbagai proses fisiologi mulai dari perkecambahan biji sampai proses penuaan pada organ (Qing-Hu, 2003).

Ethylene dapat diproduksi pada semua bagian tanaman tingkat tinggi, walaupun laju sintesis tergantung pada tipe jaringan dan status pertumbuhan tanaman. Secara umum daerah meristem dan buku batang adalah daerah yang

paling aktif mensintesis Ethylene. Ethylene banyak diproduksi atau meningkat pada saat daun menjadi tua dan gugur, pada saat bunga berubah warna dan pada proses pematangan buah (Taiz, 2010).

Pematangan buah adalah tahap ketika buah siap dikonsumsi/dimakan. Secara umum pema-tangan buah merupakan perubahan yang terjadi pada tahap akhir perkembangan buah sampai terjadinya perubahan warna pada buah. Secara biokimia dapat didefinisikan sebagai perubahan akhir pada metabolisme jaringan yang merangsang organisme lain untuk memakannya dalam hal penyebaran biji (Khan, 2006).

Proses pematangan buah kiwi terdiri atas empat tahap. Pertama adalah tahap inisiasi, terjadi degradasi karbohidrat sehingga meningkatkan akumulasi gula dan peningkatan rasa manis. Kedua adalah tahap pelunakan, pada tahap ini pectin menjadi terlarut (polar) dan terdepolimerisasi serta berkurangnya kandung-an galaktosa. Ketiga adalah tahap matkandung-ang (eating window), pada tahap ini terjadi perubahan aroma. Keempat adalah tahap terlalu matang (over ripe), pada tahap ini middle lamella” dinding sel terdegradasi (Atkinson, 2011).

Sintesis Ethylene tertinggi terjadi pada jaringan tanaman yang menua dan buah yang sedang dalam proses pematangan (>1.0 nL/g-berat basah/jam). Ethylene secara biologis aktif pada konsentrasi yang sangat rendah – kurang dari 1 ppm. Konsentrasi Ethylene yang terdapat dalam buah apel dilaporkan sebanyak 2500 µl/ L (Salisbury, 1991).

Bahan dasar pembentukan ZPT Ethylene adalah asam amino methionine, 1-[14C]methionine. Asam amino ini diubah

menjadi S-Adenosylmethionine (SAM) dengan bantuan enzim SAM synthetase dan dapat kembali menjadi methionine melalui siklus Yang (Taiz, 2010). Kemudian SAM akan dibentuk menjadi 1-aminocyclopropane-1-carboxylic acid (ACC) dengan bantuan enzim ACC synthase. Selanjutnya ACC akan dioksidasi oleh enzime ACC oksidase menjadi Ethylene (Gambar.1) (Hopkins dan Huner, 2009).

(13)

Hubungan Penguasaan Konsep Fisika dan Kimia

mempengaruhi jaringan atau organ lain. Supaya tidak mempengaruhi jaringan lain maka dibuatlah penjebak Ethylene yang banyak digunakan di penyimpanan buah, sayur dan

bunga. Potasium permanganate (KMnO4)

adalah penyerap Ethylene yang efektif dan dapat mengurangi konsentrasi Ethylene pada buah apel yang disimpan dari 250µl/L menjadi 10µl/ L (Taiz, 2010).

Ethylene tidak terlihat dan tidak berbau, tetapi dapat mempengaruhi secara nyata karakteristik buah. Ethylene diproduksi oleh sel buah kemudian berdifusi ke udara di sekitarnya, Ethylene akan menyebar melalui mekanisme

gradient konsentrasi dan dipengaruhi juga oleh suhu udara yang memberikan energi kinetik pada molekul Ethylene di udara. Ethylene tersebut kemudian akan mempengaruhi sel buah itu sendiri dan mengalami perubahan warna dan tekstur (Salisbury, 1991).

Buah yang merespon Ethylene dengan cara meningkatkan laju respirasi sel dan memperce-pat proses pematang disebut buah Klimaterik. Buah Klimaterik akan memproduksi Ethylene tambahan jika diberi Ethylene dari luar.

Sedang->

CH2 = CH2 + KMnO4 CH2OH +MnO2 +KOH

Gambar 1: Siklus Proses Pembentukan Ethylene

kan buah non-Klimaterik jika diberi Ethylene dari luar akan mempercepat laju respirasi sel, tetapi tidak memicu produksi Ethylene dari dalam dan tidak mempercepat proses pematang-an buah. Contoh buah Klimaterik adalah apel, pisang, alpukat dan tomat. Anggur, nanas, strawberry dan jeruk adalah buah non-Klimaterik (Khan, 2006; Taiz, 2010).

Metode Penelitian

(14)

Hubungan Penguasaan Konsep Fisika dan Kimia

Rx1x2y rx1y

rx2y

X1

X2

Kelompok blended

>

Y Rx1x2y

rx1y

rx2y

X1

X2

Kelompok non-blended

>

Y

Gambar 2: Kelompok blended dan non-blended

Keterangan:

Rx1x2y : korelasi antara variabel x1 dan x2 dengan y

rx1y : korelasi product moment x1 dengan y

rx2y : korelasi product moment x2 dengan y rx1x2 : korelasiproduct moment x1 dengan x2

Data dikumpulkan dengan menggunakan instrumen berbentuk tes yang mengandung soal-soal kategori C1, C2, dan C3 dengan materi sesuai dengan standar kompetensi (SK) Homeostasis, dengan kompetisi dasar (KD) Zat Pengatur Tumbuh Tanaman Ethylene. Penentuan soal diambil dari tipe soal 1 (Paper 1) yang berbentuk pilihan berganda.

