• Tidak ada hasil yang ditemukan

Februari 2020 PEREKONOMIAN GLOBAL RINGKASAN EKSEKUTIF

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Februari 2020 PEREKONOMIAN GLOBAL RINGKASAN EKSEKUTIF"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

RINGKASAN EKSEKUTIF

 Perekonomian global di awal tahun 2020 mendapatkan tantangan yang berat akibat wabah virus Corona (COVID-19) yang menyebar cukup cepat. Penyebaran wabah COVID-19 membuat aktivitas ekonomi di Tiongkok mengalami gangguan baik yang terkait dengan aktivitas industri maupun retail, dan diperkirakan akan memberikan pengaruh pada outlook ekonomi Tiongkok. Posisi Tiongkok sebagai perekonomian terbesar kedua di dunia (kontribusi 17 persen pada PDB global) membuat ASEAN, Jepang, Australia, dan Korea Selatan dinilai terekspos dari tekanan ekonomi Tiongkok akibat COVID-19. Banyak negara telah dan berencana untuk melakukan langkah kebijakan responsif seperti Singapura, Jepang dan Korea Selatan. Dan salah satu potensi yang perlu diwaspadai adalah penurunan harga komoditas yang menunjang aktivitas produksi seperti energi dan logam.

 Januari 2020, nilai tukar Rupiah mencatat tren apresiasi melanjutkan tren bulan sebelumnya (Desember 2019). Nilai tukar Rupiah per 31 Januari 2020 ditutup pada tingkat Rp13.662/USD, terapresiasi 1,72% dibandingkan akhir tahun 2019 yang mencapai Rp13.901/USD dengan rata rata YTD sampai dengan 31 Januari 2020 mencapai Rp13.732/USD. Apresiasi tersebut didorong masih tingginya arus modal asing yang masuk ke Indonesia, terutama dari pasar Surat Berharga Negara.

 Kondisi likuiditas perekonomian nasional menjelang akhir tahun 2019 mulai menunjukkan perbaikan sebagai dampak dari arah kebijakan Bank Indonesia yang menurunkan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate (7-DRR) sejak Juli 2019. Secara umum, penurunan suku bunga acuan 7DRR, telah diikuti oleh penurunan suku bunga di pasar keuangan, khususnya PUAB dan Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR). Di sisi perkembangan sektor perbankan, Perkembangan Kredit Perbankan secara umum di tahun 2019 menunjukkan tren perlambatan dan menjadi tantangan bagi pertumbuhan ekonomi dan investasi di tahun tersebut. Namun demikian, sinyal-sinyal menuju perbaikan mulai terlihat di bulan November 2019. Kinerja tingkat kesehatan perbankan masih cukup terjaga, namun perlu diwaspadai perkembangan beberapa indikator kinerja perbankan.

 Bulan Januari tahun 2020 mencatatkan inflasi sebesar 0,39% (mtm) atau 2,68% (yoy). Secara umum laju inflasi terkendali didorong oleh melambatnya inflasi komponen volatile food dan inti di tengah kenaikan inflasi komponen administered price.

 Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) di triwulan IV 2019 mencatat surplus sebesar USD4,3 miliar, didorong meningkatnya surplus Transaksi Modal dan Finansial (TMF) serta defisit Transaksi Berjalan (TB) yang lebih terkendali. Secara kumulatif, defisit neraca transaksi berjalan tahun 2019 mencapai USD30,4 miliar (2,72% PDB), membaik dibanding defisit tahun sebelumnya sebesar USD30,6 miliar (2,94% PDB).

 Neraca perdagangan di bulan Januari 2020 mengalami defisit USD864,2 juta, terdiri dari defisit migas sebesar USD1,18 miliar dan surplus non migas sebesar USD317,3 juta. Kondiri tersebut membaik jika dibandingkan dengan Januari 2019 yang mencatatkan defisit hingga USD1,06 miliar.

 Perekonomian Indonesia pada triwulan IV tahun 2019 tumbuh sebesar 4,97% (YoY), dan secara kumulatif pertumbuhan ekonomi selama tahun 2019 mencapai 5,02%. Perlambatan pertumbuhan ini terutama disebabkan oleh konsumsi rumah tangga yang hanya tumbuh sebesar 4,97% dan investasi yang juga tumbuh rendah sebesar 4,06%.

PEREKONOMIAN GLOBAL

Perekonomian global di awal tahun 2020 mendapatkan tantangan yang berat akibat wabah virus Corona (COVID-19) yang menyebar cukup cepat. Virus yang berasal dari Wuhan, salah satu kota industri besar di Tiongkok, memiliki tingkat penyebaran yang lebih cepat dari SARS yang mewabah di tahun 2002 – 2003. Data hingga 24 Februari 2020 menunjukkan jumlah kasus COVID-19 mencapai lebih dari 79 ribu, dengan hampir 2.500 korban meninggal. Sebanyak lebih dari 77 ribu kasus dan 2.445 kematian terjadi di Tiongkok.

Penyebaran wabah COVID-19 membuat aktivitas ekonomi di Tiongkok mengalami gangguan baik yang terkait dengan aktivitas industri maupun retail. Pariwisata, transportasi, hiburan, dan jasa-jasa terkait merupakan sektor-sektor yang terdampak langsung dari kejadian ini. Dilaporkan bahwa jumlah penumpang transportasi udara pada Imlek 2020 di Tiongkok menurun sebesar 55 persen dibandingkan tahun sebelumnya.

