• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi Sediaan Gel Ekstrak Air Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap Penyembuhan Luka Sayat pada Kelinci (Oryctolagus cuniculus)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Formulasi Sediaan Gel Ekstrak Air Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) terhadap Penyembuhan Luka Sayat pada Kelinci (Oryctolagus cuniculus)"

Copied!
80
0
0

Teks penuh

(1)

FORMULASI SEDIAAN GEL EKSTRAK AIR BUNGA ROSELLA

(Hibiscus sabdariffa L) Terhadap Penyembuhan Luka Sayat pada Kelinci

(Oryctolagus cuniculus)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Meraih Gelar Sarjana Farmasi Jurusan Farmasi Pada

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar

Oleh: Nur Hidayah NIM. 70100115065

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN

MAKASSAR 2019

(2)

i

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Mahasiswa yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Nur Hidayah

NIM : 70100115065

Tempat, Tanggal Lahir : Ujung Pandang, 17 November 1996 Jur/Prodi/Konsentrasi : Farmasi

Alamat : BTN. Graha Kalegowa C16/12

Judul : Formulasi Sediaan Gel Ekstrak Air Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) Terhadap Penyembuhan Luka Sayat pada Kelinci (Oryctolagus cuniculus).

Menyatakan bahwa skripsi ini benar adalah hasil karya penulis sendiri. Jika dikemudian hari terbukti bahwa ia merupakan duplikat, tiruan, atau buatan orang lain sebagian atau seluruhnya, maka skripsi dan gelar yang diperoleh karenannya batal demi hukum.

Gowa, 12 November 2019 Penyusun

Nur Hidayah NIM. 70100115065

(3)
(4)

iii

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ―Formulasi Sediaan Gel Ekstrak Air Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) Terhadap Penyembuhan Luka Sayat Pada Kelinci (Oryctolagus cuniculus).‖, sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan S1 Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

Ucapan Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis persembahkan kepada kedua orang tua tercinta Ayahanda Syamsu Rijal Salam S.Sos dan Ibunda tercinta Alm Sugiyati Sultan S.Sos dan Mismawati S.Sos yang tak henti-hentinya memberi doa dan motivasi serta dukungannya baik dalam bentuk moril terlebih lagi dalam bentuk materil, sehingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik karena kasih sayang dan bimbingan beliau. Terima kasih yang sedalam-dalamnya untuk Ibunda Nur Syamsi Dhuha, S.Farm.,M.Si selaku pembimbing pertama yang senantiasa memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis. Serta ucapan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada Ibunda Munifah Wahyudin, S.Farm.,M.Sc.,Apt selaku Pembimbing kedua yang senantiasa memberikan arahan, bimbingan dan saran kepada penulis dari awal hingga akhir.

Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih dengan hormat atas bantuan semua pihak yakni kepada:

1. Bapak Prof. Drs. Hamdan Juhannis M.A., Ph.D, selaku Rektor Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar yang telah memberikan kesempatan menyelesaikan studi di UIN Alauddin Makassar.

2. Ibu Dr. dr. Hj. Syatirah Jalaluddin, M.Kes.,Sp.A Selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar.

(5)

iv

3. Bapak Andi Asrul Ismail, S.Farm.,M.Sc.,Apt selaku ketua Jurusan Farmasi dan Ibu Syamsuri Syakri, S.Farm.,M.Si.,Apt selaku sekretaris Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Alauddin Makassar.

4. Dwi Wahyuni Leboe, S.Si.,M.Si dan Bapak Nurkhalis A.Ghaffar, S.Ag.,M.Hum selaku penguji kompetensi dan integrasi keislaman yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Bapak dan Ibu Dosen Prodi Jurusan Farmasi Fakutas Kedokteran dan Ilmu kesehatan UIN Alauddin Makassar.

6. Seluruh dosen dan laboran Jurusan Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan UIN Alauddin Makassar atas keikhlasannya memberikan segala sesuatu yang bernilai manfaat bagi penulis selama proses studi, serta segenap Staf Tata Usaha Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan UIN Alauddin Makassar yang telah banyak membantu penulis dalam berbagai urusan adminitrasi selama perkuliahan hingga penyelesaian skripsi ini.

7. Keluarga besar ‗PULV15‖ yang senantiasa menjadi tempat keluh kesah serta selalu memberikan semangat selama berada di Jurusan Farmasi.

8. Khusus untuk saudari tidak sedarah yang selalu ada baik suka maupun duka sedari Maba hingga detik ini. Nurul Annisa Utami, Nurlina, Ummah Ashliha, Nur Islamiah dan khususnya untuk Ika Yulianti Fadilah, Nur Pratiwi Kartikasari yang tak henti-hentinya memberikan semangat hingga penyelesaian skripsi ini.

9. Teman-teman seperjuangan di Laboratorium Gebyanti Swara, Fitrah Insani, Nur Ismi, Nurminah dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan bantuan kepada penulis untuk membantu menyelesaikan penelitian, terima kasih untuk bantuan, semangat dan dukungannya.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan melimpahkan rahmat serta hidayah-Nya kepada semua pihak yang membantu hingga terselesainya skripsi ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh

(6)

v

dari kata sempurna, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mohon kritik dan saran yang bersifat membangun untuk perbaikan dimasa yang akan datang.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Gowa, 12 November 2019 Penulis,

Nur Hidayah NIM. 70100115065

(7)

vi DAFTAR ISI

JUDUL….. ...

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... i

PENGESAHAN SKRIPSI ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix DAFTAR GAMBAR ... x ABSTRAK ... xi ABSTRACT ... xii BAB I PENDAHULUAN ... 1 A. Latar Belakang ... 1 B. Rumusan Masalah ... 4

C. Defenisi Operasional dan Ruang Lingkup ... 4

1. Definisi Operasional ... 4

2. Ruang Lingkup ... 5

D. Kajian Pustaka ... 5

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 7

1. Tujuan Penelitian ... 7

2. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Uraian Sampel ... 8

1. Klasifikasi Tanaman Bunga Rosella ... 8

2. Nama Daerah ... 8

B. Deskripsi Tanaman Bunga Rosella ... 9

C. Morfologi Tanaman Bunga Rosella ... 9

D. Kandungan Kimia Bunga Rosella ... 10

E. Anatomi dan Fisiologi Kulit ... 10

1. Epidermis... 11

2. Dermis ... 13

3. Subkutan atau Hipodermis ... 14

F. Absorbsi Obat Melalui Kulit ... 14

(8)

vii

G. Sediaan Gel ... 21

1. Definisi Gel ... 21

2. Basis Gel... 21

H. Komposisi Sediaan Gel ... 22

I. Hewan Coba ... 24

J. Tinjauan Islam ... 26

BAB III METODE PENELITIAN ... 36

A. Jenis dan Lokasi Penelitian ... 31

1. Jenis Penelitian ... 31 2. Lokasi Penelitian ... 31 B.Pendekatan Penelitian ... 31 C. Instrumen Alat ... 31 1. Alat ... 31 2. Bahan ... 31

D. Pengolahan dan Pengujian Sampel ... 32

1. Penyiapan Sampel ... 32

2. Pengolahan Sampel ... 32

3. Pembuatan Sediaan Gel ... 32

4. Uji Stabilitas Sediaan Gel ... 33

5. Penyiapan Hewan Uji ... 34

6. Pemberian Luka ... 34

7. Uji Perlakuan ... 35

8. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ... 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Hasil Penelitian ... 36 B. Pembahasan ... 38 BAB V PENUTUP ... 43 A. Kesimpulan... 43 B. Saran ... 43 KEPUSTAKAAN ... 44 LAMPIRAN ... 49 RIWAYAT HIDUP ... 67

(9)

viii

DAFTAR TABEL

Tabel

1. Formulasi Sediaan Gel ... 32

2. Hasil Rendamen Ekstrak Air Bunga Rosella ... 36

3. Hasil Penyembuhan Luka ... 36

4. Hasil Pengujian Organoleptik Gel Ekstrak Air Bunga Rosella... 37

5. Hasil Pengujian Ph Gel Ekstrak Air Bunga Rosella ... 37

6. Hasil Pengujian Viskositas Gel Ekstrak Air Bunga Rosella... 37

7. Hasil Pengujian Homogenitas Ekstrak Air Bunga Rosella ... 38

8. Hasil Pengujian Daya Sebar Ekstrak Air Bunga Rosella... 38

9. Perubahan Panjang Luka Sayat ... 54

10. Presentase Perubahan Panjang Luka Sayat ... 55

11.Presentase Hari Perubahan Panjang Luka Sayat ... 56

12. Analisis Ragam dengan Nilai F Tabel ... 58

(10)

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

Lampiran 1. Penyiapan Sampel Bunga Rosella ... 49

Lampiran 2. Penyiapan Ekstrak Menggunakan Metode Freeze Drying ... 50

Lampiran 3. Pembuatan Sediaan Gel ... 51

Lampiran 4. Uji Stabilitas Sediaan Gel ... 52

Lampiran 5. Perlakuan Terhadap Hewan Coba ... 53

Lampiran 6. Perubahan Panjang Luka Sayat... 54

Lampiran 7. Presentase Perubahan Panjang Luka ... 55

Lampiran 8. Perhitungan RAL, Hubungan Formula dan Penyembuhan Luka ... 56

Lampiran 9. Analisis Ragam dengan Nilai F Tabel ... 58

Lampiran 10. Perubahan Persentase Rendamen Ekstrak ... 59

Lampiran 11. Perhitungan Pembuatan Gel ... 60

(11)

x

DAFTAR GAMBAR

Gambar

Gambar 1. Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) ... 8

Gambar 2. Pengolahan Sampel Bunga Rosella ... 62

Gambar 3. Sediaan Gel Ekstrak Air Bunga Rosella ... 63

Gambar 4. Uji Perlakuan pada Kelinci ... 64

Gambar 5. Pengujian pH ... 65

Gambar 6. Pengujian Homogenitas ... 65

Gambar 7. Pengujian Daya Sebar ... 66

(12)

xi ABSTRAK

Nama : Nur Hidayah

Nim : 70100115065

Judul : Formulasi Sediaan Gel Ekstrak Air Bunga Rosella

(Hibiscus sabdariffa L.) Terhadap Penyembuhan Luka

Sayat padaKelinci (Oryctolagus cuniculus).

