• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Stransburgers (1964) sistematika tanaman karet adalah sebagai

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Stransburgers (1964) sistematika tanaman karet adalah sebagai"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman

Menurut Stransburgers (1964) sistematika tanaman karet adalah sebagai berikut, Kingdom: Plantae, Divisio: Spermatophyta, Sub divisio: Angiospermae,

Class: Dicotyledoneae, Sub class: Monoclamydae, Ordo: Tricoccae, Famili: Euphorbiaceae, Genus: Hevea, Species : Hevea brasiliensis Muell. Arg.

Sesuai dengan sifat dikotilnya, akar tanaman karet merupakan akar tunggang. Akar ini mampu menopang batang tanaman yang tumbuh tinggi dan besar. Akar tunggang dapat menunjang tanah pada kedalaman 1-2 m, sedangkan akar lateralnya dapat menyebar sejauh 10 m. Akar yang paling aktif menyerap air dan unsur hara adalah bulu akar yang berada 8 pada kedalaman 0-60 cm dan jarak 2,5 m dari pangkal pohon (Setiawan dan Andoko, 2005).

Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar, tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m pohon tegak, kuat, berdaun lebat, dan dapat mencapai umur 100 tahun. Biasanya tumbuh lurus memiliki percabangan yang tinggi di atas. Dibeberapa kebun karet ada kecondongan arah tumbuh tanamannya agak mirinng ke utara. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks (Maryani, 2007).

Daun karet berwarna hijau. Daun ini ditopang oleh daun utama dan tangkai anak daunnya antara 3-10 cm. Pada setiap helai terdapat tiga helai anak daun. Daun tanaman karet akan menjadi kuning atau merah pada saat musim kemarau (Setiawan dan Andoko, 2005).

Karet merupakan buah berpolong (diselaputi kulit yang keras) yang sewaktu masih muda buah berpaut erat dengan rantingnya. Buah karet dilapisi

(2)

oleh kulit tipis berwarna hijau dan didalamnya terdapat kulit yang keras dan berkotak. Tiap kotak berisi sebuah biji yang dilapisi tempurung, setelah tua warna kulit buah berubah menjadi keabu-abuan dan kemudian mengering. Pada waktunya pecah dan jatuh, tiap ruas tersusun atas 2-4 kotak biji. Pada umumnya berisi 3 kotak biji dimana setiap kotak terdapat 1 biji. Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jumlah biji biasanya ada tiga kadang empat (Budiman, 2012).

Bunga karet terdiri dari bunga jantan dan betina yang terdapat dalam malai payung tambahan yang jarang. Pangkal tenda bunga berbentuk lonceng. Pada ujungnya terdapat lima taju yang sempit. Panjang tenda bunga 4-8 mm. Bunga betina merambut vilt. Ukurannya lebih besar sedikit dari yang jantan dan mengandung bakal buah yang beruang 3. Kepala putik yang akan dibuahi dalam posisi duduk juga berjumlah 3 buah. Bunga jantan mempunyai 10 benang sari yang tersusun menjadi suatu tiang. Kepala sari terbagi dalam 2 karangan, tersusun 9 satu lebih tinggi dari yang lain. Paling ujung adalah suatu bakal buah yang tidak tumbuh sempurna (Maryani, 2007).

Syarat Tumbuh Iklim

Daerah yang baik bagi pertumbuhan dan pengusahaan tanaman karet terletak di sekitar ekuator (katulistiwa) antara 100LS dan 100 LU. Karet masih tumbuh baik sampai batas 200 garis lintang. Suhu 200C dianggap sebagaibatas terendahsuhu bagi karet (Maryani, 2007).

Secara garis besar tanaman karet dapat tumbuh baik pada kondisi iklim sebagai berikut: suhu rata-rata harian 280 C (dengan kisaran 25-350C) dan curah hujan tahunan rata-rata antara 2.500-4.000 mm dengan hari hujan mencapai 150

(3)

hari pertahun. Pada daerah yang sering hujan pada pagi hari akan mempengaruhi kegiatan penyadapan bahkan akan mengurangi hasil produktifitasnya. Keadaan daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah daerah-daerah Indonesia bagian barat, yaitu Sumatera, Jawa, Dan Kalimatan, sebab iklimnya lebih basah (Budiman, 2012).