Penyebaran COVID-19 yang masih terus meningkat hingga saat ini, diperkirakan akan memberikan pengaruh pada outlook ekonomi Tiongkok. Berbeda dengan kasus SARS di 2002, kali ini ekonomi Tiongkok sudah memiliki beban yang cukup berat akibat rebalancing economy yang berujung pada moderasi pertumbuhan ekonomi dalam beberapa tahun terakhir. Terganggunya aktivitas ekonomi Tiongkok karena COVID-19 diperkirakan akan semakin menekan pertumbuhan ekonomi

(2)

Perekonomian Tiongkok yang semakin terintegrasi dengan global juga menciptakan tingginya risiko efek limpasan (spillover effect) pada negara lain. Posisi Tiongkok yang merupakan perekonomian terbesar kedua di dunia dengan kontribusi pada PDB global sebesar 17 persen membuat ASEAN, Jepang, Australia, dan Korea Selatan merupakan beberapa negara yang dinilai terekspos dari tekanan ekonomi Tiongkok akibat COVID-19. Dalam mengantisipasi dampak ekonomi dari COVID-19, banyak negara telah dan berencana untuk melakukan langkah kebijakan responsif. Singapura misalnya, telah meluncurkan stimulus ekonomi senilai SGD6,4 miliar

antara lain berupa bantuan langsung untuk warga, stimulus pencegahan pemutusan hubungan kerja di sektor terdampak, dan penundaan kenaikan Goods and Service Tax (GST). Langkah relaksasi ekonomi dan dukungan pada sektor terdampak juga telah diambil oleh Jepang dan Korea Selatan, serta direncanakan akan dilakukan oleh banyak negara ASEAN lain. Sementara Tiongkok sendiri juga telah menempuh bauran kebijakan yang sangat akomodatif antara lain melalui penurunan suku bunga pinjaman jangka menengah dari 3,25% menjadi 3,15%.

Salah satu potensi yang juga perlu diwaspadai akibat COVID-19 adalah penurunan harga komoditas yang menunjang aktivitas produksi seperti energi dan logam. Per 21 Februari, harga spot Brent berada di tingkat US57,8 per barel atau turun 13 % (ytd), sementara batubara, tembaga, dan nikel turun masing-masing -5,8%, 7,2% dan 9,7%. Di sisi lain, harga komoditas safe haven yakni emas sudah mengalami kenaikan sebesar 7,7%, terdorong oleh tingginya ketidakpastian pada perekonomian global.

(3)

NILAI TUKAR, ARUS MODAL KE PASAR KEUANGAN, DAN CADANGAN DEVISA

Pada bulan Januari 2020, nilai tukar Rupiah mencatat tren apresiasi melanjutkan tren bulan sebelumnya (Desember 2019). Apresiasi yang terjadi pada nilai tukar rupiah di bulan Januari 2020 didorong oleh masih tingginya arus modal asing yang masuk ke Indonesia, terutama dari pasar Surat Berharga Negara. Tren apresiasi nilai tukar rupiah di bulan Januari 2020 ini berbeda dibandingkan pergerakan beberapa mata uang negara-negara lain seperti India, Vietnam, Filipina, dan Thailand yang mengalami depresiasi terhadap dolar AS. Dalam hal ini, nilai mata uang dolar AS mengalami penguatan terhadap banyak mata uang manca negara.

Sementara itu pergerakan bursa saham Asia dan Eropa mengalami penurunan akibat sentimen negatif merebaknya virus corona di Tiongkok. Hal ini juga berimbas pada perkembangan pasar modal di pasar keuangan Indonesia. Per 31 Januari 2020, IHSG mencapai 5.940,0 turun 5,71% ytd dibanding akhir 2019 yang mencapai 6.299,5. Penurunan indeks di bulan Januari 2020 merupakan penurunan terdalam dibandingkan penurunan di bulan Januari dalam 9 tahun terakhir. Di sisi lain, arus modal masuk di bulan Januari 2020 melalui instrumen portofolio hingga 31 Januari 2020 tercatat masih positif sekitar Rp12,9T yang terutama didukung oleh aliran modal masuk asing di pasar SBN mencapai Rp15,2T dan di pasar saham mencapai Rp0,03 T. Sementara di pasar SBI terjadi aliran keluar sebesar Rp2,3T. Aliran modal di Pasar SBN terutama didorong oleh tingginya minat investor asing terhadap SBN global, maupun SBN domestik Indonesia. Sementara aliran modal di pasar saham masih tetap terjaga, dikarenakan cukup tingginya inflow sampai dengan pertengahan Januari seiring masih terjaganya kepercayaan investor terhadap pasar Indonesia. Terjadinya arus keluar yang cukup masif di minggu terakhir bulan Januari akibat kekhawatiran investor terhadap kondisi perekonomian akibat merebaknya virus corona.

Dengan perkembangan tersebut, nilai tukar rupiah per 31 Januari 2020 ditutup pada tingkat Rp13.662/USD, terapresiasi 1,72% dibandingkan akhir tahun 2019 yang mencapai Rp13.901/USD. Adapun rata rata YTD nilai tukar Rupiah sampai dengan 31 Januari 2020 mencapai Rp13.732/USD, jauh lebih kuat dibandingkan rata-rata selama tahun 2019 yang mencapai Rp14.146/USD dan lebih rendah dari asumsi APBN 2019 yang sebesar Rp14.500/USD.

Sementara itu, sejak awal Februari 2020 hingga tanggal 14 Februari 2020, aliran modal mencatatkan NFB di pasar Saham sebesar Rp1,2T dan NFS di pasar SBN sebesar Rp11,3T. NFS di pasar SBN yang cukup besar didorong oleh tekanan pasar global yang cukup besar akibat virus corona.

