IFRS DAN KUALITAS AKUNTANSI DI INDONESIA
Garry Christ Himawan Paskah Ika Nugroho
Fakultas Ekonomika dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana paskah@staff.uksw.edu
ABSTRACT
On December 23, 2008, the Indonesian Institute of Accountants (IAI) declared Indonesian plans to converge Indonesian GAAP to IFRS. IAI revealed that compliance with IFRS improve the comparability and transparency of financial statements. However, the findings on the effects of IFRS adoption on accounting quality are mixed in previous studies. This paper focuses on the effect of IFRS adoption on accounting quality in Indonesia. This study adopts two categories of accounting quality measures that were frequently used in previous studies, namely, earnings management and value relevance. The empirical results indicate that the implementation of IFRS has no effect to earnings management and increased the value relevance of accounting information.
Keywords: IFRS adoption, accounting quality, earnings management, value relevance.
SARIPATI
Pada tanggal 23 Desember 2008, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menyatakan rencana Indonesia untuk melakukan konvergensi PSAK terhadap IFRS. IAI mengungkapkan bahwa konvergensi dengan IFRS akan meningkatkan daya banding dan transparansi laporan keuangan. Meskipun demikian, hasil penelitian terhadap dampak dari adopsi IFRS terhadap kualitas akuntansi masih beragam. Makalah ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh adopsi IFRS terhadap kualitas akuntansi di Indonesia. Penelitian ini mengadopsi dua ukuran kualitas akuntansi yang sering digunakan dalam penelitian sebelumnya, yaitu manajemen laba dan relevansi nilai. Hasil empiris menunjukkan bahwa penerapan IFRS tidak berpengaruh terhadap manajemen laba dan meningkatkan relevansi nilai informasi akuntansi di Indonesia.
PENDAHULUAN
Laporan Keuangan adalah suatu penyajian terstruktur dari posisi keuangan dan kinerja
keuangan dari suatu entitas (PSAK 1 Revisi 2009). Sedangkan tujuan dari pelaporan keuangan
adalah “provide financial information about reporting entity that is useful to present and
potential equity investors, lenders, and other creditors in making decisions in their capacity as
capital providers” (Kieso 2011, 7). Meskipun banyak pihak yang menggunakan laporan
keuangan, tujuan tersebut secara jelas meletakan investor sebagai pihak utama dari pelaporan
keuangan dan proses alokasi modal sebagai fokus utama.
Efisiensi alokasi modal merupakan hal yang penting dalam mewujudkan ekonomi yang sehat.
Namun informasi keuangan yang tidak handal dan tidak relevan menyebabkan alokasi modal
yang buruk dan akhirnya mempengaruhi pasar sekuritas (Kieso 2011, 6). Untuk itu diperlukan
suatu standar pelaporan keuangan guna menjamin kualitas dari suatu informasi keuangan.
Saat ini IFRS (International Financial Reporting Standard) bersama dengan US GAAP
(United States Generally Accepted Accounting Principles) adalah salah satu dari dua standar
pelaporan keuangan yang diakui secara global. Sebelum skandal akuntansi yang terjadi di
Amerika Serikat, standar akuntansi rinci yang mengarah pada US GAAP dipandang sebagai
bentuk paling efektif (Eaton, 2005). Menurunnya popularitas US GAAP menyebabkan banyak
negara beralih ke IFRS. Pada tahun 2012 lebih dari 100 negara yang menggunakan IFRS atau
sedang dalam proses adopsi IFRS (IFRS Foundation, 2012). IFRS berkembang sebagai jawaban
atas pertanyaan yang ada dalam pikiran akuntan, professional keuangan, institusi keuangan dan
regulator mengenai standar akuntansi manakah yang akan memecahkan keragaman praktik
akuntansi seluruh dunia (Ankarath 2012, 12).
Pada tanggal 23 Desember 2008, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) mendeklarasikan rencana
Indonesia untuk melakukan konvergensi terhadap IFRS dalam pengaturan standar akuntansi
keterbandingan maupun transparansi dari laporan keuangan. Di samping itu relevansi dan
kehandalan merupakan kualitas dasar dari informasi keuangan dalam kerangka konseptual
IFRS. Sehingga perlu dipertanyakan apakah proses konvergensi IFRS yang tidak murah
tersebut menghasilkan peningkatan kualitas akuntansi di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konvergensi IFRS terhadap kualitas
akuntansi di Indonesia. Kualitas akuntansi diukur dengan manajemen laba dan relevansi nilai,
seperti penelitian yang dilakukan Liu et al. (2011). Peningkatan kualitas akuntansi ditunjukkan
dengan menurunnya tingkat manajemen laba dan meningkatnya relevansi nilai dari laba dan
nilai buku ekuitas (Barth et al., 2008).