Data dianalisis dalam dua langkah, langkah pertama adalah analisis korelasi sederhana, digunakan untuk mengetahui keeratan hubung-an hubung-antara dua variabel dhubung-an untuk mengetahui arah hubungan yang terjadi. Koefisien korelasi sederhana menunjukkan seberapa besar hubungan yang terjadi antara dua variabel. Pada penelitian ini akan dibahas analisis korelasi sederhana dengan metode Pearson atau sering disebut Product Moment Pearson.

Langkah kedua adalah analisis multiple

korelasi yang digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara 3 variabel/lebih. Terakhir Uji Z-Fisher digunakan untuk menganalisis beda kekuatan koefisien korelasi dari dua kelompok (ra dan rb) yang mempunyai distribusi normal dan mempunyai sampel yang sama. Hasil perhitungan uji Z-Fisher adalah z-score, jika z-score lebih besar dari 1.96 maka dua koefisien korelasi dari dua kelompok adalah berbeda secara signifikan.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Reliabilitas dan Validitas Instrumen

Uji reliabilitas dan validitas pada penelitian ini mengunakan Uji Cronbach’s Alfa. Nilai validitas didapatkan dari perbandingan nilai r hitung

dengan r tabel. Nilai r hitung didapat dari kolom nilai total koreksi dari uji Cronbach’s Alfa. Hasil analisis yang diperoleh menunjukkan soal yang digunakan dalam penelitian sudah mencapai re-liablilitas dan validitas yang diinginkan, Tabel 1.

Tabel 1: Hasil Perhitungan Reliabilitas dan Validitas Soal Fisika dan Kimia Tentang Gas Serta Soal Biologi Tentang Ethylene.

Fisika Kimia Biologi

Reliabilitas 0.875 0.667 0.831 Validitas 0.475* 0.710* 0.697**

*r tabel = 0.396 **r tabel = 0.432

2. Uji Persyaratan Analisis – Uji Normalitas dan Homogenitas

Uji normalitas yang digunakan adalah Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov. Hasil dari analisis uji Kolmogorov-Smirnov pada kelompok blended dan non-blended adalah seperti pada Tabel 5. Dari Tabel 2 terlihat angka normalitas soal Fisika, Kimia dan Biologi pada kedua kelompok di atas 0.4, dengan demikian semua soal berdistribusi normal.

Tabel 2: Hasil Perhitungan Uji Normalitas Kolmogorov Smirnov Soal Fisika dan Kimia Tentang Gas serta Soal Biologi Tentang Ethylene.

Fisika Kimia Biologi Normalitas-Blended 0.575 0.689 0.683 Normalitas-Nonblended 0.645 0.548 0.520

Uji homogenitas menggunakan uji Bartlett’s. Hasil analisis uji Bartlett’s menunjukan nilai c2hitung pada kelompk blended dan nonblended

lebih kecil dari nilai c2 tabel. Dengan demikian

instrumen soal Fisika, Kimia dan Biologi pada kedua kelompok bersifat homogen, Tabel 3.

Tabel 3: Hasil Perhitungan Uji Bartlett’s pada Kelompok Blendeddan Non-blended.

2 2

(15)

Hubungan Penguasaan Konsep Fisika dan Kimia

3. Uji Hipotesis

Hipotesis pada penelitian ini diuji dengan menggunakan Korelasi Pearson dengan hasil seperti pada Tabel 4.

Adanya hubungan penguasaan konsep gas dalam Fisika dan Kimia pada hasil belajar Biologi ZPT Ethylene disebabkan ilmu pengetahuan dalam Kimia dan tema pengetahuan alam Fisika dan Biologi terintegrasi menjadi satu kesatuan kurikulum sain dan teknologi. Seperti yang diungkapkan oleh Erdoðan(2012) dan Tsai (2006), Biologi dan Fisika adalah dua ilmu sain yang penting, Biologi mengeksplorasi mahkluk hidup sedangkan Fisika fokus pada objek, materi, dan energi yang ditemukan juga dalam pelajaran Biologi.

Hubungan yang cukup kuat antara penguasaan konsep gas pada Fisika terhadap hasil belajar Biologi ZTP Ethylene pada

kelompok blended(r=0.495) dan non-blended

(r=0.661) karenakan siswa lebih menyukai Fisika yang lebih pasti dan matematis dari pada Biologi yang masih mempunyai dogma sebagai mata pelajaran hapalan. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Tsai (2006) bahwa siswa menganggap Biologi sebagai mata pelajaran yang tidak wajib

Tabel 4: Hasil Korelasi Pearson

Koefisien Korelasi Pearson (r) dan Signifikansi (p).

Ilmu Dasar IPA

Pembelajaran (Y)

Biologi-Blended Biologi-Non-blended

R r kon+

p(2-tailed) r r kon+ p(2-tailed)

Fisika 0.495 24.5% 0.259 0.661 43.7% 0.106

Kimia 0.555 30.8% 0.196 0.789 62.3% 0.035*

Fisika dan

Kimia 0.643 41.3% 0.013* 0.844 71.4% 0.00**

Uji Z-Fisher z-score = -0.667

p(2-tailed) = 0.504

*Signifikan pada level 95% / á 5%

**Signifikan pada level 95% dan 99% / á 1%

+r kontribusi = r2 x 100%

dari pada mata pelajaran Fisika dan siswa lebih memandang Fisika sebagai sain yang lebih stabil, sehingga siswa mempunyai argumen sendiri bahwa tidak ada hubungan erat antara

(16)

Hubungan Penguasaan Konsep Fisika dan Kimia

dalam proses pematangan buah mencakup konsep oksidasi, reduksi, dekarboksilasi, dan isomerisasi,. Konsep dasar tersebut adalah konsep ilmu yang terdapat dalam pelajaran Kimia.

