Bab 1
Perkembangan Kondisi
M akroekonomi
Perekonomian daerah Sulaw esi Selatan pada triw ulan II-2009 diperkirakan mengalami
pertumbuhan sebesar 5,48% (y.o.y), lebih tinggi apabila dibandingkan dengan pertumbuhan
tahunan triw ulan I-2009 yang sebesar 4,04% , namun tercatat lebih rendah dibandingkan
triw ulan triw ulan II-2008 (8,10% ). Dari sisi permintaan, laju pertumbuhan dimaksud
terutama didukung oleh pertumbuhan konsumsi dan investasi. Sementara kinerja ekspor
menunjukkan kontraksi yang semakin melemah, demikian pula hal yang sama terjadi pada
kinerja impor.
Grafik 1.1. Laju Pertumbuhan PDRB
Dari sisi penaw aran (sektoral), pendorong pertumbuhan ekonomi berasal dari sektor
pertanian, sektor perdagangan-hotel-restoran dan sektor bangunan. Sementara sektor
pertambangan diperkirakan masih mengalami kontraksi pertumbuhan. Sedangkan
pertumbuhan tertinggi terjadi di sektor bangunan sehubungan dengan telah berjalannya
realisasi belanja modal pemerintah.
1.1 Permintaan Daerah
Pertumbuhan perekonomian di Sulaw esi Selatan pada triw ulan II-2009 dari sisi
permintaan disebabkan oleh komponen konsumsi dan investasi yang masih mengalami
pertumbuhan positif. Laju pertumbuhan konsumsi ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan
pertumbuhan triw ulan sebelumnya (y.o.y), sedangkan kinerja investasi mengalami
meskipun semakin mengecil. Seiring dengan perkembangan ekspor, pertumbuhan impor
juga masih negatif (kontraksi) dengan kondisi yang juga semakin mengecil.
Tabel 1.1. Perkembangan PDRB Riil : Permintaan Daerah (y.o.y)
1.1.1. Konsumsi
Pada triw ulan laporan, kinerja konsumsi diperkirakan tumbuh sebesar 5,49% (y.o.y),
lebih tinggi dibanding triw ulan I-2009 (4,75% ) namun lebih rendah dibandingkan dengan
triw ulan II-2008 (6,11% ). Pertumbuhan kinerja konsumsi tersebut diperkirakan terjadi baik
pada konsumsi rumah tangga maupun konsumsi pemerintah.
Kinerja konsumsi rumah tangga diperkirakan tumbuh sebesar 5,69% (y.o.y) dengan
sumbangan pertumbuhan sebesar 3,09% (y.o.y). Angka pertumbuhan tersebut lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan pada triw ulan I-2009 yang tercatat sebesar 5,07% (y.o.y).
Beberapa faktor yang diperkirakan mendorong pertumbuhan tersebut antara lain adanya
peningkatan pendapatan masyarakat, terutama pegaw ai negeri sipil, sehubungan dengan
kenaikan gaji PNS sebesar 15% , pembayaran BLT (Bantuan Langsung Tunai), serta faktor
musiman liburan sekolah dan tahun ajaran baru. Peningkatan konsumsi rumah tangga juga
diindikasikan oleh meningkatnya konsumsi air, pembelian kendaraan bermotor (sedan, jeep
dan station w agon) dan pembelian barang tahan lama (hasil survey konsumen), meskipun
konsumsi listrik rumah tangga mengalami penurunan.
Selanjutnya kinerja konsumsi pemerintah pada triw ulan II-2009 diperkirakan tumbuh
sebesar 4,36% (y.o.y), lebih tinggi dibandingkan triw ulan I-2009 (3,08% ) namun lebih
rendah dibandingkan triw ulan II-2008 (14,11% y). Pertumbuhan kinerja konsumsi pemerintah
ini diperkirakan karena mulai berjalannya pelaksanaan program-program kerja pemerintah
terutama belanja operasional. Selain itu, kinerja konsumsi nirlaba diperkirakan mengalami
sebelumnya yang tumbuh 16,43% . Kondisi tersebut ditandai dengan konsumsi listrik sektor
sosial yang relatif tumbuh stabil.
Beberapa prompt indikator pertumbuhan kinerja konsumsi tersebut di atas terlihat
dari grafik sebagai berikut :
Grafik 1.2. Prompt Indikator Kinerja Konsumsi Pemakaian Air (M ³)
di M akassar
Perkembangan Konsumsi Listrik Sektor Rumah Tangga
Kendaraan Terdaftar Rumah Tangga
IndeksPenghasilan Saat Ini dan Ketepatan Konsumsi Barang Tahan Lama
Perkembangan Konsumsi Listrik Sektor Pemerintah
1.1.2. Investasi
Pada triw ulan II-2009, investasi diperkirakan tumbuh sebesar 24,88% (y.o.y) dengan
sumbangan pertumbuhan sebesar 5,25% (y.o.y). Sementara pertumbuhan pada triw ulan
I-2009 tercatat sebesar 30,06% (y.o.y) dengan sumbangan pertumbuhan sebesar 5,90%
(y.o.y). Perlambatan kinerja investasi tersebut diperkirakan dipengaruhi oleh perilaku pelaku
usaha untuk menunggu situasi dari pelaksanaan Pemilu Eksekutif (Pilpres). Perilaku
menunggu kepastian ini searah dengan melambatnya kinerja sektor industri Sulsel yang
diindikasikan dengan stagnasi pertumbuhan konsumsi listrik pada sektor tersebut. Indikator
lainnya yaitu pertumbuhan kredit produktif (modal kerja dan investasi) bank umum pada
triw ulan laporan, juga mencerminkan terjadinya perlambatan investasi.
M eskipun impor barang modal diperkirakan melambat pertumbuhannya, namun
volume impor barang modal relatif tinggi. Pertumbuhan kinerja investasi ini, diperkirakan
didorong oleh belanja modal pemerintah sehubungan dengan mulai berjalannya
proyek-proyek fisik pemerintah, yang ditandai dengan peningkatan realisasi pengadaan semen di
Sulsel. Beberapa prompt indikator yang relatif menunjukkan pertumbuhan kinerja investasi di
daerah adalah sebagai berikut :
Grafik 1.3. Prompt Pertumbuhan Kinerja Investasi
Volume Impor Barang M odal Realisasi Pengadaan Semen
Perkembangan Konsumsi Listrik Sektor Industri
Perkembangan Kredit Produktif Bank Umum
Kendaraan Terdaftar Untuk Industri/ Bisnis
1.1.3.
Net Perdagangan Eksternal (Ekspor Impor)
Secara nominal, kinerja perdagangan ke luar Sulsel diperkirakan masih tumbuh
negatif atau kontraksi yaitu sebesar -14,64% (y.o.y), namun semakin mengecil dibandingkan
pertumbuhan pada triw ulan sebelumnya yang tercatat sebesar -21,53% . Kontraksi dimaksud
sedikit lebih besar dibandingkan pertumbuhan pada triw ulan II2008 yang tercatat sebesar
-11,16% (y.o.y).
Grafik 1.4. Prompt Indikator Kinerja Ekspor
Volume Ekspor Luar Negeri Non M igas Total Volume Ekspor Luar Negeri Nikel
Volume Ekspor Luar Negeri Ikan, Udang, Kerang dan lain-lain
Volume M uat Dalam Negeri M elalui Pelabuhan
Berkurangnya kontraksi pertumbuhan ekspor Sulsel tersebut lebih banyak didorong
oleh perdagangan ekspor antar pulau, dimana Sulsel merupakan pintu masuk perdagangan
sekaligus penyuplai barang-barang kebutuhan masyarakat di w ilayah sekitarnya, terutama di
Kalimantan Timur dan w ilayah timur Indonesia. Pertumbuhan kinerja ekspor antar pulau
tersebut tercermin dari indikator volume muat dalam negeri pelabuhan yang menunjukkan
peningkatan. Selain itu, diperkirakan terjadi peningkatan produksi sektor pertambangan
Sulsel, terutama nikel, sehingga sedikit banyak mampu mendorong pertumbuhan kinerja
ekspor. Hal tersebut ditandai dengan ekspor luar negeri komoditas nikel mengalami
peningkatan.
Demikian pula kinerja impor diperkirakan juga menunjukkan kondisi yang relatif
sama, pada triw ulan laporan tercatat kontraksi sebesar -8,33% (y.o.y), sementara pada
triw ulan I-2009 tercatat sebesar -13,34% . Perbaikan pertumbuhan kinerja impor tersebut
ditandai dengan mulai adanya peningkatan volume impor, baik dari luar negeri maupun dari
antar pulau.
Grafik 1.5. Prompt Indikator Kinerja Impor
Volume Impor Luar Negeri Non M igas Total
Volume Bongkar Dalam Negeri M elalui Pelabuhan
Volume Impor Luar Negeri Consumer Goods
1.2. Penaw aran Daerah (Sektoral)
Dari sisi penaw aran, secara tahunan, sektor industri pengolahan, sektor bangunan,
sektor perdagangan-hotel-restoran dan sektor angkutan-komunikasi diperkirakan mengalami
peningkatan pertumbuhan dibandingkan dengan pertumbuhan pada triw ulan sebelumnya.
Seluruh sektor ekonomi mengalami pertumbuhan, kecuali sektor pertambangan yang
mengalami kontraksi (pertumbuhan negatif).
