• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II URAIAN TEORITIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II URAIAN TEORITIS"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II URAIAN TEORITIS

2.1. Kelompok

2.1.1. Pengertian Kelompok

De Vito (1997) menjelaskan bahwa kelompok adalah sekumpulan individu yang cukup kecil bagi semua anggota untuk berkomunikasi secara relatif mudah. Para anggota saling berhubungan satu sama lain dengan beberapa tujuan yang sama dan memiliki semacam organisasi atau struktur di antara mereka. Kelompok mengembangkan norma-norma atau peraturan yang mengidentifikasi tentang apa yang dianggap sebagai perilaku yang diinginkan bagi semua anggotanya.

Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lain, dan mengundang mereka menjadi bagian dari kelompok tersebut (Mulyana, 2011:61). Kelompok yang dimaksud misalnya keluarga, kelompok diskusi, teman kuliah atau kantor. Selain itu kelompok dapat pula terbentuk berdasarkan kesamaan dalam hal kesukaan ataupun hobi, seperti kelompok penggemar sepakbola, kelompok pencinta alam, kelompok rohani, dan lainnya. Dalam komunikasi kelompok juga melibatkan komunikasi antarpribadi, karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi juga berlaku dalam komunikasi kelompok.

Berdasarkan dua penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa kelompok adalah kumpulan individu yang bekerja sama dan saling berinteraksi satu sama lain. Saling berkomunikasi baik secara verbal maupun non verbal dengan mengutamakan kepentingan bersama dibandingkan kepentingan pribadi individu dan tercipta sebuah ikatan psikologis yang erat di antara anggota kelompok.

Ada beberapa klasifikasi kelompok, diantaranya adalah kelompok primer dan sekunder, kelompok keanggotaan dan kelompok rujukan, kelompok deskriptif

(2)

dan kelompok perspektif. Klasifikasi kelompok ini dibedakan berdasarkan tujuan, ukuran dan pola komunikasi dari kelompok tersebut. Akan tetapi pada umumnya individu akan bergabung ke dalam sebuah kelompok berdasarkan kesamaan yang ada dalam dirinya dan kelompok tersebut.

2.1.2. Klasifikasi Kelompok dan Karakteristik Komunikasinya

Menurut pengertiannya, kelompok dibentuk oleh sekumpulan orang, namun tidak semua kumpulan atau himpunan orang disebut kelompok. Orang-orang yang berkumpul diterminal bus, yang antri didepan loket bioskop, yang berbelanja di pasar semuanya disebut agregat bukan kelompok. Supaya agregat menjadi kelompok diperlukan kesadaran pada anggota-anggotanya akan ikatan yang sama yang mempersatukan mereka. Kelompok mempunyai tujuan organisasi (tidak selalu formal) dan melibatkan interaksi di anggota-anggotanya. Jadi, dengan perkataan lain, menurut Baron & Byrne (1979) kelompok mempunyai dua tanda psikologi. Pertama, anggota-anggota kelompok merasa terikat dengan kelompokatau mempunyai rasa memiliki(sense of belonging)yang tidak dimiliki oleh orang yang bukan anggota. Kedua, nasib anggota-anggota kelompok saling bergantung sehingga hasil setiap orang terkait cara tertentu dengan hasil yang lain (Rakhmat, 2005:141-142).

Telah banyak klasifikasi kelompok yang dilahirkan oleh para ilmuwan sosiologi, namun dalam kesempatan ini hanya tiga klasifikasi kelompok antara lain sebagai berikut:

1) Kelompok Primer dan Sekunder

Charles Horton Cooley pada tahun 1909 (dalam Rakhmat, 2005:142) mengatakan bahwa kelompok primer adalah suatu kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan akrab, personal, dan menyentuh hati dalam asosiasi dan kerja sama. Sedangkan kelompok sekunder adalah kelompok yang anggota-anggotanya berhubungan tidak akrab, tidak personal dan tidak menyentuh hati kita. Kelompok dapat dibedakan berdasarkan karakteristik komunikasinya, seba-

(3)

gai berikut:

a. Kualitas komunikasi pada kelompok primer bersifat dalam dan meluas. Dalam artinya menembus kepribadian kita yang paling tersembunyi, menyingkap unsur-unsur backstage (perilaku yang kita tampakkan dalam suasana privat saja). Meluas, artinya sedikit sekali kendala yang menentukan rintangan dan cara berkomunikasi. Pada kelompok sekunder komunikasi bersifat dangkal dan terbatas.

b. Komunikasi pada kelompok primer bersifat personal, sedangkan sifat sekunder bersifat nonpersonal.

c. Komunikasi kelompok primer lebih menekankan aspek hubungan daripada aspek isi, sedangkan kelompok sekunder menganggap isi tidak penting. d. Komunikasi kelompok primer cenderung ekspresif, sedangkan kelompok

sekunder bersifat instrumental.

e. Komunikasi kelompok primer cenderung informal, sedangkan sekunder bersifat formal. (Rakhmat, 2005:142-145)

2) Kelompok Keanggot aan dan Kelompok Rujukan

Theodore Newcomb pada tahun 1930-an melahirkan istilah kelompok keanggotaan (anggotaship group) dan kelompok rujukan (reference group). Kelompok keanggotaan adalah kelompok yang anggota-anggota secara administratif dan fisik menjadi anggota kelompok itu. Sedangkan kelompok rujukan adalah kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standar) untuk membentuk diri sendiri atau menentukan sikap. Menurut teori, kelompok rujukan mempunyai tiga fungsi: fungsi komparatif, fungsi normatif dan fungsi perspektif.

Jalaluddin Rakhmat dalam bukunya Metode Penelitian Komunikasi menjelaskan contohnya sebagai berikut:

”Saya menjadikan Islam sebagai kelompok rujukan saya, untuk mengukur dan menilai keadaan dan status saya sekarang (fungsi komparatif). Islam juga memberikan kepada saya norma-norma dan sejumlah sikap menunjukkan apa yang harus saya capai (fungsi normatif). Selain itu, Islam juga memberikan kepada saya cara

(4)

pengalama, dan memberikan makna pada berbagai objek, peristiwa, dan orang yang saya temui (fungsi perspektif). Namun Islam bukan satu-satunya kelompok rujukan saya. Dalam bidang ilmu, Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) adalah kelompok rujukan saya, disamping menjadi kelompok keanggotaan saya. Adapun kelompok rujukan itu, perilaku saya sangat dipengaruhi, termasuk perilaku saya dalam berkomunikasi” (2005:145-146).

3) Kelompok Deskriptif dan Kelompok Preskriptif

John F. Cragan dan David W. Wright (1980) membagi kelompok menjadi dua: deskriptif dan preskriptif. Kategori deskriptif menunjukkan klasifikasi kelompok dengan melihat proses pembentukannya secara alamiah. Berdasarkan tujuan, ukuran dan pola komunikasi, kelompok deskriptif dibedakan menjadi tiga yaitu:

a. Kelompok tugas bertujuan memecahkan masalah, misalnya transplantasi jantung atau merancang kampanye politik.

b. Kelompok pertemuan adalah kelompok orang yang menjadikan diri mereka sebagai acara pokok. Melalui diskusi, setiap anggota berusaha belajar lebih banyak tentang dirinya. Kelompok terapi di rumah sakit jiwa adalah contoh kelompok pertemuan.

c. Kelompok penyadar mempunyai tugas utama menciptakan identitas sosial politik yang baru, contohnya kelompok revolusioner radikal di Amerika Serikat yang pada tahun 1960-an menggunakan proses ini dengan cukup masif. (Fajar, 2009:69)

Definisi kelompok deskriptif menjelaskan bagaimana menentukan klasifikasi kelompok berdasarkan tujuan, ukuran dan pola komunikasinya, sementara itu kelompok perspektif lebih mengacu pada langkah yang akan ditempuh anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Definisi kelompok perspektif lebih mengarah ke dalam klasifikasi kelompok berdasarkan bentuk diskusi, penentuan tempat duduk, dan siapa yang akan berbicara dalam proses komunikasi kelompok.

