• Tidak ada hasil yang ditemukan

IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB STRES AKADEMIK PADA SISWA RSBI KELAS VIII di SMP NEGERI 8 YOGYAKARTA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB STRES AKADEMIK PADA SISWA RSBI KELAS VIII di SMP NEGERI 8 YOGYAKARTA."

Copied!
177
0
0

Teks penuh

(1)

i

IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB STRES AKADEMIK PADA SISWA RSBI KELAS VIII di SMPN 8 YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh

Veronica Kurnia Nesti Noviari NIM 08104244019

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)
(5)

v

MOTTO

“If you don’t like something, change it. If you can’t change it, change your

attitude. Don’t complain. ” ( Maya Angelou)

“Lebih baik bertempur dan kalah, daripada tidak pernah bertempur sama sekali.”

(6)

vi

PERSEMBAHAN

Karya ini saya persembahkan kepada:

 Orang tua dan keluarga yang selalu memberikan dukungan materi maupun

moral selama kuliah dan menyelesaikan skripsi ini.

 Teman- teman dan sahabat yang selalu membantu dan memberi semangat.

(7)

vii

IDENTIFIKASI FAKTOR PENYEBAB STRES AKADEMIK PADA SISWA RSBI KELAS VIII di SMP NEGERI 8 YOGYAKARTA

Oleh

Veronica Kurnia Nesti N NIM. 08104244019

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menjadi penyebab stres akademik pada siswa RSBI kelas VIII di SMPN 8 Yogyakarta.

Jenis penelitian ini adalah penelitian survey. Penelitian ini merupakan penelitian sample, dengan teknik purposive sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa RSBI kelas VIII SMPN 8 Yogyakarta yang berjumlah 308 subyek, dan sample penelitian ini adalah 51 siswa yang menunjukan stres akademik pada kategori tinggi berdasarkan pada hasil skala tingkat stres. Metode pengumpulan data adalah skala stres akademik, wawancara, dan observasi. Analisis data menggunakan teknik analisis statistik deskriptif, yang meliputi nilai-nilai empiris dan ideal untuk skor minimum, skor maksimum, rata-rata (mean) dan simpangan baku (SD). NilaI tersebut digunakan untuk menyusun tabel distribusi, histogram, dan kategorisasi skor. Uji validitas dihitung dengan menggunakan rumus product moment dan reliabilitas dalam penelitian ini dilakukan dengan rumus Alpha Cronbach .

Hasil penelitian menunjukan faktor penyebab stres akademik pada siswa RSBI kelas VIII SMPN 8 Yogyakarta adalah kondisi fisik yang meliputi penampilan atau kondisi tubuh pada kategori tinggi (70%). Faktor kedua yaitu faktor kondisi psikologis, pada kategori sedang, yang meliputi kecakapan, perilaku, dan keyakinan. Faktor ketiga adalah keluarga, pada kategori sedang(90%) yang meliputi pola asuh orang tua dan komunikasi dalam keluarga. Untuk faktor keempat adalah sekolah, berada pada kategori sedang (59%) yang meliputi faktor sistem pendidikan yang diterapkan. Dan faktor kelima adalah masyarakat yang terdiri dari penilaian atau pandangan masyarakat yang berada pada kategori sedang (73%).

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan berkat dan karuniaNya. Hanya dengan pertolongan Tuhan YME peneliti dapat menyelesaikan karya ini. Skripsi yang berjudul “Identifikasi Faktor Penyebab Stres Akademik pada Siswa RSBI Kelas VIII di SMP Negeri 8 Yogyakarta” ini disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan, pada Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Yogyakarta.

Peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak akan terwujud tanpa adanya berkat dari Tuhan YME dan juga bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu peneliti menyampaikan penghargaan dan rasa terimakasih kepada: 1. Rektor Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ijin penelitian. 2. Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah

memberikan ijin penelitian.

3. Ketua Jurusan Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Universitas Negeri Yogyakarta yang telah memberikan ijin penelitian.

4. Bapak Sugiyatno, M.Pd dan Bapak Agus Triyanto, M. Pd dosen pembimbing. Beliau berdua adalah inspirator terbaik dalam memotivasi peneliti sehingga karya ini selesai dengan baik.

(9)

ix

(10)

x

7. Sumber atau Faktor Penyebab Stres Akademik ... 23

B. Kajian tentang Siswa SMP Sebagai Remaja ... 29

1. Pengertian Remaja... 29

2. Klasifikasi Remaja ... 30

(11)

xi

4. Tahap Perkembangan Remaja... 35

5. Tugas Perkembangan Remaja ... 36

C. Kajian tentang Sekolah RSBI ... 38

1. Pengertian Sekolah RSBI ... 38

2. Landasan Yuridis Program SBI/RSBI ... 39

3. Karakteristik Sekolah RSBI ... 40

4. Tujuan Sekolah RSBI ... 41

5. Penyelenggaraan Sekolah SBI/RSBI ... 42

BAB III METODE PENELITIAN

F. Instrumen Penelitian... 51

G. Uji Coba Instrumen ... 55

H. Teknik Analisis Data ... 59

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi dan Responden Penelitian ... 62

1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 63

2. Deskripsi Responden ... 64

B. Analisis Data ... 65

C. Pembahasan Hasil Penelitian ... 86

D. Keterbatasan Penelitian ... 98

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 100

B. Saran ... 102

DAFTAR PUSTAKA ... 104

LAMPIRAN ... 106

(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel. 1 Distribusi siswa RSBI kelas VIII SMPN 8 Yogyakarta... Tabel. 2 Kisi-Kisi Instrumen Faktor- faktor Penyebab stres Akademik

siswa RSBI kelas VIII SMPN 8 Yogyakarta... Tabel. 3 Kisi-Kisi Instrumen Faktor- faktor Penyebab stres Akademik

siswa RSBI kelas VIII SMPN 8 Yogyakarta setelah uji coba... Tabel. 4 Pedoman Untuk Memberikan Interpretasi Terhadap

Koefisien Reliabilitas... Tabel. 5 Distribusi Frekuensi Skor Faktor Kondisi

Fisik... Tabel. 6 Kategorisasi faktor kondisi fisik... Tabel. 7 Distribusi Frekuensi Skor Faktor Kondisi

Psikologis... Tabel. 8 Kategorisasi faktor kondisi psikologis... Tabel. 9 Kategorisasi kecakapan... Tabel. 10 Kategorisasi perilaku... Tabel. 11 Kategorisasi emosi... Tabel. 12

Tabel. 13

(13)

xiii

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Histogram skor faktor kondisi fisik... Gambar 2. Histogram skor faktor kondisi psikologis... Gambar 3. Histogram Skor Faktor Keluarga... Gambar 4. Histogram Skor Faktor Sekolah... Gambar 5.

Gambar 6.

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Skala Tingkat Stres Akademik Siswa RSBI Kelas VIII SMPN 8 Yogyakarta... Lampiran 2. Skala Faktor Penyebab Stres Akademik Siswa RSBI Kelas VIII SMPN 8 Yogyakarta ... Lampiran 3. Pedoman Wawancara... Lampiran 4. Pedoman Observasi... Lampiran 5. Hasil Uji Validitas Skala Faktor Tingkat Stres

Akademik Siswa RSBI Kelas VIII SMPN 8 Yogyakarta Dengan SPSS 16... Lampiran 6. Hasil Uji Reliabilitas Skala Tingkat Stres Akademik

Siswa RSBI Kelas VIII SMPN 8 Yogyakarta Dengan SPSS 16... Lampiran 7. Hasil Uji Validitas Skala Faktor Penyebab Stres Akademik Siswa RSBI Kelas VIII SMPN 8 Yogyakarta Dengan SPSS 16... Lampiran 8. Hasil Uji Reliabilitas Skala Faktor Penyebab Stres

Akademik Siswa RSBI Kelas VIII SMPN 8 Yogyakarta Dengan SPSS 16... Lampiran 9. Analisis Data Faktor Penyebab Stres Akademik Siswa

(16)

xvi

Acuan Norma Skor Rerata Ideal (Mideal) dan Skor Standar Deviasi Ideal (SDideal)... Lampiran 11. Tabel Distribusi Frekuensi Faktor Penyebab Stres

Akademik Siswa RSBI Kelas VIII SMPN 8 Yogyakarta per Indikator Dan Deskriptor... Lampiran 12.

Lampiran 13. Lampiran 14.

Lampiran 15.

Lampiran 16.

Lampiran 17.

.

(17)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tujuan pendidikan nasional seperti tertuang dalam pembukaan UUD 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia beriman, bertaqwa Pada Tuhan Yang Maha Esa, dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.

