• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKTIVITAS ANTIMIKROBA Bacillus sp. Lts 40 TERHADAP Ralstonia solanacearum, Pseudomonas syringae pv. glycines, dan Pseudomonas fluorescens

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AKTIVITAS ANTIMIKROBA Bacillus sp. Lts 40 TERHADAP Ralstonia solanacearum, Pseudomonas syringae pv. glycines, dan Pseudomonas fluorescens"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS ANTIMIKROBA Bacillus sp. Lts 40 TERHADAP Ralstonia solanacearum, Pseudomonas syringae pv. glycines, dan Pseudomonas

fluorescens

NURLIA VALESTINE

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2009

(2)

ABSTRAK

NURLIA VALESTINE. Aktivitas Antimikroba Bacillus sp. Lts 40 Terhadap Ralstonia solanacearum, Pseudomonas syringae pv. glycines, dan Pseudomonas fluorescens. Dibimbing oleh IMAN RUSMANA dan ALINA AKHDIYA.

Penggunaan bahan kimia sebagai agen pengendali hayati dapat menimbulkan residu yang terakumulasi pada lingkungan. Oleh karena itu diperlukan senyawa yang lebih aman dan tidak meninggalkan residunya pada lingkungan. Penapisan senyawa antimikrob yang dihasilkan isolat Bacillus sp. Lts 40 hasil isolasi dari tambak udang telah dilakukan uji aktivitas dan produksi senyawa aktifnya secara in vitro. Bacillus sp. Lts 40 yang berhasil diisolasi dari tambak udang diuji aktivitas penghambatannya terhadap 6 isolat bakteri uji (Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Pseudomonas fluorescens A, Pseudomonas fluorescens B, Ralstonia solanacearum, dan Pseudomonas syringae pv. glycines) dengan metode cawan sebar. Isolat Bacillus sp. Lts 40 menunjukkan adanya aktivitas antimikrob terhadap semua bakteri uji yang digunakan dengan tingkat penghambatan yang berbeda-beda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aktivitas penghambatan tertinggi dari antimikrob Bacillus sp Lts 40 yaitu terhadap Ralstonia solanacearum.

ABSTRACT

NURLIA VALESTINE. Antimicrobial Activity of Bacillus sp. Lts 40 against Ralstonia solanacearum, Pseudomonas syringae pv. glycines, and Pseudomonas fluorescens. Supervised by IMAN RUSMANA and ALINA AKHDIYA.

The using of chemical substance as biocontrol could leave the residue which acumulated on environment. Therefore, it is necessary to have more safety and non residual substances. Determination of antimicrobial activity of Bacillus sp. Lts 40 isolated from shirmp pond was conducted in vitro experiments. This isolate was assayed their inhibition activity to the growth of six isolates (Escherichia coli, Staphylococcus aureus, Pseudomonas fluorescens A, Pseudomonas fluorescens B, Ralstonia solanacearum, and Pseudomonas syringae pv. glycines) of plant pathogenic bacteria using spread plate method. The results showed that the isolate was able to inhibit the growth of all indicator bacteria. The higher inhibiting activity was found on Ralstonia solanacearum.

(3)

AKTIVITAS ANTIMIKROBA Bacillus sp. Lts 40 TERHADAP Ralstonia solanacearum, Pseudomonas syringae pv. glycines, dan Pseudomonas

fluorescens

NURLIA VALESTINE

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada

Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2009

(4)

Judul Skripsi : Aktivitas Antimikroba Bacillus sp. Lts 40 terhadap Ralstonia

solanacearum, Pseudomonas syringae pv. glycines, dan Pseudomonas fluorescens

Nama : Nurlia Valestine

NIM : G34053016

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Dr. Ir. Iman Rusmana, M.Si Alina Akhdiya, M.Si

NIP. 19650720 199103 1 002 NIP. 080130418

Mengetahui,

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor

Dr. Drh. Hasim, DEA NIP. 19610328 198601 1 002

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Merauke pada tanggal 13 Agustus 1986 sebagai anak ketiga dari empat bersaudara, putri dari pasangan H. Moch Amin Basrie dan Hj. Ratna Djuemi.

Penulis merupakan alumni dari SD Angkasa IX Jakarta Timur, SLTP Negeri 81 Jakarta timur, dan SMU Negeri 67 Jakarta Timur dan diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI.

Selama di IPB, penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Biologi Dasar (2008/2009, 2009/2009), dan Fisiologi Tumbuhan (2009/2009). Selain itu penulis ikut serta dalam organisasi kemahasiswaan Himabio, divisi Bioworld, COSMIC divisi Bulu Tangkis, dan Revolusi Sains divisi Publikasi dan Dokumentasi (PDD).

