Versi 2.0.0 12 Pebruari 2016
Subiono
*Ju rusan Matem atik a F M IP A - ITS, Surabaya *M
MatematikaSubiono — Email:subiono2008@matematika.its.ac.id
Alamat: Jurusan Matematika
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Sukolilo Surabaya, 60111
2
Copyright
c
2016 The Author, Subiono.
*Ju rusan Matem atik a F M IPA - ITS, Surabaya *
M
MatematikaKata Pengantar
AlhamdulIllahiRabbilalamin, segala puji hanyalah milikMu ya Allah yang telah membe-rikan "kebebasan bertanggung jawab" kepada manusia semasa hidupnya untuk suatu kebaikan dalam melaksanakan amanatMu di hamparan bumi yang dihuni beragam manusia. Sholawat dan Salam kepadaMu ya Nabi Muhammad beserta para keluar-ganya dan para pengikutnya sampai nanti di hari akhir.
Buku ini disusun dengan maksud untuk membantu dan mempermudah mahasiswa dalam mempelajari materi kuliah Aljabar. Isi bahasan dimulai dengan pendahuluan membahas dasar-dasar teori yang digunakan pada hampir seluruhan bahasan berikut-nya. Selanjutnya bahasan dibagi dua : yaitu bagian pertama mengenai teori grup yang merupakan bahan materi kuliah Aljabar I dan Kapita Selekta I bidang Aljabar. Bagian kedua adalah Ring dan Lapangan yang merupakan materi kuliah Aljabar II dan Kapita Selekta II bidang Aljabar. Oleh karenanya tidak berlebihan bahwa, selain dari apa yang telah disebutkan, penyusunan buku ini juga dimaksudkan untuk menambah suatu bahan bacaan khususnya bagi para peminat Aljabar.
Dalam buku ini diberikan beberapa konsep pengertian dan sifat dari materi yang disajikan didahului contoh-contoh untuk mempermudah pemahaman pengertian dan sifat yang dibahas. Selain itu juga diberikan beberapa contoh aplikasi yang mungkin.
Topik bahasan disajikan dengan penekanan pada "matematika" tetapi tidaklah men-jadikan para pemakai lain akan mengalami kesulitan dalam mempelajari buku ini, karena peletakan penekanan aspek matematika dibuat dengan porsi yang seimbang. Sehingga para peminat matematika tetap dapat menikmati dan menggunakan ilmunya terutama dalam Aljabar, begitu juga untuk para pemakai yang lainnya diharapkan men-dapat tambahan wawasan untuk melihat matematika sebagai alat yang dibutuhkan terutama dalam kajian Aljabar untuk menyelesaikan masalah-masalah praktis yang di-hadapinya.
Persiapan penulisan materi buku ini membutuhkan waktu yang agak lama, sejak penulis mengajarkan mata kuliah "Aljabar I", "Aljabar II" dan "Kapsel Aljabar" di ju-rusan Matematika FMIPA-ITS, Surabaya. Beberapa materi disusun dari pengalaman mengajar tersebut. Selain itu juga dari kumpulan makalah penulis dan hasil-hasil dari pembimbingan skripsi dan tesis mahasiswa.
ii
Penulis pada kesempatan ini menyampaikan keaktifan para pembaca dalam meng-kaji buku ini untuk menyampaikan kritik dan saran guna perbaikan buku ini, sehingga pada versi yang mendatang "mutu buku" yang baik bisa dicapai. Kritik dan saran ini sangat penting karena selain alasan yang telah disebutkan tadi, penulis percaya bahwa dalam sajian buku ini masih kurang dari sempurnah bahkan mungkin ada suatu kesala-han dalam sajian buku ini baik dalam bentuk redaksional, pengetikan dan materi yang menyebabkan menjadi suatu bacaan kurang begitu bagus.
Buku ini dapat diperoleh secara gratis oleh siapapun tanpa harus membayar kepada penulis. Hal ini berdasarkan pemikiran penulis untuk kebebasan seseorang menda-patkan suatu bacaan yang tersedia secara bebas dengan maksud "kemanfaatan" dan "kejujuran". Yang dimaksud dengan kemanfaatan adalah bergunanya bacaan ini untuk kemudahan pembaca memperoleh informasi penting yang diperlukannya dan untuk pembelajaran. Sedangkan kejujuran adalah ikatan moral dari pembaca untuk tidak memdistribusi buku ini dengan tujuaan tidak bermanfaat yang hanya menguntungkan dirinya sendiri.
Penulis menulis buku ini berdasarkan pemikiran "kebebasan menulis" (tidak harus menggunakan media cetak penerbit) dengan asas "kemanfaatan" menggunakan media yang tersaji masa kini. Beberapa alat bantu untuk penulisan buku ini juga didapat se-cara gratis, yaitu perangkat lunak LATEX untuk Windows yaitu TEXstudio 2.10.2 sebagai salah satu media LATEX editor. Beberapa gambar yang ada dalam buku ini menggunakan perangkat lunak LATEXDraw 3.3.2 yang juga didapat secara gratis. Begitu juga beberapa bahan rujukan didapat secara gratis lewat internet. Selain itu untuk menyelesaikan be-berapa contoh yang dibahas digunakan alat bantu perangkat lunak SAGE versi terbaru 6.8 yang juga didapat dari internet secara gratis.
Akhirnya, dengan segala kerendahan hati penulis memohon hanya kepadaMu ya Allah semoga penulisan ini bisa berlanjut untuk versi mendatang yang tentunya lebih "baik" dari Versi 1.0.1 yang tersedia saat ini dan semoga benar-benar buku yang tersaji ini bermanfaat bagi pembaca.
Catatan untuk versi 2.0.0 melengkapi versi 1.1.1 khususnya dalam pembahasan ring dan beberapa bagian lain yang terkait. Sedangkan 1.1.1 adalah merupakan kelengkapan versi 1.0.1. Dimana dalam versi 1.0.1 pembahasan yang telah disajikan hanya sampai pada satu operasi biner. Sedangkan dalam versi 1.1.1 pembahasan dilanjutkan pada dua operasi biner. Semoga dalam versi berikutnya dapat berlanjut untuk melengkapi apa yang telah tersaji dalam perencanaan daftar isi dari buku ini.
Surabaya, 12 Pebruari 2016 Jurusan Matemati
ka * F M IP A -ITS, Surabaya *
M
Matematika PenulisDaftar Isi
Kata Pengantar i
1 Pendahuluan 1
1.1 Himpunan dan Fungsi . . . 1
1.2 Relasi Ekivalen dan Partisi . . . 15
1.3 Sifat-sifat dariZ . . . 19
1.4 Bilangan Kompleks . . . 39
1.5 Matriks . . . 46
I
Bagian A
53
2 Grup 55 2.1 Contoh-contoh dan Konsep Dasar . . . 562.2 Subgrup . . . 67
2.3 Grup Siklik . . . 75
2.4 Permutasi . . . 84
3 Homomorpisma Grup 99 3.1 Koset dan Teorema Lagrange . . . 99
3.2 Homomorpisma . . . 107
3.3 Subgrup Normal . . . 119
3.4 Grup Kuasi. . . 127
3.5 Automorpisma . . . 139
4 Produk Langsung dan Grup Abelian 145 4.1 Contoh-contoh dan definisi . . . 145
4.2 Komputasi Order . . . 151
4.3 Jumlahan Langsung. . . 155
iv DAFTAR ISI
5 Tindakan Grup 175
5.1 Tindakan Grup dan Teorema cayley . . . 175
5.2 Stabiliser dan Orbit dalam suatu Tindakan Grup . . . 182
5.3 Teorema Burside dan Aplikasi . . . 188
5.4 Klas Konjugasi dan Persamaan Klas . . . 198
5.5 Konjugasi dalamSndan Simplisitas dariA5 . . . 203
5.6 Teorema Sylow . . . 207
5.7 Aplikasi Teorema Sylow . . . 207
6 Deret Komposisi 209 6.1 Teorema Isomorpisma . . . 209 6.2 Teorema Jordan-Hölder . . . 209 6.3 Grup Solvable . . . 209
II
Bagian B
211
7 Ring 213 7.1 Contoh-contoh dan Konsep Dasar . . . 2137.2 Daerah Integral . . . 220
7.3 Lapangan. . . 224
8 Homomorpisma Ring 235 8.1 Definisi dan Sifat-sifat Dasar. . . 235
8.2 Ideal . . . 242
8.3 Lapangan dari Kuasi . . . 252
9 Polinomial Ring 261 9.1 Konsep Dasar dan Notasi . . . 261
9.2 Algorithma Pembagian diF[x] . . . 273