Sekolah merupakan lembaga formal yang dapat meningkatkan kualitas manusia Indonesia, sehingga menghasilkan siswa unggul yang memiliki ilmu pengetahuan dan budi pekerti luhur. Sekolah diharapkan mampu menjalankan fungsinya secara penuh sehingga mampu mengembangkan potensi yang dimiliki siswa sehingga menjadi siswa yang berkualitas dan kompetitif sebagai generasi penerus bangsa.

(18)

2

standar pembiayaan, dan standar penilaian, dimana semuanya itu merupakan obyek penjaminan mutu pendidikan atau sekolah.

Di era global seperti saat ini, pemerintah terdorong untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia khususnya di bidang pendidikan melalui output siswa agar siswa mampu bersaing secara global dan memiliki 21 century skill ataupun keterampilan-keterampilan yang dituntut pada abad-21 dengan memberlakukan sistem akreditasi sekolah.

Berbagai program pemerintah terkait dengan meningkatkan mutu

siswa Indonesia yaitu mulai dari program reguler, akselerasi, RSBI (Rintisan Sekolah Berstandar Internasional), dan SBI (Sekolah Berstandar Internasional). Program-program pendidikan di atas memiliki keragaman kurikulum dan tuntutan akademik tersendiri bagi siswa. Program reguler, akselerasi, RSBI dan SBI sudah dimulai dari tingkat sekolah dasar hingga sekolah menengah, baik menengah atas maupun menengah pertama.

(19)

3

Tujuan penyelenggaran SBI yang tertuang dalam Permendiknas Nomor 78 Tahun 2009 adalah untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi sesuai dengan standar lulusan dan diperkaya dengan standar kompetensi pada salah satu sekolah terakreditasi di negara anggota OECD atau negara maju lainnya, punya daya saing komparatif tinggi, mampu bersaing dalam berbagai lomba internasional, mampu berperan aktif secara internasional dalam menjaga kelangsungan hidup dan perkembangan dunia dari perspektif ekonomi, sosio-kultural, dan lingkungan hidup, mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris (skor TOEFL>7,5 - standard internet based), dan mampu menggunakan dan mengembangkan teknologi komunikasi dan informasi secara internasional.

Sekolah RSBI, khususnya pada jenjang sekolah menengah pertama pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan mutu pelajar indonesia untuk dapat bersaing secara internasional. Tujuan utama dari penerapan program ini pada tingkat sekolah menengah pertama adalah mutu pendidikan yang tinggi yang berakar pada Standar Nasional Pendidikan yang diperkaya dan diperdalam dengan materi dari negara lain agar sekolah Indonesia dapat bersaing dengan kurikulum negara maju lain.

(20)

4

dan harapan sosial baru. Pada masa remaja, siswa berpotensi untuk mengalami masalah-masalah emosional dan berperilaku dalam bentuk yang beragam. Siswa mungkin menjadi suka menentang atau mungkin menunjukkan (a) kemurungan, (b) marah, (c) sensitif, (d) agresif, (e) ambivalensi, (f) kesulitan konsentrasi, (g) kurang berpartisipasi, (h) meningkat dalam hal melakukan aktivitas beresiko, atau (i) kelelahan. Perilaku-perilaku yang dapat mengarah pada berbagai bentuk dalam adegan sekolah (Stanley, et. al, 2006: 40).

Di lingkungan sekolah siswa mengalami perubahan yang signifikan karena mengalami transisi dari jenjang sekolah dasar ke sekolah menengah pertama, dimana siswa berinteraksi dengan teman sebaya dan guru yang lebih banyak dan menghadapi tuntutan akademik yang lebih tinggi. Peningkatan stres dalam keluarga, tekanan pribadi, dan keterbatasan keterampilan coping membuat beberapa siswa merasa rentan dan tidak mampu beradaptasi. Menurut Lazarus dan Folkman (1984:24) coping adalah upaya kognitif dan tingkah laku untuk mengelola tuntutan internal dan eksternal yang khusus dan konflik diantaranya yang dinilai individu sebagai beban dan melampaui batas kemampuan individu tersebut. Individu akan memberikan reaksi yang berbeda untuk mengatasi stres.

(21)

5

dengan sumber daya biologis, psikologis dan sosial yang dimiliki individu (Lazarus dan folkman, 1984:15). Lazarus (1984:20) menyatakan stres melibatkan stresor dan respon individu terhadap stresor (strain). Stres adalah respon non-spesifik dari tubuh terhadap tuntutan apapun terhadap diri individu. Setiap tuntuan tersebut dalam tubuh akan membangkitkan respon tertentu (Selye, dalam Santrock, 2003:557). Teori stres yang dikemukakan Selye mencakup seluruh kejadian yang membawa perubahan dalam hidup individu.

American Accreditation Health Care Commission (2005:28) mendefinisikan stres sebagai suatu respon terhadap situasi atau faktor yang menimbulkan emosi negatif atau perubahan fisik atau kombinasi dari perubahan fisik dan emosi. Beberapa jenis stres cukup membantu karena menimbulkan motivasi bagi individu yang bersangkutan. Akan tetapi, stres yang berlebihan dapat mengganggu kehidupan, aktivitas dan kesehatan dari individu. Lebih lanjut,dijelaskan bahwa anak belajar untuk merespon stres dari pengalaman pribadi dan observasi terhadap lingkungan mereka. Kebanyakan stres yang dialami anak-anak dianggap tidak penting oleh orang dewasa. Tetapi karena anak-anak hanya memiliki sedikit pengalaman untuk belajar, maka bahkan situasi yang menyebabkan perubahan kecil juga sudah menimbulkan efek terhadap perasaan anak.

(22)

6

sebaya. Stres ini meningkat setiap tahunnya seiring dengan tuntuan zaman atas anak-anak yang berbakat dan berprestasi dan tidak akan pernah berhenti.

Menurut Goodman & Leroy (dalam Desmita, 2010:25) mengungkapkan sumber stres siswa dikategorisasikan menjadi: akademik, keuangan, yang berkaitan dengan waktu dan kesehatan, dan self-imposed. Stresor akademik merupakan sumber stres yang berasal dari proses belajar mengajar atau hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan belajar, yang meliputi tekanan untuk naik kelas, lama belajar, menyontek, banyak tugas, mendapat nilai ulangan, birokrasi, mendapatkan beasiswa, keputusan menentukan jurusan dan karir, serta kecemasan ujian dan manajemen waktu. Para siswa mengemukakan mengalami stres akademik pada setiap semester dengan sumber stres akademik yang tinggi akibat dari belajar sebelum ujian, ujian, kompetisi nilai, dan dari begitu banyak materi yang harus dikuasai dalam waktu yang singkat.

Stres akademik adalah kondisi ketegangan yang dialami siswa karena adanya kesenjangan antara tuntutan lingkungan terhadap prestasi akademik dengan kemampuan mereka untuk mencapainya, sehingga situasi tersebut mengakibatkan perubahan respon dalam diri siswa, baik secara fisik, ataupun psikologis

(23)

7

meneliti stres siswa sekolah unggulan. Hasil penelitian menunjukkan pelaksanaan program peningkatan mutu pendidikan melalui penerapan kurikulum yang diperkaya, intensitas belajar yang tinggi, rentang waktu belajar formal yang lebih lama, tugas-tugas sekolah yang lebih banyak, dan keharusan menjadi pusat keunggulan (agent of chalenge), dan sebagainya, telah menimbulkan stres di kalangan siswa.

Penelitian Gusniati (Desmita, 2010:290) terhadap siswa pada salah satu sekolah unggulan di Jakarta menemukan adanya fenomena stres yang dialami siswa di sekolah. Sekitar 40,74% siswa merasa terbebani dengan keharusan mempertahankan peringkat sekolah, 62,96% siswa merasa cemas menghadapi ujian semester, 82,72% siswa merasa takut mendapat nilai ulangan yang jelek, 80,25% merasa bingung menyelesaikan PR yang terlalu banyak, dan 50,62% siswa merasa letih mengikuti perpanjangan waktu belajar di sekolah. Senada dengan ungkapan Nugroho (dalam Desmita, 2010: 292) anak-anak program non-reguler cenderung mengalami stres akademik karena mendapat beban studi yang tidak sesuai dengan kebutuhan.

(24)

8

menyesuaikan diri dengan sistem pendidikan yang diterapkan di sekolah RSBI, mulai dari ritme belajar hingga tuntutan akademik yang tinggi.