Untuk pertumbuhan karet yang baik memerlukan suhu antara 250-350 C, dengan suhu optimal rata-rata 280 C. Angin juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman karet. Angin yang kencang pada musim-musim tertentu dapat mengakibatkan kerusakan pada tanaman karet yang berasal dari klon-klon tertentu yang peka terhadap angin kencang (Sianturi, 2001).

Curah hujan yang cukup tinggi antara 2.000-2.500 mm setahun disukai tanaman karet. Akan lebih baik lagi apabila curah hujan merata sepanjang tahun, dengan hari hujan berkisar100-150 HH/tahun. Jika sering hujan pada pagi hari produksi akan berkurang, hal tersebut dikarenakan jika penyadapan pada waktu hujan kualitas lateks encer. (Maryani, 2007).

Kelembaban nisbi (RH) yang sesuai untuk tanaman karet adalah rata-rata berkisar diantara 75%-90%. Lama penyinaran dan intensitas cahaya matahari sangat menentukan produktivitas tanaman. Di daerah yang kurang hujan yang menjadi faktor pembatas adalah kurangnya air, sebaliknya di daerah yang terlalu banyak hujan, cahaya matahari menjadi faktor pembatas. Dalam sehari tanaman karet membutuhkan sinar matahari dengan intensitas yang cukup paling tinggi antara 5-7 jam. Angin yang bertiup kencang dapat mengakibatkan patah batang, cabang atau tumbang (Sianturi, 2001).

(4)

Tanah

Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut < 2 m. Tanah vulkanis mempunyai sifat fisik yang cukup baik terutama struktur, tekstur, solum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik karena kandungan haranya rendah. Tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat fisikanya terutama drainase dan aerasenya kurang baik (Anwar, 2006).

Tanaman karet termasuk tanaman perkebunan yang mempunyai toleransi cukup tinggi terhadap kesuburan tanah. Tanaman ini tidak menuntut kesuburan tanah yang terlalu tinggi. Tanaman ini masih bisa tumbuh dengan baik pada kisaran pH 3,5-7,5. Meskipun demikian, tanaman karet akan berproduksi

maksimal pada tanah yang subur dengan pH antara 5-6 (Setiawan dan Andoko, 2000).

Tanaman karet bukanlah tanaman manja, dapat tumbuh pada tanah-tanah yang mempunyai sifat fisik baik, atau sifat fisiknya dapat diperbaiki. Tanah yang dikehendaki adalah bersolum dalam, jeluk lapisan dalam lebih dari 1 m, permukaan air tanah rendah. Sangat toleran terhadap kemasaman tanah, dapat tumbuh pada pH 3,8-8,0, tetapi pada pH yang lebih tinggi sangat menekan pertumbuhan (Sianturi, 2001).

Metabolisme Tanaman Karet

Saat ini terdapat 48 klon anjuran di Indonesia yang diklasifikasikan menjadi tiga kelompok berdasarkan sifat metabolismenya. Kelompok pertama dikenal sebagai klon metabolisme tinggi sebanyak 26 klon, yaitu PB 235, PB 260,

(5)

PB 280, PB 340, PRIM 712, IRR 1, IRR 2, IRR 3, IRR 4, IRR 6, IRR 7, IRR 8, IRR 10, IRR 103, IRR 104, IRR 105, IRR 106, IRR 106, IRR 107, IRR 109, IRR 110, IRR 111, IRR 112, IRR 117, IRR 118, IRR 119, IRR 120, Kedua klon metabolisme sedang (moderat) sebanyak 11 klon, yaitu GT 1, BPM 1, BPM 24, PR 255, PR 261, PR 300, PB 330, RRIC 100, RRIC 110, RRIM 717, IRR 9, dan metabolisme rendah sebanyak 11 klon yaitu, AVROS 2037, BPM 107, BPM 109, PB 217, RRIC 102, PR 303, TM 2, TM 6, IRR 5, IRR 39, IRR 42. Klon metabolisme tinggi cenderung memiliki pola produksi awal (quick starter) dan sebaliknya klon metabolisme sedang dan rendah cenderung memiliki pola produksi akhir (slow starter) (Sumarmadji, 2000).

Ciri khas klon quick starter memiliki pola puncak produksi lateks terjadi di periode awal, kurang tanggap stimulan, rentan Kering Alur Sadap (KAS) dan kulit pulihannya tipis, sedangkan klon slow starter mencapai puncak produksi di pertengahan periode penyadapan, tanggap stimulan, relatif tahan over eksploitasi dan kulit pulihannya tebal (Siregar et al., 2008).