Hubungan penguasaan konsep gas pada Kimia memberi kontribusi yang nyata terhadap hasil belajar Biologi ZPT Ethylene pada kelompok non-blended (p= 0.035) akan tetapi memberi kontribusi yang tidak nyata pada kelompok blended (p= 0.196). Di dalam kelompok blended siswa mendapatkan konsep pematangan buah dengan cara tradisional dan e-learning, dimana sesungguhnya konsep pembelajaran blended belum tentu lebih baik dari non-blended karena tentu saja terdapat beberapa kelemahan dalam metode blended (Gedik, 2012; Obiedat, 2014).

Freeman (2013) mengatakan kelemahan proses pembelajaran e-learning dalam kelompok blended membuat siswa menjadi lebih terbebani, silabus dalam model pembelajaran blended terfokus pada banyaknya penugasan, jumlah materi, dan managemen waktu. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan oleh Smart (2006), bahwa faktor ketidakpuasan siswa dalam pembelajaran dengan mengunakan metode blended adalah alokasi waktu yang dibutuhkan dalam membuat modul yang kurang. Sedangkan Gedik (2012), mengatakan hambatan yang dihadapi siswa dalam metode blended dibagi menjadi empat yaitu tugas yang dibebankan kepada siswa menjadi lebih banyak, desain pembelajaran yang membingungkan siswa karena kurangnya pelatihan dibidang IT, hambatan bahasa karena hampir semua media internet menggunakan bahasa Inggris, dan faktor teknologi, karena internet tidak selamanya dapat diakses dengan mudah sehingga jumlah waktu belajar siswa di depan komputer menjadi berkurang.

Siswa dengan kemampuan teknologi yang tinggi menghabiskan waktu lebih banyak menggunakan teknologi internet tetapi mereka juga menemukan masalah dalam hal pemahaman memecahkan masalah dan perencanaan belajar. Kurangnya persiapan, sarana pendukung yang tidak mencukupi, kurangnya akses yang mudah didapat, dan tidak ada evaluasi dan standarisasi adalah beberapa kendala yang dapat mempengaruhi

keberhasilan pembelajaran blended. Hal tersebut diungkapkan juga oleh Abdulaziz (2014), Hui-chun (2013) dan Yen (2011), Mobile learning dalam pembelajaran blended memberikan efek negatif pada siswa karena banyaknya beban kognitif yang disebabkan disain pembelajaran yang tidak cocok. Sebagai contoh siswa diberi tugas untuk mengekplorasi suatu materi dari dunia nyata dan menjawab beberapa pertanyaan dari internet. Sejumlah siswa yang kurang men-dapat pelatihan bagaimana mengakses internet dengan cepat akan lebih terbebani. Hal tersebut-lah yang menjadi penyebab hubungan yang ber-kontribusi tidak nyata dalam kelompok blended karena pada akhirnya siswa lebih memilih bel-ajar dengan menggunakan metode non-blended. Palilonis dan Filak (2009) melakukan penelitian metode blended dan non-blended yang diikuti oleh 174 siswa. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui efektivitas model pembelajar-an blended yang difokuskan pada kepuasan dan komitmen siswa. Penelitian tersebut menunjuk-kan hasil yang tidak berbeda nyata. Namun secara keseluruhan ditemukan indikasi bahwa siswa mampu beradaptasi dengan baik dengan teknologi dan proses pembelajaran blended.

Tingginya kontribusi konsep dasar gas pada Kimia pada kelompok non-blended terhadap hasil belajar Biologi Ethylene mencapai nilai signifikan pada level 95%. Hal tersebut disebabkan konsep Kimia adalah ilmu dasar yang sudah terintegrasi dan selalu digunakan dalam menganalisis reaksi metabolisme dalam pelajaran Biologi. Hal ini sesuai yang ditemukan oleh Erdoðan (2012) dan Sumter (2011), bahwa 15% kurikulum Kimia ditekankan pada aspek interaksi sains, teknologi dan sosial serta 25% tema kurikulum Kimia dapat digunakan untuk mengivestigasi ilmu pengetahuan alam. Hewitt (2013), mengatakan mengajar Kimia dasar dapat meningkatkan minat siswa dalam mempelajari Kimia dan menjembatani konsep dasar Biologi dan Kimia.

(17)

Hubungan Penguasaan Konsep Fisika dan Kimia

mudah tergoda untuk membuka situs lain yang tidak berhubungan dengan pelajaran. Fokus siswa akan terpecah pada berbagai situs lain yang dapat diakses secara bersamaan. Hal ini diungkapkan juga oleh Yen (2011), yang mengatakan standarisasi dan pengawasan pada metode blended yang tidak dipersiapkan secara matang akan memberikan efek kurang baik terha-dap proses pembelajaran dan hasil belajar siswa. Faktor yang dimungkinkan menyebabkan kontribusi konsep dasar Fisika dan Kimia lebih baik pada kelompok non-blended, adalah akses internet dan e-learning pada siswa kolompok non-blended sebelum penelitian dilakukan. Rekam jejak penggunaan internet dan e-learning serta pembelajaran klasikal pada siswa kelom-pok non-blended bisa saja sama atau lebih banyak dari pada siswa pada kelompok blended. Hal ini didukung oleh teknologi pada

mobile device seperti handphone yang sudah dilengkapi oleh modem sehingga siswa dengan mudah mengakses internet dimana pun dan kapan pun.

Analisis korelasi Pearson yang dilakukan secara individu/terpisah pada konsep dasar Fisika dan Kimia kelompok pembelajaran blended menunjukkan tidak adanya kontribusi yang nyata pada hasil belajar Biologi. Akan tetapi, apabila kedua konsep tersebut digabungkan menunjukkan kontrubusi yang nyata pada hasil belajar. Hal ini dimungkinkan dari nilai signifikansi Kimia yang lebih memberikan dampak positif yang mendorong siswa lebih mudah memahami materi Biologi ZPT Ethylene pada proses pematangan buah. Hal yang sama terjadi pada kelompok non-blended dengan kontribusi konsep dasar Kimia yang lebih kuat.