9.3 Aplikasi Algorithma Pembagian . . . 279
9.4 Polinomial Tereduksi . . . 279
9.5 Polinomial Kubik dan Kuartik . . . 279
9.6 Ideal diF[x] . . . 279
9.7 Terorema Sisa untukF[x] . . . 279
10 Daerah Euclid 281 10.1 Algorithma Pembagian dan Daerah Euclid . . . 281
10.2 Daerah Faktorisasi Tunggal . . . 281
11 Teori Lapangan 283 11.1 Ruang Vektor . . . 283 11.2 Perluasan Aljabar . . . 283 11.3 Lapangan Splitting . . . 283 11.4 Lapangan Berhingga . . . 283 12 Konstruksi Geometri 285 12.1 Konstruksi Bilangan Real . . . 285
12.2 Masalah Klasik . . . 285
12.3 Konstruksi dengan Aturan Tanda dan Kompas . . . 285
12.4 Revisi Kubik dan Kuartik . . . 285
13 Teori Galois 287 13.1 Grup Galois . . . 287
13.2 Teori Fundamental dari Teori Galois . . . 287
13.3 Revisi Konstruksi Geometri . . . 287
13.4 Perluasan Radical . . . 287 14 Simetri 289 14.1 Transformasi Linier . . . 289 14.2 Isometris . . . 289 14.3 Grup Simetri . . . 289 14.4 Solid Platonik . . . 289
14.5 Subgrup dari Grup Orthogonal Khusus . . . 289
15 Basis Gröbner 291 15.1 Order Lexicographic . . . 291
15.2 Suatu Algorithma Pembagian . . . 291
15.3 Lemma Dickson . . . 291
15.4 Teorema Basis Hilbert . . . 291
15.5 Basis Gröbner dan Algorithma Pembagian . . . 291
16 Teori Koding 293 16.1 Kode Biner Linier . . . 293
16.2 Koreksi Kesalahan dan Dekoding Koset . . . 293
16.3 Matriks Generator Baku . . . 293
16.4 Metoda Sindrom . . . 293
16.5 Kode Siklik . . . 293
Daftar Pustaka 295
Bab
1
Pendahuluan
Dalam bab pendahuluan ini dibahas beberapa gagasan matematika mendasar yang digunakan dalam bab-bab berikutnya. Pembahasan dimulai dari pengertian him-punan dan fungsi. Fungsi (pemetaan) satu-satu (injektif), pemetaan pada (surjektif) dan komposisi fungsi. Kesemuanya adalah konsep-konsep dasar yang sering muncul dan muncul kembali, sering dalam bentuk yang berbeda. Relasi ekivalen pada himpunan dan partisi juga sering digunakan, terutama dalam membangun struktur aljabar baru dari yang lama. Himpunan bilangan bulat dengan operasi penjumlahan dan perkalian biasa dan berbagai sifat utamanya berulang kali memberikan uraian yang mendasar dan konstruksi model untuk konsep aljabar umum. Sehubungan dengan bilangan bulat, in-duksi matematika adalah metode yang sangat berguna dan menjadi nyaman untuk suatu pembuktian yang penting. Dengan berlatar belakang pengetahuan ini perhitung-an untuk menentukperhitung-an koefisien binomial dperhitung-an algoritma untuk mendapatkperhitung-an pembagi persekutuan terbesar akan lebih mudah dilakukan. Himpunan bilangan kompleks de-ngan operasi sebagaimana biasa dilakukan juga memainkan peran penting. Matriks juga memberikan sejumlah contoh untuk menggambarkan gagasan aljabar baru, dan pengetahuan tentang sifat-sifatnya yang paling dasar akan berguna.
1.1
Himpunan dan Fungsi
Pada bagian ini dikenalkan notasi dasar untuk himpunan dan operasi pada himpunan, juga simbol-simbol untuk beberapa himpunan tertentu yang sangat penting. Selain itu dikenalkan terminologi untuk berbagai jenis pemetaan antara himpunan dan gagasan kardinalitas dari himpunan.
Himpunan mungkin sesuatu dari matematika yang paling fundamental. Secara intuisi, dapat dipikirkan bahwa suatu himpunan adalah sebagai kumpulan dari berbagai hal, dimana kumpulan ini dipandang sebagai suatu entitas tunggal. Himpunan dapat memuat bilangan, titik dalam bidang-xy, fungsi dan lain sebagainya, bahkan himpunan
F,S,T.
Definisi 1.1.1 Bila A adalah suatu himpunan dan x adalah suatu entitas di A ditulis x ∈ A. Dalam hal ini dikatakan bahwa x adalah suatu elemen dari A. Notasi x < A menyatakanxbukan elemenA.
•
XAda beberapa cara menyajikan himpunan.
1. Mendaftar elemen-elemen himpunan bila hanya sedikit banyaknya elemen dari himpunan. Atau, mendaftar sebagaian dari elemen-elemen dari himpunan dan berharap pembaca dapat petunjuk dari pola elemen yang telah didaftar. Misalnya, contoh-contoh berikut.
(a) {1,8, π,Rabu}
(b) {0,1,2, . . . ,40}
(c) {. . . ,−6,−4,−2,0,4,6, . . .}.
2. Menjelaskan kriteria bagi entitas yang termuat dalam himpunan.
(a) {x|xadalah bilangan riil danx>−2}
(b) {a/b|a,badalah bilangan bulat danb,0}
(c) {x|P(x)}.
Contoh 1.1.1 Beberapa himpunan yang sangat penting dalam aljabar yang memiliki
nama dan simbol khusus adalah sebagai berikut: Himpunan kosong, himpunan tanpa elemen.
∅={ }.
Himpunan semua bilangan bulat
Z={0,±1,±2,±3, . . .}.
Himpunan semua bilangan rasional Q= ( p q p,q∈Z,q ,0 ) .
Himpunan semua bilangan riil
R={x|xadalah bilangan riil}.
Himpunan semua bilangan kompleks
Himpunan dan Fungsi.. 3
Contoh 1.1.2 Himpunan-himpunan lain yang mempunyai nama dan simbol khusus
adalah:
Himpunan bilangan bulat genap (kelipatan dua) 2Z={2n|n∈Z}.
Himpunan bilangan riil positip
R+ ={x∈ R|x>0}.
•
Definisi 1.1.2 Diberikan himpunanA, notasi himpunanAC adalahkomplemen dari A didefinisikan sebagai himpunan dari semua elemen-elemen di himpunan universalU
yang tidak diA, yaitu
AC ={x|x∈Udanx <A}.
Secara diagram Venn himpunan AC diberikan oleh Gambar 1.1. Diberikan dua him-U
A
Gambar 1.1: Diagram VennAC
punan A dan B, A adalah himpunan bagian (subset) dari B ditulis A ⊆ B bila setiap
elemen dariA adalah suatu elemen di B. Dua himpunan samaA = B, bila dan hanya
bilaA⊆BdanB⊆A. Gabungan(union) dariAdanBadalah himpunan
A∪B={x|x∈Aataux∈B}.
Digram Venn himpunanA∪Bdiberikan oleh Gambar1.2. Irisan(intersection) dari A U
A B
Gambar 1.2: Diagram VennA∪B danBadalah himpunan
U
A B
Gambar 1.3: Diagram VennA∩B
Digram Venn himpunan A∩B diberikan oleh Gambar1.3. Himpunan Adikurangi B
adalah himpunan yang didefinisikan oleh
A−B=A∩BC ={x|x∈A dan x<B}.
Digram Venn himpunanA−Bdiberikan oleh Gambar1.4. Sedangkan himpunanbeda
U
A B
Gambar 1.4: Digram VennA−B
simetrikdariAdanBdidefinisikan oleh
A△B=(A∩BC)∪(AC∩B)=nx|x∈A∩BCataux∈AC∩Bo.
Digram Venn himpunanA△Bdiberikan oleh Gambar1.5. Produk KartesiandariAdan U
A B
Gambar 1.5: Diagram VennA△B
Badalah himpunan
A×B={(a,b)|a∈A,b ∈B}
yang juga dinamakan himpunan semua pasangan terurut dengan komponen pertama elemen diAdan komponen kedua elemen diB. BilaA=B, ditulisA2atauA×A. Secara
Himpunan dan Fungsi.. 5
umum bila n adalah suatu bilangan bulat positip, maka n-pasangan terurut ditulis
(a1,a2, . . . ,an) mempunyai elemen pertamaa1, elemen kedua a2,..., dan elemen ke-n an. Jadi
(a1,a2, . . . ,an)=(b1,b2, . . . ,bn)
bila dan hanya bilaai =bi,i=1,2, . . . ,n. Hasil kali dariA1,A2, . . . ,Anadalah
A1×A2× · · · ×An={(a1,a2, . . . ,an)|ai ∈Ai,i=1,2, . . . ,n}
dan An = A1 ×A2 × · · · ×An untuk Ai = A, i = 1,2, . . . ,n. Banyaknya elemen dari A
dinamakankardinalitasdariAdan ditulis sebagai|A|. Walaupun notasi yang diberikan sama dengan notasi harga mutlak tetapi mempunyai arti yang berbeda. Misalnya | −5| = 5 = |5|, tetapi |{−5}| = 1. Bila himpunan A berhingga, maka kardinalitas dari
himpunanAadalah suatu bilangan bulat taknegatif.