Kadar fosfat anorganik (FA) dalam lateksmenunjukkan aktivitas metabolisme dalam pembuluh lateks. Kadar FA yang tinggi menunjukkan aktivitas metabolisme yang tinggi dan sebaliknya. Pada umumnya produksi tanaman makin tinggi dengan semakin tingginya kadar FA dalam lateks (Gohet and Jacob, 2008).

Sukrosa merupakan bahan utama dalam pembentukan lateks. Kadar sukrosa yang rendah menunjukkan bahwa metabolisme sangat intensif, namun juga bisa berarti habisnya cadangan atau pasokan karbohidrat. Sebaliknya kadar yang tinggi menunjukkan kurang aktifnya metabolisme tanaman, sehingga

(6)

peningkatan aktivitas bisa dilakukan dengan meningkatkan intensitas sadap maupun aplikasi stimulan. Akan tetapi kadar yang tinggi bisa juga berarti bahwa sel pembuluh lateks sudah tidak berfungsi lagi atau mengalami degenerasi. Dengan demikian parameter yang lain perlu diperhatikan dalam diagnosa. Klon berkadar sukrosa rendah hanya dapat distimulasi sebanyak 5 kali pertahun, sedangkan klon berkadar sedang dapat distimulasi 10 kali pertahun. Namun penetapan lebih lanjut perlu dilakukan secara spesifik pada masing-masing klon (Kuswanhadi et al., 2009).

Thiol (R-SH) berfungsi sebagai antioksidan, sehingga stress oksidatif sebagai akibat aktifnya metabolisme dalam sel dapat ditekan. Kadar R-SH yang rendah menunjukkan terlalu intensifnya eksploitasi sehingga perlu dikurangi dengan menurunkan intensitas sadapan maupun stimulasi (Gohet et al., 1996).

Pada umumnya klon yang berproduksi tinggi tanpa stimulasi mempunyai kadar fosfat anorganik (FA) tinggi dan sukrosa rendah, yang menunjukkan aktivitas metabolisme yang tinggi. Sebaliknya, kadar FA rendah dan sukrosa tinggi pada klon berproduksi rendah, yang menunjukkan rendahnya aktivitas metabolisme lateks (Lacote, 2007).

Pada umunya klon yang memiliki pola metabolisme tinggi seperti halnya PB 235, PB 260, PRIM 712, dan PB 340 memiliki kadar sukrosa lateksoptimum 4-7mM. Sedangkan kadar fosfat anorganik (FA) lateksmemiliki nilai optimum 10-20 mM dan memiliki kadar thiol lateksoptimum 0,4-0,9mM. SedangkanKarakteristik klon bermetabolisme rendah seperti AVROS 2037, PB 217, RRIC 102, TM 8, dan TM 9 umumnya memiliki kadar sukrosa lateksberkisar antara 13-24 mM, kadar fosfat anorganik lateksbekisar 7-9 mM sedangkan kadar

(7)

thiol lateksberkisar 0,4-0,9 mM. Kadar setiap komponen tersebut dapat mengalami perubahan sesusai dengan faktor lingkungan ataupun terserang

patogen, hama penyakit, dan gangguan frisiologis (Sumarmadji dan Tistama, 2004).

Potensi produksi klon beraktivitas metabolisme tinggi tidak selalu lebih tinggi produksinya dibanding klon bermetabolisme rendah. Potensi produksi klon

yang sebenarnya bergantung pada besarnya kadar sukrosa lateks (Gohet and Jacob, 2008).

Kering Alur Sadap (KAS)

Penyakit Kering Alur Sadap (KAS) mengakibatkan kekeringan alur sadapsehingga tidak mengalirkan lateks, namun penyakit ini tidak mematikantanaman (Anwar, 2006). Gejala KAS ditandai dengan terdapatnya bagian-bagianalur sadap yang tidak mengeluarkan lateks. Bagian-bagian tersebutkemudian meluas dan akhirnya seluruh pohon tidak mengeluarkan lateks samasekali. Kulit sebelah dalam bagian yang sakit berubah warna menjadi cokelat (Semangun, 2000). Akibat perubahan hormon di sekitar kulit yang matiadakalanya terbentuk kambium sekunder sehingga menjadi pecah-pecah atauterbentuk tonjolan-tonjolan yang tidak teratur, sehingga penyadapan sulit dilakukan (Fairuzah, 2011).