(6)

PRAKATA

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin dengan rahmat Allah SWT penulis dapat

menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Biologi FMIPA Institut Pertanian Bogor. Terima untuk Ayah, Ibu, Kak Faisal, Kak Kiki, Iqbal dan Yuk Sis atas perhatian, doa, dan kasih sayangnya yang selalu mendukung penulis selama penelitian. Penelitian ini Berjudul Aktivitas Antimikroba

Bacillus sp. Lts 40 terhadap Ralstonia solanacearum, Pseudomonas syringae pv. glycines, dan Pseudomonas fluorescens yang merupakan proyek Dr. Ir. Iman Rusmana,

M.Si.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Iman Rusmana, M.Si dan Alina Akhdiya, M.Si selaku pembimbing, atas segala fasilitas, waktu, dorongan, biaya dan bimbingan yang diberikan. Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan satu lab yaitu Bapak Umar, Bapak Tahar, Bapak Hadi, Mr. Paul, Om Jeny, Pak Jaka, Bu Maya, Bu Nana, Bu Gus, Bu Anis, Mba Dede, Mba Ema, Mba Ari, Mba Ratna, Ardo, Puji, Meli, Una, Bang Jo, Ason, Nini, Kak Encah dan Hirmas. Terima kasih untuk sahabatku Vica, Yoan, Gita, Fikri, Hardi, Tirta Lesmana, dan Doni. Untuk Sunda Karya’s crew yang penulis cintai mba noki, mba tuti, ikechu, salwa, age, ela, irma, ana, upik abu, sari, icha, pristi, dini, dan galih terima kasih telah menjadi keluarga kedua penulis yang selalu memberikan dorongan dan semangatnya.

Penulis berharap semoga segala apa yang dilakukan ini dinilai oleh Allah SWT sebagai ibadah dan mudah-mudahan skripsi penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Amin.

Bogor, Agustus 2009

(7)

DAFTAR ISI

PRAKATA ... vi

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 1

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 1

Bahan ... 1

Metode Peremajaan dan Penyimpanan Biakan Kerja ... 1

Uji Aktivitas Penghambatan Isolat Bacillus sp. Lts 40 Terhadap Bakteri Uji ... 1

Uji Kompetisi dalam Media Cair ... 2

Optimasi Waktu Produksi Zat Antimikrob Bacillus sp. Lts 40 ... 2

HASIL ... 2 PEMBAHASAN ... 5 KESIMPULAN ... 7 SARAN ... 7 DAFTAR PUSTAKA ... 7 LAMPIRAN ... 9 Halaman

(8)

DAFTAR TABEL

1 Aktivitas penghambatan isolat Bacillus sp. Lts 40 terhadap bakteri uji dengan metode cawan

sebar ... 3

DAFTAR GAMBAR 1 Zona hambat disekitar koloni Bacillus sp. Lts 40 pada uji aktivitas penghambatan pertumbuhan terhadap (a) E. coli dan S. aureus, (b) P. syringae pv. glycines, (c) Ralstonia solanacearum, (d) P. fluorescens A dan (e) P. fluorescens B ... 3

2 Persentase penghambatan isolat Bacillus sp. Lts 40 terhadap pertumbuhan populasi bakteri uji pada inkubasi (a) 24 jam dan (b) 48 jam... 4

3 Aktivitas antimikrob supernatan biakan Bacillus sp. Lts 40 pada waktu inkubasi berbeda terhadap P. fluorescens A ... 4

4 Aktivitas antimikrob supernatan biakan Bacillus sp. Lts 40 pada waktu inkubasi berbeda terhadap P. fluorescens B ... 5

5 Aktivitas antimikrob supernatan biakan Bacillus sp. Lts 40 pada waktu inkubasi berbeda terhadap R. solanacearum ... 5

6 Aktivitas antimikrob supernatan biakan Bacillus sp. Lts 40 pada waktu inkubasi berbeda terhadap P. syringae pv. glycines ... 5

DAFTAR LAMPIRAN 1 Aktivitas penghambatan isolat Bacillus sp. Lts 40 terhadap bakteri uji ... 9

2 Aktivitas antimikrob supernatan Bacillus sp. Lts 40 terhadap P. fluorescens A ... 9

3 Aktivitas antimikrob supernatan Bacillus sp. Lts 40 terhadap P. fluorescens B ... 9

4 Aktivitas antimikrob supernatan Bacillus sp. Lts 40 terhadap R. solanacearum ... 9

5 Aktivitas antimikrob supernatan Bacillus sp. Lts 40 terhadap P. syringae pv. glycines ... 9 Halaman

Halaman

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Permasalahan yang sering muncul dalam meningkatkan produktivitas dan kualitas produk pertanian ialah patogen yang menyerang. Khususnya pada tanaman pangan, beberapa jenis bakteri patogen yang kerap sekali menyerang tanaman diantaranya Ralstonia solanacearum dapat menyebabkan layu pada hampir 450 jenis tanaman dan pembusukan pada tanaman kentang (Weller et al. 2000), Pseudomonas syringae pv. glycines yang menyebabkan bintik-bintik pada daun tanaman kedelai (Hettewer et al. 1998), dan beberapa strain Pseudomonas fluorescens dapat menyebabkan noda bintik-bintik pada kentang (Garrood et al. 2004).

Salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk menangani masalah ini tanpa mencemari lingkungan ialah biokontrol dengan menggunakan bakteri penghasil zat antimikrob. Bakteri tersebut harus dapat menghasilkan senyawa metabolit yang memiliki efek bakterisidal atau bakteriostatik untuk menghambat pertumbuhan bakteri patogen (Isramilda 2007). Genus bakteri yang umum digunakan dan dapat menghasilkan zat antimikrob berupa bakteriosin ialah Bacillus sp (Bizani & Brandelli 2002; He et al. 2005). Salah satu Bacillus yang menghasilkan bakteriosin adalah isolat Bacillus sp. Lts 40 (Isramilda 2007). Penelitian mengenai potensi Bacillus penghasil bakteriosin untuk menghambat mikroba penyebab penyakit pada tanaman hortikultura, misalnya kentang, tomat, buncis belum banyak dilakukan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas penghambatan zat antimikrob yang dihasilkan Bacillus sp. Lts 40 sebagai zat antimikroba pada Ralstonia solanacearum, Pseudomonas syringae pv. glycines, dan Pseudomonas fluorescens.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2009 di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

Bahan

Bakteri yang digunakan dalam penelitian ini adalah isolat Bacillus sp. Lts 40, Escherichia coli, Staphylococcus aureus (koleksi Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, FMIPA IPB), Pseudomonas fluorescens A, Pseudomonas fluorescens B, Ralstonia solanacearum, dan Pseudomonas syringae pv. glycines (Laboratorium Fitopatologi Balai Besar Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian).

Media yang digunakan untuk menumbuhkan bakteri-bakteri tersebut adalah media cair Trypticase Soy Broth (TSB) 30 g/l dan media padat TSA yang dibuat dengan cara menambahkan agar-agar 20 g/l ke dalam komposisi TSB.

Metode

Peremajaan dan Penyimpanan Biakan Kerja

Biakan kerja diremajakan dan diperiksa kemurniannya dengan menggunakan metode kuadran. Bacillus sp. Lts 40, E. coli dan S. aureus diinkubasi pada suhu ruang (29-31°C) selama 24 jam, sedangkan keempat bakteri uji lainnya dinkubasi pada suhu ruang (29-31°C) selama 48-72 jam. Biakan yang telah murni ditumbuhkan kembali pada media TSA miring dan disimpan dalam refrigerator ( 20°C).

Uji Aktivitas Penghambatan Isolat

Bacillus sp. Lts 40 Terhadap Bakteri Uji Bacillus sp. Lts 40 diuji aktivitas penghambatannya terhadap bakteri uji (E. coli, S. aureus, R. solanacearum, P. syringae pv. glycines, P. fluorescens A, dan P. fluorescens B) dengan menggunakan metode cawan sebar (Cassidy et al. 2000). Satu lup Bacillus sp. Lts 40 dan bakteri uji (E. coli dan S. aureus berumur 24 jam, keempat bakteri yang lain berumur 48-72 jam) masing-masing diinokulasikan secara terpisah ke dalam enam tabung berisi media TSB. Setelah diinkubasi selama 24 jam, setiap kultur bakteri uji diambil 100 µl lalu disebar secara terpisah pada cawan TSA secara merata. Cawan-cawan TSA tersebut dibiarkan sampai seluruh cairan meresap sempurna ke dalam media. Selanjutnya masing-masing cawan diinokulasi dengan 10 µl kultur cair Bacillus sp. Lts 40. Setelah inkubasi selama 96 jam, dilakukan pengukuran diameter koloni dan zona bening yang terbentuk. Kemudian Indeks

(10)

Penghambatannya dihitung dengan cara sebagai berikut:

IP = A-B A Keterangan :

A= diameter zona bening B= diameter zona koloni IP= indeks penghambatan

Uji Kompetisi dalam Media Cair Bacillus sp. Lts 40 dan bakteri uji yang telah diremajakan sebelumnya, dibuat pengenceran seri dengan menggunakan media garam fisiologis untuk uji kompetisi dalam media cair. Pengenceran seri Bacillus sp. Lts 40 dibuat hingga kepadatan selnya 107 sel/µl,

sedangkan bakteri uji kepadatan selnya 106

sel/ µl.

Uji kompetisi antara Bacillus sp. Lts 40 dengan bakteri uji dilakukan pada media cair (TSB + garam fisiologis). Ke dalam enam tabung eppendorf berisi 900 µl media cair, dimasukkan masing-masing 100 µl (106 sel/μl)

inokulum bakteri uji umur 48-72 jam. Pada tabung II, III, IV, dan V masing-masing ditambahkan 100 μl, 200 μl, 400 μl, dan 1000 μl inokulum Bacillus sp. Lts 40 (107 sel/μl)

sehingga diperoleh kultur campuran dengan rasio antara bakteri uji dan Bacillus sp. Lts 40 1:1, 1:2, 1:4, dan 1:10 (v:v). Tabung eppendorf I yang berisi kultur bakteri uji (tanpa inokulum Bacillus sp. Lts 40) digunakan sebagai kontrol negatif. Sebagai kontrol positif digunakan tabung eppendorf VI yang diinokulasi 100 μl inokulum Bacillus sp. Lts 40. Selanjutnya keenam tabung eppendorf tersebut diinkubasi pada suhu ruang. Pada umur 24 dan 48 jam populasi sel Bacillus sp. Lts 40 dan bakteri uji dihitung dengan metode cawan sebar pada media TSA. Bakteri uji dan Bacillus sp. Lts 40 dalam masing-masing tabung digunakan untuk menghitung persen penghambatan dengan cara sebagai berikut:

Persentase penghambatan = A-B x 100% A

Keterangan :

A= jumlah sel bakteri uji pada kontrol negatif B= jumlah sel bakteri uji pada perlakuan