Kombinasi konsep dasar Fisika dan Kimia memberikan kontribusi yang signifikan terhadap hasil belajar Biologi pada kelompok blended dan kelompok non-blended. Kontribusi konsep dasar Fisika dan Kimia pada kelompok blended sebesar 41.3% dan pada kelompok non-blended sebesar 71.4%. Kombinasi dua konsep ini memberikan perspektif yang berbeda dalam mempelajari Biologi. Seperti yang dikatakan Muralidhar (2008), membangun pemahaman Biologi dimulai dari pemahaman konsep Fisika dan kemudian diperkuat oleh pemahaman Kimia.

Memahami Biologi berarti memahami konsep-konsep dasar Fisika dan Kimia. Tingkat kompleksitas Biologi dibangun dari konsep-konsep dasar Fisika dan Kimia. Tanpa pema-haman Fisika dan Kimia, siswa hanya menda-patkan pengetahuan sebatas hapalan. Pada tingkat paling dasar, Fisika mendalami sifat materi, sedangkan Kimia mempelajari reaksi antara materi tersebut dari atom, molekul hingga semua materi yang ada di sekitar kita baik organik mapun non-organik. Hal ini seperti diungkap-kan oleh Bybee (2006), bahwa konsep Biologi dibangun dari hukum Fisika dan Kimia, sehing-ga apabila kedua konsep ini terintegrasi maka pemahaman Biologi dapat menjadi lebih baik.

Simpulan

Kesimpulan

Setelah melalui analisis dapat disimpulkan, secara umum terdapat hubungan konsep Fisika dan Kimia secara terpisah maupun kombinasi keduanya terhadap hasil belajar Biologi pada materi ZPT Ethylene dalam proses pematangan buah. Hanya konsep Fisika dalam kelompok non-blended yang berkontribusi nyata pada hasil belajar Biologi materi ZPT Ethylene. Melalui analisis dan pembahasan lebih mendalam, kesimpulan penelitian ini sebagai berikut.

Pertama, terdapat hubungan konsep dasar gas pada Fisika dan Kimia terhadap hasil belajar Biologi pada materi ZPT Ethylene dalam proses pematangan buah baik pada kelompok blended dan non-blended.

Kedua, hubungan konsep dasar gas pada Fisika tidak berkontribusi nyata pada hasil belajar Biologi pada materi ZPT Ethylene dalam proses pematangan buah.

Ketiga, hubungan konsep dasar gas pada Kimia hanya berkontribusi nyata sebesar 62.3% pada hasil belajar Biologi pada materi ZPT Ethylene dalam proses pematangan buah dalam kelompok non-blended.

Keempat, kombinasi konsep dasar gas pada Fisika dan Kimia sangat berhubungan dan ber-kontribusi nyata sebesar 41.3% pada kelom-pok

blended dan 71.4% pada kelompok non-blended,

(18)

Hubungan Penguasaan Konsep Fisika dan Kimia

Saran

Perlu dilakukan penelitian mengenai prasyarat kondisi pembelajaran blended yang difokuskan pada disain pembelajaran, silabus materi, alokasi waktu dan beban penugasan, dan latar belakang sosial dan budaya siswa. Perbaikan sistem pengawasan (supervisi) dalam proses penugasan mandiri yang dilakukan oleh siswa dalam proses mendalami ilmu dengan menggunakan internet. Peninjauan ulang pada silabus Fisika mengenai hubungan integrasi baik terhadap Biologi maupun terhadap ilmu Kimia karena nilai signifikansi Kimia yang lebih dari pada 0.05 baik pada biologi maupun Kimia.

Daftar Pustaka

Abdulaziz Omar, A., Sami, A., & Mohd Mudasir, S. (2014). Multimedia based e-learning: Design and integration of multimedia content in e-learning. International

Journal Of Emerging Technologies In Learning, 9(3), 26-30. doi:10.3991/ ijet.v9i3.3308

Atkinson R., Richardson A., Bolding H., McAtee P., Gunaseelan K., Luo Z., David K.M., Burdon J. and Schaffer R.J. (2011). A fruit development of the diploid kiwifruit, actinidia chinensis ‘Hort16A’. BMC Plant Biology, 11: 182

Churces A. (2009). Bloom’s digital taxonomy. Springer

Davidovits P. (2013). Physics in biology and medicine. Fourth Edition. Elsevier. Erdoðan, M., & Köseoðlu, F. (2012). Analysis of

high school physics, chemistry and biology curriculums in terms of scientific literacy themes. Educational sciences: Theory & practice, 12(4), 2899-2904

Freeman, W., & Tremblay, T. (2013). Design considerations for supporting the reluctant adoption of blended learning.

Journal of Online Learning & Teaching, 9(1), 80-88

Gedik, N., Kiraz, E., & Yaºar Özden, M. M. (2012). The optimum blend: Affordances and challenges of blended learning for students. Turkish Online Journal of Qualitative Inquiry, 3(3), 102-117

Gentile, L., Caudill, L., Fetea, M., Hill, A., Hoke, K., Lawson, B., & ... Szajda, D. (2014). Challenging disciplinary boundaries in the first year: a new introductory integrated science course for STEM Majors. Journal of college science teaching,

43(5), 44-50

Hamalik O. (2008). Kurikulum dan pembelajaran. Bumi Aksara

Hampton J. (1995). Testing the prototype theory of concepts.Journal of Memory and language, 32, 686 – 708

Hewitt P.G., Lyons S., Suchocki J., Yeh J. (2013).