Posisi cadangan devisa pada bulan Januari 2020 tercatat mencapai USD131,7 miliar, meningkat dibandingkan posisi pada akhir tahun 2019 yang mencapai USD129,2 miliar. Nilai cadangan devisa tersebut mampu untuk membiayai impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah selama 7,5 bulan (masih berada pada tingkat yang aman, atau jauh di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor). Peningkatan cadangan devisa tersebut terutama dipengaruhi oleh penerbitan global bond pemerintah senilai USD 2 miliar dan EUR1 miliar, penerimaan devisa migas, serta penerimaan valas lainnya.

(4)

PERKEMBANGAN MONETER DAN PERBANKAN Kondisi likuiditas perekonomian nasional menjelang akhir tahun 2019 mulai menunjukkan perbaikan sebagai dampak dari arah kebijakan Bank Indonesia. Stance kebijakan Bank Indonesia sejak pertengahan 2019 adalah melonggarkan likuiditas melalui penurunan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate (7-DRR). Suku bunga acuan mulai diturunkan secara bertahap sejak Juli 2019 hingga mencapai 5,00% di bulan Oktober 2019. Level tersebut masih terus dipertahankan hingga awal tahun 2020. Dampak pada perbaikan likuiditas terlihat pada penurunan biaya bunga Pasar Uang Antar Bank (PUAB) sejak pertengahan 2019, dan sejak November 2019 terjadi peningkatan pertumbuhan uang beredar.

Secara umum, penurunan suku bunga acuan 7DRR, telah diikuti oleh penurunan suku bunga di pasar keuangan, khususnya PUAB dan Jakarta Interbank Offered Rate (JIBOR). Penurunan suku bunga tersebut mengisyaratkan ketersediaan dana yang membaik di pasar keuangan, khususnya untuk pemenuhan transaksi perbankan. Walaupun penurunan suku bunga acuan 7DRR, PUAB dan JIBOR telah terjadi sejak pertengahan 2019, dampaknya pada likuiditas perekonomian (khususnya melalui pertumbuhan uang beredar) agak terlambat. Laju pertumbuhan uang beredar, yang menjadi indikator kebutuhan uang untuk transaksi dalam perekonomian, terus melambat hingga Oktober 2019.

Pelonggaran likuiditas dalam perekonomian terlihat di bulan November 2019, terutama tercermin dari peningkatan pertumbuhan uang beredar (M1 dan M2). Pada bulan tersebut tercatat M1 mengalami pertumbuhan 10,5% (meningkat dari 6,6% di Oktober 2019) sedangkan M2 tumbuh 7,1% (meningkat dari 6,3% di Oktober 2019). Peningkatan terutama didorong oleh pertumbuhan uang kartal di masyarakat dan demand deposit dalam rupiah. Hal tersebut mengisyaratkan perbaikan aktivitas transaksi dalam perekonomian. Namun demikian indikator aktivitas konsumsi lainnya, yaitu laju pertumbuhan kredit konsumsi, masih terus melambat. Perkembangan ini mengisyaratkan belum

pulihnya dukungan kredit untuk kegiatan konsumsi. Lambatnya pertumbuhan kredit konsumsi tersebut juga sejalan dengan tingkat suku bunganya yang masih relatif tinggi.

Di sisi perkembangan sektor perbankan, Perkembangan Kredit Perbankan secara umum di tahun 2019 menunjukkan tren perlambatan dan menjadi tantangan bagi pertumbuhan ekonomi dan investasi di tahun tersebut. Namun demikian, sinyal-sinyal menuju perbaikan mulai terlihat di bulan November 2019. Pertumbuhan kredit di bulan November 2019 mencapai 7,0%, sedikit meningkat dibanding Oktober (6,6%). Peningkatan pertumbuhan kredit ini terutama didorong oleh peningkatan kredit investasi, sementara Kredit Modal Kerja dan Kredit Konsumsi masih mencatatkan perlambatan.

Relatif lambatnya laju pertumbuhan kredit perbankan di tahun 2019, disinyalir dipengaruhi beberapa permasalahan, di antaranya adalah rendahnya pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebagai sumber pendanaan kredit, sikap perbankan yang terlalu berhati-hati dalam penyaluran kredit, serta pelemahan demand kredit. Rendahnya pertumbuhan DPK sebagai sumber pendanaan kredit, yang pada gilirannya mengakibatkan Loan to Deposit Ratio (LDR) terdorong ke batas yang cukup tinggi (di atas 93%). Tingginya tingkat LDR tersebut akan membatasi akselerasi dan peningkatan kredit ke depan bila tidak ditopang peningkatan sumber pendanaan/simpanan. Selain itu sikap perbankan guna menjaga kualitas kreditnya dan meminimalkan Non Performing Loan (NPL), mendorong kehati-hatian perbankan dalam pemberian kredit, sehingga terjadi persaingan penyaluran kredit hanya kepada pihak tertentu saja. Di sisi lain, demand untuk kredit perbankan juga melemah seiring dampak tingginya

(5)

ketidakpastian global yang berimbas pada ekonomi domestik sehingga hal ini turut menurunkan pertumbuhan penyaluran kredit.

Di tengah perkembangan di atas, kinerja tingkat kesehatan perbankan masih cukup terjaga, namun perlu diwaspadai perkembangan beberapa indikator kinerja perbankan. Tingkat kesehatan sektor perbankan masih cukup terjaga dengan rasio kecukupan modal (CAR) di kisaran 23,5%, jauh di atas ketentuan OJK sesuai Peraturan OJK nomor 11/2016 yang berada di kisaran 8%-11% sesuai dengan kelas perbankan. Sedangkan tingkat NPL masih dalam level yang cukup aman yaitu 2,8%. Namun demikian, perlu diwaspadai tren peningkatan NPL sejak bulan September 2019.