Optimasi Waktu Produksi Zat Antimikrob Bacillus sp. Lts 40

Sebanyak satu lup biakan Bacillus sp. Lts 40 diinokulasikan ke dalam 50 ml media TSB lalu inkubasi selama 12 jam pada suhu ruang sambil dikocok dengan kecepatan 94

rpm. Setiap 12 jam dilakukan pengukuran turbiditas sel pada panjang gelombang 620 nm dan pengambilan sampel kultur. Sampel disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 10 menit untuk memisahkan supernatan dari massa selnya. Supernatan yang diperoleh dari masing-masing sampel diuji aktivitas antimikrobnya. Sebanyak 10 μl supernatan diteteskan pada kertas cakram steril (diameter= 6 mm) yang diletakkan di atas permukaan cawan TSA yang telah disebari 100 μl kultur cair bakteri uji. Selanjutnya diinkubasi pada suhu 30˚C selama 96 jam, dan dilakukan pengukuran diameter zona bening yang terbentuk disekitar kertas cakram.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Aktivitas Penghambatan Isolat Bacillus sp. Lts 40 Terhadap Bakteri Uji

Isolat murni Bacillus sp. Lts 40 umur 24 jam pada media TSA memiliki morfologi koloni bulat, halus tepiannya dan berwarna krem.

Penghambatan pertumbuhan bakteri uji oleh Bacillus sp. Lts 40 ditunjukkan dengan terbentuknya zona bening disekitar koloni Bacillus sp. Lts 40 (Gambar 1). Zona bening yang terbentuk disebut sebagai zona hambat. Penghitungan nilai IP menunjukkan bahwa IP terbesar 0,46 yang diperoleh dari hasil uji terhadap E. coli. Sedangkan IP terhadap P. fluorescens B, P. fluorescens A, S. aureus, R. solanacearum dan P. syringae pv. glycines berturut-turut memiliki nilai semakin kecil

(11)

(b) (a)

(d) (e)

Gambar 1 Zona hambat disekitar koloni Bacillus sp. Lts 40 pada uji aktivitas penghambatan pertumbuhan terhadap (a) E. coli dan S. aureus, (b) P. syringae pv. glycines, (c) R. solanacearum, (d) P. fluorescens A dan (e) P. fluorescens B

(c) Tabel 1 Aktivitas penghambatan isolat Bacillus sp. Lts 40 terhadap bakteri uji dengan metode

cawan sebar

Aktivitas penghambatan Bacillus sp. Lts 40

Bakteri indikator Ø koloni (mm) Ø zona bening (mm) IP

Escherichia coli Pseudomonas fluorescens B Pseudomonas fluorescens A Staphylococcus aureus Ralstonia solanacearum Pseudomonas syringae pv. glycines 16,00 6,00 6,00 8,00 6,00 6,00 30,00 11,00 10,00 13,00 9,00 8,00 0,46 0,45 0,40 0,38 0,33 0,25 Keterangan: IP= Indeks Penghambatan

(12)

Gambar 2 Persentase penghambatan isolat

Bacillus sp. Lts 40 terhadap

pertumbuhan populasi bakteri uji pada inkubasi (a) 24 jam dan (b) 48 jam.

Gambar 3 Aktivitas antimikrob supernatan biakan Bacillus sp. Lts 40 pada waktu inkubasi berbeda terhadap

P. fluorescens A Uji Kompetisi dalam Media Cair

Hasil uji kompetisi dalam kultur campuran menunjukkan Bacillus sp. Lts 40 mampu menghambat pertumbuhan semua bakteri uji dengan daya hambat yang berbeda-beda. Hal ini dapat dilihat dari populasi sel bakteri uji yang lebih rendah dibandingkan kontrol negatifnya.

Pada umur 24 jam, Bacillus sp. Lts 40 memiliki daya hambat paling kuat terhadap R.

solanacerum (Gambar 2a) pada rasio 1:1

(34,09%) dan 1:2 (53,40%). Sedangkan pada rasio 1:4 (70,73%) dan 1:10 (77,43%) (Gambar 2a) persen penghambatan terhadap P.

fluorescens B lebih kuat dibandingkan dengan

penghambatan terhadap bakteri uji lainnya.

Pada umur 48 jam, daya hambat Bacillus sp. Lts 40 paling kuat terhadap R.

solanacearum (Gambar 2b) pada rasio 1:1

(32,97%) dan 1:2 (48,93%), sedangkan pada rasio 1:4 (75,71%) dan 1:10 (81,90%) (Gambar 2b) daya hambat paling kuat terhadap

P. fluorescens B. Untuk bakteri uji yang

lainnya pada umur 48 jam disetiap rasio ada yang mengalami penurunan maupun kenaikan persen penghambatan.

Waktu Optimum Produksi Zat Antimikrob Isolat Bacillus sp. Lts 40

Waktu optimum produksi senyawa antimikrob Bacillus sp. Lts 40 ditentukan dengan cara mengukur luas zona hambat yang terbentuk. Selama masa inkubasi, zona hambat yang dihasilkan oleh aktivitas antimikrob yang terkandung dalam supernatan diukur setiap 12 jam. Perubahan diameter zona hambat menunjukkan produksi aktivitas antimikrob selama masa inkubasi.