(5)

Kelompok preskriptif mengacu pada langkah-langkah yang harus ditempuh anggota kelompok dalam mencapai tujuan kelompok. Cragan dan Wright (dalam Rakhmat, 2005:179) mengkategorikan enam format kelompok perspektif, yaitu diskusi meja bundar, simposium, diskusi panel, forum, kolokium, dan prosedur parlementer.

Berikut uraian format diskusi kelompok atas susunan tempat duduk, urutan siapa yang bicara dan kapan, dan aturan waktu yang diizinkan untuk berbicara sebagai berikut:

a. Diskusi meja bundar : susunan tempat duduk yang bundar menyebabkan arus komunikasi yang bebas di antara anggota-anggota kelompok, memungkinkan individu berbicara kapan saja tanda ada agenda yang tetap, waktu yang tidak terbatas dan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi. b. Simposium : serangkaian pidato pendek yang menyajikan berbagai aspek dari sebuah topik atau posisi yang pro dan kontra terhadap masalah yang kontroversial, dalam format diskusi yang sudah dirancang sebelumnya. Khalayak diatur dalam jejeran kursi didepan mimbar, setiap pembicara diberi waktu yang sama dan hanya boleh berbicara ketika dibuka forum. c. Diskusi panel : format khusus yang anggota-anggota kelompoknya

berinteraksi, baik berhadap-hadapan maupun melalui sang mediator, di antara mereka sendiri dan dengan hadirin tentang masalah yang kontroversial. Susunan tempat duduk menghadap diskusi panel meletakkan peserta diskusi pada meja segi empat yang menghadap khalayak. Suasana diskusi bersifat formal dan non-informal.

d. Forum: waktu Tanya jawab yang terjadi setelah diskusi terbuka, misalnya simposium. Jadi khalayak mempunyai kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dan memberikan tanggapan.

e. Kolokium: sejenis format diskusi yang memberikan kesempatan pada wakil-wakil khalayak untuk mengajukan pertanyaan yang sudah dipersiapkan kepada seorang (atau beberapa orang) ahli, agak bersifat formal, dan diskusi diatur secara ketat oleh seorang moderator.

(6)

f. Prosedur parlementer: format diskusi yang secara ketat mengatur peserta diskusi besar pada periode waktu tertentu ketika jumlah keputusan harus dibuat. Para peserta harus mengikutu peraturan tata tertib yang telah ditetapkan secara eksplisit. (Rakhmat, 2005: 18-183)

2.2 Komunikasi Kelompok

Kelompok adalah sekumpulan orang yang mempunyai tujuan bersama yang berinteraksi satu sama lain untuk mencapai tujuan bersama, mengenal satu sama lain, dan mengundang mereka menjadi bagian dari kelompok tersebut (Mulyana, 2011:61). Kelompok yang dimaksud misalnya keluarga, kelompok diskusi, teman kuliah atau kantor. Selain itu kelompok dapat pula terbentuk berdasarkan kesamaan dalam hal kesukaan ataupun hobi, seperti kelompok penggemar sepakbola, kelompok pencinta alam, kelompok rohani, dan lainnya. Dalam komunikasi kelompok juga melibatkan komunikasi antarpribadi, karena itu kebanyakan teori komunikasi antarpribadi juga berlaku dalam komunikasi kelompok.

Komunikasi kelompok merupakan hubungan manusia dengan masyarakat secara dialektis dalam eksternalisasi, obyektifitas, dan internalisasi. Eksternalisasi adalah pencurahan kehadiran manusia, baik dalam aktifitas maupun mentalitas. Melalui eksternalisasi, manusia mengekspresikan dirinya dengan membangun dunianya. Obyektifitas adalah disandangnya produk-produk aktifitas suatu realitas yang berhadapan dengan produsennya (manusia) dalam suatu kefaktaan yang eksternal terhadap yang lain, daripada produsennya sendiri. Internalisasi adalah peresapan kembali realitas manusia dan mentransformasikannya sekali lagi dari struktur-struktur dunia obyektif ke struktur-struktur nyata subyektif. Komunikasi kelompok dapat dikatakan sebagai suatu disiplin karena komunikasi kelompok ini mempunyai ruang lingkup, menunjukkan kemajuan dalam pengembangan teori serta mempunyai metodologi riset, kritik, dan penerapan.

Terdapat empat elemen yang tercakup dalam beberapa definisi tentang komunikasi kelompok di atas, yaitu interaksi tatap muka, jumlah partisipan yang

(7)

teribat dalam interaksi, maksud dan tujuan yang dikehendaki dan kemampuan anggota untuk dapat menumbuhkan karakteristik pribadi anggota lainnya. Semua elemen ini mempengaruhi dalam proses pegambilan keputusan dan keefektifan komunikasi yang dilakukan.

Komunikasi kelompok yakni kegiatan dalam komunikasi yang berlangsung di antara kelompok. Memasuki tingkatan ini, setiap individu yang terlibat masing-masing berkomunikasi sesuai dengan peran dan kedudukannya dalam kelompok. Pesan atau informasi yang disampaikan juga berkaitan dengan seluruh anggota kelompok, bukan bersifat pribadi. Misalnya diskusi antara guru dan murid tentang pokok bahasan dan sebagainya.

Komunikasi merupakan hal yang penting bagi kegiatan kelompok, apakah itu suatu pembicaraan tanpa akhir dalam rapat panitia, percakapan akrab antara dua teman atau pertemuan keluarga untuk merencanakan liburan akhir minggu (Sears, 1985: 109). Michael Burgoon mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui seperti berbagai informasi, pemecahan masalah yang mana angggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota lain secara tepat (Fajar, 2009:66). Kedua definisi komunikasi kelompok di atas mempunyai kesamaan, yakni komunikasi tatap muka dan memiliki susunan kerja tertentu untuk mencapai tujuan kelompok.

Definisi dari komunikasi kelompok dapat disimpulkan sebagai komunikasi tatap muka yang terjadi antara lebih dari dua orang dimana anggotanya saling mengenali karakteristik pribadi anggota lainnya dan pembahasan dari komunikasi tersebut bersifat khusus untuk para anggota kelompok. Demi mendapatkan komunikasi dan umpan balik yang baik, komunikasi kelompok sebaiknya dilakukan oleh 3 hingga 20 orang, sehingga setiap anggotanya dapat saling mengenal dan mendengar anggota lain yang sedang menyampaikan pesan.

Komunikasi kelompok dilakukan oleh lebih dari dua orang namun dalam jumlah terbatas dan materi komunikasi tersebut juga di kalangan sebatas, khusus bagi anggota kelompok tersebut. Adapun karakteristik dari komunikasi kelompok,

(8)

antara lain sebagai berikut:

1. Komunikasi dalam komunikasi kelompok bersifat homogen.

2. Dalam komunikasi kelompok terjadi kesempatan dalam mengambil tindakan pada saat itu juga.

3. Arus balik dalam komunikasi kelompok terjadi secara langsung, karena komunikator dapat mengetahui reaksi komunikan pada saat komunikasi sedang berlangsung.