Gejala awal KAS biasanya ditunjukkan dengan adanya spot-spot aliran lateks dari bagian kulit sebelah luar pada saat kulit disadap. Spot-spot ini adalah bagian jaringan latisifer yang masih sehat, sementara jaringan disekitarnya sudah kering. Gejala KAS yang lain adalah dijumpainya gumpalan lateks di beberapa titik pada alur sadap sehingga aliran lateks dari bagian atasnya terhambat. Pada

(8)

stadium lanjut, jaringan kulit mulai berubah warnanya dari coklat terang menjadi kemerahan. Perubahan warna ini diduga karena adanya peningkatan senyawa polifenol di dalam jaringan kulit. Ciri lain jaringan yang mulai terserang KAS apabila kulit ditusuk akan mengeluarkan lateks yang mengental seperti koloid. Ini menunjukkan bahwa lateks tidak stabil sehingga sebagian besar sudah mengalami koagulasi (Tistama, 2013).

Faktor bervariasi klon, sistem tapping,intensitas frekuensi stimulan dan konsentrasi, serta dipengaruhi tingkat suplai air ke jaringan karena pengompakkan tanah merupakan faktor utama penyebab KAS.Kualitas sadapan yang buruk dengan luka kayu yang berat menjadi salah satu faktor penyebab KAS.Faktor lingkungan seperti monsoon, kekeringan, dan nutrisi juga disebutkan sebagai

penyebab termasuk inkompatibilitas antara batang bawah dan batang atas (Dey, 2006).

Kering Alur Sadap (KAS) umumnya dipahami sebagai akibat adanya gangguan keseimbangan fisiologis pada jaringan kulit dan latisifer pada khususnya dan jaringan batang pada umumnya. Gangguan ini dipicu oleh sistem eksploitasi yang berlebihan baik intensitas sadapan maupun frekuensi aplikasi stimulan yang melebihi toleransi fisiologis jaringan tanaman karet. Kejadian KAS lebih tinggi pada klon-klon yang memiliki metabolisme lateks tinggi yaitu berkisar 10-15%, dibandingkan dengan klon metabolisme rendah mencapai 5-8%. Sementara persentase tanaman yang mengalami kelelahan fisiologis belum diketahui dengan pasti. Namun diduga, kekelahan fisiologis pada tanaman metabolisme tinggi lebih cepat dibandingkan metabolisme rendah. Kondisi tersebut tentu saja akan merugikan perkebunan yang mengandalkan klon klon

(9)

metabolisme tinggi karena produktivitas tanaman dalam satu siklus tidak dapat mencapai 35 ton/ha. Dengan demikian upaya menjaga keseimbangan fisologis tanaman karet sangat mendesak untuk mempertahankan produktivitasnya (g/p/s). Demikian juga dengan upaya penyembuhan KAS sangat penting untuk mempertahankan produktivitas tanaman per hektar (kg/ha) (Siswanto, 1998).

Kering Alur Sadap (KAS) mengakibatkan berkurangnya jumlah sel-sel latisifer yang terdapat dalam jaringanfloem. Sel-sel latisifer merupakan buluh getah yangmengalirkan lateks pada alur sadap. Selain itu KAS juga mengakibatkan koagulasi cairan lateks dengan waktu yang singkat sehingga dapat mengakibatkan penurunan produksi lateks yang diikuti oleh terjadinya degradasi sel-sel lateks yang masih baru terbentuk (Deka et al., 2006).

Munculnya KAS dipicu oleh ketidakseimbangan antara regenerasi lateks di dalam pembuluh lateks dengan pengambilannya melalui penyadapan.Tuntutan produksi yang cukup tinggi seringkali mendorong praktisi kebun melakukan penyadapan berlebihan melebihi kemampuan tanaman meregenerasi lateks. Upaya mencapai target produksi kebun pada umumnya dilakukan dengan meningkatkan jumlah ataupun frekuensi pemberian stimulan. frekuensi pemberian stimulan yang tidaksesuai dengan rekomendasi dapat menyebabkan gangguan fisiologis pada

tanaman karet sehingga dapat mengganggu biosintesis lateks (Budiman dan Boerhendhy, 2006).