Dari hasil pengukuran turbiditas kultur yang diplotkan terhadap waktu inkubasi, diperoleh kurva pertumbuhan isolat Bacillus sp. Lts 40 pada media TSB. Uji aktivitas antimikrob supernatan yang diambil selama masa inkubasi menunjukkan aktivitas antimikrob terhadap P. fluorescens A paling tinggi pada umur 12 jam dengan diameter zona hambat 11,5 mm (Lampiran 2). Kemudian umur 24 jam aktivitas antimikrobnya menurun dan meningkat sedikit pada umur 36 jam (Gambar 3).

(13)

Gambar 4 Aktivitas antimikrob supernatan biakan Bacillus sp. Lts 40 pada waktu inkubasi berbeda terhadap

P. fluorescens B

Gambar 6 Aktivitas antimikrob supernatan biakan Bacillus sp. Lts 40 pada waktu inkubasi berbeda terhadap

P. syringae pv. glycines

Gambar 5 Aktivitas antimikrob supernatan biakan Bacillus sp. Lts 40 pada waktu inkubasi berbeda terhadap

R. solanacearum

Uji aktivitas antimikrob supernatan yang diambil selama masa inkubasi menunjukkan aktivitas antimikrob terhadap P. fluorescens B paling tinggi pada umur 12 jam. Hal ini tercermin dari besarnya diameter zona hambat yang terbentuk (14,5 mm) (Lampiran 3). Lalu Aktivitas antimikrob menurun pada umur 24 jam kemudian sedikit meningkat pada umur 36 jam (Gambar 4).

Uji aktivitas antimikrob supernatan yang diambil selama masa inkubasi menunjukkan aktivitas antimikrobnya terhadap R.

solanacearum paling tinggi pada umur 12 jam

(Gambar 5) dengan diameter zona hambat yang terbentuk 9 mm (Lampiran 4). Lalu aktivitas antikmikrob menurun pada umur 24 dan umur 36 jam dan sedikit meningkat pada umur 48 jam.

Pada P. syringae pv. glycines, uji aktivitas antimikrob supernatan yang diambil selama masa inkubasi menunjukkan aktivitas antimikrobnya paling tinggi pada umur 24 jam (Gambar 6), Hal ini tercermin dari besarnya diameter zona hambat yang terbentuk (12,5 mm) (Lampiran 5), kemudian terus mengalami penurunan aktivitas antimikrobnya setiap 12 jam berikutnya.

Pembahasan

Bacillus sp. dikenal mampu menghasilkan

suatu senyawa antimikrob baik antibiotik (Emilianus et al. 1997) maupun bakteriosin (Bizani & Brandelli 2002). Karena kemampuannya tersebut Bacillus sp. banyak digunakan sebagai agen pengendali hayati untuk penyakit tanaman, misalnya penyakit

(14)

lincat pada tanaman bakau dan layu yang disebabkan oleh R. solanacearum (Djatmiko

et al. 2007). Beberapa patogen tanaman

diantaranya P. syringae pv. glycines, R.

solanacearum dan P. fluorescens (strain

tertentu). Namun untuk P. fluorescens umumnya merupakan bakteri non patogen karena merupakan salah satu agen biokontrol hayati.

Untuk mengetahui lebih lanjut kemampuan aktivitas penghambatan isolat

Bacillus sp. Lts 40 maka dilakukan uji

kompetisi secara in vitro. Terlebih dahulu dilakukan uji kompetisi terhadap E. coli dan S.

aureus, karena kedua bakteri ini merupakan

standar bakteri uji yang sering digunakan dalam pengujian bakteri penghasil senyawa antimikrob. Potensi penghambatan Bacillus sp. Lts 40 terhadap bakteri uji dapat dilihat dengan terbentuknya zona jernih disekitar koloni.

Berdasarkan hasil pengujian, keenam bakteri uji membentuk zona hambat dengan indeks penghambatan yang terbesar 0,46 terhadap E. coli dan yang terkecil 0,25 terhadap P. syringae pv. glycines. Hal ini menunjukkan bahwa zat antimikrob dari

Bacillus sp. Lts 40 memiliki kemampuan

penghambatan cukup besar terhadap bakteri gram negatif dan sesuai dengan yang dilaporkan Bromberg et al. (2004), bahwa ada beberapa strain yang memproduksi bakteriosin mampu menghambat bakteri gram negatif seperti Pseudomonas sp.

Aktivitas penghambatan juga dapat dilakukan dengan kompetisi dalam kultur campuran. Hasil kompetisi ini menunjukkan terjadinya penurunan populasi sel bakteri uji. Keadaan demikian dapat terjadi karena bakteri penghasil zat antimikrob dan bakteri uji tumbuh bersamaan sehingga terjadi kompetisi nutrisi dari media (Bromberg et al. 2004).

Berdasarkan hasil uji kompetisi tersebut, diperoleh perbedaan persen penghambatan pada masing-masing bakteri uji. Pada umur 24 jam isolat Bacillus sp. Lts 40 memiliki daya hambat paling kuat terhadap R. solanacearum pada rasio 1:1 (34,09%) dan 1:2 (53,40%) (Gambar 2a), sedangkan pada rasio 1:4 (70,73%) dan 1:10 (77,43%) (Gambar 2a) persen penghambatan terhadap P. fluorescens B paling kuat daripada yang lain.