4. Pesan yang diterima komunikan bersifat rasional (terjadi pada komunikasi kelompok kecil) dan emosional (tejadi pada komunikasi kelompok besar). 5. Komunikator masih dapat mengetahui dan mengenal komunikan

meskipun hubungan tersebut tidak erat seperti yang terjalin pada komunikasi interpersonal.

6. Komunikasi akan menimbulkan konsekuensi bersama untuk mencapai tujuan yang diinginkan. (Fajar, 2009:66)

Komunikasi kelompok adalah suatu bidang studi penelitian dan penerapan yang tidak menitikberatkan perhatiannya pada proses kelompok secara umum, tetapi pada tingkah laku individu dalam diskusi kelompok tatap muka yang kecil (Goldberg, 1985:6). Michael Burgoon (dalam Fajar, 2009:66) juga mendefinisikan komunikasi kelompok sebagai interaksi secara tatap muka antara tiga orang atau lebih, dengan tujuan yang telah diketahui seperti berbagi informasi, menjaga diri dan pemecahan masalah, yang mana anggota-anggotanya dapat mengingat karakteristik pribadi anggota-anggota yang lain secara tepat. Kedua definisi komunikasi kelompok diatas mempunyai kesamaan, yakni adanya komunikasi tatap muka, dan memiliki susunan kerja tertentu untuk mencapai tujuan kelompok.

2.2.1. Pengaruh Kelompok Pada Perilaku Komunikasi

Kebersamaan yang tercipta di dalam sebuah kelompok dapat mempengaruhi perilaku komunikasi anggotanya. Perubahan perilaku komunikasi ini umumnya terjadi ketika proses pengumpulan suara ataupun proses

(9)

pengambilan keputusan dalam kelompok. Hal-hal yang mendasar dalam pengaruh kelompok dalam perilaku komunikasi anggotanya antara lain adalah konformitas, fasilitasi sosial dan polarisasi. Ketiga hal ini berpengaruh dalam proses diskusi dan pengambilan keputusan.

1. Konformitas.

Konformitas adalah perubahan perilaku atau kepercayaan menuju (norma) kelompok sebagai akibat tekanan kelompok yang nyata atau dibayangkan. Bila sejumlah orang dalam kelompok mengatakan atau melakukan sesuatu, ada kecenderungan para anggota untuk mengatakan dan melakukan hal yang sama. Jadi, jika salah satu anggota merencanakan untuk menjadi ketua kelompok, yang bersangkutan cenderung akan mengatur rekan-rekannya untuk menyebar dalam kelompok.

2. Fasilitasi sosial.

Fasilitasi berasal dari kata Prancis facile, yang artinya mudah. Kata ini menunjukkan kelancaran atau peningkatan kualitas kerja karena ditonton kelompok. Kelompok mempengaruhi pekerjaan sehingga menjadi lebih mudah. Robert Zajonz (1965) menjelaskan bahwa kehadiran orang lain dianggap menimbulkan efek pembangkit energi pada perilaku individu. Efek ini terjadi pada berbagai situasi sosial, bukan hanya didepan orang yang menggairahkan kita. Energi yang meningkat akan mempertinggi kemungkinan dikeluarkannya respon yang dominan. Respon dominan adalah perilaku yang kita kuasai. Bila respon yang dominan itu adalah yang benar, terjadi peningkatan prestasi, dan sebaliknya bila respon dominan itu adalah yang salah, terjadi penurunan prestasi.

3. Polarisasi.

Polarisasi adalah kecenderungan ke arah posisi yang ekstrem. Bila sebelum diskusi kelompok para anggota mempunyai sikap agak mendukung tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan lebih kuat lagi mendukung tindakan itu. Sebaliknya, bila sebelum diskusi para anggota kelompok agak

(10)

menentang tindakan tertentu, setelah diskusi mereka akan menentang lebih keras.

2.2.2. Fungsi-fungsi Komunikasi Kelompok

Keberadaan suatu kelompok dalam suatu masyarakat dicerminkan oleh adanya fungsi-fungsi yang akan dilaksanakannya. Fungsi-fungsi tersebut antara lain adalah fungsi hubungan sosial, pendidikan, persuasi, pemecahan masalah dan pembuat keputusan serta terapi. Semua fungsi ini dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat, kelompok dan para anggota kelompok itu sendiri.

Kita mendapati bermacam- macam kelompok di masyarakat. Artinya, ada faktor- faktor lain yang mendorong terjadinya komunikasi kelompok. Alasan atau motivasi seseorang masuk dalam kelompok dapat bervariasi, antara lain:

a. Seseorang masuk dalam kelompok pada umumnya ingin mencapai tujuan yang secara individu tidak dapat atau sulit dicapai.

b. Kelompok dapat memberikan baik kebutuhan fisiologis (walaupun tidak langsung) maupun kebutuhan psikologis.

c. Kelompok dapat mendorong pengembangan konsep diri dan mengembangkan harga diri seseorang.

d. Kelompok dapat pula memberikan pengetahuan dan informasi. e. Kelompok dapat memberikan keuntungan ekonomis.

Oleh karena itu, dalam masyarakat kita dapat menjumpai adanya berbagai macam kelompok yang berbeda satu sama lain. Dengan tujuan yang berbeda, mereka masuk dalam kelompok yang berbeda pula (Walgito, 2008:13-15).

Keberadaan suatu kelompok dalam masyarakat dicerminkan oleh adanya fungsi- fungsi yang akan dilaksanakannya. Fungsi- fungsi tersebut mencakup fungsi hubungan sosial, pendidikan, persuasi, pemecahan masalah, pembuatan keputusan dan fungsi terapi. Semua fungsi ini dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat, kelompok dan para anggota kelompok itu sendiri.

Fungsi pertama dalam kelompok adalah hubungan sosial, dalam arti bagaimana suatu kelompok dapat memelihara dan memantapkan hubungan sosial

(11)

diantara para anggotanya seperti bagaimana suatu kelompok secara rutin memberikan kesempatan kepada anggotanya untuk melakukan aktifitas yang informal, santai dan menghibur. Pendidikan adalah fungsi kedua dari kelompok, dalam arti bagaimana sebuah kelompok secara formal maupun informal bekerja untuk mencapai dan mempertukarkan pengetahuan. Melalui fungsi pendidikan ini, kebutuhan- kebutuhan dari para anggota kelompok itu sendiri bahkan kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi.

Akan tetapi, fungsi pendidikan dalam kelompok akan sesuai dengan yang diharapkan atau tidak, bergantung pada tiga faktor, yaitu jumlah informasi baru yang didistribusikan, jumlah partisipan dalam kelompok serta frekuensi interaksi diantara para anggota kelompok. Fungsi pendidikan ini akan sangat efektif jika setiap anggota kelompok membawa pengetahuan baru yang berguna bagi kelompoknya. Tanpa pengetahuan baru yang disumbangkan masing- masing anggota, mustahil fungsi pendidikan ini akan tercapai.

Kelompok juga memliki fungsi persuasi, yang berarti seorang anggota kelompok berupaya mempersuasikan anggota lainnya supaya melakukan atau tidak melakukan sesuatu. Seseorang yang terlibat usaha- usaha persuasif dalam suatu kelompok, membawa resiko untuk tidak diterima oleh para anggota lainnya. Misalnya, jika usaha- usaha persuasif tersebut terlalu bertentangan dengan nilai- nilai yang berlaku dalam kelompok, maka justru orang yang berusaha mempersuasi tersebut akan menciptakan suatu konflik yang malah membahayakan kedudukannya dalam kelompok.