Rosella memiliki kandungan senyawa saponin, flavonoid dan tanin yang dapat berperan dalam penyembuhkan luka sayat. Dalam penelitian ini dilakukan uji aktivitas penyembuhan luka sayat pada kelinci (Oryctolagus cuniculus) dengan menggunakan sediaan gel ekstrak air bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui aktivitas penyembuhan terhadap luka sayat pada kelinci (Oryctolagus cuniculus) dan konsentrasi optimum pada sediaan gel ekstrak air bunga rosella. Ekstrak air Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) diformulasikan menjadi sediaan gel menggunakan basis Karbomer dengan tiga konsentrasi yaitu 5%, 10% dan 15%, selain itu kontrol positif yang digunakan yaitu Bioplacenton® sedangkan kontrol negatif menggunakan basis gel. Luka sayat dilakukan pada kelinci (Oryctolagus cuniculus) dengan panjang luka yaitu 3 cm dan kedalaman 2 mm hingga menembus lapisan kulit dermis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelinci yang diberikan gel dengan konsentrasi 5%, 10% dan 15% memiliki nilai persentase rata-rata penyembuhan luka berturut-turut yaitu 17,66%, 15,33% dan 12,33%. Dapat disimpulkan dari hasil uji Rancangan Acak Lengkap (RAL) dan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) bahwa sediaan gel yang memberikan efek penyembuhan luka sayat yang paling baik adalah sediaan gel ekstrak air bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) dengan konsentrasi 15%.

(13)

xii ABSTRACT

Name : Nur Hidayah

Student Number : 70100115065

Tittle : Formulation Preparation Gel Water Extract Of Rosella Flowers (Hibiscus sabdariffa L.) Cut Wound Healing on Rabbits (Oryctolagus cuniculus).

Rosella flower contains saponin, flavonoid and tannin compounds which can act as wound healing. This research was conducted on the rest wound healing activities of wound healing in rabbits (Oryctolagus cuniculus) using a rosella flower extract gel (Hibiscus sabdariffa L.). The purpose of this study was to determine the healing activity of cut wounds in rabbits (Oryctolagus cuniculus) and optimum concentration in rosella flower extract gel water preparations. Rosella Flower. Rosella is formulated into gel preparations using a carbomer base with three concentrations of 5%, 10% and 15% while the positive control used was Bioplacenton® while negative controls used gel bases. The cut is done on rabbits wound length of 3 cm with a depth of 2 mm to penetrate the dermis skin layer. The results showed that rabbits given a gel with a concentration of 5%, 10% and 15% had an average percentage of successive wound healing which was 17,66, 15,33% and 12,33%. It can be concluded from the results of the Completetely Randomized Design (CRD) test and the Smallest Significant Difference Test (LSD) that the gel preparations that provide the best wound healing effect are rosella flower extract gel (Hibiscus sabdariffa L.) gel with a concentration of 15%.

(14)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Luka adalah salah satu proses rusaknya struktur anatomi pada kulit yang disebabkan goresan benda tajam, benturan pada benda tumpul, gigitan hewan, bahan kimia, sengatan listrik, dan ledakan (Sjamsuhidajat, 2005). Luka terdiri dari dua yaitu luka akut dan luka kronik. Contoh luka akut yaitu luka jahit karena pembedahan, luka sayat, luka bakar dan luka tusuk. Sedangkan contoh luka kronik yaitu ulkus diabetes, ulkus venous. Luka sayat termasuk dalam luka akut yang memiliki serangan cepat dan penyembuhannya sesuai dengan waktu yang diperkirakan (Perdanakusuma, 2007).

Luka sayat adalah salah satu luka yang terjadi karena teriris benda tajam, seperti terjadi karena pembedahan. Ciri-ciri luka sayat yaitu luka terbuka, nyeri, panjang luka lebih besar daripada dalamnya luka (Berman, 2009). Luka yang terjadi apabila di biarkan maka akan terjadi infeksi sehingga mikroorganisme yang ada di sekeliling luka dapat masuk ke dalam tubuh sehingga kulit, jaringan pengikat, otot, syaraf, pembuluh darah dan selaput tulang (Prasetyo, 2009).

Proses perubahan kompleks berupa pemulihan kontinuitas dan fungsi anatomi dapat diartikan sebagai penyembuhan luka (Shenoy C, 2009). Penyembuhan luka dapat membentuk sel-sel secara terus menerus dan interaksi sel matrik dalam tiga fase. Fase normal dalam penyembuhan luka yaitu fase inflamasi selama 0-7 hari, fase regenarasi selama 324 hari, dan fase remodeling selama 3-12 bulan atau lebih (Gadekader, 2012). Tahap fisiologis penyembuhan luka terdiri dari 4 fase yaitu fase inflamasi, destruktif, proliferasi dan maturasi (Ariningrum, 2017). Proses penyembuhan secara alami dapat dinormalkan kembali oleh tubuh (Sjamsuhidajat, 2005).

(15)

2

Penyembuhan luka dapat dilakukan dengan obat modern maupun obat tradisional. Obat tradisional lebih banyak digunakan untuk mengatasi berbagai penyakit kulit oleh hampir 80% populasi di dunia (Babu, 2002).

Berdasarkan Kepututsan Menteri Kesehatan RItahun 2007, penggunaan obat tradisional di Indonesia merupakan bagian dari budaya bangsa dan masyarakat. Pengobatan tradisional sering digunakan karena bahan yang mudah didapat dan biaya yang murah. Pengobatan tradisional dinilai lebih aman jika digunakan sesuai dengan kebenaran bahan, ketepatan dosis, ketepatan waktu penggunaan, ketepatan cara penggunaan, ketepatan telaah informasi, ketepatan pemilihan obat untuk indikasi tertentu dan tanpa penyalahgunaan (Sari, 2006). Pengobatan tradisional dimanfaatkan untuk penyembuhan dan pencegahan penyakit, peningkatan daya tahan tubuh serta mengembalikan kebugaran (Direktorat, 2007).

Banyak tanaman di sekitar yang bermanfaat untuk kesehatan yang kurang diperhatikan, salah satunya adalah bunga rosella. Walaupun di pasaran saat ini sudah banyak yang beredar produk teh bunga rosella, namun pemanfaatannya sangat terbatas. Di masyarakat umumnya rosella hanya dimanfaatkan untuk minuman (Aisiyah, 2017).

Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) adalah salah satu tumbuhan keluarga Malvaceae termasuk dalam tanaman yang relatif mudah untuk tumbuh serta digunakan sebagai sumber makanan dan serat banyak digunakan sebagai alternatif pengobatan (Da-Costa-Rocha, 2014).

Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) telah banyak digunakan sebagai obat tradisional untuk sambelit, penyakit jantung, hipertensi, infeksi saluran kemih, kanker, diabetes dan gangguan saraf. Dalam penelitian Pemanfaatan Bunga Rosella sebagai Bahan Pewarna Lipstik mengatakan bahwa bunga rosella

(16)

3

mengandung zat warna antosianin yang dapat digunakan sebagai bahan pewarna alami pengganti pewarna sintetik (Syamsul, 2017). Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) juga berpotensi sebagai antioksidan, antiobesitas, antimikroba dan hepatoprotektif (Patel, 2013). Dalam penelitian sebelumnya John Kenneth Mensah. 2015. Antioxidant and Antimicrobial Activities of the Extracts of the Calyx of Hibiscus Sabdariffa Linn, menyatakan bahwa Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) mengandung glikosida, flavonoid, saponin, minyak esensial, triterpen, tanin, steroid, karatenoid, glikosida, antarkuinon, antarkuinon glikosidan dan polifenol (Mensah, 2015).

Menurut Anggraini. 2002, flavonoid memiliki efek antiinflamasi dimana berfungsi sebagai anti radang dan mampu mencegah kekakuan dan nyeri (Anggraini, 2002). Saponin mempunyai tingkat efektivitas yang tinggi melawan fungi dan bakteri terhadap proses penyembuhan luka (Faure, 2002). Saponin memiliki kemampuan sebagai pembersih dan antiseptik yang berfungsi membunuh kuman atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang biasa timbul pada luka sehingga luka tidak mengalami infeksi yang berat (Robinson, 1995).

Gel adalah salah satu sediaan semipadat yang terdiri dari molekul kecil atau besar dalam pelarut cair yang dibuat seperti agar-agar dengan penambahan zat pembentuk gel (Allen, 2011). Gel memiliki penggunan dan penyebaran yang lebih baik, mudah dan cepat digunakan pada kulit. Selain itu gel dapat menyejukkan, melembabkan dan mudah berpenetrasi pada kulit sehingga memberikan efek penyembuhan pada luka (Amalia, 2015).

Berdasarkan uraian diatas maka dilakukan penelitian ini untuk mengetahui efektivitas gel ekstrak air bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L) terhadap penyembuhan luka sayat pada kelinci (Oryctolagus cuniculus).

(17)

4

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apakah formulasi gel ekstrak air bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) memiliki aktivitas penyembuhan terhadap luka sayat pada kelinci (Oryctolagus cuniculus) ?

