• Tidak ada hasil yang ditemukan

referat katarak

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "referat katarak"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Katarak adalah kondisi kekeruhan pada lensa kristalina, yang akan menyebabkan turunnya tajam penglihatan dan akan menyebabkan gangguan penglihatan yang lain . Penuaan adalah salah satu penyebab terbanyak. Katarak dapat juga disebabkan oleh trauma, adanya penyakit sistemik, merokok, dan genetik (Harper &Shock, 2009).

WHO (2000) menyatakan bahwa sekitar 38 juta orang menderita kebutaan, dan 110 juta orang mengalami penurunan penglihatan. Perhitungan terakhir menyatakan bahwa katarak terkait usia merupakan 48% penyebab kebutaan di seluruh dunia. Diperkirakan 1 dari 1000 populasi akan menderita katarak pada setiap tahun di Afrika dan Asia. Prevalensi katarak pada individu berusia 65-74 tahun sebesar 50%, dan meningkat hingga 70% pada usia di atas 75 tahun (Harper &Shock, 2009).

Katarak juga merupakan penyebab utama kebutaan di Indonesia. Prevalensi buta karena katarak 0,78% dari prevalensi kebutaan 1,5%. Hampir 16 – 20% buta katarak dialami oleh penduduk Indonesia pada usia 40-54 tahun yang masih termasuk dalam kelompok usia produktif. Katarak dapat direhabilitasi dengan tindakan bedah, tetapi pelayanan bedah katarak di Indonesia belum merata. Diperkirakan bahwa jumlah buta katarak di Indonesia akan meningkat dua kali pada tahun 2020 (BPPK Depkes RI, 2008). Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis ingin membahas lebih lanjut mengenai katarak dalam referat ini.

B. TUJUAN

Tujuan penyusunan referat ini antara lain: 1. Mengetahui definisi dan etiologi dari katarak 2. Mengetahui patogenesis dari katarak

(2)

4. Mengetahui tindakan bedah yang dibutuhkan dalam manajemen katarak dan komplikasi katarak.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Katarak merupakan kondisi kekeruhan pada lensa atau penurunan progresif kejernihan lensa. Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies yang berarti air terjun. Katarak disebut bular dalam bahasa Indonesia, yaitu kondisi dimana penglihatan seperti tertutup air terjun karena lensa yang keruh (Ilyas &Yulianti, 2013; Harper& Shock, 2009; Corwin, 2001).

Katarak dapat terjadi akibat kondisi hidrasi atau penambahan cairan pada lensa, denaturasi protein lensa, atau akibat keduanya. Kekeruhan lensa biasanya mengenai kedua mata dan ditunjukkan dengan lensa yang berwarna putih keabuan sehingga akan menyebabkan ketajaman penglihatan berkurang (Ilyas & Yulianti, 2013; Corwin, 2001).

B. ANATOMI LENSA

Lensa kristalina merupakan suatu struktur bikonveks, tak berwarna, dan transparan. Lensa tidak memiliki vaskularisasi dan inervasi. Aqueous humor berfungsi untuk suplai nutrisi lensa dan untuk membawa hasil metabolisme lensa. Lensa terletak di posterior iris dan di anterior corpus vitreous. Lensa digantungkan oleh zonula di belakang iris, dan zonula menghubungkan lensa dengan corpus ciliare (AAO, 2011; Harper & Shock, 2009).

Polus anterior dan polus posterior lensa jika dihubungkan akan membentuk garis imajiner yang disebut aksis optikus. Garis yang melewati polus anterior dan posterior disebut meridian. Ekuator lensa memiliki keliling lensa yang paling besar (AAO, 2011).

Lensa dapat merefraksikan cahaya karena memiliki indeks refraksi, yaitu sebesar 1,4 di bagian sentral dan 1,36 di bagian perifer. Dalam keadaan tidak berakomodasi, lensa memiliki kemampuan sebesar 15-20 dioptri (D) dari kemampuan mata seluruhnya yaitu sebesar 60 D (AAO, 2011).