Hasil observasi dan wawancara yang dilakukan dengan guru BK di SMPN 8 Yogyakarta menunjukan bahwa ternyata sebagian siswa mengalami stres akademik. Hal ini terindikasi dari berbagai perilaku yang menyimpang, kurangnya konsentrasi dalam mengikuti pelajaran dan hasil belajar yang ditunjukan siswa di kelas. Bahkan menurut penuturan guru BK di sekolah , ada siswa yang kemudian memilih keluar dari sekolah karena merasa tidak sanggup mengikuti ritme belajar di sekolah RSBI. Ritme belajar di sekolah RSBI memang lebih cepat dan padat dibandingkan sekolah reguler. Hal ini terkait dengan tingginya tuntutan yang diberikan sekolah namun dengan jam belajar yang sama dengan sekolah reguler biasa.

Lebih lanjut, permasalahan lain di sekolah yang juga mengindikasikan stres akademik, yaitu frekuensi ketidakhadiran siswa di sekolah yang cukup sering, tidak terselesaikannya tugas-tugas di sekolah maupun tugas rumah (PR), serta adanya kecemasan yang berlebihan pada siswa-siswa, terlebih ketika menjelang ujian, baik ujian semester maupun ujian kenaikan kelas.

(25)

9

pengantar wajib dalam KBM. Namun pada prakteknya, tidak semua tenaga pengajar memiliki kemampuan berbahasa inggris yang baik, apalagi dalam menyampaikan materi pelajaran menggunakan bahasa inggris, banyak keluhan yang terjadi, baik dari siswa-siswa maupun tenaga pengajar mengenai kesulitan ini. Sehingga pada pelajaran tertentu, para guru tetap memakai bahasa indonesia sebagai bahasa pengantar, misalkan mata pelajaran IPA dan matematika.

Menurut penelitian Nurdini (2009:6), siswa yang mengalami stres akademik menunjukan perilaku seperti bolos sekolah, cemas menghadapi ulangan atau ujian, mencontek, tidak peduli terhadap materi, tidak menguasai kompetensi, tidak betah di sekolah, takut menghadapi guru, tidak dapat berkonsentrasi di kelas, ingin pindah kelas, cemas terhadap materi yang sulit, jenuh kalau ada pelajaran tambahan, takut terhadap pelajaran tertentu, panik menghadapi tugas yang menumpuk atau sulit, tidak percaya diri ketika mengisi jawaban soal- soal, dan lelah mengikuti ekstrakurikuler. Stres akademik pada siswa dapat memberi dampak pada siswa antara lain motivasi belajar rendah, tidak berhasil menguasai materi- materi pelajaran, gagal dalam mencapai standar kelulusan yang ditetapkan, dan lebih jauh berkonsekuensi pada keberhasilan siswa dalam proses pengembangan diri.

(26)

10

bisa memberikan solusi dan layanan bantuan yang tepat, terlebih dahulu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui apa saja faktor- faktor yang menyebabkan siswa mengalami stres akademik ini.

Untuk dapat menjawab berbagai permasalahan yang terjadi di lapangan mengenai faktor-faktor yang menyebabkan siswa mengalami stres akademik dengan lebih tepat, peneliti merasa perlu membuat skripsi yang berjudul “Identifikasi Faktor Penyebab Stres Akademik pada Siswa RSBI

Kelas VIII di SMPN 8 Yogyakarta “ .

B. Identifikasi masalah

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka muncul berbagai permasalahan sebagai berikut :

1. Pelaksanaan program pemerintah mengenai RSBI menimbulkan berbagai permasalahan di sekolah, terutama bagi siswa-siswanya. 2. Siswa SMP sebagai remaja mengalami masalah-masalah emosi dan

perilaku yang beragam.

3. Siswa yang berada pada masa transisi dari SD ke SMP membutuhkan keterampilan untuk beradaptasi dan menghadapi berbagai tanggung jawab dan tuntutan yang diberikan lingkungan sosialnya.

(27)

11

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah diatas, maka dapat dibatasi permasalahan dalam penelitian ini yaitu, faktor-faktor apa saja yang menyebabkan stres akademik pada siswa RSBI kelas VIII di SMPN 8 Yogyakarta.

D.Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang menyebabkan siswa RSBI kelas VIII di SMPN 8 Yogyakarta mengalami stres akademik?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan siswa RSBI kelas VIII di SMPN 8 Yogyakarta mengalami stres akademik .

F. Manfaat Penelitian

(28)

12 1. Secara teoritis

Menambah pengetahuan mengenai faktor-faktor yang bisa menyebabkan siswa mengalami stres akademik. Sehingga dapat ditemukan solusi untuk mengatasi dan menghilangkanya.

2. Secara Praktis a. Bagi sekolah

Untuk memperkaya kajian dan konsep guru BK dan sekolah mengenai stres akademik dan penyebabnya, sehingga dapat melakukan deteksi dini pada siswa yang mengalami stres akademik dengan kaitannya dalam memberikan layanan konseling di sekolah. b. Bagi jurusan PPB

Untuk menambah referensi mengenai konsep stres akademik pada siswa dan berbagai faktor penyebabnya.

c. Bagi peneliti selanjutnya

Untuk memeperkaya kajian mengenai stres akademik yang dialami siswa dan faktor yang mempengaruhinya

G. Batasan istilah

1. Stres akademik

(29)

13

maupun reaksi emosi yang negatif yang muncul akibat tuntutan sekolah atau akademik.

2. Sekolah RSBI

(30)

14

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Stres Akademik

1. Pengertian Stres

Stres dapat didefinisikan sebagai, respon adaptif, dipengaruhi oleh karakteristik individual dan/atau proses psikologis, yaitu akibat dari tindakan, situasi atau kejadian eksternal yang menyebabkan tutntutan fisik dan/atau psikologis terhadap sesorang. (Ivancevich dan Matteson, 1980 dalam Aziz Alimul, 2006:2010)

Stres menurut Hans Selye, 1976, dalam Santrock ( 2003:557) menyatakan bahwa stres adalah respon tubuh yang sifatnya nonspesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya. Bila seseorang setelah mengalami stres mengalami gangguan pada satu atau lebih organ tubuh sehingga yang bersangkutan tidak lagi dapat menjalankan fungsi pekerjaannya dengan baik, maka ia disebut mengalami distres. Pada gejala stres, gejala yang dikeluhkan penderita didominasi oleh keluhan-keluhan somatik (fisik), tetapi dapat pula disertai keluhan-keluhan psikis. Tidak semua bentuk stres mempunyai konotasi negatif, cukup banyak yang bersifat positif, hal tersebut dikatakan eustres.

(31)

15

dengan intensitas berlebihan yang tidak disukai berupa respons fisiologis, perilaku, dan subjektif terhadap stres; konteks yang menjembatani pertemuan antara individu dengan stimulus yang membuat stres; semua sebagai suatu sistem (WHO, 2003).

American Accreditation Health Care Commission (2005) mendefinisikan stres sebagai suatu respon terhadap situasi atau faktor yang menimbulkan emosi negatif atau perubahan fisik atau kombinasi dari perubahan fisik dan emosi.

2. Pengertian Stres Akademik

Stres rentan dialami oleh pelajar, yang notabene nya adalah seorang remaja yang berada dalam tahap perkembangan, baik fisik maupun psikologis yang labil. Menurut Feedlman, 2004 (dalam Alvin Nglai, 2008:60) menyebutkan salah satu sumber stres pada remaja yaitu school stress. School stress merupakan stres yang ditimbulkan dari tekanan-tekanan yang diberikan kegiatan akademik di sekolah, yang menyebabkan siswa memiliki keinginan untuk selalu mendapat nilai tinggi di sekolah.

(32)

16

seiring dengan tuntuan zaman atas anak-anak yang berbakat dan berprestasi dan tidak akan pernah berhenti.

Stres akademik merupakan stres yang disebabkan oleh academic stressor. Academic stressor yaitu stres siswa yang bersumber dari proses belajar mengajar atau hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan belajar yang meliputi: tekanan untuk naik kelas, lama belajar, mencontek, banyak tugas, mendapat nilai ulangan, birokrasi, mendapatkan beasiswa, keputusan menentukan

jurusan dan karir serta kecemasan ujian dan manajemen waktu (Desmita, 2010:297).

Stres akademik adalah kondisi ketegangan yang dialami siswa karena adanya kesenjangan antara tuntutan lingkungan terhadap prestasi akademik dengan kemampuan mereka untuk mencapainya, serta merupakan respon siswa yang berupa perilaku, pikiran, reaksi fisik maupun reaksi emosi yang negatif yang muncul akibat tuntutan sekolah atau akademik.