Tabel 1.2. Perkembangan PDRB Riil : Penaw aran Daerah
Pertumbuhan tertinggi diperkirakan terjadi di sektor bangunan yaitu tercatat sebesar
17,77% (y.o.y), sedangkan sektor pertambangan-penggalian merupakan satu-satunya sektor
yang mengalami kontraksi yaitu sebesar -4,42% (y.o.y) meskipun diperkirakan mulai
II-08 I-09 II-09* II-08 I-09 II-09*
Pertanian 4.87% 5.16% 4.94% 0.62% 6.75% 0.41%
Pertambangan - Penggalian -7.23% -14.14% -4.42% -8.74% -5.27% 1.59%
Industri Pengolahan 12.01% 1.75% 2.90% 3.20% -0.39% 4.36%
Listrik - Gas - Air Bersih 12.94% 11.21% 11.16% 2.41% 1.88% 2.36%
Bangunan 25.15% 15.79% 17.77% 8.52% 1.09% 10.37%
Perdagangan - Hotel - Restoran 12.24% 8.00% 8.53% 2.58% 2.08% 3.08%
Angkutan - Komunikasi 14.40% 4.77% 5.26% 3.90% -5.20% 4.39%
Keuangan - Persewaan - Js Perusahaan 14.48% 5.00% 4.72% 4.96% 2.31% 4.68%
Jasa - jasa 5.34% 7.66% 8.04% 2.26% 0.46% 2.63%
TOTAL 8.10% 4.04% 5.48% 1.49% 1.56% 2.89%
Pertanian 1.46% 1.51% 1.44% 0.18% 1.90% 0.12%
Pertambangan - Penggalian -0.74% -1.39% -0.39% -0.86% -0.46% 0.13%
Industri Pengolahan 1.66% 0.25% 0.41% 0.45% -0.06% 0.60%
Listrik - Gas - Air Bersih 0.12% 0.11% 0.11% 0.02% 0.02% 0.02%
Bangunan 1.14% 0.78% 0.93% 0.42% 0.06% 0.57%
Perdagangan - Hotel - Restoran 1.84% 1.24% 1.34% 0.40% 0.33% 0.50%
Angkutan - Komunikasi 1.10% 0.38% 0.42% 0.31% -0.44% 0.35%
Keuangan - Persewaan - Js Perusahaan 0.91% 0.32% 0.31% 0.32% 0.15% 0.30%
Jasa - jasa 0.61% 0.85% 0.90% 0.25% 0.05% 0.30%
TOTAL 8.10% 4.04% 5.48% 1.49% 1.56% 2.89%
Sumber : BPS diolah
* Proyeksi Bank Indonesia Makassar
Pertumbuhan (y.o.y) Pertumbuhan (q.t.q)
Sumbangan (y.o.y) Sumbangan (q.t.q)
membaik. Dari sisi sumbangan, penyumbang pertumbuhan terbesar pada triw ulan laporan
diperkirakan berasal dari adalah sektor pertanian dan sektor perdagangan-hotel-restoran
yaitu masing-masing sebesar 1,44% dan 1,34% . Sektor lainnya yang memberikan
sumbangan cukup besar adalah sektor bangunan dan sektor jasa-jasa yaitu sebesar 0,93%
dan 0,9% .
Secara triw ulanan (q.t.q), pertumbuhan ekonomi daerah terutama didorong oleh
sektor industri pengolahan, sektor bangunan dan sektor perdagagan-hotel-restoran yang
masing-masing sektor memberikan sumbangan sebesar 0,60% , 0,57% , dan 0,50% . Secara
keseluruhan pertumbuhan triw ulanan Sulsel juga tercatat mengalami peningkatan yaitu dari
-1,56% pada triw ulan I-2009 menjadi 2,89% pada triw ulan laporan. Dari sisi pertumbuhan,
sektor bangunan diperkirakan mengalami pertumbuhan triw ulanan tertinggi (10,37% ),
diikuti sektor keuangan (4,68% ), dan sektor angkutan (4,39% ).
1.2.1. Sektor Pertanian
Kinerja sektor pertanian diperkirakan mengalami pertumbuhan yaitu sebesar 4,94%
(y.o.y), lebih rendah dibandingkan triw ulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,16% .
M elambatnya pertumbuhan sektor ini diperkirakan karena mulainya masa tanam komoditas
tanaman pangan (padi) pada periode triw ulan II-2009. Perlambatan pertumbuhan sektor
pertanian diindikasikan pula dengan adanya penurunan volume ekspor ikan, udang, kerang
dan lain-lain serta penurunan volume ekspor kopi, teh dan kakao. Namun di sisi lain, terjadi
peningkatan volume ekspor makanan ternak yang berbahan baku dari komoditi yang
termasuk dalam subsektor tanaman bahan makanan, yaitu jagung.
Perlambatan kinerja subsektor perikanan (ikan, udang, kerang dan lain-lain) tersebut
diperkirakan karena faktor produktifitas hasil tangkapan yang mengalami penurunan,
sementara penurunan subsektor perkebunan (kopi, teh dan kakao) diperkirakan karena
kualitas komoditi yang masih kurang memenuhi permintaan pasar, meskipun permintaan
terhadap komoditi tersebut masih terbuka lebar.
Grafik 1.6. Prompt Indikator Pertumbuhan Kinerja Sektor Pertanian Volume Ekspor Luar Negeri
Ikan, Udang, Kerang dan lain-lain
Volume Ekspor Luar Negeri Kopi,Teh, Kakao dll
Kredit Sektor Pertanian Bank Umum
1.2.2. Sektor Industri Pengolahan
Peningkatan pertumbuhan diperkirakan terjadi di sektor industri pengolahan yang
pada triw ulan laporan tercatat tumbuh 2,90% (y.o.y), lebih tinggi dibandingkan dengan
triw ulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,75% (y.o.y). Peningkatan pertumbuhan sektor
ini diperkirakan disebabkan oleh meningkatnya produksi subsektor industri pengolahan
semen dan makanan-minuman.
Grafik 1.7. Prompt Indikator Pertumbuhan Kinerja Sektor Industri Pengolahan
Realisasi Pengadaan Semen Realisasi Produksi Tepung Terigu
Peningkatan produksi industri pengolahan semen tersebut terkait dengan mulai
berjalannya proyek-proyek peemrintah, sehubungan dengan realisasi anggaran belanja
modal yang pada triw ulan II-2009. Subsektor industri makanan-minuman juga diperkirakan
menjadi pendorong pertumbuhan sektor ini. Hal tersebut ditandai dengan produksi tepung
terigu yang mengalami peningkatan dibanding triw ulan sebelumnya. Demikian pula industri
kayu diperkirakan juga mengalami peningkatan pertumbuhan, yang ditandai dengan
peningkatan volume ekspor kayu olahan.
1.2.3. Sektor Perdagangan-Hotel-Restoran
Peningkatan pertumbuhan terjadi di sektor perdagangan-hotel-restoran yang
diperkirakan tumbuh sebesar 8,53% (y.o.y) dengan sumbangan terhadap total pertumbuhan
sebesar 1,34% . Sementara pertumbuhan tahunan pada triw ulan I-2009 sebesar 8,00%
(y.o.y) dengan sumbangan sebesar 1,24% . M eningkatnya pertumbuhan di sektor ini
diperkirakan karena terjadi pertumbuhan subsektor perdagangan besar-eceran, yang ditandai
dengan meningkatnya arus bongkar muat melalui angkatan laut , meskipun arus bongkar
muat cargo melalui angkutan udara mengalami penurunan.
Grafik 1.8. Prompt Indikator Kinerja Sektor Perdagangan-Hotel-Restoran
Arus Bongkar M uat M elalui Angkutan Laut
Arus Bongkar M uat Cargo M elalui Angkutan Udara
Kredit Sektor Perdagangan Bank Umum
Sementara dari subsektor hotel, diperkirakan mengalami perlambatan pertumbuhan
dibandingkan triw ulan I-2009, mengingat volume kegiatan masyarakat, baik pemerintah
maupun sw asta, pada triw ulan laporan lebih rendah dibanding triw ulan I-2009. Kondisi
tersebut ditandai dengan menurunnya rata-rata Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel
berbintang di Sulsel yang tercatat kontraksi sebesar -11,08% (y.o.y) dengan rata-rata TPK
sebesar 38,68, sedangkan pada triw ulan I-2009 tercatat tumbuh sebesar 16,42% dengan
rata-rata TPK sebesar 35,68.
1.2.4. Sektor Jasa-jasa
Diperkirakan masih mengalami peningkatan pertumbuhan yaitu dari 7,66% (y.o.y)
pada triw ulan I-2009 menjadi sebesar 8,04% (y.o.y) pada triw ulan laporan dengan
sumbangan terhadap total pertumbuhan adalah sebesar 0,90% . Peningkatan tersebut
diduga karena terjadi peningkatan kinerja pada subsektor pemerintahan umum. Hal ini
tercermin pada terjadinya peningkatan konsumsi listrik pada sektor pemerintah. Sementara di
sisi lain, diperkirakan terjadi tekanan pertumbuhan pada sektor jasa yang ditandai dengan
penurunan penyaluran kredit yang diberikan Bank Umum pada sektor jasa (jasa sosial
kemasyarakatan dan jasa dunia usaha) dan melambatnya peningkatan konsumsi listrik pada
sektor sosial.