Kapsul lensa adalah membrana basalis yang elastis dan transparan tersusun atas kolagen tipe IV yang dilapisi oleh sel epitel. Lapisan terluar dari kapsul lensa, lamela zonuler, adalah bagian yang melekat pada serat zonula.

(3)

Kapsul lensa lebih tebal di bagian anterior dan posterior bagian preequator, lebih tipis di bagian sentral polis posterior (AAO, 2011).

Gambar 1. Gambaran Skematik Lensa

Ketika serat baru diproduksi, serat tersebut akan memadat bersama dengan serat yang terbentuk sebelumnya. Hal ini menyebabkan serat yang pertama terbentuk akan berada di bagian sentral (AAO, 2011).

Gambar 2. Lensa Kristalina C. FISIOLOGI LENSA

Lensa memiliki mekanisme untuk mengatur keseimbangan air dan elektrolit, yang berfungsi untuk mengatur transparansi lensa.

(4)

Ketidakseimbangan hidrasi seluler dapat menyebabkan opasifikasi. Lensa manusia mengandung hampir 66% air dan 33% protein. Korteks lensa lebih terhidrasi dibandingkan nukleus (AAO, 2011).

Lensa juga memiliki mekanisme untuk mengubah fokus gambar dari jauh menjadi dekat dan sebaliknya, disebut dengan akomodasi. Lensa akan mengubah bentuk sesuai dengan muskulus siliaris. Sesuai dengan pertambahan usia, maka lensa akan menjadi lebih rigid, dan terjadi perubahan kurvatura anterior. Mekanisme perubahan bentuk lensa saat akomodasi terjadi pada permukaan kapsul anterior di bagian sentral, yang lebih tipis dibandingkan dengan permukaan perifer. Selain itu serat zonula bagian anterior berinsersio lebih dekat dengan aksis visual dibandingkan dengan serat zonula posterior (AAO, 2011).

D. ETIOLOGI

Katarak pada umumnya disebabkan karena perubahan degeneratif pada lensa. Beberapa faktor lain yang dapat menimbulkan katarak antara lain (AAO, 2011; Ilyas & Yulianti, 2013):

1. Penyakit metabolik seperti diabetes melitus, galaktosemi, hipokalsemi, wilson disease, distrofi miotonik

2. Obat-obatan seperti kortikosteroid, klorpromazin, fenotiazin, miotikum, amiodaron, dan statin

3. Trauma seperti kontusio, perforasi, radiasi, kimia, benda asing, metalosis, dan elektrik

4. Defisiensi nutrisi seperti vitamin C, vitamin E, dan karotenoid 5. Rokok dan alkohol

6. Penyakit mata yang mendahului seperti uveitis dan glaukoma 7. Penyakit kulit seperti dermatitis atopik

8. Penyakit pada sistem saraf pusat seperti neurofibroma tipe II, sindrom Zellweger, dan Norrie’s disease

9. Infeksi selama masa kehamilan seperti pada katarak kongenital 10. Mutasi genetik, seperti pada sindrom Down, sindrom Cri du chat,

sindrom Turner, sindrom Patau. E. PENEGAKKAN DIAGNOSIS

Gejala yang dapat ditemukan pada pasien katarak adalah adanya penurunan ketajaman penglihatan, terutama pada pasien dengan katarak senilis. Pada katarak subkapsular posterior penurunan ketajaman penglihatan pada penglihatan dekat lebih berat dibandingkan dengan penglihatan jauh

(5)

karena adanya akomodasi miosis. Katarak sklerosis nuklear akan menimbulkan gejala penurunan ketajaman penglihatan jauh, dan penglihatan dekat yang baik. Katarak kortikal pada umumnya tidak menimbulkan gejala hingga katarak mencapat aksis penglihatan. Pasien juga dapat mengeluhkan gejala silau (AOA, 2010).