Kejadian KAS pada kenyataannya memang selalu diikuti infeksi sekunder, maka pada mulanya gangguan ini dianggap sebagai penyakit patogenik.Hasil hasil penelitian Jacob and Krishnakumar (2006) membuktikan bahwa kejadian ini hanya merupakan gangguan fisiologis, karena tanaman yang mengalami keletihan

(10)

fisiologis akibat ketidakseimbangan antara lateks yang dieksploitasi dengan lateks yang terbentuk kembali(regenerasi/biosintesis) (Tistama et al., 2006).

Secara histologis gejala awal munculnya KAS ditandai dengan adanya koagulasi lateks dan pembentukan sel tilosoid.Kedua kejadian tersebut berlanjut penyebarannya sesuai dengan susunan pola pembuluh lateks.Intensitas penyadapan yang meningkat mengakibatkan permeabilitas dinding sel pembuluh lateks menurun (Gomez, 1990).Penurunan permeabilitas dinding sel memicu kekacauan dalam keseimbangan biosintesis lateks dan memicu sel sel tilosoid. Selain itu, perubahan keseimbangan hara pada tanaman yang terserang KAS

meningkatkan jumlah sel tilosoid di jaringan pembuluh lateks (Sivakumaran et al., 2002).

Di dalam tanaman, karet (isoprene) disintesis dalam sel pembuluh lateks (terutama pada kulit batang) sebagai metabolit sekunder.Hasil fotosisntesis berupa glukosa dan karbohidrat masih merupakan asimilat primer.Untuk memenuhi kebutuhan metabolisme setiap sel dan jaringan, tanaman menyediakan bahan yang mudah ditranslokasikan berupa sukrosa (dimer dari glukosa dan fruktosa). Oleh karena itu, dalam sintesis partikel karet (isoprene) sukrosa merupakan bahan baku paling dominan. Dari hasil pengamatan terhadap kandungan sukrosa pada tanaman yang sehat dan tanaman yang terkena KAS ternyata kandungan sukrosa pada tanaman yang terkena KAS lebih tinggi daripada tanaman yang sehat. Hal ini membuktikan dua hal, hal pertama: adanya suplai sukrosa yang normal pada tanaman yang terserang KAS, kedua: adanya hambatan biosintesis karet hingga sukrosa tidak dimanfaatkan dalam proses tersebut sehingga terjadi penumpukan (Tistama et al., 2006).

(11)

Kandungan sukrosa dalam pembuluh lateks semakin menurun dengan meningkatnya intensitas eksploitasi. Namun belum ada informasi yang lengkap mengenai tingkat eksploitasi seberapa yang akan menyebabkan kandungan sukrosa mencapai di bawah ambang batas untuk dapat mensuplai biosintesis karet. Peniliti lain justru menemukan fakta yang agak berbeda dengan fakta tersebut. Peningkatan intensitas eksploitasi tidak banyak terpengaruh terhadap status

kandungan sukrosa dan komponen fisiologis lainnya dalam lateks (Than et al., 1996).

Selain sukrosa, kandungan HMG-CoA dan mevalonat juga tinggi.Pada tanaman yang terkena KAS terjadi hambatan perubahan mevalonat menjadi isopentenil pirofosfat (IPP).Hambatan tersebut terjadi akibat berkurangnya suplai ATP sebagai sumber energi pada reaksi perubahan mevalonat menjadi IPP. Pada tahapan tersebut merupakan proses reaksi yang membutuhkan banyak energi. Status ATP yang rendah juga diiringi dengan status fosfat anorganik (FA) yang rendah pada lateks tanaman terserang KAS.Status kandungan FA memang cenderung menurun jika tanaman dieksploitasi dengan sistem sadap yang lebih intensif.Dengan demikian ketersediaan sukrosa bukanlah sebagai faktor utama terjadinya KAS. KAS lebih dikarenakan oleh adanya gangguan reaksi pada biosintesis lateks dan pada proses setelah terbentuknya partikel karet. Hambatan tersebut selain kurangnya ketersediaan ATP, juga karena adanya kerusakan struktur protein penyusun enzim atau membran organel sel. Enzim yang terganggu pada kondisi KAS adalah rubber transferase dan prenyl transferase

(12)

Komponen fisiologis lateks yang penting lainnya adalah thiol.Thiol (R-SH) berperan dalam mengaktifkan beberapa enzim yang berhubungan dengan cekaman lingkungan.Status thiol berhubungan dengan respon tanaman pada saat tanaman mendapat tekanan sistem eksploitasi.Semakin tinggi intensitas eksploitasi semakin rendah status thiol dalam lateks.Pada tanaman yang mengalami KAS status thiolnya lebih rendah dibandingkan tanaman sehat. Kemungkinan jaringan kulit sedang mengalami proses keletihan yang dapat

diikuti dengan kematian secara parsial sel-sel pembuluh lateks (Tistama et al., 2006).