Penelitian mengenai pengaruh adopsi IFRS terhadap kualitas akuntansi di berbagai negara
memperoleh hasil yang berbeda-beda. Adopsi IFRS di China terbukti meningkatkan kualitas
akuntansi yang ditandai dengan peningkatan relevansi nilai laba dan penurunan praktik perataan
laba (Liu et al., 2011). Ames (2013) menggunakan kualitas laba dalam mengukur kualitas
akuntansi dan menemukan bahwa tidak terjadi peningkatan yang signifikan terhadap kualitas
laba setelah adopsi IFRS di Afrika Selatan. Sedangkan di Jerman, kualitas akuntansi mengalami
perbaikan baik pada masa IAS maupun pada masa adopsi IFRS secara sukarela, namun terjadi
penurunan kualitas akuntansi pada masa adopsi IFRS secara wajib (Paananen dan Lin, 2009).
Menurut Soderstrom (2007) kualitas akuntansi setelah adopsi IFRS tidak hanya dipengaruhi
oleh kualitas dari standar akuntansi tersebut, namun juga sistem politik dan hukum negara di
negara tersebut, maupun dorongan dalam pelaporan keuangan. Sehingga perlu dilakukan
penelitian untuk mengetahui pengaruh adopsi IFRS terhadap kualitas akuntansi di Indonesia.
Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan pengetahuan kepada para pembaca mengenai
program konvergensi IFRS yang dilakukan di Indonesia serta dampaknya terhadap kualitas
Ikatan Akuntan Indonesia dalam menerapkan regulasi maupun strategi konvergensi IFRS lebih
lanjut.
TINJAUAN TEORITIS
Manajemen Laba
Manajemen laba dapat didefinisikan sebagai campur tangan yang disengaja oleh pihak
manajemen dalam proses pelaporan keuangan eksternal, dengan maksud memperoleh
keuntungan pribadi (Schipper, 1989). Manajemen laba terjadi ketika manajer menggunakan
pertimbangan dalam pelaporan keuangan dan penataan transaksi untuk mengubah laporan
keuangan dengan tujuan menyesatkan beberapa stakeholders tentang kinerja ekonomi
perusahaan ataupun untuk mempengaruhi hasil kontraktual yang bergantung pada angka
akuntansi (Healy dan Wahlen, 1999). Perilaku manajemen yang menguntungkan diri sendiri
melalui manajemen laba dapat dijelaskan dengan teori keagenan. Pemilik perusahaan
merupakan principal yang mendelegasikan tugas kepada agent yaitu manajemen. Agent akan
bertindak memuaskan kepentingannya sendiri dan selalu memiliki informasi lebih dari yang
dimiliki principal (Jensen dan Meckling, 1976).
Konvergensi IFRS di Indonesia
Standar akuntansi yang berlaku di Indonesia telah mengalami perkembangan yang panjang
sampai dengan saat ini. Pada tahun 1974, Ikatan Akuntan Indonesia telah menyusun standar
akuntansi dengan nama Prinsip Akuntansi Indonesia (PAI) dengan US GAAP sebagai referensi
utama. Namun sepuluh tahun kemudian standar akuntansi keuangan Indonesia beralih
menggunakan standar milik International Accounting Standard Committee (IASC) sebagai
referensi utama (IAI, 2009). Kemudian pada tahun 1994 IAI memutuskan untuk melakukan
harmonisasi dengan standar akuntansi terbitan IASC yang disebut dengan International
disusun dengan menggunakan IAS sebagai referensi, 20 PSAK yang mengacu pada US GAAP,
8 PSAK yang dikembangkan sendiri oleh IAI dan sebuah PSAK bagi Bank Syariah yang
mengacu pada Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institution
(AAOIFI) (Deloitte, 2007).
