Umar Mansyur, S.Pd., M.Pd.
umarbersahaja@gmail.com www.halamanidea.blogspot.com
fb: Umar Mansyur (Ray Bitta)
MATA KULIAH
PERTEMUAN I
KONSEP BAHASA DAN FUNGSI BAHASA
A. PENGERTIAN BAHASA
• Bahasa adalah sarana komunikasi antaranggota masyarakat dalam menyampaikan ide dan perasaan secara lisan atau tulis.
B. BEBERAPA KONSEP TENTANG BAHASA
• Sistem lambang yang bermakna, dan dapat dipahami. • Sistem lambang bunyi yang arbitrer (manasuka).
• Bersifat konvensional (kesepakatan pemakainya).
• Menghasilkan sesuatu yang tidak terbatas dan sangat produktif. • Tidak sama dengan sistem lambang bahasa lain.
KONSEP BAHASA DAN FUNGSI BAHASA
(LANJUTAN)
C. FUNGSI BAHASA
1. Fungsi pernyataan ekspresi diri
• Menarik perhatian orang lain (persuasif dan provokatif),
• Membebaskan diri dari semua tekanan dalam diri seperti emosi, • Melatih diri untuk menyampaikan suatu ide dengan baik,
• Menunjukkan keberanian (convidence) penyampaikan ide.
2. Fungsi komunikasi
• Komunikasi tidak akan terwujud tanpa dimulai dengan ekspresi diri. Oleh karena itu,komunikasi tercapai dengan baik bila ekspresi berterima.
KONSEP BAHASA DAN FUNGSI BAHASA
(LANJUTAN)
C. FUNGSI BAHASA (Lanjutan)
3. Fungsi integrasi dan adaptasi sosial
• Mampu menyatakan hidup bersama dalam suatu ikatan (masyarakat). Dengan demikian, bahasa itu merupakan suatu kekuatan yang berkorelasi dengan kekuatan orang lain dalam integritas sosial.
4. Fungsi kontrol sosial
• Bahasa memengaruhi perilaku dan tindakan orang dalam masyarakat, sehingga seseorang itu terlibat dalam komunikasi dan dapat saling memahami.
KONSEP BAHASA DAN FUNGSI BAHASA
(LANJUTAN)
KONSEP BAHASA DAN FUNGSI BAHASA
(LANJUTAN)
E. FUNGSI BAHASA INDONESIA
1. Bahasa Persatuan: bahasa pemersatu suku, agama, rasa dan antar golongan (SARA).
2. Bahasa Nasional: sebagai lambang kebangsaan dan identitas nasional dimata internasional.
3. Bahasa Negara: administrasi kenegaraan, pengantar resmi pendidikan, berkebudayaan, dan dalam ilmu pengetahuan & teknologi.
4. Bahasa Standar (baku): norma dan kaidah yang menjadi tolok ukur yang disepakati bersama untuk menilai ketepatan penggunaan bahasa atau ragam bahasa Indonesia.
PERTEMUAN II
RAGAM BAHASA INDONESIA
A. BERDASARKAN SITUASI PEMAKAIANANNYA
1. Ragam bahasa formal
2. Ragam bahasa semi-formal 3. Ragama bahasa non-formal
Pembedaan antara ragam formal, semiformal, nonformal diamati dari:
•. Pokok masalah yang sedang dibahas,
•. Hubungan antara pembicara dan pendengar, •. Medium bahasa yang digunakan lisan atau tulis, •. Area atau lingkungan pembicaraan terjadi, dan •. Situasi ketika pembicaraan berlangsung.
RAGAM BAHASA INDONESIA
(LANJUTAN)
B. BERDASARKAN SITUASI MEDIUMNYA
1. Ragam bahasa lisan 2. Ragam bahasa tulis
Ragaman Lisan Ragam Tulis Penggunaan
Kendaraan yang ditumpanginya
nabrak pohon mangga.