Secara fisiologis, ketidakseimbangan ini mengakibatkan sel-sel pembuluh lateks mengalami keletihan (fatigue) sehingga banyak membentuk senyawa radikal bebas. Senyawa radikal bebas berupa O2-, OH- dan reactive oxigen species

(ROS). Senyawa radikal tersebut dapat mengganggu enzim-enzim yang terlibat dalam biosintesis karet seperti rubber transferase dan prenyl transferase.Kedua enzim tersebut berperan mengubah mevalonat menjadi partikel karet.Gangguan aktivitas enzim-enzim tersebut mengakibatkan penumpukan sukrosa, HMG-CoA, dan mevalonat.Senyawa radikal bebas ini dapat merusak membran yang ada pada inti sel dan lutoid.Kerusakan membran dapat merangsang pecahnya lutoid, sehingga senyawa yang sangat masam di dalamnya menyebar di dalam sitosol sel.Penurunan pH oleh asam-asam organik tersebut mengakibatkan koagulasi di dalam sel pembuluh lateks melalui pembentukan matriks-matriks partikel karet dengan demikian reaksi biokimia dan metabolisme sel tersebut terganggu sehingga pembentukan partikel karet juga terhenti.Sel pembuluh lateks mengalami penumpatan dan menjadi sel tilosoid. Sel-sel tilosoid ini melebar ke

(13)

arah sel-sel tetangga dan meluas sehingga jaringan tilosoid-pun terbentuk (Gomez et al., 1990).

Bidang sadap yang memiliki jaringan tilosoid ini bila disadap pada awalnya akan mengalami kekeringan alur sadap sebagian (KAS parsial) kemudian

meluas dan dikenal sebagai Kering Alur Sadap keseluruhan (KAS total) (Siswanto, 1998).

Tanaman yang terserang KAS dapat diidentifikasi dari status unsur hara makro dan mikro di dalam lateks dan kulit karet. Hasil analisis unsur hara makro dan mikro menurut penelitian Sivakumaran et al. (2002) menunjukkan bahwa unsur N, P, K,Ca, Cu, B, Zn, dan Fe pada lateks tanaman yang terserang KAS lebih rendah dibandingkan dengan tanaman sehat (normal) dengan kadar unsur (N 0,49%) normalnya (N 0,55%), unsur (P 0,22%) normalnya (P 0,26%), unsur (K 0,5%) normalnya (K 0,67%), unsur (Ca 12,83 ppm) normalnya (Ca 18,12 ppm), unsur (Cu 4,04 ppm) norrmalnya (Cu 5,07 ppm), unsur (B 3,28 ppm) normalnya (B 4,09 ppm), unsur (Zn 4,58 ppm) normalnya (Zn 6,16 ppm), unsur (Fe 4,03 ppm) normalnya (Fe 5,02 ppm), sedangkanunsur Mg dan Al lebih tinggi pada tanaman yang terserang KAS jika dibandingkan dengan tanaman normal dengan kadar unsur (Mg 0,041%) normalnya (Mg 0,037%) dan unsur (Al 6,53 ppm) normalnya (Al 5,95 ppm). Kandungan unsur hara makro dan mikro pada kulit karet yaitu N, P, K, Ca, Mg, Cu, B, Zn, Fe, dan Al lebih rendah pada tanaman yang terserang KAS dibandingkan tanaman sehat (normal) dengan kadar unsur (N 0,69%) normalnya (N 0,7%), unsur (P 0,76%) normalnya (P 0,81%), unsur (K 0,75%) normalnya (K 0,78%), unsur (Ca 2,305 ppm) normalnya (Ca 2,378 ppm), unsur (Mg 0,134%) normalnya (Mg 0,14%), unsur (Cu 6,9 ppm) normalnya (Cu

(14)

7,03 ppm), unsur (B 16,41 ppm) normalnya (B 17,41 ppm), unsur (Zn 31,65 ppm)normalnya (Zn 43,75 ppm), unsur (Fe 59,93 ppm) normalnya (Fe 90,8 ppm), unsur (Al 48,37 ppm) normalnya (Al 72,64 ppm).

