Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Mata
Periode 30 Maret s/d 2 Mei 2015
RS Family Medical Center (FMC), Sentul
Laporan Kasus
Astenopia, Astigmat myopia dan
Amblyopia Refraktif
Oleh: Ardian Pratama 112013216 Pembimbing : dr. Michael Lesmana Sp.MFakultas Kedokteran Universitas Kristen
Krida Wacana
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Terusan Arjuna No.6 Kebon Jeruk –Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari/Tanggal Ujian/Presentasi Kasus : Juni 2015
SMF ILMU PENYAKIT MATA
Rumah Sakit Family Medical Center-Sentul
Tanda Tangan Nama : Ardian Pratama
NIM : 11-2013-216 ... Dr. Pembimbing : dr Michael IL, Sp. M ...
STATUS PASIEN I. IDENTITAS
Nama : An. F
Umur : 9 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : Pelajar Alamat : Ciparenggu Tanggal Pemeriksaan : 7 april 2015
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Sulit melihat jauh sejak 4 bulan yang lalu
Keluhan tambahan :
Riwayat Penyakit Sekarang:
Os merasa kesulitan melihat jauh sejak 4 bulan yang lalu. Os mengaku selalu memicingkan mata jika ingin melihat jauh. Os juga merasakan rasa pusing dan sakit setelah beberapa saat setelah melihat jauh (±30 menit). Keluhan paling jelas dirasakan saat di sekolah. Os mengatakan juga hobi bermain game dalam waktu lama. Keluhan mata merah dan perih disangkal. Bintik-bintik pada penglihatan disangkal. OS mengatakan keluarganya terutama dari pihak ibu banyak menggunakan kacamata.
Riwayat Penyakit Dahulu a. Umum
1. Asthma : tidak ada 2. Alergi : tidak ada
3. DM : tidak ada
b. Mata
4. Riwayat sakit mata sebelumnya : tidak ada 5. Riwayat penggunaan kaca mata : tidak ada 6. Riwayat operasi mata : tidak ada 7. Riwayat trauma mata sebelumnya : tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga:
Penyakit mata serupa : ada Penyakit mata lainnya : tidak ada
Asthma : tidak ada
Alergi : tidak ada
Riwayat Kebiasaan:
Suka melakukan aktivitas di siang hari
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital : Nadi : 80 x/menit Respirasi : 24 x/menit
STATUS OPTHALMOLOGIS OD PEMERIKSAAN OS 0,4, pin hole 0,5 S-0,50, C -175 Axis 180º 0,6 Visus 0,4, pin hole 0,5 C -225 Axis 180º 0,6
N/palpasi TIO (digital) N/palpasi
Orthoforia Posisi Bola Mata Orthoforia Edema (-), Hiperemis (-)
spasme (-) Palpebra
Edema (-), Hiperemis (-) spasme (-)
Tenang Konjungtiva Tenang
Jernih Cornea Jernih
Dalam COA Dalam
Bulat, sentral, refleks cahaya langsung dan tak
langsung (+)
Iris/Pupil
Bulat, sentral, refleks cahaya langsung dan tak
langsung (+)
Jernih Lensa Jernih
Jernih Vitreus Jernih
RF (+), Papil bulat, Batas Tegas, CDR 0,6 , A/V
2:3, LC (+)
Funduskopi Direk
RF (+), Papil bulat, Batas Tegas, CDR 0,6 , A/V
2:3, LC (+)
Tes Konfronttasi
Ke segala arah Gerak Bola mata Ke segala arah
IV. PEMERIKSAAN LAIN
Tidak dilakukan
V. RESUME
Anamnesis
Seorang anak laki-laki berumur 9 tahun datang ke poli mata RS FMC Os merasa kesulitan melihat jauh sejak 4 bulan yang lalu. Os mengaku selalu memicingkan mata jika
ingin melihat jauh. Os juga merasakan rasa pusing dan sakit setelah setelah melihat jauh. Keluhan Os hobi bermain game dalam waktu lama. OS mengatakan keluarganya banyak menggunakan kacamata.
Dari status oftalmologis didapatkan :
OD PEMERIKSAAN OS 0,4, pin hole 0,5 S-0,50, C -175 Axis 180º 0,6 Visus 0,4, pin hole 0,5 C -225 Axis 180º 0,6
VI. DIAGNOSIS KERJA
- Astenopia
- Astigmat miopia kompusitus OD - Astigmat myopia simpleks OS -Ambliopia Refraktif
VII. DIAGNOSIS BANDING
-VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN - Autorefraktometer
- Funduskopi indirek
IX. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
- Cendo lyters eye drop 5-6 x sehari 1-2 tetes
- Memberikan kacamata sesuai dengan hasil koreksi, jika berhasil dapat direncanakan terapi oklusi
Non medikamentosa
- Makan makanan bergizi
- Menyarankan Operasi lasik saat Os dewasa Edukasi:
1. Kurangi aktivitas bermain game
3. Control
IX. PROGNOSIS
OCCULI DEXTRA (OD) OCCULI SINISTRA (OS)
Ad Vitam : Bonam Bonam
Ad Fungsionam : Dubia bonam Dubia bonam Ad Sanationam : Dubia bonam Dubia bonam
Pendahuluan
Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina. Secara umum, terjadi ketidak seimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan tidak terletak pada satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang sumbu bola mata. Ametropia adalah suatu keadaan mata dengan kelainan refraksi sehingga pada mata yang dalam keadaan istirahat memberikan fokus yang tidak terletak pada retina. Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk kelainan miopia (rabun jauh), hipermetropia (rabun dekat), dan astigmat.1
Anamnesis
Keluhan utama digolongkan menurut lama , frekuensi, hilang-timbul dan cepat timbulnya gejala, lokasi, berat, dan keadaan lingkungan saat timbulnya keluhan harus diperhatikan, demikian pula setiap gejala yang berkaitan. Obat-obat mata yang dipakai maupun pernah dipakai harus dicatat. Riwayat kesehatan terdahulu berpusat pada kondisi kesehatan pasien secara umum dan, bila ada, penyakit sistemik yang penting. Gangguan vaskular yang biasanya menyertai kelainan mata, seperti diabetes dan hipertensi, harus ditanyakan secara spesifik. Alergi obat juga harus dicatat.