Kendaraan yang ditumpanginya
menabrak pohon mangga
Bentuk kata Saya sudah kasih tahu mereka
tentang hal itu. Saya sudah memberi tahu mereka tentang hal itu. Kosakata Rencana ini saya sudah sampaikan
RAGAM BAHASA INDONESIA
(LANJUTAN)
C. RAGAM BAHASA BAKU DAN TIDAK BAKU
1. Ragam bahasa baku
• Ragam yang dilembagakan dan diakui oleh sebagian besar warga masyarakat pemakainya sebagai bahasa resmi dan sebagian
kerangka rujukan norma bahasa dalam penggunaannya. 2. Ragam bahasa tidak baku
• Ragam yang tidak dilembagakan dan ditandai oleh ciri-ciri yang menyimpang dari norma ragam baku.
RAGAM BAHASA INDONESIA
(LANJUTAN)
C. RAGAM BAHASA BAKU DAN TIDAK BAKU (Lanjutan) Ciri-ciri ragam bahasa baku:
• Kemantapan dinamis
Mantap artinya sesuai dengan kaidah bahasa; Dinamis artinya tidak menghendaki adanya bentuk mati.
• Kecendikiaaan
Dipakai pada tempat-tempat resmi, dan penggunanya adalah orang-orang yang terpelajar.
• Keseragaman kaidah
Proses pembakuan bahasa merupakan proses penyeragaman bahasa .
RAGAM BAHASA INDONESIA
(LANJUTAN)
D. RAGAM SOSIAL DAN RAGAM FUNGSIONAL
1. Ragam sosial
• Ragam bahasa yang sebagian norma dan kaidahnya didasarkan atas kesepakatan bersama dalam lingkungan sosial yang lebih kecil dalam masyarakat.
2. Ragam fungsional
• Ragam bahasa yang dikaitkan dengan profesi, lembaga, lingkungan kerja, atau kegiatan tertentu lainnya.
• Seperti, bahasa dalam lingkungan kelimuan/teknologi, kedokteran, dan keagamaan.
RAGAM BAHASA INDONESIA
(LANJUTAN)
E. BAHASA INDONESIA RAGAM ILMIAH
Ragam bahasa Indonesia yang dipakai untuk kepentingan penulisan karangan yang sifatnya ilmiah.
Ciri-ciri ragam bahasa Indonesia dalam penulisan karya ilmiah:
• Menggunakan bahasa Indonesia ragam baku. • Penggunaan kalimat yang efektif.
• Menghindari bentuk bahasa yang ambigu (bermakna ganda).
• Penggunaan kata dan istilah yang bermakna lugas (nonfiguratif), dan menghindari pemakaian kata dan istilah yang bermakna kias (figuratif). • Menghindari penonjolan persona (depersonalisasi).
PERTEMUAN III
PENERAPAN KAIDAH EJAAN
A. PENGERTIAN EJAAN
• Ejaan adalah aidah-kaidah cara menggambarkan bunyi-bunyi (kata, kalimat, dsb) dalam bentuk tulisan (huruf-huruf), serta penggunaan tanda baca.
Pada ejaan mencakup hal-hal berikut:
1. pemakian huruf vokal dan konsonan,
2. penggunaan huruf kapital dan kursif (miring), 3. penulisan kosakata dan bnetukan kata,
4. penulisan unsur serapan afiksasi dan kosakata asing, dan 5. penempatan dan pemakaian tanda baca.
EJAAN DAN TANDA BACA
(LANJUTAN)
B. PERKEMBANGAN EJAAN BAHASA INDONESIA
1. Ejaan van Ophuiysen, mulai berlaku sejak bahasa Indonesia lahir dalam awal
1920-an sampai 1947. Ejaan ini merupakan warisan dari ejaan bahasa Melayu yang menjadi dasar bahasa Indonesia.
2. Ejaan Suwandi, mulai berlaku dari 1947 sampai 1972.
3. Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan, mulai berlaku dari 1972
sampai sekarang, (EYD).