Meskipun sejak tahun 1994 IAI telah melakukan harmonisasi dengan International Accounting
Standards namun IAI baru menunjukan langkah serius pada akhir tahun 2008. Pada tanggal 23
Desember 2008, IAI meresmikan program konvergensi IFRS 2012 (Majalah Akuntan
Indonesia, hal 20). Program konvergensi IFRS bertujuan untuk mencapai adopsi penuh IFRS
versi 2009 pada tahun 2012. Sehingga laporan keuangan pada tahun 2011 telah menerapkan
beberapa PSAK yang mengadopsi IFRS.
Manajemen Laba dan Konvergensi International Financial Reporting Standard (IFRS)
Penelitian mengenai pengaruh adopsi IFRS terhadap manajemen laba di berbagai negara telah
banyak dilakukan dan menemukan hasil yang berbeda antarnegara. Penelitian yang dilakukan
pada 15 negara anggota Uni Eropa menunjukan penurunan tingkat manajemen laba, yang
nampak pada penurunan manajemen laba terhadap target, penurunan nilai absolut discretionary
accrual dan peningkatan kualitas akrual setelah adopsi IFRS (Chen, et al. 2010). Sama halnya
dengan penelitian terhadap adopsi IFRS di Australia yang menunjukkan penurunan tingkat
manajemen laba setelah adopsi IFRS (Elias, 2012). Namun, hal tersebut tidak senada dengan
adopsi IFRS di Jerman, perusahaan pengadopsi IFRS tidak menunjukkan perilaku manajemen
laba yang berbeda dengan perusahaan pengguna German GAAP (Tendeloo dan Vanstraelen,
2005). Sedangkan penelitian di China menunjukan kesimpulan yang berbeda terhadap adopsi
IFRS. Zhou et al. (2009), menunjukan bahwa perusahaan pengadopsi IFRS memiliki
kemungkinan yang lebih kecil dalam meratakan labanya jika dibandingkan dengan perusahaan
yang menggunakan local GAAP. Namun Li dan Park (2012) menemukan bahwa terjadi
Penelitian di India menunjukan bahwa perusahaan pengadopsi IFRS memiliki kemungkinan
yang lebih besar dalam melakukan perataan laba jika dibandingkan dengan perusahaan
non-adopsi IFRS (Rudra dan Bhattacharjee, 2012).
Adopsi IFRS oleh Uni Eropa dan Australia pada tahun 2005 memulai efek domino yang
menyebabkan IFRS digunakan lebih dari 120 negara di dunia pada saat ini (Larson dan Street,
2011). Demikian juga Indonesia yang memulai program konvergensi IFRS pada tahun 2009.
Sebelum program konvergensi IFRS di Indonesia, International Accounting Standard dan
United States Generally Accounting Principles merupakan dasar penyusunan utama standar
akuntansi keuangan Indonesia. Saat ini IFRS terdiri dari sekitar 2000 halaman peraturan
akuntansi, namun hal tersebut tidak sebanding dengan US GAAP yang dimuat dalam lebih dari
2000 pernyataan terpisah, dan banyak dari pernyataan terpisah tersebut yang memuat ratusan
halaman. Perbedaan volume tersebut mencerminkan perbedaan antara rule-based approach
yang mendasari US GAAP dengan principle-based approach yang mendasari IFRS (Gill,
2007). Principle-based accounting standards biasanya ditandai dengan pernyataan yang jelas
mengenai tujuan tetapi tidak memiliki petunjuk pelaksanaan yang rinci, sehingga akuntan
dituntut untuk menggunakan pertimbangan profesional dalam penerapanya (Collins et al.,
2012). Pertimbangan profesional tersebut menyebabkan meningkatnya alternatif terkait
perlakuan akuntansi dari suatu transaksi. Pada akhirnya menyebabkan peluang manajemen laba
semakin besar. Sehingga hipotesis yang dirumuskan berdasarkan uraian di atas adalah sebagai
berikut:
H1 : Manajemen Laba di Indonesia setelah adopsi IFRS lebih besar daripada periode sebelum
adopsi IFRS.
Relevansi nilai akuntansi didefinisikan sebagai kemampuan dari informasi yang diungkapkan
oleh laporan keuangan untuk menjelaskan dan menyimpulkan nilai perusahaan (Kargin, 2013).
Dalam penelitian ini relevansi nilai dari suatu informasi akuntansi diukur dengan menggunakan
hubungan statistik dari informasi dalam laporan keuangan dengan harga saham perusahaan
tersebut (Silipo et al., 2011; Chua et al., 2012; Bilgic dan Ibis, 2013).