Joseph (2006) menyatakan bahwa kandungan unsur hara Mg dan Al pada lateks lebih tinggi pada tanaman yang terserang KAS.Konsentrasi Mg dan Al yang tinggi di dalam lateks yang terserang KAS mengakibatkan lintasan biokimia dari biosintesis lateks terganggu.

Kering Alur Sadap (KAS) dapat menyebar dengan cepat dalam jangka waktu 2-4 bulan keseluruh kulit bidang sadapan. Penyebaran KAS mengikuti alur pembuluh lateks dan arah sadapan (Siswanto, 1989). Proses penyebaran KAS pada bidang sadap BO-1 mengarah ke seluruh BO-1 di bawah irisan sadap. Penyebaran berikutnya menyebar ke bidang panel BO-2 bagian bawah yang dilanjutkan ke bagian atas hingga bertemu mencapai HO-1. Pola penyebaran KAS di B1-1 hingga B1-2 kulit juga sama. Proses penyebaran yang cepat disebabkan oleh kecepatan terbentuknya tilasoid lebih tinggi dibandingkan dengan irisan sadap pada sadapan selanjutnya (Sumarmadji, 2005)

Auksin

Auksin merupakan salah satu golongan ZPTyang cukup penting dalam pertumbuhan tanaman. Auksin berperan dalam mempengaruhi pembesaran, pemanjangan dan peningkatan permeabilitas selserta mempengaruhi metabolisme asam nukleatdan metabolisme protein. Taraf auksindalam sel tergantung dari bagian tanaman yang diambil, jenis tanamannya dan umur tanaman. Pengaruh fisiologis auksin yang lain adalahpenghambatan tunas lateral akibat peran auksin

(15)

dalam dominansi apikal, yang bergerak dari bagian apikal secara basipetal (Lawalata, 2011).

Mekanisme kerja auksin adalah dengan menginisiasi pemanjangan sel dan juga memacu protein tertentu yang ada di membran plasma sel tumbuhan untuk memompa ion H+ ke dinding sel. Ion H+ mengaktifkan enzim tertentu sehingga memutuskan beberapa ikatan silang hidrogen rantai molekul selulosa penyusun dinding sel. Sel tumbuhan kemudian memanjang akibat air yang masuk secara osmosis (Fahmi, 2001).

Peran fisiologis NAA adalah mendorong pemanjangan sel, differensiasi jaringan xilem dan floem serta pembentukan akar. Didalam kultur jaringan penambahan NAA berfungsi untuk merangsang pertumbuhan kalus, akar, pembelahan dan pemanjangan sel dan organ serta memacu dominansi apikal pada jaringan meristem (Nurhafni, 2013).

Beberapa auksin alami (organik) adalah Indole-3-Acetic Acid (IAA)dan

Indole Butyric Acid (IBA), 4-kloro IAA, dan Phenylacetic acid (PAA).Auksin sintetik banyak macamnya, yang umum dikenal adalah Naphtalene-3-Acetic-Acid

(NAA), Asam Beta-Naftoksiasetat (BNOA), 2,4-Dichlorophenoxy Acetic Acid

(2,4-D), dan Asam 4-Klorofenoksiasetat (4-CPA), 2-Methyl-4ChlorophenoxyAcetic Acid (MCPA), 2,4,5-T dan 3,5,6-Trichloro Picolinic Acid

(Picloram) (Gunawan, 1987). Nutrisi

Nitrogen (N) berperan dalam pertumbuhan batang, cabang, dan pembentukan klorofil daun, protein, lemak, senyawa organik. Fosfor (P) berfungsi sebagai bahan mentah dalam pembentukan sejumlah protein, membantu proses

(16)

asimilasi dan respirasi mempercepat pembungaan, pembentukan akar, biji dan buah. Kalium (K) berperan dalam membantu mekanisme pertahanan terhadap kondisi kekeringan dan penyakit, membantu pembentukan protein dan karbohidrat, memperkuat daun, bunga dan buah tidak mudah gugur.Unsur Mg berperan penting dalam transfer fosfat dalam tanaman. Defisiensi unsur N, P, K, dan Mg pada TBM karet dapat mengurangi diameter batang, ketebalan kulit dan

floem, ukuran sel, jumlah dan ukuran jaringan pembuluh lateks (Fay and Jacob, 1989). Defisiensi Mg pada tanaman yang terserang KAS dapat

meningkatkan ketidakstabilan pembuluh lateks (Sivakumaran et al., 2002).