3. Aspek stres akademik

Menurut Sarafino (1994:79) dalam stres akademik terdiri dari dua aspek, yaitu :

a. Aspek Biologis

(33)

17

misalnya detak jantung meningkat. Reaksi fisiologi yang terjadi ini mengacu pada 3 level dalam General Adaptation Syndrom menurut Selye(dalam Santrock, 2003:560) atau GAS, yaitu :

1) Reaksi Kegelisahan atau Alarm Reaction, yang merupakan respon awal tubuh terhadap stres.

2) Tahap Pertahanan atau Stages of Resistance. Tahap ini terjadi ketika tubuh mulai beradaptasi dengan stressor, kondisi fisik mulai menurun tapi masih dalam tahap normal.

3) Tahap Kelelahan atau Stages of Exhaustion, pada tahap ini kekebalan tubuh menurun dan berkurangnya energi dalam tubuh b. Stressor akan menyebabkan perubahan secara psikologis juga

sosial individu, yaitu:

1) Kognitif, pada tahap ini, stres merusak fungsi kognitif individu dengan mengacaukan konsentrasi dan perhatian, namun cara berpikir seseorang juga mempengaruhi stres yang dialaminya. 2) Emosi, reaksi emosi yang muncul pada individu yaitu berupa

rasa takut, rasa marah yang kemudian mengakibatkan perilaku agresif ataupun perasaan sedih dan depresi.

(34)

18

4. Jenis Stres

Quick dan Quick dan Hans Selye (dalam Santrock, 2003:560) mengatakan bahwa terdapat dua jenis stres, yaitu eustres dan distres. Eustres, yaitu hasil dari respon terhadap stres yang bersifat sehat, positif, dan konstruktif (bersifat membangun). Hal tersebut termasuk kesejahteraan individu dan juga organisasi yang diasosiasikan dengan pertumbuhan, fleksibilitas, kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi. Ini adalah semua bentuk stres yang mendorong tubuh untuk beradaptasi dan meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi. Ketika tubuh mampu menggunakan stres yang dialami untuk membantu melewati sebuah hambatan dan meningkatkan performa, stres tersebut bersifat positif, sehat, dan menantang.

(35)

19

berperforma secara maksimal (Walker.J,2002 dalam Santrock, 2003:561).

Holahan, 1981 (dalam Aziz, 2006:11) menyebutkan jenis stres yang dibedakan menjadi dua bagian, yaitu systemic stress dan physchological stress. Systemic stress didefinisikan oleh seyle (dalam Santrock, 2003:560) sebagai respon non spesifik dari tubuh terhadap beberapa tuntutan lingkungan. Ia menyebut kondisi kondisi pada lingkungan yang menghasilkan stres, misalnya racun kimia atau temperatur ekstrim, sebagai stresor. Selye mengidentifikasikan tiga tahap dalam sistem sistemik tubuh terhadap kondisi penuh stres, yang diistilahkan General Adaptation Syndrom (GAS).

c. Tahap Pertama adalah alarm reaction dari sistem saraf otonom, termasuk di dalamnya peningkatan detak jantung, tekanan darah, dan otot menegang. Tahap ini bisa diartikan tahap pertahanan tubuh.

d. Selanjutnya tahap ini diikuti oleh tahap resistance atau adaptasi, yang didalamnya termasuk berbagai macam respon koping secara fisik.

e. Tahap ketiga. Exhaustion atau kelelahan, akan terjadi kemudian apabila stresor datang dalam jangka waktu cukup lama, dan jika usaha perlawanan gagal.

(36)

20

yang secara kuat menantang atau melampui kemampuan coping nya (Lazarus dalam Santrock, 2003:563)

Berdasarkan penggolongan stres menurut Selye diatas, stres akademik merupakan stres yang termasuk pada kategori distress. Stres akademik dapat dikategorikan sebagai distress jika sudah mengganggu kondisi psikologis dan fisiologis siswa.

5. Gejala Stres Akademik

Berikut ini adalah gejala-gejala psikologis stres secara umum menurut Aat Sriati, (2008:7) yaitu : kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah tersinggung, perasaan frustrasi, rasa marah, dan dendam (kebencian), sensitif dan hyperreactivity, memendam perasaan, penarikan diri depresi, komunikasi yang tidak efektif, perasaan terkucil dan terasing, kebosanan dan ketidakpuasan kerja, kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan kehilangan konsentrasi, kehilangan spontanitas dan kreativitas serta menurunnya rasa percaya diri.

(37)

21

secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom kelelahan yang kronis (chronic fatigue syndrome), gangguan pernapasan, termasuk gangguan dari kondisi yang ada, gangguan pada kulit, sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan otot, gangguan tidur, rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk resiko tinggi kemungkinan terkena kanker.

Sedangkan Gejala-gejala dari stres akademik dibagi dalam 4 aspek (Aat Sriati, 2008:7) yaitu :

a. Reaksi Fisik

Reaksi fisik yang dimaksud antara lain: sakit perut, mudah lelah, memegang benda dengan erat, otot tegang, sakit kepala, suka berkeringat dingin, sering buar air kecil, denyut jantung meningkat, tangan dingin.

b. Pikiran

Gejala pada aspek pikiran antara lain: bingung atau pikiran kacau, pelupa, tidak punya tujuan hidup, berpikir negatif, prestasi menurun, kehilangan harapan, merasa tidak berguna, merasa tidak menikmati hidup, sulit berkonsentrasi, sulit membuat keputusan, tidak punya prioritas.

c. Perilaku

(38)

22

konsentrasi, malas belajar, tidak mengerjakan tugas, suka mengambil jalan pintas, tidak punya keterampilan atau kompetensi, suka menyendiri, menghindari situasi stres, insomnia, menyalahkan orang lain.

d. Reaksi Emosi

Reaksi emosi pada siswa yaang mengalami stres akademik yaitu: mudah marah, panik, mudah kecewa, tidak ada rasa humor, gelisah, merasa ketakutan.

6. Tahapan Stres

Menurut Robert J. Van Amberg, 1979 (dalam Aziz, 2006:14) stres dibagi dalam 6 tahap sebagai berikut :

a. Tahap pertama, tahapan ini merupakan tahapan stres yang paling ringan dan biasanya disertai dengan perasaan- perasaan sebagai berikut: Semangat bekerja besar, berlebihan (over acting), Penglihatan “tajam” tidak sebagaimana biasanya. Merasa mampu menyelesaikan pekerjaan lebih dari biasanya, namun tanpa disadari cadangan energi semakin menipis.

(39)

23

normal, badan seharusnya terasa segar, mengeluh sakit lambung, jantung berdebar dan tidak bisa santai

c. Tahap ketiga, jika dalam tahap sebelumnya stres tidak diatasi, maka keluhan akan semakin nyata seperti sulit tidur, dan sering terbangun di tengah malam.

d. Tahap keempat, pada tahap ini, akan muncul gejala seperti ketidakmampuan untuk melakukan aktifitas rutin karena merasa bosan, konsentrasi yang menurun serta muncul rasa takut dan kecemasan yang tidak jelas sumbernya.

e. Tahap kelima, tahap ini ditandai kelelahan fisik yang sangat, tidak mampu menyelesaikan pekerjaan bahkan yang ringan dan sederhana, gangguan pada sistem pecernaan yang makin berat, serta meningkatnya rasa cemas dan takut.

f. Tahap keenam, tahap ini merupakan tahap puncak yang ditandai dengan timbulnya rasa panik dan takut mati yang menyebabkan jantung berdetak semakin cepat, sulit bernafas, tubuh gemetar dan berkeringat, dan adanya kemungkinan terjadi pingsan.

7. Sumber atau Faktor Penyebab Stres Akademik

(40)

24

Pada stresor psikologis tekanan dari dalam diri individu biasanya yang bersifat negatif seperti frustasi, kecemasan (anxiety), rasa bersalah, khawatir berlebihan, marah, benci, sedih, cemburu, rasa kasihan pada diri sendiri, serta rasa rendah diri, sedangkan stresor sosial yaitu tekanan dari luar disebabkan oleh interaksi individu dengan lingkungannya. Banyak stresor sosial yang bersifat traumatik yang tak dapat dihindari, seperti kehilangan orang yang dicintai, kehilangan pekerjaan, pensiun, perceraian, masalah keuangan, pindah rumah dan lain-lain. (Nasution I. K., 2007, dalam Aziz, 2006:10).

Menurut Windle & Mason, 2004 (dalam Aziz, 2006:60) ada empat faktor yang dapat membuat remaja menjadi stres, yaitu penggunaan obat-obat terlarang, kenakalan remaja, pengaruh negatif dan masalah akademis.