Conceptual integrated science. Second Edition. Pearson Education, Inc

Hopkins W.G. dan Huner N.P.A. (2009).

Introduction to plant physiology. Fouth Edition. John Wiley & Sons, Inc.

Hui-Chun, C. (2014). Potential negative effects of mobile learning on students’ learning achievement and cognitive load—a format

assessment perspective. Journal Of

Educational Technology & Society, 17(1), 332-344

Poon, J. (2013). Blended learning: An institutional approach for enhancing students’ learning experiences. Journal of online learning & teaching, 9(2), 271-289

Kerres M. and Witt C.D. (2003). A didactical framework for the blended learning arrangements. Journal of Educational Media. 28, 2-3, 101 – 113

Khan N.A. (2006). Ethylene action in plants. Springer

Mandler, J. M. 2012. On the Spatial Foundations of the Conceptual System and Its Enrichment. Cognitive Science, 36(3), 4214 5 1 . d o i : 1 0 . 1 1 1 1 / j . 1 5 5 1 -6709.2012.01241.x

McEwen, B. (2008). An experiment on Impatiens New Guinea for 11-12 year olds. Journal Of Biological Education (Society Of Biology), 42(4), 177-179.

Moreno R. (2010). Educational psychology. John Wiley & Sons, Inc

(19)

Hubungan Penguasaan Konsep Fisika dan Kimia

Research Complete, EBSCOhost (accessed June 7, 2014)

Obiedat, R. R., Eddeen, L., Harfoushi, O. O., Koury, A. A., AL-Hamarsheh, M. M., & AlAssaf, N. N. (2014). Effect of blended-learning on academic achievement of students in the university of jordan.

International Journal of emerging technologies in learning, 9(2), 37-44. doi:10.3991/ ijet.v9i2.3220

Palilonis J.G. and Filak F. (2009). Blended learning in the visual communications classroom: students reflections on a

multimedia course. Electronic Journal of e-Learning, 7(3), 274 – 256

Salisbury F. 1991. Plant physiology. Fourth Edition. Cengage Learning

Santrock J.W. (2011). Educational psychology. Fifth Edition. McGrawHill.

Sargent, S. A. (2005). Q: How do fruits ripen?.

Science & Children, 42(4), 48-49

(20)

Evaluasi Program Kelas Akselerasi

Evaluasi Program Kelas Akselerasi

Marni Serepinah

E-mail: marni.serepinah@bpkpenaburjakarta.or.id SDK 4 PENABUR Jakarta

Penelitian

P

Abstrak

enelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat ketercapaian tujuan penyelenggaraan Program Akselerasi di SDK 10 PENABUR Jakarta. Model penelitian evaluasi yang

dilakukan Nopember 2013-Mei 2014, program Goal Oriented, meliputi aspek masukan,

proses, dan keluaran. Subjek penelitian adalah kepala sekolah, wakil kepala sekolah, pendidik dan tenaga kependidikan, siswa, dan orang tua siswa. Data dikumpulkan dengan instrumen observasi, wawancara, dokumentasi, dan angket. Hasil evaluasi pada aspek masukan meliputi dasar/pedoman penyelenggaraan Program Akselerasi, kurikulum, bahan pengajaran, dan sarana prasarana dikategorikan baik, untuk aspek guru masih ditemukan belum S1yang mengajar di kelas akselerasi meskipun dari segi pengalaman mengajar lebih dari 11 tahun. Untuk aspek proses pembelajaran menunjukkan perencanaan pembelajaran, proses pembelajaran yang mengembangkan interaksi siswa dan guru, serta penilaian di kelas tergolong baik. Aspek keluaran, meliputi perolehan nilai Ujian Nasional dan kualitas lulusan Program Akselerasi tergolong baik, lebih tinggi dibandingkan dengan kelas reguler. Pada aspek dampak, terdapat keterserapan siswa masuk ke SMP yang juga menyelenggarakan Program Akselerasi belum sesuai dengan kriteria, hanya < 20% melanjutkan ke Program Akselerasi di SMP. Penelitian ini menyarankan meningkatkan pelatihan, seminar, lokakarya, optimalisasi penyaringan siswa; dan meningkatkan pengawasan dari Yayasan BPK PENABUR serta Dinas Pendidikan.

Kata-kata kunci: Evaluasi program, akselerasi, model goal oriented

Evaluation of Acceleration Class Program Abstract

The purpose of this research is to find out the achievement level of the objectives of acceleration program in SDK 10 PENABUR Jakarta. This evaluation research model, conducted as from November 2013 through May 2014,, used goal oriented program evaluation model covering input, process, and output aspects. Subjects in this study were principals, vice-principals, teachers, educational staff, students, and parents. Data collected using the instruments for observation, interviews, document study, and questionnaires. Evaluation results on input aspect indicates, the curriculum, teaching materials, and infrastructure are well categorized. However there are still a number of the teachers have not completed their undergraduate program (S1) though they have teaching experience more than 11 years. The process aspect shows that the lesson planning, learning process developing the student and teacher interaction, and the classroom assessment are fair. The output aspect such as the gaining of National Examination score and the quality of the graduate are fair, higher than regular classes. This evaluation suggests to improve training, seminars, and workshop for the teachers; to optimize the student recruitment; and to intensify the supervision and monitoringprograms from BPK PENABUR Foun-dation and education authorities.