Riwayat keluarga berhubungan dengan sejumlah gangguan mata seperti strabismus, ambliopia, glaukoma atau katarak, serta kelainan retina. Penyakit medis seperti diabetes juga mungkin diperlukan.2
Pemeriksaan Fisik
Periksa visus
Visus adalah ketajaman penglihatan. Pemeriksaan visus merupakan pemeriksaan untuk melihat ketajaman penglihatan.
Cara memeriksa visus ada beberapa tahap:
1. Menggunakan 'chart' => yaitu membaca 'chart' dari jarak yang ditentukan, biasanya 5 atau 6 meter. Digunakan jarak sepanjang itu karena pada jarak tersebut mata normal
akan relaksasi dan tidak berakomodasi.
Kartu yang digunakan ada beberapa macam :
o Snellen chart => kartu bertuliskan beberapa huruf dengan ukuran yang berbeda => untuk pasien yang bisa membaca.
Gambar No.1 Snellen Chart
o E chart => kartu yang bertuliskan huruf E semua, tapi arah kakinya berbeda-beda.
Gambar No.2 E chart
o Cincin Landolt => Kartu dengan tulisan berbentuk huruf 'c', tapi dengan arah cincin yang berbeda-beda.
2. Cara memeriksa :
o Kartu diletakkan pada jarak 5 atau 6 meter dari pasien dengan posisi lebih tinggi atau sejajar dengan mata pasien.
Bila jarak 5 meter, maka visus normal akan bernilai 5/5 artinya mata normal dapat melihat pada jarak 5 meter, pasien juga dapat melihat pada jarak 5 meter. Bila berjarak 6 m, berarti visus normalnya 6/6. Satuan selain meter ada kaki = 20/20, ada juga log (logaritma).
o Pastikan cahaya harus cukup
o Bila ingin memeriksa visus mata kanan, maka mata kiri harus ditutup dan pasien diminta membaca kartu. (periksa mata kanan terlebih dahulu)
o Cara menilai visus dari hasil membaca kartu :
Bila pasien dapat membaca kartu secara berurutan pada baris dengan visus 5/5 atau 6/6, maka tidak usah membaca pada baris berikutnya => visus normal
Bila pasien tidak dapat membaca kartu pada baris tertentu di atas visus normal, cek pada 1 baris tersebut
Bila cuma tidak bisa membaca 1 huruf, berarti visusnya terletak pada baris tersebut dengan false 1.
Bila tidak dapat membaca 2, berarti visusnya terletak pada baris tersebut dengan false 2.
Bila tidak dapat membaca lebih dari setengah jumlah huruf yang ada, berarti visusnya berada di baris tepat di atas baris yang tidak dapat dibaca.
Bila tidak dapat membaca satu baris, berarti visusnya terdapat pada baris di atasnya.
Bila terdapat penurunan visus, maka cek dengan menggunakan pinhole (alat untuk memfokuskan titik pada penglihatan pasien)
Bila visus tetap berkurang => berarti bukan kelainan refraksi Bila visus menjadi lebih baik dari sebelumnya => berarti
merupakan kelainan refraksi o Contoh: membaca Snelleen chart
Snelleen chart yang yang digunakan dalam ukuran kaki = normalnya 20/20.
Misal, pasien dapat membaca semua huruf pada baris ke 8. Berarti visusnya normal
Bila hanya membaca huruf E, D, F, C pada baris ke 6 => visusnya
20/30 dengan false 2.
Artinya, orang normal dapat membaca pada jarak 30 kaki sedangkan pasien hanya dapat membacanya pada jarak 20 kaki.
Bila pasien membaca huruf Z, P pada baris ke 6 => visusnya 20/40 Bila tidak dapat membaca huruf pada baris ke 6, cek baris ke 5 dengan
ketentuan seperti di atas.
o Cara pemeriksaan berlaku untuk E chart dan cincin Landolt. 3. Bila tidak bisa membaca kartu, maka dilakukan penghitungan jari.
o Penghitungan jari di mulai pada jarak tepat di depan Snellen Chart => 5 atau 6 m
Dapat menghitung jari pada jarak 6 m => visusnya 6/60
Bila tidak dapat menghitung jari pada jarak 6 m, mka maju 1 m dan lakukan penghitungan jari. Bila pasien dapat membaca, visusnya 5/60.