2. Berapa konsentrasi optimum ekstrak air bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) dalam formulasi gel yang efektif terhadap penyembuhan luka sayat pada kelinci (Oryctolagus cuniculus) ?

C. Defenisi Operasional dan Ruang Lingkup

1. Defenisi Operasional

a. Formulasi adalah proses mengubah bahan baku baik tunggal maupun kombinasi untuk menjadi produk sediaan farmasi.

b. Gel adalah sediaan semipadat yang mengandung zat aktif dan dapat larut sehingga sediaan jernih dan tembus

c. Ekstrak air adalah suatu zat yang dihasilkan dari hasil penyarian dengan menggunakan metode Freeze Drying.

d. Bunga rosella adalah tanaman herbal yang digunakan untuk pengobatan luka sayat.

e. Luka sayat adalah luka yang terjadi karena teriris benda tajam.

f. Freeze Drying adalah suatu metode pengeringan dari bahan cair yang dibekukan kemudian dipanaskan dalam ruang hampa udara.

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini yaitu untuk mengetahui efektifitas ekstrak air bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) dalam menyembuhkan luka sayat pada kelinci (Oryctolagus cuniculus), serta mengetahui konsentrasi optimum ekstrak air

(18)

5

bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) dalam menyembuhkan luka sayat pada kelinci (Oryctolagus cuniculus).

D. Kajian Pustaka

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan John Kenneth Mensah. Antioxidant and antimicrobial activities of the extracts of the Calyx of Hibiscus Sabdariffa Linn. 2015, menyatakan bahwa ekstrak air dari bunga rosella mengandung glikosida, flavonoid, saponin, saponin, steroid, triterpenoid, tannin, polifenol, karotenoid, antarkuinon dan antarkuinon glikosida. Peneliti mengambil acuan dari jurnal tersebut dengan menggunakan ekstrak air (Mensah, 2015).

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Aried Eriadi 2015. Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steen) Terhadap Penyembuhan Luka Sayat Pada Tikus Putih Jantan. Formulasi Salep ekstrak etanol (Anredera cordifolia) menggunakan konsentrasi 5%, 10%, 15%, kontrol positif salep betadine, kontrol negatif (basis salep). Hasil penelitian pada konsentrasi 15% lebih efektif dalam penyembuhan luka sayat dibandingkan dengan dosis 5% dan 10%. Dari penelitian ini, peneliti mengambil konsentrasi yang sama yaitu 5%, 10% dan 15% (Eriadi, 2015).

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Lena Maulina dengan judul Formulasi Gel Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dengan Variasi Gelling Agent Sebagai Sediaan Luka Bakar. 2015. Mengatakan bahwa basis Na-CMC mempunyai daya sebar yang pendek walaupun daya lekat paling lama dibandingkan dengan basis karbopol dan tragakan sehingga pelepasan zat aktif tidak maksimal karena tertahan oleh gelling agent Na-CMC. Sementara basis tagakan tidak menyembuhkan luka dibandingkan dengan basis karbopol walaupun daya sebar basis tragakan paling besar namun karena viskositas yang terlalu encer mengakibatkan daya lekat yang cepat

(19)

6

sehingga zat aktif yang terabsorbsi di kulit jumlahnya sedikit. Dari penelitian ini, peneliti mengambil acuan bahan karbopol sebagai basis gel (Maulina, 2015).

Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Fauzi dengan judul Efektivitas Salep Getah Jarak Pagar (Jatropha curcas, Linn) pada Fase Epitelisasi Penyembuhan Luka Sayat Mencit (Mus muskulus) tahun 2017 yang mengatakan bahwa pengolahan data hasil penelitian menggunakan metode ANOVA (Analisis Varian) secara rancangan acak lengkap satu arah (RAL). Dari penelitian ini, peneliti mengambil acuan menggunakan metode pengolahan data yaitu metode ANOVA dan RAL (Fauzi, 2017).

Berdasarkan penelitian lainnya yang dilakukan Komala dengan judul Uji Efektivitas Ekstrak Etanol dan Ekstrak Air Kelopak Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) Terhadap Bakteri Streptococcus pneumonia mengatakan bahwa ekstrak etanol dan ekstrak air kelopak bunga rosella efektif dalam menghambat pertumbuhan bakteri Streptococcus pneumonia karena ekstrak dari keduanya mengandung senyawa tannin, saponin dan flavonoid. Dari penelitian tersebut, merujuk untuk melakukan penelitian ini.

Pada penelitian lainnya yang dilakukan Awal Januari S dengan judul Pengeringan Bengkuang Dengan Sistem Pengeringan Beku Vakum (Vacum Freeze Drying System). 2014, menyatakan bahwa pengeringan beku (Freeze Drying) merupakan salah satu metode pengeringan yang mempunyai keunggulan dalam mempertahankan mutu hasil pengeringan, khususnya untuk produk-produk yang sensitif terhadap panas dan juga produk hasil pengeringan beku dapat mempertahankan stabilitas produk dan stabilitas struktur bahan. Peneliti menggunakan metode pengeringan yang sama yaitu Freeze Drying (Januari, 2014).

(20)

7

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Mengetahui ekstrak air bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) pada sediaan gel yang aktif terhadap penyembuhan luka sayat pada kelinci (Oryctolagus cuniculus).

b. Mengetahui konsentrasi optimum ekstrak air bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) dalam formulasi gel yang efektif terhadap penyembuhan luka sayat pada kelinci (Oryctolagus cuniculus).

2. Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian ini diharapkan bunga rosella (Hibiscus sabdariffa L.) dapat dijadikan sebagai obat alternatif untuk penyembuhan luka sayat sehingga dapat memanfaatkan sumber daya alam yang ada sebagai obat penemuan baru.

(21)

8 BAB II

TINJAUAN TEORITIS

A. Uraian Sampel

1. Klasifikasi Tanaman Bunga Rosella (Mardiah, 2009) Kingdom : Plantae Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Malvaceae Famili : Malvaceae Genus : Hibiscus

Spesies : Hibiscus sabdariffa L

Gambar 1. Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L) 2. Nama Daerah

Nama daerah : Rosella, asam paya, asam susur, dan frambozen (Rosella), Rosella atau buah rosella (Australia), Mestha atau chin baung (India), krajeb (Myanmar), Asam paya atau asam susur (Malaysia), oseille rouge, oseille de guinee, atau l‘oiselle (Prancis), luo shen hua (china) (Mardiah, 2009), Rosella di Indonesia dikenal dengan nama daerah gamet walanda (Sunda), kasturiroriha (Ternate), bunga rosella (Sulawesi).

(22)

B. Deskripsi Tanaman Bunga Rosella

Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.) adalah tumbuhan semak umur satu tahun, tinggi tumbuhan mencapai 2,4 m dengan batang yang halus atau hamper halus, berbentuk silinder berwarna merah. Daunnya berseling dengan panjang 7,5−12,5 cm berwarna hijau, ibu tulang daun kemerahan, tangkai daun pendek. Helaian daun yang yang terletak dibagian pangkal batang tidak berbagi, bentuk daun bulat telur, tangkai daun pendek. Daun-daun dibagian cabang dan ujung batang berbagi, menjadi 3 toreh, lebar toreh daun 2,5 cm, tepi daun berringgit, daun penumpu bentuk benang, panjang tangkai daun 0,3−12 cm, hijau hingga merah, pangkal daun meruncing, tepi daun berringgit, pangkal daun tumpul hingga meruncing, sedikit berambut (Da-Costa-Rocha, 2014).

Bunga tunggal, kuncup bunga tumbuh dari bagian ketiak daun, tangkai bunga berukuran 5−20 mm, kelopak bunga berlekatan, tidak gugur, tetap mendukung buah, berbentuk lonceng, mahkota bunga berlepasan, berjumlah 5 petai, mahkota bunga berbentuk bulat telur terbalik, warna kuning, kuning kemerahan, benang sari terletak pada suatu kolom pendukung benang sari, panjang kolom pendukung benang sari sampai 20 mm, kepala sari berwarna merah, panjang tangkai sari 1 mm, tangkai putik berada di dalam kolom pendukung benang sari, jumlah kepala putik 5 buah, warna merah. Buah kapsul berbentuk bulat telur, ukuran buah 13−22 mm x 11−20 mm, tiap buah berisi 30−40 biji. Ukuran biji 3−5 mm x 2−4 mm, warna coklat kemerahan (Direktorat, 2007).

C. Morfologi Tanaman Bunga Rosella

Rosella merah (Hibiscus sabdariffa L.) termasuk dalam genus hibiscus, family malvaceae yang mencangkup lebih dari 300 spesies setiap tahunnya. Tanaman ini berasal dari Afrika Barat ada juga yang mengatakan bahwa tanaman ini berasal dari India. Saat ini, banyak dibudidayakan di daerah tropis dan

(23)

substropis termasuk India, Arab Saudi, Cina, Filipina, Vietnam, Malaysia, Indonesia, Vietnam, dan Mexico. Rosella merah mulai dikenal dan ditanam di Asia sejak abad ke-17. Ditanam secara besar-besaran di Indonesia sejak tahun 1920. Rosella dapat hidup lama dan dapat tumbuh mencapai ketinggian 0.5 -3 meter (Da-Costa-Rocha, 2014).

D. Kandungan Kimia Rosella

Rosella mengandung banyak vitamin, mineral, dan senyawa bioaktif yang penting, seperti asam organik, pitosterol, dan polifenol, yang diantaranya sebagai antioksidan. Selain glukosida hibiskritin (flavanol) yang dihasilkan oleh kelopak bunga rosella, tanaman ini juga menghasilkan gossipetin dan hibiskin (antosianin) (Al-Hashimi, 2012). Bunga Rosella menurut Mensah memiliki kandungan glikosida, flavonoid, saponin, triterpenoid, steroid, tannin, karotenoid, polifenol, antarkuinon dan antarkuinon glikosida (Mensah, 2015).