Grafik 1.9. Prompt Indikator Kinerja Sektor Jasa-jasa
Konsumsi Listrik Sektor Sosial Konsumsi Listrik Sektor Pemerintah
Konsumsi Listrik Umum (Penerangan Jalan Umum)
1.2.5. Sektor Angkutan dan Komunikasi
Sektor angkutan dan komunikasi pada triw ulan laporan diperkirakan mengalami
peningkatan pertumbuhan, sehubungan dengan masa liburan sekolah pada akhir triw ulan
laporan. Pada triw ulan II-2009, sektor ini diperkirakan tumbuh sebesar 5,26% (y.o.y) dengan
sumbangan terhadap PDRB daerah sebesar 0,42% , sementara pertumbuhan pada triw ulan
I-2009 sebesar 4,77% (y.o.y) dengan sumbangan terhadap PDRB daerah sebesar 0,38% .
Peningkatan pertumbuhan sektor ini didominasi oleh pertumbuhan kinerja subsektor
pengangkutan, yang relatif disebabkan oleh meningkatnya aktivitas perjalanan ke luar kota
sebagai akibat dari banyaknya hari libur. Kondisi tersebut ditandai dengan peningkatan lalu
lintas penumpang dan pesaw at angkutan udara, meskipun lalu lintas penumpang angkutan
laut mengalami penurunan. Hal tersebut diperkirakan karena biaya tiket angkutan udara
yang relatif lebih murah dibanding angkutan laut.
Selain itu, peningkatan pertumbuhan juga diperkirakan terjadi pada subsektor
komunikasi, yang diperkirakan karena terjadi perang tarif murah antar operator seluler masih
terus berlanjut, sebagai akibat dari terjadinya peningkatan penggunaan seluler oleh
masyarakat.
Grafik 1.10. Prompt Indikator Kinerja Subsektor Angkutan
Lalu Lintas Penumpang Angkutan Udara
Lalu Lintas Pesaw at Angkutan Udara
Kredit Sektor Angkutan Bank Umum
1.2.6. Sektor Keuangan-Persew aan-Jasa Perusahaan
Pada triw ulan laporan, sektor ini diperkirakan mengalami perlambatan pertumbuhan,
yaitu dari 5,00% (y.o.y) pada triw ulan I-2009 menjadi sebesar 4,72% (y.o.y). Perlambatan
pertumbuhan tersebut diperkirakan didorong oleh perlambatan kinerja di subsektor bank,
yang ditandai dengan melambatnya pertumbuhan Nilai Tambah Bruto (NTB) Bank Umum.
Perlambatan pertumbuhan NTB bank umum tersebut diakibatkan karena pendapatan yang
diterima bank umum pada triw ulan laporan relatif lebih kecil dibandingkan pendapatan yang
diterima pada triw ulan I-2009. Kondisi tersebut terjadi karena pertumbuhan penyaluran
kredit bank umum pada triw ulan II-2009 tercatat sebesar 13,14% (y.o.y) dengan
pertumbuhan penghimpunan DPK sebesar 15,37% (y.o.y). Sementara pertumbuhan
penyaluran kredit pada triw ulan I-2009 tercatat sebesar 18,79% (y.o.y) dengan pertumbuhan
penghimpunan DPK sebesar 18,43% (y.o.y).
Selain subsektor bank, diperkirakan terjadi peningkatan pertumbuhan di subsektor
lembaga keuangan non bank, yang ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan tahunan
pembiayaan non bank. Peningkatan secara nominal tersebut diperkirakan karena terjadi
peningkatan konsumsi masyarakat sehubungan dengan liburan yang cukup banyak di
triw ulan laporan.
Grafik 1.11. Prompt Indikator Kinerja Sektor Keuangan-Persew aan-Jasa Perusahaan
Nilai Tambah Bruto Bank Umum Pembiayaan Lemb. Keuangan Non Bank
1.2.7. Sektor Lainnya
Sektor listrik-gas-air bersih, diperkirakan sedikit mengalami perlambatan
pertumbuhan dibanding pertumbuhan pada triw ulan I-2009. Pada triw ulan laporan, sektor
ini diperkirakan tumbuh sebesar 11,16% (y.o.y), sementara pada triw ulan I-2009 tumbuh
sebesar 11,21% . Dimana sumbangan sektor listrik-gas-air bersih terhadap pertumbuhan
ekonomi Sulsel meningkat menjadi 0,11% (y.o.y). Pertumbuhan sektor ini masih didominasi
dengan melambatnya penjualan listrik di Sulsel, terutama di sektor rumah tangga dan
industri. Sementara di subsektor air bersih, diperkirakan terjadi peningkatan pertumbuhan
tahunan dibanding triw ulan sebelumnya. Peningkatan pertumbuhan pada triw ulan laporan di
subsektor ini ditandai dengan peningkatan pemakaian air dan pemasangan saluran air di
M akassar.
Grafik 1.12. Prompt Indikator Kinerja Sektor Listrik-Gas-Air Bersih
Penjualan Listrik (Juta Kw h) Pemakaian Air (M ³) di M akassar
Perkembangan Kredit Sektor Listrik-Gas-Air Bank Umum
Pemasangan Saluran Air di M akassar
Sektor pertambangan-penggalian, diperkirakan mengalami perbaikan
pertumbuhan meskipun masih mengalami kontraksi. Pertumbuhan sektor ini tercatat
kontraksi sebesar -4,42% (y.o.y) sementara pada triw ulan I-2009 kontraksi sebesar -14,14% .
Dengan kontraksi pertumbuhan tersebut, sektor ini pada triw ulan laporan diperkirakan
memberikan sumbangan terhadap PDRB daerah sebesar -0,39% (y.o.y). Penyumbang
terbesar kontraksi ini adalah masih pada subsektor pertambangan bukan migas. Perbaikan
pertumbuhan pada subsektor pertambangan bukan migas diperkirakan didorong oleh
produksi nikel terkait dengan adanya perbaikan harga nikel internasional. Selain nikel,
perbaikan pertumbuhan sektor ini juga didorong oleh produksi barang-barang mineral non
logam, seperti bahan baku semen dan hasil tambang non logam, yang ditandai dengan
Grafik 1.13. Prompt Indikator Kinerja Sektor Pertambangan-Penggalian
Volume Ekspor Nikel Perkembangan Harga Nikel di Pasar Dunia
Perkembangan Kredit Sektor Pertambangan Bank Umum
Volume Ekspor Barang-barang dari M ineral Non Logam
Sektor bangunan, diperkirakan mengalami pertumbuhan positif yang lebih tinggi
dibanding triw ulan sebelumnya. Pada triw ulan laporan, sektor ini diperkirakan tumbuh
17,77% (y.o.y) sedangkan pertumbuhan pada triw ulan sebelumnya sebesar 15,79% .
Peningkatan pertumbuhan pada sektor ini ditandai dengan meningkatnya realisasi
pengadaan semen di propinsi Sulsel pada triw ulan II-2009 dibanding triw ulan I-2009,
terutama untuk proyek-proyek pemerintah pada tahun 2009 yang mulai direalisasikan.
Sementara penyaluran kredit konstruksi dan properti oleh bank umum, secara nominal masih
menunjukkan peningkatan, meskipun penyaluran kredit konstruksi dan properti tersebut
Grafik 1.14. Prompt Indikator Kinerja Sektor Bangunan
Realisasi Pengadaan Semen
Perkembangan Kredit Sektor Konstruksi Bank Umum
BOKS I
LAPORAN LIAISON ZONA SULAM PUA
Pada triw ulan II-2009, kegiatan Liaison zona Sulampua dilaksanakan dengan mew aw ancarai 18 perusahaan (selanjutnya disebut sebagai contact) yang berada di daerah Sulaw esi Selatan, Sulaw esi Tengah, Sulaw esi Utara, dan Papua. Contact terdiri dari perusahaan berorientasi pasar domestik maupun ekspor yang bergerak pada sektor ekonomi pertambangan, pertanian-perkebunan-perikanan, industri pengolahan, bangunan, dan perdagangan-hotel-restoran.
Penjualan domestik contact liaison pada triw ulan II-2009 cenderung mengalami peningkatan, terutama pada sektor industri pengolahan dan subsektor perdagangan. Peningkatan penjualan didorong oleh maraknya proyek pembangunan. Selain itu pelaksanaan World Ocean Conference (WOC) juga ikut meningkatkanpermintaan masyarakat, khususnya di Sulaw esi Utara.
Permintaan Ekspor pada triw ulan II-2009 mulai menunjukkan pertumbuhan positif, terutama pada sektor industri pengolahan dan sub sektor perkebunan dan perikanan. Pertumbuhan permintaan tidak dapat direspon dengan optimal karena terdapat kesulitan dalam memperoleh bahan baku yang memenuhi standar kualitas ekspor akibat faktor cuaca yang kurang menguntungkan. Sementara penjualan ekspor pada contact di pertambangan nikel masih mengalami pertumbuhan negatif.
M ayoritas contact liaison yang berorientasi ekspor maupun pasar domestik tidak melakukan PHK pada triw ulan ini. Bila mengalami penurunan permintaan, contact menanggapi dengan mengurangi jumlah shift kerja tanpa mengurangi jumlah tenaga kerja. Sementara contact
pertambangan nikel terpaksa mengurangi jumlah tenaga kerja kontrakan sebagai upaya efisiensi.
Tingkat upah pada sebagian besar contact telah mengikuti kenaikan Upah M inimum Provinsi (UM P) 2009. Namun kenaikan upah tersebut tidak signifikan dalam meningkatkan biaya keseluruhan contact karena struktur biaya perusahaan lebih didominasi oleh biaya bahan baku.