Begitu seterusnya, bila tidak dapat menghitung jari 5 m, di majukan jadi 4 m, 3 m, sampai 1 m di depan pasien.
4. Bila tidak bisa menghitung jari pada jarak tertentu, maka dilakukan pemeriksaan penglihatan dengan lambaian tangan.
o Lambaian tangan dilakukan tepat 1 m di depan pasien.
Dapat berupa lambaian ke kiri dan kanan, atau atas bawah. Bila pasien dapat menyebutkan arah lambaian, berarti visusnya 1/300
5. Bila tidak bisa melihat lambaian tangan, maka dilakukan penyinaran, dapat menggunakan 'pen light'
Bila dapat melihat sinar, berarti visusnya 1/~. Tentukan arah proyeksi :
o Bila pasien dapat menyebutkan dari mana arah sinar yang datang,berarti visusnya 1/~ dengan proyeksi baik
Proyeksi sinar ini di cek dari 4 arah. Hal tersebut untuk mengetahui apakah tangkapan retina masih bagus pada 4 sisinya, temporal, nasal, superior, dan inferior.
o Bila tak dapat menyebutkan dari mana arah sinar yang datang, berarti visusnya 1/~ dengan proyeksi buruk.
6. Bila tidak dapat melihat cahaya, maka dikatakan visusnya = 0
Uji Pinhole
Untuk membedakan gangguan penglihatan akibat kelainan refraksi atau media refraksi bisa menggunakan uji pinhole. Penglihatan kabur akibat refraksi (miopia, hiperopia, astigma) disebabkan oleh banyaknya berkas sinar tak terfokus yang masuk ke pupil dan mencapai retina. Ini mengakibatkan terbentuknya bayangan yang tidak terfokus tajam. Melihat kartu snellen melalui sebuah plakat dengan lubang kecil mencegah sebagian besar cahaya tidak terfokus untuk memasuki mata. Hanya sejumlah kecil berkas cahaya yg lebih fokus yang bisa mencapai retina sehingga menghasilkan bayangan yang lebih tajam.
Sehingga pasien bisa membaca huruf pada satu atau dua baris dibawah barisan terakhir saat tanpa menggunakan pinhole.2
Uji Pengaburan
Pasien diminta melihat kisi-kisi juring astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling jelas terlihat. Bila garis juring pada 90° yang jelas, maka tegak lurus padanya ditentukan sumbu lensa silinder, atau lensa silinder ditempatkan dengan sumbu 180°. Perlahan-lahan kekuatan lensa silinder negatif ini dinaikkan sampai garis juring kisi-kisi astigmat vertikal sama tegasnya atau kaburnya dengan juring horizontal atau semua juring sama jelasnya bila dilihat dengan lensa silinder ditentukan yang ditambahkan. Kemudian pasien diminta melihat kartu Snellen dan perlahan-lahan ditaruh lensa negatif sampai pasien melihat jelas.7
Gambar No.4 Kipas Astigma
Pemeriksaan Penunjang
Secara umum Pemeriksaan refraksi terdiri dari 2 yaitu refraksi subyektif dan refraksi obyektif. Refraksi subyektif tergantung respon pasien untuk mendapatkan koreksi refraksi yang memberikan tajam penglihatan terbaik. Refraksi subjektif bisa dilakukan dengan menggunakan Snellen
Refraksi obyektif dilakukan dengan mesin autorefraktor.Mesin autorefraktor adalah mesin yang digunakan untuk mengukur kelainan refrakrif pasien secara cepat untuk
pembuatan kacamata dan kontak lens. Cara kerjanya adalah mengukur berapa cahaya masuk kedalam retina. Pemeriksaan ini cepat, simpel, dan tidak sakit.1
Working Diagnosis
Miopia
Miopia disebut rabun jauh karena berkurangnya kemampuan melihat jauh tapi dapat melihat dekat dengan lebih baik. Miopia terjadi jika kornea (terlalu cembung) dan lensa (kecembungan kuat) berkekuatan lebih atau bola mata terlalu panjang sehingga titik fokus sinar yang dibiaskan akan terletak di depan retina.
Miopia ditentukan dengan ukuran lensa negatif dalam Dioptri. Klasifikasi miopia antara lain: ringan (3D), sedang (3 – 6D), berat (6 – 9D), dan sangat berat (>9D).