E. Anatomi dan Fisiologi Kulit

Integumen (kulit) merupakan salah satu bagian sistem organ yang terbesar yang melingkupi kulit, bulu, rambut, kuku, kelenjar keringat dan produknya (keringat atau lendir) (Widia, 2015).

Kulit merupakan organ yang membungkus seluruh permukaan tubuh. Beratnya yaitu sekitar 16% berat tubuh, orang dewasa 2,7-3,6 kg dan luasnya sekitar 1,5-1,9 m2. Tebalnya mulai 0,5 mm-6 mm, tergantung jenis kelamin dan umur (Perdanakusuma, 2007).

Fungsi kulit terdapat beberapa yaitu (Sloane, 2004)

a) Sebagai perlindungan, dengan adanya kulit dapat melindungi tubuh dari mikroorganisme dan juga perlindungan terhadap sinar ultraviolet matahari karena terdapat melanin.

(24)

b)Sebagai pengatur suhu tubuh dimana pembuluh darah dan kelenjar dalam kulit dapat mempertahankan dan mengatur suhu tubuh.

c) Sebagai ekskresi, ekskresi pada tubuh melalui kelenjar-kelenjar keringat yang dapat berupa zat berlemak, air dan ion-ion seperti Na+.

d)Sebagai metabolisme, salah satu proses metabolisme yaitu sintesis vitamin D yang penting untuk pertumbuhan tulang dengan cara bantuan sinar ultraviolet atau radiasi sinar matahari.

e) Fungsi absorbsi. Kulit yang sehat dengan konsistensi yang proporsional tidaklah mudah menyerap air, larutan maupun benda padat. Kulit hanya dapat menyerap cairan mudah menguap dan bersifat lipofil (larut lemak).

f)Fungsi pembentukan pigmen. Sel melanosit (pembentuk pigmen) ditemui di lapisan basal yang berasal dari rigi syaraf (Rahman, 2010). Kelompok sel ini ‗mengecat‘ kulit dan rambut dengan pigmen yang dihasilkannya. Jumlah pigmen melanin yang terdapat pada kulit akan menentukan warna kulit tersebut. Semakin banyak pigmen yang dihasilkan, semakin gelap pula warna obat kulit. Namun, hal ini bertujuan untuk melindungi sel-sel kulit dari bahaya radiasi yang ditimbulkan sinar UV.

Kulit mencakup 3 lapisan dan bagian-bagiannya. Ketiga lapisan tersebut yaitu epidermis, dermis dan subkutan (Widia, 2015).

1. Epidermis

Bagian kulit paling luar merupakan Epidermis. Epidermis memiliki ketebalan yang berbeda-beda, paling tebal berukuran 1 mm seperti pada telapak tangan dan telapak kaki sedangkan yang paling tipis terdapat pada bagian pipi, kelopak mata, dahi dan perut. Sel-sel epidermis juga disebut sebagai keratinosit. Zat-zat makanan dan cairan antar sel dari plasma yang merembes melalui

(25)

dinding-dinding kapiler dermis akan diperoleh sehingga epidermis melekat pada dermis (Widia, 2015).

Lapisan epidermis yang paling atas merupakan lapisan tanduk (Stratum Korneum). Lapisan ini mencakup beberapa lapisan pipih yang mudah terlepas dan tergantikan dengan sel yang baru setiap 4 minggu karena pada usia setiap sel biasanya hanya 28 hari. Pada saat terlepas, kondisi kulit akan terasa sedikit kasar sampai muncul lapisan baru.

a) Lapisan bening (Stratum Lusidum) merupakan lapisan yang terdiri dari protoplasma sel-sel jernih yang kecil, tipis dan translusen sehingga dapat dilewati sinar (tembus cahaya) yang terletak di bawah stratum korneum. Proses keratinisasi bermula dari lapisan bening.

b)Lapisan berbutir (Starum Granulosum) tersusun oleh sel keratinosit yang berbentuk poligonal, berbutir kasar, berinti mengkerut. Stoughton menemukan bahwa di dalam butir keratohyalin itu terdapat bahan logam, khususnya tembaga yang menjadi katalisator proses pertandukan kulit (Shenoy C, 2009).

1)Keratin adalah protein keras dan resilien, anti air dan melindungi permukaan kulit terbuka.

2)Keratin pada lapisan epidermis adalah keratin lunak yang berkadar sulfur rendah, berlawanan dengan keratin yang ada di kuku dan rambut.

3)Saat keratohialin dan keratin berkumulasi, maka nucleus sel berdisintegrasi menyebabkan kemarian sel.

c) Lapisan bertaju (Stratum Spinosum) adalah lapisan sel spina atau tanduk disebut demikian karena sel-sel tersebut disatukan oleh tonjolan menyerupai spina. Spina adalah bagian penghubung intraseluler yang disebut desmosom (Sloane, 2004)

(26)

d)Lapisan benih (Stratum basal atau germinativum) adalah lapisan tunggal sel-sel yang melekat pada jaringan ikat pada lapisan kulit dibawahnya (dermis). Pembelahan sel yang cepat berlangsung pada bagian ini dan sel baru didorong masuk ke lapisan berikutnya (Sloane, 2004).

e) Stratum korneum adalah epidermis teratas, terdiri dari 25 sampai 30 lapisan sisik tidak hidup yang sangat terkeratinisasi dan semakin gepeng saat mendekati permukaan kulit. Epidermis tipis yang melapisi seluruh tubuh, kecuali pada telapak tangan dan telapak kaki, tersusun hanya dari lapisan basalis dan korneum.

1) Permukaan ternuka dari stratum korneum mengalami proses pergantian ulang yang konsisten atau deskuamasi.

2) Keseluruhan lapisan epidermis akan diganti dari dasar ke atas setiap 15 sampai 30 hari.

2. Dermis

Tempat ujung saraf rasa ada pada dermis atau kulit jangat. Dermis juga tempat keberadaan kandungan rambut, kelenjar keringat, kelenjar palit (Sebasea) atau kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh darah dan getah bening (Widia, 2015). Pada dasarnya dermis terdiri dari serat-serat yang bisa membuat kulit berkerut sehingga akan kembali ke bentuk semula. Serat protein yang disebut kolagen atau jaringan penunjang memiliki fungsi sebagai pembentuk jaringan-jaringan kulit yang dapat menjaga kekeringan dan kelenturan kulit. Dalam lapisan kulit dermis terdapat dua macam kelenjar yaitu kelenjar keringat (Sudorifea) dan kelenjar palit (Sebasea) (Widia, 2015).

Kelenjar keringat (Sudorifera) dapat membantu membuang sisa-sisa pencernaan dari tubuh dan mengatur suhu badan seperti rangsangan oleh panas, latihan jasmani, emosi dan obat-obat tertentu.

(27)

a) Kelenjar palit (Sebacea) berada pada bagian kulit yang berdekatan dengan rambut terdiri dari gelembung kecil yang bermuara seperti kandungan rambut (folikel).

3. Subkutan atau Hipodermis

Lapisan subkutan atau hipodermis dapat mengandung jaringan lemak, pembuluh darah dan limfe, saraf-saraf juga dapat berjalan sejajar dengan permukaan kulit. Ketebalan dan kedalaman jaringan lemak tersebut bervariasi (Widia, 2015).

Lapisan lemak ini disebut penikulus adiposus yang tebalnya tidak sama pada tiap–tiap tempat dan juga pembagian antara laki-laki dan perempuan tidak sama (berlainan). Guna penikulus adiposus adalah sebagai shock beaker atau pegas bila tekanan trauma mekanis yang menimpa pada kulit, isolator panas atau untuk mempertahankan suhu, penimbunan kalori, dan tambahan untuk kecantikan tubuh. Di bawah subkutis terdapat selaput otot kemudian baru terdapat otot (Rahman, 2010).

Fungsi Subkutis / hipodermis melekat ke struktur dasar, isolasi panas, cadangan kalori, kontrol bentuk tubuh dan mechanical shock absorber (Perdanakusuma, 2007).

F. Absorbsi Obat Melalui Kulit

Mekanisme kerja obat terjadi ketika bertemu dengan reseptor yang sesuai dengan senyawa komponen dalam obat itu. Absorbsi obat melalui kulit merupakan upaya untuk menghantarkan senyawa dalam obat untuk bertemu dengan reseptornya yang ada di kulit tanpa harus melewati saluran gastrointestinal (peroral). Absorbsi bahan dari luar kulit menuju hingga ke bawah kulit yang tercakup dalam aliran darah, disebut absorbsi perkutan. Umumnya, absorbsi perkutan dari bahan obat ada pada preparat dermatologi, seperti cairan, gel, salep,

(28)

krim, dan pasta, yang tidak hanya tergantung pada sifat kimia fisika dari bahan obat apa saja, tapi juga pada sifat apabila dimasukkan ke dalam bahan pembawa dalam sediaan farmasetik.

Pembawa dalam sediaan farmasetik tidak dapat lebih jauh menembus kulit atau pembawa bahan obat melalui kulit, terhadap kadar dan tingkat penembus kulit, pembawa tidak mempengaruhi laju dan derajat penetrasi zat obat, dan derajat serta laju penetrasi variasi dengan berbedanya obat dan pembawa. Oleh karena itu, untuk absorbsi obat perkutan dan tingkat efikasi terapi yang dihasilkan, maka setiap kombinasi pembawa dalam seuatu sediaan obat, harus diuji dan terbukti secara saintifik sendiri-sendiri (Ansel, 2008: 490).

