• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNIK PERMAINAN DAN STRUKTUR MUSIK HUSAPI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEKNIK PERMAINAN DAN STRUKTUR MUSIK HUSAPI"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

i

TEKNIK PERMAINAN DAN STRUKTUR MUSIK HUSAPI SIMALUNGUN PADA LAGU PARENJAK-ENJAK NI HUDA SITAJUR YANG DISAJIKAN OLEH ARISDEN PURBA DI HUTA MANIK SARIBU SAIT BUTTU, KECAMATAN PAMATANG SIDAMANIK, KABUPATEN SIMALUNGUN

SKRIPSI SARJANA O L E H MARULI PURBA NIM: 090707022

DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E DAN

(2)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Masyarakat Simalungun memiliki alat musik yang bentuk penyajiannya dimainkan secara ansambel dan dimainkan secara tunggal/ solo instrument. Alat musik yang bentuk penyajiannya dimainkan secara ansambel yaitu gonrang sidua-dua1 dan gonrang sipitu-pitu2. Gonrang sidua-dua dapat diiringi dengan alat musik sarunei bolon, sarunei buluh, tulila, sulim, ogung, mongmong, dan sitalasayak. Sedangkan gonrang sipitu-pitu dapat diiringi dengan alat musik sarunei bolon, ogung baggal, mongmong etek, dan sitalasayak. Ansambel ini dimainkan dalam upacara adat Simalungun, baik upacara suka cita (malas ni uhur) maupun upacara duka cita (pusok ni uhur)3. Sedangkan alat musik yang dimainkan secara tunggal/ solo instrument antara lain sordam, saligung, sulim, tulila, sarune, garattung, arbab, dan husapi. Alat musik tunggal ini pada

1 Gonrang sidua-dua terdiri dari dua buah gendang, masing-masing gendang mempunyai

dua buah kulit membran yaitu pada bagian atas dan pada bagian bawah gendang. Cara memainkan gonrang ini dipalu dengan alat pemukul atau stik dan terkadang dipukul dengan telapak tangan kanan dan tangan kiri.

2 Gonrang sipitu-pitu adalah seperangkat tujuh buah gendang yang dimainkan dengan

dipalu dengan alat pemukul atau stik

3 Upacara adat pada suku Simalungun dibagi atas dua bagian yaitu upacara adat di kala

suka yang disebut malas ni uhur seperti kelahiran, perkawinan, dan memasuki rumah baru, dan upacara di kala duka yang disebut mandingguri seperti kematian lanjut usia (tidak semua acara kematian diiringi musik tradisional, hanya bila yang meninggal tersebut sudah lanjut usia/ sayur

matua). Dalam menggunakan gonrang sipitu-pitu dan gonrang sidua-dua tidak ada unsur

kekhususan tertentu, dan semua masyarakat Simalungun berhak menggunakan gonrang

sipitu-pitu dan gonrang sidua-dua baik pada upacara kematian maupun pada upacara malas ni uhur.

Akan tetapi bila menggunakan gonrang sipitu-pitu pada acara umum (bukan kematian) hanya menyertakan enam buah gonrang, sedangkan pada upacara kematian menggunakan tujuh buah gendang. Hal ini berdasarkan kepercayaan animisme suku Simalungun.

(3)

2

umumnya digunakan sebagai alat hiburan seperti pada saat menggembala kerbau, menjaga padi di ladang, dan hiburan pemuda-pemuda di malam hari.

Di antara alat musik tunggal tersebut, husapi merupakan salah satu alat musik yang keberadaannya sudah lama dikenal oleh masyarakat Simalungun. Menurut sejarahnya, alat musik husapi ini sudah lama dikenal di daerah Simalungun semenjak dari kerajaan Nagur yaitu sekitar abad ke-X sesudah Masehi4. Alat musik husapi juga dikenal di etnis Sumatera Utara lainnya dengan nama yang agak sedikit berbeda. Pada masyarakat karo disebut dengan kulcapi dan pada masyarakat Toba disebut hasapi. Alat musik husapi disebut juga boat lute, disebabkan karena bentuknya seperti boat (kapal) dan memiliki dua buah senar yang dipetik. Alat musik husapi ini juga diklasifikasikan ke dalam alat musik chordophone5 karena suaranya berasal dari senar. Beberapa pendapat mengklaim bahwa nenek moyang alat musik ini berasal dari alat musik kordofon dari India yang disebut kechapi vina(William P. Malm)6.

Di dalam sistem pelarasan (tuning) husapi dalam tradisi Simalungun telah memiliki ukuran tersendiri, senar satu adalah nada sol dan senar dua adalah nada

4

Dari buku sejarah mengenai daerah Simalungun didapat catatan bahwa daerah Simalungun dulunya adalah bentuk kerajaan yang dimulai dari kerajaan pertama yaitu kerajaan Nagur yang kemudian pecah menjadi kerajaan Maropat (empat kerajaan) dan terakhir kerajaan Napitu (tujuh kerajaan). Dalam buku The Simalungunese Traditional Musical Instrument, Taralamsyah Saragih (dalam seminar kebudayaan Simalungun, tahun 1967) mengatakan bahwa alat musik suku Simalungun sudah lama ada yang di dalamnya gondrang, ogung, sarunei, sordam, husapi, arbab, dsb. Lebih lanjut Tarlamsyah mengemukakan bahwa alat-alat musik tersebut dan tari sudah digunakan dalam upacara religi semasa kerajaan Nagur mengingat suku Simalungun pada masa lalu menganut paham animisme.

5 Chordophone adalah jenis alat musik yang sumber getarnya adalah chord atau senar/

dawai/ kawat/ tali.

6

William P. Malm dalam Kebudayaan Musik Pasifik, Timur Tengah, dan Asia yang dialihbahasakan oleh Muhammad Takari menyatakan bahwa nenek moyang alat musik lute petik berasal dari India yang disebut kechapi vina. Malm mengambil hubungan yang kompleks dari alat musik kudyapi dari Filipina.

(4)

3

do. Sistem pelarasan dalam alat musik ini tergantung dari perasaan si pemain walaupun dalam kenyataan yang penulis temukan bahwa interval nada antara senar dua dengan senar satu adalah kwint murni7 dilihat dari kebudayaan musik barat, tetapi tidak memiliki ukuran standard menurut kebudayaan musik barat. Sistem pelarasan tergantung dari nilai rasa musikal si pemain. Dalam hal ini maksudnya adalah pada saat melaras husapi yaitu dengan cara mengambil nada patokan dari senar dua kemudian melarasnya ke senar satu (kwint) tanpa menggunakan ukuran/ patokan yang baku.

Husapi pada masyarakat Simalungun memiliki kelebihan tersendiri dalam peranannya untuk kegiatan musikalnya yaitu untuk mengiringi doding (lagu tradisional). Husapi digunakan untuk menceritakan sekaligus mengenang kisah perjalanan hidup huda sitajur yang dibawakan dalam bentuk lagu yang disebut lagu parenjak-enjak ni huda sitajur8. Proses penyajiannya dibawakan dengan membayangkan bagaimana saat-saat terakhir hidup huda sitajur sehingga tampak jelas isi dari cerita yang dibawakan. Hal tersebut membuat penulis tertarik untuk

7

Kwint murni adalah interval nada yang berjarak 3 ½ laras dari nada dasar.

8 Adapun sejarah parenjak-enjak ni huda sitajur menurut wawancara dengan informan

pada tanggal 15 September 2012, “raja Simalungun memiliki dua orang anak yaitu raja Manik Hasian dan raja Siattar. Mereka berdua sudah memiliki daerah kerajaan masing-masing (sekarang daerah Siantar dan daerah Sidamanik). Pada saat itu raja Manik Hasian mempunyai kuda yang terkenal dengan kegesitan dan kehebatannya yang berasal dari desa Sitajur. Timbullah sikap iri raja Siattar untuk memiliki kuda tersebut tetapi raja Manik Hasian tidak mau memberikannya. Kemudian raja Siattar mengajak raja Manik Hasian untuk berperang dengan tempat yang sudah ditentukan oleh raja Siattar. Tiba hari peperangannya, Manik Hasian pun mempersiapkan kudanya (huda sitajur) di kandangnya. Setelah raja Manik Hasian dan kudanya sudah siap, bergegaslah dia ke tempat yang sudah ditentukan oeh raja Siattar. Ternyata raja Siattar sudah menggunakan tatik perang dengan bersembunyi di balik semak-semak sekitarnya. Setibanya raja Manik Hasian di tepat yang sudah dijanjikan olehn saudaranya raja Siattar, ternyata lokasi tersebut kosong. Dan langsunglah raja Siattar menyergap raja Manik Hasian yang sedang lengah dan menancapkan ujung tombak ke bagian punggung raja Manik Hasian dan menembus leher kuda sitajur, sehingga raja Manik Hasian dan kudanya itu terjatuh. Sekaratlah raja Manik Hasian dengan kudanya yang berakhir di kematian.”

(5)

4

membahasnya dari segi etnomusikologi dengan melihat bagaimana teknik memainkan husapi tersebut dalam membawakan lagu tradisional Simalungun tersebut. Dan lebih menarik lagi penulis ingin melihat struktur musik yang terdapat di dalam penyajian husapinya dalam lagu tersebut.