Menurut Feeldman, 2004 (dalam Alvin Nglai, 2008:35) ada empat sumber stres pada remaja, yaitu:

a. Biological stress

(41)

25

besosialisasi, sehingga dapat membuat remaja kekurangan tidur. Hasil dari penelitian, mengatakan bahwa kekurangan tidur dapat menyebabkan stres.

f. Familiy Stress

Salah satu sumber utama stres pada remaja adalah hubungannya dengan orang tua, karena remaja merasa bahwa mereka ingin mandiri dan bebas, tapi di lain pihak mereka juga ingin diperhatikan.

g. School Stress

Tekanan dalam masalah akademik cenderung tinggi pada dua tahun terakhir di sekolah, keinginan untuk mendapat nilai tinggi, atau keberhasilan dalam bidang olah raga, di mana remaja selalu berusaha untuk tidak gagal, ini semua dapat menyebabkan stres. h. Peer stress

(42)

26

secara psikologis itu semua tidak dapat mengurangi stres, tetapi justru meningkatkan.

i. Social stress

Remaja tidak mendapat tempat pada pergaulan orang dewasa, karena mereka tidak diberikan kebebasan mengungkapkan pendapat mereka, tidak boleh membeli alkohol secara legal, dan tidak bisa mendapatkan pekerjaan yang bayarannya tinggi. Pada saat yang sama mereka tahu bahwa mereka semua nantinya akan mewarisi masalah besar dalam kehidupan sosial, seperti perang, polusi dan masalah ekonomi yang tidak stabil, ini dapat membuat remaja menjadi stres.

Berdasarkan uraian diatas, faktor-faktor yang dapat menyebabkan remaja menjadi stres adalah faktor biologis, sosial, kepribadian keluarga, di sekolah dan teman-teman sebaya.

Tad (Nurdini, 2009:38) mengemukakan stimulus atau keadaan yang menyebabkan stres akademik, yaitu:

a. Aspek internal, yaitu :

1) Language, secara umum siswa yang mengalami stres akademik menggunakan kata-kata yang bermakna destruktif seperti bosan, malas, jenuh, dan pusing.

(43)

27

3) Memory, secara umum siswa yang mengalami stres akademik terbelenggu oleh kegagalan masa lalu.

4) Time, siswa yang mengalami stres akademik cenderung tidak memiliki kesiapan dalam menghadapi tantangan.

5) Decision, siswa yang mengalami stres akademik cenderung menghindari tantangan .

6) Attitude, secara umum siswa yang mengalami stres akademik cenderung memiliki sikap yang negatif dalam menghadapi sebuah persoalan.

Menurut frazer dan khon (dalam Desmita, 2010:292) mengemukakan faktor-faktor yang menyebabkan stres akademik adalah pola asuh orang tua, tingginya persaingan nilai, kondisi kelas yang tidak nyaman dan banyaknya tugas dan PR yang diberikan. Pola asuh orang tua yang salah yaitu terlalu membiarkan atau permisif maupun pola asuh yang otoriter sama- sama memberikan stimulus munculnya stres akademik.

Menurut Greenberg 2002 (dalam Desmita 2010:292) menyatakan bahwa penyebab stres di bidang akademik terdiri dari cara guru mengajar, beban mata pelajaran, ketidakmampuan siswa mengelola waktu belajar dan juga ujian.

(44)

28

tanggung jawab yang berkaitan dengan akademik. Misalnya dengan tidak mengerjakan tugas dari guru, mengalihkan perhatian ketika di kelas, membolos, dll.

b. Aspek eksternal, yaitu lingkungan sekolah yang meliputi pengharapan yang tinggi dari pihak sekolah, disiplin sekolah, dan situasi akademik seperti kegiatan ulangan atau ujian.

Stres biasanya muncul pada situasi yang kompleks, menuntut sesuatu di luar kemampuan individu, dan munculnya situasi yang tidak jelas. Menurut Rice, 1999 (dalam Wulan, 2009:46) dalam konteks akademik, stres timbul dari beban tugas yang tinggi, kerumitan tugas, kebijakan sekolah, guru yang otoriter, dan kondisi fisik dan sosial di sekolah yang tidak mendukung.

(45)

29

Berdasarkan Penelitian Gusniati (Desmita, 2010:290) menyebutkan bahwa keluarga dan lingkungan memberikan tekanan tersendiri bagi siswa untuk selalu mempertahankan prestasi di sekolah dan memiliki prestasi yang bagus. Selain itu, masyarakat membentuk suatu opini yang menyatakan bahwa sekolah dengan embel-embel internasional merupakan sekolah bergengsi tinggi. Secara tidak langsung, hak ini mendorong orang tua menuntut anaknya masuk di sekolah SBI/ RSBI tanpa mengetahui tuntutan yang diberikan sekolah tersebut dan kemudian menyesuaikan dengan kemampuan anaknya.

B. Siswa SMP Sebagai Remaja

1. Pengertian Remaja

Istilah Adolescence atau remaja berasal dari kata latin adolescere (kata Belanda, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa (dalam Hurlock, 1980:206). Istilah adolescence, seperti yang dipergunakan saat ini mempunyai arti yang luas mencakup kematangan mental, emosional, spasial dan fisik.

(46)

30

Menurut Monks (dalam Hurlock, 1980:206) remaja adalah individu yang berusia antara 12-21 tahun yang sedang mengalami masa peralihan dari masa anak-anak ke masa dewasa, dengan pembagian 12-15 tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertengahan dan 18-21 tahun masa remaja akhir.

Hurlock (1980:206) menyatakan bahwa masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, dimulai saat anak secara seksual matang dan berakhir saat ia mencapai usia matang secara hukum.

Menurut Santrock (2003:17), remaja adalah masa perkembangan transisi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial- emosional

Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa remaja adalah individu yang berusia 12- 21 tahun yang sedang mengalami masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa.

2. Klasifikasi Remaja

Sesuai dengan pembagian usia remaja menurut Monks (Hurlock, 1980:261) maka terdapat tiga tahap proses perkembangan

(47)

31 a. Remaja awal (12-15 tahun)

Pada tahap ini, remaja masih merasa heran terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya dan dorongan-dorongan yang menyertai perubahan-perubahan tersebut. Mereka mulai mengembangkan pikiran-pikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis. Kepekaan yang berlebihan ini ditambah dengan berkurangnya pengendalian terhadap ego dan menyebabkan remaja sulit mengerti dan dimengerti oleh orang dewasa.

b. Remaja madya (15-18 tahun)

Pada tahap ini, remaja sangat membutuhkan teman-teman.Ada kecendrungan narsistik yaitu mencintai dirinya sendiri, dengan cara lebih menyukai teman-teman yang mempunyai sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Pada tahap ini remaja berada dalam kondisi kebingungan karena masih ragu harus memilih yang mana, peka atau peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, dan sebagainya.

c. Remaja akhir (18-21 tahun)

Tahap ini adalah masa mendekati kedewasaan yang ditandai dengan pencapaian :

1) Minat yang semakin mantap terhadap fungsi-fungsi intelek. 2) Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan

(48)

32

3) Terbentuknya identitas seksual yang tidak akan berubah lagi. 4) Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri)

diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dengan orang lain.

5) Tumbuh dinding pemisah antara diri sendiri dengan masyarakat umum.

Menurut Hurlock, 1980 (dalam Andi, 1995:25), rentangan kehidupan manusia terdiri dari sebelas tahap, mulai dari masa prenatal sampai dengan masa tua dan meninggal dunia. Dalam sebelas rentangan kehidupan manusia, Hurlock membagi masa remaja menjadi tiga bagian, yaitu :

a) Masa pubertas atau preadolesence, yaitu anak usia 10 sampai dengan 13 tahun.

b) Masa remaja awal, yaitu anak usia 13 atau 14 tahun sampai dengan 17 tahun.

c) Dan masa remaja akhir, yaitu anak usia 17 tahun sampai dengan usia 21 tahun.

3. Karakteristik Remaja

Menurut Havighurst (dalam Hurlock, 1980:207) karakteristik masa remaja antara lain:

(49)

33

semua perkembangan itu menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan pembentukan sikap, nilai dan minat baru.

b. Masa remaja sebagai periode peralihan. Peralihan tidak berarti terputus dengan atau berubah dari apa yang telah terjadi sebelumnya. Tetapi peralihan merupakan perpindahan dari satu tahap perkembangan ke tahap perkembangan berikutnya, dengan demikian dapat diartikan bahwa apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekas pada apa yang terjadi sekarang dan yang akan datang, serta mempengaruhi pola perilaku dan sikap yang baru pada tahap berikutnya.

c. Masa remaja sebagai periode perubahan. Tingkat perubahan dalam sikap dan perilaku selama masa remaja sejajar dengan tingkat perubahan fisik. Perubahan fisik yang terjadi dengan pesat diikuti dengan perubahan perilaku dan sikap yang juga berlangsung pesat. Perubahan fisik menurun, maka perubahan sikap dan perilaku juga menurun.

d. Masa remaja sebagai usia bermasalah. Setiap periode mempunyai masalahnya sendiri-sendiri, namun masalah masa remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi baik oleh anak laki-laki maupun anak perempuan. Ada dua alasan bagi kesulitan ini, yaitu :

(50)

34

kebanyakan remaja tidak berpengalaman dalam mengatasi masalah.