Melalui penelitian yang terus mengalami kemajuan, maka muncul adanya hipotesis yang menganggap bahwa obat dapat mengalami penetrasi melewati kulit yang utuh setelah pemakaian topikal melalui dinding folikel rambut, kelenjar keringat, kelenjar lemak, atau antar sel dari selaput tanduk. Seharusnya bahan obat yang dipakai mudah memasuki kulit yang rusak atau pecah, akan tetapi penetrasi semacam itu bukan merupakan proses absorbsi perkutan yang benar (Ansel, 2011). Penetrasi obat umumnya melalui lapisan epidermis. Komponen lemak menjadi faktor utama tinggi rendahnya penetrasi obat melalui kulit.

Kulit yang utuh, akan memudahkan penetrasi obat melalui lapisan epidermis di mana hal ini merupakan jalur yang lebih baik dari pada melalui folikel rambut atau kelenjar keringat. Ini disebabkan luas permukaan yang lebih rendah jika dibanding kulit yang tidak mengandung elemen anatomi. Lebih lanjut, selaput yang menutupi lapisan tanduk umumnya tidak terus menerus dan tidak mempunyai daya tahan terhadap penetrasi, karena pada susunan dari bermacam-macam selaput dengan proporsi dan keringat yang diproduksi dan derajat daya pelepasnya melalui pencucian atau penguapan keringat (Ansel, 2011).

(29)

G. Luka

Luka merupakan salah satu rusak atau hilangnya sebagian jaringan tubuh. Salah satu penyebab luka yaitu berasal dari tusukan atau goresan benda tajam, kecelakaan, benturan benda tumpul, terkena tembakan, gigitan hewan, terkena air panas, terkena api atau terbakar, listrik dan petir (Martutik, 2013).

Luka diklasifikasikan dalam 2 bagian (Perdanakusuma, 2007) : 1. Luka akut

Luka trauma yang biasanya segera mendapat penanganan dan biasanya dapat sembuh dengan baik bila tidak terjadi komplikasi. Kriteria luka akut adalah luka baru, mendadak dan penyembuhannya sesuai dengan waktu yang diperkirakan Contoh : Luka sayat, luka bakar, luka tusuk, crush injury. Luka operasi dapat dianggap sebagai luka akut yang dibuat oleh ahli bedah. Contoh : luka jahit, skin grafting.

2. Luka kronik

Luka yang berlangsung lama atau sering timbul kembali (rekuren) dimana terjadi gangguan pada proses penyembuhan yang biasanya disebabkan oleh masalah multifaktor dari penderita. Pada luka kronik luka gagal sembuh pada waktu yang diperkirakan, tidak berespon baik terhadap terapi dan punya tendensi untuk timbul kembali. Contoh : Ulkus dekubitus, ulkus diabetik, ulkus venous, luka bakar.

Luka sayat merupakan salah satu luka yang terjadi akibat teriris benda tajam, seperti terjadi karena pembedahan. Ciri-ciri luka sayat yaitu luka terbuka, nyeri, panjang luka lebih besar daripada dalamnya luka (Berman, 2009).

Penyebab terjadinya luka diantaranya karena faktor yang disengaja dan tidak disengaja. Luka yang dilakukan dengan sengaja contohnya operasi sedangkan luka yang tidak disengaja contohnya kecelakaan, tergores, tertusuk benda tajam atau pun tersayat (Moreau, 2003).

(30)

Jenis-jenis luka diklasifikasikan menjadi 2 jenis, yakni luka terbuka dan luka tertutup (Potter dan Perry, 2006) :

1. Luka terbuka merupakan luka yang melibatkan robekan pada kulit atau membran mukosa. Luka ini dapat disebabkan oleh benda tajam atau tumpul (insisi bedah, fungsi vena, luka tembak). Robekan kulit memudahkan masuknya mikroorganisme, kehilangan darah dan cairan tubuh melalui luka.

2. Luka tertutup merupakan luka tanpa robekan pada kulit. Luka ini dapat disebabkan oleh bagian tubuh yang terpukul oleh benda tumpul, terpelintir, keseleo, daya deselerasi ke arah tubuh seperti fraktur tulang, robekan pada organ dalam.

Berdasarkan tingkat keparahan luka dibagi menjadi tiga yaitu (Potter dan Perry 2006) :

1. Permukaan

Lapisan ini hanya mengenai lapisan epidermis. Penyebabnya dapat dikarenakan gesekan pada permukaan kulit (abrasi, luka bakar tingkat I, luka cukur). Robekan dapat menimbulkan resiko infeksi. Luka tidak mengenai jaringan dan organ dibawahnya sehingga suplai darah lancar.

2. Penetrasi

Luka dapat memicu rusaknya lapisan epidermis, dermis dan jaringan atau organ yang lebih dalam. Luka yang disebabkan oleh benda asing atau alat yang masuk ke dalam jaringan tubuh dan biasanya tidak disengaja akan beresiko tinggi yang dapat mengalami infeksi karena terkontaminasinya benda asing. Luka dapat menyebabkan perdarahan dalam dan luar, kerusakan organ dan hilangnya fungsi secara sementara atau permanen.

(31)

3. Perforasi

Luka penetrasi akibat adanya benda asing yang masuk ke dalam dan keluar dari organ dalam serta meningkatkan resiko terkena infeksi.

Penyembuhan luka merupakan suatu proses untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi. Kolagen disamping sel epitel merupakan komponen utama dalam proses penyembuhan luka. Fibroblas merupakan sel yang dapat bertanggung jawab akan sintesis kolagen. Fase fisiologi penyembuhan luka dapat dilakukan secara alami seperti:

1. Fase inflamasi, Fase ini di awali sejak terjadinya luka sampai hari kelima. Setelah itu, pembuluh darah yang putus akan mengalami konstriksi dan retraksi yang disertai reaksi hemostasis disebabkan agregasi trombosit yang bersama jala fibrin membekukan darah. Yang berperan untuk terjadinya kemotaksis netrofil, makrofag, mast sel, sel endotelial dan fibroblast yaitu Epidermal Growth Factor (EGF), Insulin-like Growth Factor (IGF), Plateled-derived Growth Factor (PDGF) dan Transforming Growth Factor beta (TGF-β) merupakan komponen hemostasis ini akan melepaskan dan mengaktifkan sitokin. Hal tersebut dinamakan fase inflamasi. Fase ini kemudian mengalami vasodilatasi dan akumulasi lekosit Polymorphonuclear (PMN). Makrofag mengeluarkan mediator inflamasi Transforming Growth Factor beta 1 (TGF β1) yang juga mengeluarkan agregat trombosit (Perdanakusuma, 2007).

Angiogenesis merupakan salah satu proses terjadinya fase inflamasi, dimana pada luka injuri akan mengalami regenerasi atau tumbuhnya pembuluh-pembuluh darah yang baru sangat penting peranannya dalam fase proliferasi. Dalam proses inflamasi mengalami perlawanan terhadap infeksi dan sebagai jembatan untuk pertumbuhan sel-sel baru (Suriadi, 2004).

(32)

2. Fase Proliferasi, Fase ini ditandai dengan adanya pembentukan jaringan granulasi dalam luka, makrofag dan limfosit ikut berperan, tipe sel predominan juga mengalami proliferasi dan migrasi termasuk sel epithelial, fibroblas, dan sel endothelial. Konsentrasi oksigen dan faktor pertumbuhan tergantung pada metabolik Dalam beberapa jam setelah injury, terjadi epitelialisasi dimana epidermal yang mencakup sebagian besar keratin mulai bermigrasi dan mulai stratifikasi dan deferensiasi untuk menyusun kembali fungsi barrier epidermis. Pada proses ini diketahui sebagai epitelialisasi, juga meningkatkan produksi extraseluler matrik (promotes-extracelluler matrix atau singkat ECM), growth factor, sitokin dan angiogenesis melalui pelepasan faktor pertumbuhan seperti keratinocyte growth factor (KGF). Pada fase proliferasi fibroblas merupakan elemen sintetik utama dalam proses perbaikan dan berperan dalam produksi struktur protein yang digunakan selama rekonstruksi jaringan. Secara khusus fibroblas menghasilkan sejumlah kolagen yang banyak. Fibroblas biasanya akan tampak pada sekeliling luka. Pada fase ini juga terjadi angiogenesis yaitu suatu proses dimana kapiler-kapiler pembuluh darah yang baru tumbuh atau pembentukan jaringan baru (granulasi tissue). Secara klinis akan tampak kemerahan pada luka. Kemudian pada fase kontraksi luka, kontraksi disini adalah berfungsi dalam memfasilitasi penutupan luka (Suriadi, 2004).

Fibroblas (menghubungkan sel-sel jaringan) yang berpindah ke daerah luka mulai 24 jam pertama setelah pembedahan. Pada jaringan lunak yang normal (tanpa perlukaan), pemaparan sel fibroblas sangat jarang dan biasanya bersembunyi di matrik jaringan penunjang. Sesudah terjadi luka, fibroblas akan aktif bergerak dari jaringan sekitar luka ke dalam daerah luka, kemudian akan berkembang (proliferasi) serta mengeluarkan beberapa substansi (kolagen, elastin,

(33)

hyaluronic acid, fibronectin, dan proteoglycans) yang berperan dalam membangun (rekontruksi) jaringan baru (Shukla, et al. 1999).

