• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Steenis et al, (2005) kedudukan tanaman karet dalam tatanama

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Steenis et al, (2005) kedudukan tanaman karet dalam tatanama"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

Menurut Steenis et al, (2005) kedudukan tanaman karet dalam tatanama (sistematika) sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Sub-diivisio: Angiospermae, Kelas: Dicotyledoneae, Ordo: Euphorbiales, Famili: Euphorbiaceae, Genus:Hevea, Spesies : Hevea brassiliensis Muell. Arg.

Akar tanaman karet merupakan akar tunggang yang mampu menopang batang tanaman yang tumbuh tinggi ke atas, dengan akar seperti itu pohon karet dapat berdiri kokoh, meskipun tingginya mencapai 25 meter (Setiawan dan Andoko, 2005).

Karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi. Dibeberapa kebun karet ada kecondongan arah tumbuh tanamanya agak miring ke arah utara. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks (Nugroho, 2010).

Daun karet berselang-seling, tangkai daunnya panjang, terdiri dari 3 anak daun yang licin berkilat. Petiola tipis, hijau, panjang 3,5-30 cm. Helaian anak daun bertangkai pendek dan berbentuk lonjong-oblong atau oblong-obovate, pangkal sempit dan tegang, ujung runcing; sisi atas daun hijau tua dan sisi bawah agak cerah, panjangnya 5-35 cm dan lebar 2,5-12,5 cm (Sianturi, 2001).

Bunga karet terdiri dari bunga jantan dan betina yang terdapat dalam malai payung tambahan yang jarang. Pangkal tenda bunga berbentuk lonceng. Pada ujungnya terdapat lima taju yang sempit. Panjang tenda bunga 4-8 mm. Bunga betina merambut vilt.Ukurannya lebih besar sedikit dari yang jantan dan mengandung bakal

(2)

buah yang beruang 3. Kepala putik yang akan dibuahi dalam posisi duduk juga berjumlah 3 buah. Bunga jantan mempunyai 10 benang sari yang tersusun menjadi suatu tiang. Kepala sari terbagi dalam 2 karangan, tersusun 9 satu lebih tinggi dari yang lain. Paling ujung adalah suatu bakal buah yang tidak tumbuh sempurna (Maryani, 2007).

Karet merupakan buah berpolong (diselaputi kulit yang keras) yang sewaktu masih muda buah berpaut erat dengan rantingnya. Buah karet dilapisi oleh kulit tipis berwarna hijau dan didalamnya terdapat kulit yang keras dan berkotak. Tiap kotak berisi sebuah biji yang dilapisi tempurung, setelah tua warna kulit buah berubah menjadi keabu - abuan dan kemudian mengering. Pada waktunya pecah dan jatuh, tiap ruas tersusun atas 2 – 4 kotak biji. Pada umumnya berisi 3 kotak biji dimana setiap kotak terdapat 1 biji. Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jumlah biji biasanya ada tiga kadang empat (Budiman, 2012).

Buah beruang tiga, jarang yang beruang 4 hingga 6, diameter buah 3-5 cm dan terpisah 3,4,6. Coci berkatupdua, pericarp berbentuk endokarp berkayu. Biji besar, bulat persegi empat, tertekan pada satu atau dua sisinya, berkilat berwarna coklat muda, dengan noda oda coklat tua, panjang 2-3,5 dan tebal 1,5-2,5 cm (Sianturi, 2001).

Syarat Tumbuh Iklim

Secara garis besar tanaman karet dapat tumbuh baik pada kondisi iklim sebagai berikut: suhu rata-rata harian 280C (dengan kisaran 25–350C) dan curah hujan tahunan rata-rata antara 2.500-4.000 mm dengan hari hujan mencapai 150 hari

(3)

pertahun. Pada daerah yang sering hujan pada pagi hari akan mempengaruhi kegiatan penyadapan bahkan akan mengurangi hasil produktifitasnya. Keadaan daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah daerah-daerah Indonesia bagian barat, yaitu Sumatera, Jawa dan Kalimatan, sebab iklimnya lebih basah (Budiman, 2012).

Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.500 mm sampai 4.000 mm/tahun,dengan hari hujan berkisar antara 100 sd. 150 HH/tahun. Namun demikian, jika sering hujan pada pagi hari, produksiakan berkuran (Anwar, 2001).

Kelembaban nisbi (RH) yang sesuai untuk tanaman karet adalah rata – rata berkisar antara 75% - 90%. Kelembapan yang terlalu tinggi tidak baik untuk pertumuhan karet, karena dapat membuat laju aliran transpirasi tanaman karet menjadi kecil sehingga absorbsi unsur hara dari tanah menjadi lambat. Selain itu tanaman sering mengalami gutasi dan terjadi kelelahan lateks akibat retakan kulit. Angin yang bertiup kencang dapat mengakibatkan patah batang, cabang atau tumbang. Angin kencang pada musim kemarau sangat berbahaya, laju evapotranspirasi menjadi besar (Sianturi, 2001).

Tanah

Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karetbaik tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut < 2 m. Tanah vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, tekstur, sulum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik karena kandungan haranya rendah. Tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat fisikanya terutama drainase dan aerasenya kurang baik. Reaksi tanah berkisar antara pH 3,0 - pH 8,0 tetapi tidak sesuai pada pH < 3,0 dan > pH 8,0 (Anwar, 2001).

(4)

Tanaman karet bukanlah tanaman manja, dapat tumbuh pada tanah- tanah yang mempunyai sifat fisik baik, atau sifat fisiknya dapat diperbaiki. Tanah yang dikehendaki adalah bersolum dalam, kedalaman lapisan padas lebih dari 1 m, pemukaan air tanah rendah yaitu ± 10 – 20 cm. Sangat toleran terhadap kemasaman tanah, dapat tumbuh pada pH 3,8 hingga 8,0 , tetapi pada pH yang lebih tinggi sangat menekan pertumbuhan (Siaturi, 2001).

Klon Tanaman Karet

Untuk meningkatkan produktivitas perkebunan karet rakyat, pemerintah telah menempuh berbagai upaya antara lain perluasan tanaman, penyuluhan, intensifikasi, rehabilitasi dan peremajaan serta penyebaran klon – klon unggul benih karet. Dalam menunjang keberhasilan peningkatan produktivitas perkebunan karet, telah dilakukan usaha khususnya terhadap benih karet (Syukur, 2013).

Rekomendasi klon-klon karet untuk periode tahun 2010-2014 berdasarkan

hasil rumusan Lokakarya Nasional Pemuliaan Tanaman Karet Tahun 2009,

yaitu sebagai berikut: Klon Anjuran Komersial a.) klon penghasil lateks terdiri: IRR 104, IRR 112, IRR 118, IRR 220, BPM 24, PB 260, PB 330, dan PB 340;

b.) klon penghasil lateks-kayu terdiri: IRR 5, IRR 39, IRR 42, IRR 107,dan RRIC 100 (Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia, 2013).

Potensi Klon PB260 Penghasil lateks Pertumbuhan jagur Resisten : Corynespora Colletotrichum & Oidium.Produksi Lateks: 1.5-2.5 ton/ha/th. Warna : putih kekuningan. Lateks diolah: sheet (Janudianto et al., 2013).

Klon dari jenis IRR ini terdiri dari klon penghasil lateks (IRR 104), lateks-kayu (IRR 5, IRR 32, IRR 39, IRR 42, IRR 107, IRR 112, dan IRR 118), dan

(5)

penghasil kayu (IRR 70, IRR 71, dan IRR 72). Klon IRR termasuk dalam klon anjuran yang diharapkan dapat menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan produktivitas tanaman karet yang ada di Indonesia. Klon IRR memiliki potensi produksi mencapai 2,9 – 3,2 ton karet kering per ha per tahun, sehingga sangat potensial untuk dijadikan sebagai batang atas (Marchino et al., 2010).

Pada umumnya klon yang berproduksi tinggi tanpa stimulasi mempunyai kadar Pi tinggi dan sukrosa rendah, yang menunjukkan aktifitas metabolisme yang tinggi. Sebaliknya, kadar Pi rendah dan sukrosa tinggi pada klon berproduksi rendah, yang menunjukkan rendahnya aktifitas metabolisme lateks (Lacote, 2007).