(21)

Evaluasi Program Kelas Akselerasi

Pendahuluan

Wacana akselerasi pendidikan baik di tingkat pendidikan dasar maupun di tingkat menengah pernah menjadi wacana fenomenal dalam dunia pendidikan. Hampir berbagai media massa dari tingkat lokal sampai nasional mempublikasikan tentang wacana tersebut. Berbagai argumentasi pro dan kontra seputar wacana akselerasi pendidikan pernah menghiasi berbagai media baik cetak maupun elektronik. Salah satu contoh permasalahan di sekolah, beberapa prosedur teknis seleksi calon siswa tidak dilaksanakan sebagaimana seharusnya, terutama dalam penggunaan alat tes psikologis. Hal ini mengakibatkan anak-anak yang tidak mememuhi kualifikasi CI (cerdas istimewa)+BI (berbakat istimewa) dipaksa masuk ke kelas akselerasi, demi memenuhi kuota jumlah siswa yang diinginkan.

Kebijakan Pemerintah yang melandasi penyelenggaraan Program Akselerasi adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan Dan Penyelenggaraan Pendidikan. Berdasarkan dasar hukum di atas, tujuan Program Akselerasi dapat dilihat pada Gambar 1.

Setiap siswa memiliki karakteristik masing-masing yang di antaranya terdapat siswa dengan kebutuhan khusus. Siswa yang memiliki kemampuan dan kecerdasan di atas rata-rata perlu memperoleh layanan khusus tetapi kebanyakan guru memberikan perlakuan standar, bersifat massal dan klasikal terhadap semua siswa. Padahal masing-masing kelompok sebenarnya memiliki kebutuhan yang berbeda. Akibatnya, siswa yang di bawah rata-rata akan selalu tertinggal dalam mengikuti kegiatan

pembelajaran, sebaliknya siswa yang di atas rata-rata akan merasa jenuh. Potensi yang dimiliki anak berbakat tidak akan dapat tumbuh dan berkembang bila mereka masuk ke sekolah biasa, sebab mereka tidak mendapat materi yang dapat menantang daya pikirnya dan kemung-kinan akan menjadi anak berbakat yang

underachievement atau mempunyai konsep diri yang rendah. Potensi anak berbakat akan dapat berkembang bila mendapatkan hal baru yang menantang dan menarik daya pikir sesuai perkembangan fisik, mental, dan sosialnya. Dengan memperoleh pengalaman pendidikan yang sesuai, mereka dapat memberi sumbangan yang luar biasa bagi kemajuan dan pembangu-nan bangsa dan negara. Oleh karena itu, dibutuhkan layanan pendidikan bagi anak berbakat, yang salah satunya melalui program pendidikan akselerasi. Penyelenggaraan kelas akselerasi telah menarik siswa dan orang tua

siswa dengan kecerdasan tinggiuntuk

meng-ikuti program ini. Esensi Program Akselerasi pendidikan adalah memberikan pelayanan kepada siswa yang mempunyai bakat istimewa dan kecerdasan luar biasa untuk mengikuti percepatan dalam menempuh pendidikannya.

Mengikuti perkembangan trend pendidikan dan tuntutan masyarakat khususnya dalam laya-nan pendidikan bagi anak cerdas secara intelektual, BPK PENABUR Jakarta telah menyelenggarakan Program Akselerasi. Pe-nyelenggaraan Program Akselerasi didasari atas rekomendasi pihak peme-rintah yang menilai bahwa BPK PENABUR Jakarta mampu melaksanakannya. Secara konseptual, relevansi Program Akselerasi yang berlangsung di SDK 10 PENABUR terus berproses dalam pengembangan bakat dan kecerdasan anak. Program ini memberikan perhatian yang lebih kepada anak didik yang memiliki bakat istimewa dan kecerdasan yang luar biasa, sehingga mereka dapat mengem-bangkan ilmu pengetahuannya secara luas. Tetapi secara praksis, Program Akselerasi memiliki kelemahan yang sangat signifikan.

Pendidikan

Gambar 1: Lulusan Siswa Percepatan Belajar

(22)

Evaluasi Program Kelas Akselerasi

Pada tataran praksisnya, akselerasi cenderung berorientasi pada tingkatan kognisi saja. Untuk di tingkat pendidikan menengah, implementasi Program Akselerasi mungkin tidak begitu bermasalah, karena sudah sesuai dengan tingkat perkembangan inteligensi anak. Akan tetapi sebaliknya, untuk di tingkat pendidikan dasar, implementasi Program Akselerasi masih perlu dipertanyakan. Anak-anak yang berada di tingkat pendidikan dasar masih identik dengan dunianya, yaitu dunia bermain. Belum saatnya anak dipaksakan untuk berpikir seperti orang dewasa, apalagi bila hanya ranah utama yang dikembangkan yaitu ranah kognitif saja. Sementara itu mengabaikan faktor lain yang menjadi penentu tampilnya prestasi unggul yang muncul pada saat siswa dewasa kelak, yaitu aspek motivasi belajar dan self-regulated learning skills serta tidak mengembangkan kecerdasan emosi dan adaptasi perilaku kehidupan sosial. Dengan demikian, dalam konteks ini anak didik yang tingkat kognisinya

lemah akan tertinggal, sebaliknya anak didik yang tingkat kognisinya kuat akan melaju terus. Pendidikan siswa cerdas istimewa (gifted) memang idealnya berbasis kultur dan sosial yang konstruktif bagi perkembangan siswa. Tanggung jawab sekolah tidak hanya bagai-mana mereka mendapatkan pelajaran, namun jauh lebih penting bagaimana meningkatkan

keterampilan belajar mereka  sesuai dengan

semboyan, guru sedikit mengajar, siswa banyak belajar. Pelayanan pendidikan akselerasi amat penting dalam bentuk pelayanan yang bervariasi

karena siswa  cerdas istimewa bukanlah manusia dengan  populasi yang seragam. Pola

tumbuh kembangnya, variasi personalitasnya, maupun variasi keberbakatannya sangat variatif. Kondisi inilah yang sering membawa berbagai kesulitan pada anak-anak cerdas istimewa dan sering salah interpretasi serta tantangan untuk memberikan pendidikan yang lebih variatif, tanpa mengurangi arti penting kelas akselerasi yang selama ini telah dikembangkan. Program