Fungsi kelompok juga dicerminkan dengan kegiatan- kegiatannya untuk memecahkan persoalan dan membuat keputusan. Pemecahan masalah berkaitan dengan penemuan alternatif atau solusi yang tidak diketahui sebelumnya, sedangkan pembuat keputusan berhubungan dengan pemilihan antara dua atau lebih solusi. Jadi, pemecahan masalah menghasilkan materi atau bahkan untuk pembuat keputusan.

Terapi adalah fungsi kelima dari kelompok. Kelompok terapi memiliki perbedaan dengan kelompok lainnya, karena kelompok terapi tidak memiliki

(12)

tujuan. Objek dari kelompok terapi adalah membantu setiap individu mencapai perubahan sosialnya. Tentunya individu tersebut harus berinteraksi dengan anggota kelompok lainnya guna mendapatkan manfaat, namun usaha utamanya adalah membantu dirinya sendiri, bukan membantu kelompok mencapai tujuan.

Anggota kelompok memiliki pengaruh yang sama, satu sama lain untuk menjadikan orang yang bersama-sama itu sebuah kelompok. Setiap anggota harus terbuka terhadap pengaruh bersama setiap orang dalam kelompok itu harus ikut serta dalam kegiatan untuk mempengaruhi dan dipengaruhi. Semangat timbal- balik ini merupakan hal yang penting bagi integritas suatu kelompok kecil. Perilaku setiap anggota ditentukan dan menetukan perilaku orang lain. Kehadiran seseorang dalam sebuah kelompok dapat berpengaruh sangat penting terhadap perilaku dan pemikiran anggota lain dan keseluruhan proses dalam kelompok tersebut. Beberapa orang memberikan kontribusi gagasan dan mengajukan pertanyaan- pertanyaan, beberapa orang lainnya menjaga kelompok tetap terpusat pada tugas.

Seorang anggota dapat memberikan kontribusi pada kelompoknya dengan menghentikan ketegangan, berurusan dengan konflik, berpegang pada jadwal atau bertindak sebagai penyimapan catatan. Seorang pemimpin adalah seorang yang mempengaruhi kelompok, tetapi tindakan kepemimpinannya membantu para anggota mencapai tujuan mereka yang sangat diperlukan bagi kesejahteraan kelompok. Setiap anggota dapat dan harus mempengaruhi anggota- anggota lain dan keputusan kelompok. Suatu faktor yang kritis dari partisipasi kelompok adalah bahwa setiap anggota harus bersikap terbuka dan mampu mengesampingkan ambisi pribadi dan menghindarkan perilaku lain yang dapat merusak kelompok dan hasil akhir tujuannya.

Sedangkan Randy Y. Hirokawa dalam Morissan (2009: 142), mengatakan bahwa kelompok harus mampu melaksanakan empat fungsi untuk dapat menghasilkan keputusan yang efektif yang terdiri atas : a. Analisis Masalah; b. Penentuan Tujuan; c. Identifikasi Alternatif; d. Evaluasi Konsekuensi.

(13)

kelompok. Pada tahap awal kelompok terlebih dahulu memulai dengan mengidentifikasi dan menilai suatu masalah, lalu dilanjutkan dengan mengumpulkan dan mengevaluasi data dan informasi yang didapat terkait dengan masalah yang sedang dihadapi. Selanjutnya kelompok harus mampu membuat usulan alternatif dalam proses pengambilan keputusan. Seluruh solusi yang tersedia kemudian dievaluasi dengan tujuan akhirnya adalah untuk mengambil keputusan. Berdasarkan empat hal tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam proses pengambilan keputusan kelompok harus memiliki pemikiran alternatif dan mampu mengevaluasi pilihan mereka demi tercapainya tujuan kelompok.

2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keefektifan Kelompok

Menurut Rakhmat (2005: 160-174) keefektifan kelompok juga memiliki pengaruh dalam komunikasi kelompok. Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan: melaksanakan tugas kelompok dan memelihara moral anggota-anggotanya. Tujuan pertama diukur dari hasil kerja kelompok – disebut prestasi (performance) tujuan kedua diketahui dari tingkat kepuasan

(satisfacation). Jadi, bila kelompok dimasukkan untuk saling berbagi informasi

(misalnya kelompok belajar), maka keefektifannya dapat dilihat dari beberapa banyak informasi yang diperoleh anggota kelompok dan sejauh mana anggota dapat memuaskan kebutuhannya dalam kegiatan kelompok.

Anggota-anggota kelompok bekerja sama untuk mencapai dua tujuan, yaitumelaksanakan tugas kelompok dan memelihara moral anggota-anggotanya. Jalaludin Rakhmat (1994) meyakini faktor-faktor keefektifan kelompok dapat dilacak pada karakteristik kelompok, yaitu: a. Ukuran kelompok;b. Jaringan Komunikasi;c. Kohesi kelompok;d. Kepemimpinan.

Ukuran kelompok akan berpengaruh kepada keefektifan dan penyelasaian masalah di dalam kelompok, semakin banyak anggota yang dibutuhkan maka semakin besar pekerjaan yang harus diselesaikan. Proses pengambilan keputusan merupakan proses yang harus melibatkan semua anggota kelompok agar

(14)

Hare dan Slater (dalam Rakhmat , 1994) menyatakan semakin besar anggota kelompok maka semakin berkurang kepuasa anggota-anggotanya. Slater menyaranakan lima orang sebagi batas optimal dalam kelompok untuk mengatasi permasalahan dan menganggap kelompok yang lebih dari lima orang cenderung kacau dan dianggap menghambur-hamburkan waktu oleh anggota-anggota kelompok.

Keefektifan kelompok dapat terlihat dari jaringan komunikasi yang dimiliki kelompok. Kelompok yang dapat memanfaatkan jaringan komunikasinya dengan baik dapat menyelesaikan masalah dengan cara tercepat dan terorganisir. Jaringan komunikasi yang harus dibangun di dalam kelompok adalah komunikasi antara ketua dan anggota serta komunikasi antara anggota dengan anggota.

Kohesi kelompok didefinisikan sebagai kekuatan yang mendorong anggota kelompok untuk tetap tinggal dalam kelompok dan mencegahnya meninggalkan kelompok. Kohesi kelompok erat hubungannya dengan kepuasan anggota kelompok, semakin tinggi kohesifitas kelompok maka semakin tinggi pula tingkat kepuasan anggota kelompok tersebut. Anggota dari kelompok yang memiliki kohesifitas tinggi merasa terikat pada kelompok dan memudahkan terjadinya komformitas di dalam kelompok.

Kepemimpinan merupakan faktor yang paling menentukan keefektifan kelompok. Kepemimpinan adalah komunikasi yang secara positif membawa kelompok ke arah tujuan kelompok. Pemimpin kelompok berpengaruh besar dalam proses pengambilan keputusan dan membentuk keefektifan kelompok. Pimpinan kelompok dapat menentukan arah dan gaya kepemimpinannya untuk mencapai tujuan kelompok.

2.3. Pengambilan Keputusan Dalam Kelompok

Keputusan merupakan hasil pemecahan dalam suatu masalah yang harus dihadapi dengan tegas. Hal itu berkaitan dengan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mengenai “apa yang harus dilakukan?” dan seterusnya mengenai unsur-unsur perencanaan. Dapat juga dikatakan bahwa keputusan itu

(15)

sesungguhnya merupakan hasil proses pemikiran yang berupa pemilihan satu diantara beberapa alternatif yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya.