3. Fase maturasi, Fase ini merupakan fase yang terakhir dan terpanjang pada proses penyembuhan luka. Terjadi proses yang dinamis berupa remodelling kolagen, kontraksi luka dan pematangan parut. Aktivitas sintesis dan degradasi kolagen berada dalam keseimbangan. Fase ini berlangsung mulai 3 minggu sampai 2 tahun. Akhir dari penyembuhan ini didapatkan parut luka yang matang yang mempunyai kekuatan 80% dari kulit normal (Perdanakusuma, 2007).

Pada fase maturasi atau remodeling yaitu banyak terdapat komponen matrik. Komponen hyaluronic acid, proteoglycan, dan kolagen yang berdeposit selama perbaikan untuk memudahkan perekatan pada migrasi seluler dan menyokong jaringan. Serabut-serabut kolagen meningkat secara bertahap dan bertambah tebal kemudian disokong oleh proteinase untuk perbaikan sepanjang garis luka. Kolagen menjadi unsur yang palin utama pada matrik. Serabut kolagen menyebar dengan saling tertarik dan menyatu, berangsur-angsur menyokong pemulihan jaringan. Remodeling kolagen selama pembentukan skar terjadi pada sintesis dan katabolisme kolagen secara terus menerus (Suriadi, 2004). Peranan senyawa sapogenin pada proses penyembuhan luka sayat tikus putih. Beberapa sapogenin bekerja sebagai antimikroba (anti-bakteri dan anti virus) meningkatkan sistem kekebalan tubuh, kadar gula dalam darah, mengurangi penggumpalan darah, dan sapogenin juga bermanfaat mempengaruhi pembentukan kolagen (tahap awal perbaikan jaringan) yaitu dengan menghambat produksi jaringan luka yang berlebihan (Setyoadi, 2010). Kandungan senyawa sapogenin yang terkandung dalam getah merangsang pembentukan sel epitel yang baru danmendukung proses re-epitelisasi, karena semakin cepat proses re-epitelisasi

(34)

maka semakin cepat pula berkurang ukuran luka sehingga mempersingkan proses penyembuhan luka (Prasetyo, 2010).

H. Sediaan Gel 1. Definisi Gel

Gel adalah salah satu sediaan semipadat yang terdiri dari molekul kecil atau besar dalam pelarut cair yang dibuat seperti agar-agar dengan penambahan zat pembentuk gel (Allen, 2011).

Gel memiliki sifat yaitu inert pada zat pembentuk gel dan tidak bereaksi dengan bahan lain. Syarat pemilihan pembentuk gel harus dapat memberikan bentuk sediaan yang baik selama penyimpanan tetapi tidak dapat rusak ketika sediaan diberikan kekuatan atau daya yang disebabkan oleh pengocokan dalam botol, pemerasan tube, atau selama penggunaan topikal (Lachman, 2012).

Pemilihan pembentuk gel akan mempengaruhi sifat fisika gel serta hasil akhir sediaan. Pembentuk gel yang umumnya dipakai yaitu hidroksi propil metil selulosa (HPMC) dan karbomer (Arikumalasari, 2013). Bahan polimer yang biasa digunakan untuk pembentukan gel yaitu gom alam, pektin, karagen, agar, asam alginat, serta bahan semisintetis dan sintetis seperti metil selulosa, hidroksietil selulosa dan karbopol (Lachman, 2012).

2. Basis Gel

Basis Gel terdiri dari dua, yaitu a. Basis Gel Hidrofobik

Basis Hidrofobik atau tidak suka pada pelarut Basis gel hidrofobik terdiri dari partikel-partikel anorganik. Apabila ditambahkan ke dalam fase pendispersi, bilamana tebal, hanya sedikit sekali interaksi antara kedua fase.

(35)

Berbeda dengan bahan hidrofilik, bahan hidrofobik tidak secara spontan menyebar, tetapi harus dirangsang dengan prosedur yang khusus (Ansel, 2011).

b. Basis Gel Hidrofilik

Basis gel hidrofilik umumnya adalah molekul-molekul organik yang besar dan dapat dilarutkan atau disatukan dengan molekul dari fase pendispersi. Istilah hidrofilik berarti suka pada pelarut. Pada umumnya karena daya tarik menarik pada pelarut dari bahan-bahan hidrofilik kebalikan dari tidak adanya daya tarik menarik dari bahan hidrofobik, system koloid hidrofilik biasanya lebih mudah dibuat dan memiliki stabilitas yang lebih besar (Ansel, 2011). Gel hidrofilik umumnya mengandung komponen bahan pengembang, air, penahan lembab dan bahan pengawet (Voight, 1995).

I. Komposisi Sediaan Gel

Bahan formulasi sediaan gel yang digunakan yaitu : 1. Karbomer 940

Karbomer 940 adalah polimer sintetik dengan berat molekul tinggi. Dalam formulasi salep, lotion, krim dan gel digunakan untuk sediaan mata, rektal, topikal dan vaginal. Karbomer biasa digunakan dengan konsentrasi 0.5%-2.0% (Rowe, 2009).

Karbomer 940 jika didispersikan dalam air dengan adanya zat-zat alkali seperti trietanolamin atau diisopropanolamin akan mengembang untuk membentuk sediaan semipadat yaitu sediaan gel (Lachman, 2012).

Karbomer yang paling baik digunakan sebagai pembentuk gel dan memiliki viskositas yang paling baik. Karbomer 940 dapat memberikan hydrogel dan hidroalkohol yang lebih transparan (Voight, 1995). Karbomer 940 dapat dinetralkan atau pengalkali dengan penambahan basa yang cocok seperti Tris (hidroksimetil) (Anwar, 2012).

(36)

2. Trietanolamin

Senyawa ini tidak berwarna atau kuning pucat, kental dan sedikit berasa ammonia. Trietanolamin (TEA) mempunyai rumus molekul C6H15NO3 dengan

berat molekul yaitu 149,19. Umumnya digunakan pada formulasi sediaan topikal sebagai bahan pemberi basa (Rowe, 2009).

Gel umumnya merupakan suatu sediaan semipadat yang jernih dan tembus cahaya yang mengandung zat– zat aktif dalam keadaan terlarut. Karbomer 940 akan mengembang jika didispersikan dalam air dengan adanya zat-zat alkali seperti trietanolamin atau diisopropanolamin untuk membentuk sediaan semi padat (Lachman, 2012).

Karbopol mengandung asam kaboksilat sebesar 56%-68% dan merupakan polimer asam sehingga penggunaan alkalizing agent untuk menutupi sifat asam yang ditimbulkan oleh Karbopol (Ariyana, 2014).

3. Gliserin

Dalam formulasi topikal dan kosmetik, gliserin digunakan sebagai humektan dan emolien dengan konsentrasi kurang atau sama dengan 30%. Gliserin juga dapat digunakan pada gel berair maupun tidak berair (Rowe, 2009).

Penggunaan gliserin diperlukan sebagai humektan yang dapat menahan air serta mencegah hilangnya air (Anwar, 2012).

4. Metil Paraben

Metil paraben digunakan sebagai pengawet antimikroba (preservative) pada sediaan kosmetik, makanan, dan sediaan farmasetika. Biasa digunakan sendiri atau dikombinasikan dengan paraben lainnya. Konsentrasi metil paraben sebagai pengawet pada sediaan topikal 0,02% - 0,3% (Rowe, 2009).

Seperti yang telah diketahui bahwa gel memiliki kandungan air yang banyak. Sehingga dibutuhkan penambahan pengawet untuk mencegah terjadinya

(37)

kontaminasi pembusukan bakterial. Pengawet yang paling tepat adalah penggunaan metilparaben 0,075% dan propilparaben 0,025% (Voight, 1995).

J. Hewan Coba

Pemanfaatan hewan pada bidang penelitian yang disebut sebagai hewan model atau hewan percobaan telah berlangsung sejak berabad lalu sejalan dengan perkembangannya bidang kedokteran (Baumans, 2004). Penggunaan hewan coba pada peneliti kesehatan banyak dilakukan untuk uji kelayakan atau keamanan suatu bahan obat dan juga untuk penelitian yang berkaitan dengan suatu penyakit. Berdasarkan itu maka hewan coba yang digunakan harus sehat atau bebas dari mikroorganisme patogen sehingga hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan (Tolistiawaty, 2014). Hewan coba yang sering digunakan yaitu mencit (Mus musculus), tikus (Rattus norvegicus), kelinci (Oryctolagus cuniculus) dan hamster (Priyambodo, 2013).

1. Klasifikasi Hewan Coba

Klasifikasi kelinci (Hustamin, 2006) Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Mammalia Ordo : Logomorpha Famili : Leporidae Genus : Oryctolagus

(38)

2. Morfologi Kelinci

Berdasarkan bobot badannya ternak kelinci dewasa dibagi menjadi tiga tipe, yaitu kecil (small and dwarf breeds), sedang atau medium (medium breeds), dan berat (giant breeds). Kelinci tipe kecil bobot badannya antara 0,9 – 2,0 kg, tipe sedang bobot badannya antara 2,0 – 4,0 kg dan tipe besar bobot badannya antara 5,0 – 8,0 kg. Kelinci tipe sedang setelah umur 7 – 8 bulan baru bias dikawinkan, dipelihara terutama untuk menghasilkan daging (Widodo, 2010).

Tubuh kelinci berbulu halus dan daerah yang tidak berbulu ada pada daerah ujung hidung dan sebagian kecil dari scrotum pada kelinci jantan dan bagian inguinal pada kedua jenis kelamin, baik jantan maupun betina (Sumadi, 2000).