Contact pada sektor industri pengolahan di Sulaw esi Selatan dan Sulaw esi Utara mengeluhkan kurangnya supply energi PLN karena telah menimbulkan biaya ekstra untuk penyediaan genset. Selain itu, keluhan mengenai banyaknya retribusi legal dan ilegal juga banyak disebutkan oleh contact.
P
Peerrmmiinnttaaaann//PPeennjjuuaallaannDDoommeessttiikk
Penjualan domestik contact liaison pada triw ulan II-2009 cenderung meningkat dibandingkan triw ulan sebelumnya, terutama pada sektor industri pengolahan (kecuali untuk industri plyw ood dan baja seng) dan subsektor perdagangan. Peningkatan penjualan pada contact
sektor industri pengolahan disebabkan oleh maraknya proyek pembangunan, misalkan pembangunan Center Point of Indonesia (CPI), Trans Studio, M enara Kalla, M enara Bosow a, dan pelebaran jalan poros M akassar di Sulaw esi Selatan, serta proyek pembangunan infrastruktur
World Ocean Conference (WOC) di Sulaw esi Utara. Sementara peningkatan penjualan contact sub sektor perdagangan disebabkan oleh peningkatan jumlah penduduk (M anokw ari) dan meningkatnya kemampuan masyarakat pasca WOC (Sulaw esi Utara).
Penurunan penjualan domestik terjadi pada contact sektor bangunan (properti residensial) yang disebabkan oleh masih tingginya suku bunga KPR serta kenaikan harga bahan bangunan yang meningkatkan harga jual. Kedua hal tersebut membuat banyak calon pembeli menunda rencana pembelian rumah. Namun demikian, contact sektor bangunan di M anado memperkirakan bahw a penjualan pada akhir tahun 2009 akan meningkat sebesar 20% karena ekspektasi konsumen terhadap turunnya kembali suku bunga perbankan.
Pada sektor industri pengolahan terdapat 2 contact yang mengalami penurunan penjualan, yaitu industri plyw ood dan seng baja. Penurunan penjualan hingga 20% terjadi karena melemahnya daya beli masyarakat di tengah situasi ekonomi yang belum pulih. Adanya barang substitusi berupa genteng sebagai pengganti seng baja juga ikut menurunkan penjualan seng baja.
P
Peerrmmiinnttaaaann// PPeennjjuuaallaannEEkkssppoorr
M enurut keterangan contact liaison, permintaan ekspor pada triw ulan II-2009 mulai menunjukkan petumbuhan positif, yaitu pada sub sektor perkebunan dan perikanan, serta sektor industri pengolahan. Penurunan permintaan ekspor hanya terjadi pada industri pertambangan (nikel).
Grafik 1 - Volume Ekspor Sulampua SITC-03 Fish, Crust, M olluses and Their Prep
Grafik 2 - Volume Ekspor Sulampua SITC-284 Nickel Ores and Concentrates mengalami kenaikan permintaan dari negara importir. Ini merupakan sinyal mulai membaiknya kondisi perekonomian negara tujuan ekspor, yaitu Amerika Serikat, Belanda, dan Australia. Namun keterbatasan supply bahan baku akibat faktor cuaca dan kenaikan harga bahan baku menjadi halangan bagi contact untuk memenuhi permintaan tersebut. Hal ini terjadi pada contact industri kakao di Sulaw esi Tengah, serta industri perikanan dan industri pen golahan kelapa (minyak kelapa dan tepung kelapa) di Sulaw esi Utara. Semakin ketatnya standar kualitas yang ditetapkan negara importir juga semakin menyulitkan contact dalam menjual produknya ke luar negeri. Walaupun demikian, penjualan ekspor pada sektor-sektor tersebut masih tumbuh positif.
Tabel 1 - Luas Areal dan Produksi Kelapa Sulaw esi Utara Hingga Tahun 2007
Kabupaten/ Kota
Tanaman Kelapa
Luas Areal (Ha) Produksi (Ton)
Bolaang M ongondow 62.137,02 65.156,37
M inahasa 17.759,70 13.897,35
Kepulauan Sangihe 24.339,00 10.764,00
Kepulauan Talaud 22.860,80 11.675,60
M inahasa Selatan 72.521,21 62.295,38
M inahasa Utara 49.151,80 48.527,18
M anado 3.188,00 5.376,60
Bitung 14.460,50 10.979,35
Tomohon 1.147,29 941,54
Sulaw esi Utara 267.625,32 229.613,37
2006 11.299,85 246.262,48
2005 262.347,00 187.719,16
Sumber : BPS Sulut, diolah
K
KaappaassiittaassUUttiilliissaassii,,PPeerrsseeddiiaaaann,,ddaannIInnvveessttaassii
Contact berorientasi pasar domestik tidak mengalami perubahan kapasitas utilisasi dan persediaan yang signifikan. Pertumbuhan positif permintaan domestik hanya meningkatkan kapasitas utilisasi dalam tingkat normal pada sektor industri pengolahan semen dan beton ready mix. Contact pada sektor bangunan, dan sektor industri pengolahan plyw ood dan baja seng mengalami penurunan kapasitas utilisasi dan peningkatan persediaan dalam jumlah w ajar sebagai tanggapan terhadap turunnya permintaan domestik.
Sebagian besar contact memiliki rencana untuk meningkatkan kapasitas utilisasi melalui investasi. Investasi yang dilakukan berupa perluasan pabrik (sektor industri pengolahan), penambahan alat berat untuk membuka lahan baru (sektor perkebunan), atau menambah gerai (sektor perdagangan). Hanya sektor bangunan yang belum berencana untuk melakukan investasi, karena penjualan yang belum meningkat.
Bagi contact berorientasi ekspor kapasitas utilisasi dan persediaan cenderung mengalami sedikit penurunan, terutama pada sub sektor perikanan dan perkebunan. Turunnya kapasitas utilisasi dan persediaan disebabkan oleh kesulitan contact dalam memperoleh bahan baku. Sedangkan pada sektor industri pengolahan kapasitas utilisasi cukup stabil w alaupun mengalami kesulitan yang sama dalam memperoleh bahan baku.
Dari seluruh contact Liaison berorientasi ekspor, hanya satu contact di industri perikanan saja yang berencana melakukan investasi pada tahun ini. Investasi direncanakan berupa pembangunan unit pengolahan tambahan untuk mendukung rencana ekspansi pasar ke Eropa. Contact di industri pertambangan juga melakukan investasi yang merupakan kelanjutan dari rencana investasi tahun sebelumnya, yaitu berupa pembangunan pembangkit listrik di Sungai Larona, Karebbe dengan biaya US$410 juta. Sementara itu contact lainnya lebih memfokuskan pada peningkatan kapasitas utilisasi.
P
PeemmbbiiaayyaaaannddaannSSuukkuuBBuunnggaa
T
TeennaaggaaKKeerrjjaaddaannTTiinnggkkaattUUppaahh
M ayoritas contact liaison tidak menambah maupun mengurangi jumlah tenaga kerja pada triw ulan II-2009, misalkan pada sebagian besar contact di sektor industri pengolahan, sub sektor perikanan dan perkebunan, dan sebagian besar contact di sektor industri pengolahan. Bila terdapat penurunan permintaan, contact menanggapinya dengan mengurangi jumlah shift kerja tanpa mengurangi jumlah tenaga kerja.
Peningkatan jumlah tenaga kerja terjadi di beberapa perusahaan berorientasi pasar domestik yang bergerak di sektor perdagangan, dimana terdapat rencana untuk meningkatkan jumlah karyaw an dalam rangka perluasan jaringan usaha. Adapun pada perusahan berorientasi ekspor terdapat contact yang terpaksa mengurangi jumlah tenaga kerja kontrakan sebagai upaya efisiensi, yaitu contact pertambangan nikel. Contact juga melakukan bentuk efisiensi lain seperti menggantikan pembayaran uang gaji pensiun dengan pesangon yang dibayarkan di depan, dan tidak menambah tenaga kerja baru.
Untuk kesejahteraan para karyaw an, kebanyakan contact selalu memperhatikan tingkat upah dan menyesuaikan menurut Peraturan Pemerintah. Tingkat upah contact hampir seluruhnya naik mengikuti kenaikan Upah M inimum Propinsi (UM P) yang berlaku. Hanya terdapat satu contact
yang disinyalir memberikan tingkat upah di baw ah UM P terhadap beberapa karyaw annya sebagaimana dilansir beberapa harian, yaitu contact yang bergerak pada industri pengolahan plyw ood.
Tabel 2 - Upah M inimum Provinsi
Sumber : Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) ditemukan pada contact industri pengolahan minyak kelapa, tetapi hanya mencakup 3% dari seluruh tenaga kerja yang ada. Tenaga kerja asing yang merupakan tenaga ahli ditempatkan mulai masa akuisisi contact dan bertugas hingga perusahaan berproduksi optimal (akhir tahun 2009).
B
Biiaayyaa,,HHaarrggaaJJuuaall,,ddaannMMaarrggiinn
Peningkatan biaya tenaga kerja terjadi hampir di seluruh contact. Biaya tenaga kerja naik karena contact harus melakukan penyesuaian seiring dengan kenaikan UM P tahun 2009. Namun kenaikan biaya tersebut tidak berpengaruh besar terhadap kenaikan biaya keseluruhan, karena struktur biaya pada sebagian besar contact didominasi oleh biaya bahan baku.