General Cognitive Achievement Specific skill Achievement Students Attitudes Students Behaviors Students Producs Parent Coomunity Attitudes

Step 3

Output (outcomes) Identification

Methods

Teaching techniques and organization Enrichment Activities Parents Involve-ment

Step 2

Curriculum Personnel

Books and material

Equipment Facilities

Step 1

Input (Resources)

Process/ Activities

Evaluation Decision Maker

Gambar 2: Kerangka Evaluasi (Widoyoko, 2012: 5)

>

>

>

>

>

>

(23)

Evaluasi Program Kelas Akselerasi

Akselerasi dapat terlak-sana dan berhasil sebagai-mana yang diharapkan dalam tujuan penyeleng-garaan pendidikan apabi-la hal di atas dapat terpe-nuhi dengan baik.

Berdasarkan uraian di atas, maka Program Akselerasi di SDK 10 PENABUR Jakarta perlu dievaluasi untuk mengeta-hui lebih pasti apakah

tujuan dan sasaran utama penyelenggaraan pro-gram tersebut tercapai atau tidak, apakah metode perlu diperbaiki, apakah sistem dan manaje-mennya tepat, apakah anak didik mengalami perkembangan sesuai rencana, dan apakah penyelenggaraan program berjalan dengan efektif. Seperti yang tertera dalam Gambar 2, hal ini dapat membantu peneliti dalam menen-tukan hal-hal yang akan dievaluasi apabila ditinjau dari keterkaitan antara masukan (input)

dan keluaran (output) dari program tersebut. Aspek masukan yang di dalamnya termasuk proses pembelajaran, di sini tentunya dimulai dari landasan konseptual berupa tujuan utama penyelenggaraan program, kurikulum, siswa, guru, pendekatan pembelajaran akselerasi, strategi pembelajaran, bahan ajar, sarana dan prasarana. Sedangkan untuk proses pembel-ajaran, peneliti ingin mengevaluasi lebih dalam apakah hanya pengetahuan kognitif yang dominan dalam praktiknya di kelas. Sedangkan untuk aspek keluaran (output), penulis juga

memasukkan dampak (outcomes), mengevaluasi

hasil belajar harian siswa hingga hasil Ujian Nasional siswa dan keterserapan peserta didik lulusan kelas akselerasi di SMP unggulan serta apakah lulusan itu juga masuk ke Program Akselerasi di SMP.

Stufflebeam dan Shinkfield (Widoyoko, 2012: 3) evaluasi adalah suatu proses dalam me-nyediakan informasi yang dapat dijadikan sebagai pertimbangan untuk me-nentukan kebijakan atau pengambilan keputusan. Pendapat ahli lainnya, yaitu Arikunto (2010: 3-4) menyatakan bahwa evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan informasi tentang beker-janya sesuatu, selanjutnya informasi tersebut

digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan. Pelaksana (evaluator) ingin mengetahui seberapa tinggi mutu atau kondisi sesuatu sebagai hasil pelaksa-naan program, setelah data terkumpul diban-dingkan dengan kriteria atau standar tertentu.

Model evaluasi yang paling awal dan tertua, merupakan model evaluasi oleh Ralph W.Tyler, seperti dikutip Daryanto (2010:77). Pendekatan model ini memfokuskan pada tujuan spesifik serta menentukan sampai di mana suatu tujuan yang ditetapkan telah tercapai. Jika suatu program tidak mempunyai tujuan yang bernilai, maka program tersebut merupakan program yang buruk. Tujuan merupakan keinginan dan harapan yang ingin dicapai. Hasil evaluasi akan menggambarkan tingkat keberhasilan tujuan program berdasarkan kriteria program. Dalam

model ini, seorang evaluator secara terus-menerus melakukan pantauan terhadap tujuan yang telah ditetapkan. Penilaian yang terus-menerus ini menilai kemajuan yang dicapai peserta program serta efektivitas temuan-temuan yang dicapai oleh sebuah program. Tyler menggambarkan program pendidikan sebagai suatu proses yang di dalamnya terdapat tiga hal penting yang perlu dibedakan yaitu tujuan pendidikan, pengalaman belajar, dan penilaian terhadap hasil belajar, dan disajikan Daryanto (2010: 78-79) seperti terlihat pada Gambar 3.

Pengalaman belajar (a)

(b)

(c)

Pengalaman belajar

Gambar 3: Hubungan Tiga Dimensi Proses Pendidikan

>

>

<<

Aspek keterampilan, sikap, nilai Tujuan pendidikan

Input

Gambar 4: Program Pemrosesan Input Menjadi Output

(24)

Evaluasi Program Kelas Akselerasi

Garis (a) menunjuk-kan hubungan antara tuju-an pendidiktuju-an dtuju-an penga-laman belajar, garis (b) menunjukkan hubungan pengalaman belajar dan hasil belajar, garis (c) menunjukkan hubungan antara tujuan dan hasil

belajar. Menurut model ini, evaluasi mengukur kesesuaian antara tujuan pendidikan yang diinginkan dan hasil belajar yang dicapai. Tujuan yang dicapai menyangkut perubahan tingkah laku yang diinginkan pada diri anak didik dan berguna untuk kepentingan penyem-purnaan sistem pendidikan dan memberikan informasi kepada pihak lain mengenai hasil yang telah dicapai.

Program pemrosesan adalah program yang kegiatan pokoknya mengubah bahan mentah atau masukan (input) menjadi bahan jadi atau keluaran (output) sebagai hasil proses, seperti terlihat pada Gambar 4.

