• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Permintaan merupakan banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Permintaan merupakan banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Teori Permintaan dan Penawaran

Menurut Rahardja dan Manurung (2006:20), “Permintaan adalah keinginan konsumen membeli suatu barang pada berbagai tingkat harga selama periode waktu tertentu”. Sedangkan Putong (2005:36) mengemukakan bahwa “Permintaan merupakan banyaknya jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu pada tingkat pendapatan tertentu dan dalam periode tertentu”.

Faktor yang mempengaruhi permintaan masyarakat terhadap suatu barang antara lain : (1) Harga barang yang diminta, (2) Tingkat Pendapatan / Pendapatan Rata-Rata, (3) Jumlah Penduduk/Jumlah Populasi, (4) Selera, (5) Estimasi di masa yang akan datang, (6) Harga Barang lain (substitusi atau

komplementer), (7) Distribusi, (8) dan lain-lain. Fungsi permintaan secara

matematis dapat dituliskan sebagai berikut :

Dx = f (Px , Py , Y /cap , T , JP , PP , Ydist , Prom)………...(1)

Apabila variabel selain harga dianggap tetap maka sebagaimana konsep asli dari penemunya (Alfred Marshall), maka perbandingan terbalik antara harga terhadap permintaan disebut hukum permintaan (Putong, 2005:36). Kerangka pemikiran Marshall menganggap permintaan sebagai kurva yang bersifat parsial dengan konsep ceteris paribus. Hukum Permintaan menyatakan bila harga suatu barang naik maka permintaan barang tersebut akan turun dan sebaliknya jika

(2)

harga barang tersebut turun maka permintaannya akan naik dengan asumsi ceteris

paribus (semua faktor selain harga dianggap konstan).

Kurva permintaan menggambarkan hubungan antara jumlah yang diminta dan harga, dimana semua variabel lainnya dianggap tetap. Jumlah permintaan berhubungan negatif terhada harga yang sering disebut hukum permintaan (law of demand): “Jika semua hal dibiarkan sama, ketika harga suatu barang meningkat maka jumlah permintaannya akan menurun dan ketika harga turun maka jumlah permintaannya meningkat” (Mankiw, 2009:80).

Dalam analisis ekonomi tidak semua variabel diperhitungkan melainkan diasumsikan bahwa permintaan suatu barang sangat dipengaruhi oleh harga dari barang itu sendiri (ceteris paribus). Fungsi permintaan dapat dirumuskan dengan menganggap faktor lain tetap selain harga itu sendiri (P) sebagai berikut :

Qd = f (P)………...(2)

Adapun kurva permintaan adalah sebagai berikut :

P (Harga) P2 P1 Q2 Q1 Q (Kuantitas) Gambar 2.1 Kurva Permintaan Sumber: Sukirno (2003:78)

Terdapat dua model dasar penjelas hubungan permintaan dengan harga dikatakan negatif, “pertama adalah kenaikan harga menyebabkan para pembeli mencari barang lain yang dapat digunakan sebagai pengganti atau pelengkap

(3)

terhadap barang yang mengalami kenaikan harga (substitusi dan komplementer) dan sebaliknya, kedua adalah kenaikan harga menyebabkan pendapatan real para pembeli berkurang, pendapatan yang merosot tersebut memaksa pembeli untuk mengurangi pembeliannya terhadap berbagai jenis barang teruatama pada barang yang mengalami kenaikan harga” (Sukirno, 2005:26).

Hal tersebut memberikan indikasi bahwa harga juga dapat berpengaruh terhadap faktor lain yang mempengaruhi permintaan. Apabila terjadi perubahan terhadap harga memungkinkan pergeseran sepanjang kurva permintaan (ceteris paribus) dan memungkinkan perubahan terhadap perubahan faktor lain yang mempengaruhi permintaan selain harga sebagai dampak lanjut yang nantinya dapat menggeser kurva permintaan itu sendiri.

Sukirno (2005:82) mengatakan bahwa “Fluktuasi permintaan suatu barang dipengaruhi beberapa faktor seperti: perkembangan dan perubahan tingkat kehidupan penduduk; pergeseran dan kebiasaan; selera dan kesukaan penduduk; kegagalan produksi yang menyebabkan langkanya suatu produk di pasaran; dan faktor peningkatan penduduk”. Teori Permintaan dalam perkembangannya dipilah menjadi dua bagian yaitu teori permintaan statis dan teori permintaan dinamis.

Perubahan permintaan terjadi karena dua sebab utama, yaitu perubahan harga dan perubahan pada faktor yang dianggap ceteris paribus, misalnya pendapatan, selera, dan sebagainya ( faktor non harga). “Perubahan harga menyebabkan perubahan jumlah barang yang diminta, tetapi perubahan itu hanya terjadi dalam satu kurva yang sama, yang dinamakan pergerakan permintaan

(4)

sepanjang kurva permintaan (movement along demand curve)” (Rahardja dan Manurung, 2006:25).

Kaidah permintaan mengatakan bahwa kuantitas yang diminta untuk suatu barang berhubungan terbalik dengan harga barang tersebut (ceteris paribus) pada tingkat harga. Namun hukum tersebut tidak selalu berlaku terhadap semua jenis barang, yang mana ada pengecualian terhadap beberapa jenis barang seperti: Barang Inferior (inferior goods), Barang Prestise (prestise goods), dan Pengaruh harapan yang dinamis (dynamic expectational effects).