Ada beberapa definisi tentang pengambilan keputusan, dalam hal ini arti pengambilan keputusan sama dengan pembuatan keputusan, misalnya Terry (2002)mendefinisikan pengambilan keputusan adalah pemilihan alternatif perilaku dari dua alternatif atau lebih (tindakan pimpinan untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi dalam organisasi yang dipimpinnya dengan melalui pemilihan satu diantara alternatif-alternatif yang dimungkinkan).

Harold dan Cyril O’Donnel (2001) menyatakan pengambilan keputusan adalah pemilihan diantara alternatif mengenai suatu cara bertindak. Keputusan sesungguhnya merupakan hasil proses pemikiran berupa pemilihan satu diantara beberapa alternatif. Artinya pengambilan keputusan adalah proses yang dilakukan untuk bertindak ketika memiliki banyak alternatif yang tersedia.

Berdasarkan kedua pengertian tersebut maka dapat ditarik kesimpulan bahwa keputusan itu diambil dengan sengaja, tidak secara kebetulan dan tidak boleh sembarangan. Dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan adalah suatu hasil atau keluaran dari proses mental atau kognitif yang membawa pada pemilihan suatu jalur tindakan dalam pemilihan alternatif untuk menyelesaikan suatu masalah.

Latar belakang pengambilan keputusan dengan memperhatikan organisasi, perorangan, dan kelompok perorangan yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan dinyatakan dalam teori sistem. Dalam teori ini, suatu sistem merupakan suatu set elemen-elemen atau komponen yang tergabung bersama berdasarkan suatu bentuk hubungan tertentu. Komponen-komponen itu satu sama lain saling terkait dan membentuk suatu kesatuan yang utuh. Tingkah laku suatu organisasi sangat tergantung pada tingkah laku komponen-komponennya dan hubungan antar komponen.

(16)

pengambilan keputusan tidak terprogram. Berikut penjelasan dari proses pengambilan keputusan terprogram dan pengambilan keputusan tidak terprogram:

1. Pengambilan Keputusan Terprogram

Jenis pengambilan keputusan ini mengandung suatu respons otomatik terhadap kebijaksanaan-kebijaksanaan yang telah ditetapkan sebelumnya. Masalah yang bersifat pengulangan dan rutin dapat diselesaikan dengan pengambilan keputusan jenis ini. Tantangan yang besar bagi seorang peneliti adalah mengetahui jenis-jenis keputusan ini dan memberikan atau menyediakan metode-metode untuk melaksanakan pengambilan keputusan yang terprogram di mana saja. Agar pengambilan keputusan harus didefinisikan dan dinyatakan secara jelas.

Pekerjaan selanjutnya hanyalah mengembangkan suatu algoritma untuk membuat keputusan rutin dan otomatik. Dalam kebanyakan organisasi terdapat kesempatan-kesempatan untuk melaksanakan pengambilan keputusan terprogram karena banyak keputusan diambil sesuai dengan prosedur pelaksanaan standar yang sifatnya rutin. Akibat pelaksanaan pengambilan keputusan yang terprogram ini adalah membebaskan manajemen untuk tugas-tugas yang lebih penting. Misalkan keputusan pemesanan barang, keputusan penagihan piutang, dan lain-lain.

2. Pengambilan Keputusan Tidak Terprogram

Menunjukkan proses yang berhubungan dengan masalah – masalah yang tidak jelas. Dengan kata lain, pengambilan keputusan jenis ini meliputi proses- proses pengambilan keputusan untuk menjawab masalah-masalah yang kurang dapat didefinisikan. Masalah-masalah ini umumnya bersifat kompleks, hanya sedikit parameter yang diketahui dan kebanyakan parameter yang diketahui bersifat probabilistik. Untuk menjawab masalah ini diperlukan seluruh bakat dan keahlian dari pengambilan keputusan, ditambah dengan bantuan sistem informasi.

(17)

Perluasan fasilitas, pengembangan produk baru, pengolahan dan pengiklanan kebijakasanaan, manajemen kepegawaian dan perpaduan semuanya adalah contoh masalah-masalah yang memerlukan keputusan-keputusan yang tidak terpogram. Sangat banyak waktu yang dikorbankan oleh pegawai-pegawai tinggi pemerintahan, pemimpin-pemimpin perusahaan, administrator sekolah dana manajer organisasi lainnya dalam menjawab masalah dan mengatasi konflik. Ukuran keberhasilan mereka dapat dihubungkan secara langsung, misalkan pengalaman manajer, merupakan hal yang sangat penting di dalam pengambilan keputusan tidak terpogram. Keputusan untuk bergabung dengan perusahaan lain adalah keputusan yang tidak terstruktur yang jarang terjadi.

2.4. Teori Groupthink

Teori groupthinkdikembangkan oleh Irving L. Janis dan teman-temannya yang diangkat dari sebuah pengujian secara mendetil mengenai efektifitas pengambilan keputusan dalam kelompok. Irving Janis dalam bukunya Victims of Groupthink: A Psycholgoical Study of Foreign Decisions and Fiascoes (1972) mejelaskan apa yang terjadi di kelompok kecil dimana anggota – anggotanya memiliki hubungan baik satu sama lain. Janis menggunakan istilah groupthinkuntuk menunjukkan suatu mode berpikir sekelompok orang yang sifatnya kohesif (terpadu) ketika usaha-usaha keras yang dilakukan anggota-anggota kelompok untuk mencapai kata mufakat telah mengesampingkan motivasinya untuk menilai alternatif-alternatif tindakan secara realistis.

Groupthinkdidefinisikan sebagai suatu cara pertimbangan yang digunakan kelompok ketika keinginan mereka akan kesepakatan melampaui motivasi mereka untuk menilai rencana tindakan yang ada. Kesepakatan antar anggota kelompok atau kesepakatan kelompok dalam keinginan mereka akan kekompakan dan kesepakatan serta mencapai sebuah tujuan atau keputusan lebih besar motivasinya dibandingkan menilai akan kebenaran keputusan tersebut terhadap moral dan etis kelompok yang berlaku.

(18)

Sementara groupthink menurut Rakhmat (2005) adalah proses pengambilan keputusan yang terjadi pada kelompok yang sangat kohesif, di mana anggota-anggota berusaha mempertahankan konsensus kelompok sehingga kemampuan kritisnya menjadi tidak efektif lagi. Dalam definisi tersebut, groupthinkmeninggalkan cara berpikir individual dan menekankan pada proses kelompok. Pengkajian atas fenomena kelompok lebih spesifik terletak pada proses pembuatan keputusan yang kurang baik, serta besar kemungkinannya akan menghasilkan keputusan yang buruk dengan akibat yang sangat merugikan kelompok (Sarwono, 1999). Selanjutnya diperjelas oleh Janis, bahwa kelompok yang sangat kompak (cohesiveness) dimungkinkan terlalu banyak menyimpan atau menginvestasikan energi untuk memelihara niat baik dalam kelompok ini, sehingga mengorbankan proses keputusan yang baik dari proses tersebut.