Relevansi Nilai dan Adopsi International Financial Reporting Standard (IFRS)
Relevansi nilai telah banyak digunakan dalam berbagai penelitian sebagai salah satu dimensi
dalam mengukur kualitas akuntansi. Sejalan dengan penelitian terhadap manajamen laba setelah
adopsi IFRS, penelitian terhadap relevansi nilai setelah adopsi IFRS juga menunjukkan hasil
yang beragam. Liu et al., 2011 menemukan peningkatan relevansi nilai setelah adopsi IFRS di
China. Chua et al., 2012 menemukan peningkatan relevansi nilai pada perusahaan tercatat di
Australia setelah peralihan Australian GAAP menjadi IFRS. Sedangkan penelitian terhadap
relevansi nilai informasi akuntansi pada masa sebelum dan setelah penerapan IFRS oleh
perusahaan tercatat di Turki menunjukkan bahwa terjadi peningkatan relevansi nilai dari nilai
buku aset perusahaan (Kargin, 2013). Namun hasil yang sebaliknya diperoleh Khanagha (2011)
yang menemukan penurunan relevansi nilai dari data akuntansi setelah implementasi IFRS oleh
Uni Emirat Arab.
Pada tahun 2011 Financial Accounting Standard Board melakukan pembaruan Accounting
Standard Codification Topic 820 tentang Fair Value Measurement, sedangkan International
Accounting Standard Board menerbitkan IFRS 13 untuk mengatur Fair Value Measurement.
Melalui ASC 820 dan IFRS 13, saat ini FASB dan IASB telah memiliki definisi yang sama
untuk fair value atau nilai wajar, serta telah menyamakan berbagai aspek mengenai fair value.
Meskipun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa IFRS menggunakan akuntansi nilai wajar
dalam aspek yang lebih luas dibandingkan dengan US GAAP. Seiring berlakunya PSAK adopsi
populer di Indonesia. Nilai wajar merupakan pengukuran berbasis pasar yang tidak terpengaruh
oleh faktor spesifik dalam perusahaan sehingga merupakan pengukuran yang tidak bias serta
konsisten dari waktu ke waktu maupun lintas perusahaan. Tidak seperti nilai wajar, seiring
berjalanya waktu harga historis akan menjadi tidak relevan dalam menilai posisi posisi
keuangan perusahaan saat ini (Penman, 2007). Sehingga hipotesis yang dirumuskan
berdasarkan uraian di atas adalah sebagai berikut:
H2 : Relevansi nilai akuntansi setelah adopsi IFRS lebih besar daripada periode sebelum
adopsi IFRS.
METODE PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah semua perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Periode analisis diklasifikasikan ke dalam 2 bagian (2006-2007 dan 2011-2012) untuk
mencerminkan situasi sebelum dan setelah adopsi IFRS di dalam PSAK.
Pemilihan sampel yang digunakan dengan purposive sampling, dengan kriteria sebagai berikut:
1. Perusahaan non keuangan yang terdaftar di BEI sejak 2004 sampai dengan 2012.
2. Perusahaan yang tidak berpindah industri sejak 2004 sampai dengan 2012.
3. Perusahaan yang tidak melakukan pemecahan saham dan penggabungan saham pada
bulan Januari sampai dengan bulan Juni.
Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari laporan keuangan perusahaan yang
di-download melalui situs resmi Bursa Efek Indonesia, www.idx.co.id serta ringkasan harga
saham pada Indonesian Capital Market Directory (ICMD). Data yang digunakan untuk
mengukur kualitas akuntansi adalah total aset, laba bersih, arus kas dari aktivitas operasi,
piutang dagang, aset tetap kotor, penjualan, rasio return on assets, laba per lembar saham dan
Pengukuran Manajemen Laba
Manajemen laba diukur dengan menggunakan nilai absolut dari akrual diskresioner. Healy
(1985) membedakan antara akrual yang dimandatkan oleh badan penyusun standar dengan
akrual yang timbul karena kebijakan manajer. Akrual yang timbul karena kebijakan manajer
disebut dengan akrual diskresioner atau abnormal akrual. Melalui pemikiran tersebut banyak
penelitian yang mencoba menghitung akrual diskresioner dengan mengurangkan total akrual
dengan estimasi akrual diskresioner (normal accrual). Sampai saat ini telah ditemukan
beberapa model dalam mengestimasi besarnya akrual diskresioner (Jones 1991, Dechow et al.,
1995; Lacker and Richardson, 2004; Kothari et al., 2005). Penelitian ini menggunakan model
milik Kothari et al. (2005) yaitu cross-sectional modified Jones model with current-year ROA
dalam mengukur besarnya akrual diskresioner. Model estimasi akrual diskresioner ini
diterapkan untuk setiap one digit code atau sektor industri menutur Jakarta Stock Industrial
Classification (JASICA). Akrual diskresioner diestimasi dengan persamaan berikut:
NDAi,t = α1(1/Assetsi,t-1)+ α2(ΔREVi,t - ΔRECi,t)+ α3PPEi,t + α4ROAi,t
Dengan NDAi,t adalah estimasi akrual diskresioner dibagi dengan total aset perusahaan i pada
tahun t; Assetsi,t-1 adalah total aset perusahaan i pada tahun t-1; ΔREVi,t adalah perubahan
penjualan dibagi dengan total aset perusahaan i pada tahun t;ΔRECi,t adalah perubahan piutang
dagang dibagi dengan total aset perusahaan i pada tahun t; PPEi,t merupakan jumlah kotor dari
aset tetap yang dibagi dengan total aset perusahaan i pada tahun t; ROAi,t adalah rasio return
on assets perusahaan i pada periode t dan α1, α2, α3, dan α4 merupakan parameter industri yang
diperoleh menggunakan model regresi berikut untuk setiap jenis industri:
TAi,t = α1 (1/Assetsi,t-1) + α2 (ΔREVi,t - ΔRECi,t) + α3PPEi,t + α4ROAi,t + ɛi,t
TAi,t merupakan total akrual perusahaan i periode t yang diperoleh dengan mengurangkan laba
Setelah memperoleh besarnya akrual diskresioner tiap tahun, dilakukan uji beda untuk menguji
hipotesis pertama. Dilakukan uji beda rata-rata absolute value of discretionary accruals
sebelum adopsi IFRS dengan setelah adopsi IFRS.
Pengukuran Relevansi Nilai
Penelitian ini menggunakan model yang digunakan oleh Kwong, 2010 yaitu modified price
model (Ohlson, 1995) dalam memeriksa hubungan antara nilai pasar ekuitas dengan dua
variabel utama dalam pelaporan keuangan, yaitu nilai buku ekuitas dengan laba. Model regresi
yang digunakan adalah sebagai berikut:
P
it = β0 + β1 BVPSit + β2 EPSit + ɛitDengan Pit adalah harga saham perusahaan i pada saat t (akhir tahun ditambah dengan enam
bulan); BVPSit adalah nilai buku ekuitas per lembar saham perusahaan i pada tahun t dan EPSit
adalah laba bersih per lembar saham perusahaan i pada tahun t. Relevansi nilai diukur dengan
besarnya koefisien korelasi (adjusted R2) antara variabel bebas dengan variabel terikat pada
model regresi tersebut.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Objek Penelitian
Penelitian ini menggunakan sampel perusahaan non keuangan yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) sejak tahun 2004 sampai dengan 2012. Jumlah sampel yang digunakan
sebanyak 182 perusahaan dan meliputi 728 tahun perusahaan. Sampel yang digunakan
ditunjukkan pada Tabel 1.
Statistik Deskriptif
Langkah awal analisis dimulai dengan mengidentifikasi tendensi sebaran dari masing-masing
variabel penelitian. Tabel 2 menyajikan ringkasan statistik deskriptif dari masing-masing
variabel.
Pengujian Hipotesis
Adopsi IFRS dan Manajemen Laba
Berdasarkan Tabel 3, rata-rata absolute value of discretionary accruals setelah adopsi IFRS
lebih besar jika dibandingkan periode sebelum adopsi IFRS. Namun, berdasarkan Tabel 4, dapat
diketahui bahwa perbedaan rata-rata absolute value of discretionary accruals sebelum dan
setelah adopsi IFRS tidak signifikan. Sehingga H1 yang menyatakan bahwa manajemen laba di
Indonesia setelah adopsi IFRS lebih besar daripada periode sebelum adopsi IFRS tidak
didukung secara statistik. Hal ini terjadi karena dalam penelitian ini tidak memperhatikan
kejadian-kejadian yang berpotensi mempengaruhi praktik manajemen laba oleh perusahaan
seperti penawaran saham. Selain itu, penerapan principle based yang menyebabkan
meningkatnya fleksibilitas dalam pelaporan keuangan juga diimbangi dengan batasan-batasan
dalam IFRS yang mengurangi kesempatan untuk melakukan earnings management, antara lain
(Lestari, 2013):
1. Pembatasan reklasifikasi antar surat berharga.
2. Larangan reklasifikasi dari dan ke FVTPL (Financial assets at fair value through profit
or loss).