2.1.2 Teori Perdagangan Internasional

“Perdagangan antar negara atau yang lebih dikenal dengan perdagangan

internasional terjadi karena setiap negara dengan negara partner dagangnya mempunyai beberapa perbedaan, diantaranya perbedaan kandungan sumber daya alam, penduduk, sumber daya manusia, spesifikasi tenaga kerja, konfigurasi geografis, teknologi, tingkat harga, struktur ekonomi, sosial dan politik, dan sebagainya” (Halwani, 2002:17)

Beberapa faktor yang menyebabkan suatu negara melakukan hubungan perdagangan dengan negara lain adalah dimana negara tidak mampu memenuhi kebutuhan permintaan dalam negeri, adanya perbedaan biaya relatif dalam produksi suatu komoditas tertentu, adanya perbedaan penawaran dan permintaan antar negara, adanya keinginan untuk memperluas pemasaran ekspor serta perdagangan internasional merupakan upaya penyediaan dana bagi pembangunan negara melalui peningkatan devisa. Perdagangan internasional yang terjadi karena

(5)

adanya perbedaan permintaan dan penawaran suatu negara dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Panel A Panel B Panel C

Px/ Py Pasar di Negara 1 Px / Py Hubungan Perdagangan Px / Py Sx Pasar di Negara 2 untuk komoditi X

Internasinal dlm komoditi X A’ untuk komoditi X

P3 Sx A S Px P2 B E B B’ E’ P1 A A D Dx Dx 0 X 0 X 0 X Gambar 2.2

Kurva Keseimbangan Proses Terjadinya Perdagangan Internasional Sumber: Tambunan (2004:56) diolah

Berdasarkan teori yang telah diuraikan , suatu negara dimisalkan sebagai negara A akan mengekspor suatu komoditas ke negara lain yang dimisalkan sebagai negara B. Jika harga domestik pada negara A sebelum adanya perdagangan internasional relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan harga domestik pada negara B. Struktur harga yang relatif lebih rendah di negara A tersebut disebabkan adanya kelebihan penawaran (excess supply) yaitu produksi domestik melebihi konsumsi domestik, sebesar segitiga ABE. Untuk faktor produksi negara A relatif lebih berlimpah sehingga negara A memiliki kesempatan untuk menjual kelebihan produksinya ke negara lain.

Di sisi lain, negara B mengalami kekurangan suplai karena konsumsi domestiknya melebihi produksi domestiknya. Hal ini menunjukkan adanya kelebihan permintaan (excess demand) sebesar A’B’E, hal ini menyebabkan harga

(6)

menjadi tinggi. Pada kesempatan ini negara 2 berkeinginan untuk membeli komoditas tersebut dari negara lain yang harganya relatif lebih murah.

Diantara kedua negara A dan B tersebut akan terjadi perdagangan internasional, yakni negara A akan mengekspor barang ke negara B atau dengan kata lain negara 2 mengimpor barang dari negara B. Pada Gambar 2.3 terlihat, sebelum terjadinya perdagangan internasional, harga di negara A adalah sebesar P1 sedangkan harga di negara 2 sebesar P3.

Penawaran di pasar internasional akan terjadi jika harga internasional lebih besar daripada P1. Sedangkan permintaan internasional akan terjadi jika

harga internasional lebih rendah dari P3. Ketika harga internasional sama dengan

P2, maka di negara B akan terjadi kelebihan permintaan sebesar A’B’E’,

sedangkan jika harga internasional sebesar P2 maka akan terjadi kelebihan

penawaran sebesar ABE.

Dengan adanya perdagangan, negara A dapat mengekspor suatu komoditas sebesar A’B’E’. Dalam pasar internasional besarnya ABE akan sama dengan A’B’E. Dengan kata lain besarnya ekspor suatu komoditas dalam suatu perdagangan internasional akan sama dengan besarnya impor komoditas tersebut. Harga relatif yang terjadi di pasar merupakan harga keseimbangan antara penawaran dan permintaan. Pada perkembangannya dalam perdagangan internasional mulai muncul berbagai teori-teori.

“Pada awalnya, teori-teori mengenai perdagangan internasional digolongkan kedalam dua kategori, yaitu teori-teori klasik dan teori-teori modern, yang mana pengelompokkan ini didasarkan pada dua pertimbangan, yakni

(7)

perbedaan waktu saat munculnya suatu teori dan perbedaan asumsi yang menjadi dasar perbedaan dalam kerangaka analisis kedua kelompok teori tersebut” (Tambunan, 2004:42). Kemudian pada perkembangannya teori-teori perdagangan baru muncul sebagai penyempurnaan teori modern.

2.1.2.1 Teori Klasik

Perdagangan internasional sesuai dengan teori klasik dilaksanakan dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan dengan beberapa asumsi seperti: (1) Dua barang dan dua negara, (2) Nilai atas dasar biaya tenaga kerja yang sifatnya homogen, (3) Biaya produksi tidak berubah, (4) Tidak ada biaya transportasi, (5) Faktor produksi dapat bergerak bebas di dalam negeri, tetapi tidak antar negara, (6) Distribusi pendapatan dan tehnologi tetap dan (7) Perdagangan dilaksanakan atas dasar barter. Pada teori klasik dikenal dengan adanya dua teori perdagangan internasional yaitu teori keunggulan absolut dan teori keunggulan komparatif.