Dikenal beberapa bentuk miopia seperti:
a. miopia refraktif, bertambahnya indeks bias media seperti pada katarak intumesen dimana lensa menjadi lebih cembung sehingga pembiasan lebih kuat. Sama dengan miopia bias atau miopia indeks, miopia yang terjadi akibat pembiasan media penglihatan kornea dan lensa yang terlalu kuat
b. miopia aksial, miopia akibat panjangnya sumbu bola mata, dengan kelengkungan kornea dan lensa yang normal
menurut perjalanan miopia dikenal bentuk:
a. miopia stasioner, miopia yang menetap setelah dewasa
b. miopia progresif, miopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata
c. miopia maligna, miopia yang berjalan progresif, yang menyebabkan ablasi retina dan kebutaan
miopia degeneratif atau miopia maligna biasanya bila miopia lebih dari 6 dioptri diserati kelainan pada fundus okuli dan pada pada panjangnya bola mata sampai terbentuknya stafiloma postikum yang terletak pada bagian temporal papil disertai dengan atrofi korioretina. Atrofi retina berjalan kemudian setelah terjadinya atrofi sklera dan kadang-kadang terjadi ruptur membran bruch yang dapat menimbulkan rangsangan untuk terjadinya neovaskularisasi subretina. Pada pemeriksaan funduskopi terdapat miopik kresen yaitu gambaran bulan sabit yang terlihat pada polus posterior fudud mata miopa. Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat pula kelainan pada fundus okuli seperti degenerasi makula dan degenerasi bagian perifer.
Gambar No.4 Kelainan refraksi miopia dan hipermetropia
Pasien dengan miopia akan memberikan keluhan sakit kepala, sering disertai juling dan celah kelopak yang sempit. Seseorang miopia mempunyai kebiasaan mengerinyitkan matanya untuk member efek pinhole. Pasien dengan miopia mempunyai pungtum remotum yang dekat segingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata ini menetap, maka mata penderita aka terlihat juling ke dalam.
Penyulit yang dapat timbul pada pasien dengan miopia adalah terjadinya ablasi retina. Pada mata dengan minus tinggi (baik salah satu mata maupun kedua mata) bisa menyebabkan ambliopia.3
Etiologi
Beberapa faktor resiko terjadinya miopia diantaranya adalah:
1. Genetis. Cara pewarisannya kompleks karena melibatkan banyak variabel. Kelainan refraksi, walaupun diwariskan tidak harus ada sejak lahir; berbeda dengan sifat jangkung yang juga diwariskan dan harus ada saat lahir
2. Ras. Ternyata, orang Asia memiliki kecenderungan miopia yang lebih besar (70% -90%) dari pada orang Eropa dan Amerika (30% - 40%). Paling kecil adalah Afrika (10% - 20%).
3. Kekurangan makanan bergizi pada masa pertumbuhan hingga usia 12 tahun.
4. pemberian Ketegangan berlebihan pada otot mata. Ketika Anda fokus pada sebuah objek yang dekat untuk waktu yang lama, otot mata menjadi tegang. Bila hal ini terus terjadi terus menerus dapat menyebabkan masalah dengan relaksasi mata. Akhirnya, bisa mengakibatkan rabun jauh karena regangan berlebihan pada mata. Beberapa kegiatan yang bisa membuat ketegangan pada mata adalah membaca pada ruangan yang kurang cahaya, menonton TV, bermain video game, dll.2
Astigmatisma
Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan garis pandang oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi lebih dari satu titik. Astigmatisme mencegah berkas cahaya jatuh sebagai suatu fokus titik di retina karena perbedaan derajat refraksi di berbagai meridian kornea atau lensa kristalina.2
Klasifikasi
Berdasarkan posisi garis fokus dalam retina Astigmatisme dibagi sebagai berikut: 1) Astigmatisme Reguler
Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua bidang yang saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah satu bidang memiliki daya bias yang lebih kuat dari pada bidang yang lain. Astigmatisme jenis ini, jika mendapat koreksi lensa cylindris yang tepat, akan bisa menghasilkan tajam penglihatan normal. Tentunya jika tidak disertai dengan adanya kelainan penglihatan yang lain.
Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya, bentuk astigmatisme regular ini dibagi menjadi 2 golongan, yaitu:
i. Astigmatisme With the Rule
Bila pada bidang vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang horizontal.sering ditemukan pada anak-anak dan orang muda.
ii. Astigmatisme Against the Rule
Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang vertikal. Serinng ditemukan pada orang tua.
2) Astigmatisme Irreguler
Dimana titik bias didapatkan tidak teratur.
Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina, astigmatisme dibagi sebagai berikut:
1. Astigmatisme Miopia Simpleks
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada tepat pada retina (dimana titik A adalah titik fokus dari daya bias terkuat sedangkan titik B adalah titik fokus dari daya bias terlemah). Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph 0,00 Cyl (-).
2. Astigmatisme Hiperopia Simpleks
Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedangkan titik B berada di belakang retina.
3. Astigmatisme Miopia Kompositus
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di antara titik A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph (-) Cyl (-).
4. Astigmatisme Hiperopia Kompositus
Astigmatisme jenis ini, titik B berada di belakang retina, sedangkan titik A berada di antara titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph (+) Cyl (+).
5. Astigmatisme Mixtus
Astigmatisme jenis ini, titik A berada di depan retina, sedangkan titik B berada di belakang retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph (+) Cyl (-), atau Sph (-) Cyl (+).
Berdasarkan tingkat kekuatan Dioptri : 1. Astigmatismus Rendah
Astigmatismus yang ukuran powernya < 0,50 Dioptri. Biasanya astigmatismus rendah tidak perlu menggunakan koreksi kacamata. Akan tetapi jika timbul keluhan pada penderita maka koreksi kacamata sangat perlu diberikan.