Ejaan van Ophuysen J Dj Nj Sj Tj Ch - Oe
Ejaan Soewandi J Dj Nj - Tj - - U
EJAAN DAN TANDA BACA
(LANJUTAN)
C. PENULISAN HURUF BESAR ATAU HURUF KAPITAL
1. Sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat. 2. Sebagai huruf pertama petikan langsung.
3. Sebagai huruf pertama dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan.
4. Sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang.
5. Sebagai huruf pertama unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat.
EJAAN DAN TANDA BACA
(LANJUTAN)
C. PENULISAN HURUF BESAR ATAU HURUF KAPITAL (Lanjutan)
7. Sebagai huruf pertama nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa. 8. Sebagai huruf pertama nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan
peristiwa sejarah.
9. Sebagai huruf pertama nama geografi.
10. Sebagai huruf pertama semua unsur nama negara, lembaga
pemerintahan dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan.
11. Sebagai huruf pertama setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi.
EJAAN DAN TANDA BACA
(LANJUTAN)
C. PENULISAN HURUF BESAR ATAU HURUF KAPITAL (Lanjutan)
12. Sebagai huruf pertama semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul
karangan, kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal.
13. Sebagai huruf pertama unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan.
14. Sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan.
EJAAN DAN TANDA BACA
(LANJUTAN)
D. PENULISAN HURUF MIRING
1. Dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan.
2. Dipakai untuk menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata.
3. Dipakai untuk menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya.
Catatan: Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang akan
EJAAN DAN TANDA BACA
(LANJUTAN)
E. PENULISAN KATA
1. Kata dasar
• Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan.
2. Kata turunan
• Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya. • Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan atau akhiran ditulis
serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya. • Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata mendapat awalan dan
akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai.
• Jika salah satu unsur gabungan kata hanya dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai.
EJAAN DAN TANDA BACA
(LANJUTAN)
E. PENULISAN KATA (Lanjutan)
3. Bentuk ulang
• Bentuk ulang ditulis secara lengkap dengan menggunakan tanda hubung.
4. Gabungan kata
• Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah.
• Gabungan kata, termasuk istilah khusus yang mungkin menimbulkan kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan tanda hubung untuk
menugaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan. • Gabungan kata berikut ditulis serangkai.
EJAAN DAN TANDA BACA
(LANJUTAN)
E. PENULISAN KATA (Lanjutan)
5. Kata ganti –ku, kau, –mu, dan –nya.
• Ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya: -ku, -mu, dan –nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
6. Kata depan di, ke, dan, dari.
• Ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada.
7. Kata si dan sang.
EJAAN DAN TANDA BACA
(LANJUTAN)
E. PENULISAN KATA (Lanjutan)
8. Partikel
• Partikel –lah, -kah, dan –tah ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya.
• Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang mendahuluinya.
Aadapun, andaipun, ataupun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun,
kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun, sungguhpun, dan walaupun
ditulis serangkai.
• Partikel per yang berarti mulai, demi, dan tiap ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya.
EJAAN DAN TANDA BACA
(LANJUTAN)
E. PENULISAN KATA (Lanjutan)
9. Singkatan dan akronim
• Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan, jabatan, atau pangkat diikuti dengan tanda titik.
• Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata
ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik.
• Singkatan umum yang terdiri tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik. • Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata
EJAAN DAN TANDA BACA
(LANJUTAN)
E. PENULISAN KATA (Lanjutan)
9. Singkatan dan akronim (Lanjutan)
• Akronim nama diri yang berupa gabungan huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital.
• Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis dengan huruf awal huruf kapital.
• Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil.
EJAAN DAN TANDA BACA
(LANJUTAN)
E. PENULISAN KATA (Lanjutan)
10. Angka dan lambang bilangan
• Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi.
• Penulisan kata bilangan tingkat dapat dilakukan dengan cara, seperti: Paku Buwono X, Paku Buwono ke-10, Paku Buwono kesepuluh.
• Penulisan kata bilangan yang mendapat akhiran –an mengikuti cara seperti: tahun 50-an atau tahun lima puluhan.
• Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimatnya diubah.
• Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca.