PERKEMBANGAN HARGA

Bulan Januari tahun 2020 mencatatkan inflasi sebesar 0,39% (mtm) atau 2,68% (yoy). Secara umum laju inflasi terkendali didorong oleh melambatnya inflasi komponen volatile food dan inti di tengah kenaikan inflasi komponen administered price. Pada bulan Januari, terjadi inflasi di 79 kota dengan inflasi tertinggi mencapai 1,44% (mtm) yaitu di kota Meulaboh. Sementara itu, 11 kota mengalami deflasi dengan deflasi terdalam terjadi di kota Baubau mencapai 1,39% (mtm) dipengaruhi oleh deflasi tarif angkutan udara.

Tekanan inflasi pada bulan Januari 2020 bersumber dari komponen volatile food yang memberikan andil inflasi bulanan sebesar 0,32% (mtm). Inflasi komponen volatile food mencapai 4,13% (yoy), relatif melambat dibandingkan Desember 2019 (4,30%-yoy). Namun demikian, jika dibandingkan dengan Januari 2019, inflasi komponen volatile food jauh lebih tinggi, dipengaruhi oleh meningkatnya harga sebagian besar komoditas pangan, seperti aneka cabai, ikan segar, minyak goreng, beras, aneka bawang, dan sayuran. Kenaikan harga aneka cabai, beras, beberapa jenis sayuran dan ikan segar, dipengaruhi oleh musim tanam dan pengaruh cuaca serta gelombang tinggi/cuaca buruk. Sementara itu, kenaikan harga minyak goreng curah dipengaruhi oleh naiknya harga crude palm oil (CPO) global dan faktor cuaca. Meningkatnya harga CPO tersebut juga dipengaruhi oleh tumbuhnya permintaan dalam negeri terhadap produk minyak kelapa sawit dan turunannya yang dipicu oleh penerapan program B30. Di sisi lain, beberapa komoditas pangan mengalami penurunan seperti daging dan telur ayam ras didorong oleh melimpahnya stok ayam hidup dan telur di pasaran.

Untuk komponen inti, mengalami inflasi 2,88% (yoy), melambat dibandingkan inflasi inti pada Januari dan Desember 2019 (3,06% dan 3,02%). Komponen inti menyumbang sebesar 0,12% (mtm) terhadap inflasi umum. Perlambatan yang terjadi pada inflasi komponen inti dipengaruhi oleh normalisasi permintaan setelah masa Natal dan Tahun Baru. Meskipun begitu, tren perlambatan inflasi inti telah terjadi sejak September 2019 dan dapat menjadi sinyal perlambatan konsumsi masyarakat. Sinyal tersebut digambarkan laju inflasi inti untuk subkomponen non-food. Di sisi lain, masih terdapat kenaikan pada beberapa komoditas inti pada Januari 2020, seperti emas perhiasan yang terimbas dari kenaikan harga emas global didorong oleh ketidakpastian

(6)

Sementara itu, komponen administered price relatif masih berada di tingkat yang rendah sebesar 0,64% (yoy). Realisasi ini jauh lebih rendah dibandingkan inflasi administered price pada Januari 2019 (3,39%-yoy), namun sedikit meningkat dibandingkan Desember 2019 (0,51%-yoy). Komponen ini menyumbang deflasi sebesar 0,05% (mtm) terhadap inflasi umum bulanan. Tarif angkutan udara mengalami deflasi sebagai dampak dari penurunan permintaan seiring dengan selesainya masa liburan akhir tahun. Selain itu, menurunnya harga bahan bakar minyak (BBM) mendorong deflasi pada kelompok transportasi. Penurunan harga eceran beberapa jenis bbm dipengaruhi oleh tren harga minyak mentah yang menurun pada Januari 2020 sebagai dampak dari penyebaran virus Corona. Di sisi lain, tekanan inflasi pada komponen inflasi ini dipengaruhi oleh mulai berlakunya secara efektif kenaikan cukai dan harga jual eceran (HJE) rokok 2020 yang mendorong naiknya harga rokok kretek, kretek filter, dan putih di pasaran. PERKEMBANGAN NERACA PEMBAYARAN

Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) di triwulan IV 2019 mencatat surplus sebesar USD4,3 miliar, didorong meningkatnya surplus Transaksi Modal dan Finansial (TMF) serta defisit Transaksi Berjalan (TB) yang lebih terkendali. Secara kumulatif, defisit neraca transaksi berjalan tahun 2019 mencapai USD30,4 miliar (2,72% PDB), membaik dibanding defisit tahun sebelumnya sebesar USD30,6 miliar (2,94% PDB).

Neraca transaksi berjalan pada triwulan IV tahun 2019 mengalami sedikit pelebaran defisit, yaitu menjadi sebesar USD8,1 miliar (2,84% PDB), meningkat dari defisit triwulan III 2019 sebesar USD7,5 miliar (2,60% PDB). Pelebaran defisit tersebut didorong oleh penurunan surplus neraca barang terutama disebabkan naiknya impor migas serta masih tingginya defisit neraca pendapatan primer dan neraca jasa. Secara tahunan, total neraca transaksi berjalan tahun 2019 mencatat defisit USD30,4 miliar (-2,7% terhadap PDB), sedikit menurun dibandingkan defisit tahun 2018 sebesar USD30,6 miliar (-2,9% terhadap PDB). Penurunan defisit tersebut didorong oleh perbaikan posisi neraca perdagangan barang dan neraca pendapatan sekunder, walaupun neraca jasa dan neraca pendapatan primer mencatat peningkatan defisit.