•
XContoh 1.1.3 Bila himpunan bilangan riil dipandang sebagai himpunan universal, maka
QC= {x|x∈Rdanx<Q} adalah himpunan dari semua bilangan irrasional.
•
Proposisi 1.1.1 Diberikan himpunanAdanBberhingga, maka
1. |A∪B|=|A|+|B| − |A∩B| 2. |A×B|=|A| · |B| Bukti 1. KarenaA∪B=(A△B)∪(A∩B), maka |A∪B| = |A△B|+|A∩B| = (|A| − |A∩B|)+(|B| − |A∩B|)+|A∩B| = |A|+|B| − |A∩B| 2. MisalkanB={1,2, . . . ,n}, didapat A×B= (A× {1})∪(A× {2})∪ · · · ∪(A× {n}).
Terlihat bahwa (A× {i})∩(A× {j})=∅,∀i, j. Jadi
|A×B| = |A× {1}|+|A× {2}|+. . .+|A× {n}| = |A|+|A|+. . .+|A| | {z } n = |A| ·n. Terlihat bahwa|A×B|=|A| · |B|.
•
XContoh 1.1.4 Diberikan dua himpunan{1,2}dan{1,2,3}, didapat {1,2} × {1,2,3}={(1,1),(1,2),(1,3),(2,1),(2,2),(2,3)} dan {1,2,3} × {1,2}={(1,1),(1,2),(2,1),(2,2),(3,1),(3,2)}. Terlihat {1,2} × {1,2,3},{1,2,3} × {1,2} sebab (1,3)∈ {1,2} × {1,2,3}, tetapi (1,3)<{1,2,3} × {1,2}dan
|{1,2} × {1,2,3}|=2.3=6=3.2= |{1,2,3} × {1,2}|.
•
Contoh 1.1.5 Diberikan himpunan berikut{1,2} × {2,3} × {4,5} = {(1,2,4),(1,2,5),(1,3,4),(1,3,5),
(2,2,4),(2,2,5)(2,3,4),(2,3,5)} . Didapat|{1,2} × {2,3} × {4,5}|=2·2·2=8.
•
Contoh 1.1.6 DiberikanPadalah himpunan bilangan bulat positif dan
A={(a,b)∈ P2|a<b}.
Bila (x,y)∈ Aberakibat bahwax < ydan bila (y,z) ∈Aberakibat bahway < z. Hal ini
menunjukkan bahwax<ydan y<z, akibatnyax<z. Jadi (x,z)∈A.
•
Definisi 1.1.3 Diberikan dua himpunanAdanB, suatufungsiataupemetandariAke Badalah suatu aturan yang memasangkan setiap elemen diAdengan tepat hanya satu
elemen diB. Dalam hal ini ditulisφ:A→Buntuk menunjukkan bahwaφadalah suatu
fungsi dari A ke B. Suatu pemetaan harus terdefinisi dengan baik, ini berarti bahwa
bilaφterspesifikasi oleh suatu aturan yang memasangkan setiap elemen dariAdengan
suatu elemen diB, aturan harus bermakna hanya tepat satu elemen diB. Bilaφ:A→ B
adalah suatu pemetaan dariAkeB, maka pasangan dari elemena∈Adengan elemen di Bditulis sebagaiφ(a)=bdinamakanimagedariaterhadapφ. Untuk himpunan bagian
A′ dariA, ditulis
φ(A′)={φ(a)|a∈A′}
yang dinamakan image/range dari A′ terhadap φ. Berkaitan dengan apa yang telah
dibahas, himpunan Adinamakandomain dariφ, sedangkan himpunanB dinamakan
kodomaindariφ.
•
XContoh 1.1.7 Pemetaanφ: Z→ {0,1}didefinisikan oleh aturan
φ(n) def= (
0 bilangenap
Himpunan dan Fungsi.. 7
adalah terdefinisi secara baik, tetapi pemetaanψ : Z → {0,1}yang didefinisikan oleh aturan
ψ(n)def= (
0 bilangenap
1 bilankelipatan 3
tidak terdefinisi secara baik, sebabψ(6) = ψ(2. 3) = 0 juga ψ(6) = ψ(3. 2) = 1. Terlihat bahwa pasangan dari 6∈Ztidak tunggal di{0,1}.
•
Contoh 1.1.8 Tunjukkan bahwa f : R− {1} →Ryang didefinisikan oleh
f(x)= x
2+2
x−1, ∀x∈R− {1}
adalah suatu fungsi.
Jawab
Pilih sebarangx∈R− {1}, makax2+2 danx−1 keduanya adalah bilangan riil. Lagipula, karena x , 1, makax−1 tidak sama dengan nol. Jadi (x−1)−1 ada sebagai bilangan riil. Dengan demikian (x2+2)/(x−1) ∈ R. Pilih x1,x2 ∈ R− {1}dan misalkanx1 = x2. Didapat x21+2=x22+2, x1−1=x2−1 dan (x1−1)−1 =(x2−1)−1. Jadi x21+2 x1−1 = x 2 2+2 x2−1,
dengan demikian f(x1)= f(x2). Jadi f terdefinisi secara baik.
•
Pembahasan berkaitan dengan himpunan dan fungsi dapat dilakukan dalam SAGE dengan menggunakan perintah-perintah sebagai berikut.
# Membuat himpunan A dan B A=Set([1,2]) B=Set([1,2,3]) print"A =",A;print"B =",B A = {1, 2} B = {1, 2, 3} # Operasi himpunan C=A.union(B);D=A.intersection(B)
print"C =",C,", adalah gabungan dari A dan B" print"D =",D,", adalah irisan dari A dan B"
C = {1, 2, 3} , adalah gabungan dari A dan B D = {1, 2} , adalah irisan dari A dan B
# Himpunan bagian
print"Apakah D subset A ?",D.issubset(A) print"Apakah D subset B ?",D.issubset(B) print"Apakah A subset B ?",A.issubset(B) print"Apakah B subset A ?",B.issubset(A)
Apakah D subset A ? True Apakah D subset B ? True Apakah A subset B ? True Apakah B subset A ? False
# A-B, B-A
print"A-B =",A-B;print"B-A =",B-A
A-B = {} B-A = {3} # Kardinalitas print"|A| =",A.cardinality() print"|B| =",B.cardinality() |A| = 2 |B| = 3 # Membuat A x B dan B x A
AxB=Set([(a,b) for a in A for b in B]) BxA=Set([(b,a) for a in A for b in B]) print"A x B =",AxB;print"B x A =",BxA
A x B = {(1, 2), (1, 3), (2, 3), (2, 2), (1, 1), (2, 1)} B x A = {(1, 2), (3, 2), (2, 2), (3, 1), (1, 1), (2, 1)}
Himpunan dan Fungsi.. 9
# Cek apakah AxB = BxA AxB==BxA
False
# Cek apakah |C|=|A|+|B|-|D|
C.cardinality()==A.cardinality() + B.cardinality() - D.cardinality()
True
# Cek apakah |AxB|=|BxA| dan |AxB|=|A|.|B| AxB.cardinality()==BxA.cardinality()
AxB.cardinality()==A.cardinality()*B.cardinality()
True True
# Mendefinisikan fungsi phi : Z -> {0,1} # phi(n)=0 bila n genap
# phi(n)=1 bila n ganjil def phi(x): if mod(x,2)==0: return 0 else: return 1 phi(10);phi(-11) 0 1
Contoh 1.1.9 Misalkan pemetaanφ : Z→ Zdiberikan olehφ(n) = 2n, ∀n∈ Z. Maka untuk setiap dua bilangan bulatmdann, bilaφ(m)=φ(n) berakibatm=n.
•
Contoh 1.1.10 Bila pemetaanχ: Z→ Zyang diberikan olehχ(n) =n2, ∀n ∈Z. Maka untuk setiap dua bilangan bulatmdann, bilaχ(m)=χ(n) berakibatm=±n.
•
Definisi 1.1.4 Suatu pemetaanφ : A → Bdinamakansatu-satubilaa1 , a2 diAselalu berakibatφ(a1),φ(a2).
•
XContoh1.1.9adalah pemetaan satu-satu sedangkan Contoh1.1.10bukan.
Contoh 1.1.11 Misalkan pemetaanφ: Z→ 2Zdiberikan olehφ(n)=2n, ∀n∈Z. Maka untuk sebarangm ∈ 2Zdan karena mgenap, maka dapat dipilihn = m
2 ∈ Zsehingga
φ(n)=2n=m. Dalam hal iniφ(Z)=2Z.
•
Contoh 1.1.12 Misalkan pemetaanφ: R→R+ diberikan olehφ(x) =ex, ∀x∈R. Maka untuk sebarang y ∈ R+ dan karena y > 0, maka dapat dipilihx = lny ∈ R sehingga
φ(x)=ex= elny = y. Jadi dalam hal iniφ(R)=R+.