Pemeriksaan rutin yang diperlukan adalah pemeriksaan visus, menggunakan kartu Snellen atau chart projector dengan koreksi terbaik menggunakan pinhole dan pemeriksaan funduskopi jika masih memungkinkan. Pemeriksaan slit lamp dilakukan untuk melihat segmen anterior. Tekanan intraokuler (TIO) diukur dengan menggunakan tonometer non contact, aplanasi atau Schiotz. Jika TIO dalam batas normal maka dapat diberikan midriatikum, sehingga dapat menilai derajat katarak pasien. Pemeriksaan penunjang USG dapat dilakukan untuk menyingkirkan adanya kelainan mata selain katarak. Jika akan dilakukan tindakan pembedahan maka dilakukan pemeriksaan tambahan seperti biometri untuk mengukur kekuatan lensa intraokular yang akan diimplantasi untuk pasien, dan retinometri untuk mengetahui prognosis ketajaman penglihatan setelah operasi (INASCRS, 2011).

Tabel 1. Derajat Katarak Berdasarkan Lokasi

Tipe Katarak Derajat I Derajat II Derajat III Derajat IV Nukleus

Kekeruhan dan sklerosis dari nukleus lensa

Ringan Sedang Nyata Berat

Kortikal Persentase spasium intrapupil yang terdapat kekeruhan 10% 10%-50% 50%-90% >90% Subkapsular posterior Persentase area kapsular posterior yang terdapat kekeruhan 3 % 30 % 50% >50% F. PATOGENESIS

(6)

Transparansi lensa disebabkan karena serat-serat lensa yang tersususn secara teratur, sehingga sitoplasma serat lensa juga tersusun teratur. Hal ini akan menyebabkan jumlah spasium ekstraseluler minimal. Disorganisasi dari serat lensa atau sitoplasma dalam serat lensa akan menyebabkan berkembangnya katarak (Brown, 2001).

Pada katarak terkait usia, lensa akan menjadi keruh karena terjadi agregasi protein, yang memicu terjadinya perubahan susunan serat lensa. Berkas cahaya akan terpencar bahkan terpantul. Radikal bebas dan kondisi malnutrisi diduga memiliki mekanisme yang serupa. Radikal bebas akan menyebabkan menurunkan kadar ATP dan glutation, sedangkan glutation merupakan antioksidan utama dalam tubuh. Protein lensa menjadi rusak dan menyebabkan katarak (Brown, 2001).

Proses degenerasi juga akan menyebabkan perubahan struktur membran, lensa kekurangan air sehingga menjadi lebih padat. Lensa akan menjadi keras di bagian tengah dan kemampuan untuk memfokuskan benda akan berkurang (Youngson, 2005).

Perubahan yang terjadi pada lensa akan menyebabkan penurunan ketajaman penglihatan. Pada katarak dengan sklerosis nuklear dapat terjadi peningkatan miopi. Katarak subkapsular posterior kebanyakan disebabkan oleh diabetes melitus. Kondisi hiperglikemi akan menyebabkan peningkatan sorbitol, sehingga tekanan osmotik meningkat dan menyebabkan edem seluler (Brown, 2001).

G. KLASIFIKASI

Katarak berdasarkan usia dapat diklasifikasikan dalam 3 kategori, antara lain (Ilyas & Yulianti, 2013):

1. Katarak Kongenital

Katarak kongenital adalah katarak yang telah terjadi sebelum atau segera setelah bayi lahir dan bayi berusia < 1 tahun. Katarak kongenital adalah kekeruhan lensa yang timbul sebagai kejadian primer atau berhubungan dengan penyakit ibu dan janin. Katarak kongenital biasanya tampak sebagai katarak putih yang padat dan besar yang disebut dengan leukokoria. Penyebab katarak kongenital dapat diketahui dengan pemeriksaan riwayat prenatal

(7)

infeksi ibu seperti rubela dan riwayat pemakaian obat selama kehamilan (Ilyas& Yulianti, 2013; Harper & Shock, 2009).

Katarak kongenital memiliki beberapa bentuk antara lain (Ilyas & Yulianti, 2013):

- Katarak piramidalis atau polaris anterior - Katarak piramidalis atau polaris posterior - Katarak zonularis atau lamelaris

- Katarak pungtata.