Thiol (R-SH) berfungsi sebagai antioksidan, sehingga stress oksidatif sebagai akibat aktifnya metabolisme dalam sel dapat ditekan. Kadar R-SH yang rendah menunjukkan terlalu intensifnya eksploitasi sehingga perlu dikurangi dengan menurunkan intensitas sadapan maupun stimulasi (Gohet et al.,1996).

Kering Alur Sadap (KAS)

Penyakit kekeringan alur sadap mengakibatkan kekeringan alur sadap sehingga tidak mengalirkan lateks, namun penyakit ini tidak mematikan tanaman. Penyakit ini disebabkan oleh penyadapan yang terlalu sering, terlebih jika disertai dengan penggunaan bahan perangsang lateks ethepon. Adanya kekeringan alur sadap mula-mula ditandai dengan tidak mengalirnya lateks pada sebagian alur sadap. Kemudian dalam beberapa minggu saja keseluruhan alur sadap ini kering tidak mengeluarkan lateks. Bagian yang kering akan berubah warnanya menjadi cokelat karena pada bagian ini terbentuk gum (blendok). Kekeringan kulit tersebut dapat meluas ke kulit lainnya yang seumur, tetapi tidak meluas dari kulit perawan ke kulit

(6)

pulihan atau sebaliknya. Gejala lain yang ditimbulkan penyakit ini adalah terjadinya pecah-pecah pada kulit dan pembengkakan atau tonjolan pada batang tanaman (Anwar,2001).

Sel pembuluh lateks mngalami penyumbatan dan menjadi sel tilasoid. Sel tilasoid ini melebar ke arah sel sel tetangga dan meluas sehingga jaringan tilasoidpun berbentuk. Bidang sadap yang memiliki jaringan tilasoid ini bila disadap pada awalnya akan mengalami kekeringan alur sadap sebagian (KAS parsial), kemudian meluas dan dikenal sebagai KAS total (Tistama et al., 2006).

Kejadian KAS menurut Abraham et al, (2006). Diklasifikasikan menjadi tanaman tidak terserang KAS (0%), rendah (0-25%), sedang (25-50%), tinggi (50-75%), dan sangat tinggi (>75%). Klasifikasi tersebut digunakan untuk mengetahui luas kejadian KAS dibidang panel sadapan. Persentase kejadian KAS dapat diperoleh dari perbandingan panjang luas yang tidak mengeluarkan lateks dengan total panjang keseluruhan bidang sadap dikalikan 100%.

Kering alur sadap dapat menyebar dengan cepat dalam angka waktu 2-4 bulan keseluruh kulit bidang sadap. Penyebaran KAS diduga mengikuti alur pembuluh lateks dan arah sadap. Proses penyebaran KAS pada bidang sadap BO-1 mengarah keseluruh BO-1 dibawah irisan sadap. Penyebaran berikutnya menyebar ke bidang panel BO-2 dibagian bawah yang dilanjutkan ke bagian atas hingga bertemu mencapai HO-1. Pola penyebaran KAS di B1-1 hingga B1-2 kulit juga sama. Proses penyebaran yang cepat disbabkan oleh kecepatan terbentuknya tilasoid lebih tinggi dibandingkan dengan irisan sadap pada sadapan selanjutnya (Sumarmadji, 2005).

(7)

Kejadian KAS banyak terjadi di perkebunan karet akibat penerapan sistem eksploitasi yang tidak tepat. Fakta yang sring kali ditemukan di lapangan yaitu praktisi kebun tidak membedakan konsentrasi dan interval aplikasi stimulan untuk klon quick starter maupun klon slow starter, pemberian stimulan saat musim gugur

daun ,banyak terdapat luka kayu, dan konsumsi kulit yang boros (Jacob and Krishnakumar, 2006).