•
Definisi 1.1.5 Suatu pemetaanφ: A→Bdinamakanpadabila untuk setiap ydiBada
suatux∈Asehinggaφ(x)= y. Dalam kasus iniφ(A)=B. Bila pemetaanφadalah satu
dan pada dinamakan pemetaansatu-satu pada(bijektif).
•
XDalam Contoh1.1.11dan1.1.12adalah pemetaan pada, sedangkan dalam Contoh1.1.10 bukan petaan pada.
Definisi 1.1.6 Diberikan dua pemetaan φ : A → B dan χ : B → C. Didefinisikan
pemetaankomposisiχ◦φ:A→Coleh
χ◦φ(a)def= χ(φ(a)), ∀a∈A.
•
XContoh 1.1.13 Misalkan φ : Z → 2Zdiberikan olehφ(n) = 2n, ∀n ∈ Zdan misalkan
χ: 2Z→10Zdiberikan olehχ(m)=5m, ∀m∈2Z. Didapat
χ◦φ(n)=χ(φ(n))=χ(2n)=5·2n=10n.
Catatan bahwa, pemetaanφ, χdanχ◦φadalah pemetaan satu-satu pada.
•
Contoh 1.1.14 Misalkan φ : R → R dan χ : R → R diberikan oleh φ(x) = 2x danχ(x) =x2 untuk semuaxdiR. Komposisiχ◦φ : R → Rdanφ◦χ : R → Rdiberikan olehχ◦φ(x) = χ(φ(x)) danφ◦χ(x) = φ(χ(x)) untuk semuax ∈ R. Didapat, χ(φ(x)) =
χ(2x) = (2x)2 = 4x2 dan φ(χ(x)) = φ(x2) = 2x2. Terlihat bahwa χ◦φ , φ◦χ. Perlu
diperhatikan bahwa, walaupun φ satu-satu pada tak-satupun dari pemetaan χ, χ◦ φ
danφ◦χadalah satu-satu pada.
•
Teorema 1.1.1 Diberikan tiga pemetaanφ:A→B,χ:B→Cdanψ: C→D. Maka
(1) Assosiatif : ψ◦(χ◦φ)= (ψ◦χ)◦φ.
(2) Bilaφdanχkeduanya adalah satu-satu, makaχ◦φsatu-satu. (3) Bilaφdanχkeduanya adalah pada, makaχ◦φpada.
Himpunan dan Fungsi.. 11
Bukti
(1) Untuk sebarangx∈A, didapat
ψ◦(χ◦φ)(x) = ψ((χ◦φ)(x))
= ψ(χ(φ(x)))
= (ψ◦χ)(φ(x))
= (ψ◦χ)◦φ(x).
Terlihat bahwaψ◦(χ◦φ)=(ψ◦χ)◦φ.
(2) Diberikan sebarangx,y∈Ayang memenuhiχ◦φ(x)=χ◦φ(y), ditunjukkan bahwa x= y. Didapatχ(φ(x)) =χ(φ(y)). Karena χsatu-satu, maka haruslahφ(x)=φ(y).
Juga karena φ satu-satu, maka haruslah x = y. Dengan demikian χ◦ φ adalah
satu-satu.
(3) Diberikan sebarang z ∈ C, karena χ pada dapat dipilih y ∈ B yang memenuhi
χ(y) = z. Tetapi φ adalah pada, maka dapat dipilih x ∈ A yang memenuhi
φ(x) = y. Sehingga didapat χ(y) = χ(φ(x)) = z atau (χ ◦ φ)(x) = z. Jadi bila
diberikan sebarangz∈Cselalu dapat dipilihx∈Ayang memenuhi (χ◦φ)(x)=z.
Hal ini berarti bahwaχ◦φadalah pada.
•
XDefinisi 1.1.7 Untuk sebarang himpunanA,∅didefinisikan suatu pemetaanidentitas ρ0 :A→Aolehρ0(x)=x, ∀x∈A.
•
XProposisi 1.1.2 Misalkan A adalah sebarang himpunan tak-kosong dan ρ0 : A → A adalah pemetaan identitas. Maka
(1) ρ0adalah satu-satu pada.
(2) Untuk sebarang himpunanBdan sebarang pemetaanφ:A→B, didapatφ◦ρ0 =φ.
(3) Untuk sebarang pemetaanφ:B→A, didapatρ0◦φ=φ
Bukti
(1) Diberikan sebarangy∈ A(kodomain) dan karenaρ0pemetaan identitas, maka dapat dipilih x ∈ A(domain) yaitu x = ysehingga ρ0(x) = x = y. Jadi ρ0 adalah pada. Selanjutnya bilaa,b ∈ A(domain) yang memenuhiρ0(a) = ρ0(b). Didapata = b.
Jadiρ0adalah satu-satu. Dengan demikianρ0adalah satu-satu pada.
(2) Diberikan sebarang a ∈ A, didapat φ◦ ρ0(a) = φ(ρ0(a)) = φ(a). Terlihat bahwa
φ◦ρ0 =φ.
(3) Diberikan sebarang b ∈ B, didapat ρ0 ◦ φ(b) = ρ0(φ(b)) = φ(b). Terlihat bahwa
Contoh 1.1.15 Misalkanφ:Z→3Zdidefinisikan olehφ(n)=3n, ∀n∈Z. Selanjutnya perhatikan bahwa pemetaanχ : 3Z→ Zyang didefinisikan olehχ(m)= m
3, ∀m ∈3Z. Makaχ◦φ(n)=χ(φ(n))= 3n
3 =n. Terlihat bahwaχ◦φadalah pemetaan identitas pada Z. Juga,φ◦χ(m)= φ(χ(m))=φ(m
3)=3
m
3 = m. Terlihat bahwaφ◦χadalah pemetaan identitas.
•
Definisi 1.1.8 Misalkanφ:A→B. Maka pemetaanφdikatakanmempunyai inversbila
ada suatu pemetaanφ−1 : B→Asedemikian hinggaφ−1◦φadalah pemetaan identitas padaAdanφ◦φ−1adalah pemetaan identitas padaB. Pemetaanφ−1dinamakaninvers
dariφ.
•
XTeorema 1.1.2 Misalkanφ:A→Bmempunyai invers. Maka
(1) Ada dengan tunggal inversφ−1terhadapφ. (2) Invers dariφ−1adalahφ, yaitu (φ−1)−1=φ.
Bukti
(1) Misalkan ada dua pemetaanχ : B → Adan ψ : B → A denganχ◦φ = ψ◦φ = ρA0
dan ρA0 pemetaan identitas pada Adan φ◦χ = φ◦ψ = ρB
0, ρB0 adalah pemetaan identitas padaB. Maka
χ=χ◦ρB0 =χ◦(φ◦ψ)=(χ◦φ)◦ψ =ρA0 ◦ψ=ψ. (2) Jelas dari definisi invers.
•
XContoh 1.1.16 Misalkan φ : {1,2,3,4} → {1,2,3,4} didefinisikan oleh φ(1) = 2, φ(2) = 4, φ(3)=3, φ(4)= 1 atau diberikan oleh sebelah kiri Gambar1.6. Makaφ−1didefinisikan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Gambar 1.6: Diagram Fungsi
oleh φ−1(1) = 4, φ−1(2) = 1, φ−1(3) = 3, φ−1(4) = 2, atau diberikan oleh sebelah kanan
Himpunan dan Fungsi.. 13
Contoh 1.1.17 Misalkan φ : R → R≥, dengan R≥ = {x ∈ R|x ≥ 0} adalah himpunan bilangan riil tak-negatif dan φ(x) = |x|, ∀x ∈ R. Perlu diperhatikan bahwa pemetaan
φ adalah pada, tetapi tidak satu-satu. Sebab φ(−2) = φ(2) = 2. Juga pemetaan φ
tidak mempunyai invers sebab pasangan dari 2∈R≥terhadapφ−1 tidak tunggal, yaitu φ−1(2)=−2 danφ−1(2)=2.
•
Contoh 1.1.18 Misalkan φ : Z → Z didefinisikan oleh φ(n) = 5n, ∀n ∈ Z. Catatan bahwa pemetaanφ satu-satu tetapi tidak pada. Sebab 7 , 5nuntuk setiap n ∈ Zdan pemetaanφtidak punya invers sebab 6∈Z(kodomain) tidak punya kawan di domain Z, yaituφ−1(6) tidak terdefinisi.
•
Teorema 1.1.3 Misalkanφ:A→Bdanχ: B→Cadalah dua pemetaan. Maka
(1) pemetaanφmempunyai invers bila dan hanya bilaφsatu-satu pada.
(2) Bila masing-masingφdanχmempunyai invers, makaχ◦φmempunyai invers dan
(χ◦φ)−1 =φ−1◦χ−1.
Bukti
(1) (⇒) Misalkan φ−1 : B → A ada. Maka untuk sebarang a,b ∈ A dan φ(a) = φ(b)
didapat
a=φ−1(φ(a))=φ−1(φ(b))=b.