Katarak kongenital memiliki penyulit yaitu makula lutea kurang mendapatkan rangsangan sehingga tidak dapat berkembang sempurna. Visus pasien biasanya tidak dapat mencapai 5/5. Hal ini disebut ambliopia sensoris. Hal ini menyebabkan katarak kongenital harus ditangani dalam 2 bulan pertama kehidupan. Katarak kongenital dapat menimbulkan komplikasi seperti nistagmus dan strabismus (Ilyas & Yulianti, 2013; Harper & Shock, 2009).

2. Katarak Juvenil

Katarak juvenil terjadi pada usia > 3 bulan dan < 9 tahun. Katarak juvenil biasanya merupakan kelanjutan dari katarak kongenital. Katarak juvenil biasanya memiliki penyulit berupa penyakit sistemik atau metabolik seperti diabetes melitus, kondisi hipokalasemi seperti tetani, defisiensi gizi, kondisi distrofi miotonik, dan kondisi trauma (Ilyas & Yulianti, 2013).

3. Katarak Senilis

Katarak senilis adalah kekeruhan lensa yang terjadi pada usia lanjut > 50 tahun. Perkembangan katarak senilis berjalan lambat dan selama bertahun-tahun. Kekeruhan pada katarak senilis dapat terjadi pada bagian nukleus, kortikal, atau subkapsular posterior. Katarak nuklear terjadi akibat adanya proses kondensasi dalam nukleus, sehingga menyebabkan terjadinys sklerosis nuklear. Gejala yang biasanya timbul adalah penglihatan dekat yang membaik tanpa kacamata. Hal ini disebabkan karena fokus lensa di bagian senrral meningkat, sehingga refraksi bergeser ke miopia. Gejala lain yang timbul adalah diskriminasi warna yang buruk dan diplopia monokular. Katarak nuklear cenderung bilateral (Ilyas & Yulianti, 2013; Harper & Shock, 2009).

(8)

Gambar 3. Sklerosis nukleus pada katarak nuklear

Katarak kortikal terjadi karena adanya perubahan hidrasi serat lensa yang menyebabkan terbentuknya celah dalam pola radial di sekeliling daerah ekuator. Katarak subkapsular posterior akan menimbulkan gejala seperti silau dan penurunan penglihatan pada kondisi pencahayaan yang terang. Katarak subkapsular posterior dapat timbul akibat adanya trauma, penggunan kortikosteroid topikal atau sistemik, adanya peradangan, ataupun pajanan radiasi (Harper & Shock, 2009).

(9)

Gambar 4. Katarak Kortikal dan Katarak Subkapsular Posterior. Katarak senilis memiliki 4 stadium, yaitu katarak insipien, imatur atau intumesen, matur dan hipermatur. Katarak insipien jika kekeruhan masih ringan. Kekeruhan berasal dari tepi ekuator, berbentuk jeruji dan menuju korteks anterior dan posterior. Katarak imatur jika kekeruhan mencapai sebagian lensa dan disertai dengan pembengkakan lensa karena lensa menjadi higroskopis. Katarak imatur menyebabkan miopia lentikular dan dapat menimbulkan penyulit glaukoma. Katarak matur jika kekeruhan telah mengenai seluruh bagian lensa. Pada katarak hipermatur, protein di bagian korteks mencair. Cairan akan keluar dari kapsul sehingga lensa akan mengerut. Katarak hipermarur dengan nukleus lensa yang terbenam di dalam korteks lensa disebut katarak Morgagni (Harper &Shock, 2009; Ilyas & Yulianti, 2013).