Neraca perdagangan barang pada triwulan IV 2019 mengalami penurunan surplus menjadi USD311 juta, disebabkan oleh terjadinya defisit neraca barang dagang umum serta penurunan surplus barang dagang lainnya. Neraca perdagangan non migas mengalami surplus sebesar USD3,2 miliar, dipengaruhi oleh menurunnya impor non migas yang lebih dalam dibandingkan penurunan ekspor non migas. Penurunan ekspor non migas didorong oleh turunnya ekspor produk manufaktur akibat penurunan permintaan. Sementara itu impor non migas tercatat terkontraksi lebih dalam, sejalan dengan penurunan permintaan domestik. Secara keseluruhan tahun 2019 baik ekspor maupun impor non migas mengalami kontraksi masing masing sebesar 4,1 persen (yoy) dan 6,1 persen (yoy). Kinerja tahun 2019 secara umum menurun dibandingkan tahun sebelumnya dipengaruhi oleh memburuknya ekspor rill, penurunan harga komoditas dan melambarnya permintaan.

Neraca migas pada triwulan IV 2019 mencatatkan peningkatan defisit menjadi USD3,2 miliar. Pada sisi ekspor, ekspor minyak mengalami kontraksi sebesar 11,4 persen (qtq) disebabkan kontraksi ekspor produk kilang minyak akibat adanya koreksi harga, serta terkontraksinya ekspor minyak mentah akibat adanya penurunan volume ekspor minyak mentah. Sementara itu, impor minyak meningkat disebabkan oleh peningkatan volume akibat tingginya permintaan pada akhir tahun 2019 (Natal dan tahun baru) dan meningkatnya harga minyak dunia. Secara kumulatif, ekspor dan impor minyak pada tahun 2019 terkontraksi masing-masing 43,0 persen (yoy) dan 24,8 persen (yoy). Penurunan ekspor impor tersebut sejalan dengan penurunan volume dan harga minyak pada tahun 2019.

Neraca jasa di triwulan IV 2019 mencatat sedikit perbaikan di mana defisit sebesar USD2 miliar, lebih rendah dibandingkan defisit triwulan sebelumnya sebesar USD2,3 miliar. Penurunan defisit tersebut ditopang oleh meningkatnya surplus jasa perjalanan mengikuti pola musiman liburan Natal dan tahun baru.

Defisit neraca pendapatan primer pada triwulan IV 2019 tercatat USD8,3 miliar, lebih rendah dibandingkan defisit triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar USD8,4 miliar. Penurunan defisit di triwulan tersebut terutama dipengaruhi oleh peningkatan penerimaan atas hasil investasi langsung yang dilakukan oleh residen di luar negeri.

Neraca Pendapatan Sekunder mencatatkan peningkatan surplus menjadi USD2 miliar dari triwulan sebelumnya sebesar USD1,8 miliar. Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh meningkatnya hibah yang di terima pemerintah dan penurunan pembayaran remitasi Tenaga Kerja Asing (TKA), di tengah stabilnya penerimaan remitasi Pekerja Migran Indonesia (PMI).

(7)

Kinerja Transaksi Modal dan Finansial di triwulan IV 2019 mencatatkan surplus USD12,4 miliar, meningkat signifikan dibandingkan surplus triwulan sebelumnya (USD7,5 miliar). Secara kumulatif, surplus TMF tahun 2019 mencapai USD36,4 miliar, meningkat dibandingkan tahun 2018 di tengah masih tingginya ketidakpastian kondisi perekonomian global. Kenaikan surplus sepanjang tahun 2019 ditopang oleh masih terjaganya minat investor pada investasi langsung dan investasi portofolio yang mampu menutupi defisit transaksi berjalan. Secara tahunan, neraca Transaksi Modal dan Finansial menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan di tahun 2019. Nilai neraca TMF di 2019 mencapai USD36,4 miliar, lebih tinggi dibandingkan di tahun 2018 sebesar USD25,2 miliar. Peningkatan tersebut terutama bersumber pada meningkatnya arus modal masuk pada investasi portofolio dan investasi langsung.

Investasi langsung triwulan IV 2019 mencatatkan surplus USD3,3 miliar, ditopang adanya inflow dari proses akuisisi perusahaan asuransi domestik oleh investor asal Swiss serta divestasi beberapa ruas tol dari investor domestik kepada investor asing. Sepanjang tahun 2019 investasi langsung mencatatkan kenaikan surplus yang signifikan menjadi USD20 miliar, yang mencerminkan membaiknya kepercayaan investor asing terhadap investasi jangka panjang di Indonesia. Peningkatan arus masuk sepanjang tahun 2019 sebagian besar didorong oleh arus masuk dari peningkatan share kepemilikan asing di sektor perbankan dan telekomunikasi, serta proses akuisisi beberapa perusahaan domestik oleh investor asing di sektor pengolahan dan lembaga perantara keuangan.