Teori groupthinkmerupakan hasil dari penelitian terhadap sebuah kelompok yang kompak, dimana dalam kelompok ini terdapat kemungkinan untuk mencapai sebuah keputusan yang buruk sebagai akibat dari adanya anggota kelompok yang meninggalkan cara berpikir individual dan meninggalkan kemampuan kritisnya guna mencapai konsensus kelompok. Artinya, anggota kelompok mengesampingkan baik buruknya sebuah keputusan yang dibuat oleh kelompok demi menjaga kekompakan kelompok itu sendiri.

2.4.1. Esensi Teori

Lahirnya konsep groupthink didorong oleh kajian secara mendalam mengenai komunikasi kelompok yang telah dikembangkan oleh Raimond Cattel, yaitu melalui penelitian yang difokuskan pada kepribadian kelompok sebagai tahap awal. Teori yang dibangun menunjukkan bahwa terdapat pola-pola tetap dari perilaku kelompok yang dapat diprediksi, yaitu :

1. Sifat-sifat dari kepribadian kelompok 2. Struktur internal hubungan antar anggota

(19)

Temuan teoritis tersebut masih belum mampu memberikan jawaban atas suatu pertanyaan yang berkaitan dengan pengaruh hubungan antar pribadi dalam kelompok. Berdasarkan Teori yang dikembangkan Raimon Cattel inilah kemudian memunculkan satu hipotesis dari Janis untuk menguji beberapa kasus terperinci yang ikut memfasilitasi keputusan-keputusan yang dibuat kelompok. Hasil pengujian ilmiah yang dilakukan Janis, menunjukkan bahwa terdapat satu kondisi yang mengarah pada munculnya kepuasan kelompok yang tinggi, tetapi tidak dibarengi dengan hasil keputusan kelompok yang baik (ineffective output). Asumsi penting dari groupthink, sebagaimana dikemukakan West dan Turner (2008: 276)adalah:

1. Terdapat kondisi-kondisi di dalam kelompok yang mempromosikan koshesifitas tinggi.

2. Pemecahan masalah kelompok pada intinya merupakan proses yang menyatu.

3. Kelompok dan pengambilan keputusan oleh kelompok sering kali bersifat kompleks.

Kelompok yang memiliki koshesifitas tinggi akan tidak acuh terhadap pendapat dari kelompok lain, serta memiliki anggapan bahwa kelompok mereka adalah yang terbaik. Hal ini akan menyebabkan proses dan hasil pengambilan keputusan yang dilakukan kelompok tidak sepenuhnya baik untuk kelompok tersebut. Selain itu, pemecahan masalah pada kelompok seringkali terfokus pada pimpinan kelompok tanpa adanya argumen yang diberikan anggota kelompok.

Hasil akhir analisis Janis,menunjukkan beberapa dampak negatif dari pikiran kelompok dalam membuat keputusan, yaitu :

1. Diskusi amat terbatas pada beberapa alternatif keputusan saja.

2. Pemecahan masalah yang sejak semula sudah cenderung dipilih, tidak lagi dievaluasi atau dikaji ulang.

3. Alternatif pemecahan masalah yang sejak semula ditolak, tidak pernah dipertimbangkan kembali.

(20)

5. Kalau ada nasehat atau pertimbangan lain, penerimaannya diseleksi karena ada bias pada pihak anggota.

6. Cenderung tidak melihat adanya kemungkinan-kemungkinan dari kelompok lain akan melakukan aksi penentangan, sehingga tidak siap melakukan antisipasinya.

7. Sasaran kebijakan tidak disurvei dengan lengkap dan sempurna.

Dampak negatif dari groupthink sangat berpengaruh terhadap keputusan yang dihasilkan oleh kelompok. Ketika sebuah kelompok mengalami gejala groupthink, penyelesaian masalah yang dihadapi mejadi terbatas. Sebagai contoh adalah ketika mengambil keputusan kelompok tidak meminta pendapat dari para ahli di bidang tersebut, hal ini dapat menyebabkan keputusan yang dihasilkan tidak sesuai dengan kebutuhan kelompok tersebut.

Ilustrasi analisis Janis selanjutnya mengungkapkan kondisi nyata suatu kelompok yang dihinggapi oleh pikiran kelompok, yaitu dengan menunjukkan delapan gejala perilaku kelompok sebagai berikut.

1. Persepsi yang keliru (illusions), bahwa ada keyakinan kalau kelompok tidak akan terkalahkan

2. Rasionalitas kolektif, dengan cara membenarkan hal-hal yang salah seakan-akan masuk akal

3. Percaya pada moralitas terpendam yang ada dalam diri kelompok 4. Stereotip terhadap kelompok lain (menganggap buruk kelompok lain) 5. Tekanan langsung pada anggota yang pendapatnya berbeda dari pendapat

kelompok

6. Sensor diri sendiri terhadap penyimpangan dari konsensus kelompok 7. Ilusi bahwa semua anggota kelompok sepakat dan bersuara bulat

8. Otomatis menjaga mental untuk mencegah atau menyaring informasi-informasi yang tidak mendukung, hal ini dilakukan oleh para penjaga pikiran kelompok (mindguards) (West & Turner 2008: 276)

.

Proses pengambilan keputusan yang menggunakan kiat-kiat tersebut, dapat memakan waktu yang panjang, namun manfaat yang dapat diperoleh sangat luar

(21)

biasa, yaitu kepastian mengurangi kesalahansampai tingkat terendah dari proses pengambilan keputusan. Dengan demikian dapat diperoleh gambaran lebih nyata, bahwa untuk mencapai keputusan kelompok yang baik, maka pikiran kelompok harus diubah menjadipikiran tim. Sedangkan untuk memperoleh pelaksanaan prosedur yang baik dan akurat, sedapat mungkin dikurangi desakan yang didasarkan pada alasan keterbatasan waktu(Sarwono, 1999).

Sebagaimana teori-teori lainnya, teori groupthink juga tak lepas dari kritik. Mereka yang mengkritik teori ini antara lain adalah Aldag dan Fuller dan Tetlock dan kawan-kawan. Menurut Aldag dan Fuller, analisis groupthink bersifat retrospektif (berlaku surut), sehingga Janis dapat mengambil bukti-bukti yang mendukung teorinya saja. Keterpaduan kelompok itu sendiri belum tentu menimbulkan pikiran kelompok, misalnya perkawinan dan keluarga dapat tetap terpadu atau kohesif tanpa menimbulkan pikiran kelompok, dengan tetap membiarkan perbedaan pendapat tanpa mengurangi keterpaduan itu sendiri.

Tetlock dan kawan-kawan menilai, fakta sejarah membuktikan bahwa ada juga kelompok-kelompok yang sudah mengikuti prosedur yang baik, namun tetap melakukan kesalahan, misalnya ketika Presiden Carter dan penasehat-penasehatnya merencanakan pembebasan sandera di Iran pada tahun 1980. Operasi itu gagal total dan Amerika Serikat dipermalukan, walaupun kelompok itu sudah mengundang berbagai pendapat dari luar dan memperhitungkan segala kemungkinan secara realistik.