Tabel 2. Perbedaan Stadium Katarak Senilis

Insipien Imatur Matur Hipermatur Kekeruhan Ringan Sebagian Seluruh Masif Cairan lensa Normal Bertambah Normal Berkurang

Iris Normal Terdorong Normal Tremulans

COA Normal Dangkal Normal Dalam

Sudut COA Normal Sempit Normal Terbuka

Iris Shadow Negatif Positif Negatif Pseudopos

Penyulit - Glaukoma - Uveitis +

(10)

Selain klasifikasi berdasarkan usia, katarak juga dapat diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya antara lain (Harper & Shock, 2009; Ilyas & Yulianti, 2013; AAO, 2011):

1. Katarak Traumatik

Trauma yang dapat menyebabkan katarak meliputi trauma tumpul atau kontusio, perforasi atau penetrasi, trauma radiasi, elektrik, metalosis, dan benda asing. Trauma tumpul pada mata biasanya ditandai dengan adanya vossius ring pada bagian anterior lensa yang berasal dari pigmen iris yang menempel pada lensa. Trauma tumpul tanpa perforasi dapat menyebabkan opasifikasi secara akut atau perlahan. Opasitas yang disebabkan biasanya berbentuk stelata atau roset, dan biasanya berlokasi di aksis penglihatan dan mencapai kapsul posterior lensa. Trauma tumpul juga dapat menyebabkan luksasi dari lensa jika mengenai zonula zinni. Adanya luksasi lensa akan menyebabkan gangguan akomodasi, diplopia monokuler, dan astigmatisma (AAO, 2011).

Trauma penetrasi atau perforasi dapat menyebabkan opasifikasi korteks lensa pada bagian yang terkena trauma. Opasifikasi akan berkembang secara cepat. Trauma radiasi memiliki progresivitas yang lambat. Pajanan radiasi inframerah dapat menyebabkan glassblowers cataract, karena pajanan panas dengan intensitas tinggi kepada mata akan menyebabkan lapisan terluar dari kapsul anterior lensa mengelupas. Pajanan radiasi ultraviolet pada sinar matahari dalam jangka waktu lama biasanya akan menyebabkan katarak kortikal (AAO, 2011; Harper & Shock, 2011).

Trauma kimia yang paling sering menyebabkan katarak adalah trauma alkali, karena alkali mengandung senyawa yang dapat menembus mata secara cepat. Trauma asam jarang menyebabkan katarak karena lebih sulit untuk menembus mata (AAO,2011).

2. Katarak Komplikata

Katarak komplikata adalah kekeruhan pada lensa yang disebabkan penyakit intraokular lain. Adanya penyakit intraokular

(11)

sebelumnya akan menyebabkan perubahan sirkulasi yang akan menghambat nutrisi dari lensa. Terdapat beberapa kondisi yang yang dapat menyebabkan katarak komplikata antara lain (Khurana, 2005):

a. Inflamasi

Meliputi inflamasi pada uvea seperti iridosiklitis, parsplanitis, dan koroiditis; ulkus kornea dengan hipopion; dan endoftalmitis.

b. Kondisi degeneratif

Meliputi retinitis pigmentosa dan degenerasi korioretina miopikum.

c. Pengelupasan retina

d. Glaukoma primer dan sekunder

Peningkatan tekanan intraokular (TIO) diduga sebagai penyebab utama.

e. Tumor intraokular

Meliputi retinoblastoma atau melanoma. Tumor intraokular biasanya menyebabkan katarak komplikata pada stadium akhir.

Katarak komplikata pada umumnya terjadi dalam 2 bentuk yaitu (Khurana, 2005):

a. Katarak komplikata kortikal posterior

Katarak terjadi karena adanya pengaruh dari segmen posterior. Perubahan lensa terjadi di bagian kapsula posterior. Kekeruhan berbentuk iregular dengan densitas bervariasi. Pemeriksaan slit-lamp akan menunjukan gambaran bread crumb. Pada korteks tampak bercak kekuningan. Kekeruhan akan menyebar memenuhi korteks, sehingga seluruh bagian akan berubah menjadi opak (Khurana, 2005; Ilyas & Yulianti, 2013).

b. Katarak komplikata kortikal anterior

Terjadi karena adanya lesi pada segmen anterior seperti glaukoma, ulkus kornea dengan hipopion, dan iritis akut. Tampak gambaran vakuola pada kapsul anterior, diikuti dengan adanya kekeruhan pada serat kortikal

(12)

dan penebalan dari kapsula anterior (Khurana, 2005; Ilyas & Yulianti, 2013).