Teori keunggulan absolut yang merupakan hasil pemikiran Adam Smith sering dinamakan sebagai teori murni perdagangan internasional. Dasar pemikiran dari teori ini adalah bahwa suatu negara akan melakukan spesialisasi terhadap dan ekspor suatu (atau beberapa) jenis barang tertentu, dimana negara tersebut memiliki keunggulan absolut dan tidak memproduksi atau impor suatu (atau beberapa) jenis barang tertentu dimana negara tersebut tidak mempunyai keunggulan absolut atas negara lain yang memproduksi jenis barang yang sama (Tambunan, 2004:47). Teori tersebut menekankan efektifitas dan efisiensi pada pelaksanaan proses produksi terutama dalam pemanfaatan dan pengelolaan faktor produksi itu sendiri.

(8)

Kemudian teori komparatif muncul dalam teori perdagangan internasional sebagai perbaikan atau penyempurnaan dari teori keunggulan absolut. Teori ini merupakan hasil pemikiran dari John Stuart Mill dan David Ricardo yang juga sering disebut sebagai teori biaya komparatif. Dasar pemikiran yang berbeda antara kedua ahli tersebut dengan Adam Smith terletak pada pengukuran keunggulan suatu negara yang dilihat dari komparatif biaya.

Menurut John Stuart Mill, suatu negara akan melakukan spesialisasi pada ekspor suatu barang tertentu apabila negara tersebut memiliki keunggulan komparatif terbesar dan melakukan impor atas suatu barang tertentu apabila memiliki keunggulan komparatif terkecil. Sedangkan dasar pemikiran dari David Ricardo adalah bahwa perdagangan antara dua negara akan terjadi bila masing-masing negara memiliki biaya relatif terkecil untuk jenis barang yang berbeda (Tambunan 2004:57). Perbedaan efisiensi dan produktifitas relatif antar negara dalam memproduksi dua (atau lebih) jenis barang adalah yang menjadi penekanan Ricardo dalam menyatakan penyebab terjadinya perdagangan internasional.

2.1.2.2 Teori Modern

Teori proporsi-proporsi faktor produksi (atau ketersediaan faktor produksi) dari Hecksher dan Ohlin merupakan dasar munculnya teori modern. “Teori Hecksher dan Ohlin atau yang sering disebut dengan Teori H-O menyatakan bahwa munculnya perdagangan internasional terjadi pada dua kondisi yaitu ketersediaan faktor produksi dan intensitas dalam pemakaian faktor produksi (proporsi faktor produksi)” (Tambunan, 2004:66).

(9)

“Teori (H-O) merupakan analisis perdagangan antar dua negara, dimana tiap-tiap negara mempunyai karakteristik tersendiri dimana setiap negara akan mengekspor barang yang mempunyai intensitas faktor produksi yang melimpah” (Halwani, 2002:40). Perdagangan internasional terjadi apabila terjadi perbedaan efisiensi pada pemanfaatan salah satu faktor produksi yang lebih unggul dari masing-masing negara. Proses terjadinya perdagangan pada teori ini lebih menekankan pada efisiensi pemanfaatan produk.

“Kedua tokoh Hecksher dan Ohlin menyatakan bahwa faktor produksi dominan bertumpu pada input tenaga kerja dan barang modal” (Sumanjaya et al, 2008:34). Suatu negara akan mengalami keuntungan apabila mampu menghasilkan barang dengan efisiensi dan spesialisasi yang baik dengan padat karya maupun padat modal. “Suatu negara advantage menghasilkan sesuatu barang dengan labor intensive sekaligus berarti bahwa negara tersebut mengekspor tenaga kerja dan sebaliknya bagi negara yang advantage dengan alternatif capital intensive maka negara tersebut akan mengekspor barang-barang modal” (Sumanjaya et al, 2008:34).

Dalam perkembangan teori modern perdagangan internasional, selain teori H-O, muncul beberapa teori lain yaitu teori kemiripan negara, teori siklus produk, teori skala ekonomis, dan teori perdagangan intra. Teori kemiripan negara merupakan hasil pemikiran Staffan Linder yang lebih fokus pada sisi permintaan. Menurut teori kemiripan negara, perdagangan terjadi karena ada ciri-ciri serupa antara negara yang melakukan perdagangan dengan asumsi sebuah negara mengekspor ke negara-negara besar dan negara tersebut mengekspor ke negara

(10)

lain yang selera dan tingkat pendapatannya sama. Yang mana fokus kemiripan yang dimiliki negara-negara yang melakukan perdagangan lebih ditekankan pada selera dan tingkat pendapatan.

Teori siklus produk muncul dalam teori perdagangan modern sabagai hasil pengembangan Williamson pada tahun 1983 dari pemikiran Vernon pada tahun 1966. Teori ini menjelaskan dinamika keunggulan komparatif dari suatu produk atau industri. Pada teori ini terdapat empat tahapan siklus yang dialami produk atau industri, yaitu pengembangan atau penciptaan (inovasi) atau introduksi, pertumbuhan, kedewasaan dan penurunan. Dimana menurut Vernon, keunggulan komparatif dari barang tersebut berubah mengikuti perubahan waktu dan dari satu negara ke negara lain (Tambunan, 2004:78).

Sedangkan teori skala ekonomis adalah teori yang menyatakan skala penambahan hasil yang tidak tetap melainkan mengalami perubahan yang terus meningkat. Skala ekonomis adalah skala produksi dimana titik optimlnya dapat menghasilkan biaya per satu unit produksi terendah. Teori skala ekonomis bertentangan dengan teori H-O yang mengasumsikan skala penambahan bersifat konstan.