2) Remaja merasa diri mandiri, sehingga mereka ingin mengatasi masalahnya sendiri, menolak bantuan orang tua dan guru-guru. e. Masa remaja sebagai masa mencari identitas. Pencarian identitas dimulai pada akhir masa kanak-kanak, penyesuaian diri dengan standar kelompok lebih penting daripada bersikap individualistis. Penyesuaian diri dengan kelompok pada remaja awal masih tetap penting bagi anak laki-laki dan perempuan, namun lambat laun mereka mulai mendambakan identitas diri dengan kata lain ingin menjadi pribadi yang berbeda dengan orang lain.

f. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan. Anggapan stereotype budaya bahwa remaja adalah anak-anak yang tidak rapi yang tidak dapat dipercaya dan cenderung merusak dan berperilaku merusak, menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja muda takut bertanggung jawab dan bersikap tidak simpatik terhadap perilaku remaja yang normal. g. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik. Remaja pada masa

(51)

35

mengecewakannya atau kalau ia tidak berhasil mencapai tujuan yang ditetapkannya sendiri.

h. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa. Semakin mendekatnya usia kematangan, para remaja menjadi gelisah untuk meninggalkan stereotip belasan tahun dan untuk memberikan kesan bahwa mereka sudah hampir dewasa, remaja mulai memusatkan diri pada perilaku yang dihubungkan dengan status dewasa yaitu merokok, minum minuman keras, menggunakan obat-obatan dan terlibat dalam perbuatan seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan memberi citra yang mereka inginkan.

4. Tahap Perkembangan Remaja

Berdasarkan Santrock (2003:23) remaja dalam perkembanganya akan mengalami perubahan-perubahan dalam tiga aspek yang akan dijelaskan sebagai berikut:

a. Proses biologis, mencakup perubahan-perubahan dalam hakikat fisik individu. Misalnya: gen yang diwariskan dari orang tua, perkembangan otak, pertambahan tinggi dan berat badan, keterampilan motorik, dan perubahan hormonal pada pubertas. b. Proses kognitif, meliputi perubahan dalam pikiran, inteligensi dan

(52)

36

c. Proses sosial-emosional, meliputi perubahan dalam hubungan individu dengan manusia lain, dalam emosi, dalam kepribadian, dan dalam peran dari konteks sosial dalam perkembangan.

Perubahan-perubahan besar tersebut dan transisi dalam bidang pendidikan dapat menimbulkan stres pada anak (Eccles & Midgley, 1990, dalam Aziz, 2006:19). Sehingga salah satu masalah yang muncul adalah penurunan prestasi akademis.

5. Tugas Perkembangan Remaja

Havinghurst (dalam Hurlock, 1980:209), menjelaskan bahwa tugas perkembangan merupakan tugas yang muncul pada saat atau disekitar periode tertentu dari rentang kehidupan individu. Individu yang berhasil menyelesaikan tugas perkembangan dalam suatu periode, maka akan membantu individu kepada keberhasilan menyelesaikan tugas perkembangan pada periode selanjutnya. Namun apabila individu gagal menyelesaikan tugas perkembangannya, maka individu akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan tugas perkembangan periode selanjutnya.

Tugas-tugas perkembangan masa remaja menurut Havinghurst (dalam Hurlock, 1980:209), yaitu:

(53)

37

b. Mencapai peran sosial pria dan wanita.

c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif.

d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab.

e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya.

f. Mempersiapkan karier ekonomi.

g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga.

h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk bertingkah laku.

Menurut Hurlock, tugas-tugas dalam perkembangan inidividu memiliki tiga tujuan (dalam Andi Mappiare, 1995:42). Pertama, petunjuk bagi individu untuk mengetahui apa yang diharapkan masyarakat dari mereka pada usia-usia tertentu. Kedua, memotivasi setiap individu untuk melakukan apa yang diharapkan dari mereka oleh kelompok sosial pada usia tertentu sepanjang kehidupan mereka. Ketiga, menunjukkan kepada setiap individu tentang apa yang akan dihadapi dan tindakan apa yang diharapkan mereka ketika sampai pada tingkat perkembangan berikutnya.

(54)

38

pelaksanaannya tidak akan terlepas dari adanya halangan yang dapat dianggap sebgai bahaya potensial. Tiga bahaya potensial yang umum berhubungan dengan tugas-tugas perkembangan adalah: pertama, harapan-harapan yang kurang tepat pada individu maupun lingkungan sosial karena adanya keterbatasan fisik dan psikologis; kedua, melewati tahap tertentu dalam perkembangan sebagai akibat kegagalan menguasai tugas-tugas tertentu; ketiga, krisis yang dialami individu ketika melewati satu periode ke periode lainnya.

C. Sekolah Program SBI/ RSBI

1. Pengertian Sekolah Program SBI/RSBI

Secara umum, berdasarkan peraturan kementerian pendidikan nasional/ permendiknas no78 tahun 2009, sekolah program SBI/RSBI secara umum memiliki definisi sebagai berikut

SBI adalah sekolah/ madrasah yang sudah memenuhi standar nasional pendidikan dan diperkaya dengan mengacu pada standar pendidikan salah satu anggota Organization for Economic Development (OECD) dan/atau negara tertentu yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan sehingga memiliki daya saing di forum internasional.”

Sedangkan definisi menurut PP No 17 tahun 2010,pasal 1 yaitu:

(55)

39

Standar Nasional Pendidikan dan diperkaya dengan standar pendidikan negara maju. “

Sedangkan menurut Kir haryana (2007:37) konsep SBI/RSBI memiliki filosofi eksistensialisme dan essensialisme. Filosofi eksistensialisme berkeyakinan bahwa pendidikan harus mengembangkan eksistensi peserta didik seoptimal mungkin melalui proses pendidikan yang bermartabat, properubahan, kreatif, inovatif, dan eksperimentif, menumbuhkan dan mengembangkan bakat, minat, dan kemampuan peserta didik. Sedangkan Filosofi esensialisme menekankan bahwa pendidikan harus relevan dengan kebutuhan, baik kebutuhan individu, keluarga, maupun kebutuhan berbagai sektor, baik lokal, nasional, maupun internasional. Terkait dengan tuntutan globalisasi, pendidikan harus menyiapkan sumber daya manusia Indonesia yang mampu bersaing secara internasional.

2. Landasan Yuridis SBI/ RSBI

Penyelenggaraan sekolah SBI/ RSBI diatur dalam Undang-Undang maupun berbagai Peraturan yang telah disahkan oleh pemerintah. Berbagai peraturan dan Undang-undang tersebut yaitu, (http//www.mandiknasmen.depdiknas.go.id/docs/kebijakan-SBI.pdf \ )

(56)

40

satuan pendidikan dan semua jenjang pendidik untuk dikembangkan menjadi menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional.

b. Peraturan pemerintah (PP) Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), pasal 61 ayat 1 1.

c. Permendiknas No. 63 tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan.

d. Permendiknas No. 78 tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Sekolah Bertaraf Internasional.

3. Karakteristik Sekolah Program SBI/RSBI

Program SBI/RSBI yang ditetapkan pemerintah melalui

Permendiknas no 78 tahun 2009

(www.mandiknasmen.depdiknas.go.id) memiliki karakteristik khusus yang harus dipenuhi oleh sekolah yang menyelenggarakan program SBI/RSBI. Karaketristik tersebut meliputi (1) karakteristik program SBI/RSBI itu sendiri, (2) karakteristik proses belajar mengajar, (3) karakteristik pendidik, (4) karakteristik kepala sekolah, (5) karakterisitk sarana prasarana, dan (6) juga karakteristik pengelolaan.

(57)

41 1. Karakteristik visi

Visi Sekolah Bertaraf Internasional adalah terwujudnya insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif secara internasional. Visi ini mengisyaratkan secara tidak langsung gambaran tujuan pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah model SBI, yaitu mewujudkan insan Indonesia yang cerdas dan kompetitif atau memiliki daya saing secara internasional.