3. Katarak Akibat Penyakit Sistemik

Katarak bilateral dapat disebabkan oleh berbagai gangguan sistemik seperti diabetes melitus, hipokalsemia, distrofi miotonik, dermatitis atopik, galaktosemia, dan sindroma Lowe, Werner, dan Down. Katarak merupakan penyebab umum gangguan penglihatan pada pasien diabetes. Kadar glukosa darah yang meningkat akan menyebabkan peningkatan glukosa pada humor aqueous. Glukosa dari aqueous akan memasuki lensa, sehingga kadar glukosa akan meningkat. Beberapa senyawa glukosa akan diubah menjadi sorbitol oleh enzim aldose reductase. Metabolisme sorbitol di lensa berjalan lambat dan akan terakumulasi di sitoplasma sel lensa, yag akan menyebabkan peningkatan tekanan osmotik dan terjadi influks air, sehingga serat lensa akan cenderung edem (AAO, 2011).

Katarak diabetik akut disebut juga snowflake cataract, terjadi bilateral pada bagian subkapsular lensa dengan gambaran kekeruhan multipel, biasanya pada usia muda dengan diabetes melitus yang tidak terkontrol. Dapat terbentuk vakuola dan celah pada korteks (AAO, 2011).

Katarak pada pasien dengan dermatitis atopik biasanya bilateral dengan onset pada dekade kedua atau ketiga. Katarak terjadi pada bagian subkapsular anterior di area pupil dan tampak gambaran shieldlike plaque (AAO, 2011).

4. Drug-Induced Cataract

Obat-obat yang dapat menyebabkan katarak antara lain kortikosteroid, fenotiazin, miotikum, amiodaron, dan statin. Penggunaan kortikosteroid secara topikal, sistemik, subkonjungtiva, dan inhalasi dapat menyebabkan terbentuknya katarak, terutama katarak subkortikal posterior. Fenotiazin dapat menyebabkan deposit pigmen di epitel anterior lensa, pada bagian aksis. Miotikum seperti pilokarpin dapat menyebabkan

(13)

terbentuknya vakuola pada bagian kapsul anterior dan posterior lensa (AAO, 2011).

5. Katarak Sekunder

Katarak sekunder adalah kekeruhan pada kapsul posterior setelah ekstraksi katarak ekstrakapsular, paling cepat 2 hari setelah dilakukan operasi. Gambaran yang akan timbul berupa mutiara Elschnig dan cincin Soemmering. Epitel lensa subkapsular yang tersisa menginduksi regenerasi serat-serat lensa, sehingga memberikan gambaran telur kodok atau busa sabun pada kapsul posterior. Cincin Soemmering terjadi karena kapsul anterior pecah dan traksi ke perifer, lalu melekat pada kapsula posterior sehingga meninggalkan daerah jernih di bagian tengah, memberikan gambaran cincin. Terapi yang dapat dilakukan adalah dengan laser neodymium yag (Harper & Shock, 2009; Ilyas & Yulianti, 2013). H. TATALAKSANA

Penatalaksanaan non bedah untuk visus lebih baik atau sama dengan 0.5 adalah pemberian kacamata dengan koreksi terbaik. Jika visus lebih baik dari 0.5 tetapi sudah mengganggu dalam melakukan aktivitas yang berkaitan dengan pekerjaan pasien atau ada indikasi medis lain, dapat dilakukan operasi katarak (INASCRS, 2011).

Terdapat beberapa jenis operasi katarak antara lain (Harper & Shock, 2009; AOA, 2010):

1. Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK)

Insisi dibuat pada limbus atau kornea perifer, bagian superior atau temporal. Pada kapsul anterior dibuat sebuah saluran, kemudian nukleus dan korteks lensa diangkat, kemudian lensa intraokular ditempatkan pada kantung kapsul yang sudah kosong, disangga oleh kapsul posterior yang utuh. Insisi yang dibutuhkan biasanya berukuran 9-10 mm (Harper & Shock, 2009; Ilyas & Yulianti, 2013).