Beberapa contact harus mengeluarkan biaya ekstra untuk energi karena kurangnya pasokan energi listrik dari PLN, yaitu pada sektor industri pengolahan. Pada saat beban puncak contact harus mempergunakan genset milik perusahaan supaya kegiatan produksi bisa tetap berjalan. Biaya energi juga menjadi permasalahan tersendiri bagi contact di sektor pertambangan nikel dan industri pengolahan semen karena naiknya harga bahan bakar (High Sulfur Fuel Oil, High Speed Diesel, dan batubara).
Dengan adanya kenaikan harga bahan baku dan harga bahan bakar, sebagian besar contact
yang memiliki pertumbuhan permintaan domestik positif menaikkan harga jual produknya. Kenaikan harga berkisar antara 5% hingga 10% untuk mempertahankan margin perusahaan. Sedangkan contact yang mengalami penurunan permintaan domestik rata-rata menurunkan harga jualnya hingga 10% untuk meningkatkan penjualan, meskipun itu berarti bahw a margin yang diperoleh akan ikut turun. Sementara harga jual pada contact yang berorientasi ekspor lebih banyak dipengaruhi oleh harga produk di pasar internasional.
L
Laaiinn--LLaaiinn
Contact banyak mengeluhkan kurangnya pasokan energi listrik PLN. Keluhan tersebut terutama berasal dari contact di sektor industri pengolahan di Sulaw esi Selatan dan Sulaw esi Utara. Pemutusan listrik bergilir menyebabkan kapasitas utilisasi berkurang dan menimbulkan biaya ek stra untuk penyediaan genset. Selain itu keluhan mengenai biaya retribusi dan pungutan (legal dan ilegal) juga masih terdengar dari beberapa contact, terutama dalam hubungannya dengan pungutan yang terjadi pada saat melakukan distribusi barang.
Bab 2
Perkembangan Inflasi
Laju inflasi tahunan di Sulsel pada triw ulan II-2009 masih tercatat lebih rendah
dibanding triw ulan sebelumnya. Laju inflasi Sulsel pada triw ulan laporan tercatat sebesar
3,80% (y.o.y), sementara pada triw ulan I-2009 sebesar 9,01% (y.o.y), namun lebih tinggi
dibandingkan dengan laju inflasi nasional yang tercatat sebesar 3,65% (y.o.y). Perlambatan
laju inflasi tersebut, diperkirakan karena hilangnya dampak dari kenaikan BBM pada
pertengahan triw ulan II-2008 yang dipertajam dengan penurunan BBM pada pertengahan
triw ulan IV-2008 dan pada pertengahan triw ulan I-2009.
Namun di sisi lain, dorongan inflasi terjadi karena adanya konsumsi masyarakat yang
mengalami peningkatan sehubungan dengan pelaksanaan kegiatan pada saat menjelang
pemilu eksekutif (Pilpres). Namun tekanan konsumsi dimaksud diperkirakan tidak sebesar
konsumsi pada triw ulan I-2009. Selain itu, produksi padi (beras) diperkirakan telah
mengalami penurunan pada triw ulan laporan terkait dengan telah memasuki masa tanam
sehingga berpengaruh pada jumlah pasokan. Sehingga subkelompok padi-padian (kelompok
bahan makanan) masih mengalami laju inflasi yang relatif tinggi yaitu sebesar 4,14% (y.o.y)
sementara pada triw ulan sebelumnya sebesar 13,17% .
Grafik 2.1. Perkembangan Inflasi Sulaw esi Selatan
Laju inflasi tahunan tertinggi terjadi pada kelompok makanan jadi yang tercatat
sebesar 10,63% (y.o.y), meskipun telah mengalami perlambatan dibanding triw ulan
sebelumnya (11,97% ). Sedangkan kelompok transpor-komunikasi-jasa keuangan merupakan
satu-satunya kelompok barang/jasa yang mengalami deflasi yaitu sebesar -5,01% (y.o.y),
sebesar 1,77% (y.o.y). Hal tersebut menyebabkan berkurangnya laju inflasi umum Sulsel
pada periode laporan.
Berdasarkan tahun kalender, laju inflasi kumulatif sampai dengan akhir triw ulan
II-2009 (Juni) tercatat masih dibaw ah 1% yaitu sebesar 0,004% (y.t.d), lebih rendah
dibandingkan laju inflasi kumulatif pada periode yang sama tahun 2008 yaitu sebesar 8,28%
(y.t.d). Tekanan harga kumulatif tertinggi terjadi di kelompok makanan jadi yaitu sebesar
3,55% (y.t.d), disusul kelompok sandang yaitu sebesar 1,67% (y.t.d). Sementara itu
kelompok transpor-komunikasi-jasa keuangan masih mengalami pelemahan harga yaitu
sebesar -3,03% (y.t.d).
Tabel 2.1. Inflasi Kelompok Barang dan Jasa (% , y.o.y)
2.1 Inflasi Berdasarkan Kelompok Barang
Berdasarkan laju inflasi tahunan dari setiap kelompok barang dan jasa pada triw ulan
II-2009 di Sulsel, secara berurutan dari yang terbesar hingga yang terkecil adalah sebagai
berikut :
Kelompok M akanan Jadi-M
inuman-Rokok-Tembakau, mengalami inflasi tahunan
sebesar 10,63% (y.o.y) pada triw ulan laporan,
sedikit melambat dibanding triw ulan I-2009
(11,97% ). Relatif tingginya inflasi pada
kelompok makanan jadi, diperkirakan adanya
keterbatasan pasokan pada komoditi gula
pasir. Kondisi tersebut menyebabkan tingkat harga gula pasir mengalami kenaikan yang
cukup signifikan. Selain itu, sejalan dengan kenaikan harga komoditi gula pasir maka
subkelompok minuman tidak beralkohol juga mengalami peningkatan dari 9,26% pada
triw ulan I-2009 menjadi 10,32% pada triw ulan laporan. Perlambatan laju inflasi kelompok ini
12,22% , sebelumnya 13,40% pada triw ulan I-2009, dan subkelompok subkelompok
tembakau dan minuman beralkohol yang laju inflasinya menjadi 6,33% dari 10,25% pada
triw ulan I-2009.
Grafik 2.2. Perkembangan Inflasi Kelompok M akanan Jadi
Grafik 2.3. Beberapa Komoditi dalam Kelompok M akanan Jadi Hasil SPH di M akassar
Ayam Goreng M ie
Gula Pasir Nasi
Perlambatan laju inflasi pada subkelompok makanan jadi diperkirakan karena
Kelompok Sandang pada periode
laporan mengalami inflasi sebesar 7,65% (y.o.y),
lebih rendah dibandingkan triw ulan I-2009
(11,12% ). Perlambatan pertumbuhan laju inflasi
tersebut, terutama terjadi pada subkelompok
barang pribadi-sandang lainnya, yaitu dari
21,76% pada triw ulan I-2009 menjadi 11,40% .
Perlambatan laju inflasi pada subkelompok ini diperkirakan karena melemahnya tekanan
tingkat harga emas internasional, meskipun masih pada level harga yang masih relatif tinggi.
Grafik 2.4. Perkembangan Harga Emas
M akassar Internasional
Grafik 2.5. Perkembangan Inflasi Kelompok Sandang
Sedangkan perlambatan pada subkelompok-subkelompok lainnya, relatif cukup
terbatas. Hal tersebut dimungkinkan karena terjadi dorongan peningkatan inflasi pada
beberapa komoditi pada subkelompok- subkelompok dimaksud, seperti seragam sekolah.
Komoditi tersebut, pada triw ulan laporan, diperkirakan mengalami peningkatan permintaan
sehubungan dengan tahun ajaran baru. Kondisi tersebut menyebabkan terjadi peningkatan
harga, terlebih pada seragam sekolah untuk anak-anak (Subkelompok sandang anak-anak). Tabel 2.3. Inflasi Per-Sub Kelompok
Sementara komoditi lainnyacenderung mengalami penurunan harga, yang diperkirakan
karena melemahnyapermintaan untuk komoditi dimaksud.
Kelompok Kesehatan pada triw ulan
laporan tercatat laju inflasi tahunannya sebesar
6,51% (y.o.y), sedangkan pada triw ulan I-2009
sebesar 10,21% . Perlambatan ini didorong oleh
subkelompok jasa kesehatan, yang diperkirakan
karena adanya subsidi pemerintah terhadap
biaya-biaya kesehatan, seperti tarif rumah sakit,
tarif puskemas dan biaya dokter. Sementara tekanan inflasi pada subkelompok-
subkelompok lainnya relatif masih kuat, meskipun mengalami perlambatan. Hal tersebut
ditandai dengan minimnya perlambatan laju inflasi pasa subkelompok obat -obatan, jasa
peraw atan jasmani dan peraw atan kesehatan. Pada subkelompok obat-obatan, perlambatan
yang cukup minim tersebut diperkirakan karena adanya penurunan tingkat harga obat
generik sehubungan dengan subsidi pemerintah. Sedangkan subkelompok jasa peraw atan
jasmani dan subkelompok peraw atan jasmani mengalami perlambatan laju inflasi
diperkirakan hanya karena dampak dari penurunan BBM pada aw al triw ulan I-2009.