Deteksi dini dampak intensitas exploitasi terhadap tanaman karet dapat dilakukan dengan analisis fisiologi berupa ukrosa, PI (fosfat anorganik) dan thiol. Status ketiga unsur tersebut dapat digunakan untuk menilai kondisi keletihan fisiologis tanaman. Titik kritis status ketiga unsur tersebut sangat tergantung kepada klon, unsur dan dinamika fisiologis tanaman atau variasi musiman. Secara umum dapat digambarkan bahwa titik kritis untuk sukrosa < 4 mM, untuk pi >25 mM dan untuk thiol < 0,4Mm. Dalam penilaian ini biasanya masih membutuhkan peubah peubah yang lain (produksi g/p/s, kadar karet kering dan sebagainya. Namun cara ini dapat secara preventif mengatsi terjadinya KAS. Beberapa perkebunan menerapkan analisis lateks setahun sekali untuk menetapkan sistem sadap tahun berikutnya (Tistama et al., 2006).

Gangguan fisiologis pada tanaman karet yaitu sebagian atau seluruh alur sadapnya kering dan tidak mengalir lateks, atau bisa disebut brown bast (BB) atau tapping dryness (TPD) atau kering alur sadap (KAS) dan sebagian petani pekebun ada yang menyebut mati kulit, diduga disebabkan oleh terjadinya ketidak seimbangan antara lateks yang terambil dan lateks yang terbentuk. Ketidak seimbangan tersebut di

(8)

yakini antara lain disebabkan karena gangguan stimulan yang tidak mengikuti anjuran. Akibatnya antara lain menurunnya kemampuan pohon untuk memproduksi lateks (Arief dan Island, 2006).

Hasil pengamatan terhadap kandungan sukrosa pada tanaman yang sehat dan tanaman yang terkena KAS sebagian , ternyata kandungan sukrosa dari pada tanaman yang sehat . hal ini membuktikan dua hal, pertama : adanya suplai sukrosa yang normal pada tanaman yang terserang KAS, kedua: adanya hamabatan biosintesis karet sehingga sukrosa tidak dimanfaatkan dalam proses tersebut sehingga terjadi penumpukan (Tistama et al, 2006).

Tanaman yang terkena KAS terjadi hambatan perubahan mevalonat menjadi isopenteril piroposfat (IPP). Hambatan tersebut terjadi akibat kurangnya suplai ATP sebagai sumber energi pada reaksi perubahan mevalonat menjadi IPP. Pada tahapan tersebut merupakan proses reaksi yang membutuhkan banyak energi. Status ATP yang rendah juga diiringi dengan status fosfat anorganik yang rendah didalam lateks pada tanaman terserang KAS. Kandungan PI memang cendrung menurun jika

tanaman dieksploitasi dengan sistem sadap yang lebih intensip (Krisnakumar et al, 2001).

Komponen fisiologis lateks lainnya adalah thiol. Thiol (R-SH) berperan dalam mengaktifkan beberapa enzim yang berhubungan dengan cekaman lingkungan. Status thiol berhubungan pada saat mendapat tekanan sistem ekploitasi. Semakin tinggi intensitas eksploitasi semakin rendah setatus thiol dalam lateks. Pada tanaman yang

(9)

mengalami KAS setatus thiolnya lebih rendah dibandingkan dengan tanaman sehat. Kemunkinan jaringan kulit mengalami proses keletihan yang dapat diikuti dengan kematian secara parsial sel-sel pembuluh lateks (Tistama et al, 2006).

Reactive Oxygen Species (ROS)

Radikal bebas dibentuk oleh metabolisme xenobiot atau metabolismesel aerob secara normal. Reactive oxygen species (ROS) adalah radikal bebas yang berperan penting pada beberapa proses fisiologis organ tubuh. Pembentukan ROS dapat menginduksi peroksidasi lipid yang bersifat sitotoksik akibat inisiasi suatu reaksi rantai kedalam membran, diikuti reaksi propagasi sehingga secara keseluruhan akan mengakibatkan kerusakan sel (Astuti et al.,2009).