Husapi ini saat dimainkan dapat menghasilkan bunyi atau nada yang menjadi ciri khas musik Simalungun yang mereka sebut dengan inggou9. Inggou adalah gaya atau style musik Simalungun.. Istilah ini dikenal juga dalam musik Melayu yang disebut dengan cengkok, grenek dan patah lagu, sedangkan pada masyarakat Karo disebut dengan rengget. Di dalam hal struktur musiknya, penulis melihat ada beberapa frasa yang digunakan untuk menyesuaikannya dengan lagu parenjak-enjak ni huda sitajur yang dibawakan. Setiap frasa dalam penyajiannya menggunakan melodi dan tempo yang berbeda, dan setiap perubahan pada melodi dan tempo yang disajikan akan mendeskripsikan tahapan cerita yang berbeda. Setiap melodi yang dimainkan akan menjelaskan setiap kondisi yang terjadi pada cerita lagu tersebut. Jadi penulis mengambil kesimpulan bahwa teknik permainan husapinya maupun struktur musik yang digunakan dalam lagu parenjak-enjak ni huda sitajur ini bertujuan untuk dapat membayangkan bagaimana isi cerita pada lagu tersebut.

Proses belajar husapi pada masyarakat Simalungun dilakukan dengan tradisi lisan. Tradisi lisan adalah sebuah tradisi yang proses belajarnya dengan cara

9

Inggou merupakan istilah dalam bahasa Simalungun yang digunakan untuk mendefinisikan teknik permainan husapi yang memberikan bunyi melodi khas Simalungun. sehingga dalam maringgou ketika memainkan husapi dapat menunjukkan sebuah identitas masyarakat Simalungun yang memiliki musikal seperti itu.

(6)

5

melihat, mendengar, menghapal , dan meniru. Dengan cara menghapal sebuah melodi lagu yang dimainkan atau menyanyikannya kemudian memainkannnya ke dalam alat musik husapi. Semakin sering mendengar lagunya dan semakin menghafal melodinya, maka secara otomatis dapat memainkannya dalam alat musik husapi.

Orang yang memainkan husapi disebut parhusapi10. Dalam kesempatan kali ini terkait pada lagu parenjak-enjak ni huda sitajur, saya berhubungan langsung dengan seorang musisi yang memiliki kebudayaan tersebut yaitu Arisden Purba. Arisden Purba adalah salah satu parhusapi yang cukup diakui di daerahnya. Penulis mengetahui keberadaan Bapak Arisden Purba setelah melihat jurnal yang membahas tentang program Revitalisasi Musik Simalungun. Program tersebut bertujuan untuk melestarikan kembali musik tradisional yang keberadaanya sudah jarang ditampilkan terutama bagi kaum muda melalui proses regenerasi pemain musik. Di dalam jurnal tersebut dijelaskan bahwa Bapak Arisden Purba berperan sebagai tenaga pengajar musik tradisional Simalungun.

Sejauh pengamatan penulis, pemain husapi Simalungun sudah jarang ditemukan apalagi yang mengetahui lagu parenjak-enjak ni huda sitajur dan penulis baru berhasil menemui Bapak Arisden Purba yang dapat memainkan lagu tersebut. Hal ini mungkin disebabkan berkurangnya minat masyarakat memainkan alat musik husapi dan mungkin tidak adanya suatu sistem yang efektif untuk mempelajari musik tradisi Simalungun. Di samping itu bapak Arisden

10 Kata “par” dalam hal ini menjadi awalan pada kata “husapi” yang menunjukkan orang

yang memainkan. Berlaku juga untuk alat musik yang lain, contoh parsulim, parsarune,

(7)

6

Purba menegaskan bahwa belum ia temui rekan seprofesinya yang dapat memainkan lagu parenjak-enjak ni huda sitajur seperti yang dimainkannya. Dan beliau juga mengaku bahwa hanya beliaulah yang mengetahui bagaimana teknik permainan lagu parenjak-enjak ni huda sitajur ini di daerahnya11. Menurut pengalaman Bapak Arisden Purba, beliau sering memainkan husapi dengan membawakan lagu parenjak-enjak ni huda sitajur setelah pulang bekerja dari ladang untuk hiburan pribadi. Di dalam upacara adat juga ia juga pernah membawakan secara solo lagu parenjak-enjak ni huda sitajur ini meskipun makna pembawaan lagu ini hanya hiburan saja. Dan pada saat itu, lagu parenjak-enjak ni huda sitajur ini hanya sebuah lagu permintaan dari pihak yang mengadakan upacara adat tersebut.

Pada masa kini alat musik modern sudah menjalar dalam kebudayaan tradisional masyarakat Simalungun. Melihat peranan peralatan musik modern yang semakin berkembang juga seperti keyboard, drum, dan saxophone membuat peranan alat musik tradisional semakin terdesak terutama alat musik yang dimainkan secara tunggal seperti husapi Simalungun ini. Apabila alat musik tradisional bisa dilenyapkan oleh alat musik modern, maka tidak kecil kemungkinan lagu tradisional sebagai ciri khas Simalungun ini pun bisa ikut lenyap. Alasan ini jugalah yang mendorong penulis untuk membahas tentang teknik permainan husapi pada lagu parenjak-enjak ni huda sitajur ini. Selain itu secara etnis penulis juga adalah suku Simalungun, dan sudah menjadi tanggung

11

(8)

7

jawab saya sebagai salah satu masyarakat di dalamnya untuk tetap menjaga nilai-nilai budayanya.

Tulisan ini dimaksudkan untuk melihat apa yang terjadi di dalam lagu parenjak-enjak ni huda sitajur baik itu teknik permainan dalam membawakan lagu ini ataupun melodi yang digunakan untuk membawakan lagu ini. Sehingga saya melihat masalah yang menjadi sasaran penelitian, yaitu apakah bunyi melodi atau teknik permainan husapi yang dimainkan dalam lagu tersebut berhubungan dengan emosi-emosi khusus, melambangkan suatu bentuk aktivitas budaya, ataupun suatu bentuk tanda-tanda tertentu?

Teknik permainan husapi (parenjak-enjak ni huda sitajur) sangat menarik untuk dikaji oleh disiplin etnomusikologi, sebagaimana yang telah penulis pelajari selama kuliah. Salah satu kajian utama dalam etnomusikologi adalah kajian musik dilihat dari segi aspek fisik musiknya, sebagaimana didefinisikan oleh Mantle Hood bahwa lahan penelitian dari aspek fisik musik etnis itu sendiri12. Berkaitan dengan pembahasan ini, penulis akan membahas tentang teknik permainan husapi dan struktur musik yang ada pada lagu parenjak-enjak ni huda sitajur yang penulis teliti.

Dari beberapa latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk meneliti dan menuliskannya dalam sebuah tulisan ilmiah dengan judul: “TEKNIK

12 Dalam Diktat Perkuliahan Etnomusikologi oleh A.M. Susilo Pradoko menegaskan

bahwa aspek fisik yang dimaksud sebagai salah satu kajian utama etnomusikologi adalah mempelajari, mengkaji, dan meneliti sisi materi musiknya itu sendiri. Dari sisi aspek musik itu sendiri dapat dikaji tentang hal-hal yang merupakan sifat-sifat dasar dan proses terjadinya suatu musik secara teknik. Dalam hal ini dapat mengkaji tentang ciri-ciri yang mendasari materi musik yang sedang dikaji yang dapat meliputi teknik pembuatan instrumen, teknik permainan

(9)

8

PERMAINAN DAN STRUKTUR MUSIK HUSAPI SIMALUNGUN PADA LAGU PARENJAK-ENJAK NI HUDA SITAJUR YANG DISAJIKAN OLEH ARISDEN PURBA DI HUTA MANIK SARIBU SAIT BUTTU KEC. PAMATANG SIDAMANIK KAB. SIMALUNGUN”

1.2 Pokok Permasalahan

Tulisan ini akan membahas tentang permainan husapi pada masyarakat Simalungun yang disajikan oleh Arisden Purba pada lagu parenjak-enjak ni huda sitajur. Dari latar belakang yang penulis kemukakan di atas maka permasalahan dalam tulisan ini adalah:

1. Bagaimana teknik permainan husapi Simalungun pada lagu parenjak-enjak ni huda sitajur yang disajikan oleh Arisden Purba ?

2. Bagaimana struktur musik dalam permainan husapi pada lagu parenjak-enjak ni huda sitajur ?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian dari penulisan ini adalah:

1. Untuk mengetahui teknik permainan husapi pada lagu parenjak-enjak ni huda sitajur yang disajikan oleh Arisden Purba.

(10)

9

2. Untuk menganalisis struktur musik dalam permainan husapi pada lagu parenjak-enjak ni huda sitajur.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan bermanfaat sebagai:

1. Sebagai perbendaharaan dan dokumentasi musik Simalungun. 2. Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya di

kemudian hari.

3. Sebagai bahan motivasi kepada pembaca terkhusus bagi masyarakat Simalungun untuk melestarikan musik tradisional.

1.4 Konsep dan Teori 1.4.1 Konsep

Untuk memberikan pemahaman tentang tulisan ini maka penulis menguraikan kerangka konsep sebagai landasan berpikir dalam penulisan. Tulisan ini berisi suatu kajian tentang teknik permainan husapi Simalungun pada lagu parenjak-enjak ni huda sitajur yang disajikan oleh Arisden Purba.

“Teknik” adalah cara membuat sesuatu atau melakukan sesuatu, sedangkan “permainan” adalah suatu pertunjukan dan tontonan (Kamus Bahasa Indonesia 2008). Pengertian tersebut dapat diartikan bahwa teknik permainan merupakan gambaran mengenai pola atau cara yang dipakai dalam suatu pertunjukan. Yang dimaksud dengan teknik permainan dalam tulisan ini adalah bagaimana cara memainkan husapi pada lagu parenjak-enjak ni huda sitajur, termasuk di

(11)

10

dalamnya bagaimana cara memegang husapi, bagaimana cara memetik husapi, bagaimana memproduksi nada, dan bagaimana memainkan teknik tertentu dalam membawakan lagu.