PERTEMUAN IV
PENULISAN UNSUR SERAPAN DAN TANDA BACA
A. PENULISAN UNSUR SERAPAN
• Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari berbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing seperti bahasa Sansekerta, Arab, Portugis, Belanda, atau Inggris. • Berdasarkan taraf integrasinya, unsur serapan dalam bahasa Indonesia
dapat dibagi atas dua golongan besar.
1. Unsur bahasa asing yang belum sepenuhnya terserap dalam bahasa Indonesia, seperti reshuffle, shuttle cock, dll.
2. Unsur bahasa asing yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia.
PENULISAN UNSUR SERAPAN DAN TANDA BACA
(LANJUTAN)
A. PENULISAN UNSUR SERAPAN (Lanjutan)
• Beberapa contoh kata asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia.
Kata asing system effective method kwitantie management aphoteek
Penyerapan yang Salah
sistim efektip metoda kwitansi managemen apotik
Penyerapan yang
PENULISAN UNSUR SERAPAN DAN TANDA BACA
(LANJUTAN)
B. PEMAKAIAN TANDA BACA
1. Tanda titik (.) dipakai:
• pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan. • pada akhir singkatan nama orang.
• di belakang angka/huruf dalam suatu bagian, ikhtisar, atau daftar. • untuk memisahkan angka jam, menit, detik yang menunjukkan waktu. • di antara nama penulis, judul, dan tempat terbit dalam daftar pustaka.
• memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang menunjukkan jumlah. • tidak dipakai pada akhir judul (kepala karangan), tabel, dan sebagainya. • tidak dipakai di belakang (1) alamat pengirim dan tanggal surat atau (2)
PENULISAN UNSUR SERAPAN DAN TANDA BACA
(LANJUTAN)
B. PEMAKAIAN TANDA BACA (Lanjutan)
2. Tanda koma (,) dipakai:
• di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan.
• untuk memisahkan kalimat setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan.
• untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya.
• di belakang kata atau ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula,
meskipun begitu, dan akan tetapi.
• untuk memisahkan kata seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat.
PENULISAN UNSUR SERAPAN DAN TANDA BACA
(LANJUTAN)
B. PEMAKAIAN TANDA BACA (Lanjutan)
2. Tanda koma (,) dipakai: (Lanjutan)
• untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain dalam kalimat. • di antara (1) nama dan alamat, (2) bagian-bagian alamat, (3) tempat dan
tanggal, dan (4) nama tempat dan wilayah/negeri yang ditulis berurutan. • untuk menceraikan nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka. • di antara bagian-bagian dalam catatan kaki.
• di antara nama orang dan gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga.
• di muka angka persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka.
PENULISAN UNSUR SERAPAN DAN TANDA BACA
(LANJUTAN)
B. PEMAKAIAN TANDA BACA (Lanjutan)
2. Tanda koma (,) dipakai: (Lanjutan)
• untuk mengapit keterangan tambahan yang sifatnya tidak membatasi. • tidak dipakai untuk memisahkan petikan langsung dari bagian lain yang
mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru.
3. Tanda titik koma (;)
• dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara. • dipakai sebagai pengganti kata penghubung untuk memisahkan kalimat
PENULISAN UNSUR SERAPAN DAN TANDA BACA
(LANJUTAN)
B. PEMAKAIAN TANDA BACA (Lanjutan)
4. Tanda titik dua (:)
• dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap bila diikuti rangkaian atau pemerian.
• tidak dipakai jika rangkaian atau pemerian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan.
5. Tanda hubung (–)
• dapat dipakai untuk memjelas hubungan bagian-bagian ungkapan. Misalnya: tiga-puluh dua-pertiga (30 2/3).
• dipakai untuk merangkaikan (a) se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital, (b) ke- dengan angka, (c) angka dengan –an, dan (d) singkatan huruf kapital dengan imbuhan atau kata.
PENULISAN UNSUR SERAPAN DAN TANDA BACA
(LANJUTAN)
B. PEMAKAIAN TANDA BACA (Lanjutan)
6. Tanda pisah ( - )
• untuk membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan khusus di luar bangun kalimat.