Aktivitas penghambatan terhadap bakteri uji pada umur 48 jam, daya hambat paling kuat

yaitu terhadap R. solanacearum pada rasio 1:1 (32,97%) dan 1:2 (48,93%) (Gambar 2b), namun pada umur 48 jam ini persen penghambatan terhadap R. solanacearum mengalami penurunan. Sedangkan pada rasio 1:4 (75,71%) dan 1:10 (81,90%) (Gambar 2b) daya hambat paling kuat terhadap P.

fluorescens B dan persen penghambatannya

mengalami kenaikan. Untuk bakteri uji yang lainnya pada umur 48 jam, setiap rasio ada yang mengalami penurunan maupun kenaikan persen penghambatan. Keadaan yang berbeda pada umur 24 dan 48 jam terhadap bakteri uji dapat terjadi karena dimungkinkan adanya sistem interaksi antar bakteri yang dinamakan

quorum sensing (Henke & Bassler 2004).

Pengujian terakhir untuk melihat aktivitas penghambatan isolat Bacillus sp. Lts 40 yaitu melihat waktu optimum produksi zat antimikrob dari isolat ini. Untuk melihat waktu optimum produksi zat antimikrob Bacillus sp. Lts 40 yaitu dengan cara menguji aktivitas antimikrob supernatan bebas selnya yang ditunjukkan dengan terbentuknya zona hambat. Optimasi waktu produksi zat yang dihasilkan terjadi pada umur 12 jam terhadap

P. fluorescens A, P. fluorescens B dan R. solanacearum, sedangkan untuk P. syringae

pv. glycines terjadi pada umur 24 jam. Berdasarkan hasil ini, kurva pertumbuhan

Bacillus sp. Lts 40 menunjukkan bahwa

senyawa antimikrob diproduksi secara optimal pada akhir fase eksponensial atau awal fase stasioner. Hal ini dapat diduga bahwa senyawa antimikrob yang dihasilkan berupa bakteriosin dan sesuai seperti yang dilaporkan bahwa sintesis bakteriosin oleh sel galur produsen terjadi selama pertumbuhan fase ekponensial hingga awal fase stasioner (Parente et al. 1997; Torkar & Matijasic 2003; Rattanachaikunsopon & Parichat 2006).

Pada P. fluorescens A dan P. fluorescens B, aktivitas antimikrobnya mengalami penurunan pada umur 24 jam dan sedikit meningkat pada umur 36 jam (Gambar 3&4). Begitu pula pada R. Solanacearum terjadi penurunan aktivitas antimikrob pada umur 24 dan 36 jam, kemudian sedikit naik pada umur 48 jam (Gambar 5). Keadaan demikian dapat terjadi karena meningkatnya produksi enzim-enzim proteolitik yang mendegradasi bakteriosin (Biswas et al. 1991) dan dimungkinkan adanya zat antimikrob lain (antibiotik) yang dihasilkan pada umur 36 dan

(15)

48 jam tersebut. Sedangkan P. syringae pv.

glycines terus mengalami penurunan aktivitas

antimikrob (Gambar 6). Hal ini dapat terjadi karena selain meningkatnya produksi enzim proteolitik kemungkinan P. syringae pv.

glycines memiliki daya ketahanan sel yang

lebih baik terhadap antibiotik daripada bakteri uji yang lainnya.

Bakteriosin merupakan senyawa protein yang mudah didegradasi oleh enzim proteolitik dan memiliki kemampuan menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang secara filogenik dekat dengan bakteri penghasil bakteriosin (Jack et al. 1995; Torkar & Matijasic 2003; Bromberg et al. 2004; Salvadogo et al. 2006; Karthikeyan & Santhosh 2009). Bakteriosin dapat dibedakan dari antibiotik, salah satunya ialah dari proses produksinya yang dihasilkan pada saat fase pertumbuhan bakteri mencapai fase logaritmik, sedangkan antibiotik diproduksi pada saat akhir fase stasioner (Jack et al. 1995).

Beberapa kriteria bakteriosin antara lain berupa protein, bersifat bakterisidal, bakteri target memiliki sifat pengikatan spesifik (specific binding site), gen pengkode bakteriosin berada dalam plasmid, aktif terhadap bakteri yang dekat secara filogenik (Tagg et al. 1976). Berdasarkan bakteri yang memproduksi bakteriosin dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa grup (Ennahar et al. 2000; Jack & Jung 2000; Cleveland et al. 2001; McAuliffe et al. 2001) dimana kelas I dan II paling umum dipelajari. Kelas I adalah lantibiotik disusun sekelompok peptida-peptida kecil (berat molekul < 5 kDa) yang dikarakterisasikan dari beberapa asam amino yang tidak umum (lanthionine (Lan), β metil lanthionine (Melan), dehydroalanine dan dehydrobutyrine (Gruder et al. 2000; Chen & Hoover 2003). Kelas II adalah bakteriosin kecil berukuran <10 kDa, tidak mengandung asam amino lanthionine, stabil atau tahan panas (Nes & Holo 2000). Bakteriosin kelas III, mempunyai berat molekul lebih dari 30 kDa dan protein labil terhadap panas (Ness et al. 1996) dan kelas IV: glikoprotein dan lipoprotein (Oscarriz & Pisabarro 2001). Mekanisme kerja bakteriosin dalam melawan bakteri secara umum dengan menyerang membran sitoplasma (Montville & Chen 1998) melalui pembentukan pori membran sitoplasma (Jack et al. 1995) atau penghambatan

pembentukan septum (Martinez et al. 2000) pada N-section peptida

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, aktivitas penghambatan yang dimiliki isolat Bacillus sp. Lts 40 memiliki spektrum yang cukup luas. Aktivitas penghambatan tertinggi dari Bacillus sp. Lts 40 terjadi pada R. solanacearum. Zat antimikroba yang dihasilkan diproduksi selama fase pertumbuhan akhir fase eksponensial atau awal fase stasioner, oleh karena itu dapat dikatakan bahwa senyawa antimikrob yang dihasilkan berupa bakteriosin

SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang karakterisasi isolat Bacillus sp. Lts 40 agar dapat digunakan pada tanaman pangan tanpa mencemari lingkungan serta tidak berbahaya terhadap tanaman tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Bizani D, Brandelli A. 2002. Characterization of a bacteriocin produced by a newly isolated Bacillus sp. Strain A. J Appl

Microbiol 93: 512-519.

Bromberg R, Izildinha M, Cintia LZ, Roberta RD, Josiane DO. 2004. Isolation of bacteriocin-producing lactic acid bacteria from meat and meat products and its spectrum of inhibitory activity. Brazilian

J Microbiol 35: 137-144.

Biswas SR, Ray B, Johnson MC. 1991. Influence of growth conditions on the production of a bacteriocin, pediocin Ach, by Pediococcus acidilactici H. Appl

Environ Microbiol 57: 1265-1267.

Cassidy MB, Leung KT, Lee H, Trevors JT. 2000. A comparison of enumeration methods for culturable Pseudomonas

fluorescens cells marked with green

fluorescent protein. J Microbiol Method 40: 135-145.

(16)

Chen H, Hoover DG. 2003. Bacteriocins and their food application. Comprehensive

Rev Food Sci Food Safety 2: 82-100.

Cleveland J, Montvik TJ, Nes IF, Chikindas ML. 2001. Bacteriocins: safe, natural antimicrobials for food preservation. Int J

Food Microbiol 71: 1-20.

Djatmiko HA, Triwidodo A, Bambang H, Bambang HS. 2007. Potensi tiga genus bakteri dari tiga rizosfer tanaman sebagai agensia pengendali hayati penyakit lincat.

Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia

9(1): 40-47.

Emilianus J, Darah I, Ibrahim CO. 1997. Screening and production of an antibiotically active compound (s) from

Bacillus sp. Annales Bogoriensis 5(1).

Ennahar S, Sashihara T, Sonomoto K, Ishzaki A. 2000. Class IIa bacteriocins: biosynthesis, structure and activity.

FEMS Microbiol Rev 24: 85-106.

Garrood MJ, Wilson PDG, Brocklehurst TF. 2004. Modeling the rate of attachment of

Listeria monocyotgenes, Pantoea agglomerans, and Pseudomonas fluorescens to, and the probability of their

detachment from 1 potato tissue at 10°C.

Appl Environl Microbiol 70: 3558-3565.

Gruder A, Wiedeman I, Sahl HG. 2000. Post translationally modified bacteriocins the lantiobiotics. Biopolymers 55: 62-73. Henke JM, Bassler BL. 2004. Bacterial social

engagements. Trends in Cell Biol 14:648-651.

He L, Weiliang C, Yang L. 2005. Production and partial characterization of bacteriocin like peptides by Bacillus licheniformis ZJU12. Microbiol Research 161: 321-326.

Hettewer U et al. 1998. Cloning nucleotide sequence, and expression in Escherichia

coli of levansucrase genes from the plant

pathogen Pseudomonas syringae pv. Glycinea and P. syringae pv. phaseolicola. Appl Environ Microbiol 64: 3180-3187.

Isramilda. 2007. Karakterisasi zat antimikrob penghambat pertumbuhan Vibrio haryevi dan Escherichia coli dari Bacillus sp. asal tambak udang [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Jack RW, Jung G. 2000. Lantibiotics and

microcins: polypeptides with unusual

chem diversity curr opinion. Chem Biol 4: 310-317.

Jack RW, Tagg JR, Ray B. 1995. Bacteriocin of gram positive bacteria. Appl Environ

Microbiol 59: 1416:1429.

Ji P, Wilson M. 2002. Assessment of the importance of similarity in carbon source utilization profiles between the biological control agent and the pathogen in biological control of bacterial speck of tomato. Appl Environ Microbiol 68: 4383-4389.

Karthikeyan V, Santhosh SW. 2009. Study of bacteriocin as a food preservative and L.

acidopholus strain as probiotic. Pakistan J Nut 8(4): 335-340.

Martinez B, Rodriguez A, Suarez JE. 2000. Lactococcin 972, a bacteriocin produced that inhibits septum formation in Lact

Microbiol 146:949-955.

McAuliffe D, Ross RP, Hill C. 2001. Lantibiotics : structure, biosynthesis and mode of action. FEMS Microbiol Rev 25: 285-308.

Montville TJ, Chen Y. 1998. Mechanistic action of pediocin and nisin: recent progress and unresolved question. Appl

Microbiol Biotehnol 50(5): 511-519.

Ness IF et al. 1996. Biosynthesis of bacteriocins in lactic acid bacteria.

Antonie Leeuwenhoek 70:113-128.

Nes IF, Holo H. 2000. Class II antimicrobial peptides from lactic acid bacteria.

Bioploymers 55: 62-73.