Jika terdapat skala ekonomis, suatu perusahaan di suatu negara dapat berspesialisasi dalam produksi suatu jangkauan produksi yang terbatas dan mengekspornya dengan harga yang lebih murah dari produk yang sama dari perusahaan di negara lain yang tidak memiliki skala ekonomis (Tambunan 2004:83). Kemudian pada perkembangannya muncul teori perdagangan intra yang mirip dengan teori skala ekonomis. Teori perdagangan intra sering disebut sebagai

(11)

teori diferensiasi produk. Teori ini juga berfokus pada kemiripan negara pada sisi penawaran yang berbeda dengan dengan teori kemiripan negara yang berfokus pada sisi permintaan.

2.1.2.3 Teori Perdagangan Baru

Teori perdagangan baru merupakan teori yang membahas keunggulan yang diperoleh dari sisi yang dikembangkan dan bukan alamiah. Di dalam perkembangan teori perdagangan internasional, pemikiran Porter dianggap sebagai suatu paradigma baru dalam perdagangan internasional dan globalisasi. Teori perdagangan internasional Porter yang dikenal dengan model berlian memiliki empat perbedaan dengan teori klasik dan teori modern, yaitu : (1) Porter lebih membahas daya saing bangsa/nasional, (2) Porter lebih fokus membahas keunggulan kompetitif, (3) faktor-faktor utama yang menentukan keunggulan kompetitif berbeda dengan faktor-faktor utama yang menentukan keunggulan komparatif suatu barang, (4) model Porter bersifat komprehensif karena tidak hanya mencakup kondisi faktor tetapi juga variabel penting lainnya secara simultan.

Namun pada pelaksanaannya teori Porter tidak terlepas dari kelemahan. Maka muncul beberapa teori alternatif lain yang mengkritik teori model berlian dai Porter. Pada tahun 1991, Grant menyinggung model berlian Poter berkenan dengan tanda hubungan antara keempat variabel yang menentukan daya saing dan kekuatan prediktif pada model tersebut (Tambunan,2004:96). Sejalan dengan itu Moon pada Tahun 1992 juga mengkritik perihal peran pemerintah yang juga sangat berpengaruh pada penentuan daya saing suatu negara yang tidak

(12)

dimasukkan Porter dalam variabel berpengaruh pada modelnya. Dunning pada tahun 1992 juga turut mempersoalkan kelemahan model Porter dalam hal dampak dari kegiatan perusahaan multinasional terhadap daya saing nasional, dan Dunning mencoba membuat suatu model alternatifnya dengan memperlakukan aktivitas penanaman modal asing (PMA) sebagai variabel eksogen.

2.1.3 Kebijakan Perdagangan Internasional

Kebijakan perdagangan internasional adalah tindakan atau kebijaksanaan pemerintah dalam perekonomian yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi komposisi, arah serta bentuk dari perdagangan internasional. Dalam menjaga kelancaran dan kestabilan perdagangan internasional tersebut, instrumen kebijakan pemerintah antara lain :

1. Kebijakan perdagangan internasional

Meliputi tindakan pemerintah terhadap rekening yang sedang berjalan (current account) dari neraca pembayaran internasional, khususnya tentang ekspor dan impor barang atau jasa. Misalnya tarif terhadap impor, bilateral trade

agreement dan sebagainya.

2. Kebijakan Pembayaran internasional

Meliputi tindakan pemerintah terhadap rekening modal (capital account) dalam neraca pembayaran internasional. Contohnya adalah pengawasan terhadap lalu lintas devisa (exchange control) atau pengaturan lalu lintas nilai tukar dalam jangka panjang.

(13)

3. Kebijakan bantuan luar negeri

Tindakan atau kebijakan pemerintah yang berhubungan dengan bantuan

(grants), pinjaman (loans), bantuan yang bertujuan untuk membantu rehabilitasi

serta pembangunan dan bantuan militer terhadap negara lain.

2.1.4 Impor

Impor merupakan perdagangan memasukkan barang dari luar negeri ke wilayah pabeanan suatu negara dengan memenuhi ketentuan yang berlaku. Impor sering dilakukan sebagi alternatif kebijakan memenuhi kebutuhan dalam negeri atas suatu barang apabila produksi domestik akan barang tersebut tidak memadai. Impor suatu negara ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya daya saing negara tersebut dan kurs valuta asing. Namun penentu impor yang utama adalah pendapatan masyarakat suatu negara. Fungsi impor dapat dinyatakan dalam persamaan (Sukirno, 2004: 223) :

M = mY ... (3) M = M = M0 + mY ... (4)

Dimana M adalah nilai impor, M0 adalah impor otonom dan m adalah

kecondongan mengimpor marginal yaitu persentase dari tambahan pendapatan yang digunakan untuk membeli barang impor. Impor otonom ditentukan oleh faktor-faktor di luar pendapatan nasional seperti kebijakan proteksi dan daya saing negara-negara lain dari negara pengimpor.

Namun, impor tidak selalu dipengaruhi oleh pendapatan saja namun turut dipengaruhi faktor lain yang berkaitan dengan keseimbangan permintaan dan penawaran yang terjadi, misalnya perubahan faktor-faktor lain seperti kebijakan

(14)

perdagangan internasional pada negara pengimpor, kebijakan perdagangan internasional pada negara pengekspor, inflasi, ekspor negara lain serta faktor lain yang terkait yang dapat menggeser fungsi impor. Persamaan impor dapat disusun dari fungsi impor. Pada persamaan permintaan impor, beberapa faktor yang dapat mempengaruhi impor antara lain:

1. Konsumsi

Faktor konsumsi dimasukkan kedalam persamaan permintaan impor karena diduga turut mempengaruhi permintaan impor itu sendiri. Konsumsi yang meningkat dengan produksi yang menurun atau peningkatannya masih dibawah konsumsi memberikan peluang terhadap kebijakan impor dan peluang pasar bagi para importir dalam negeri untuk memenuhi kekurangan konsumsi yang ada. Peningkatan konsumsi yang terjadi akan menyebabkan peningkatan impor dan sebaliknya.