2.4.2. Asumsi-Asumsi Dalam Groupthink

Groupthinkmerupakan teori yang diasumsikan dengan komunikasi kelompok kecil. Dalam hal ini Irving Janis (1972) memfokuskan penelitiannya pada Problem-Solving Group dan Task-Oriented Group, yang mempunyai tujuan utamanya yaitu untuk mengambil keputusan dan memberikan rekomendasi kebijakan akan solusi-solusi yang ada. Berikut merupakan tiga asumsi penting dalam teori groupthink:

(22)

1. Terdapat kondisi-kondisi di dalam kelompok yang mempromosikan koshesifitas tinggi

2. Pemecahan masalah kelompok pada intinya merupakan proses yang terpadu

3. Kelompok dan pengambilan keputusan oleh kelompok seringkali bersifat kompleks (West & Turner, 2008:276).

Asumsi pertama dari groupthinkberhubungan dengan karakteristik kehidupan kelompok yaitu kohesifitas. Kohesifitas merupakan rasa kebersamaan dari suatu kelompok. Ernest Boornmann (dalam West dan Turner, 2008:276) mengamati bahwa anggota kelompok sering kali memiliki perasaan yang sama atau investasi emosional sehingga sebagai akibatnya mereka cenderung untuk mempertahankan identitas kelompok.

Asumsi kedua berkaitan dengan proses pemecahan masalah dalam kelompok kecil hal ini biasanya merupakan kegiatan yang menyatu. Dennis Gouran (dalam West & Turner, 2008: 277) mengamati bahwa kelompok-kelompok rentan terhadap batas afiliatif yang berarti bahwa anggota kelompok-kelompok lebih memilih untuk menahan masukan mereka daripada mengalami risiko ditolak. Sifat sementara asusmsi ketiga menggarisbawahi sifat dasar dari kebanyakan kelompok dalam pengambilan keputusan dan kelompok yang berorientasi pada tugas-tugas dimana orang biasanya tergabung bersifat kompleks.

Asumsi ini melihat pada kompleksitas dari kelompok kecil dan kemudian pada keputusan yang muncul dari kelompok.Secara teori, kesemuanya itu disebabkan kurangnya pemikiran kritis dalam kelompok yang kohesif dan kepercayaan diri yang berlebih dari kelompok. Hal ini ditandai dengan beberapa gejala yaitu yang pertama adalah kekebalan ilusi (illusion of invulnerability) dimana menciptakan sebuah udara optimisme yang tidak semestinya.

Kelompok menciptakan usaha kolektif untuk merasionalisasikan serangkaian tindakan yang telah ditetapkan. Ketiga adalah kelompok menjaga sebuah kepercayaan yang tidak terpatahkan dalam moralitas yang inheren, melihat dirinya sendiri yang termotivasi dan bekerja untuk hasil yang terbaik. Gejala yang

(23)

keempat adalah pemimpin yang berasal dari luar kelompok distereotipkan sebagai jahat, lemah, dan bodoh. Kelima adalah tekanan langsung mendesak anggota untuk tidak mengungkapkan pendapat yang berlawanan.

Perselisihan akan cepat padam yang akan membawa pada sensor diri (self

cencorship) dari pertentangan, dimana anggota enggan menyampaikan pendapat

yang berlawanan dan menekan mereka untuk mengambil posisi yang sama. Selanjutnya terjadi ilusi kesepakatan (ilusi unanimity) bersama dalam kelompok. Jika keputusan telah diambil maka muncul pemikiran waspada (mind guards) untuk melindungi kelompok dan pemimpin dari opini yang berlawanan dan informasi yang tidak diinginkan. Janis mengusulkan beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi krisis groupthink, yakni:

1. Mendorong semua anggota kelompok untuk mengevaluasi secara kritis dalam setiap kegiatan pengambilan keputusan.

2. Pemimpin kelompok tidak menyatakan pendapatnya dimuka umum pada awal kegiatan sebelum pengambilan keputusan.

3. Menyusun pembuatan kebijakan kelompok yang independendan bebas dari pengaruh dominasi segelintir individu.

4. Membagi dalam kelompok kecil

5. Berdiskusi dengan kelompok lain untuk mengumpulkan pendapat atau mendapatkan alternatif pemecahan masalah

6. Mengundang pihak lain (akademisi, peniliti atau konsultan) untuk mendapatkan ide-ide baru

7. Menghargai individu yang memiliki ide berbeda dengan anggota kelompok pada umumnya

8. Lebih peka terhadap lingkungan kelompok secara internal dan eksternal 9. Selalu mengevaluasi dan mengkaji kembali kebijakan yang akan dibuat,

(24)

2.4.3. Faktor Terbentuknya Groupthink

Konsep groupthink memiliki beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya groupthink. Terdapat 3 faktor utama yang menyebabkan terbentuknya groupthink yaitu kohesifitas kelompok, faktor struktual dan tekanan grup.

Kohesifitas kelompok mendukung terjadinya groupthink.Di dalam kelompok yang memiliki koshesifitas yang tinggi akan lebih antusias mengenai tugas-tugas mereka, dan anggotanya merasa dimampukan untuk melaksanakan tugas-tugas tambahan, karena kelompok mereka sangat kompak atau kohesif. Walaupun terdapat keuntungannya, tetapi kelompok yang sangat kohesif juga bisa memberikan tekanan yang besar pada anggota kelompoknya untuk memenuhi standar kelompok. Biasanya anggota kelompok tidak bersedia untuk mengemukakan keberatan mereka mengenai solusi yang diambil.Maka Irving Janis berpendapat bahwa koshesifitas menuntun kepada groupthink.

Karakteristik struktural yang spesifik, atau kesalahan, mendorong terjadinya groupthink. Faktor-faktor ini juga termasuk isolasi kelompok, kurangnya kepemimpinan imparsial, kurangnya prosedur yang jelas dalam mengambil keputusan, dan homogenitas latar belakang anggota kelompok. Beberapa faktor struktural yang mendorong terjadinya groupthinkantara lain adalah: a. Isolasi kelompok; b. Kurangnya kepemimpinan imparsial; c. Kurangnya prosedur; d. Tekanan internal dan eksternal; e. Homogenitas latar belakang.

Merujuk pada keinginan kelompok untuk tidak terpengaruh oleh pihak di luar kelompok.Padahal, ada kemungkinan bahwa pihak di luar kelompok dapat membantu dalam pengambilan keputusan.Anggota kelompok dipimpin oleh orang yang memiliki minat pribadi terhadap hasil akhir. Pemimpin berpendapat bahwa opini lain akan merugikan rencananya dan kepemimpinan alternatif ditekan. Beberapa kelompok memiliki prosedur untuk mengambil keputusan; kegagalan untuk memiliki norma yang telah disepakati untuk mengevaluasi suatu masalah dapat menimbulkan groupthink. Jika ada masalah di suatu kelompok, mereka masih harus mencari penyebabnya dan sejauh apa masalah tersebut. Tanpa

(25)

keragaman latar belakang sosial, pengalaman dan ideologi akan mempersulit sebuah kelompok untuk mendebat masalah yang penting.

Tekanan internal dan eksternal (internal and externalstress) yang dialami kelompok dapat menuntun kepadagroupthink. Jika suatu kelompok dalam membuat keputusan sedang mengalami tekanan yang berat, baik disebabkan oleh dorongan-dorongan dari luar maupun dari dalam kelompok mereka cenderung tidak dapat menguasai emosi, sehingga dapat mencari segala cara agar masalah dapat cepat diselesaikan tanpa memikirkan akal sehat, maka kelompok tersebut sedang menuju groupthink.

2.4.4. Gejala-Gejala Groupthink

Proses pengambilan keputusan dalam kelompok akan melalui banyak hal dan usaha untuk mencapai keseragaman. Ketika proses pencarian kesepakatan tersebut berjalan dan mencapai puncaknya, maka akan muncul gejala yang disebut sebagai gejala-gejala group think.