“Struktur” merupakan sesuatu yang disusun dengan pola tertentu dan dengan menggunakan unsur tertentu. Struktur di sini maksudnya struktur musik yang menjelaskan bagaimana pembawaan melodi untuk menggambarkan susunan isi cerita lagu parenjak-enjak ni huda sitajur. Sehingga struktur musik dalam hal ini akan mengamati setiap frasa yang dimainkan dalam lagu tersebut, bagaimana melodi yang dimainkan ataupun bagaimana tempo yang dimainkan di setiap frasanya.

Husapi diklasifikasikan sebagai alat musik chordophone yang sumber suaranya berasal dari senar yang digetarkan. Sesuai dengan bentuknya, husapi merupakan alat musik lutes yang memiliki badan seperti boat (kapal), sehingga disebut juga boat lutes. Berdasarkan karakteristiknya, husapi ini tergolong fretless karena tidak terdapat pemisah pada papan jari (fret).

Lagu yang dimainkan adalah lagu tradisional Simalungun yang dimainkan dengan alat musik husapi dan yang menjadi pokok pembahasannya adalah lagu parenjak-enjak ni huda sitajur. Lagu parenjak-enjak ni huda sitajur adalah salah satu nyanyian yang gaya menyanyikannya seperti orang yang bercerita. Adapun lagu parenjak-enjak ni huda sitajur ini merupakan sejarah yang menceritakan bagaimana kisah perjalanan hidup seekor kuda (yang dulu dipakai oleh raja Manik Hasian) dari mulai perang antara raja Siattar dengan raja Manik Hasian sampai

(12)

11

kuda tersebut mati. Parenjak-enjak artinya “menginjak-injak”, dalam hal ini maksudnya bagaimana layaknya seekor kuda berkali-kali menginjak-injakkan kakinya. Huda sitajur artinya “kuda sitajur”, disebut kuda sitajur karena kuda yang diceritakan dalam lagu tersebut berasal dari desa Sitajur yang berada di daerah Simalungun. Mengingat lagu parenjak-enjak ni huda sitajur adalah lagu yang sifatnya bercerita, maka dalam penyajiannya si penyaji juga menceritakan setiap frasa isi cerita tersebut. Teknik permainan dan struktur musik yang dimainkan melalui husapi akan membantu dalam mendeskripsikan ceritanya.

Adapun penyaji yang penulis maksud yang memainkan lagu parenjak-enjak ni huda sitajur ini adalah Arisden Purba. Beliau berumur 60 tahun dan tinggal di Jl. Besar Manik Saribu, Simp. Tower Nagori Sait Buttu, Kecamatan Sidamanik. Bapak Arisden Purba pernah berperan sebagai tenaga pengajar dalam revitalisasi budaya terkhusus dalam budaya Simalungun.

1.4.2 Teori

Secara umum, proses belajar musik tradisional merupakan oral tradition (tradisi lisan), begitu juga lagu parenjak-enjak ni huda sianjur yang merupakan musik tradisional Simalungun. George List dalam “Discussion of K.P. Wachsman’s paper,” Journal of the Folkore Institue mengatakan: Apa yang dimaksud dengan ‘musik tradisional’ ? Musik tradisional adalah musik yang mempunyai dua ciri: musik tersebut diwariskan dan disajikan dengan hapalan bukan dengan menggunakan tulisan, dan musik tersebut selalu ‘hidup’, di mana

(13)

12

suatu pertunjukan selalu berbeda dengan pertunjukan sebelumnya. Di dalam musik tradisional, tradisi lisan (oral tradition) lebih menekankan pewarisan secara oral. Mengacu dari teori di atas, tradisi lisan di sini maksudnya adalah salah satu proses belajar dengan cara melihat, mendengar, meniru, dan menghafal dalam proses mempelajari kebudayaan musik ini. Begitu juga teknik permainan husapi pada lagu parenjak-enjak ni huda sitajur oleh Arisden Purba yang juga merupakan hasil proses belajar secara lisan. Dengan teori ini saya akan berpatokan kepada penyajian yang dibawakan oleh Bapak Arisden Purba, di mana beliau mengetahui teknik permainan dan struktur musik pada husapi lagu parenjak-enjak ni huda sitajur.

Mantle Hood juga memberikan sebuah pemahaman untuk mempermudah penulis dalam meneliti melalui pendapatnya,

“the concept of bimusicality as a way of scholary presentation of the music of other cultures, and active performance and even composition idiom of another culture as a way of learning the essentials of its musical style and behavior.”

Dengan pendapat yang dikemukakan Hood akan menekankan pada pengajaran dalam hal praktik bagi jenis pertunjukan yang diteliti oleh penulis. Dalam hal ini bimusicality adalah agar peneliti mempelajari dan memainkan musik dari kebudayaan yang sedang diteliti. Begitu juga yang sedang penulis terapkan untuk mempelajari husapi kepada bapak Arisden Purba (kebudayaan yang diteliti) dengan cara oral tradition. Ini adalah sebuah metode yang cukup bermanfaat bagi penulis untuk membantu dalam membahas permasalahan. Dengan pemahaman ini

(14)

13

memudahkan saya untuk melihat teknik permainan dan struktur musik yang terdapat pada lagu tersebut.

Khusus untuk menganalisis teknik permainan husapi yang dilakukan oleh Bapak Arisden Purba, penulis menggunakan teori etnosains. Menurut Ihromi (1987) teori etnosains adalah teori yang lazim digunakan di dalam disiplin antropologi. Pada dasarnya teori ini menitikberatkan kepada pandangan dan aktivitas yang dilakukan oleh informan yang dilatarbelakangi budaya tertentu. Jadi peneliti hanya menginterpretasi data berdasarkan latar belakang budaya itu hidup. Dalam kaitan dengan penelitian ini, teori etnosains yang penulis pergunakan adalah untuk mengungkap aspek teknik permainan husapi, dengan peristilahan atau terminologi khas Simalungun yang digunakan oleh Bapak Arisden Purba, seperti: mamiltik, teknik tak, inggou, dan lainnya. Selain itu tentu peneliti harus mengkaji lebih jauh apa makna-makna di sebalik permainan husapi ini, baik itu makna perlambangan, makna budaya, makna harmoni sosial, dan lain-lain.

Husapi merupakan alat musik yang berperan sebagai melodi, dan nada-nada yang digunakan pada lagu parenjak-enjak ni huda sitajur menggunakan nada-nada yang ada pada sistem tangga nada barat. Jadi dalam tulisan ini, penulis menggunakan teori yang sesuai dengan disiplin ilmu etnomusikologi. Dalam disiplin ilmu etnomusikologi, pendekatan yang sering dipakai untuk transkripsi adalah transkripsi deskriptif. Transkripsi deskriptif adalah transkripsi yang dilakukan dengan cara menuliskan, mencatat ciri-ciri dan detail-detail yang

(15)

14

terdapat pada musik yang diteliti (Nettl, 1964). Dalam hal ini penulis akan menggunakan transkripsi yang bernotasi deskriptif.

Untuk menganalisis melodi pada lagu parenjak-enjak ni huda sitajur, penulis menggunakan pendekatan analisis yang dikemukakan oleh Bruno Nettl dalam bukunya Theory and Method in Ethnomusicology (1964), bahwa untuk menganalisis seluruh bentuk musikal dilakukan analisis terhadap tangga nada, melodi, ritem, warna suara, dinamik, dan tempo.

1.5 Metode Penelitian

Dalam melakukan penelitian terhadap bahan tulisan ini, penulis melakukan beberapa tahapan kerja yang terdiri dari studi kepustakaan, pengumpulan data di lapangan, bimbingan secara formal ataupun nonformal dengan dosen pembimbing dan juga mahasiswa etnomusikologi, dan kerja laboratorium. Pada dasarnya studi kepustakaan, studi lapangan, dan bimbingan terus dikerjakan secara bersamaan hingga penulis mulai mengerjakan tulisan ini.

1.5.1 Studi Kepustakaan

Dalam melakukan penelitian terhadap objek ini, penulis melakukan studi kepustakaan agar mendapatkan bahan-bahan yang mendukung tulisan ini. Selain

(16)

15

itu juga untuk mengumpulkan bahan-bahan berupa teori yang berkaitan dengan penganalisisan musik dan teknik permainan pada lagu parenjak-enjak ni huda sitajur dan untuk mencari metode pengumpulan data di lapangan. Semua ini diperlukan sebagai bahan acuan dan kerangka berpikir penulis dalam mengumpulkan data dan menganalisisnya.

Beberapa bahan tertulis yang penting yang penulis gunakan sebagai sumber adalah:

1. Department of Education and Culture Directorate General of Culture

North Sumatera Government Museum, “The Simalungunese

Traditional Musical Instruments”. Tulisan ini membahas tentang alat-alat musik yang ada pada masyarakat Simalungun dengan spesifikasi yang membahas tentang organologi alat musiknya dan juga peranannya bagi masyarakat Simalungun.

2. Skripsi Daniel Limbong yang berjudul “Deskripsi Analitis Gaya Permainan Hasapi Sarikawan Sihotang dalam Konteks Tradisi Gondang Hasapi”. Skripsi sarjana ini menjelaskan tentang teknik permainan hasapi seorang musisi Batak Toba yang bernama Sarikawan Sihotang secara khusus dalam permainannya dalam gondang hasapi (ansambel musik) dalam bentuk teknik pengayaan si pemain dalam memainkan sebuah komposisi.