Dalam kondisi labil, molekul ROS memulung berbagai mekanisme pertahanan antioksidan. Kesetimbangan antara produksi dan pemulungan ROS mungkin terganggu oleh berbagai faktor stres biotik dana biotik seperti salinitas, radiasi UV, kekeringan, logam berat, suhu ekstrim, kekurangan gizi dan udara. Melalui berbagai reaksi, O2mengarah pada pembentukan H2O2, OH dan ROS lainnya.

ROS terdiri O2, H2O2, 1

O2, HO2, OH, ROOH, ROO, dan RO yang sangat reaktif dan

beracun dan penyebab kerusakan protein, lipid, karbohidrat, DNA yang akhirnya menghasilkan kematian sel (Sarvajeet dan Narendra, 2010).

Reactive Oxygen Species (ROS) secara alami dihasilkan didalam metabolisme tanaman. Selama stress biotik dan abiotik, ROS tersebut terakumulasi di dalam jaringan jauh lebih cepat dibandingkan dengan reaksi yang dapat menghilangkan ROS tersebut. Detoksifiasi ROS melalui SOD peroksidase dan

(10)

katalase secara enzimatik maupun melalui mekanisme non enzimatik lainnya mampu menghilangkan ROS dari jaringan tanpa menimbulkan kerusakan. Oleh karena peroksidase dan katalase memiliki peranan utama didalam proses penghilangan molekul H2O2 didalam jaringan biologis (Gebelin et al., 2013).

Reactive Oxygen Species (ROS) merupakan oksidan yang sangat reaktif dan mempunyai aktivitas yang berbeda. Dampak negatif senyawa tersebut timbul karena aktivitasnya, sehingga dapat merusak komponen sel yang sangat penting untuk mempertahankan integritas sel. Setiap ROS yang terbentuk dapat memulai suatu reaksi berantai yang terus berlanjut sampai ROS itu dihilangkan oleh ROS yang lain atau sistem antioksidannya (Maslachah et al., 2008).

Fungsi enzim yang berbeda-beda dalam menghadapi ROS mengakibatkan tingkat ekspresi gen responsif terhadap ROS beragam pada berbagai perlakuan. Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa tingkat cekaman oksidatif dapat ditentukan dari jumlah ROS seperti superoksida, peroksida, dan radikal hidroksil. Oleh karena itu, keseimbangan aktifitas enzim SOD, APX, dan katalase sangat penting untuk menekan level toksisitas ROS di dalam sel. Saat aktifitas katalase

rendah di tanaman, aktifitas enzim lain, yaitu APX akan meningkat (Arlyny, 2008).

Asam Askorbat

Vitamin C dalam tubuh aktif dalam 2 bentuk yaitu asam askorbat dan

dehidroaskorbic acid (DHA). Vitamin C dalam bentuk asam askorbat berperan sebagai scavenger radikal bebas, selain itu juga mampu menghambat pembentukan

(11)

radikal bebas, sedangkan dalam bentuk DHA akan menghambat secara langsung aktifasi nuclear factorkappabeta (NF-kB) faktor transkripsi inflamasi. Beberapa penelitian melaporkan bahwa vitamin C lebih efektif dibandingkan dengan α- tokoferol dalam mengurangi proses patofisiologi akibat stres oksidatif seperti aterosklerosis, karena vitamin C mempunyai kemampuan menangkap oksigen dan nitrogen reaktif secara efektif, dan vitamin ini mempunyai kemampuan untuk

regenerasi α-tokoferol sehingga avaibilitas vitamin α-tokoferol ini dalam tubuh tetap terjaga.Setelah bereaksi dengan radikal bebas,vitamin C pun akan menjadi produk radikal, namun karena degradasinya sangat singkat (10-5 detik) sehingga ia tidak reaktif, salah satu alasan vitamin C disukai sebagai antioksidan (Julahir, 2010).

Vitamin C diproduksi oleh tumbuhan dalam jumlah yang besar. Fungsi vitamin C bagi tumbuhan dalah sebagai agen antioksidan yang dapat menetralkan singlet oksigen yang sangat reaktif, berperan dalam pertumbuhan sel, berfungsi seperti hormon, dan ikut berperan dalam proses fotosintesis. Vitamin C hanya dapat dibentuk oleh tumbuhan dan terdapat pada sayuran serta buah-buahan dalam jumlah yang besar.Hal ini disebabkan karena tumbuhan memiliki enzim mikrosomal L-gulonolakton oksidase, sebagai komponen dalam pembentukan asam askorbat (Kurniawan et al., 2010).