Surplus investasi portofolio di triwulan IV 2019 tercatat sebesar USD7,0 miliar, mengalami peningkatan cukup besar dibandingkan triwulan sebelumnya (USD 4,8 miliar). Surplus ini terutama ditopang oleh penerbitan obligasi global pemerintah dalam bentuk dual currency bond dengan total USD2,1 miliar (denominasi USD: USD1 miliar dan denominasi Euro: EUR1 miliar) dan masih terjaganya share kepemilikan asing di pasar SBN Indonesia. Sementara itu dari sektor swasta, tercatat adanya arus masuk yang berasal dari penerbitan obligasi korporasi yang berasal dari korporasi non-BUMN dan BUMN sektor energi dengan nilai obligasi global sekitar USD2,8 miliar. Secara kumulatif tahun 2019 surplus investasi portofolio mencapai USD21,5 miliar, meningkat cukup signifikan di tengah masih terjadinya ketidakpastian pasar keuangan global. Hal ini mencerminkan tingginya optimisme investor asing dalam berinvestasi di Indonesia sejalan dengan masih kompetitifnya imbal hasil aset domestik. Investasi lainnya pada triwulan IV 2019 mencatatkan surplus USD2,1 miliar, berbalik arah dibandingkan triwulan-triwulan tahun 2019 lainnya yang mencatat defisit, sebagaimana pola musiman triwulan IV. Surplus ini didorong oleh adanya penarikan simpanan sektor swasta dari luar negeri serta peningkatan penempatan uang dan simpanan non residen di bank domestik. Sepanjang tahun 2019, investasi lainnya mencatatkan defisit USD5,4 miliar, berbalik arah dibandingkan tahun 2018 yang mencatatkan surplus USD3,3 miliar. Hal ini didorong oleh tingginya penempatan simpanan sektor swasta di luar negeri, turunnya penarikan pinjaman oleh sektor swasta, serta kenaikan neto pembayaran pinjaman sektor publik.

PERKEMBANGAN SEKTOR RIIL : KINERJA PERDAGANGAN

Neraca perdagangan di bulan Januari 2020 mengalami defisit sebesar USD864,2 juta, terdiri dari defisit migas sebesar USD1,18 miliar dan surplus non migas sebesar USD317,3 juta. Kondisi tersebut membaik jika dibandingkan dengan Januari 2019 yang mencatatkan defisit hingga USD1,06 miliar.

Ekspor Indonesia pada bulan Januari 2020 mencapai USD13,41 miliar, terkontraksi baik secara bulanan maupun tahunan masing masing 7,16% (mtm) dan 3,71% (yoy). Penurunan didorong oleh kontraksi ekspor migas dan ekspor non migas masing-masing sebesar 28,73% (mtm) dan 5,33% (mtm). Untuk migas, kontraksi disebabkan oleh penurunan drastis ekspor minyak mentah yang mencapai 83,3% (mtm) dan ekspor gas juga menunjukkan penurunan sebesar

20,40%. Penurunan kinerja ekspor migas Indonesia tidak lepas dari masih adanya ketidakpastian global yang tercermin dari fluktuasi harga komoditas dunia. Sementara itu, penurunan ekspor non migas di antaranya didorong oleh kontraksi ekspor komoditas utama seperti lemak dan minyak hewan/nabati (HS15), ikan dan udang (HS03), bijih, kerak dan abu logam (HS26), dan nikel dan barang daripadanya (HS75). Penurunan komoditas khususnya HS26 dan HS75 berkaitan dengan Kebijakan penghentian ekspor biji nikel oleh Kementerian ESDM per 1 Januari 2020 dalam rangka menjaga cadangan kebutuhan nikel kadar rendah untuk pengoperasian smelter.

(8)

Berdasarkan sektor, semua ekspor sectoral mengalami kontraksi dibandingkan bulan Desember 2019. Sektor pertanian mencatatkan kontraksi paling dalam sebesar 20,24% (mtm), sektor pertambangan terkontraksi 14,14%, dan sektor industri pengolahan terkontraksi sebesar 5,33%.

Impor di bulan Januari 2020 mencapai USD14,28 miliar, terkontraksi baik secara bulanan maupun tahunan masing masing sebesar 1,60% (mtm) dan 4,78% (yoy). Impor migas terkontraksi sebesar 6,85% (mtm) dan impor non migas sedikit turun yaitu sebesar 0,69% (mtm). Penurunan impor migas disebabkan oleh impor minyak mentah yang terkontraksi sebesar 26,50% (mtm) dan impor hasil minyak yang terkontraksi sebesar 10,13% (mtm). Sementara itu, impor gas meningkat drastis sebesar 79,68% (mtm), namun secara total impor migas masih terkontraksi. Sementara itu, penurunan impor non migas didorong oleh terkontraksinya berbagai komoditas impor utamanya komoditas besi dan baja (HS72), plastik dan barang dari plastik (HS39), bahan kimia organik (HS29), dan barang dari besi dan baja (HS73).

Berdasarkan golongan penggunaan, di bulan Januari 2020, barang konsumsi dan barang modal masing-masing mengalami kontraksi sebesar 11,19% (mtm) dan 8,99% (mtm). Sementara bahan baku mengalami peningkatan sebesar 1,67% (mtm). PERKEMBANGAN SEKTOR RIIL : INDIKATOR PERTUMBUHAN EKONOMI

Perekonomian Indonesia pada triwulan-IV tahun 2019 tumbuh sebesar 4,97% (YoY), dan secara kumulatif pertumbuhan ekonomi selama tahun 2019 mencapai 5,02%. Perlambatan pertumbuhan ini terutama disebabkan oleh konsumsi rumah tangga yang hanya tumbuh sebesar 4,97% dan investasi yang juga tumbuh rendah sebesar 4,06%. Sementara itu, konsumsi Pemerintah juga melambat, dengan hanya tumbuh sebesar 0,48%. Dinamika perekonomian global masih berdampak terhadap terjadinya kontraksi perdagangan internasional, baik itu ekspor (-0,39%) maupun impor (-8,05%).