3. Bruno Nettl, “Theory and Method in Ethnomusicology”. Tulisan ini membahas tentang apa itu etnomusikologi baik itu kajian

(17)

16

etnomusikologi, pemahaman tentang etnomusikologi, maupun

pembahasan tentang etnomusikologi. Di dalam buku ini juga memberikan contoh-contoh pengalaman para etnomusikolog selama pengalamannya di lapangan penelitian.

4. Diktat perkuliahan Etnomusikologi oleh A.M. Susilo Pradoko, Msi. Diktat ini menjelaskan tentang pembahasan tentang etnomusikologi baik itu dari materi kajian etnomusikologi maupun pendekatan-pendekatan yang digunakan di dalamnya.

Selain itu penulis juga mendapat informasi dari informan penulis bapak Arisden Purba dan juga musisi Simalungun seperti Badu Purba yang memiliki pengetahuan mengenai musik Simalungun. Djasa Tarigan sebagai musisi Karo juga turut serta dalam memberikan informasi terhadap tulisan ini.

1.5.2 Pengumpulan Data

Pengumpulan data di lapangan meliputi observasi, wawancara, merekam bahan-bahan musikal yang akan dianalisis, dan mengambil foto. Penulis memulai penelitian ini pada bulan September 2012, dengan melakukan observasi yang meliputi peninjauan dan pengamatan lokasi penelitian serta melihat pertunjukan seni itu (lagu parenjak-enjak ni huda sitajur) secara langsung.

Untuk mengumpulkan data yang selengkapnya penulis melakukan wawancara, baik dengan informan kunci Bapak Arisden Purba, maupun dengan

(18)

17

beberapa informan pangkal seperti Bapak Badu Purba. Selain itu wawancara juga penulis lakukan terhadap anak kandung informan kunci yang turut mendukung dalam pembahasan tulisan ini. Dan untuk menambah bahan tulisan ini, penulis juga mewawancarai Djasa Tarigan selaku musisi Karo yang turut membantu pembahasan tulisan ini. Untuk mendapatkan data yang lengkap, memakan waktu yang cukup lama terutama saat penulis langsung berbicara langsung dengan infoman. Hal-hal yang penulis anggap sulit saat informan tidak dapat menjelaskannya dengan kata-kata (maksudnya hanya bisa diamati saja), maka penulis memperoleh data sebanyak yang diketahui informan.

Dalam melakukan wawancara, penulis sebelumnya sudah menyiapkan daftar pertanyaan yang berhubungan seputar tulisan ini, penulis mencatat dan merekam semua hal yang dibicarakan. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data yang lengkap dan akurat. Penulis juga merekam dan mengambil foto dokumentasi pertunjukan seni (husapi parenjak-enjak ni huda sitajur) yang disajikan informan. Dengan demikian penulis dapat memperhatikan dan melengkapi data-data yang diperlukan dalam tulisan ini.

1.5.3 Kerja Laboratorium

Seluruh data yang diperoleh di lapangan akan diolah dalam kerja laboratorium, yaitu melakukan transkripsi musik dan menganalisis bahasan melodi lagu, sehingga dapat melihat gambaran melodi yang digunakan pada lagu yang menjadi bahasan tulisan ini. Untuk mentranskripsikan lagu ini, penulis akan

(19)

18

terlebih dahulu menghapal lagu parenjak-enjak ni huda sitajur sesuai dengan rekaman aslinya, kemudian baru mencari nada-nada yang terdapat pada lagu tersebut. Sebelumnya penulis akan terlebih dahulu menentukan nada dasar dari lagu tersebut, sehingga mempermudah penulis dalam mencari tangga nada lagu tersebut.

Dalam kerja laboratorium ini, penulis juga akan memisahkan data-data agar tidak terjadi masalah dalam pengerjaannya. Data-data yang penulis anggap sudah cocok akan disimpan terlebih dahulu, apabila masih ada data yang penulis dapatkan di lapangan, akan penulis cari nantinya di penelitian selanjutnya. Data-data yang sudah dipisahkan akan disesuaikan dengan keperluannya.

(20)

19

BAB II

DESKRIPSI UMUM WILAYAH PENELITIAN

Bab II ini merupakan gambaran umum bagian dari wilayah objek penelitian penulis. Namun wilayah dalam hal ini bukan hanya lokasi penelitian yang terfokus terhadap objek penelitian saja. Penulis dalam bab ini akan lebih terfokus terhadap gambaran masyarakat Simalungun pada umumnya karena mengingat pokok permasalahan tulisan merupakan suatu cerita rakyat atau foklor pada masyarakat Simalungun dulunya. Untuk itu sebagai dasar dari tulisan ini, penulis akan menerangkan bagaimana masyarakat Simalungun pada umumnya dengan didukung lokasi penelitian yang berada di Sidamanik pada khususnya.

2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dalam tulisan ini berada di rumah informan penulis yaitu bapak Arisden Purba yang berada di Huta Manik Saribu, Nagori Sait Buttu, kecamatan Pamatang Sidamanik, kabupaten Simalungun. Menurut data yang didapat dari Kantor Lurah Nagori Sait Buttu, secara geografis Nagori Sait Buttu terletak terletak antara 02,58° LU – 80,05° BT. Adapun luas wilayah Nagori Sait Buttu adalah ± 1347 Ha, atau sekitar 30 % bagian dari luas kecamatan Pematang Sidamanaik yaitu 13.465 Ha.

(21)

20

1. Sebelah timur berbatasan dengan Nagori Sarimattim yang meliputi perkebunan PTPN IV Kebun Toba Sari.

2. Sebelah selatan berbatasan dengan Nagori Bandar Manik. 3. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Dolok Pardamean. 4. Sebelah utara berbatasan dengan kecamatan Dolok Pardamaean.

Sedangkan Huta Manik Saribu merupakan salah satu huta dari tujuh huta yang berada di wilayah Nagori Sait Buttu. Wilayah Huta Manik Saribu berkisar ± 203 Ha atau sekitar 15% dari wilayah Nagori Sait Buttu. Berikut ini daftar luas tanah yang terdapat di desa Nagori Sait Buttu:

NO HUTA LUAS (Ha)

1. Afdeling D. Toba Sari 287

2. Afdeling B. Toba Sari 280

3. Manik Saribu 203 4. Manik Huluan 198 5. Gunung Mulia 167 6. Sait Buttu 108 7. Garbus 104 JUMLAH 1347 Ha

(22)

21

2.2 Kependudukan dan Sistem Bahasa

Asal usul kependudukan masyarakat Simalungun banyak dipengaruhi oleh berbagai aspek dan juga berbagai pendapat atau teori yang berbeda untuk memberikan pembuktian terhadap kebenarannya. Sama halnya dengan kebudayaan tradisi Simalungun di zaman kerajaannya yang memiliki seribu cerita dengan beragam versi dan mitos. Hanya ada beberapa data tertulis13 yang menjelaskan marga-marga pada masyarakat Simalungun, dan itupun kebanyakan mencakup sejarah keturunan-keturunan raja saja.

Sistem kependudukan dan bahasa merupakan suatu bentuk sinkronisasi untuk membentuk suatu sistem kemasyarakatan. Bahasa berperan sebagai media komunikasi antar penduduk yang tinggal di daerah tersebut sesuai dengan tradisi yang berlaku.

2.2.1 Kependudukan

Masyarakat yang mendiami desa Nagori Sait Buttu Saribu merupakan masyarakat yang heterogen karena terdiri dari berbagai suku yang di dalamnya seperti Simalungun, Toba, Jawa, Minangkabau, dan Cina. Keberagaman suku ini tidak menjadi perbedaan di dalam masyarakat untuk melakukan segala tindak aktivitas yang ada masyarakatnya. Seperti dari hasil wawancara dengan informan

13

Ada beberapa naskah kuno yang menerangkan masa lampau masayarakat Simalungun yang masih ada hingga sekarang, misalnya Partikian Tuan Bandar Harapan, Partikian Malasari yang menjelaskan asal-usul marga Purba Tambak yang menurunkan raja Silou. Pustaka Parpadan na Bolag adalah tulisan yang menerangkan kehidupan tradisioanal Simalungun pada zaman Nagur

(23)

22

bapak Arisden Purba, bahwa banyaknya suku yang ada di daerahnya bukan membawa tradisi suku masing-masing melainkan menggunakan tradisi yang berlaku di daerah itu yaitu tradisi Simalungun. Dalam hal ini maksudnya setiap orang yang berada di daerah tersebut baik itu di dalam maupun di luar suku Simalungun apabila menempati daerah tersebut dianggap juga sebagai suku Simalungun.

Menurut keterangan Jasasman Purba selaku kepala desa di daerah setempat menyatakan bahwa adanya keragaman suku di daerah tersebut disebabkan oleh tradisi sodduk hela yang diberlakukan dalam norma masyarakat tersebut. Sodduk hela merupakan sebuah tradisi dimana seorang menantu dari pihak laki-laki dari luar daerh tersebut tinggal dengan mertu perempuan yang bertempt inggal tetap di daerah itu juga. Sebagai contoh, ada seorang pria yang bersuku batak Toba yang berasal dari daerah Tapanuli yang ingin menikahi seorang wanita di daerah Sait Buttu Sribu. Setelah dilaksankannya acara pernikahan, si pria dan wanita tersebut bertempat tinggal di drumah si pihak perempuan yang mungkin disebabkan oleh beberapa alasan seperti kekurangan ekonomi ataupun juga karena keinginan oleh pihak perempuan. Secara langsung hal ini menjadi alasan adanyaa suku lain di daerah tersebut dengan berlanjutnya keturunan marga Toba di daerah tersebut. Tidak hanya itu saja yang menjadi alasan keberagaaman suku ini, karena masih banyak kemungkinan yang lain seperti perdagangan, pertanian, pemerintahan lokal yang dapat melingkupi system kemasyarakatan di daerah tersebut.