Terlihat bahwa pemetaanφadalah pada. Selanjutnya, diberikan sebarangb ∈ B,
makaφ(φ−1(b)) = b. Jadi dapat dipiliha = φ−1(b) diA yang memenuhiφ(a) = b. Jadiφadalah pada. Dengan demikianφadalah satu-satu pada.
(⇐) Misalkanφ adalah satu-satu pada. definisikan pemetaanτ : B → Asebagai
berikut. Untuk sebarangb∈B,τ(b) adalah elemena∈ Ayang memenuhiφ(a)=b
(sebabφadalah pada). Dan, karenaφsatu-satu, maka hanya ada tepat satua∈A.
Jadiτterdefinisi secara baik. Selanjutnya, dari definisiτdidapatφ(τ(b))=buntuk
sebarangb∈B, jugaτ(φ(a))=a. Jadiτ=φ−1 dengan demikianφpunya invers.
(2) Asumsikan bahwa maasing-masingφ dan χ mempunyai invers. Maka dari (1) φ
dan χadalah satu-satu pada. Dengan menggunakan Teorema 1.1.1χ◦φadalah
satu-satu pada. Lagi, dengan menggunakan hasil (1) χ◦ φ mempunyai invers.
Sehingga didapat
(φ−1◦χ−1)◦(χ◦φ)=φ−1◦(χ−1◦χ)◦φ=φ−1◦ρB0 ◦φ=φ−1◦φ=ρA0.
Terlihat bahwaφ−1◦χ−1=(χ◦φ)−1.
•
XDefinisi 1.1.9 Diberikan dua himpunanA danB, makaAdan Bmempunyai kardina-litas yang sama, yaitu|A| =|B|bila dan hanya bila ada suatu pemetaan satu-satu pada
φ:A→ B.
•
XContoh 1.1.19 Dua himpunan berhingga mempunyai kardinalitas sama bila dan hanya
bila banyaknya elemen kedua himpunan tersebut sama. Juga, |Z| = |2Z| = |nZ| untuk sebarang bilangan bulatn ≥ 1, sebab pemetaanφ : Z → nZdidefinisikan oleh φ(x) =
Latihan
Latihan 1.1.1 Tentukan apakah pemetaan yang berikut ini pemetaan satu-satu atau
bukan dan berikan alasannya.
1. φ:R→ R, denganφ(x)=5x+3, ∀x∈R. 2. φ:R→ R, denganφ(x)=ex, ∀x∈R. 3. φ:R→ R, denganφ(x)=x3, ∀x∈R. 4. φ:Z→Z, denganφ(n)=n2, ∀n∈Z.
5. φ : Q∗ → Q∗, dengan Q∗ adalah himpunan semua bilangan rasional tak-nol dan
φ(n/m)=m/n, ∀n/m ∈Q∗.
6. φ : R+ → R+, dengan R+ adalah himpunan semua bilangan riil positip dan
φ(x)=x4, ∀x∈ R.
7. φ : Z×Z∗ → Q, dengan Z∗adalah himpunan semua bilangan bulat tak-nol dan
φ(m,n)=m/n, ∀x∈R.
•
XLatihan 1.1.2 Tentukan apakah pemetaan berikut pada atau tidak, jelaskan jawaban
saudara.
1. φ:R+ →R, denganφ(x)=lnx, ∀x∈R. 2. φ:R→ R, denganφ(x)=x2−4, ∀x∈R.
3. φ:{1,2,3,4} → {1,2,3,4},φadalah sebarang pemetaan satu-satu.
•
XLatihan 1.1.3 Apakah pemetaan berikut mempunyai invers atau tidak, berikan
alasan-nya.
1. φ:R→ R, denganφ(x)=|x+1|, ∀x∈R. 2. φ:R→ R, denganφ(x)=(5x+3)/2, ∀x∈ R. 3. Diberikan pemetaan
φ:{1,2,3, . . . ,n} → {1,2,3, . . . ,n},
denganφ(i)=i+2 untuk 1≤i≤n−2 danφ(n−1)=1, φ(n)= 2.
•
XLatihan 1.1.4 Diberikan dua pemetaanφ: A→Bdanχ:B →C. Tunjukkan bahwa
(a) Bilaχ◦φadalah pada, makaχharus juga pada.
(b) Bilaχ◦φadalah satu-satu, makaφharus juga satu-satu.
•
XLatihan 1.1.5 Tunjukkan bahwa bila himpunanAadalah berhingga dan|A| = n, maka
|A×A|=n2.
•
XRelasi Ekivalen dan Partisi.. 15
1.2
Relasi Ekivalen dan Partisi
Gagasan relasi ekivalen pada himpunan memainkan peran penting dalam berbagai konstruksi dalam aljabar. Seperti yang akan terlihat di bagian ini. Relasi ekivalen pada himpunan menentukan partisi dari himpunan menjadi potongan-potongan yang tidak tumpang tindih, dan sebaliknya setiap partisi tersebut menentukan relasi ekivalen pada himpunan tersebut.
Contoh 1.2.1 Pada himpunanZ, diberikan relasi∼didefinisikan oleh kondisia∼bbila
dan hanya bilaa−bdapat dibagi oleh 5 untuk setiapa,b∈Z. Perlu diperhatikan bahwa, relasi∼mempunyai sifat berikut:
1. Untuk setiap bilangan bulata, didapat a−a = 0, jadi a−a dapat dibagi oleh 5.
Dengan demikiana∼a.
2. Untuk setiapa,b∈Z,a−b =−(b−a). Jadi bilaa∼byang berarti bahwaa−bdapat
dibagi 5, maka jugab−adapat dibagi 5. Dengan demikianb∼a.
3. Untuk a,b,c ∈ Z, bila a ∼ b dan b ∼ c, maka a−b = 5n dan b −c = 5m untuk
beberapam,n∈Z. Didapat
a−c =(a−b)+(b−c)=5n+5m=5(n+m),
terlihat bahwaa∼c.
Selanjutnya diambil 8∈Z, diselidiki himpunan semua bilangan bulatxyang memenuhi x ∼ 8, yaitu [8]∼ = {x ∈ Z|x ∼ 8} ⊂ Z. Perhatikan bahwa 8−3 = 5. Jadi 8 ∼ 3 dan
berdasarkan sifat (3), makax∼3. Juga berdasarkan sifat (2), maka 3∼8. Jadi bilax∼3, makax∼8. Jadix∼8 bila dan hanya bilax∼3 atau bila dan hanya bilax−3= 5katau
ekivalen x = 2+5kuntuk beberapa bilangan bulat k. Dengan demikian [8]∼ = 3+5Z adalah himpunan semua bilangan bulat yang dapat diungkapkan sebagai jumlah dari 3 dan kelipatan 5.
•
Contoh 1.2.2 BilaP(Z) adalah himpunan dari semua himpunan bagian dariZdan relasi padaP(Z) didefinisikan sebagai berikut: diberikan sebarangS,T ∈P(Z),S∼Tbila dan
hanya|S|=|T|. Tetapi|S|=|T|, berarti bahwa ada pemetaanφ: S→Tdenganφadalah
satu-satu pada. Selanjutnya dibahas sifat dari relasi∼:
1. Untuk sebarangS∈ P(Z), pilihφpemetaan identitas padaS. Sebagaimana telah
dibahas pemetan ini adalah satu-satu pada. JadiS∼S.
2. Untuk sebarang S,T ∈ P(Z), bila S ∼ T dapat dipilih pemetaan satu-satu pada
φ: S → T. Maka dengan menggunakan Teorema1.1.2dan1.1.3pemetaan invers
3. Untuk sebarangS,T,U∈P(Z), bilaS∼TdanT∼U, maka dapat dipilih pemetaan
satu-satu padaφ : S → T dan χ : T → U. Dengan menggunakan Teorema 1.1.3
didapat pemetaan komposisi χ◦ φ : S → U adalah satu-satu pada. Dengan
demikianS∼U.
•
Definisi 1.2.1 Suaturelasipada suatu himpunan tak-kosongSadalah himpunan bagian
R ⊂S×S. BilaRadalah suatu relasi padaSpenulisanaRbmempunyai arti (a,b)∈ R. Jadi R adalah suatu relasi ekivalen bila tiga kondisi berikut dipenuhi, yaitu untuk semua
a,b,c ∈S
1. RefleksifaRa.
2. SimetriBilaaRb, makabRa.
3. TransitifBilaaRbdanbRc, makaaRc.
Bila Radalah relasi ekivalen padaS, maka untuk sebaranga ∈ S, klas ekivalendari a
adalah himpunan [a]R def= {b∈S|aRb}.
•
XRelasi yang diberikan dalam Contoh1.2.1dan1.2.2adalah relasi ekivalen.
Contoh 1.2.3 Diberikan S , ∅, relasi sama dengan = didefinisikan oleh himpunan bagian{(x,x)|x∈S} ⊂S×Sadalah suatu relasi ekivalen.
•
Berikut ini diberikan beberapa sifat penting dari relasi ekivalen yang sering digu-nakan dalam pengkonstruksian secara aljabar.