Konsumsi rumah tangga (RT) dan lembaga non profit yang melayani rumah tangga (LNPRT) masih tumbuh sebesar 4,93%, namun pertumbuhan ini merupakan angka terendah sejak triwulan III-2015. Hal ini disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan konsumsi RT yang tumbuh di bawah 5% yang baru pertama kali terjadi sejak triwulan II-2018. Perlambatan ini terutama disebabkan oleh komponen makanan dan minuman, transportasi dan komunikasi, serta konsumsi lainnya. Secara tahunan, pertumbuhan konsumsi RT dan LNPRT tetap menjadi mesin pertumbuhan dengan mampu tumbuh sebesar 5,16%, dengan masing-masing tumbuh sebesar 5,04% dan 10,62%.

Konsumsi Pemerintah tumbuh terbatas yaitu sebesar 0,48%, terutama disebabkan oleh pergeseran realisasi belanja yang lebih banyak terjadi di awal tahun. Realisasi belanja barang yang turun sebesar -15,3% dibandingkan triwulan IV-2018 mendorong perlambatan konsumsi pemerintah walaupun terbantu oleh kenaikan belanja bantuan sosial sebesar 20,7%. Transfer ke Daerah dan Dana Desa yang tumbuh 17,4% menggambarkan membaiknya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah. Secara tahunan konsumsi Pemerintah tumbuh sebesar 3,25%.

Dari sisi perdagangan internasional, dampak dinamika perekonomian global masih terlihat dari kontraksi impor yang lebih dalam dari kontraksi ekspor menyebabkan net ekspor bernilai positif. Penurunan ekspor sebesar -0,39% (YoY), terutama disebabkan oleh penurunan nilai dan volume ekspor migas sebesar -21,59%. Sementara itu, ekspor nonmigas dan jasa mengalami pertumbuhan positif dengan masing-masing tumbuh 1,71% dan 3,65%. Dari sisi jasa, terjadi peningkatan impor, seiring dengan peningkatan aliran devisa keluar dan rata-rata pengeluaran penduduk Indonesia yang melakukan perjalanan ke luar negeri. Secara tahunan ekspor barang dan jasa terkontraksi sebesar -0,87%, sedangkan impor terkontraksi sebesar -7,69%. Dari sisi produksi, seluruh sektor produksi dalam perekonomian Indonesia mampu tumbuh positif pada triwulan IV-2019. Sektor-sektor jasa seperti jasa informasi komunikasi, jasa perusahaan, dan jasa lainnya menjadi tiga sektor dengan laju pertumbuhan tertinggi meskipun share-nya terhadap perekonomian nasional masih relatif kecil. Kinerja konsumsi RT yang masih stabil di kisaran 5% disertai tingkat inflasi yang terkendali mendukung terjaganya permintaan domestik atas jasa-jasa tersebut. Sementara itu, meskipun masih positif namun kinerja industri pengolahan kembali mengalami perlambatan kinerja. Secara keseluruhan di sepanjang tahun 2019, seluruh sektor produksi tumbuh positif namun kecenderungan perlambatan pada sektor yang menjadi kontributor utama perekonomian patut menjadi perhatian, seperti Industri Pengolahan, Pertanian, dan Perdagangan.

Investasi fisik atau pembentukan modal tetap bruto (PMTB) triwulan IV-2019 hanya tumbuh sebesar 4,06% (yoy) dibanding realisasi triwulan IV-2018 yang sebesar 6,01%. Pertumbuhan PMTB tersebut merupakan pertumbuhan triwulanan terendah sejak tahun 2015, yang terus mengalami kontraksi sejak triwulan IV-2018. Penurunan investasi triwulan IV-2019 tersebut terjadi di seluruh komponen PMTB kecuali komponen investasi bangunan dan Cultivated Biological Resources (CBR). Pembangunan infrastruktur secara masif masih berlangsung di beberapa daerah, baik pembangunan baru maupun pembangunan lanjutan dari periode sebelumnya. Hal itu turut memberikan kontribusi bagi peningkatan PMTB. Selain itu, pertumbuhan barang modal jenis mesin mengalami kontraksi yang disebabkan oleh penurunan produksi domestik dan impor. Sementara pertumbuhan barang modal jenis kendaraan mengalami kontraksi pertumbuhan yang dipengaruhi oleh turunnya pertumbuhan barang modal kendaraan, baik yang berasal dari domestik maupun impor.

(9)

Sementara itu, realisasi penanaman modal triwulan IV-2019 mencapai Rp208,3 triliun. Realisasi tersebut terdiri dari Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) mencapai Rp103 triliun dan realisasi investasi Penanaman Modal Asing (PMA) mencapai Rp105,3 triliun. Berdasarkan realisasi tersebut, realisasi penanaman modal kuartal IV-2019 tumbuh sebesar 12,0% (yoy) dan naik sebesar 1,3% (qtq). Kinerja PMA semakin membaik, meskipun sempat tumbuh negatif di kuartal pertama, PMA kuartal IV-2019 tumbuh 4,0% (yoy). Kinerja PMDN pada setiap triwulan sepanjang tahun 2019 konsisten tumbuh double digit, pada kuartal IV-2019 tumbuh sebesar 21,2% (yoy).