Ciri khusus program pemrosesan ialah ada-nya sesuatu yang semula berada dalam kondisi awal sebagai masukan, sesudah digarap melalui transformasi (alat pemrosesan) berubah menjadi

Tujuan Pro-gram Akselerasi yang telah ditetapkan oleh pemerintah

1. Menetapkan tujuan

2. Mendefinisiakan tujuan

3. Mendefinisaikan tujuan dalam istilah perilaku

4. Menentukan situasi belajar

5. Mengembangkan teknis pengukuran

6. Mengumpulkan data kinerja

7. Membandingkan data kinerja dengan tujuan yang dinyatakan dengan perilaku

Input

Proses

Output (Out Comes)

Uji coba instrument (Expert Judgment)

Instrumen pengumpulan data

Pengambilan data

Analisis

Rekomendasi

Gambar 6: Desain Penelitian Evaluasi Program

Pelaksanaan Program Evaluasi dengan pendekatan Goal Oriented

>

>

>

>

>

>

<

<

Menata ulang tujuan, prosedur, dan penilaian

Output

Out come Input

Proses

Gambar 5: Pemrosesan dari Input Hingga Output

(25)

Evaluasi Program Kelas Akselerasi

suatu keluaran yang menjadi tujuan program. Model evaluasi berbasis tujuan dengan tahapan pemrosesan dapat ditunjukkan seperti dalam Gambar 5.

Evaluasi terhadap program ini dilakukan untuk menyempurnakan dan memperbaiki

program yang telah berjalan. Sebagai penelitian evaluatif, juga untuk mengetahui komponen apa saja yang mempengaruhi efektivitas program.

Penelitian ini dilaksanakan di SDK 10 PENABUR Jakarta karena di lingkungan BPK PENABUR Jakarta hanya SD ini yang

Tabel 1: Kriteria Evaluasi Penyelenggaraan Program Akselerasi

Komponen Indikator Kriteria Evaluasi

1. Dasar/

Dinas pendidikan dan yayasan BPK PENABUR, menerbitkan Penetapan penyelenggaraan Program Akselerasi di SDK 10

2. Kurikulum Terdapat kurikulum khusus untuk Program Akselerasi

Pelaksanaan berdasarkan kurikulum Nasional khusus Akselerasi (kurikulum berdiferiensasi)

3. Siswa ( Peserta Didik)

Siswa yang mendaftar adalah siswa yang memiliki kecerdasan dan

keberbakatan di atas rata-rata (istimewa)

1. 2.

Hasil tes IQ dengan kategori tinggi ( min 130 Prestasi siswa di atas mean populasi siswa

4. Guru (Tenaga

Guru yang mengajar sesuai kompetensi Rasio guru dengan siswa SD maks 1:28 sesuai dengan Juknis Peraturan Penataan dan Pengaturan Guru tahun 2011

5. Bahan

Tersedianya perangkat bahan pengajaran : silabus, prota,prosem, dan RPP sesuai Standar proses dengan kategori baik

6. Sarana dan

Sarana pendukung kegiatan mengacu pada Permendiknas No. 24 tahun 2007

7. Proses Aktivitas Pembelajaran

Guru melaksanakan proses kegiatan pembelajaran sesuai kebutuhan para siswa Akselerasi. (pengembangan kognitif, afektif, dan

psikomotor)

Terlaksananya proses pembelajaran yang mengacu pada Standar Proses pembelajaran untuk tingkat SD, dengan kategori baik.

8. Keluaran (Output)

1. Nilai hasil belajar ulangan harian 2. Hasil nilai UN 3. Penilaian hasil belajar terprogram an sistematik mengevaluasi tingkatan kognitif, afektif, dan psikomotorik

1

2

3

Semua siswa memperoleh nilai hasil ulangan rata-rata di atas KKM 75

Semua siswa lulus 100% dan nilai UN di atas rata-rata 80

Penyajian soal dan penilaian siswa berdasarkan kriteria kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik

9. Outcomes

Keterserapan lulusan

Keterserapan lulusan Program Akselerasi di SMP unggulan

Gambar

Gambar 1: Siklus  Proses Pembentukan Ethylene
Tabel  1:  Hasil  Perhitungan  Reliabilitas  dan Validitas Soal Fisika dan Kimia Tentang Gas Serta Soal Biologi Tentang Ethylene.
Tabel 4: Hasil Korelasi Pearson
Gambar 1: Lulusan Siswa  Percepatan Belajar&gt;&lt;Berwawasanluas Berakhlak  mulia&gt;
+7

Referensi

Dokumen terkait

Bioetanol merupakan bahan bakar alternatif proses fermentasi tanaman yang mengandung jumlah kandungan gula, pati, atau selulosa yang tinggi, sehingga menghasilkan etanol

Hasil Pengukuran Tingkat Nyeri haid sebelum dilakukan Teknik Relaksasi pada remaja putri SMPN 1 Kartoharjo mendapatkan skala nyeri dengan intensitas nyeri sedang dan untuk

Data yang akan dianalisa dalam penelitian ini adalah data utama (data primer) yakni data yang berhubungan dengan pelaksanaan terapi shalat dan zikir

24 Tahun 1997, yang dimaksud sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, hak

Evaluasi yang dilakukan menun- jukkan bahwa program amnesti pajak yang dilaksanakan di Indonesia perio- de 1 Juli 2016 sampai dengan 31 Maret 2017 cukup berhasil, walaupun

[r]

Dengan demikian pada penelitian ini diharapkan di peroleh suatu kondisi bioreaktor hidrolisis- acidogenesis dengan tipe ABR dimana pada reaktor ini tidak

Faktor – faktor lain yang dapat mempengaruhi perusahaan untuk melakukan pergantian auditor (auditor switching) secara sukarela (voluntary), yaitu pergantian manajemen,