Teorema 1.2.1 Misalkan ∼ adalah suatu relasi ekivalen pada suatu himpunan tak-kosongSdana,b∈Sadalah sebarang elemen diS. Maka
(1) a∈[a]∼.
(2) Bilaa∈ [b]∼, maka [a]∼=[b]∼.
(3) [a]∼ =[b]∼ bila dan hanya bilaa∼b.
(4) Salah satu [a]∼=[b]∼atau [a]∼∩[b]∼ =∅
Bukti
(1) Dari sifat refleksif, makaa∼a. Jadia∈ [a]∼.
(2) Bila a ∈ [b]∼. Maka dari definisi klas ekivalen didapat b ∼ a. Dari sifat simetri
didapata ∼b. Selanjutnya bilax∈ [a]∼, maka a∼ x. Dengan sifat transitif, maka b ∼ x. Jadi x ∈ [b]∼. Terlihat bahwa [a]∼ ⊆ [b]∼. Dengan cara yang sama, bila y ∈ [b]∼, maka b ∼ y. Dengan menggunakan sifat transitif didapat a ∼ y dan y∈[a]∼. Jadi [b]∼ ⊆[a]∼. Dengan demikian [a]∼ =[b]∼.
Relasi Ekivalen dan Partisi.. 17
(3) (⇒) Misalkan [a]∼ =[b]∼. Dari (1) didapatb∈[b]∼. Jadib∈ [a]∼, hal ini berarti bahwa
a∼b.
(⇐) Misalkan a ∼ b. Maka b ∈ [a]∼. Dengan menggunakan hasil (2) didapat
[a]∼ =[b]∼.
(4) Andaikan bahwa [a]∼∩[b]∼ , ∅. Hal ini berarti bahwa ada beberapac ∈ [a]∼ dan c ∈ [b]∼. Dengan menggunakan hasil (2), maka [c]∼ = [a]∼ dan [c]∼ = [b]∼. Jadi
[a]∼ =[b]∼.
•
XHasil Teorema1.2.1bagian (4) menyatakan bahwa dua klas ekivalen, maka kalau tidak sama pasti irisan keduanya kosong dan sebaliknya kalau irisannya tidak kosong pasti keduanya sama. Hal ini berarti bahwa relasi ekivalen adalah suatu partisi yang mem-bagi klas ekivalen berbeda kedalam klas yang saling asing (irisannya kosong). Relasi ekivalen sangat berguna dalam pengkontruksian secara aljabar. Pada contoh berikut, bukannya memulai dengan relasi ekivalen tetapi mempartisi himpunan. Dimulai de-ngan mempartisi satu himpunan dan menggunakan partisi untuk mendefinisikan relasi ekivalen.
Contoh 1.2.4 Diberikan himpunan bilangan riilR, misalkan [1]={x∈R|0≤x−1<1}. Himpuna [1] adalah interval [1,2) ⊂ R. Dengan cara yang sama, untuk sebarang bilangan bulat n, misalkan [n] = {x ∈ R|0 ≤ x−n < 1} = [n,n+1). Catatan bahwa, untuk sebarang bilangan bulati, jdidapat [i]∩[j] =∅dan untuk setiap bilangan riil
x ∈ R, x ∈ [n] dimana n adalah bilangan bulat terbesar sehinggan ≤ x. Jadi Rdibagi kedalam klas yang saling asing. Bila didefinisikan suatu relasi∼padaRolehx∼ ybila
dan hanya bilax∈[n] dany∈[n], maka dapat ditunjukkan bahwa∼adalah suatu relasi ekivalen padaR.
•
Definisi 1.2.2 MisalkanSadalah himpunan tak-kosong. SuatupartisidariSterdiri dari
suatu himpunan koleksiK ={Pi|Pi ⊆S}dari himpunan bagian tak-kosong dariSyang memenuhi
(1) S=S i
Pi.
(2) Untuk sebarangPidanPjdalam himpunan koleksiK, maka salah satu yang terjadi
Pi =Pj atauPi∩Pj =∅.
Himpunan bagianPidalam koleksiK dinamakanseldari partisi.
•
XSekarang sampai pada Teorema utama yang menghubungkan relasi ekivalen dengan partisi, generalisasi dari apa yang telah dibahas dalam Contoh1.2.4.
Teorema 1.2.2 MisalkanSadalah himpunan tak-kosong
(1) Diberikan relasi ekivalen ∼ pada S, koleksi dari klas ekivalen terhadap ∼ adalah suatu partisi.
(2) Diberikan suatu partisi{Pi}dariS, ada suatu relasi ekivalen padaSyang mempunyai
klas ekivalen adalah tepat merupakan sel dari partisi.
Bukti
(1) Diberikan suatu relasi ekivalen ∼ pada S. Dari Teorema 1.2.1 bagian (1) didapat a ∈ [a]∼ untuk setiap a ∈ S. Dengan menggunakan Teorema 1.2.1 bagian (4)
didapatS= S a∈S
[a]∼.
(2) Diberikan suatu partisi{Pi}didefinisikan suatu relasi∼ oleh: a ∼ bbila dan hanya
bilaa∈ Pidanb ∈ Pi. Dari Definisi1.2.2bagian (1) didapat sebaranga∈Sberada
pada beberapa sel dalam partisi, tentunya aberada pada sel yang sama dengan
dirinya sendiri. Jadia ∼ a. Bilaa ∼ b, maka a dan b berada pada sel yang sama
dalam partisi. Hal ini sama artinya b dan a berada pada sel yang sama dalam
partisi. Jadib ∼ a. Bilaa ∼ bdan b ∼ c, maka adanb berada pada sel yang sama Pi jugab dan c berada pada sel yang sama Pj. Karena b ∈ Pi ∩Pj, maka dengan menggunakan Definisi 1.2.2bagian (2) didapatPi = Pj. Jadiadan cberada pada sel yang sama, dengan demikian a ∼ c. Selanjutnya diberikan a ∈ S, misalkan
a ∈ Pi. Maka x ∈ [a]∼ bila dan hanya bila a ∼ xatau bila dan hanya bila adan x
berda pada sel yang sama dalam partisi atau dengan kata lain bila dan hanya bila
x∈Pi. Jadi [a]∼ =Pi.
•
XDefinisi 1.2.3 Misalkan ∼ adalah suatu relasi ekivalen pada S himpunan semua klas
ekivalen padaSterhadap∼dinotasikan olehS/∼. Khususnya, masing-masing elemen dariS/ ∼adalah himpunan bagian dariS. Didefinisikan suatu pemetaanφ : S → S/∼ olehφ(x)=[x]∼,∀x∈ S. Pemetaanφdinamakan pemetaankanonikdariSkeS∼.
•
XContoh 1.2.5 MisalkanS={1,2,3,4}dan∼adalah relasi ekivalen padaSyang diberikan
oleh 1 ∼ 3,2 ∼ 4 dan pasangan lain yang beralasi diberikan oleh sifat refleksif dan simetri. Maka ada dua elemen di S/ ∼ yaitu {1,3} dan {2,4} sehingga didapatφ(1) =
φ(3)={1,3}danφ(2)=φ(4)={2,4}.
•
Latihan
Latihan 1.2.1 Tentukan apakah relasi berikut adalah relasi ekivalen pada himpunan
yang diberikan. Bila ya, uraikan klas ekivalennya. 1. DalamR,a∼bbila dan hanya bila|a|=|b|. 2. DalamR,a∼bbila dan hanya bilaa≤b.
3. DalamZ,a∼bbila dan hanya bilaa−badalah genap.
Sifat-sifat dariZ.. 19
5. DalamZ,a∼bbila dan hanya bilaa=b+beberapa kelipatan dari 3. 6. DalamR×R− {(0,0)}, (x1,y1)∼(x2,y2) bila dan hanya bilax1y2=x2y1. 7. DalamR×R, (x1,y1)∼(x2,y2) bila dan hanya bilax21+y21 =x22+y22.
8. DalamR×R, (x1,y1)∼(x2,y2) bila dan hanya bila 3y1−5x1 =3y2−5x2.
•
XLatihan 1.2.2 Dalam R, diberikan interval (n,n+2] dimana n adalah bilangan bulat
genap. Tunjukkan bahwa koleksi dari interval-interval tersebut adalah suatu partisi dari R. Selanjutnya uraikan relasi ekivalen yang ditentukan oleh partisi tersebut.
•
XLatihan 1.2.3 Dalam bidangR×Rterangkan mengapa pendefinisian (x1,y1) ∼ (x2,y2) bila dan hanya bilax1y2 =x2y1tidak memberikan relasi ekivalen.
•
XLatihan 1.2.4 Diberikan sebarang bilangan bulatnyang tetap. Didefinisikan relasi pada
Z,a∼bbila dan hanya bilaa−bdapat dibagi olehn. Tunjukkan relasi tersebut adalah
relasi ekivalen padaZdan uraikan klas ekivalennya.