Grafik 2.6. Perkembangan Inflasi Kelompok Kesehatan
Kelompok Perumahan-Air-Listrik-Gas-Bahan Bakar, juga mengalami perlambatan
laju inflasi yang tercatat sebesar 4,66% (y.o.y), sementara laju inflasi triw ulan sebelumnya
sebesar 9,34% (y.o.y). Perlambatan laju inflasi terjadi pada semua sub kelompok, terutama
pada sub kelompok biaya tempat tinggal yang melambat menjadi 4,30% (y.o.y) dari 11,95%
pada triw ulan I-2009. Perlambatan yang cukup tinggi pada subkelompok ini diperkirakan
karena terjadi penurunan harga pada komoditi bahan bangunan, yang salah satunya karena
pengaruh penurunan tingkat suku bunga kredit property dan penurunan harga BBM . Tabel 2.4. Inflasi Per-Sub Kelompok
Grafik 2.7. Perkembangan Inflasi Kelompok Perumahan
Sementara melambatnya tekanan inflasi
pada subkelompok bahan bakar-penerangan-air
dan subkelompok perlengkapan rumah tangga,
diperkirakan karena pengaruh menurunnya
tingkat harga gas elpiji dan minyak tanah yang
terkait dengan program konversi minyak tanah
ke gas elpiji.
Kelompok Bahan M akanan, terjadi perlambatan laju inflasi tahunan pada semua
subkelompoknya, dengan perlambatan terbesar pada subkelompok ikan diaw etkan (turun
23,23% ), diikuti subkelompok bumbu-bumbuan (turun 17,18% ), subkelompok ikan segar
(turun 15,09% ) dan subkelompok daging (turun
11,51% ). Selain karena pengaruh penurunan
harga BBM , perlambatan subkelompok tersebut
diatas diperkirakan karena pasokan yang
melimpah (bumbu-bumbuan dan ikan segar) dan
melemahnya permintaan, khususnya pada
komoditi pada subkelompok ikan diaw etkan dan
daging (grafik 2.2).
Tabel 2.6. Inflasi Per-Sub Kelompok Bahan M akanan
Grafik 2.8. Beberapa Komoditi dalam Subkelompok Bumbu, Ikan Segar, dan Daging Hasil SPH di M akassar
Cabe M erah Ikan Bandeng
Daging Ayam Ras Daging Sapi
Pada kelompok bahan makanan, terdapat 3 subkelompok yang mengalami deflasi,
yaitu subkelompok sayur-sayuran, bumbu-bumbuan dan lemak-minyak. Seperti pada
subkelompok bumbu-bumbuan, perlambatan pada subkelompok sayur-sayuran diakibatkan
karena faktor pasokan yang cukup melimpah sehubungan dengan masa panen, sementara
deflasi pada subkelompok lemak-minyak relatif disebabkan adanya pengaruh subsidi
pemerintah untuk komoditas minyak goreng, sehingga pertumbuhan harga minyak goreng
secara tahunan mengalami penurunan, sejalan dengan rata-rata tingkat harga CPO di pasar
internasional secara tahunan yang juga
mengalami penurunan. Perlambatan laju
inflasi sub kelompok-sub kelompok tersebut
sejalan dengan hasil Survei Pemantauan
Harga (SPH) yang beberapa komoditinya
menunjukkan penurunan harga secara
tahunan.
Sementara, untuk subkelompok
padi-padian, terutama pada beras
diperkirakan mengalami peningkatan harga terutama pada pertengahan dan akhir triw ulan
laporan. Kondisi tersebut disebabkan faktor pasokan yang mulai berkurang sehubungan
dangan telah melew ati masa panen padi.
Grafik 2.10. Beberapa Komoditi dalam Subkelompok Sayur, Lemak M inyak dan Beras Hasil SPH di M akassar
Beras
Saw i Hijau
Kacang Panjang M inyak Goreng Kemasan 1 Ltr
Grafik 2.11. Perkembangan Inflasi Kelompok Bahan M akanan
Kelompok Pendidikan-Rekreasi-Olahraga, laju inflasi tahunannya tercatat
mengalami penurunan sebesar 0,09% , sehingga laju inflasi tahunannya menjadi 3,46% dari
peningkatan permintaan pada beberapa
komoditi. Seperti komoditi pada subkelompok
kursus/pelatihan yaitu bimbingan belajar dan
kursus bahasa inggris, dan beberapa komoditi
pada subkelompok perlengkapan/peralatan
pendidikan yaitu tas sekolah dan alat tulis,
diperkirakan mengalami kenaikan harga. Hal
tersebut dikarenakan faktor tahun ajaran baru,
yang terjadi kecenderungan untuk mempersiapkan segala sesuatu di bidang pendidikan.
Namun pada tahun ajaran baru ini, terdapat sistem penerimaan baru, dimana para
orang tua calon murid/mahasisw a mengeluarkan biaya untuk hal tersebut, sehingga
menyebabkan peningkatan laju inflasi di subkelompok jasa pendidikan.
Grafik 2.12. Perkembangan Inflasi Kelompok Pendidikan
Kelompok Transportasi-Komunikasi-Jasa Keuangan, sehubungan dengan
hilangnya pengaruh kenaikan harga BBM pada pertengahan triw ulan II-2008 dan adanya
kebijakan penurunan BBM sebanyak 3 kali,
maka laju inflasi kelompok ini mengalami
deflasi sebesar 5,01% (y.o.y). Kondisi tersebut
menyebabkan perlambatan pada sub kelompok
transpor, yaitu dari 5,34% (y.o.y) pada triw ulan
I-2009 menjadi -7,05% (y.o.y). Selain itu, masih
terjadi deflasi pada sub kelompok
komunikasi-pengiriman yang diperkirakan karena terjadi peningkatan persaingan harga tarif pulsa ponsel
yang menyebabkan tarif pulsa ponsel mengalami penurunan harga.
Tabel 2.7. Inflasi Per-Sub Kelompok Pendidikan-Rekreasi-Olahraga
Grafik 2.13. Perkembangan Inflasi Kelompok Transportasi
Sementara itu terjadi perlambatan laju inflasi pada subkelompok sarana penunjang
transpor, yang diperkirakan karena terjadi kenaikan harga terhadap beberapa komoditi pada
subkelompok ini seperti ban dalam dan ban luar, baik mobil maupun motor.
2.2. Inflasi Kota Lainnya di Sulaw esi Selatan
Laju inflasi Sulsel yang tercatat sebesar 3,80% (y.o.y) tersebut berdasarkan komposit
inflasi keempat kota di Sulsel, yaitu M akassar, Watampone, Pare-pare dan Palopo. Pada
triw ulan laporan, laju inflasi tahunan tertinggi masih terjadi di kota Watampone yang tercatat
sebesar 7,02% (y.o.y), terutama terjadi pada kelompok kesehatan (22,08% ). Sementara laju
inflasi terendah masih terjadi di kota M akassar (3,34% ; y.o.y) dengan laju inflasi tahunan
tertinggi tetap terjadi pada kelompok makanan jadi (11,17% ).
Sumbangan inflasi tahunan kota M akassar yang pada triw ulan laporan mengalami
penurunan, yaitu menjadi 72% , sementara pada triw ulan sebelumnya sebesar 77% . Kota
yang memberikan sumbangan
terendah masih diberikan oleh kota
Pare-pare yaitu sebesar 8% dari inflasi
Sulsel, yang mengalami peningkatan
sumbangan dibandingkan triw ulan
I-2009 yang sebesar 7% . Secara umum,
faktor yang relatif menyebabkan
relatif rendahnya laju inflasi di kota M akassar adalah faktor distribusi, dimana kota makassar
menjadi pintu masuk utama jalur perdagangan dari luar pulau yang merupakan pemasok
barang kebutuhan masyarakat Sulsel.
2.3. Indeks Harga Konsumen Pedesaan
Berdasarkan data M ei 2008, Indeks Harga Konsumen (IHK) Pedesaan tercatat sebesar
125,79, sedikit lebih tinggi dibanding triw ulan I-2009 yang tercatat sebesar 124,70. Kondisi
tersebut menggambarkan terjadinya
inflasi di w ilayah pedesaan yang tercatat
sebesar 1,41% (q.t.q), meskipun
dibandingkan triw ulan I-2009 (2,40% )
tercatat lebih rendah. Namun disisi lain,
terjadi peningkatan laju inflasi pada
kelompok kesehatan, yaitu dari 1,91%
(q.t.q) pada triwulan I-2009 menjadi
3,59% pada triw ulan laporan. Selain itu
laju inflasi triw ulanan tertinggi terjadi pada kelompok sandang yang tercatat sebesar 4,15%
dengan laju inflasi tahunan sebesar 11,97% . Peningkatan laju inflasi pada kelompok sandang
tersebut diperkirakan karena faktor permintaan, terutama pada seragam sekolah
sehubungan dengan tahun ajaran baru.
Dari laju infalsi tahunan Pedesaan, tercatat kelompok bahan makanan mengalami laju
inflasi tertinggi yaitu sebesar 16,67% . Hal ini perlu menjadi perhatian mengingat pedesaan
merupakan penghasil bahan makanan seperti beras, sayur, ikan segar dan lain-lain. Kondisi
tersebut tentunya akan mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat pedesaan yang
mayoritas sebagai petani.
Bab 3
Perkembangan
Perbankan
Kinerja perbankan Sulaw esi Selatan pada triw ulan II-2009 mengalami perlambatan,
namun masih tumbuh relatif baik. Indikator-indikator perbankan yaitu total aset, dana pihak
ketiga (DPK) yang dihimpundan kredit mengalami perlambatan pertumbuhan. Sementara itu
Loan to Deposit Ratio mengalami peningkatan per M ei 2009 jika dibandingkan triw ulan
I-2009, namun kualitas kredit yang diberikan relatif meningkat. Hal tersebut tercermin dari
menurun Non Performing Loan-Gross (NPLs).