Realisasi investasi langsung pada triwulan IV 2019 berdasarkan sektor didominasi oleh sektor Listrik, Gas, dan Air (Rp30 triliun), Transportasi, Gudang, dan Telekomunikasi (Rp27,9 triliun), Industri Logam Dasar, Barang Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya (Rp24 triliun), Perumahan, Kawasan Industri, dan Perkantoran (Rp23,7 triliun), dan Pertambangan (Rp14,8 triliun). Dengan share dominasi terhadap total realisasi penanaman modal triwulan IV-2019 masing-masing mencapai 14,4%, 13,4%, 11,5%, 11,4% dan 7,1%).

Adapun sumber investasi lainnya yang berdampak cukup besar bagi PMTB adalah realisasi belanja pemerintah. Realisasi Belanja Modal Pemerintah Pusat (APBN) triwulan IV-2019 mencapai Rp91,57 triliun, meningkat (4,27%) dibanding belanja modal triwulan IV-2018.

Secara tahunan PMTB pada tahun 2019 hanya tumbuh sebesar 4,45%, utamanya ditopang oleh kinerja investasi bangunan yang konsisten tumbuh diatas 5% sepanjang tahun. Komponen impor bahan baku dan barang modal masih mengalami kontraksi di tahun 2019, yang berimbas pada penurunan pertumbuhan investasi mesin dan perlengkapan. Adapun secara sektoral, investasi dengan nilai realisasi terbesar pada tahun 2019 adalah sektor jasa. Sektor Transportasi, Gudang, dan Telekomunikasi menjadi yang terbesar dengan nilai investasi mencapai Rp139 triliun atau 17,2%, kemudian diikuti oleh Sektor Listrik, Gas, dan Air sebesar Rp126 triliun atau 15,6%. Selanjutnya adalah Sektor Perumahan, Kawasan Industri, dan Perkantoran sebesar Rp71,1 triliun atau 8,8%, Sektor Industri Logam Dasar, Barang Logam, Bukan Mesin, dan Peralatannya sebesar Rp61,6 triliun atau 7,6%, serta Sektor Pertambangan sebesar Rp59,5 triliun atau 7,4%.

Sementara itu, total realisasi investasi langsung sepanjang tahun 2019 mencapai Rp809,6 triliiun atau meningkat sebesar 12,2% yang bersumber dari realisasi PMA Rp423,1 triliun atau tumbuh sebesar 7,7% (yoy) dan realisasi PMDN Rp386,5 triliun atau tumbuh sebesar 17,6% (yoy).

Di sisi lain, konsumsi semen sebagai salah satu indikator investasi dalam negeri tahun 2019 masih dapat tumbuh sebesar 0,3% (yoy), sejalan dengan pertumbuhan investasi bangunan di PMTB. Penjualan semen dalam negeri tahun 2019 mencapai 69,8 juta ton, naik 300 ribu ton saja dibanding tahun 2018. Namun demikian, pertumbuhan tersebut menurun dibandingkan dengan pertumbuhan dari tahun 2017 sebesar 7,6% (yoy) dan tahun 2018 tumbuh sebesar 4,7% (yoy).

Selain itu, realisasi sementara Belanja Modal Pemerintah Pusat pada APBN tahun 2019 yang juga mendukung pertumbuhan PMTB adalah sebesar Rp180,9 triliun. Diharapkan realisasi belanja modal pemerintah pusat tersebut diikuti dengan realisasi yang optimal dari belanja modal APBD. Alokasi belanja modal pada APBD tahun 2019 adalah sebesar Rp238,5 triliun. Selain itu, capaian realisasi sementara pada Belanja Modal BUMN (Capital Expenditure/capex) tahun 2019 adalah sebesar Rp350,9 triliun.

(10)
(11)

Pengarah : Kepala Badan Kebijakan Fiskal

Penanggung Jawab : Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro

Penyusun : Thomas NPD Keraf, Roni Parasian, Andriansyah, Immanuel Bekti H., Raditiyo Harya P., Dwi Anggi Novianti, Dedy Sunaryo, Aktiva Primananda H. , Nurul Putri R.

Layout : Patria Yoga Asmara

Sumber Data : CEIC, Bloomberg, BPS, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan

Dokumen ini disusun hanya sebatas sebagai informasi. Semua hal yang relevan telah dipertimbangkan untuk memastikan informasi ini benar, tetapi tidak ada jaminan bahwa informasi tersebut akurat dan lengkap serta tidak ada kewajiban yang timbul terhadap kerugian yang terjadi atas tindakan yang dilakukan dengan mendasarkan pada laporan ini. Hak cipta Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan demikian dipandang perlu untuk melakukan kajian pengaruh variasi densitas bahan bakar, mulai dari 5,92 g/cc hingga 9,47 g/cc, terhadap intensitas sumber

Bahan-bahan yang diperlukan untuk pembuatan larutan ditimbang terlebih dahulu (lampiran 4).Satu per satu bahan dilarutkan ke dalam erlenmeyer 200 ml yang telah diisi dengan

Melalui observasi partisipasi ini diperoleh data-data yang berkaitan dengan hubungan Migran China Asal Indonesia dengan orang setempat, mulai dari ekonomi, kebiasaan,

Skripsi ini merupakan laporan penelitian tentang deskripsi bentuk, jenis makna dan fungsi gaya bahasa simile dalam empat cerpen Zhu Ziqing yang paling terkenal,

Selanjutnya bagian SDM melakukan menetapkan kebijakan untuk kelancaran penilaian berbentuk lisan, tertulis (berupa pengumuman), surat keputusan(SK),dan

Penyusunan tesis dalam rangka memenuhi sebagian persyaratan memperoleh Gelar Magister Kebijakan dan Pengembangan Pendidikan pada studi Program Pasca Sarjana

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena kuasa-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh Ethical Principles dan Cognitive Style terhadap