Fungsi kalsium (Ca) sebagai massenger kedua dalam jalur persinyalan tumbuhan (komunikasi sel) yang telah dikembangkan untuk mengatasi lingkungan, seperti kekeringan atau kedinginan (Campbell, 2002). Kalsium (Ca) juga berperan dalam pembentukan middle lamella dari sel-sel, pemanjangan sel, perkembangan meristematik jaringan, sintesa protein, serta menetralkan senyawa yang merugikan (Leiwakasbessy et al., 2003).

Unsur mikro memiliki peranan penting dalam menjaga stabilitas membran dan metabolism tanaman.Unsur tembaga (Cu) berfungsi sebagai activator enzim tyrosinase, laktase, oksidase asam askorbat,photosyntetic electron transport dan dalam pembentukan nodul secara tidak langsung (Leiwakasbessy et al., 2003).

Boron (B) berfungsi dalam perkembangan dan pertumbuhan sel-sel baru dalam jaringan meristematik, pembuangaan dan perkembangan buah, translokasi karbohidrat, serta sintesa asam amino. Peran lain B juga dalam pemeliharaan fungsi membran, pembentukan struktur pektin di dinding sel primer dan pemeliharaan beberapa jalur metabolik (Fontes et al., 2008).

(17)

Rendah unsur hara B diduga mengakibatkan tergangunya pembentukan metabolisme asam nukleit daripada mengganggu metabolismekarbohidrat.Fungsi Zn dalam tanaman meliputi metabolisme auksin, dehydrogenase enzim, pospodisetarase, karbonikanhydrase, superoksida dismutase, mendorong pembentukan sitokrom, dan menstabilkan fraksi ribosom. Fungsi besi (Fe) antara lain sebagai penyusun klorofil, protein, dan berperan dalam perkembangan kloroplas (Leiwakasbessy et al., 2003).

Media MS (Murashige and Skoog) adalah media yang paling sering digunakan terutama untuk media kultur. Kelebihan media MS adalah cocok digunakan untuk berbagai jenis spesies tanaman karena media ini memiliki komponen penyusun yang sangat lengkap dibandingkan dengan media lain, yaitu garam organik, vitamin, asam amino, karbohidrat, air, dan matriks media. Dengan kata lain media ini juga memiliki kandungan garam organik, vitamin, asam amino, dan karbohidrat yang lengkap sehingga kebutuhan tanaman akan unsur-unsur penting seperti halnya hara makro maupun mikro dapat terpenuhi dengan baik (Ramawat, 1999).

Referensi

Dokumen terkait

merupakan teknik ekstraksi yang dapat digunakan untuk senyawa yang tidak. tahan panas ataupun

Pemberian vitamin C 0,2 mg/g BB secara oral selama 36 hari pada mencit jantan mampu berperan sebagai antioksidan untuk melindungi efek senyawa radikal bebas yang

Sifat-sifat tanah yang cocok untuk ditanami tanaman karet adalah sebagai berikut (1) Solum cukup dalam sampai 100 cm atau lebih dan tidak terdapat bebatuan (2) Aerasi dan

Kompleks enzim selulase umumnya terdiri dari tiga unit enzim utama yaitu Endo β-(1,4)-glucanase (cx) yang berperan terutama pada bagian amorf pada rantai selulosa, membelah

Aspal tersebut diabsorbsi oleh partikel karet yang bertambah besar pada temperatur tinggi sehingga meningkatkan konsentrasi aspal cair dalam campuran beraspal.

Jenis NBR (Nytrile butadiene Rubber) yang memiliki ketahanan tinggi terhadap minyak biasa digunakan dalam pembuatan pipa karet untuk bensin dan minyak, membrane, seal, gasket,

DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil) merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau

2,4,5-T dapat meningkatkan pembentukan kalus pada kultur in vitro tanaman biji- bijian, sedangkan IBA sangat efektif untuk menginduksi perakaran.IAA merupan auksin yang