2. Karakteristik esensial

Karakteristik esensial meliputi akreditasi, kurikulum, proses pembelajaran, penilaian, pendidik, sarana prasarana, pengelolaan dan pembiayaan

3. Karakteristik penjaminan mutu atau Quality Assurance

Karakteristik penjaminan mutu atau quality assurance ini meliputi 3 hal, yaitu input siswa dan tenaga pengajar yang ada di SBI, proses belajar mengajar di SBI, dan output atau lulusan SBI.

4. Tujuan Sekolah SBI/RSBI

(58)

42

berbagai lomba internasional, mampu berperan aktif secara internasional dalam menjaga kelangsungan hidup dan perkembangan dunia dari perspektif ekonomi, sosio-kultural, dan lingkungan hidup, mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris (skor TOEFL>7,5-standar internet based), dan mampu menggunakan dan mengembangkan teknologi komunikasi dan informasi secara internasional.

5. Penyelenggaraan Sekolah SBI/RSBI pada Jenjang Pendidikan

Menengah

Penyelenggaraan sekolah program SBI/RSBI di lapangan menurut Kir Haryana (2007:45) yaitu khususnya sekolah menengah pertama harus memenuhi kriteria sebagai berikut :

a. Sudah menjadi SMP Standar Nasional (SSN).

b. Hasil skor supervisi, monitoring dan evaluasi SSN dapat nilai baik dan amat baik.

c. Rombongan belajar minimal 9 kelas dan maksimal 27 kelas dengan jumlah siswa per kelas maksimal 30 siswa dan tidak double shift. d. Sekolah bukan sebagai induk SMP terbuka dan tidak ditumpangi

sekolah lain.

e. Surat pernyataan dukungan atau komitmen dari Pemda setempatSekolah terakreditasi A dari BAN S/M.

(59)

43

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Dalam melakukan sebuah penelitian, terlebih dahulu peneliti harus menentukan teknik untuk mendekati obyek penelitiannya. Penentuan teknik atau pendekatan merupakan langkah penting, karena penentuan pendekatan yang diambil memberikan petunjuk yang jelas bagi rencana penelitian yang akan digunakan.

(60)

44

Jenis penelitian yang digunakan peneliti adalah penelitian survey dan juga dilengkapi dengan obervasi serta wawancara. Menurut Suharsimi Arikunto (2010:153) penelitian survey adalah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui status gejala, tetapi juga bermaksud menentukan kesamaan status dengan cara membandingkannya dengan standar yang sudah dipilih atau ditentukan. Disamping itu juga membuktikan atau membenarkan suatu hipotesis.

Berdasarkan pendapat tersebut, maka penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian survey. Peneliti memilih pendekatan kuantitatif karena pada penelitian ini proses menemukan pengetahuan, data yang digunakan berupa angka sebagai alat untuk menemukan keterangan mengenai apa yang diteliti. Menurut Suharsimi Arikunto (2010:152) dikatakan penelitian survey karena penelitian ini tidak melakukan perubahan tindakan (tidak ada perlakuan khusus terhadap variabel yang diteliti, dan hanya mengumpulkan data dari subyek tertentu).

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

(61)

45

Kemudian pengambilan data berikutnya yang dilakukan pada bulan Januari merupakan pengambilan data untuk menjawab permasalahan yang menjadi judul dalam penelitian ini.

C. Variabel Penelitian

Purwanto (2008:85) menjelaskan bahwa variabel adalah gejala-gejala yang dipersoalkan, gejala-gejala yang bersifat membedakan satu unsur populasi dengan unsur yang lain. Menurut Suharsimi Arikunto (2010:159) mengemukakan bahwa variabel adalah obyek penelitian, atau apa yang menjadi titik perhatian. Pengertian variabel penelitian adalah gejala-gejala yang menunjukkan variasi baik dalam jenis maupun tingkatannya yang menjadi titik perhatian dalam penelitian. Selanjutnya Sugiyono (2011:38) menjelaskan bahwa variabel penelitian yaitu segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya.

(62)

46

sehingga menimbulkan respon yang berupa perilaku, pikiran, reaksi fisik maupun emosi yang negatif.

D. Subyek Penelitian

Suharsimi Arikunto (2010:172) menjelaskan subyek penelitian merupakan sumber untuk memperoleh data. Dalam penelitian ini yang menjadi subyek penelitian atau sumber data adalah siswa RSBI kelas VIII SMP Negeri 8 Yogyakarta. Penelitian ini termasuk penelitian sample dengan teknik pengambilan samplenya adalah purposive sampling. Menurut Sugiyono (2011:215) sample adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki populasi. Pengertian dari populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulanya (Sugiyono, 2011:214). Sedangkan purposive sampling adalah teknik pengambilan sample dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu dalam penelitian ini adalah siswa yang mengalami stres akademik kategori tinggi (Sugiyono, 2011:216).

(63)

47

bertujuan agar subyek yang akan diteliti memang benar-benar mengalami stres akademik. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa 10 kelas VIII di SMP Negeri 8 Yogyakarta yaitu kelas VIII.1 sampai dengan kelas VIII.10 .

Tabel 1. Distribusi siswaRSBI kelas VIII SMP Negeri 8 Yogyakarta tahun pelajaran 2012/2013

Metode pengumpulan data merupakan cara bagaimana dapat diperolehnya data mengenai variabel-variabel tertentu (Suharsimi Arikunto, 2010:192). Untuk memperoleh data dalam penelitian ini menggunakan skala faktor penyebab stres, wawancara, dan observasi.

(64)

48

dalam penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang faktor-faktor penyebab stres akademik siswa RSBI kelas VIII di SMP Negeri 8 Yogyakarta.

Skala faktor- faktor penyebab stres akademik ini terdiri dari 45 butir item. Skala ini disusun berdasarkan skala Likert “Summated Rating” dengan menggunakan empat alternatif jawaban: sangat sesuai (SS), sesuai (S), tidak sesuai (TS) dan sangat tidak sesuai (STS).

Nilai yang diperoleh akan bergerak dari empat sampai satu. Pada item positif, nilai empat diberikan untuk jawaban sangat sesuai (SS), tiga untuk jawaban sesuai (S), dua untuk jawaban tidak sesuai (TS) dan satu untuk jawaban sangat tidak sesuai (STS). Sedangkan untuk item negatif nilai empat diberikan untuk jawaban sangat tidak sesuai (STS), tiga untuk jawaban tidak sesuai (TS), dua untuk jawaban sesuai (S) dan satu untuk jawaban sangat sesuai (SS).

(65)

49

yaitu kategori tinggi, sedang, atau rendah. Kategori ini didasarkan pada besarnya simpangan baku (SD) ideal dan rerata nilai (mean) ideal.

Dalam menentukan rerata ideal dan SD ideal dapat dihitung dengan acuan norma sebagai berikut:

Mi = 1 2 ST + SR

SDi = 1 6 ST−SR

Keterangan:

Mi : Mean (rerata) ideal

SDi : Simpangan baku (SD) ideal ST : Skor ideal tertinggi

SR : Skor ideal terendah

Dengan hasil perhitungan Mi dan SDi tersebut dikategorikan kecenderungan tingkat stres akademik siswa sebagian berikut:

Tinggi = > (Mi + SDi)

Sedang = (Mi – Sdi) sampai dengan (Mi + SDi) Rendah = < (Mi – Sdi)

Dari hasil perhitungan tingkat stres, maka didapatkan data bahwa sebanyak 51 siswa RSBI kelas VIII SMPN 8 Yogyakarta mengalami stres akademik dengan kategori tinggi.

(66)

50

dapat dibagikan secara serentak kepada banyak responden, serta dapat dijawab sendiri oleh responden sebab ia adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri. Sehingga apa yang dikemukakan oleh responden kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya.

Wawancara atau interview menurut Sugiyono (2011: 37) dilakukan untuk mengetahui hal- hal dari responden yang lebih mendalam dan jumlah respondennya sedikit. Wawancara dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu (1) wawancara terstruktur dan (2) wawancara tidak terstruktur. Pada penelitian ini peneliti menggunakan wawancara terstruktur, dimana peneliti sebelumnya telah membuat sebuah pedoman wawancara dan sebuah daftar pertanyaan tertulis yang akan ditanyakan pada responden.

Observasi menurut Sugiyono (2011:145) merupakan teknik pengumpulan data yang lebih spesifik dibandingkan dengan angket maupun wawancara, dimana observasi tidak hanya dilakukan pada orang, namun juga pada benda, obyek alam yang lain. Sutrisno Hadi (dalam Sugiyono, 2011:145) menyebutkan bahwa observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua yang terpenting adalah proses pengamatan dan ingatan.