(24)

23

Banyak argumen-argumen yang menerangkan tentang kesejarahan suku Simalungun ini, baik itu data secara lisan maupun tulisan. Kebanyakan masyrakt Simalungun itu sendiri yang menjelaskan secara lisan dengan memberikan suatu cerita kesejarahan tentang Simalungun. Adapun menurut beberapa ahli menyatakan bahwa orang Simalungun termasuk rumpun Proto Melayu yang berasal dari Hindia Belakang14. Keberadaan masyaraakat Simalungun itu sendiri merupakan identitas sebagai penduduknya dengan keturunan empat marga induk yaitu Sinaga, Saragih, Damanik, dan Purba. Ditegaskan lagi oleh M.D Purba bahwa keempat marga tersebut merupakan marga asli Simalungun. Dengan beberapa bentuk literatur-literatur yang menjelaskan bagaimana pada masa kerajaan dulu sudah menggunakan keempat marga tersebut. Adapun marga-marga di luar keempat marga-marga tersebut yang mengaku sebagai suku Simalungun merupakan suatu bentuk asimilasi dan hasil integrasi dengan marga yang ada pada masyrakat Simalungun dengan mengikuti tradisi norma-nornma tertentu.

Banyaknya asumsi-asumsi yang dituturkan oleh para ahli tentang bagaimana sistem kependudukan pada masyarakat Simalungun justru menimbulkan banyak misteri dengan seluk-beluk kesejarahaannya yang rumit. Apalagi melihat asumsi zaman dulu mengenai raja-raja Simalungun yang

14 Dalam buku bertajuk Prasejarah Kepulauan Indonesia yang sudah diterjemahkan karangan

Peter Bellwood menerangkan masukny suku-suku ke bagian Negara Indonesia menurut penelitinnya terdiri dari du geelombang, yaitu rumpun Proto Melayu dan Deutro Melayu. Proto Melayu yaitu masuknya suku-suku bangsa Mongol-Kukaus (Austrenesia) melalui daerh Cina Selatan dengan proses migrasi dan kemudia masuk melaui Indo Cina (Hindia Belakang) terus menuju Semenanjung Malk dan akhirnya berdiam di spanjang pantai Timur Sumatera. Menururut pendapatnya bahwa kemungkina n masuknya ke daerh Simalungun melalui pantai Timur dengn melewati daerah Aceh hingga menepti daerah Simlungun sekarang. Deutro Melayu yaitu migrasi yang masuk ke daerah nusantara yang hingga masuk ke pedalaman. Mereka pada umumnya berkebudayaan tinggi.

(25)

24

menduduki daerahnya dengan system di luar akal pikiran manusia sekarang.. Adanya aspek-aspek yang mempengaruhi system kependudukan masyaarakat Simalungun dulunya juga turut membantu perkembangan yang terjadi di dalam masyarakatnya.

2.2.2 Bahasa

Sistem kemasyarakatan dalam suatu daerah tentu didasari oleh bahasa sehari-hari yang digunakan oleh masyarakat di dalamnya. Hal ini dapat dilihat bagaimana system komunikasi yang dilakukan oleh masyarakat itu sendiri dalam melakukan akivitasnya. Begitu juga yang dijelaskan oleh Arisden Purba terkait lokasi penelitian penulis bahwa keragaman suku yang berada di daerah tersebut menggunakan bahasa Simalungun untuk komunikasi sehari-harinya. Hal tersebut juga yang menyebabkan ada asumsi untuk setiap orang yang tinggal di daerah tersebut sudah dianggap sebagai suku Simaalungun.

Di desa Nagori Sait Buttu Saribu itu sendiri dengan keberagaman suku tetap menggunakan system tradisi Simalungun seperti aktivitas kebudayaan yang dilaksanakan di daerah tersebut. Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Huta Manik Saribu menggunakan bahasa Simalungun, tetapi tidak menutup kemungkinan mereka menggunakan bahasa di luar masyarakat Simalungun. Selama proses penelitian penulis di rumahnya, penulis kurang fasih menggunakan bahasa setempat dan terkadang penulis menggunakan bahasa batak,Toba dan hal itu membantu karena beliau juga bisa menggunakan bahasa

(26)

25

batak Toba juga. Ada dua asumsi yang menyebabkan hal ini terjadi yang dapat dilihat dari eksternal dan internal. Dengan didukung oleh teori Shin Nakagawa yang menyatakan bahwa adanya pengaruh terhadap suatu kebudayaan yang didasari oleh factor yang datang dari dalam dan juga dari luar. Pengaruh yang datang dari dalam maksudnya adalah pengaruh yang disebabkan oleh masyarakat yang di dalam itu sendiri, di mana yang menjadi objek yang mempengaruhi adalah manusia yang bertempat tinggal di daerah tersebut. Sebagai contoh bahwa tidak semua masyarakat Simalungun yang ada di dalamnya menikah dengan orang Simalungun juga, pasti ada kemungkinan menikah dengan orang di luar Simalungun, apalagi mengingat beragamnya suku di dalamnya. Untuk itu tidak menutup kemungkinan masyarakat asli di daerah tersebut mengetahui bahasa di luar bahasa tradisinya. Sedangkan pengaruh dari luar maksudnya bahwa dengan melihat letak geografis daerah tersebut yang dikelilingi oleh daerah suku batak Toba, sehingga kemungkinan besar masyarakat Simalungun di derah tersebut mengerti akan bahasa btak Toba tersebut. Hal ini sering juga disebut dengan kebudayaan yang “bertetangga”, di mana ada suatu kebudayaan yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya yang berdekatan.

Di samping itu, suku Simalungun memiliki bahasa yang berbeda dengan bahasa suku-suku lainnya, walaupun menurut pendapat orang bahwa bahasa Simalungun ini seperti bahasa batak Toba juga. Dalam penelitian yang dilakukan oleh P. Voorhoeve selaku pejabat pemerintah di Simalungun sejak tahun 1937 mengungkapkan bahwa bahasa Simalungun merupakan bahasa austronesia yang lebih dekat dengan bahasa Sansekerta dan banyak mempengaruhi bahasa-bahasa

(27)

26

di nusantara. Beliau menyebutkan relasi bahasa Simalungun dengan bahasa Sansekerta melalui kata-kata yang diungkapkan dalam bahasa sehari-harinya. Dari hasil penelitian tersebut juga beliau menyimpulkan bahasa Simalungun merupakan bahasa yang lebih tua umurnya dibandingkan dengan bahasa batak lainnya.

Dalam buku Tole Den Timorlan den Das Evangelium (2003:16-19) dijelaskan bahwa bahasa Simalungun dikenal ragam jenis pemakaian bahasa menurut penggunaannya,

1. Bahasa Tingkatan

Bahasa tingkatan adalah bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi kepada orang lain, di mana dalam hal ini bahasa yang digunakan memiliki posisi sendiri untuk disampaikan kepada orang lain. Orang yang dimaksud dalam komunikasi ini dilihat dari bentuk strata yang digunakan dalam sistem tradisi masyarakat Simalungun. Bahasa tingkatan dalam masyarakat Simalungun yaitu:

 Bahasa Simalungun yang digunakan khusus untuk raja maupun keluarga kerajaan seperti paramba (hamba), dongan (baginda), modom (mangkat), dll.

 Bahasa Simalungun yang digunakan dengan melihat tingkatan usia, dimana dalam hal ini bahasa yang digunakan juga melihat bagaimana menggunakan bahasa komunikasi dengan posisi usia, bahasa yang digunakan dengan usianya lebih muda, usianya lebih tua, usianya sebaya, dan bahkan juga melihat tingkatannya dalam

(28)

27

partuturan (hubungan kekerabatan). Misalnya kata yang digunakan untuk penyebutan tunggal ataupun jamak seperti kata ho dipakai untuk orang yang lebih muda usianya, kata ham digunakan untuk orang yang lebih tua usianya. Sedangkan untuk partuturan digunakan kata hanima untuk sebutan sekumpulan orng dalam posisi yang rendah derajatnya dan kata nasiam ditujukan kepada sekolompok orang yang lebih tua.

2. Bahasa Simbol

Bahasa simbol merupakan bahasa yang digunakan sebagai media untuk mengungkapkan sesuatu dengan menggunakan medium ataupun benda-benda dengan tujuan untuk menyampaika maksud-maksud tertentu. Bahasa yang digunakan dalam hal ini bukan semata-mata dengan menggunakan olahan kata yang diucap dari mulut secara langsung, melainkan menunjukkan suatu pergerakan, mimik, dan bahkan suatu benda yang pada umumnya masyarakat tersebut sudah mengerti arti dan maksudnya. Misalnya dalam permainan onja-onja di mana seorang pemuda memakai benang merah untuk menyatakan maksud bahwa sampai mati akan teap berjuang untuk mendapatkan cinta gadis idamannya.