2. Harga

Permintaan merupakan jumlah barang dan jasa yang bersedia dibeli pada tingkat harga tertentu untuk memperoleh barang dan jasa yang dimintanya. Permintaan pasar baik domestik maupun internasional menunjukkan jumlah dari komoditi yang diminta per periode waktu pada berbagai harga alternatif oleh semua individu di dalam pasar. Interaksi di antara permintaan dan penawaran akan menentukan keadaan keseimbangan pasar. Keseimbangan permintaan dan penawaran akan menetukan tingkat harga yang berlaku di pasar dan kuantitas barang yang akan diperjualbelikan dan diproduksi (Sukirno, 2005:97).

(15)

Harga impor turut dalam fungsi permintaan impor karena faktor harga merupakan faktor utama dalam fungsi permintaan ceteris paribus. Harga impor sejalan dengan fungsi permintaan memiliki hubungan negatif dengan permintaan impor itu sendiri. Namun hal ini dapat tidak terjadi apabila permintaan impor merupakan permintaan yang harus dilakukakan atas dasar faktor lain yang lebih mempengaruhi permintaan daripada faktor harga. Dimana pada umumnya impor dilakukan dikarenakan tidak mampunya kebijakan dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan nasional sehingga harus turut menerima bantuan dari negara lain khususnya dalam perdagangan internasional itu sendiri. Jadi, meskipun harga barang impor naik, apabila impor dilakukan karena tingkat kebutuhannya yang bersifat penting maka permintaan akan tetap naik.

3. Pendapatan Nasional

Perdagangan internasional pada hakekatnya berpengaruh pada perekonomian nasional maupun internasional. “Pengaruh perdagangan internasional terhadap pendapatan nasional dinyatakan sebagai net ekspor (X-M) berarti neraca perdagangan surplus (surplus balance of trade), sedangkan apabila terjadi net impor (M-X) maka neraca perdagangan defisit (deficit balancen of

trade) (Sumanjaya et al, 2008:58).

Variabel pendapatan nasional dimasukkan kedalam persamaan permintaan impor karena diduga berhubungan postif dengan permintaan impor apabila dikaitkan dengan tingkat konsumsi. Apabila pendapatan meningkat diduga akan turut meningkatkan permintaan impor melalui peningkatan tingkat konsumsi. Sukirno (2005:115) dalam buku makro ekonominya mendefinisikan

(16)

tentang fungsi konsumsi yang menyatakan bahwa “Fungsi konsumsi adalah suatu kurva yang menggambarkan sifat hubungan di antara tingkat konsumsi rumah tangga dalam perekonomian dengan pendapatan nasional (pendapatan dispossible) perekonomian tersebut”.

Pendapatan yang diperoleh tersebut pada umumnya dimanfaatkan untuk memenuhi konsumsi dalam upaya mencapai kesejahteraan pribadi maupun kelompok. Maka sejalan dengan konsep tersebut, apabila pendapatan seseorang mengalami peningkatan pada umumnya tingkat konsumsi yang dilakukan juga akan turut meningkat. Hal tersebut berkaitan dengan perubahan tingkat kebutuhan sejalan perubahan pendapatan yang merubah selera atau pola gaya hidup yang dilihat dari tingkat pendapatannya.

4. Produks i Domestik

Produksi yang sedikit dan tidak mampu memenuhi permintaan konsumsinya menyebabkan adanya defisit permintaan sehingga membuka peluang bagi impor oleh pemerintah maupun pihak terkait untuk mencukupi permintaan yang ada. Variabel ini dapat dimasukkan kedalam persamaan permintaan impor karena diduga berpengaruh negatif terhadap impor itu sendiri. Apabila produksi dalam negeri menurun dan konsumsi meningkat maka diguga akan meningkatkan permintaan impor di Indonesia. Karena penurunan produksi akan memperbesar peluang bagi para importir untuk menambah volume impor yang masuk untuk memenuhi konsumsi yang ada. Sebaliknya, apabila produksi meningkat dan mampu memenuhi permintaan dalam negeri tentu saja permintaan impor akan barang tersebut akan berkurang.

(17)

5. Nilai Tukar

Nilai tukar (exchange rate) digunakan sebagai perbandingan nilai atau harga mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Indonesia sebagai salah satu negara yang juga menganut sistem perekonomian terbuka yang turut dalam perdagangan internasional menjadikan nilai tukar sebagai variabel yang berpengaruh terhadap harga, tingkat suku bunga, neraca pembayaran dan transaksi berjalan. Kurs pertukaran valuta asing adalah faktor yang sangat penting dalam menentukan apakah barang-barang di negara lain adalah “lebih murah” atau “lebih mahal” dari barang-barang yang dproduksi dalam negeri (Sukirno, 2006:397).

Apabila nilai tukar mengalami fluktuasi yang tidak terkendali dapat menyebabkan kesulitan bagi pedagang maupun produsen melakukan perencanaan usaha yang maksimal terutama bagi para pelaku pasar internasional yang mendatangkan bahan produksi dari luar negeri atau menjual barangnya ke pasar ekspor. Hal tersebut pula lah yang menjadi dasar utama tujuan perbankan dalam menjaga kestabilan nilai tukar rupiah guna mencapai kestabilan perekonomian.