Antioksidan merupakan senyawa yang mampu menghambat laju oksidasi. Antioksidan ini memiliki banyak komponen dan merupakan zat alami yang dihasilkan sendiri oleh tubuh atau didapat dari makanan yang kita makan. Antioksidan bekerja dengan cara menghentikan pembentukan radikal bebas, menetralisir serta memperbaiki kerusakan-kerusakan yang terjadi. Radikal bebas

(12)

merupakan atom atau melekul yang memiliki satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas dianggap pasangan elektronnya. Radikal bebas dapat bereaksi dengan molekul sel tubuh dengan cara mengikat elektron dari melekul sel

tersebut dan dapat menyebabkanreaksi berantai yang merusak tubuh (Ardianti et al., 214).

Selain antioksidan tersebut, sumber-sumber antioksidan eksogen yang berasal dari makanan sehari-hari juga diperlukan untuk meminimalkan stres oksidatif, seperti vitamin-vitamin (vitamin C, vitamin E, ß–karoten), dan senyawa fitokimia (karotenoid, isoflavon, saponin, polifenol).Vitamin C merupakan vitamin larut dalam air, secara tunggal dapat menghambat proses oksidasi LDL.Vitamin C bekerja bersama-sama dengan vitamin E dalam menghambat reaksi oksidasi. VitaminC mengikat vitamin E radikal yang terbentuk pada proses pemutusan reaksi radikal bebas oleh vitamin E, menjadi vitamin E bebas yang berfungsi kembali sebagai antioksidan. Vitamin E merupakan vitamin larut dalam lemak, dapat memutuskan reaksi radikal bebas pada jaringan dan merupakan antioksidan yang dominan dalampartikel LDL (Sulistyowati, 2006).

Salah satu pendekatan untuk mendorong toleransi stres oksidatif yang akan meningkatkan substrat enzim pada tingkat sel adalah asam askorbat. Asam askorbat berfungsi sebagai antioksi dan, kofaktor enzim dan sebagaimodulator sel sinyal dalam beragam prosesfisiologis penting, termasuk biosintesis dinding sel, metabolit sekunder dan fitohormon, toleransi stres, fotoproteksi, pembelahan dan pertumbuhan sel ( Ardiansyah et al.,2014).

Referensi

Dokumen terkait

Pengendalian dengan cara menurunkan atau menekan populasi lalat sering dilakukan pada areal yang luas dan membutuhkan biaya tinggi, cara ini bertujuan menurunkan populasi lalat

Yang perlu dilakukan pertama kali adalah mengkonfirmasikan bahwa kehamilan tersebut sifatnya fisiologis atau normal. Artinya tidak terdapat kelainan 3 P, yakni power atau

Selain itu Pecking Order Theory merupakan teori keuangan yang menyatakan bahwa perusahaan lebih cenderung memilih pendanaan yang berasal dari sumber dana internal dibandingkan

Kualitas tapak atau tempat tumbuh adalah totalitas faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan tegakan dan menunjukkan kapasitas produksi tanah dalam

Sedangkan menurut Sweeney dan Soutar yang dikutip oleh Tjiptono (2007:298) definisi emotional value adalah utilitas yang berasal dari perasaan atau afektif atau emosi

Biodegradable film yang terbuat dari lipida dan film dua lapis (billayer) ataupun campuran yang terbuat dari lipida dan protein atau polisakarida pada umumnya.. baik digunakan

Karakteristik padi tipe baru menurut Peng dkk., (1994) dalam Khush (1996) adalah potensi hasil tinggi, malai lebat (± 250 butir gabah/malai), jumlah anakan produktif lebih

1) Time Interest Earned (TIE) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur seberapa besar keuntungan yang dapat berkurang tanpa mengakibatkan adanya kesulitan keuangan