3. Bahasa Simalungun Ratap Tangis

Bahasa Simalungun ratap tangis merupakan bahasa yang digunakan untuk mengungkapkan perasaan sedih dalam bentuk sebuah ratapan tangis dan pada umumnya bahasa ini sering dipakai ketika ada yang meninggal dunia sesuai dengan hubungan kekerabatannya. Bahasa ini sering juga disebut

(29)

28

sebagai guruni hata karena bahasa yang digunakan untuk mengucapkan sesuatu yang dianggap lebih halus. Misalnya, inang na umbalos artinya bibi, si humoyon artinya perut, simanuhot artinya mata, dan lain-lain. 4. Bahasa Simalungun Kasar

Bahasa Simalungun kasar ini sebenarnya merupakan suatu bentuk penyampaian bahasa yang berbeda dengan penggunaan bahasa yang lainnya. Bahasa ini sering juga disebut sebagai sait ni hata yaitu karena bahasa ini digunakan ketika seseorang sedang marah ataupun sedang menghina seseorang, dan pada umumnya bahasa ini digunakan karena sedang tersinggung oleh sesuatu. Misalnya kata panjamah (tangan) bahasa kassarnya tipput, mulut (babah) bahasa kasarnya tursik, dan masih banyak lagi.

5. Bahasa datu

Bahasa datu adalah bahasa yang digunakan oleh dukun dengan menggunakan bahasa tabas-tabas yang merupakan campuran dari berbagai bahasa dengan maksud-maksud tertentu seperti untuk mengobati orang, mencelakai orang, dan untuk persyaratan ritual tertentu. Bahasa yang digunakan oleh datu ini bukan secara umum diketahui oleh masyarakat Simalungun karena hanya sebagian orang yang terpilih untuk menjadi seorang datu.

Dengan demikian perbedaan penyampaian suatu bahasa akan memberikan makna yang berbeda dan disesuaikan kondisi, waktu, dan tempat tertentu. Adanya bahasa yang berbeda dalam suatu komunitas seperti di desa huta Manik Saribu

(30)

29

bukan menjadi suatu asumsi bahwa bahasa Simalungun hanya dibedakan dengan dialeknya saja dengan bahasa batak Toba. Masyarakat Simalungun sendiri memiliki kebudayaan, adat istiadat , dan bahasa sendiri untuk melaksanakan segala aktivitasnya.

2.3 Kesenian

Kesenian adalah bagian dari kebudayaan dan merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Kesenian sangat dekat dengan kebudayaan suatu masyarakat, dan hal ini juga dapat digunakan sebagai identitas diri suatu masyarakat dimana keberadaan suatu bentuk kesenian menjadi pengenal diri dalam wujud ciri dan karakter yang terdapat dalam kesenian tersebut yang disesuaikan dengan kebudayaan masyarakat tersebut. Penulis memberikan gambaran berdasarkan tulisan ini yang berbicara tentang foklor dalam konsep musikal. Dalam hal ini foklor memberikan peran tertentu untuk masyarakatnya bahwa sebuah cerita dapat menentukan norma untuk perilaku yang teratur serta meneruskan adat dan nilai-nilai kebudayaan yang ada pada masyarakat tersebut.

Kesenian merupakan suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan peraturan di mana kompleks aktivitas dan tindakan berpola dari manusia dalam masyarakatnya dan biasanya berwujud benda-benda deskriptif yang dihasilkan oleh manusia (Koentjaraningrat, 1980:395:397). Kesenian pada masyarakat Simalungun beragam dengan pengkategorian jenis kesenian yang

(31)

30

digunakan oleh masyarakatnya. Taralamsyah Saragih dalam Seminar Kebudayaan Simalungun 1964 mengatakan bahwa kesenian Simalungun dibagi atas seni musik (gual), seni tari (tor-tor), dan seni suara (doding). Pembagian wujud kesenian dalam masyarakat Simalungun ini dikembangkan dalam bentuk aktivitas kebudayaan yang terdapat dalam tradisi Simalungun. Berikut akan dideskripsikan bentuk kesenian masyarakat Simalungun.

2.3.1 Seni Musik (Gual)

Seni musik (gual) dalam masyarakat Simalungun pada umumnya digunakan untuk acara-acara hiburan, upacara adat, dan bahkan untuk bentuk persyaratan dalam upacara ritual tertentu. Untuk melengkapi upacara-upacara tersebut harus menggunakan alat-alat musik tradisional Simalungun yang sudah memiliki konsep penggunaan tertentu yang sesuai dengan fungsinya. Dalam Setia Dermawan Purba jurnal Seni Musik Vol. 5 No.1 (2009:54), beliau menjelaskan alat-alat musik Simalungun, upacara-upacara, dan bahkan nyanyian rakyat Simalungun. Sehingga menekankan bahwa masyarakat Simalungun memiliki alat musik yang bentuk penyajiannya dimainkan secara ansambel dan dimainkan secara tunggal/ solo instrument. Alat musik yang bentuk penyajiannya dimainkan secara ansambel yaitu gonrang sidua-dua dan gonrang sipitu-pitu. Gonrang sidua-dua dapat diiringi dengan alat musik sarunei bolon, sarunei buluh, tulila, sulim, ogung, mongmong, dan sitalasayak. Sedangkan gonrang sipitu-pitu dapat diiringi dengan alat musik sarunei bolon, ogung baggal, mongmong etek, dan

(32)

31

sitalasayak. Ansambel ini dimainkan dalam upacara adat Simalungun, baik upacara suka cita (malas ni uhur) maupun upacara duka cita (pusok ni uhur). Sedangkan alat musik yang dimainkan secara tunggal/ solo instrument antara lain sordam, saligung, sulim, tulila, sarune, garattung, arbab, dan husapi. Alat musik tunggal ini pada umumnya digunakan sebagai alat hiburan seperti pada saat menggembala kerbau, menjaga padi di ladang, dan hiburan pemuda-pemuda di malam hari. Berikut akan ditampilkan tabel instrumen musik Simalungun yang dilihat dari bentuk penyajiannya.

Alat musik yang yang dimainkan secara ansambel

Gonrang Sidua-dua Gonrang Sipitu-pitu

Satu buah sarune Bolon (pembawa melodi)

Dua buah gonrang (pembawa ritem) Dua buah mongmongan (pembawa ritem)

Dua buah ogung (pembawa ritem)

Satu buah sarune bolon (pembawa melodi)

Tujuh buah gonrang (pembawa ritem) Dua buah mongmongan (pembawa ritem)

Dua buah ogung (pembawa ritem)

Alat musik yang dimainkan secara tunggal/ solo intrumen Alat Musik

Surdam Sejenis flute yang dimainkan dengan

miring (oblique flute)

(33)

32

dari bambu yang ditiup dengan hidung (nose flute)

Sulim Sejenis alat musik flute yang dimainkan

dengan tiupan ke samping (side blow)

Tulila Sejenis alat musik recorder yang terbuat

dari bambu dan dimainkan secara vertikal.

Sarune Sejenis alat musik berlidah ganda yang

ditiup secara vertikal

Garattung Sejenis alat musik yang terbuat dari

kayu yang memiliki tujuh bilah kayu dengan nada yang berbeda

Arbab Sejenis alat musik yang badannya

terbuat dari tempurung kelapa yang memiliki senar sejajar dengan badannya yang dimainkan dengan cara digesek menggunakan penggesek ijuk

Husapi Sejenis alat musik lute yang memiliki

leher yang dimainkan dengan memetik senarnya.

(34)

33

Alat-alat musik tradisional Simalungun ini pada umumnya digunakan untuk upacara-upacara tertentu yang disesuaikan berdasarkan perannya. Dalam hal ini penulis memberikan sub-kategori peran alat musik ansambel untuk aktivitas budaya masyarakat Simalungun sehingga dapat dilihat tradisi apa saja yang ada pada masyarakat Simalungun. Adapun alat musik ansambel ini dapat digunakan dalam suatu upacara-upacara tertentu yaitu upacara religi, upacara adat, dan upacara ataupun acara hiburan.

Upacara religi merupakan upacara yang dilakukan dalam bentuk sistem keperrcayaan masyarakat Simalungun yang sudah diyakini sejak zaman dahulu dan bahkan mungkin sampai sekarang. Adapun upacara yang digunakan untuk upacara religi antara lain:

1) Manombah, yaitu suatu upacara yang dilakukan untuk mendekatkan diri

terhadap sembahannya. Berdasarkan keyakinannya masyarakat

Simalungun dulu percaya bahwa kehidupannya di dunia ini diberikan oleh Tuhannya dan oleh sebab itu mereka juga yakin akan keselamatan dengan melakukan upacara ini. Begitu juga dengan agama sekarang yang sudah diyakini dengan kebenaran mutlak shingga dituntut untuk dekat kepada Tuhannya.

2) Marranggir, yaitu upacara yang dilakukan untuk membersihkan badan dari perbutan-perbuatan yang tidak baik atauoun dari bentuk gangguan roh-roh jahat. Kegitan ini merupakan semacam ritual yang digunakan untuk menhindarkan diri dari bentuk-bentuk kejahatan dan kesialan diri yang datang pada dirinya sendiri. Mengingat masyarakat Simalungun dulu

(35)

34

menganut paham animisme, bahwa kekuatan roh selalu ada baik itu roh baik maupun roh jahat. Jadi untuk menghindari kekuatan yang datang dari roh jahat maka dilkukanlh ritual marranggir ini. Adapun property-properti utama yang umumnya dipakai untuk upacara ini adalah jeruk purut, bunga, tujuh rupa, dan air. Upacara ini dilakukan dengan cara memandikan diri menggunakan campuran property tersebut dan bahkan dapat diminum. 3) Ondos Hosah, yaitu upacara khusus yang dilakukan oleh suatu desa

ataupun keluarga agar terhindar dari marabahaya. Upacara ini dilakukan karena keluarga atau desa tersebut mengalami musibah ataupun masalah, sehingga diperlukan ritual ini untuk menggenapi keinginan mereka.