Secara garis besar, kelinci memiliki karakter yaitu (Malole, 1989) : Berat badan dewasa : 2,0 – 5,0 kg

Berat lahir : 30,0 – 100,0 g

Luas tubuh kelinci : setiap 2,5 kg seluas 1.270,0 cm2 Umur : 5,0– 6,0 tahun

Temperatur tubuh : 38,0 – 39,60 C Konsumsi makanan : 5 g / 100 g / hari Konsumsi air : 5 –10 ml / 100 g /hari

Mulai kawin : Jantan, 6 – 10 bulan, betina 5 – 9 bulan Jumalah anak/lahir : 4 –10 ekor

Penyapihan : 4 –6 pekan Pemeliharaan : 1 –11 Tahun

Kelinci sehat merupakan salah satu syarat untuk dapat digunakan sebagai hewan coba. Berat badan kelinci yang digunakan yaitu 1,5 kg - 2,0 kg dan berwarna putih agar memudahkan untuk mengamati luka.

(39)

K. Tinjauan Islam Tentang Pemanfaatan Tumbuhan

Pengobatan merupakan suatu cara untuk menyelamatkan diri dari penyakit yang mengganggu hidup. Pada dasarnya obat tradisional diperbolehkan dalam Islam selama tidak merusak orang-orang yang berada disekitar dan juga selama tidak membawa syirik seperti jampi-jampi, berdoa kepada roh halus atau azimat, karena Islam berarti keselamatan sebagai agama tauhid yang tidak bertentangan dengan akal dan tidak musyrik.

Pengobatan modern berasal dari pengobatan tradisional. Nabi Muhammad saw menjelaskan bahwa ada dua macam penyakit sesuai dengan keadaan manusia, yang terdiri dari jasmani dan rohani. Pengobatan untuk rohani adalah Al-Qur`an sedangkan jasmani adalah sesuatu yang telah Allah ciptakan. Sesungguhnya Allah Swt menurunkan penyakit beserta obatnya.

Pada dasarnya semua penyakit berasal dari Allah Swt, maka yang dapat menyembuhkan penyakit juga hanya Allah semata. Akan tetapi untuk kesembuhan tersebut tentunya dengan usaha yang maksimal. Sesungguhnya Allah mendatangkan penyakit, maka bersamaan dengan itu Allah Swt juga mendatangkan obat. Sebagaimana disebutkan dalam hadist shahih riwayat Imam Bukhari, bahwa Rasulullah saw bersabda :

ُهَن َل َشْوَأ الَِّإ ًءاَد ُالله َلشْوَأ اَم

ًءاَفِش

Artinya :

―Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia juga menurunkan penawarnya” (HR Bukhari).

Berdasarkan hadist diatas dapat diketahui Allah Swt tidak akan menurunkan penyakit kecuali Allah juga menurunkan obatnya, baik penyakit yang muncul pada zaman nabi maupun saat ini. Segala jenis penyakit pasti ada obatnya, tergantung cara mengatasinya sehingga penyakit tersebut bisa sembuh.

(40)

Beragam cara yang digunakan masyarakat untuk berobat salah satunya yaitu dengan memanfaatkan tumbuh-tumbuhan karena selain murah juga efek samping yang ditimbulkan juga sangat jarang. Oleh karena itu para peneliti mulai bermunculan untuk melakukan penelitian terhadap tumbuh-tumbuhan yang biasanya bermanfaat sebagai obat. Apalagi di Indonesia kaya akan tumbuh-tumbuhan yang mengandung obat.

Sebagaimana firman Allah swt yang dijelaskan mengenai berbagai macam tumbuhan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk pengobatan dalam QS. Taahaa ayat (20)/53:

اَهيِف أمُكَن َكَهَس َو اٗد أهَم َض أرَ ألۡٱ ُمُكَن َمَعَج يِذانٱ

ٓۦِهِب اَى أج َز أخَأَف ٗءٓاَم ِءٓاَماسنٱ َهِم َل َشوَأ َو ٗلُٗبُس

َٰىاتَش ٖتاَباو هِّم ا ٗج ََٰو أسَأ

٥

Terjemahnya :

“Dia yang telah menjadikan bagi kamu bumi sebagai hamparan dan yang telah menjadikan bagi kamu di bumi itu jalan-jalan, dan menurunkan dari langit air, maka kamu membutuhkan dengannya berjenis-jenis tumbuhan-tumbuhan yang bermacam-macam” (Depertemen Agama RI, 2002).

Ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah swt memberikan kepada setiap sesuatu bentuk kejadiannya, kemudian memberinya petunjuk serta mengingatkannya pula dengan jawaban Nabi Musa As, tentang keluasan ilmu Allah. Para ulama menulis bahwa Allah swt, menempatkan manusia di bumi dengan menghamparkannya agar mereka dapat menikmati hidup dan berbekal guna kehidupan akhiratnya. Allah menurunkan air dari langit berupa hujan dan mata-mata air dan sampai sungai-sungai serta lautan, lalu ditumbuhkan dari air itu aneka macam dan jenis tumbuhan lalu Allah swt, memberi hidayah kepada manusia untuk memakannya dan itu semua merupakan ayat-ayat. Thabathaba‘i lebih jauh firman-Nya: Dia yang telah menjadikan bagi kamu sebagai hamparan adalah isyarat bahwa keberadaan manusia di pentas bumi dan rangka

(41)

kehidupannya adalah bagian dari hidayah Allah: Dia menurunkan dari langit air, maka kamu membutuhkan dengannya berjenis-jenis tumbuhan-tumbuhan yang bermacam-macam juga bagian dari hidayah-Nya kepada manusia dan binatang kelanjutan hidupnya, sebagaimana terdapat pula isyarat bahwa Dia memberi hidayah Kepada langit guna menurunkan hujan dan hidayah buat hujan agar turun tercurah, dan untuk tumbuh-tumbuhan agar tumbuh berkembang (Shihab, 2002). Dalam Q.S Al-Nahl/16: 10 Allah swt berfirman:

ِءٓاَماسنٱ َهِم َل َشوَأ ٓيِذانٱ َىُه

َنىُميِسُت ِهيِف ٞزَجَش ُهأىِم َو ٞبا َزَش ُهأىِّم مُكان ٗۖٗءٓاَم

ٔٓ

Terjemahnya :

“Dia-lah, yang telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebahagiannya menjadi minuman dan sebahagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu” (Depertemen Agama RI, 2002).

Ayat di atas mengingatkan manusia dengan tujuan agar mereka mensyukuri Allah dan memanfaatkan dengan baik anugerah-Nya bahwa Dia Yang Mahakuasa itulah, yang telah menurunkan dari arah langit, yakni awan air hujan untuk manfaatkan. Sebagiannya menjadi minuman yang segar dan sebagian lainnya menyuburkan tumbuh-tumbuhan, yang padanya, yakni di tempat tumbuhnya, kamu menggembalakan ternak kamu sehingga binatang itu dapat makan dan pada gilirannya dapat menghasilkan untuk kamu susu, daging dan bulu (Shihab. 2002).

Dengan menyebutkan air hujan yang turun, manusia diajak untuk mengadah keatasnya untuk mengetahui betapa rapat hidupnya dengan alam disekelilingnya. Padahal dari air itulah bergantung segenap kehidupan sehingga kamu tidak mati kehausan. Air hujan yang turun menimbulkan rumut hijau, makanan ternak atau mata air akan diminum ternak itu. Ditumbuhkannya buah-buahan yang beranekaragam dari Barat dan Timur, semuanya tumbuh di Bumi.

(42)

Tumbuhan sebagai bahan obat tradisional telah banyak digunakan untuk pemeliharaan kesehatan, pengobatan maupun kecantikan. Dunia kedokteran juga banyak mengkaji obat tradisional dan hasil-hasilnya yang mendukung bahwa tumbuhan obat memiliki kandungan zat-zat yang secara klinis bermanfaat bagi kesehatan. Sebagaimana firman Allah Swt pada Q.S Asy-Syu‘ara/26:7

ٍمي ِزَك ٖج أوَس ِّمُك هِم اَهيِف اَىأتَبۢوَأ أمَك ِض أرَ ألۡٱ ىَنِإ ْا أوَزَي أمَن َوَأ

٧

Terjemahnya :

―Dan apakah mereka tidak memperhatikan bumi, berapakah banyaknya kami tumbuhkan di bumi itu berbagai macam tumbuh-tumbuhan yang baik” (Depertemen Agama RI, 2002).

Kata (

ىَنِإ

) pada firman-Nya di awal ayat ini

(

ِض أرَ ألۡٱ ىَنِإ ْا أو َزَي أمَن َوَأ )

awalan yara ila al-ardh / apakah mereka tidak melihat ke bumi merupakan kata yang mengandung makna batas akhir. Ia berfungsi memperluas arah pandang hingga batas akhir. Dengan demikian, ayat ini mengundang manusia untuk mengarahkan pandangan hingga batas kemampuannya memandang sampai mencakup seluruh bumi, dengan aneka tanah dan tumbuhannya dan aneka keajaiban yang terhampar pada tumbuh-tumbuhannya (Shihab, 2002).

Dari ayat tersebut dapat ditarik sebuah pemahaman bahwa Allah swt memerintahkan untuk memperhatikan bumi, yang dapat diartikan sebagai upaya untuk senantiasa mengkaji, meneliti, hingga menemukan setiap kegunaan dari tumbuhan yang bermanfaat bagi makhluk hidup, termasuk tumbuhan yang dapat digunakan sebagai pengobatan.