2. Astigmatismus Sedang
Astigmatismus yang ukuran powernya berada pada 0,75 Dioptri s/d 2,75 Dioptri. Pada astigmatismus ini pasien sangat mutlak diberikan kacamata koreksi.
3. Astigmatismus Tinggi
Astigmatismus yang ukuran powernya > 3,00 Dioptri. Astigmatismus ini sangat mutlak diberikan kacamata koreksi.
Tanda Dan Gejala
Pada umunya, seseorang yang menderita astigmatismus menyebabkan gejala-gejala sebagai berikut :
- Memiringkan kepala atau disebut dengan “titling his head”, pada umumnya keluhan ini sering terjadi pada penderita astigmatismus oblique yang tinggi.
- Memutarkan kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.
- Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan untuk mendapatkan efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus juga menyipitkan mata pada saat bekerja dekat seperti membaca.
- Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan mendekati mata, seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk memperbesar bayangan, meskipun bayangan di retina tampak buram.4
Ambliopia
Amblyopia berasal dari bahasa Yunani yaitu amblyos (tumpul) dan opia (penglihatan). Dikenal juga dengan “lazy eye” atau mata malas. Amblyopia merupakan suatu keadaan dimana The observer sees nothing and the patient very little. Amblyopia adalah penurunan ketajaman penglihatan,walaupun sudah diberi koreksi yang terbaik, dapat unilateral atau bilateral (jarang) yang tidak dapat dihubungkan langsung dengan kelainan struktural mata maupun jaras penglihatan posterior. Amblyopia dibagi kedalam beberapa bagian sesuai dengan gangguan/kelainan yang menjadi penyebabnya.
AMBLYOPIA STRABISMIK
Amblyopia yang paling sering ditemui ini terjadi pada mata yang berdeviasi konstan.
Konstan, tropia yang tidak bergantian (nonalternating, khususnya esodeviasi) sering
menyebabkan amblyopia yang signifikan. Amblyopia umumnya tidak terjadi bila terdapat fiksasi yang bergantian, sehingga masing – masing mata mendapat jalan/ akses yang sama ke pusat penglihatan yang lebih tinggi, atau bila deviasi strabismus berlangsung intermiten maka akan ada suatu periode interaksi binokular yang normal sehingga kesatuan sistem penglihatan tetap terjaga baik.
Amblyopia strabismik diduga disebabkan karena kompetisi atau terhambatnya interaksi antara neuron yang membawa input yang tidak menyatu (fusi) dari kedua mata, yang akhirnya akan terjadi dominasi pusat penglihatan kortikal oleh mata yang berfiksasi dan lama kelamaan terjadi penurunan respon terhadap input dari mata yang tidak berfiksasi. Penolakan kronis dari mata yang berdeviasi oleh pusat penglihatan binokular ini tampaknya merupakan faktor utama terjadinya amblyopia strabismik, namun pengaburan bayangan foveal oleh karena akomodasi yang tidak sesuai, dapat juga menjadi faktor tambahan.
AMBLYOPIA ANISOMETROPIK
Terbanyak kedua setelah amblyopia strabismik adalah amblyopia anisometropik, terjadi ketika adanya perbedaan refraksi antara kedua mata yang menyebabkan lama kelamaan bayangan pada satu retina tidak fokus. Jika bayangan di fovea pada kedua mata berlainan bentuk dan ukuran yang disebabkan karena kelainan refraksi yang tidak sama antara kiri dan kanan, maka terjadi rintangan untuk fusi. Lebih – lebih fovea mata yang lebih ametropik akan menghalangi pembentukan bayangan (form vision).
Kondisi ini diperkirakan sebagian akibat efek langsung dari bayangan kabur pada perkembangan tajam penglihatan pada mata yang terlibat, dan sebagian lagi akibat kompetisi interokular atau inhibisi yang serupa ( tapi tidak harus identik) dengan yang terjadi pada amblyopia strabismik. Derajat ringan anisometropia hyperopia atau astigmatisma (1-2 D) dapat menyebabkan amblyopia ringan. Myopia anisometropia ringan (< - 3 D) biasanya tidak menyebabkan amblyopia, tapi myopia tinggi unilateral ( - 6 D) sering menyebabkan amblyopia berat. Begitu juga dengan hyperopia tinggi unilateral ( + 6 D). Tapi pada beberapa pasien (kemungkinan onset-nya terjadi pada umur lanjut), gangguan penglihatan, anehnya, adalah ringan. Bila gangguan penglihatan amat sangat besar, sering didapat bukti adanya malformasi atau perubahan degeneratif pada mata ametropia yang menyebabkan kerusakan fungsional atau menambah faktor amblyogenik.