2. Fakoemulsifikasi

Fakoemulsifikasi menggunakan vibrator ultrasonik untuk menghancurkan nukleus yang keras, sampai substansi nukleus dan korteks dapat diaspirasi. Ukuran insisi yang dibutuhkan adalah 3mm. Ukuran tersebut cukup untuk memasukkan foldable

(14)

intraocular lens. Jika lensa yang digunakan kaku, insisi perlu dilebarkan hingga 5 mm. Keuntungan dari fakoemulsifikasi adalah kondisi intraoperasi lebih terkendali, tidak memerlukan penjahitan, perbaikan luka lebih cepat dengan derajat distorsi kornea lebih rendah. Risiko yang dapat ditimbulkan adalah dapat terjadi pergeseran materi nukleus ke posterior melalui robekan kapsul posterior, sehingga membutuhkan tindakan bedah vitreoretina yang kompleks (Harper & Shock, 2011).

3. Small Incision Cataract Surgery (SICS)

SICS merupakan modifikasi dari EKEK. Insisi yang dibutuhkan pada prosedur SICS yaitu 5,5 – 7 mm. Kondisi ideal untuk dilakukan tindakan SICS adalah kondisi kornea yang jernih, ketebalan normal, enndotel yang sehat, COA yang cukup dalam, dilatasi pupil cukup, zonula utuh. Keuntungan dari metode SICS adalah penyembuhan yang lebih cepat dan risiko astigmatisma yang minimal (Gurung & Hennig, 2008).

4. Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK)

EKIK merupakan tindakan pengangkatan lensa seluruhnya beserta dengan kapsulnya. EKIK sudah jarang dilakukan karena insiden terjadinya ablasio retina lebih tinggi dibandingkan dengan tindakan bedah lainnya. EKIK tetap dilakukan juka tidak terdapat fasilitas untuk tindakan bedah yang lain. Kontraindikasi EKIK adalah pasien berusia < 40 tahun yang masih memiliki ligamen hialoidea kapsular (Harper & Shock, 2011; Ilyas & Yulianti, 2013).

I. KOMPLIKASI

Komplikasi katarak yang sering timbul adalah glaukoma, melalui proses fakomorfik, fakolitik dan fakoanafilaktik. Glaukoma fakomorfik terjadi pada katarak senilis imatur. Intumesensi lensa menyebabkan iris terdorong ke depan sehingga sudut COA menjadi sempit. Aliran aqueous humor menjadi tidak lancar sedangkan produksi tetap berjalan, menyebabkan tekanan intraokular akan meningkat dan menyebabkan glaukoma (AAO, 2011).

Glaukoma fakolitik terjadi pada katarak matur, dimana substansi lensa dengan berat molekul kecil akan keluar melalui kapsul lensa yang meregang dan menumpuk di sudut COA dan menghambat absorpsi aqueous humor.

(15)

Substansi lensa juga dapat memicu makrofag dan serbukan fagosit sehingga dapat terjadi uveitis (AAO, 2011).

Glaukoma fakoanafilaktik terjadi pada katarak hipermatur atau katarak Morgagni, dimana substansi lensa dalam jumlah banyak dan dengan berat molekul yang besar akan memicu reaksi inflamasi granulomatosa yang berat. Glaukoma fakoanafilaktik biasanya terjadi bersama uveitis (lens induced uveitis) (AAO, 2011).

(16)

III. KESIMPULAN

1. Katarak merupakan kondisi kekeruhan pada lensa kristalina yang menyebabkan penurunan ketajaman penglihatan. Katarak dapat disebabkan oleh proses degenerasi, bawaan penyakit ibu atau janin, penyakit sistemik, trauma, malnutrisi, dan rokok.

2. Mekanisme yang mendasari terjadinya katarak adalah perubahan susunan serat lensa. Hal ini biasanya disebabkan oleh agregasi protein.

3. Katarak dibagi menjadi beberapa jenis. Katarak berdasarkan usia diklasifikasikan menjadi katarak kongenital, juvenil, dan katarak senilis. Katarak jenis lain adalah katarak traumatik, katarak komplikata, katarak akibat penyakit sistemik, drug-induced cataract, dan katarak sekunder.