3. Larangan reklasifikasi pinjaman dan piutang ke AFS (Available for Sale).
4. Penghapusan extraordinary items.
Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Van Tendeloo dan Vanstraelen (2005),
Jeanjean dan Stolowy (2008), dan Santy et al., (2012). Van Tendeloo dan Vanstraelen (2005)
tidak menemukan perbedaan perilaku manajemen laba antara perusahaan yang mengadopsi
IFRS dengan pengguna German GAAP. Sedangkan Jeanjean dan Stolowy (2008) membuktikan
dengan Santy et al., (2012) yang tidak menemukan perbedaan signifikan besarnya manajemen
laba sebelum dan sesudah adopsi IFRS pada perusahaan perbankan di Indonesia.
Adopsi IFRS dan Relevansi Nilai Akuntansi
Berdasarkan Tabel 5, nilai Adjusted R2 periode setelah adopsi IFRS lebih besar jika
dibandingkan dengan periode sebelum adopsi IFRS. Secara khusus peningkatan Adjusted R2
terjadi pada nilai buku ekuitas per lembar saham atau book value per share. Sehingga H2 yang
menyatakan relevansi nilai akuntansi setelah adopsi IFRS lebih besar daripada periode sebelum
adopsi IFRS didukung secara statistik. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Ginting (2013), yang membuktikan bahwa terjadi peningkatan Adjusted R2 pada
tahun 2012 jika dibandingkan dengan tahun 2010 dimana pada tahun 2012 jumlah PSAK yang
mengadopsi IFRS lebih banyak jika dibandingkan dengan tahun 2010.
KESIMPULAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konvergensi IFRS terhadap kualitas
akuntansi di Indonesia, dalam hal ini kualitas akuntansi diukur dengan besarnya manajemen
laba dan relevansi nilai akuntansi. Berdasarkan uji beda yang dilakukan dengan Mann-Whitney
test setelah mengetahui bahwa distribusi data tidak normal, besarnya manajemen laba sebelum
dan seudah adopsi IFRS tidak berbeda secara signifikan. Namun relevansi nilai dari informasi
akuntansi setelah adopsi IFRS mengalami peningkatan yang ditunjukan dari peningkatan nilai
Adjusted R2. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terjadi peningkatan kualitas akuntansi di
Indonesia setelah adopsi IFRS, secara khusus peningkatan relevansi nilai informasi akuntansi.
Berdasarkan penelitian ini, diketahui bahwa tingkat manajemen laba tidak mengalami
penurunan setelah adopsi IFRS. Hal ini diharapkan memacu Ikatan Akuntan Indonesia sebagai
Lembaga Penyusun Standar Akuntansi di Indonesia untuk dapat memperbaiki
memperbaiki standar etika profesi bagi penyusun laporan keuangan. Begitu juga dengan kantor
akuntan publik yang melakukan audit atas laporan keuangan, harus memperhatikan alternatif
yang dipilih oleh pihak manajemen dalam melakukan praktik akuntansi, agar fleksibilitas yang
ada tidak ditumpangi oleh kepentingan individu, namun dapat menggambarkan kondisi
ekonomi dengan lebih baik.
Keterbatasan dan Saran
Dalam penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan dan kekurangan. Adapun keterbatasan dan
kekurangannya adalah:
1. Sampel yang digunakan tidak meliputi perusahaan sektor pertanian dan
pertambangan, karena ketersediaan data yang terbatas. Sehingga untuk penelitian
selanjutnya dapat menambahkan perusahaan dalam sektor tersebut.
2. Masih terdapat beberapa IFRS yang belum diadopsi pada tahun 2011 maupun
2012. Sehingga untuk penelitian selanjutnya dapat menggunakan periode 2013, di
mana PSAK semakin serupa dengan IFRS.