•
XLatihan 1.2.5 Misalkan φ : S → T adalah sebarang pemetaan dan didefinisikan suatu
relasi ∼padaSoleha ∼ b bila dan hanya bilaφ(a) = φ(b). Tunjukkan bahwa ∼adalah suatu relasi ekivalen.
•
X1.3
Sifat-sifat dari
Z
Pada bagian ini dibahas beberapa sifat dasar bilangan bulat, banyak yang akan men-jadi penting kemudian dalam mengidentifikasi contoh berbagai jenis struktur aljabar, dimana Z akan memainkan peran penting bagi suatu model dasar. Bahasan dimulai dengan sifat relasi urutan biasa padaZkemudian beralih ke sifat-sifat yang melibatkan operasi yang sudah dikenal penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Akhirnya, diperkenalkan struktur aljabar baru terkait erat dengan bilangan bulat, yang disebut bilangan bulat modnuntuk setiap bilangan bulatn>1.
Terurut Secara Baik dan Induksi
Elemen-elemen himpunan bilangan bulat positipNdapat ditulis dalam urutan menaik dengan tanda pertaksamaan berulang, yaitu
1<2<3<4<5<· · ·
MisalkanS⊂NdenganS,∅dann∈N. Dari bilangan bulat berikut 1,2,3, . . . ,ndapat
dipilih satu yang merupakan elemen terkecil yang berada diS. Secara intuisi didapat
Aksiomatik 1 (Prinsip Keterurutan Secara Baik dalamN)
Setiap himpunan bagian S ⊂ N dengan S , ∅ mempunyai suatu elemen terkecil di S, yaitu elemen pertama di S setelah elemen-elemennya diurutkan secara menaik. 2
Sering dalam membuktikan beberapa teorema atau membangun beberapa struktur di-inginkan memilih elemen positip terkecil dari himpunan tak-kosong yang diberikan. Prinsip keterurutan secara baik menyatakan bahwa elemen tersebut dijamin ada. Terkait erat dengan prinsip keterurutan secara baik ada prinsip lain yaitu induksi matematika, yang sama pentingnya dalam bukti dan konstruksi. Digunakan prinsip keterutan se-cara baik untuk membuktikan prinsip dari induksi matematika sebagaimana diberikan berikut.
Teorema 1.3.1 (Prinsip dari Induksi Matematika) Misalkan P(n) adalah pernyataan
tentang suatu bilangan bulat positipnsedemikian hingga
(1) P(1) adalah benar.
(2) BilaP(k) adalah benar, makaP(k+1) adalah benar.
MakaP(n) adalah benar untuk semua bilangan bulat positipn.
Bukti Dibuktikan melalui kontradiksi. Andaikan ada bilangan bulat positip n yang
memenuhiP(n) tidak benar. Maka dari itu ada himpunan semua bilangan bulat positip S={n>0|P(n) tidak benar}.
Selanjutnya menggunakan prinsip keterutan secara baik, maka S harus mempunyai
suatu elemen terkecil misalkanm. Berikutnya dari asumsi (1)mtidak akan sama dengan
1, sebabP(1) benar. Jadim−1 tetap positip. Karena m−1 <m danmadalah bilangan
bulat positip terkecil denganP(m) tidak benar (sebabm∈S) danP(m−1) adalah benar (sebab m−1 < S) dan dengan menggunakan asumsi (2), maka P(m) = P((m−1)+1) adalah benar. Hal ini bertentangan dengan kenyataan bahwaP(m) tidak benar. Dengan
demikian haruslahP(n) benar untuk semua bilangan bulat positip.
•
XContoh 1.3.1 Buktikan bahwa untuk setiap bilangan bulat positipn, maka
1+3+5+7+· · ·+(2n−1)=n2.
Bukti menggunakan prinsip induksi matematika. Untuk n = 1 didapat 1 = 12 benar. Misalkan benar untukn=k, didapat
1+3+5+7+· · ·+(2k−1)=k2benar
Selanjutnya ditunjukkan bahwa untukn=k+1 akan didapat
Sifat-sifat dariZ.. 21
Hal ini dilakukan sebagai berikut 1+3+5+7+· · ·+(2k−1)
| {z }
=k2
+(2(k+1)−1)=k2+2k+1=(k+1)2.
Terlihat benar bahwa
1+3+5+7+· · ·+(2k−1)+(2(k+1)−1)=(k+1)2.
•
Contoh 1.3.2 Buktikan bahwa untuk setiap bilangan bulat n ≥ 0, suatu himpunan S
dengan |S| = n mempunyai himpunan bagian sebanyak 2n. Untuk membuktikan ini, n = 0 dikeluarkan dulu dari bukti induksi. Untuk n = 0 dibuktikan sebagai berikut. Himpunan yang tidak mempunyai anggota adalah himpunan kosong. JadiS = ∅dan banyaknya himpunan bagian adalahS sendiri. Jadi benar bahwa 20 = 1. Selanjutnya untuk n = 1, maka S = {x} dan himpunan bagian dari S adalah: ∅ dan S sendiri.
Jadi banyaknya himpunan bagian dariS adalah 2n = 21 = 2. Asumsikan benar bahwa himpunan dengan k elemen mempunyai sebanyak 2k himpunan bagian. Misalkan S sebarang himpunan dengan|S|=k+1 danasebarang elemen diS. Selanjutnya misalkan T = S− {a}. Himpunan T mempunyai elemen sebanyak k. Jadi T memenuhi asumsi
yaitu mempunyai sebanyak 2k himpunan bagian. Himpunan bagian dariSyang tidak memuat a adalah T mempunyai 2k himpunan bagian. Jadi S mempunyai sebanyak 2k+2k =2k+1 himpunan bagian.
•
Contoh 1.3.3 Untuk sebarang bilangan riilx,ydan sebarang bilangan bulatn≥1 dida-pat
xn+1−yn+1 =(x−y)(xn+xn−1y+· · ·+xyn−1+yn).
Sebagai langkah dasar induksi n = 1 didapat x2 −y2(x− y)(x+ y) adalah jelas benar.
Untuk langkah induksi berikutnya, asumsikan bahwa benar
xk−yk =(x−y)xk−1+xk−2y+· · ·+xyk−2+yk−1. Maka didapat (x−y)xk+xk−1y+· · ·+xyk−1+yk=(x−y)hx(xk−1+xk−2y+· · ·+yk−1)+yki =x(x−y)xk−1+xk−2y+· · ·+yk−1 | {z } =xk−yk +(x−y)yk =xxk−yk+(x−y)yk =xk+1−yk+1. Terlihat bahwa xk+1−yk+1 =(x−y)xk+xk−1y+· · ·+xyk−1+yk,
Teorema 1.3.2 Prinsip Induksi (Versi Modifikasi)MisalkanP(n) adalah suatu
pernya-taan yang bergantung pada bilangan bulat positipnyang memenuhi
(1) P(1) adalah benar.
(2) BilaP(k) benar untuk semuakdengan 1≤k<m, makaP(m) adalah benar.
MakaP(n) adalah benar untuk semua bilangan bulat positipn.
Bukti Misalkan bahwa Q(n) adalah pernyataan bahwa P(k) benar untuk semua k
di-mana 1 ≤ k ≤ n. Ditunjukkan dengan menggunakan prinsip induksi matematika
(Teorema1.3.1) bahwa Q(n) benar untuk semua bilangan bulat positip n. Karena Q(n)
berakibatP(n), maka hal ini berakibatP(n) benar untuk semua bilangan bulat positipn.
Sebagai langkah dasar,Q(1) adalah pernyataanP(1), adalah benar dari asumsi (1).
Un-tuk langkah induksi berikutnya, asumsikan bahwaQ(m) benar dan dibuktikan bahwa Q(m+1) benar. DisiniQ(m+1) adalah pernyataan P(k) benar untuk semua kdimana
1 ≤ k ≤ m+1. Untuk 1 ≤ k ≤ m, P(k) mengikuti Q(m). Sedangkan untuk k = m+1 dengan menggunakan asumsi (2)P(m+1) adalah benar.
•
XDalam Teorema1.3.1pernyataan (1) dan (2) dapat diganti sebagai berikut. Diasumsikan untuk beberapa bilangan bulat positipn0:
(1’) P(n0) adalah benar.
(2’) BilaP(k) adalah benar untuk semuak, dengann0 ≤k<m, makaP(m) adalah benar. MakaP(n) benar untuk semuan≥n0.
Contoh 1.3.4 Misalkan bahwaP(n) adalah pernyataan bahwa
2n+1≤2n (n∈ N).
PernyataanP(1) danP(2) adalah salah sebab
2(1)+121 dan 2(2)+122.
Apapun itu,P(3) adalah benar sebab
2(3)+1=7≤ 23=8.
Misalkan bahwaP(k) adalah benar untuk semuak≥3, didapat 2k+1≤2k (bilak≥3)
Hal ini berakibat bahwa
2(k+1)+1=2k+3=2k+1+2≤2k+2≤2k+2k =2k+1 (k≥3).