AMBLYOPIA ISOMETROPIA
Amblyopia isometropia terjadi akibat kelainan refraksi tinggi yang tidak dikoreksi, yang ukurannya hampir sama pada mata kanan dan mata kiri.1 Dimana walaupun telah dikoreksi dengan baik, tidak langsung memberi hasil penglihatan normal. Tajam penglihatan membaik sesudah koreksi lensa dipakai pada suatu periode waktu (beberapa bulan). Khas untuk amblyopia tipe ini yaitu, hilangnya penglihatan ringan dapat diatasi dengan terapi penglihatan, karena interaksi abnormal binokular bukan merupakan faktor penyebab. Mekanismenya hanya karena akibat bayangan retina yang kabur saja. Pada amblyopia isometropia, bayangan retina (dengan atau tanpa koreksi lensa) sama dalam hal kejelasan/ kejernihan dan ukuran. Hyperopia lebih dari 5 D dan myopia lebih dari 10 D beresiko menyebabkan bilateral amblyopia, dan harus dikoreksi sedini mungkin agar tidak terjadi amblyopia.
AMBLYOPIA DEPRIVASI
Istilah lama amblyopia ex anopsia atau ”disuse amblyopia” sering masih digunakan untuk amblyopia deprivasi, dimana sering disebabkan oleh kekeruhan media kongenital atau dini, akan menyebabkan terjadinya penurunan pembentukan bayangan yang akhirnya menimbulkan amblyopia. Bentuk amblyopia ini sedikit kita jumpai namun merupakan yang paling parah dan sulit diperbaiki. Amblyopia bentuk ini lebih parah pada kasus unilateral dibandingkan bilateral dengan kekeruhan identik. Amblyopia oklusi adalah bentuk amblyopia deprivasi disebabkan karena penggunaan patch (penutup mata) yang berlebihan. Amblyopia berat dilaporkan dapat terjadi satu minggu setelah penggunaan patching unilateral pada anak usia < 2 tahun sesudah menjalani operasi ringan pada kelopak mata.5
Astenopia
Astenopia, atau biasa disebut fatigue of eyes secara umum sebabkan oleh melihat terlalu lama pada jarak dekat. Terdapat 2 jenis astenopia, astenia akomodatif (karena regangan dari otot siliaris) dan astenopia muskularis (kelemahan dari otot ekstra okular). Cara membedakannya yaitu dengat Patch test selama beberapa jam, jika membaik maka penyebabnya adalah muskularis. Gejalanya bervariasi dari rasa tidak nyaman pada mata hingga sakit kepala hebat.
Etiologi
51. Gangguan refraksi yang tidak dikoreksi 2. Terlalu lama melihat pada jarak dekat 3. Pencahayaan yang tidak adekuat 4. Gangguan muskuler
Tata Laksana
Kacamata dan lensa kontak
Kaca mata merupakan alat koreksi yang paling banyak dipergunakan karena mudah merawatnya dan murah. Lensa gelas dan plastik pada kaca mata atau lensa kontak akan mempengaruhi pengaliran sinar. Warna akan lebih kuat terlihat dengan mata telanjang dibanding dengan kaca mata. Lensa cekung kuat akan memberikan kesan pada benda yang dilihat menjadi lebih kecil, sedangkan lensa cembung akan memberikan kesan lebih besar. Keluhan memakai kaca mata diantaranya, kaca mata tidak selalu bersih, coating kaca mata mengurangkan kecerahan warna benda yang dilihat, mudah turun dari pangkal hidung, sakit pada telinga dan kepala.
Selain kacamata, lensa kontak juga alat koreksi yang cukup banyak dipergunakan. Lensa kontak merupakan lensa tipis yang diletakkan di dataran depan kornea untuk memperbaiki kelainan refraksi dan pengobatan. Lensa ini mempunyai diameter 8-10 mm, nyaman dipakai karena terapung pada kornea seperti kertas yang terapung pada air. Agar lensa kontak terapung baik pada permukaan kornea maka permukaan belakang berbentuk sama dengan permukaan kornea. Permukaan belakang lensa atau base curve dibuat steep (cembung kuat), flat (agak datar) ataupun normal untuk dapat menempel secara longgar sesuai dengan kecembungan kornea. Perlekatan longgar ini akan memberikan kesempatan air mata dengan mudah masuk diantara lensa kontak dan kornea. Air mata ini diperlukan untuk membawa makanan seperti oksigen.1
Keuntungan dibandingkan dengan kaca mata biasa antara lain:
1. Pembesaran yang terjadi tidak banyak berbeda dibanding bayangan normal
2. Lapang pandangan menjadi lebih luas karena tidak banyak terdapat gangguan tepi bingkai pada kaca mata.
Pemakai kontak lens beresiko terkena konjungtivitis, terlebih pada orang yang dengan hygiene yang buruk, karena penyebab konjungtivitis tersering adalah kontaminasi pada tempat kontak lensa tersebut. Pemakai lensa kontak harus mencuci tangan mereka sebelum dan setelah mereka memasukkan dan melepaskan lensa mereka untuk membantu mengurangi risiko infeksi. Selain itu, tempat lensa harus dicuci dalam air hangat bersabun dan dibiarkan kering di udara.6
Lasik
Laser in situ keratomileusis adalah salah satu metode terpopuler untuk mengoreksi kelainan refraktif seperti miopia, hipemetropia, dan astigma. Namun penyeleksian pasien sangat penting untuk mendapatkan hasil yang maksimal. Pasien harus menjalani syarat-syarat yang ada sebelum melakukan lasik.