Perdagangan antarnegara dimana masing-masing negara mempunyai alat tukarnya sendiri mengharuskan adanya angka perbandingan nilai suatu mata uang dengan mata uang lainnya, yang disebut kurs valuta asing atau kurs (Salvatore, 2008:67). Nilai tukar mempengaruhi kebijakan masing-masing negara pengimpor maupun pengekspor. Perubahan nilai tukar tergantung pada tingkat perubahan permintaan dan penawaran akan valuta asing tersebut. Variabel nilai tukar dimasukkan dalam persamaan permintaan impor karena diduga memiliki

(18)

pengaruh negatif terhadap permintaan impor itu sendiri. Dimana apabila nilai tukar semakin mahal terhadap mata uang lain (Rupiah melemah) maka akan berpengaruh terhadap kenaikan harga, yang akan berpengaruh lanjut terhadap penurunan permintaan impor dan sebaliknya.

2.1.5 Proteksi Perdagangan Internasional

Proteksi perdagangan internasional adalah langkah-langkah pemerintah dalam perpajakan atau peraturan-peraturan impor yang mengurangi kebebasan perdagangan luar negeri. Proteksi secara umum ditujukan sebagai tindakan untuk melindungi produksi dalam negeri terhadap persaingan barang impor di pasaran dalam negeri. Secara luas perlindungan ini juga mencakup untuk promosi ekspor (Halwani, 2002:101). Beberapa bentuk proteksi secara umum antara lain kuota, perdagangan oleh pemerintah (State Trading Practices), kontrol devisa (Exchande

Control) dan larangan impor (Import Prohibition). Proteksi perdagangan

internasional khususnya impor biasanya dibedakan atas dua jenis , yaitu: a. Tarif

Tarif merupakan salah satu instrumen dari kebijakan perdagangan luar negeri yang membatasi arus perdagangan internasional yang merupakan suatu pembebanan atas barang yang melintasi daerah pabean (Tambunan, 2004:328). Daerah pabean adalah suatu daerah geografi , dimana barang-barang bebas bergerak tanpa dikenai cukai (bea pabean) atau wilayah perdagangan bebas misalnya dalam AFTA (Asean Free Trade Area) dan CAFTA (China-Asean Free

(19)

Ditinjau dari aspek asal komoditi, ada dua macam tarif, yaitu tarif impor dan tarif ekspor. Tarif impor (import tariff) adalah pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang diimpor dari negara lain dan tarif ekspor (export tariff) adalah pajak untuk suatu komoditi ekspor. Berdasarkan tujuannya, kebijakan tarif impor (import duty atau import tariff) dapat diklasifikasikan sebagai berikut : (a) tarif proteksi, yaitu merupakan pengenaan tarif bea masuk yang tinggi untuk mencegah atau membatasi barang tertentu, (b) tarif revenue, yaitu pengenaan tarif bea masuk yang bertujuan untuk meningkatkan penerimaan negara.

Gambar 2.3 merupakan suatu ilustrasi surplus produsen dan surplus konsumen sehubungan dengan adanya kebijakan pemerintah (tarif impor). Kurva permintaan dan kurva penawaran domestik adalah D dan S, dan kurva penawaran pasar dunia adalah Sw. Tarif impor ditetapkan antara harga dunia Pw dan harga

domestik Pe. Penetapan tarif impor sebesar t akan menyebabkan harga impor yang

semula sebesar Pw menjadi lebih tinggi yaitu Pt.

Harga Pe E Pt N R Sw + tarif Pw M U S T Sw 0 Q0 Q1 Q2 Q3 Q4 Jumlah Gambar 2.3

Kurva Dampak kebijakan tarif terhadap Perubahan Surplus Produsen dan Konsumen

(20)

Sebelum tarif impor ditetapkan, surplus produsen sebesar PwLM, dengan

tarif impor maka surplus produsen meningkat menjadi PtLN. Sedangkan surplus

konsumen berkurang dari KPwT menjadi KPtR. Dengan adanya tarif impor

memberikan penerimaan pemerintah sebesar NUSR, yang merupakan hasil penggandaan dari t ( tarif per satuan ) dengan NR (jumlah impor). Selain itu, terdapat kehilangan netto dari surplus konsumen sebesar MNU dan biaya produksi tambahan sebesar RST karena inefisiensi sebagai akibat adanya tarif. Besaran dari pengaruh yang dikemukakan diatas tergantung ukuran tarif ( size of the tariff ), dan elastisitas dari kurva-kurva permintaan dan penawaran yang bersangkutan.

b. Penghambat bukan tarif

Perbedaan proteksi perdagangan internasional berupa hambatan tarif dengan hambatan non tarif terletak pada sistem kebijakannya, meskipun keduanya merupakan hambatan buatan dalam perdagangan, namun hambatan bukan tarif lebih mengarah kepada pengendalian volume, komposisi dan arah perdagangan suatu barang.

Hambatan nontarif merupakan hambatan birokrasi, yang merupakan bagian dari fungsi khusus yang diumumkan secara resmi untuk barang impor disaat pemerintah mengenakan “tarif bayangan” (shadow tariff) pada pembelian sector publik (Halwani, 2002:102). Yang termasuk hambatan bukan tarif antara lain: Custom Clereance, Custom Valuation, Custom Classification, Import

Licensing, Packaging and Labelling Regulation, Foreign Exchage Contol dan Consular Formalities.