(67)

51

Pada penelitian ini peneliti melakukan observasi nonpartisipan, dimana peneliti hanya melakukan pengamatan tanpa terlibat langsung.

Dilakukannyaa observasi dan wawancara dalam penelitian ini bertujuan agar data yang diperoleh lebih mendalam dan valid, sehingga akan memudahkan peneliti dalam menyimpulkan faktor penyebab stres akademik pada siswa RSBI.

F. Instrumen Penelitian

Suharsimi Arikunto (2010:203) mengemukakan metode yang akan digunakan peneliti ditentukan oleh tujuan penelitian, sampel penelitian, lokasi, pelaksana, biaya dan waktu, dan data yang ingin diperoleh. Dari tujuan yang dikemukakan tersebut, instrumen dalam penelitian ini menggunakan skala, observasi, dan wawancara. Setelah ditentukan metode yang digunakan, maka peneliti menyusun instrumen pengumpul data yang diperlukan untuk mengumpulkan data yang diperlukan.

Secara umum penyusunan instrumen pengumpul data berupa skala dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut:

1. Mengadakan identifikasi terhadap variabel-variabel yang ada di dalam rumusan judul penelitian atau yang tertera di dalam problematika penelitian.

2. Menjabarkan variabel menjadi sub atau bagian variabel. 3. Mencari indikator setiap sub atau bagian variabel 4. Menderetkan diskriptor dari setiap indikator.

5. Merumuskan setiap diskriptor menjadi butir-butir instrumen. 6. Melengkapi instrumen dengan pedoman/instruksi dan kata

pengantar (Suharsimi Arikunto, 2010:268).

(68)

52

1. Mengadakan identifikasi terhadap variabel-variabel yang ada di dalam rumusan judul penelitian atau yang tertera di dalam problematika penelitian. Identifikasi faktor-faktor penyebab stres akademik siswa RSBI di SMP Negeri 8 Yogyakarta. Dalam penelitian ini variabelnya hanya ada 1, yaitu “Faktor-faktor Penyebab Stres Akademik”.

2. Menjabarkan variabel menjadi sub atau bagian variabel, meliputi : a. Faktor Internal

b. Faktor Eksternal

3. Mencari indikator setiap sub atau bagian variabel

a. Faktor internal yang mempengaruhi stres akademik siswa ditinjau dari kondisi fisik dan psikologis.

b. Faktor eksternal yang mempengaruhi stres akademik siswa ditinjau dari keluarga, sekolah dan masyarakat.

4. Menderetkan deskriptor dari setiap indikator a. Faktor Internal

1) Kondisi fisik , deskriptornya: penampilan atau kondisi tubuh.

2) Kondisi psikologis, diskriptornya: Kecakapan, Perilaku, emosi, motivasi, keyakinan diri dan kepribadian

b. Faktor Eksternal

(69)

53

2) Faktor sekolah, diskriptornya: sistem pendidikan yang diterapkan (RSBI), perlakuan guru dan teman, serta kondisi sekolah.

3) Faktor masyarakat, deskriptornya: peandangan atau penilaian masyarakat.

(70)

54

Table 2. Kisi-kisi Instrumen Skala Faktor-faktor Penyebab Stres Akademik Siswa di SMP Negeri 8 Yogyakarta Sebelum

dan Sesudah Uji Coba

No Variabel Sub

Variabel Indikator Deskriptor

Item

1) Keluarga Pola asuh orang

tua 25 26,

3) Masyarakat Penilaian dari

masyarakat 44 45 - 44,45 2

Total item 13 32 3 42 42

(71)

55

penyusunan instrumen. Untuk membuat pedoman instrumen, peneliti memperhatikan ketentuan sebagai berikut:

a. Bahasa yang digunakan harus jelas dan mudah dipahami. b. Rumusan harus singkat agar responden tidak kehabisan waktu

hanya untuk membaca instruksi (Suharsimi Arikunto, 2010:269).

Sedangkan untuk melakukan observasi dan wawancara, terlebih dahulu peneliti menyusun pedoman observasi dan juga wawancara sebagai acuan dalam memperoleh data tambahan yang diperlukan. Pedoman wawancara dan observasi yang dibuat berisi mengenai pertanyaan- pertanyaan yang tidak bisa ditanyakan pada skala faktor penyebab stres akademik. Pedoman wawancara dan observasi kemudian dikembangkan pada saat peneliti melakukan wawancara maupun observasi tersebut. Hasil wawancara dan observasi ini juga didukung dengan dokumentasi saat wawancara dan observasi. Lembar pedoman wawancara dan pedoman observasi dapat dilihat pada lembar lampiran.

G. Uji Coba Instrumen

(72)

56

sesungguhnya. Uji coba instrumen akan dilakukan pada 30 siswa SMP Negeri 8 Yogyakarta yang bukan merupakan sampel dari penelitian ini.

Penentuan jumlah responden sebanyak 30 siswa untuk uji validitas dan reliabilitas instrumen, berpedoman pada Masri Singarimbun (2006:140), yang menyatakan bahwa instrumen penelitian sangat disarankan dengan jumlah responden minimal 30 orang. Penentuan 30 subyek untuk uji coba instrumen ini berdasarkan dari rekomendasi guru BK SMPN 8 Yogyakarta dan juga berdasrakan record nilai dan sikap siswa yang ada pada guru BK. Untuk menguji instrumen ini menggunakan uji validitas dan reliabilitas dengan bantuan SPSS for windows Versi 16.0. 1. Uji Validitas

Tinggi rendahnya validitas instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak menyimpang dari gambaran tentang variabel yang dimaksud (Suharsimi Arikunto, 2010:211). Pengujian validitas yang dilakukan dengan menggunakan rumus product moment dari Karl Person (Suharsimi Arikunto,2010:213). Cara menghitungnya dengan mengkorelasikan skor tiap butir dengan skor total, sedangkan rumus korelasi product moment adalah sebagai berikut:

= � − ( )

{N X2−( X2)} {N Y2−( Y2)}

Keterangan:

: koefisien korelasi antara variabel X dan Y

� : jumlah subyek X : skor item Y : skor total

(73)

57 : jumlah skor item : jumlah skor total

Penentuan valid atau tidaknya suatu butir berdasarkan nilai koefisien korelasi yang harus cukup kuat dan bernilai positif serta peluang kesalahannya tidak terlalu besar. Item dinyatakan sahih apabila hasil hitungan koefisien korelasi lebih besar atau sama

dengan r 5% pada tabel, sebaliknya bila hasil yang didapatkan koofisien korelasi lebih kecil dari r tabel, maka item dikatakan tidak valid dan dikatakan gugur (Sarifuddin Azwar, 2007:5). Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan program SPSS for windows versi 16. Dari hasil validitas yang telah dilakukan berdasarkan dari acuan (p) ≥ 5%, dari 45 item yang disebar pada

(74)

58

Table 3. Kisi-kisi Instrumen Skala Faktor-faktor Penyebab Stres Akademik Setelah Uji Coba

No Variabel Sub Variabel

indikator Deskriptor No.Item

∑ Item

Gambar

Tabel 1. Distribusi siswa RSBI kelas VIII SMP Negeri 8 Yogyakarta
Table 2. Kisi-kisi Instrumen Skala Faktor-faktor Penyebab
Table 3. Kisi-kisi Instrumen Skala Faktor-faktor Penyebab Stres Akademik Setelah Uji Coba
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Skor Faktor Kondisi Fisik
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa pengembangan koleksi dalam bidang pengadaan bahan pustaka yang dilakukan di Stikessu yaitu melalui pembelian secara langsung

Penyusunan Rencana Strategis Satuan Kerja Perangkat Daerah (RENSTRA SKPD) Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Gorontalo selang 2014 – 2019 dengan tujuan

[r]

Hal ini menyebabkan pemerintah harus mengambil langkah-langkah antisipasi dampak yang ditimbulkan dalam jangka pendek, menengah dan jangka panjang, dimana langkah antisipasi dari

EXISTENTIALISM AS REVEALED IN SOPHIE’S JOURNEY TO REALITY IN JOSTEIN GAARDER’S SOPHIE’S WORLD.. beserta perangkat yang diperlukan

Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengetahui operasional produksi sayuran hidroponik yang dilakukan oleh Parung Farm,terutama dalam mengeluarkan biaya produksi dan keuntungan yang

Hasil evaluasi kesesuaian lahan dengan rencana umum tata ruang di Kecamatan Matesih diketahui bahwa perencanaan pengembangan lahan untuk tanaman durian dan duku hanya bisa

• Bagian ini berisi kajian berbagai teori dan hasil penelitian yang relevan dengan. masalah yang