Oscarriz JC, Pisabarro AG. 2001. Classification and mode of action of membrane-active bacteriocins produced by gram-positive banteria. Int Microbiol 4: 13-19.

Parente E, Brienza C, Ricciandi A, Addario G. 1997. Growth and bacteriocin production by Lactobacillus plantarum N014

isolated from Nham a traditional thai fermented pork. J of Food Protection (69)8: 1937-1943.

Salvadogo A, Ouattara CAT, Bassole IHN, Traore SA. 2006. Bacteriocins and lactic acid bacteria-a minireview. African J

Biotechnol 5(9): 678-683.

Tagg JR, Dajani AS, Wannamaker LW. 1976. Bacteriocins of gram-positive bacteria.

Bacteriol Rev 40:722-756.

Torkar KG, Matijasic BB. 2003. Partial characterisation of bacteriocins produced

(17)

by Bacillus cereus isolates from milk and milk products. Food Technol 41(2): 121-129.

Weller SA, Elphinstone JG, Smith NC, Boonham N, Stead DE. 2000. Detection

of Ralstonia solanacearum strain with a quantitative, multiplex, real-time, fluorogenic PCR (Taq Man) assay. Appl

(18)
(19)

Lampiran 3 Aktivitas antimikrob supernatan Bacillus sp. Lts 40 terhadap P. fluorescens B (data menunjukkan rataan ± SE)

Lampiran 1 Aktivitas penghambatan isolat Bacillus sp. Lts 40 terhadap bakteri uji

Jumlah sel/ml

Inkubasi 24 jam Inkubasi 48 jam

Rasio inokulum P.syringae pv. glycines R . solanacearum P. fluorescens A P. fluorescen B P. syringae pv. glycines R. solanacearum P. fluorescens A P. fluoerescen B 1:1 102 58 131 126 108 63 142 149 1:2 96 41 105 92 91 48 106 111 1:4 66 39 57 48 84 41 58 51 1:10 52 36 52 37 45 40 55 38

Lampiran 2 Aktivitas antimikrob supernatan Bacillus sp. Lts 40 terhadap P. fluorescens A (data menunjukkan rataan ± SE)

Lampiran 4 Aktivitas antimikrob supernatan Bacillus sp. Lts 40 terhadap R. solanacearum (data menunjukkan rataan ± SE)

Lampiran 5 Aktivitas antimikrob supernatan Bacillus sp. Lts 40 terhadap P. syringae pv. glycines (data menunjukkan rataan ± SE)

Jam ke- OD Zona hambat (mm)

12 24 36 48 60 72 0,6095 0,6595 0,5895 0,4875 0,4315 0,3770 11,5 ± 0,70 7,5 ± 0,70 10 ± 1,41 7 ± 0 7 ± 0 7 ± 0

Jam ke- OD Zona hambat (mm)

12 24 36 48 60 72 0,6095 0,6595 0,5895 0,4875 0,4315 0,3770 14,5 ± 0,70 7 ± 0 8,5 ± 2,12 7 ± 0 7 ± 0 7 ± 0

Jam ke- OD Zona hambat (mm)

12 24 36 48 60 72 0,6095 0,6595 0,5895 0,4875 0,4315 0,3770 9 ± 0 7 ± 0 7 ± 0 8 ± 1,41 7 ± 0 7 ± 0

Jam ke- OD Zona hambat (mm)

12 24 0,6095 0,6595 7,5 ± 0,70 12,5 ± 0,70

(20)

36 48 60 72 0,5895 0,4875 0,4315 0,3770 11 ± 2,82 9 ± 2,82 7,5 ± 0,70 7 ± 0

Gambar

Gambar 1 Zona hambat disekitar   koloni Bacillus  sp. Lts 40 pada uji aktivitas penghambatan  pertumbuhan terhadap (a) E
Gambar 3 Aktivitas antimikrob supernatan  biakan  Bacillus sp. Lts 40 pada  waktu inkubasi berbeda  terhadap  P
Gambar 5 Aktivitas antimikrob supernatan  biakan  Bacillus  sp. Lts 40 pada  waktu inkubasi berbeda terhadap  R

Referensi

Dokumen terkait

Tegakan menggunakan energi cahaya dan menggunakannya untuk memecah molekul air dan menggabungkannya dengan karbondioksida untuk dijadikan karbohidrat Jumlah karbon dalam tegakan

[r]

V (lima) / II Teknologi Sederhana Siswa dapat memahami barang-barang bekas yang dapat dijadikan barang bermanfaat. Pilhan Ganda

dikutip oleh Daryanto , supervisi adalah suatu usaha menstimulir, mengkoordinir, dan membimbing secara kontinu pertumbuhan guru-guru sekolah baik secara

Dengan demikian penggunaan media audio visual pada pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam materi gangguan organ peredaran darah manusia dapat meningkatkan hasil belajar

Seluruh BERKAS yang disampaikan atau yang tercantum didalam dokumen kualifikasi perusahaan yang saudara sampaikan pada paket pekerjaan tersebut di atas harus ASLI.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa : (1) terdapat perbedaan kemampuan penalaran matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan model kooperatif tipe STAD

Data vektor masukan yang akan dikelompokkan dalam proses FCM adalah data arus lalu lintas yang akan digunakan untuk membangun model prediksi.. Nilai bobot w yang