Irving L Janis mengungkapkan ada 3 gejala groupthink, yaitu:

a. Penilaian Berlebihan terhadap Kelompok / Overestimation of the Group yaitu keyakinan suatu kelompok yang keliru, di mana kelompok tersebut merasa lebih dari dirinya yang sebenarnya padahal kelompok tersebut memiliki banyak kekurangan. Kelompok mempunyai keyakinan bahwa mereka cukup istimewa atau hebat untuk mengatasi rintangan dan masalah yang lahir dari kelompok itu sendiri. Kelompok ini percaya bahwa mereka tidak akan terkalahkan dari kelompok lain. Hal ini disebabkan oleh keyakinan akan moralitas yang tertanam di dalam diri anggota kelompok, kelompok ini memiliki keyakinan bahwa anggota-anggota kelompoknya bijaksana dan memiliki moral yang baik, sehingga keputusan yang mereka buat juga akan baik pula. Anggota kelompok ini anggotasihkan diri dari rasa malu atau bersalah, walaupun mereka tidak mengindahkan moral dari keputusan mereka.

(26)

b. Ketertutupan Pikiran / Closed-Mindedness yaitu anggotakelompok tidak mengindahkan pengaruh atau masukan dari luar terhadap kelompok. Maksudnya adalah suatu kelompok memiliki persepsi stereotip buruk terhadap kelompok lawannya atau musuhnya. Pemikiran kelompok menekankan bahwa kelompok lawan terlalu lemah atau terlalu bodoh untuk membalas taktik mereka yang ofensif dan lebih baik dari kelompok lain. Hal ini disebabkan oleh rasionalisasi Kolektif (collective

rationalization) yaitu situasi dimana kelompok tidak mengindahkan

peringatan-peringatan yang dapat mendorong mereka untuk mempertimbangkan kembali pemikiran mereka sebelum mereka mencapai keputusan akhir.

c. Tekanan untuk Mencapai Keseragaman / Pressures Toward Uniformity terjadi ketika para anggota kelompok berusaha untuk menjaga hubungan baik antar anggota. Ini terjadi karena adanya kecenderungan para anggota kelompok untuk meminimalkan keraguan mereka atasmasukan argumen dari anggota kelompok dan tidak menghiraukan pemikiran-pemikiran pribadi setiap anggota yang dapat menentang pemikiran kelompok yang sudah tercapai dan akhirnya semua anggota kelompok memilih diam.Hal ini akan menimbulkan ilusi akan adanya kebulatan suara (illusion

ofunanimity) yang menganggap kalau diam itu artinya setuju. Karena

biasanya dalam groupthinkanggota mengikuti pemimpin, sehingga keputusan pemimpin adalah keputusan kelompok, sehingga jika ada anggota yang mempunyai pemikiran yang berbeda dengan pemimpin, anggota lebih memilih diam. Maka disinilah dianggap bahwa tidak ada keberatan, dan dianggap bahwa ada kebulatan suara kelompok, namun begitu ada juga beberapa minoritas anggota kelompok yang tetap mengeluarkan pemikirannya, maka munculah suatu tekanan yang disebut

Pressures on dissenters (Tekanan Terhadap Para Penentang) yaitu suatu

tekanan atau pengaruh langsung terhadap anggota-anggota kelompok yang menyumbangkan opini, pendapat, pandangan, atau komitmen yang berlawanan terhadap opini mayoritas kelompoknya.

(27)

West dan Turnerdalam penelitiannya menambahkan tentang beberapa gejala groupthink, yaitu pencarian kesepakatan yang terlalu dini yang disebabkan oleh tingginya tekanan konformitas dan adanya minguard keeping yaitu mencegah informasi dari luar agar jangan sampai mempengaruhi kesepakatan kelompok, Dissent containment: mengabaikan mereka-mereka yang memiliki ide-ide yang bertentangan dengan kesepakatan.

2.4.5.Dampak Negatif Groupthink

Groupthink dapat menghasilkan suatu dampak yang tidak bagus dalam proses pengambilan suatu keputusan bersama, terdapat banyak dampak negatif yang dihasilkan groupthink, yaitu:

1. Diskusi amat terbatas pada beberapa alternatif keputusan saja.

2. Pemecahan masalah yang sejak semula sudah cenderung dipilih, tidak lagi dievaluasi atau dikaji ulang.

3. Alternatif pemecahan masalah yang sejak semula ditolak, tidak pernah dipertimbangkan kembali.

4. Tidak pernah mencari atau meminta pendapat para ahli dalam bidangnya. 5. Kalau ada nasehat atau pertimbangan lain, penerimaannya diseleksi karena

ada bias pada pihak anggota.

6. Cenderung tidak melihat adanya kemungkinan-kemungkinan dari kelompok lain akan melakukan aksi penentangan, sehingga tidak siap melakukan antisipasinya.

7. Sasaran kebijakan tidak disurvei dengan lengkap dan sempurna.

2.4.6.Mencegah Terjadinya Groupthink

Sebelum terjadinya proses groupthink, kita dapat mencegah terlebih dahulu, berikut beberapa cara untuk mencegah terjadinya groupthink:

1. Dibutuhkan adanya supervisi dan kontrol (membentuk komite parlementer)

(28)

Supervisi dan kontrol yang dimaksud adalah adanya kontrol untuk mengembangkan sumber daya untuk memonitor proses pembuatan kebijakan dan anggotai dukungan akan adanya intervensi.

2. Mendukung adanya pelaporan kecurangan (suarakan keraguan)

Setiap anggota harus menghindaritekanan kekhawatiran akan keputusan kelompokdan berdebat ketika tidak ada jawaban yang memuaskan setiap anggota kelompok.

3. Mengizinkan adanya keberatan (protect conscientious objectors)

Memberikan jalan keluar bagi para anggota kelompok untuk mengatasi perdebatan yang terjadi ketika rapat, dan jangan menganggap remeh masukan – masukan yang dikeluarkan oleh anggota kelompok. 4. Menyeimbangkan konsensus dan suara terbanyak (mengubah pilihan

pengaturan peraturan)

Kurangi tekanan kepada anggota kelompok yang berada pada posisi minoritas dan mencegahterjadinya subkelompok, serta membuat pendekatan antar anggota kelompok yang mendukung salah satu pendapat atau masukan dalam pengambilan keputusan kelompok.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Program kerja kepala madrasah dalam kegiatan pendidika n difungsikan dengan baik dan benar, hanya saja dalam aspek

Si selaku dekan Fakultas Psikologi dan selaku pembimbing I Universitas Muhammadiyah Malang yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan

gangguan metabolik lik karbohi'rat, %rotein ' karbohi'rat, %rotein 'an lemak 'an % an lemak 'an %erkembangan kom%lik erkembangan kom%likasi asi se9ara mi9roaskuler,

Raya Babat – Jombang KM 11, Desa Dradahblumbang

4) Tidak terikat, kecuali untuk kategori di komitmen horisontal. Jasa penasihat, intermediasi dan jasa keuangan pendukung lainnya pada semua aktivitas yang terdaftar di subsektor

Mencermati bentuk masing-masing produk pemikiran hukum Islam di atas, dapat disimpulkan bahwa tantangan utama yang dihadapi dalam penerapannya adalah tidak

Buku pedoman Asuhan Antenatal Terintegrasi tidak terpisahkan dengan pedoman lain yang telah diterbitkan oleh Departemen Kesehatan seperti ; Pedoman

Pada penelitian (Widodo, 2012) proses koagulasi tidak menggunakan tangki koagulan melainkan hanya menggunakan saringan pasir. Air dialirkan menuju kedalam kolom sehingga