(21)

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian-penelitian ekonomi yang membahas komoditi bawang merah telah banyak dilaksanakan, namun pembahasan spesifik mengenai permintaan impor bawang merah masih sangat terbatas ditengah tingginya tingkat permintaan impor bawang merah di Indonesia saat ini. Manik (2010) melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi aliran perdangangan impor bawang merah dan kentang Indonesia periode 2001-2010. Variabel yang diteliti adalah volume impor bawang merah dan kentang Indonesia yaitu populasi negara pengkespor, populasi Indonesia, harga impor, jarak ekonomi, GDP rill Indonesia, GDP negara pengekspor dan nilai tukar. Model estimasi pada model gravitasi untuk analisis faktor-faktor yang mempengaruhi impor bawang merah berdasarkan uji Chow adalah dengan menggunakan model efek tetap ( fixed effect

model) yang kemudian disempurnakan dengan cross-section SUR.

Sedangkan pada komoditas kentang, digunakan metode pooled least

square yang disempurnakan dengan cress-section SUR. Berdasarkan hasil

estimasi diketahui bahwa variabel yang berpengaruh terhadap volume impor bawang merah dan kentang di Indonesia adalah popoulasi Indonesia, Populasi negara pengekspor, harga impor, jarak ekonomi, GDP rill Indonesia dan GDP rill negara pengekspor. Sedangkan variabel nilai tukar tidak mempengaruhi volume impor bawang merah dan kentang di Indonesia.

Yuliadi (2008) melakukan penelitian mengenai analisis impor indonesia dengan persamaan simultan. Variabel yang dianalisis dalam penelitian tersebut adalah variabel-variabel ekspor, dasar tukar perdagangan (term of trade), time lag

(22)

impor, dan nilai tukar mata uang yang mempengaruhi impor Indonesia. Metode analisis yang digunakan adalah metode explanatory untuk menguji hipotesis hubungan simultan antar variabel yang diteliti, dengan mengembangkan karakteristik verifikasi penelitian. Model dalam penelitian ini menggunakan model simultan dengan Two Stage Least Square (TSLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekspor, waktu lag impor, dan dasar tukar perdagangan (term of trade) berpengaruh positif terhadap impor. Sementara itu, nilai tukar mata uang berpengaruh negatif.

Ariningsih dan Tentamia (2004) melakukan penilitian tentang anilisis permintaan dan penawaran bawang merah di Indonesia. Analisis ini menggunakan model persamaan simultan dengan data sekunder (time series triwulan) periode 1992-2000 dengan metode Two Stage Least Square (TSLS). Terdapat 32 variabel yang dianalisis dalam penelitian tersebut yang secara umum merupakan faktor yang mempengaruhi permintaan dan penawaran bawang merah domestik maupun dalam perdagangan internasional yaitu ekspor-impor bawang merah.

Hasil analisis menunjukkan bahwa : (1) produksi bawang merah di Jawa Tengah responsif terhadap perubahan harga pupuk tetapi tidak responsif terhadap perubahan harga bawang merah, harga cabai, dan upah tenaga kerja, (2) permintaan bawang merah responsif terhadap perubahan jumlah penduduk, tetapi tidak responsif terhadap harga bawang merah dan pendapatan per kapita, (3) baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang volume ekspor bawang merah responsif terhadap perubahan produksi bawang merah, (4) dalam jangka panjang

(23)

harga bawang merah di Indonesia bersifat responsif terhadap perubahan penawaran.

Fitriana (2012), melakukan analisis dampak kebijakan impor dan faktor eksternal terhadap kesejahteraan produsen dan konsumen bawang merah di Indonesia. Variabel penelitian tersebut adalah produksi bawang merah nasional, harga bawang merah, luas areal panen, perubahan tingkat suku bunga bank persero, permintaan bawang merah rumah tangga, jumlah penduduk Indonesia, permintaan non rumah tangga, harga rill mie, GDP masyarakat Indonesia, impor bawang merah, permintaan bawang merah ditingkat konsumen, impor bawang merah tahun sebelumnya, harga rill bawang merah impor, harga rill bawang merah dunia dan tarif impor bawang merah

Model analisis yang digunakan dalam penelitian adalah model persamaan simultan ekonometrika dengan model estimasi adalah metode Two Stage Least

Square (TSLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi bawang merah

nasional dipengaruhi oleh harga rill bawang merah di tingkat produsen, luas areal panen, dan perubahan tingkat suku bunga bank persero, permintaan bawang merah rumah tangga dipengaruhi oleh jumlah penduduk Indonesia, sedangkan permintaan non rumah tangga dipengaruhi oleh harga rill mie instan sebagai output berbahan baku bawang merah dan GDP masyarakat Indonesia.

Selanjutnya impor bawang merah dipengaruhi oleh permintaan bawang merah ditingkat konsumen dan impor bawang merah tahun sebelumnya, harga rill bawang merah impor dipengaruhi oleh harga rill bawang merah dunia dan tarif impor bawang merah, harga rill bawang merah di tingkat konsumen dipengaruhi

(24)

oleh harga rill bawang merah di tingkat konsumen tahun sebelumnya, sedangkan harga rill bawang merah di Indonesia ditingkat produsen dipengaruhi oleh harga rill bawang merah ditingkat konsumen dan harga rill bawang merah di tingkat produsen tahun sebelumnya.

Winarso (2003) melakukan analisis dinamika perkembangan harga yang mana hubungannya dengan tingkat keterpaduan antar pasar dalam menciptakan efisiensi pemasaran komoditas bawang merah. Penelitian ini dilakukan di wilayah brebes, Jawa Tengah sebagai sentra produksi bawang merah. Pemilihan responden dilakukan dengan simple random sampling.

Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah walaupun pola pemasaran bawang merah dapat dikatakan efektif, namun eketivitas tersebut cenderung berada pada posisi mata-rantai terkhir terutama pada pasar-pasar besar. Hal ini disebabkan karena pelaku pasar pada jalur ini lebih menguasai informasi dan selalu mengikuti perkembangan dinamika pasar baik besarnya pasokan (supply) mapun meningkatnya permintaan ( demand ) yang setiap saat dapat bergejolak.

Jumini (2008) melakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi impor bawang putih di Indonesia. Variabel yang diteliti adalah permintaan impor bawang putih, harga bawang putih lokal, konsumsi bawang putih lokal, produksi bawang putih dalam negeri, harga bawang putih impor, nilai tukar, pendapatan nasional, harga bawang merah lokal sebagai barang substitusi dan volume impor bawang putih ke Indonesia pada tahun sebelumnya. Pengujian model pada penelitian tersebut dilakukan dengan OLS (Ordinary Least Square).

(25)

Adapun hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa harga bawang putih lokal, konsumsi bawang putih lokal, produksi bawang putih lokal dan harga bawang putih impor berpengaruh nyata terhadap permintaan impor bawang putih ke Indonesia. Sedangkan variabel nilai tukar, harga bawang putih impor, pendapatan nasional, harga bawang merah lokal sebagai barang substitusi dan volume impor bawang putih impor pada tahun sebelumnya tidak berpengaruh nyata terhadap permintaan impor bawang putih ke Indonesia.

Priyanto (2005) dalam penelitiannya mengevaluasi kebijakan impor daging sapi melalui analisis penawaran dan permintaan. Pada sisi penawaran, variabel independen berpengaruh terhadap kebijakan impor daging sapi adalah penawaran daging sapi domestik, harga rill daging sapi domestik, populasi sapi nasional, teknologi inseminasi buatan dan peubah beda kala. Sedangkan pada sisi permintaan, variabel independen yang berpengaruh terhadap kebijakan impor daging sapi yang diteliti adalah harga rill daging sapi impor, konsumsi nasional, tarif impor daging sapi, nilai tukar, dummy kebijakan ASPIDI dan peubah beda kala. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data time series 1981-2001 dengan metode Two Stage Least Square (TSLS).

Adapun hasil pengamatan pada penelitian ini menunjukkan bahwa teknologi Inseminasi Buatan (IB) belum mampu memacu perkembangan produksi daging lokal sedangkan impor daging sapi sangat nyata dipengaruhi oleh tarif daging impor tetapi tidak nyata dipengaruhi oleh harga rill daging impor. Peningkatan penawaran daging domestik berpengaruh positif terhadap jumlah sapi

(26)

kinerja usaha peternakan rakyat. Kebijakan pembebanan tarif impor cukup efektif dalam pengendalian masuknya daging impor.

2.3 Kerangka Konseptual

Gambar 2.4. Kerangka Konseptual

2.4 Hipotesis Penelitian

1. Permintaan impor bawang merah di Indonesia cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

2. Permintaan impor bawang merah di Indonesia bersamaan dipengaruhi oleh Konsumsi Bawang Merah Indonesia, Produksi Bawang Merah Indonesia, Pendapatan Nasional, Harga Bawang Merah Impor, Nilai Tukar dan

Permintaan Impor Bawang Merah Nilai Tukar Volume Impor Bawang Merah Periode Sebelumnya Harga Bawang Merah Impor Produksi Bawang Merah Nasional Pendapatan Konsumsi Bawang Merah Nasional

(27)

Volume Impor Periode Sebelumnya. Variabel konsumsi bawang merah Indonesia dan pendapatan diduga berpengaruh positif terhadap permintaan impor bawang merah di Indonesia. Sedangkan variabel produksi bawang merah Indonesia, harga bawang merah impor, nilai tukar dan volume impor periode sebelumnya diduga berpengaruh negatif terhadap perminataan impor bawang merah Indonesia

Gambar

Gambar 2.3 merupakan suatu ilustrasi surplus produsen dan surplus  konsumen sehubungan dengan adanya kebijakan pemerintah (tarif impor)
Gambar 2.4. Kerangka Konseptual

Referensi

Dokumen terkait

bisnis Multi Level Marketing MLM yang sudah menjamur sampai sekarang, perlunya meningkatkan kesejahteraan, keadilan, persamaan equality aggotanya dalam memncapai sebuah

79 Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala sesuatu yang berbentuk apa saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi

Audit teknologi informasi di Diskominfo Kabupaten OKU ini dilakukan agar usaha pemanfaatan teknologi informasi berjalan seperti yang diharapkan, untuk mengetahui

Pada dasarnya falsafah dan teknik rehabilitasi pada penderita lansia tidak berbeda dengan rehabilitasi pada umumnya, demikian pula modalitas yang diberikan seperti

Penyebab kontaminasi pada makanan adalah cemaran mikroba, cemaran mikroba merupakan penyebab utama tidak terpenuhinya syarat pada pangan jajanan anak sekolah (PJAS)

Jumlah peserta yang mengikuti kegiatan penerapan IbM ini sebanyak 25 orang yang terdiri atas masyarakat calon guru yaitu mahasiswa yang sudah tingkat akhir

Berasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa tingkat kenyamanan penggunaan kontrasepsi non IUD responden terbanyak pada penelitian ini adalah menyatakan nyaman yaitu

BATAN telah menetapkan prinsip yang harus dijadikan landasan pada semua tindakan dan pelaksanaan kegiatan, yaitu bahwa: Segenap kegiatan iptek nuklir dilaksanakan