• dipakai di antara dua bilangan atau tanggal yang berarti ’sampai dengan’ atau di antara dua nama kota yang berarti ’ke’ atau ’sampai’.
7. Tanda petik (“...”)
• untuk mengapit petikan langsung, judul syair, karangan, istilah yang mempunyai arti khusus atau kurang dikenal.
8. Tanda petik tunggal (‘...’)
PENULISAN UNSUR SERAPAN DAN TANDA BACA
(LANJUTAN)
B. PEMAKAIAN TANDA BACA (Lanjutan)
9. Tanda garis miring (/)
• untuk mengapit petikan langsung, judul syair, karangan, istilah yang mempunyai arti khusus atau kurang dikenal.
10. Tanda penyingkat atau apostrof (‘)
• menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun. Misalnya: Ali ’kan kusurati. (’kan = akan)
PERTEMUAN V
KALIMAT
A. PENGERTIAN KALIMAT
• Satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh (Almi, dkk., 2003: 311)
Ciri-ciri kalimat:
Dalam wujud lisan, kalimat diucapkan dengan suara naik turun dan keras lembut, disela jeda, dan diakhiri dengan intonasi akhir yang senyap.
Dalam wujud tulisan:
• dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda (.), (?), dan (!), • di dalamnya disertakan tanda baca, seperti (,), (:), (-), dan spasi.
KALIMAT
(LANJUTAN)
B. JENIS KALIMAT
Berdasarkan struktur gramatikalnya: 1. Kalimat tunggal
• Kalimat yang terdiri atas satu klausa, yang terdiri atas satu subjek dan satu predikat.
2. Kalimat majemuk
• Kalimat yang terdiri dari beberapa klausa bebas. Klausa bebas yang dimaksudkan adalah klausa yang secara potensial dapat berfungsi sebagai kalimat tunggal.
• Terbagi atas (1) kalimat majemuk setara dan (2) kalimat majemuk bertingkat.
KALIMAT
(LANJUTAN)
B. JENIS KALIMAT (Lanjutan)
Berdasarkan fungsinya:
1. Kalimar deklaratif (kalimat berita, pernyataan) 2. Kalimat imperatif (perintah, permintaan)
• dapat berupa: perintah/suruhan, perintah halus, permohonan, ajakan atau harapan, larangan/perintah negatif, dan pembiaran. 3. Kalimat interogatif (pertanyaan)
4. Eksklamatif (seruan)
• Secara formal ditandai oleh kata alangkah, betapa, atau bukan
KALIMAT
(LANJUTAN)
C. PENGARUH BAHASA DAERAH (Contoh):
1. Pengangkatan Pegawai negeri itu belum ada surat keputusannya. 2. Atas perhatian Saudara kami haturkan terima kasih.
3. Teknologinya Jepang jauh lebih maju dari kita.
D. PENGARUH BAHASA ASING (Contoh):
1. My name is Andi (nama saya adalah Andi).
2. He knows a restaurant where we can get a drink (Dia tahu rumah makan di mana kita bisa mendapatkan minuman).
3. Aeroplanes which cross the Atlantic are jets (Pesawat-pesawat yang
KALIMAT
(LANJUTAN)
E. KALIMAT TIDAK LENGKAP
Kalimat lengkap sekurang-kurangnya harus memiliki S dan P dan berintonasi selesai.
Contoh:
1. Jika tidak ada dukungan masyarakat tidak akan terwujud.
2. Film produksi dalam negeri yang kurang bermutu yang tidak mampu bersaing di pasaran.
3. Sepuluh orang mahasiswa ITB yang berangkat dua bulan lalu dengan menggunakan bus Kramat Jati dengan tujuan Sumatra untuk
melakukan penelitian wabah penyakit demam berdarah yang tiba-tiba berjangkit di beberapa tempat di pulau itu.