Upacara adat adalah upacara yang dilkukan oleh masyrakat Simalungun terkhusus dalam system tradisinya untuk melengkapi suatu bentuk sistem kemasyarakatan yang berlaku. Adapun upacara-upacara yang dilkukan dengan menggunakan ansambel tersebut adalah:

1) Marhajabuan, yaitu acara yang dilakukan untuk pemberkatan pernikahan. Acara ini merupakan suatu bentuk persyaraatn sacral yang harus dipenuhi seseorang untuk melangsungkan pernikhan, dan dalam hal ini dinyatakan bahwa pernikahan dinyatakan resmi apabila upacara ini dilakukan.

2) Mangiliki, yaitu acara yang diadakan untuk menghormati seseorang yang meninggal dunia yang usianya sudah tua dan sudah memilki cucu. Acara ini dilakukan sebagai tanda penghormatan keluarga

(36)

35

terhadap orang yang meninggal tersebut dan hal ini dijadikan untuk melihat keberadaan kelurga tersebut di tengah-tengah masyarakatnya. 3) Bagah-bagah Ni Sahalak, yaitu acara yang dilaksanakan oleh

seseorang karena adanya keinginan ataupun niatnya untuk melkukan pesta. Acara ini merupakan acara pra-pesta yang dilakukan untuk perencanaan pesta yang akan dilakukan di hari ke depan sehingga periapan-persiapan yang dibutuhkan untk hari selanjutnya sudah dapat dipersiapkan.

4) Mamongkot Ruma Bayu, yaitu acara memasuki rumah baru agar orang yang menempati rumah tersebut mendapatkan rejeki dan terhindar dari segala bentuk masalah. Dan acara ini sekaligus menjadi suatu bentuk partisipasi orang yang menempati rumh tersebut terhadap warga di lingkungan setempat dan menjadin salah satu bentuk silahturami. 5) Patuekkon, yaitu acara untuk memberi nama seseorang dengan cara

memandikannya dengan air. Hal ini dilakukan untuk pemberin nama yang cocok untuk orang tersebut karena masyarakat Simalungun meyakini bahwa nama memberikan makna terhadap orang tersebut sehingga dibutuhkan acara ini untuk pembuatan namanya.

Acara hiburan maksudnya adalah acara yang dilakukan untuk menghibur diri maupun orang lain tanpa ada aturan yang harus diikuti seperti upacara-upacara adat dan religi. Adapun ansambel tersebut digunakan dalam acara:

1) Rondang Bittang, pada awalnya merupakan acara tahunan yang diadakan oleh masyarakat Simalungun karena mendapatkan hasil panen yang baik.

(37)

36

Dan di sini menjadi kesempatan para muda-mudi untuk mendapatkn jodoh. Tapi sekarang rondang bittang digunakan dalam bentuk pesta tahunan dengan rangka silahturahmi antar desa di Simalungun sekaligus suatu bentuk pelestarian kebudayaan Simalungun karena dalam acara ini diadakan juga pentas kesenian tradisional Simalungun.

2) Marilah, yaitu acara muda-mudi yang bernyanyi bersama di suatu desa. Kegiatan ini dilakukan untuk mempererat hubungan antar muda-mudi sehingga keakraban yang ada di desa membentuk kemakmuran di desa tersebut.

3) Mangalo-alo tamu, yaitu acara yang digunakan untuk menyambut tamu dari luar daerah. Acara ini digunakan sekedar hiburan ramah tamah kepada tamu yang datang dari luar daerah sehingga menunjukkan suatu bentuk silahturahmi.

4)

2.3.2 Seni Tari (Tor-tor)

Seni tari (tor-tor) dalam masyarakat Simalungun merupakan suatu bentuk identitas khas yang menunjukkan cirri Simalungun. Hal ini dapat dilihat dari pergerakan-pergerakan yang dilakukan saat melakukan tor-tor yang berbeda dengan tari yang yang dilakukan oleh kebudayan lain. Tor-tor pada umumnya digunakan dalam upacara-upacara adat maupun ritual dengan diiringi oleh music untuk melengkapinya. Adapun tor-tor Simalungun yang sering dipertunjukkan antara lain:

(38)

37

1) Tor-tor Huda-huda/ Toping-toping, yaitu tarian yang dilakukan untuk menghibur keluarga maupun orang yang melayat di mana orang yang meninggal tersebut sudah sayurmatua atau sudah berusia uzur (lanjut usia). Tarian ini dulunya digunakan untuk menghibur keluarga raja karena anaknya meninggal agar tidak larut dalam kesedihan. Dan sekarang juga tarian ini sudah digunakan dalam konteks pertunjukan seperti yang diadakan dalam pestaa Rondang Bittang. Tarian ini menggunakan media topeng dengan sepasang pemain toping-toping dan satu orang pemain huda-huda yang menirukan gerakan kuda.

2) Tor-tor Turahan, yaitu tor-tor yang dilakukan untuk menarik batang pohon ataupun kayu yang ada di hutan yang digunakan untuk membangun istana kerajaaan. Salah seorang dari penari tersebut akan mengambil dedaunan dengan rantingnya dan kemudian mengibaskannya ke batang kayu dan ke badan orang-orang yang menariknya untuk memberi semangat. Kegiatan ini dilakukan sambil menari agar para pekerja tersebut tidak mudah lelah dan akan lebih semangat lagi.

3) Tor-tor Sombah, yaitu tor-tor yang digunakan untuk menyambut tanu (tondong) yang datang dalam sebuah acara maupun upacara. Tor-tor ini dilakukan sebagai tanda penghormatan terhadap keluarga maupun tamu yang datang.

(39)

38

2.3.3 Seni Suara (doding)

Seni suara atau masyarakat Simalungun sebutkan dengan doding merupakan seni vokal yang melantunkan rasa Simalungun. Rasa dalam hal ini maksud penulis merupakan sebuah teknik yang dapat menghasilkan suara khas Simalungun yang disebut dengan inggou (lihat Bab I hal.4). Hal ini juga dapat disebut sebagai identitas musikal Simalungun yang membedakannya dengan gaya tradisi kebudayaan daerah lainnya.

Seni suara/ doding dalam masyarakat Simalungun memiliki jenis yang berbeda dengan peran yang berbeda pula yang disesuaikan berdasarkan penggunaanya (Dermawan Purba 2009:61). Adapun jenis doding tersebut antara lain:

1) Taur-taur, yaitu nyanyian yang dinyanyikan oleh sepasang muda-mudi untuk mengungkapkann perasaan mereka satu sama lain. Dalam melakukan taur-taur, sepasang muda-mudi tersebut akan melakukan dialog musikal yang membicarakan tentang perasaan mereka (asmara) dan mereka melakukannya secara bergantian.

2) Ilah, yaitu nyanyian yang dinyanyikan oleh sekelompok pemuda-pemudi untuk menunjukkan suatu bentuk keakraban dalam komunitas tersebut. Nyanyian ini dilakukan dengan bertepuk tangan bersama dalam posisi membentuk lingkaran.

3) Doding-doding, yaitu nyanyian yang dilakukan oleh seseorang maupun sekelompok orang untuk menyampaikan sesuatu baik itu dalam bentuk pujian, sindiran, dan bahkan dalam bentuk cerita. Nyanyian ini

(40)

39

dinyanyikan untuk mengungkapkan sesuatu baik itu perasaan sedih, sepi, dan juga untuk menyampaikan pesan. Terkait tulisan ini yang membahas tentang sebuah lagu yang sifatnya bercerita dengan judul parenjak-enjak ni huda sitajur akan menambah pemahaman tentang doding tersebut.

4) Urdo-urdo, yaitu nyanyian yang digunakan untuk menidurkan seorang anak. Hal ini biasanya dilakukan oleh seorang ibu kepada anaknya maupun seorang anak perempuan kepada adiknya. Urdp-urdo ini merupakan suatu bentuk kebiasaan yang dilkukan oleh masyarakat Simalungun untuk menidurkan anaknya karena hal itu diyakini akan membuat si anak dapat tidur lebih nyenyak dan bahkan membantu si anak untuk lebih merespon kepada orang tuanya.

5) Tihtah, yaitu nyanyian yang digunakan untuk mengajak seorang anak untuk bermain. Tihtah hampis sama dengan urdo, bedanya urdo-urdo untuk menidurkan anak sementara tihtah untuk bermain.

6) Tangis-tangis, yaitu nyanyian yang dinyanyikan oleh seorang istri karena suaminya telah meninggal. Nyanyian ini digunakan untuk meratapi kesedihannya atas meninggalnya suaminya. Tangis-tangis ini juga digunakan oleh seorang gadis yang akan menikah yang ditujukan kepada keluarga yang akan ditinggalkannya untuk mengungkapkan kesedihannya. 7) Manalunda/ Mangmang, yaitu mantra yang dinyanyikan oleh seorang datu

dalam melakukan ritual tertentu seperti dalam menembuhkan suatu penyakit. Manalunda/ mangmang ini dulunya digunakan untuk

(41)

40

menobatkan seorang raja agar diberi berkat dalam menjalani tahtanya sebagai seorang raja.