Indikasi lasik
Indikasi lasik yang paling umum saat ini adalah myopia selain hipermetropia dan astigma. Indikasi lain adalah anisometropia yang disebabkan prosedur operatif seperti penetrating keratoplasty, radial keratotomi atau operasi katarak. Bahkan baru-baru ini lasik juga digunakan untuk mengobati presbiopi juga.
Myopia
Lasik telah digunakan untuk mengobati myopia dari -1 sampe -29 dioptri. Namun koreksi maksimal hanya bisa sampai pada -12 dioptri (tergantung ketebalan kornea; pasien dengan ketebalan kornea dibawah 500 mikrometer tidak bisa sampai -12) karena jika lebih dari -12 dioptri memerlukan pemotongan bagian stroma yang luas sehingga beresiko menyebabkan cornea ectasia.
Hipermetropia
Lasik bisa mengkoreksi +0.50 sampai +8.0 dioptri, namun hasilnya lebih dapat diprediksi untuk mengkoreksi hipermetropias yang lebih dari +4 dioptri.
Sekarang juga sudah dimungkinkan penggunaan lasik untuk mengobati miopia atau hipermetropia astigma. Lasik bisa mengkoreksi astigma dari 0,5 sampai 10 dioptri. Mata dengan kelainan astigma campuran biasanya memerlukan tindakan lasik lebih dari sekali.
Tabel No.1 Syarat Pasien ideal untuk lasik diatas 18 tahun, sebaiknya diatas 21
tahun
lebih memilih tindakan operatif daripada menggunakan lensa kontak atau
kacamata
memiliki kelainan refraksi yang stabil tidak ada penyakit di bagian luar dari mata, kornea, segmen posterior, san kelopak mata
tidak sedang hamil atau berencana memiliki anak dalam setahun kedepan tidak ada penyakit autoimun
memiliki kemampuan finansial yang memadai
mau mengikuti instruksi post-operasi optimis dengan hasil lasik yang akan
dilaksanakan
telah mengetahui dan mengerti komplikasi yang mungkin terjadi
Kontraindikasi Lasik
Tidak boleh dilakukan pada orang dengan Instabilitas refraksi, karena menyebabkan hasil lasik tidak dapat diprediksi dan biasanya pasien tetap harus menggunakan kacamata setelah operasi lasik. Pasien dengan Kondisi seperti penyakit cornea ectasis juga tidak juga tidak diperbolehkan untuk lasik karena bisa memperburuk penyakitnya.
Orang yang memiliki kornea yang tipis (kurang dari <490 mikrometer) tidak
diperbolehkan untuk lasik karena bisa menyebabkan corneal ectasia, elevasi kornea posterior juga tidak boleh kurang dari 40 mikrometer sebelum operasi. Lasik tidak boleh dilakukan pada penderita glaukoma, karena penggunaan suction ring saat operasi dapat meningkatkan tekanan bola mata, ini bisa mengakibatkan kerusakan pada nervus optikus. Ibu hamil dan menyusui juga bisa membuat hasil lasik tidak bisa diprediksi karena bisa terjadi perubahan hidrasi kornea dan refraksi. Penggunaan obat-obatan steroid jangka panjang atau hormon replacement theraphy juga bisa memperlambat penyembuhan operasi.7
.
Oklusi dan Degradasi Optik (Ambliopia)
Oklusi
Terapi oklusi sudah dilakukan sejak abad ke-18 dan merupakan terapi pilihan, yang keberhasilannya baik dan cepat, dapat dilakukan oklusi penuh waktu (full time) atau paruh waktu (part-time).
A. Oklusi Full Time
Pengertian oklusi full- time pada mata yang lebih baik adalah oklusi untuk semua atau setiap saat kecuali 1 jam waktu berjaga. ini sangat penting dalam pentalaksanaan amblyopia dengan cara penggunaan mata yang ”rusak”.1 Biasanya penutup mata yang digunakan adalah penutup adesif (adhesive patches) yang tersedia secara komersial. Penutup (patch) dapat dibiarkan terpasang pada malam hari atau dibuka sewaktu tidur. Kacamata okluder (spectacle
mounted ocluder) atau lensa kontak opak1,atau Annisa’s Fun Patches (Gambar 7)2 dapat juga
menjadi alternatif full-time patching bila terjadi iritasi kulit atau perekat patch-nya kurang lengket.1 Full-time patching baru dilaksanakan hanya bila strabismus konstan menghambat penglihatan binokular, karena full-time patching mempunyai sedikit resiko, yaitu bingung dalam hal penglihatan binokular.1 Ada suatu aturan / standar mengatakan full-time patching diberi selama 1 minggu untuk setiap tahun usia3,14,16, misalnya penderita amblyopia pada mata kanan berusia 3 tahun harus memakai full-time patch selama 3 minggu, lalu dievaluasi kembali.16 Hal ini untuk menghindarkan terjadinya amblyopia pada mata yang baik.
B. Oklusi Part-time
Oklusi part-time adalah oklusi selama 1-6 jam per hari, akan memberi hasil sama dengan oklusi full-time. Durasi interval buka dan tutup patch-nya tergantung dari derajat amblyopia. Amblyopia Treatment Studies (ATS) telah membantu dalam penjelasan peranan
full-time patching dibanding part-time.