KALIMAT
(LANJUTAN)
F. KALIMAT TIDAK LOGIS
Kalimat yang secara semantik (makna) tidak bisa diterima akal. Contoh:
1. Yang kencing di WC itu harus disiram.
2. Dilarang keras membuang sampah ke sungai.
3. Jangan memarkir kendaraan di daerah bebas parkir. 4. Di sini area bebas asap rokok.
PERTEMUAN VI
PARAGRAF
A. PENGERTIAN PARAGRAF
Paragraf atau (aline dalam teks) adalah kelompok kalimat yang merupakan bagian langsung dari sebuah karangan, terdiri atas satu pikiran utama yang dikembangkan dalam beberapa pikiran penjelas, dan tersusun secara
sistematis-logis.
B. SYARAT SEBUAH PARAGRAF
• Memiliki satu pikiran utama atau gagasan pokok, serta dan beberapa pikiran penjelas.
• Kesatuan paragraf • Kepaduan paragraf
PARAGRAF
(LANJUTAN)
Contoh sebuah paragraf:
Sampah selamanya selalu memusingkan. Berkali-kali masalahnya diseminarkan dan berkali-kali pula jalan pemecahannya dirancang. Namun, keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki tetap menjadikan sampah sebagai masalah yang pelik. Pada waktu seminar-seminar itu berlangsung,
penimbunan sampah terus terjadi. Hal ini mengundang keprihatinan kita karena masalah sampah banyak sedikitnya mempunyai kaitan dengan masalah pencemaran air dan banjir. Selama pengumpulan, pengangkutan, pembuangan akhir, dan pengolahan sampah itu belum dapat dikelola
PARAGRAF
(LANJUTAN)
C. JENIS PARAGRAF
Berdasarkan pola pikir:
1. Paragraf deduktif
merupakan paragraf yang dimulai dengan inti uraian yang kemudian diikuti penjelasan. Dengan kata lain, pikiran utamanya diletakkan di awal kemudian diikuti pikiran penjelas.
2. Paragraf induktif
merupakan kebalikan dari deduktif, yaitu keterangan atau pikiran penjelas diletakkan di awal kemudian diakhiri dengan inti uraian atau pikiran utama.
3. Paragraf campuran (deduktif-induktif)
PARAGRAF
(LANJUTAN)
C. JENIS PARAGRAF (Lanjutan)
Berdasarkan satuan karangan:
1. Paragraf pembuka
merupakan pembuka atau pengantar untuk sampai pada segala pembicaraan yang akan menyusul kemudian.
2. Paragraf isi
paragraf yang terletak antara paragraf pembuka dan paragraf penutup di dalam judul atau anak judul. Paragraf ini mengembangkan pokok
pembicaraan, serta mengemukakan inti persoalan yang akan dikemukakan.
3. Paragraf penutup
Biasanyaberupa kesimpulan semua pembicaraan yang telah dipaparkan pada bagian-bagian sebelumnya.
PARAGRAF
(LANJUTAN)
D. TEKNIK PENGEMBANGAN PARAGRAF
1. Memberikan contoh
Contoh:
Kegiatan KUD di desa-desa yang belum dewasa sering dicampuri oleh tengkulak-tengkulak. Misalnya, di Desa Kioro. Apa saja kegiatan KUD selalu dipantau oleh tengkulak-tengkulak. Kadang-kadang bukan
memantau lagi namanya, tetapi langsung ikut serta menentukan harga gabah penduduk yang akan dijual ke koperasi. Tengkulak itulah yang mengatur pembagian uang yang ditangani oleh ketua koperasi, mengatur pembelian padi, dan sebagainya. Demikian pula dalam menjual kembali ke masyarakat. Harga yang ditentukan selalu ditentukan oleh tengkulak itu. Dari hasil penjualan ini dia meminta upah yang cukup besar dari ketua koperasi.