3. Manajemen laba hanya diukur dengan menggunakan satu dimensi, yaitu besarnya
absolute value of discretionary accruals. Sehingga untuk penelitian selanjutnya
diharapkan menambahkan dimensi pengukuran manajemen laba yang lain seperti
managing earnings toward target, income smoothing, dan accruals quality.
DAFTAR PUSTAKA
Agostino, M., D. Drago, and D. D. Silipo. 2011. The value relevance of IFRS in the European banking industry, Rev Quant Finan Acc 36: 437–457.
Ames, D. 2013. IFRS adoption and accounting quality: the case of south africa, Journal of
Applied Economics and Business ResearchJAEBR 3 (3): 154-165.
Bilgic, F. A., and C. Ibis. 2013. Effects of new financial reporting standards on value relevance
– a study about Turkish stock markets, International Journal of Economics and Finance 5 (10): 126-139.
Cahyonowati, N., dan D. Ratmono. 2012. Adopsi IFRS dan Relevansi Nilai Informasi Akuntansi. Jurnal Akuntansi dan Keuangan 14 (2): 105-115.
Chen, H., Q. Tang, and Y. Jiang. 2010. The role of international financial reporting standards in accounting quality: evidence from the European Union, Journal of International Financial
Management and Accounting 21: 3.
Chua, E. Y. L., C. S. Cheong, and G. Gould. 2012. The impact of mandatory IFRS adoption on accounting quality: Evidence from Australia, Journal of International Accounting Research 11 (1): 119–146.
Collins, D. L., W. R. Pasewark, and M. E. Riley. 2012. Financial reporting outcomes under rules-based and principles-based accounting standards, Accounting Horizons American
Accounting Association 26 (4): 681–705.
Dechow, P. M R.G. Sloan, and A. P. Sweeney. 1995. Detecting earnings management, The
Accounting Review 70 (2): 193-225.
Deloitte. 2007. IFRS and Indonesian GAAP A Comparison. Jakarta.
Eaton, S. B. 2005. Crisis and the consolidation of international accounting standards: Enron, the IASB, and America, Business and Politics 7 (3), Art. 4.
Gill, L. M. 2007. IFRS: coming to America, Journal of Accountancy June 2007: 70 –73.
Ginting, H. A. 2013. Pengaruh Penerapan IFRS terhadap Relevansi Nilai dari Nilai Buku per Lembar Saham dan Laba per Lembar Saham pada Perusahaan Manufaktur yang Listing di BEI. Skripsi. Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Healy, P. M. 1985. The effect of of bonus schemes on accounting decisions, Journal of
Accounting and Economics 7: 85–107.
Healy, P. M., and J. M. Wahlen. 1999. A review of the earnings management literature and its implications for standard setting, Accounting Horizons December 1999: 365-383.
http://www.iaiglobal.or.id/berita/detail.php?id=19 diakses tanggal 17 Desember 2013
IFRS Foundation, “Report of the Trustees’ Strategy Review 2011, IFRSs as the Global Standards: Setting a Strategy for the Foundation’s Second Decade”, February 2012.
Ikatan Akuntan Indonesia, 2007. Standar Akuntansi Keuangan (per 1 September 2007), Jakarta: Salemba Empat.
Jeanjean, T., and H. Stolowy. 2008. Do accounting standards matter? an exploratory analysis of earnings management before and after IFRS adoption, Journal of Accounting and Public
Kargin, S. 2013. The impact of IFRS on the value relevance of accounting information: evidence from Turkish firms, International Journal of Economics and Finance 5(4): 71-80.
Khanagha, J. B. 2011. Value relevance of accounting information in the United Arab Emirates,
International Journal of Economics and Financial Issues 1 (2): 33-45.
Kieso, D. E., J. J. Weygandt, and T. D. Warfield. 2011. Intermediate Accounting. Volume 1, IFRS Edition, New York, John Wiley & Sons. Inc.
Kothari, S. P., A. J. Leone and C. Wasley. 2005. Performance matched discretionary accrual measures, Journal of Accounting and Economics 39 (1): 163–197.
Kwong, L. C. 2010. The value relevance of financial reporting in Malaysia: Evidence from three different financial reporting periods, Malaysia International Journal of Business and
Accountancy 1 (1): 1-19.
Larcker, D. F., and S. A. Richardson. 2004. Fees paid to audit firms, accrual choices, and corporate governance, Journal of Accounting Research 42 (3): 625–656.