Dari hadist dan ayat di atas telah dijelaskan bahwa Allah swt telah menciptakan segala sesuatu di muka bumi ini dengan tidak sia-sia. Semuanya memiliki tujuan dan manfaat masing-masing. Tumbuhan yang baik dalam hal ini adalah tumbuhan-tumbuhan yang bermanfaat bagi makhluk hidup. Seperti halnya

(43)

dengan tanaman bunga rosella. Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa bunga rosella dapat menyembuhkan luka sayat dan memiliki efektivitas yang paling bagus pada konsentrasi sediaan gel 15% dibandingkan dengan sediaan gel Bioplacenton® yang beredar di masyarakat. Inilah bukti kebesaran Allah swt dalam Al-Qur‘an yang tidak ada keraguan bagi-Nya.

(44)

31 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Lokasi Penelitian

1. Jenis Penenelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental. 2. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Penelitian Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Makassar (STIFA), Laboratorium Farmasetika, dan Laboratorium Farmakologi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

B. Pendekatan Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan yaitu metode eksperimental laboratorium.

C. Instrumen Alat 1. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitiaan ini yaitu batang pengaduk, cawan petri, cotten bud, gelas kimia (pyrex®), gelas ukur (pyrex®), gunting, glass arloji, hot plat, kandang kelinci, kapas, kain kasa, penggaris, pH meter (ATC), pipet tetes, pisau bedah, pelester obat, saringan, silet, sendok tanduk, pot, timbangan analitik (Pesica®) dan Viscometer Brookfield (DV-E Viscometer®).

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Aquadest, alkohol 70%, Bioplasenton®, Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L.), Karbopol 940, Gliserin, Metil Paraben, Trietanolamin.

(45)

D. Pengolahan dan Pengujian sampel 1. Penyiapan sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini yaitu Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L) sebanyak 500 gram yang diperoleh di Kelurahan Pojok, Kecamatan Mojoroto, Kediri Provinsi Jawa Timur.

2. Pengolahan Sampel

Sampel Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L) dicuci bersih dengan air mengalir, kemudian dikeringkan didalam lemari pengering atau diangin-anginkan dan terlindung dari sinar matahari. Bunga rosella telah kering dipotong kecil kemudian direndam menggunakan pelarut aquadest. Setelah itu rendamennya dimasukkan kedalam capet untuk dibekukan didalam lemari es. Setelah membeku dimasukkan kedalam Freeze Dryer pada suhu -51oC selama 2 hari 2 malam. Hasil yang didapatkan kemudian ditimbang dan didapatkan berat serbuk kering.

3. Pembuatan Sediaan Gel

Tabel 1. Formulasi sediaan gel ekstrak air bunga rosella

No Nama Bahan Formula (%)

I II III Kontrol-

1. Ekstrak Air Bunga Rosella 5% 10% 15% -

2. Karbomer 940 2% 2% 2% 2% 3. Trietanolamin 0,2% 0,2% 0,22% 0,2 4. Gliserin 20% 20% 20% 20% 5. Metilparaben 0,2% 0,2% 0,2% 0,2% 6. Aquadest Ad 100% Ad 100% Ad 100% Ad 100%

(46)

Pembuatan Gel Basis Karbomer 940 dikembangkan terlebih dahulu dalam air panas pada suhu 80oC kemudian diaduk menggunakan magnetik stirer selama 30 menit. Basis karbomer yang telah dikembangkan ditambahkan TEA dan diaduk hingga terbentuk gel. Tambahkan gliserin (campuran 1), kemudian ditambahkan metil paraben yang telah dilarutkan dalam air panas pada suhu 75oC (campuran 2). Setelah homogen, dimasukkan campuran 2 tadi ke dalam campuran 1 dan dihomogenkan kemudian ditambahkan ekstrak air bunga rosella aduk hingga homogeny. Kemudian ditambahkan sisa air suling dan diaduk hingga terdispersi merata.

4. Uji Stabilitas Sediaan Gel

Pengujian stabilitas fisik sediaan gel yaitu: a. Uji Organoleptik

Pemeriksaan organoleptik yang dilakukan dengan mengamati perubahan bentuk, warna dan bau dari sediaan gel (Maulina, 2015).

b. Uji pH

Pengukuran pH sediaan gel dilakukan dengan menggunakan alat pH meter. Alat pH meter terlebih dahulu dikalibrasi menggunakan larutan dapar netral (pH 7,0) lalu dikeringkan dengan kertas tisu. Pengukuran dilakukan dengan cara mencelupkan pH meter kedalam sediaan gel yang akan diuji, sampai alat akan menunjukkan angka yang konstan. Angka yang ditunjukkan pH meter merupakan nilai pH sediaan.

c. Uji Viskositas

Uji viskositas gel dilakukan dengan menggunakan viscometer Brookfield pada kecepatan 50 rpm dan menggunakan spindle nomor 07. Hal ini dilakukan dengan cara mencelupkan spindle ke dalam sediaan gel kemudian

(47)

dilihat viskositasnya. Pengukuran viskositas dilakukan dengan cara sebelum dan sesudah penyimpanan sediaan gel pada suhu kamar yaitu 20-25oC selama 6 siklus.

d. Uji Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan dengan cara sediaan gel dioleskan tipis-tipis pada sekeping kaca. Kemudian ditutup dengan keping kaca lainnya, lalu diamati homogenitasnya. Sediaan harus menunjukkan susunan yang homogen dan tidak terlihat adanya butiran kasar

e. Daya Sebar

Uji daya sebar gel dilakukan dengan cara meletakkan gel sebanyak 1 g di atas plastik beralas kertas grafik, plastik lainnya diletakkan diatasnya dan dibiarkan selama 1 menit. Diameter sebar gel diukur. Setelah itu ditambahkan 125 gram beban tambahan dan didiamkan selama 1 menit lalu diukur diameter yang konstan. Daya sebar 5 - 7 cm menunjukkan konsistensi semisolid.

5. Penyiapan Hewan Uji

Hewan uji dikarantinakan selama 7 hari untuk adaptasi pada lingkungan baru. Hewan coba yang digunakan yaitu Kelinci jantan (Oryctolagus cuniculus) dengan bobot badan berkisar antara 1,5-2 kg sebanyak 15 ekor. Tiap kelompok kelinci ditempatkan dalam kandang yang terpisah, tiap kandang berisi 3 ekor kelinci.

6. Pemberian Luka

Kelinci dianastesi menggunakan lidokain, kemudian bulu kelinci dicukur pada daerah punggung untuk membantu dalam pembuatan dan pengamatan luka. Cuci tangan dengan memakai sarung tangan, berikan alkohol pada area kulit yang akan diiris atau dibedah, kemudian lakukan irisan menggunakan pisau bedah steril, panjang luka 3 cm dan kedalaman sampai area dermis (sekitar 2 mm dari

(48)

permukaan kulit). Kelinci yang digunakan yaitu 15 ekor dibagi dalam 5 kelompok, dalam tiap kelompok ada 3 ekor kelinci (Oryctolagus cuniculus).

7. Uji Perlakuan

Setiap kelompok diberikan perlakuan :

a. Kelompok I : Diberikan gel ekstrak bunga rosella dengan 5% b. Kelompok II : Diberikan gel ekstrak bunga rosella dengan 10% c. Kelompok III : Diberikan gel ekstrak bunga rosella dengan 15% d. Kelompok IV : Kontrol positif Bioplasenton®

e. Kelompok V : Kontrol negatif diberikan bahan dasar gel 8. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Analisa data penelitian ini melalui Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan ANOVA (Analisis of Varians). Dimana RAL adalah jenis rancangan yang paling sederhana, dimana satuan percobaan yang digunakan homogen atau tidak ada faktor lain yang mempengaruhi. Sedangkan ANOVA adalah suatu metode analisis statistika yang termasuk ke dalam cabang statistika inferensi. Statistika inferensi adalah semua metode yang berhubungan dengan analisis sebagian data (contoh) atau juga sering disebut dengan sampel untuk kemudian sampai pada peramalan atau penarikan kesimpulan mengenai keseluruhan data induknya (populasi)

Gambar

Gambar 1. Bunga Rosella (Hibiscus sabdariffa L)  2.  Nama Daerah
Tabel 1. Formulasi sediaan gel ekstrak air bunga rosella
Tabel 2. Hasil rendamen ekstrak air bunga rosella
Tabel  4.  Hasil  pengujian  organoleptik  Gel  Ekstrak  Air  Bunga  Rosella  (Hibiscus
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memformulasikan ekstrak buah mengkudu dalam bentuk sediaan gel yang baik dan mengetahui efek penyembuhan luka bakar dari sediaan gel..

Telah dilakukan penelitian terhadap aktivitas penyembuhan luka sayat ekstrak etanol daun alpukat (Persea americana Mill.) dalam bentuk sediaan gel yang diujikan pada kelinci

Dari penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa getah Jarak Pagar (Jathropha curcas L.) dalam bentuk sediaan gel dapat memberikan efek penyembuhan terbaik pada

Kesimpulan: Ekstrak etanol daun sambung rambat dapat diformulasi dalam bentuk sediaan gel dan mempercepat penyembuhan luka sayat.. Kata kunci : ekstrak etanol daun

Kesimpulan: Ekstrak etanol daun gulma siam dapat diformulasi sebagai gel dan memiliki efektivitas dalam penyembuhan luka sayat, konsentrasi terbaik dalam penyembuhan

Efek penyembuhan luka sayat pada perlakuan gel ekstrak daun singkong 50% menunjukkan luka mulai menutup sempurna pada hari ke-9, keropeng hilang dengan

Dari hasil analisis diatas, dapat disimpulkan bahwa formula gel ekstrak etanol daun Kecombrang (Etlingera elatior) mempunyai efektivitas dalam menyembuhkan luka sayat pada

Copyright © 2021, Jurnal Ilmiah Kesehatan Pencerah ISSN 2089-9394 print | ISSN 2656-8004 online Sementara berdasarkan hasil analisa uji Beda Nyata Terkecil BNT dalam penelitian ini