PARAGRAF
(LANJUTAN)
D. TEKNIK PENGEMBANGAN PARAGRAF (Lanjutan)
2. Menampilkan fakta-fakta
Contoh:
Murid kelas V SD Sudirman III Makassar termasuk murid yang rajin bekerja bakti. Kegemaran mereka bergotong-royong terlihat dengan jelas. Setiap hari Jumat anak-anak wanita telah duduk
berjongkok di depan pot-pot bunga, menyiraminya dan mengaturnya, sedangkan anak laki-laki sibuk pula menyapu lantai sekolah. Tidak sampai di situ. Pada hari minggu mereka membagi tugas untuk membersihkan kelasnya tanpa harus didampingi oleh seorang guru.
PARAGRAF
(LANJUTAN)
D. TEKNIK PENGEMBANGAN PARAGRAF (Lanjutan)
3. Memberikan alasan-alasan
Contoh:
Membiasakan diri berolah raga setiap pagi banyak manfaatnya bagi seorang pegawai. Olah raga itu sangat perlu untuk mengimbangi kegiatan duduk berjam-jam di belakang meja kantor. Kalau tidak
demikian, pegawai itu akan menderita beberapa penyakit karena tidak adanya keseimbangan kerja otak dan kerja fisik. Kalau pegawai itu menderita sakit, berarti dia membengkalaikan pekerjaan kantor yang berarti pula melumpuhkan kegiatan negara.
PARAGRAF
(LANJUTAN)
D. TEKNIK PENGEMBANGAN PARAGRAF (Lanjutan)
4. Dengan bercerita
Contoh:
Ketika perjalanan dari Makassar ke Kota Watampone, Kota Maros telah mereka lalui. Kini jalan lebih menanjak dan sempit berliku-liku. Bus meraung-raung ke dataran tinggi Camba. Di samping kanan jurang menganga, tetapi pemandangan di kejauhan adalah hutan kemiri menyelimuti punggung bukit dan bekas-bekas kawah yang
memutih. Pemandangan itu melalaikan goncangan bus yang tak henti-hentinya berkelok-kelok. Sesekali atap rumah berderet kelihatan di kejauhan.
PERTEMUAN VII
WACANA
A. PENGERTIAN WACANA
Wacana adalah satuan bahasa terlengkap. Dalam hierarki gramatikal, wacana merupakan satuan gramatikal tertinggi atau terbesar.
B. JENIS WACANA
1. Wacana lisan 2. Wacana tulisan
C. KONSEP TENTANG WACANA
•. Rentetan kalimat yang berkaitan, untuk menghubungkan proposisi yang satu dengan yang lain sehingga membentuk kesatuan.
WACANA
(LANJUTAN)
C. KONSEP TENTANG WACANA (Lanjutan)
• Dalam wacana lisan, penyapa ialah pembicara dan pesapa adalah pendengar. Dalam wacana tulisan, penyapa ialah penulis, sedangkan pesapa ialah pembaca.
D. KONTEKS WACANA
Konteks wacana terdiri atas berbagai unsur, seperti situasi, pembicara, pendengar, waktu, tempat, adegan, topik, peristiwa, bentuk amanat, kode, dan sarana.
• Contoh: 1) Sekarang pukul berapa?
2) Sekarang semua serba mahal. 3) Di mana kamu tinggal sekarang?
PERTEMUAN VIII
PENULISAN KARYA ILMIAH
A. PENGERTIAN KARYA ILMIAH
• Karya ilmiah adalah sebuah tulisan yang yang berisi suatu permasalahan yang diungkapkan dengan metode ilmiah.
• Pengungkapan permasalahan atas dasar fakta, objektif, tidak bersifat emosional dan personal, dan disusun secara sistematis dan logis. • Contoh: laporan penelitian, skripsi, tesis, disertasi, makalah, buku
pelajaran dll.
B. CIRI KARYA ILMIAH
1. Mengungkapkan masalah dan pemecahannya secara ilmiah. 2. Pengungkapan pendapat didukung oleh fakta.
PENULISAN KARYA ILMIAH
(LANJUTAN)
B. CIRI KARYA ILMIAH (Lanjutan)
3. Bersifat tepat, lengkap, dan benar.
4. Pengembangannya secara sistematis dan logis. 5. Bersifat tidak memihak dan tidak emosional.