Larson, R., and D. Street. 2011. IFRS teaching resources: available and rapidly growing.
Accounting Education: An International Journal 20 (4): 317-338.
Lestari, Y. O. 2013. Konvergensi International Financial Reporting Standards (IFRS) dan Manajemen Laba di Indonesia. Skripsi. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim, Malang.
Liu, Chunhui, L. J. Yao, N. Hu, and L. Liu. 2011. The impact of IFRS on accounting quality in a regulated market: an empirical study of China, Journal of Accounting, Auditing & Finance 26 (4): 659 – 676.
Majalah AI. 2009. Bagaimana Dunia Pendidikan Mengantisipasi Pemberlakuan IFRS 2012. No. 17, Tahun III. Halaman 20. Jakarta.
Nabil E. 2012. The impact of mandatory IFRS adoption on accounting quality: evidence from Australia, Journal of International Accounting Research 11 (1): 147–154.
Nandakumar, A., R. Martin, K. J. Mehta, T. P. Ghosh, dan Y. A. Alkafaji. 2012. Memahami
IFRS standar pelaporan keuangan internasional, Jakarta Barat: Indeks.
Ohlson, J. A. 1995. Earnings, book value and dividends in equity valuation, Contemporary
Accounting Research 11 (2): 661-687.
Paananen, M., and H. Lin. 2009. The development of accounting quality of IAS and IFRS over time: the case of Germany, Journal of International Accounting Research 8: 31-55.
Penman, S. H. 2007. Financial reporting quality: is fair value a plus or a minus? Accounting
and Business Research, Special Issue: International Accounting Policy Forum: 33-44.
Rudra, T. (2012). Does IFRS influence earnings management? evidence from India, Journal of
Santy, P., Tawakal, dan G. T. Pontoh. 2012. Pengaruh Adopsi IFRS terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Perbankan di Bursa Efek Indonesia. Skripsi. Universitas Hasanudin, Makasar.
Schipper, K. 1989. Commentary on earnings management, Accounting Horizons 3: 91-102.
Soderstrom, N. S., and K. J. Sun. 2007. IFRS adoption and accounting quality: a review,
European Accounting Review 16: 675-702.
Van Tendeloo, B., and A. Vanstraelen. 2005. Earnings management under German GAAP versus IFRS, European Accounting Review 14 (1): 155-180.
Zhou, H., Y. Xiong, and G. Ganguli. 2009. Does the adoption of international financial reporting standards restrain earnings management? evidence from an emerging market,
Academy of Accounting and Financial Studies Journal 13 (Special Issue): 43-55.
LAMPIRAN
Basic Industry and Chemicals 42 168
Miscellaneous Industry 31 124
Consumer Goods Industry 27 108
Property, Real Estate and Building
Construction 24 96
Infrastructur, Utilitie and Transportation 13 52
Trade, Services and Investment 45 180
TOTAL 182 728
Sumber : Data sekunder yang diolah (2014)
Tabel 2
Deskripsi Variabel Penelitian
Variabel Penelitian
Sebelum Adopsi IFRS Setelah Adopsi IFRS
N Min Max Mean N Min Max Mean
Absolute DA 364 0.0019 4.5781 0.6304 364 0.0057 4.6870 0.6410
P (Share Price) 364 41 59000 2184.48 364 11 350000 6595.48
BVPS 364 -7355 28628 1219.32 364 -3221.04 37357.44 1877.52
EPS 364 -852 5095 154.91 364 17319.88 260474 1143.96
Tabel 3
Uji Mann-Whitney
Adopsi IFRS N
Mean Rank
Sum of Ranks
Absolute DA Sebelum Adopsi IFRS 364 358.83 130614
Sesudah Adopsi IFRS 364 370.17 134742
Total 728
Sumber : Data sekunder yang diolah (2014)
Tabel 4
Test Statisticsa
Absolute DA
Mann-Whitney U 64184.000
Wilcoxon W 130614.000
Z -.728
Asymp. Sig. (2-tailed) .467
Sumber : Data sekunder yang diolah (2014)
Tabel 5
Adjusted R2
Year R Square Adjusted R Square Sig
Sebelum Adopsi
IFRS 2006 0.596 0.592 0.000
2007 0.049 0.039 0.011
Setelah Adopsi
IFRS 2011 0.636 0.632 0.000