Di luar dari ketiga bentuk kesenian yang diungkapkan oleh Taralamsyah Saragih, masih ada bentuk kesenian lain Simalungun yang sampai saat ini masih dapat dilihat. Berdasarkan pengalaman penulis dalam pesta rondang bittang15 di Saribu Dolok, masih ada kesenian-kesenian Simalungun yang perlu dilestarikan seperti

1) Dihar, yaitu seni bela diri yang dipelajari untuk melindungi dirinya dari ancaman orang lain.

2) Gorga, yaitu seni ukir yang terdapat di dinding-dinding rumah dengan motif-moif khas Simalungun. Dan untuk menambahi estetikanya rumah tersebut juga dihiasi dengan seni patung yang terbuat dari batu maupun kayu.

3) Hiou, yaitu seni tenun yang dibentuk dari benang-benang untuk membuat sebuah selendang dengan motif-motif khas Simalungun. Seni dilakukan dengan tradisional ataupun buatan tangan dan bukan buatan pabrik. Seni ini massih dipertahankan hingga saat ini melihat mutu buatan tangan tersebut lebih bagus daripada buatan pabrik.

Bentuk-bentuk kesenian Simalungun tersebut merupakan kekayaan budaya yang harus dilestarikan. Melihat eksistensi sebuah tradisi yang sudah melemah dalam ruang lingkup perkembangan zaman sekarang ini membuat keberadaanya susah

15 Dalam pesta rondang bittang menampilkan segala bentuk kegiatan aktivitas budaya terlebih

dalam bidang kesenian. Acara ini diselenggrakan oleh pihak instansi-instansi daerah Kabupaten Simalungun yang dilakukan setiap tahunnya dengan didukung oleh msyarakat Simalungun secara keseluruhan yang terdiri dari 32 kecamatan. Dalam pesta rondng bittang tersebut setiap kecamatannya menampilkan setiap kesenian Simalungun yang ada untuk dipertandingkan dengan kecamatan yang lainnya. Dalam kegiatan inilah dapat dilihat kekayan kebudayaaan Simalungun terutama dalam bidang kesenian.

(42)

41

dijangkau bahkan oleh masyarakatnya sendiri. Melihat bahan pembahasan tulisan ini (tradisi parenjak-enjak ni huda sitajur) yang membahas tentang suatu bentuk kesenian yang sudah hampir tidak terlihat keberadaannya. Kesenian tradisi seperti ini baik di luar kebudayaan Simalungun akan segera hilang apabila tidak didukung oleh masyarakatnya sendiri. Mengingat kesenian tradisional sekarang ini banyak ditinggalkan oleh masyarakatnya karena kurang sesuai dengan perkembangan zaman.

(43)

42

BAB III

HUSAPI SIMALUNGUN DALAM LAGU PARENJAK-ENJAK NI HUDA

SITAJUR

Masyarakat Simalungun memiliki tradisi lisan dalam bentuk nyanyian yang sifatnya bercerita yaitu parenjak-enjak ni huda sitajur. Dalam Setia Dermawan Purba kemudian dijelaskan bahwa nyanyian seperti ini dikategorikan dalam nyanyian rakyat yang bergenre atau berbentuk foklor yang disampaikan secara lisan dan berbentuk tradisional. Foklor yang dimaksud adalah cerita rakyat yang disampaikan secara tradisional. Dalam masyarakat Simalungun masih dikenal cerita-cerita rakyat atau dapat disebut sebagai foklor yang diyakini sebagai fakta maupun sebagai mitos. Ada banyak foklor yang diyakini oleh masyarakat Simalungun dengan berbagai jenis kategori pengaplikasian dalam ceritanya khususnya untuk keseniannya seperi foklor yang diceritakan untuk menciptakan sesuatu seperti membuat alat musik, foklor yang diceritakan semata-mata sebagai cerita yang harus dikenang, dan juga foklor yang diceritakaan kemudian diaplikasikan dalam sebuah konsep musikal.

Dalam tulisan ini penulis lebih terfokus terhadap foklor yang diceritakan kemudian diaplikasikan ke dalam bentuk konsep musikal. Dalam konsep musikal di sini maksudnya adalah suatu cerita yang diceritakan kepada pendengar dalam bentuk cerita yang dinyanyikan. Untuk itu penulis juga akan lebih menjelaskan instrumen musik sebagai pendukung cerita tersebut, sehingga terlihat lebih jelas

(44)

43

pengaplikasian yang dimaksud sebagai foklor yang diceritakan dalam sebuah konsep musikal.

3.1 Parenjak-enjak Ni Huda Sitajur

Ada begitu banyak cerita foklor yang ditradisikan oleh masyarakat Simalungun, dan salah satunya adalah parenjak-enjak ni huda sitajur. Parenjak-enjak ni huda sitajur adalah sebuah cerita rakyat yang berasal dari kecamatan Sidamanik Simalungun yang menceritakan tentang sebuah perang saudara antar kerajaan. Sebuah peperangan yang terjadi di zaman kerajaan Simalungun dulu telah memberikan sebuah cerita yang menjadi salah satu bagian kebudayaannya terkhusus menjadi bagian dari keseniannya.

Adapun kebudayaan ini diyakini sebagai tradisi yang sakral, dan tidak sembarangan orang yang dapat menuturkan ceritanya. Penulis berani beranggapan seperti itu karena pada saat pertama kali penulis melakukan penelitian ke daerah Sidamanik tepatnya di rumah bapak Arisden Purba, penulis sempat dibingungkan tentang kebenaran dari cerita tersebut. Informan penulis pada awalnya tidak mau menceritakan bagaimana cerita sejarah parenjak-enjak ni huda sitajur tersebut karena takut memberikan informasi yang salah. Dan menurut keterangan beliau bahwa cerita tersebut lebih layak diceritakan oleh keturunan marga Sidamanik untuk memberikan kepastiannya. Hal ini disebabkan oleh bagian dari cerita tersebut melibatkan raja Sidamanik yang turut membuat sejarah tersebut. Kekompleksan sejarah ini memberikan relasi antara cerita

(45)

44

dengan peran yang terlibat dalam cerita tersebut yang dapat dilihat dengan kondisi sekarang.

Walaupun penulis mendapat cerita ini bukan dari keturunan marga Sidamanik, tidak menjamin bahwa cerita ini tidak dinyatakan benar. Karena informan penulis bapak Arisden Purba mendapatkan sejarah cerita ini dari ayah beliau dan ayahnya tersebut mendapatkan informasinya dari seorang keturunan raja Sidamanik juga. Informasi tentang sejarah parenjak-enjak ni huda sitajur ini didapat beliau secara oral dari ayahnya. Dalam hal ini penulis tidak akan melihat titik kebenaran dari sejarah yang membentuk kebudayaan tersebut sebagaimana konsep dan sifat kebudayaan. Sehingga saat ini yang penulis utamakan bukan siapa melainkan mengapa dan bagaimana kebudayaan ini bisa lahir dalam tradisi masyarakat Simalungun. Berikut penulis akan menceritakan sejarah terjadinya kebudayaan parenjak-enjak ni huda sitajur berdasarkan informasi dari wawancara dengan informan pangkal.

Awal ceritanya dimulai pada zaman kerajaan Simalungun terdahulu yang memiliki dua orang keturunan yang juga akan memilki tahta dan bagian kekuasaan wilayah masing-masing. Anak pertama namanya raja Siattar dan anak kedua namanya raja Manik Hasian (menurut informan hal inilah yang diyakini dengan posisi wilayah kabupaten Simalungun yaitu daerah Siantar untuk raja Siattar dan daerah Sidamanik untuk raja Manik Hasian) dan singkat cerita mereka sudah mempunyai daerah kekuasaan masing-masing. Pada saat itu ada seekor kuda perang yang terkenal dengan kegesitan dan kehebatannya dalam berlari, dan di saat yang sama kuda tersebut sudah dimiliki oleh raja Manik Hasian. Kuda

Gambar

Foto 4.1 Arisden Purba memegang husapi dari depan
Foto 4.3 Arisden Purba mendudukkan husapi di kakinya
Foto 4.4 Arisden Purba menyetem husapi
Foto 4.5 Posisi jari dalam memainkan husapi
+3

Referensi

Dokumen terkait

$ami juga akan belajar tentang strategi umpan digunakan oleh penyerang untuk mengganggu respon pertahanan hormon-mediated pada tanaman, dan kami akan menjelaskan bagaimana

Berikut ini adalah pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan Pemeriksaan Pajak, Penagihan Pajak, Norma Moral dan Kebijakan Sunset Policy terhadap Peningkatan

RUPS merupakan wadah bagi para Pemegang Saham untuk mengambil keputusan penting berkenaan dengan operasional perusahaan, karena didalamnya membahas serta meminta

Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti mempunyai gagasan untuk mengadakan penelitian tentang adakah korelasi kecerdasan spiritual dengan motivasi belajar siswa pada

Dengan demikian, dari keterangan beberapa informan tersebut diketahui bahwa faktor penghambat dalam proses rekrutmen dan seleksi CPNS honorer Kategori II di

Target dan realisasi kegiatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis BPKP sampai dengan Triwulan II tahun 2017 sebagai berikut:.. Tanret Per T r lwulan

bebas riba. 2) Barang yang diperjual belikan tidak diharamkan oleh syariah Islam.. 3) Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah

Redaksi jmal kinetika Mdguupk& lenma Kasin atcs p&tisipasinya naskah dai pcnulis. l,6giri6d aftlkel s6ta korespodensi dapol