4. Tindakan bedah katarak meliputi Ekstraksi Katarak Ekstrakapsular (EKEK), Fakoemulsifikasi, Small Incision Cataract Surgery (SICS), dan Ekstraksi Katarak Intrakapsular (EKIK). Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh katarak antara lain glaukoma fakomorfik, glaukoma fakolitik, glaukoma fakoanafilaktik, dan lens induced uveitis.

(17)

DAFTAR PUSTAKA

American Association of Ophtalmology. 2011. Lens and Catharact: Basic and Clinical Science Course. Singapore: LEO framework.

American Optometric Association. 2010. Optometric Clinical Practice Guideline: Care of The Adult Patient with Cataract. St.Louis: AOA.

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Riset Kesehatan Dasar: Laporan Nasional 2007. Available at:https://www.k4health.org/sites/default/files/laporanNasional %20Riskesdas%202007.pdf (Diakses pada 2 Mei 2015).

Brown NP. 2001. Mechanisms of Cataract Formation. Available at: http://www.optometry.co.uk/uploads/articles/232fd150ab01c6cd7514ac1d 1e306ac7_brown20010406.pdf (Diakses pada 2 Mei 2015)

Gurung R, Hennig A. 2008. Small Incision Cataract Surgery: Tips for Avoiding Surgical Complications. Community Eye Health 21 (65): pp 4-5.

Harper RA, Shock JP. 2009. Lensa. Dalam Eva PR & Whitcher JP: Oftalmologi Umum Vaughan & Asbury. Diterjemahkan oleh Pendit BU. Jakarta: EGC. Indonesian Society of Cataract and Refractive Surgery. 2011. Panduan

Penatalaksanaan Medis: Katarak pada Penderita Dewasa. Available at: http://www.inascrs.org/old/doc/PPM_1_katarak_rev03.pdf (Diakses pada 2 Mei 2015)

Ilyas S, Yulianti SR. 2013. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Khurana AK. 2005. Ophtalmology. New Delhi: New Age Publishers.

Youngson R. 2005. Antioxidants: Vitamin C and E For Health. England: Sheldon Press.

Gambar

Gambar 1. Gambaran Skematik Lensa
Tabel 1. Derajat Katarak Berdasarkan Lokasi
Gambar 3. Sklerosis nukleus pada katarak nuklear
Gambar 4. Katarak Kortikal dan Katarak Subkapsular Posterior.

Referensi

Dokumen terkait

Meirelles “Adsorption of Carotenes and Phosphorus from Palm Oil Onto Acid Activated Bleaching Earth : Equilibirium, Kinetics and Themodynamic,” Journal of Food Engineering,

Pengaruh Ekstrak Etanol Tali Putri (Cassytha filiformis L.) terhadap Fungsi Hati Mencit Putih Jantan.. Padang : Fakultas Farmasi

Pengobatan secara tradisional masih tetap berlangsung di desa ini yaitu terdapat dukun kampung yang biasa membantu dalam kegiatan melahirkan dan melakukan

Objek penelitian merupakan suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang objek atau kegiatan yang mempunyai variabel tertentu yang diterapkan untuk dipelajari dan ditarik

Sr, NE, dan My masing-masing menyusun program BK sesuai pedoman operasional BK yang ada ditambah dengan menyisipkan pelayanan khusus bagi peserta didik berkebutuhan khusus. Adapun

a Sebelum proses penarikan konduktor dan ground wire dilaksanakan, harus di cek terlebih dahulu seluruh jalur yang akan dilalui pekerjaan stringing apakah telah aman, terutama

Untuk mengetahui bentuk dan cara yang dipakai guru Bimbingan dan Konseling dalam mengatasi permasalahan siswa keluarga yang kurang harmonis (studi kasus empat

Interupsi Android dapat berupa update informasi teks berjalan yang ditampilkan, tetapi bias juga perintah untuk mengubah waktu / RTC, laju kecepatan running text,