Idealnya, terapi amblyopia diteruskan hingga terjadi fiksasi alternat atau tajam penglihatan dengan Snellen linear 20/20 (6/6) pada masing – masing mata. Hasil ini tidak selalu dapat dicapai. Sepanjang terapi terus menunjukkan kemajuan, maka penatalaksanaan harus tetap diteruskan.5
Degradasi Optikal
Metode lain untuk penatalaksanaan amblyopia adalah dengan menurunkan kualitas bayangan (degradasi optikal) pada mata yang lebih baik hingga menjadi lebih buruk dari mata yang amblyopia, sering juga disebut penalisasi (penalization). Sikloplegik (biasanya atropine tetes 1% atau homatropine tetes 5%) diberi satu kali dalam sehari pada mata yang lebih baik sehingga tidak dapat berakomodasi dan kabur bila melihat dekat dekat.
ATS menunjukkan metode ini memberi hasil yang sama efektifnya dengan patching untuk amblyopia sedang (tajam penglihatan lebih baik daripada 20/100). ATS tersebut dilakukan pada anak usia 3 – 7 tahun. ATS juga memperlihatkan bahwa pemberian atropine pada akhir minggu (weekend) memberi perbaikan tajam penglihatan sama dengan pemberian atropine harian yang dilakukan pada kelompok anak usia 3 – 7 tahun dengan amblyopia sedang.3 Ada juga studi terbaru* yang membandingkan atropine dengan patching pada 419 orang anak usia 3-7 tahun,menunjukkan atropine merupakan pilihan efektif. Sehingga, ahli mata yang tadinya masih ragu – ragu, memilih atropine sebagai pilihan pertama daripada
patching.
Pendekatan ini mempunyai beberapa keuntungan dibanding dengan oklusi, yaitu tidak mengiritasi kulit dan lebih apik dilihat dari segi kosmetis. Dengan atropinisasi, anak sulit untuk ”menggagalkan” metode ini. Evaluasinya juga tidak perlu sesering oklusi. Metode pilihan lain yang prinsipnya sama adalah dengan memberikan lensa positif dengan ukuran
tinggi (fogging) atau filter. Metode ini mencegah terjadinya efek samping farmakologik atropine.
Keuntungan lain dari metode atropinisasi dan metode non-oklusi pada pasien dengan mata yang lurus (tidak strabismus) adalah kedua mata dapat bekerjasama, jadi memungkinkan penglihatan binokular.8
Pencegahan
Karena sebagian besar kasus miopia merupakan kausa genetik, maka tidak ada metode yang benar-benar efektif untuk mencegah miopia, namun karena beberapa penelitian menemukan korelasi miopia dengan kegiatan mata yang berakomodasi terus menerus dalam waktu lama sehingga mengurangi kegiatan yang memerlukan akomodasi terus menerus mungkin bisa menahan progresivitas dari miopia.1
Epidemiologi
Sekitar 148 juta atau 51% penduduk di Amerika Serikat memakai alat pengkoreksi gangguan refraksi, dengan penggunaan lensa kontak mencapai 34 juta orang. Angka kejadian rabun jauh meningkat sesuai dengan pertambahan usia. Jumlah penderita rabun jauh di Amerika Serikat berkisar 3% antara usia 5-7 tahun, 8% antara usia 8-10 tahun, 14% antara usia 11-12 tahun dan 25% antara usia 12-17 tahun. Pada etnis tertentu, peningkatan angka kejadian juga terjadi walupun persentase tiap usia berbeda. Etnis Cina memiliki insiden rabun jauh lebih tinggi pada seluruh usia. Studi nasional Taiwan menemukan prevalensi sebanyak 12% pada usia 6 tahun dan 84 % pada usia 16-18 tahun. Angka yang sama juga dijumpai di Singapura dan Jepang.1
Daftar Pustaka
1. diunduh dari http://www.perdami.or.id/?page=news_seminat.detail&id=3, pada tanggal 23 maret 2013
2. Riordan-Eva P, Whiycher JP. Vaughan & Asbury General Opthtalmology. 17th Ed. Terjh. Pendit BU. Oftalmologi Umum. Ed. 18. Jakarta: EGC; 2011
3. Gerhard K. Lang, Ophthalmology A Short Textbook :Optics and Refractive Errors, Thieme, p. 127-136, 2000.
4. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Ed.4. Jakarta: FKUI; 2013
5. Greenwald, M.J; Parks, M.M; in Duane’s Clinical Ophthalmology; Volume 1; Revised Edition; Lippincott Williams & Wilkins; 2004; Chapter 10 – p.1-19; Chapter 11 p1-8
6. Brooker C. Churcill Livingstone”s mini Encyclopedia of Nursing, 1st Ed. Terjh. Hartono A, Pendit BU, Widiarti D. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta: EGC; 2009.h. 342
7. Vajpayee RB. Sharma N, Melki AS, Sullivan L. Step by Step Lasik. New Delhi: Jaypee Broyhers Medical Publishers;2003.p. 9-12
8. American Academy of Ophthalmology; Pediatric Ophthalmology; Chapter 5 : Amblyopia; Section 6; Basic and Clinical Science Course; 2005; p.63 – 70