Tabel 3.1. Perkembangan Indikator Perbankan (Bank Umum) Sulaw esi Selatan
Sumber : LBU Bank Indonesia
Secara tahunan, aset perbankan di Sulaw esi Selatan (Bank Umum) pada M ei 2009
dibandingkan dengan triw ulan I-2009 tumbuh sebesar 16,87% . Pertumbuhan tersebut lebih
kecil dibandingkan dengan pertumbuhan pada triw ulan sebelumnya yaitu sebesar 21,14% .
Di sisi lain DPK yang dihimpun juga tumbuh melambat dari sebesar 18,43% pada triw ulan
I-2009, menjadi 15,37% pada M ei 2009. Penurunan LDR per M ei 2009 relatif menigkat. Hal
ini diduga karena terjadinya penurunan DPK yang dihimpun. Kemudian terjadi peningkatan
kualitas kredit per M ei 2009 menjadi sebesar 3,24% jika dibandingkan dengan triw ulan
I-2009 (3,82% ).
3.1 Perkembangan Bank Umum (Konvensional dan Syariah)
3.1.1. Kelembagaan dan Aset
Dari sisi kelembagaan, kinerja bank umum pada triw ulan II-2009 mengalami
peningkatan. M eski jumlah bank tidak mengalami peningkatan, namun terjadi penambahan
terjadi penambahan 1 (satu) bank syariah, yang pada triw ulan sbeelumnya masih merupakan
unit usaha syariah.
Tabel 3.2. Perkembangan Kelembagaan Bank Umum Sulaw esi Selatan
Pada triw ulan II-2009 (M ei), pertumbuhan total aset perbankan lebih kecil dari
triw ulan sebelumnya. Pada triw ulan laporan, total aset perbankan mencapai Rp38,18 triliun
atau mengalami pertumbuhan 16,87% (y.o.y) dari triw ulan yang sama tahun 2008.
Pertumbuhan aset perbankan pada triw ulan laporan ini lebih kecil dibanding pertumbuhan
pada triw ulan sebelumnya yang sebesar 20,31% (y.o.y).
Pertumbuhan tertinggi terjadi
di kelompok bank campuran, yaitu
tumbuh sebesar 62,07% (y.o.y)
menjadi Rp909 miliar. Adapun pangsa
terbesar dari total aset perbankan
masih didominasi oleh kelompok bank
pemerintah yang tercatat sebesar
63,79% , kelompok bank sw asta
nasional sebesar 33,83% , sisanya
kelompok bank asing campuran.
Pangsa kelompok bank pemerintah tersebut mengalami peningkatan dibanding pangsa pada
triw ulan I-2009 yaitu sebesar 62,31% .
3.1.2. DPK dan Kredit/ Pembiayaan
Per M ei 2009, Dana Pihak Ketiga (DPK) yang dihimpun oleh bank umum mengalami
perlambatan pertumbuhan yang dibandingkan triw ulan sebelumnya, yaitu tumbuh 15,37%
(y.o.y) atau sebesar Rp28,78triliun. Sedangkan pertumbuhan DPK pada triw ulan I-2009
tercatat sebesar 18,43% (y.o.y).
Dilihat dari jenis simpanannya, perlambatan pertumbuhan DPK tersebut terutama
disebabkan karena adanya penurunan pertumbuhan pada giro. Simpanan giro pada M ei
2009 tercatat sebesar Rp4,96 atau tumbuh negatif sebesar 1,52% (y.o.y). Sementara
1 2 3 4 1 2*
Jumlah Bank 64 65 68 69 68 68
Bank Umum 36 37 40 41 41 41
Konvensional 27 28 30 30 30 30
Syariah 3 3 3 3 3 4
UUS 6 6 7 8 8 7
BPR 28 28 28 28 27 27
Jumlah Kantor Bank 588 593 599 625 629 631
2008
Kelembagaan 2009
Grafik 3.1.
Aset Bank Umum Berdasarkan Kelompok Bank
-deposito mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, yaitu sebesar 30,91% (y.o.y). Hal ini
terjadi dimungkinkan karena adanya perpindahan alokasi dana ke dalam bentuk deposito.
Dengan demikian komposisi DPK pada triw ulan laporan sebesar 17,22% untuk giro,
50,05% untuk tabungan dan 32,73% untuk deposito. Dari komposisi tersebut di atas, DPK
berjenis tabungan masih tetap mendominasi jenis simpanan DPK, dan tercatat mengalami
peningkatan porsinya terhadap total DPK jika dibandingkan dengan triw ulan sebelumnya
(49,38% ). Kredit/pembiayaan yang disalurkan oleh bank umum di w ilayah Sulsel tercatat mengalami perlambatan. Atas dasar lokasi proyek, kredit/pembiayaan tumbuh sebesar
13,14% (y.o.y) menjadi Rp32,02 triliun pada M ei 2009. Pertumbuhan tersebut lebih kecil dari
pada pertumbuhan triw ulan I-2009, yaitu 18,79% (y.o.y). Kondisi tersebut, memperlihatkan
kondisi kredit/pembiayaan bank umum dan DPK sama-sama mengalami perlambatan.
Namun LDR (Loan to Deposit Ratio) bank umum mengalami peningkatan, karena penurunan
pertumbuhan DPK lebih kecil dari pada kredit/pembiayaan bank umum.
Grafik 3.2.
Berdasarkan jenis penggunaan, sebagian besar portofolio kredit/pembiayaan masih
didominasi oleh kredit/pembiayaan produktif (modal kerja dan investasi). Pada M ei 2009,
posisi kredit modal kerja tercatat sebesar Rp12,70 triliun atau 39,65% dari total kredit,
sementara kredit investasi sebesar Rp6,13 triliun (19,16% ). Sehingga total porsi kredit
produktif sebesar 58,81% , relatif lebih kecil dibanding porsi pada triw ulan I-2009 yaitu
sebesar 58,91% . Sedangkan untuk kredit konsumsi sebesar Rp13,19 triliun dengan porsi
sebesar 41,19 % dari total kredit.
Dari sisi pertumbuhan tahunan (y.o.y), per M ei 2009, kredit produktif (modal kerja
dan investasi) mengalami peningkatan pertumbuhan dibanding triw ulan sebelumnya. Kredit
produktif berupa kredit modal kerja mengalami peningkatan pertumbuhan dibanding
pertumbuhan pada triw ulan sebelumnya, yakni sebesar23,05 % (y.o.y) pada triw ulan II-2009
kredit investasi pada triw ulan laporan mengalami peningkatan dibandingkan dengan
pertumbuhan pada triw ulan sebelumnya, yaitu sebesar 22,57% (y.o.y). Peningkatan
pertumbuhan pada kredit produktif tersebut relatif menggambarkan sikap optimisme para
pengusaha akan kondisi perekonomian Sulaw esi Selatan di masa mendatang. Hal ini diduga
juga terkait dengan adanya indikasi terjadi perbaikan kinerja ekspor Sulsel pada triw ulan
II-2009. Selain itu sektor bangunan di Sulaw esi Selatan terlihat sedang tumbuh.
Di sisi lain, kredit konsumsi mengalami perlambatan pertumbuhan dibanding
pertumbuhan pada triw ulan I-2009 (22,63% ; y.o.y), yaitu menjadi sebesar 17,19% (y.o.y)
per M ei 2009. Kontraksi ini diperkirakan terjadi diduga karena perbankan relatif lambat
merespon penurunan BI rate sehingga suku bunganya masih tinggi. Hal inilah yang
menyebabkan menurunnya kredit konsumtif seperti kredit rumah, mobil dan elektronik.
Berdasarkan alokasi penyaluran kredit per sektor ekonomi, kredit yang disalurkan
oleh perbankan daerah di Sulsel masih didominasi oleh sektor lain-lain (jasa konsumsi) yaitu
sebesar 41,19% kemudian diikuti oleh sektor perdagangan dan sektor industri pengolahan
masing-masing sebesar 28,01% dan 10,58% .
Grafik 3.4.
Pangsa Kredit/ Pembiayaan Bank Umum Per Sektor Ekonomi
Grafik 3.5.
Pertumbuhan Tahunan Kredit/ Pembiayaan Per Sektor Ekonomi
Dari sisi pertumbuhan kredit, hingga M ei 2009, sektor ekonomi yang mengalami
pertumbuhan tahunan tertinggi dari penyerapan kredit tercatat di sektor pertambangan
dengan pertumbuhan sebesar 75,80% (y.o.y). Namun pertumbuhan ini relatif lebih rendah
jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada triw ulan sebelumnya yang sebesar 87,71%
(y.o.y). Hampir semua sektor mengalami pertumbuhan yang lebih rendah daripada triw ulan
sebelumnya, kecuali sektor listrikgasair. M eski pertumbuhannya masih negatif yaitu
35,48% (y.o.y), namun relatif lebih besar dibandingkan dengan triw ulan sebelumnya yaitu
Hal tersebut juga mengungkapkan bahw a penyaluran kredit di tiga sektor utama
Sulsel, yaitu pertanian, industri dan perdagangan mengalami penurunan, yaitu
masing-masing menjadi sebesar 34,60% (y.o.y), 8,52% (y.o.y) dan 15,40% (y.o.y).