Terlihat bahwaP(k+1) adalah benar. AkibatnyaP(n) adalah benar untukn ≥ 3. Atau pernyataan
2n+1≤2n berlaku untuk semuan∈N, dengann≥3.
•
Sifat-sifat dariZ.. 23
Contoh 1.3.5 Diberikan dua bilangan riil x dan y, dengan mengalikan bentuk (x+ y)
berulang kedalam bentuk pangkat didapat: (x+y)2=x2+2xy+y2
(x+y)3=x3+3x2y+3xy2+y3
(x+y)4=x4+4x3y+6x2y2+4xy3+y4.
Hal ini menjadi rumit setelah beberapa saat untuk menghitung semua pangkat dari (x+y).
•
Untuk menyelesaikan masalah tersebut diberikan teorema berikut.
Teorema 1.3.3 (Binomial) Diberikan sebarang dua bilangan riil x dan y, maka untuk
setiap bilangan bulatn≥1 didapat (x+y)n=xn+ n 1 ! xn−1y+ n 2 ! xn−2y2+· · ·+ n n−2 ! x2yn−2+ n n−1 ! xyn−1+yn,
dimanakoefisien binomialdiberikan oleh
n r ! def = n! r!(n−r)! untuk 0≤k≤n.
BuktiUntukn=1, benar bahwax+y=x1+y1. Asumsikan pernyataan benar untukk.
Didapat (x+y)k+1=(x+y)(x+y)k = (x+y)hxk+ k 1 xk−1y+ k 2 xk−2y2+· · ·+ k k−2 x2yk−2+ k k−1 xyk−1+yki= xk+1+ k1xky+ k 2 xk−1y2+· · ·+ k k−2 x3yk−2+ k k−1 x2yk−1+xyk+ xky+ k 1 xk−1y2+ k 2 xk−2y3+· · ·+ k k−2 x2yk−1+ k k−1 xyk+yk+1 = xk+1+[ k1+1]xky+[ k 2 + k1]xk−1y2+· · ·+[ k r + k r−1 ] xk−r+1yr+· · ·+yk+1. Untuk melengkapi bukti bahwa
(x+y)k+1 =xk+1+ k+1 1 ! xky+ k+1 2 ! xk−1y2+· · ·+ k+1 k−1 ! x2yk−1+ k+1 k ! xyk+yk+1
cukup dibuktikanIdentitas Pascal
k r ! + k r−1 ! = k+1 r !
sebagaimana berikut. k r ! + k r−1 ! = k! r!(k−r)! + k! (r−1)!(k−r+1)! = k!(k−r+1)+rk! r!(k−r+1)! = (k+1)! (k−r+1)! = k+1 r ! .
Lengkap sudah bukti.
•
XContoh 1.3.6 (Segitiga Pascal)
Identitas Pascal yang telah dibuktikan mendasari konstruksi dariSegitiga Pascalyang
sangat dikenal: 1 baris ke−0 1 1 baris ke−1 1 2 1 baris ke−2 1 3 3 1 baris ke−3 1 4 6 4 1 baris ke−4 1 5 10 10 5 1 baris ke−5 1 k k2 k3 · · · k−k3 k−k1 k 1 baris ke−k
Algorithma Pembagian
Kita semua sudah akrab sejak Sekolah Dasar dengan proses pembagian, yaitu diberikan bilangan bulat a selalu dapat direpresentasikan sebagai jumlah dari suatu kelipatan
bilangan bulat lain yang diberikan yaitub≥1 ditambah suatu sisa yang lebih kecil dari
b. Hal ini akan terlihat pada teorema berikut yang dijamin oleh prinsip keterutan secara
baik.
Contoh 1.3.7 Berikut ini penyajian hasil dari proses pembagian dari beberapa pasang
bilangan bulat.
Untuk 84 dan 60 didapat 84=1·60+24. Untuk 924 dan 105 didapat 924=8·105+84. Untuk−10 dan 3 didapat −10=−4·3+2.
Masing-masing kasus bilangan yang pertama merupakan kelipatan dari bilangan yang kedua tambah suatu bilangan bulat yang lebih kecil dari bilangan yang kedua.
•
Sifat-sifat dariZ.. 25
Teorema 1.3.4 (Algorithma Pembagian) Misalkanaadalah sebarang bilangan bulat dan bjuga sebarang bilangan bulat tetapib ≥1. Maka ada dengan tunggal bilangan bulatq
danryang memenuhi
(1) a=qb+r
(2) 0≤r<b.
Bukti Misalkan P = {a− kb|k ∈ Z dan a−kb ≥ 0}. Bila a ≥ 0, maka a ∈ P (sebab a= a−0·b). Bilaa< 0, makaa−2a·b> 0. Jadia−2a·b ∈ P, dengan demikianP, ∅. Gunakan aksiomatik keterurutan secara baik dari bilangan bulat positip didapat: Ada
r ∈ Pdengan radalah elemen terkecil. Karenar ∈ P, maka r = a−qbuntuk beberapa q ∈ Z ataua = qb+r (memenuhi (1)) dan r ≥ 0. Tinggal menunjukkan bahwa r < b.
Andaikanr≮byang berartir≥b, didapat
0≤r−b=(a−qb)−b =a−(q+1) |{z }
k
b∈P,
tetapi (r−b) < r, ini menunjukkan bahwa ada bilangan bulat positip yang lebih kecil
dari r berada di P. Hal ini bertentangan bahwa r adalah elemen terkecil di P. Jadi
haruslah r < b. Dengan demikian (2) dipenuhi, yaitur memenuhi 0 ≤ r < b. Tinggal
menunjukkan bahwa q dan r tunggal. Misalkanq1 dan r1 adalah bilangan bulat yang memenuhia=q1b+r1. Didapat
a=qb+r=q1b+r1,
dimana 0≤r<bdan 0≤r1 <b. Makar1−r=qb−q1b=b(q−q1), sebagai akibat
|r1−r|=|b(q−q1)|=|b| |q−q1|=b|q−q1|. (1.1) Tambahkan dua pertidaksamaan−b <−r≤0 dan 0 ≤r1<b, didapat
−b<r1−r<b, quad |r1−r|<b. Berdasarkan Persamaan1.1, makab|q−q1|<b. Sehingga didapat
0≤ |q−q1|<1.
Karena|q−q1|adalah bilangan bulat positip taknegatip dan memenuhi 0 ≤ |q−q1|<1,
maka haruslahq−q1 =0 atauq = q1. Dengan demikian didapat✚❩q1❩✚b+r1 =qb✓✓❙❙+r, yaitu
r1 =r. Jadi terbukti bahwaqdanradalah tunggal.
•
XBilangaqdalam Teorema1.3.4dinamakanhasil bagisedangkanrdinamakansisapada
Kesimpulan 1.3.1 Bilaa,b∈ Zdenganb , 0, maka ada tunggal bilangan bulatqdanr
yang memenuhi
a=qr+b, 0≤r<|b|.
BuktiMengikuti bukti Teorema1.3.4, cukup dibuktikan untuk kasus badalah negatif.
Maka|b|>0 atau|b| ≥1. Dengan demikian menurut Teorema1.3.4ada dengan tunggal bilangan bulatq1danryang memenuhi
a=q1|b|+r, 0≤r<|b|.
Karena|b|=−b, maka bisa diplihq=−q1, sehingga didapat
a=q1|b|=(−q)(−b)+r=qb+r, 0≤r<|b|.
•
XDefinisi 1.3.1 Diberikan dua bilangan bulat adan b, dengana , 0 dikatakan bahwa a adalah pembagi dari b ditulis a|b, bila b = ac untuk beberapa bilangan bulat c. Bila a tidak membagib, maka ditulisa∤b. Catatan bahwa dibolehkan bahwa a ≤ 0 dalam definisi ini.
•
XBeberapa akibat langsung dari Definisi1.3.1diberikan dalam teorema berikut.
Teorema 1.3.5 Diberikana,b,c∈Z. Maka 1. a|0,1|a,a|a,
2. a|±1 bila dan hanya bilaa=±1, 3. bilaa|b, makaac|bc,
4. bilaa|bdanb|c, makaa|c,
5. a|bdanb|abila dan hanya bilaa=±b,
6. bilac|adanc|b, makac|(ax+by) untuk setiapx,y∈Z.
BuktiSebagai latihan.
•
XDefinisi 1.3.2 Diberikan dua bilangan bulat a dan b, suatu bilangan bulat d yang
me-menuhi kondisi d |a dan d|b dinamakan suatu pembagi persekutuan dari a dan b.
•
XContoh 1.3.8 Bilangan bulat 252 dan 180 mempunyai pembagi persekutuan positip:
1,2,3,4,6,9,12,18 dan 36. Tidak ada bilangan bulat positip yang lebih besar dari 36
yang merupakan pembagi persekutuan dari 252 dan 180.
•
Pada pembahasan berikutnya akan sering tertarik untuk mencari pembagi persekutuan terbesar dari dua bilangan bulat.