Namun sektor pengangkutan terkontraksi semakin dalam per M ei 2009 jika
dibandingkan dengan triw ulan I-2009 (31,895; y.o.y), yaitu 24,52% (y.o.y). Hal ini terkait
dengan masih terjadinya kesulitan likuiditas dan juga masih terasanya tekanan krisis
keuangan global secara umum. Kondisi tersebut, sejalan dengan hasil riset yang telah
dilakukan oleh J Pow er and Associates, yang memperkirakan pasar otomotif dunia akan
Grafik 3.6.
Perkembangan NPLs Net dan Gross Bank Umum
Grafik 3.7. Pangsa NPLs Per Sektor Ekonomi
Kredit/pembiayaan bermasalah (NPLs gross) bank umum per M ei 2009 (3,24% : y.o.y)
di w ilayah Sulsel menurun dibandingkan triw ulan sebelumnya (1,24% : y.o.y). Penurunan
NPLs tersebut diperkirakan terjadi seiring dengan kenaikan pertumbuhan perekonomian yang
berpengaruh pada meningkatnya kemampuan membayar angsuran kredit.
Dilihat dari sektor ekonominya, sektor ekonomi yang tercatat memiliki rasio NPLs
yang tinggi adalah kontruksi (5,78% ). Namun kredit/pembiayaan bermasalah pada sektor ini
memang mengalami penurunan jka dibandingkan triw ulan I-2009, yaitu sebesar 6,40% .
Sektor ekonomi lainnya yang memiliki rasio NPL tinggi adalah sektor pengangkutan (4,49% )
dan sektor industri perdagangan (4,14% ).
Berdasarkan segmentasi kredit/pembiayaannya, sebagian besar kredit/pembiayaan
bank umum Sulsel diklasifikasikan sebagai kredit/pembiayaan M ikro, Kecil dan M enengah
(M KM ). Pangsa kredit/pembiayaan M KM dibandingkan total kredit/pembiayaan per M ei 2009
adalah 72,90% atau sebesar Rp23,34 triliun. Pertumbuhan kredit/pembiayaan M KM tersebut
lebih kecil pada M ei 2009 yaitu 19,68% (y.o.y) dibandingkan dengan pertumbuhan triw ulan
disebabkan karena adanya kehati-hatian perbankan dalam memberikan kredit sebagai akibat
dari kew aspadaan menyikapi krisis global.
Secara sektoral, perlambatan pertumbuhan tahunan kredit M KM terjadi di beberapa
sektor Sulsel termasuk sektor utama, yaitu pertanian, industri, konstruksi, jasa dunia usaha
dan lain-lain. Dimana yang mengalami kontraksi masing-masing sebesar 19,92% , 4,01% ,
27,47% , 29,05% dan 17,19% (y.o.y).
Pertumbuhan tertinggi hingga M ei 2009, terjadi pada pada sektor jasa dunia usaha
(29,05% ; y.o.y), konstruksi (27,47% ; y.o.y), dan perdagangan (24,21% ; y.o.y).
Grafik 3.8.
Kredit/ pembiayaan M ikro, Kecil dan M enengah (M KM ) Bank Umum
Grafik 3.9.
Pangsa Kredit/ pembiayaan M KM Bank Umum Per Sektor Ekonomi
3.1.3. Intermediasi Bank Umum Konvensional
Kegiatan intermediasi perbankan bank umum konvensional di Sulsel menunjukan
perlambatan, sebagaimana terlihat dari penurunan pertumbuhan kredit yang disalurkan dan
DPK pada triw ulan I-2009. Nilai kredit mencapai Rp28,45triliun atau tumbuh 13,25% (y.o.y),
sedikit lebih kecil dari pertumbuhan triw ulan I-2009 (19,95% ; y.o.y). Sedangkan per M ei
2009, DPK yang dihimpun mencapai Rp28,83triliun, tumbuh 17,81% (y.o.y) sedangkan pada
triw ulan I-2009 lebih kecil daripada triw ulan sebelumnya (16,43% ; y.o.y). Tetapi LDR bank
umum tercatat relatif meningkat, dari 111,01% pada triw ulan I-2009 menjadi 111,74%
pada triw ulan laporan.
Per M ei 2009, Kabupaten M aros tercatat mencapai LDR tertinggi yaitu sebesar
361,67% , lebih tinggi dibandingkan dengan triw ulan sebelumnya sebesar 318,12% .
Kemudian diikuti oleh Kabupaten Takalar, Kabupaten Bone dan Kabupaten Gow a yang
masing-masing mencapai LDR sebesar 201,01% , 190,75% dan 156,36% . Pencapaian LDR
tertinggi untuk beberapa kabupaten tersebut juga tercatat sebagai daerah yang mencapai
Gow a dan Takalar. LDR terendah masih terjadi di w ilayah kota Watampone yang pada
triw ulan laporan tercatat sebesar 38,52% .
Tabel 3.3. Penyaluran Kredit/ pembiayaan dan DPK per DATI II di Sulsel (dalam Rp juta)
3.1.4. Intermediasi Bank Umum Syariah
Pada triw ulan II-2009, secara umum jumlah perbankan syariah relatif tidak
mengalami perubahan dibandingkan triw ulan sebelumnya, yakni tercatat sebanyak 11 Bank
Syariah dengan rincian 4 Bank Umum Syariah dan 7 Unit Usaha Syariah yang dibuka oleh
Bank Umum. Terjadi penambahan 1 Bank Umum Syariah pada triw ulan laporan, dimana
pada triw ulan sebelumnya masih berstatus sebagai Unit Usaha Syariah.
Pada periode laporan (M ei 2009),
bank umum syariah mengalami peningkatan
FDR (Financing to Deposit Ratio), yaitu dari
182,59% pada triw ulan I-2009 menjadi
184,69% (y.o.y). Peningkatan ini lebih
disebabkan oleh pertumbuhan DPK sebesar
27,69% (y.o.y) menjadi Rp723,2 miliar, lebih
tinggi daripada pertumbuhan triw ulan
D P K Kredit LDR (% ) D P K Kredit LDR (% )
Kota M akassar 17,782,383 19,205,308 108.00% 17,731,860 19,448,483 109.68%
sebelumnya (22,19% ; y.o.y). Pertumbuhan DPK ini dipicu oleh tingginya pertumbuhan giro,
yaitu hingga mencapai 81,97% (y.o.y) dan juga tabungan yang tumbuh sebesar 22,18%
(y.o.y).
Di sisi lain pembiayaan bank umum syariah pada triw ulan laporan juga mengalami
pertumbuhan, yaitu sebesar 17,66% (y.o.y) menjadi Rp1.335,6 miliar pada M ei 2009.
Pertumbuhan ini relatif lebih tinggi dibandingkan triw ulan sebelumnya dimana kredit
mengalami pertumbuhan 13.55% (y.o.y). Peningkatan pertumbuhan pembiayaan terutama
disebabkan oleh meningkatnya kredit investasi sebesar 34,50% . Sedangkan kredit konsumsi
juga mengalami perlambatan pertumbuhan, yaitu 21,80% (y.o.y), lebih rendah dari
pertumbuhan triw ulan I-2009 (34,37% ; y.o.y)
Namun dilihat dari pertumbuhan total aset bank umum syariah pada periode laporan
mengalami perlambatan dibandingkan pertumbuhan tahunan triw ulan I-2009. Pertumbuhan
aset bank syariah pada triw ulan laporan tercatat tumbuh sebesar 12,65% (y.o.y). Sementara
itu, NPF (Non Performing Financing) bank umum syariah per M ei 2009 tercatat sebesar
9,38% , meningkat dibandingkan triw ulan sebelumnya yang tercatat sebesar 8,11% .
3.2. Perkembangan Bank Pekreditan Rakyat/ Syariah (BPR/ S)
Dari sisi kelembagaan, jumlah jaringan kantor BPR yang beroperasi tidak mengalami
perubahan dari triw ulan I-2009. Pada triw ulan II-2009, jumlah jaringan kantor masih
berjumlah 50 kantor.
Per M ei 2009, total aset perbankan
kelompok BPR/S mencatat sebesar Rp318,97
miliar. Hal ini berarti aset BPR/S mengalami
perlambatan pertumbuhan dibanding
pertumbuhan triw ulan sebelumnya yang
tumbuh 46,75% (y.o.y) menjadi 25,70%
(y.o.y) .
Dari sisi penghimpunan dana, DPK
BPR/S mengalami peningkatan pertumbuhan sebesar 25,70% (y.o.y) menjadi Rp.164,35miliar
pada triw ulan laporan. Pertumbuhan DPK pada triw ulan laporan tersebut lebih tinggi, yaitu
dibanding pertumbuhan DPK pada triw ulan I-2009 (29,97% ; y.o.y). Peningkatan
pertumbuhan DPK sebagian besar disebabkan oleh pertumbuhan pada deposito, yaitu
tumbuh sebesar 33,97% , lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan pada triw ulan
Peningkatan pertumbuhan yang terjadi pada DPK diikuti dengan penyaluran
kredit/pembiayaan BPR/S yang meningkat. Per M ei 2009 Kredit/pembiayaan yang berhasil
disalurkan oleh BPR/S tercatat mengalami pertumbuhan sebesar 14,58% (y.o.y).
Pertumbuhan tersebut lebih rendah
dibanding pertumbuhan pada triw ulan
sebelumnya yang tercatat sebesar 56,53%
(y.o.y).
Pertumbuhan DPK dan
kredit/pembiayaan menghasilkan rasio
perbandingan kredit/ pembiayaan dengan
dana pihak ketiga BPR/S pada triw ulan
laporan (M ei 2009) sebesar 113,61% , lebih