• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

4.1 Permasalahan Pembangunan

Capaian kinerja pembangunan 2006-2009, sebagaimana tersaji pada tabel 2.49, merupakan data dasar untuk merumuskan permasalahan pembangunan Kota Pasuruan. Identifikasi masalah pembangunan dilakukan dengan membandingkan target-realisasi kinerja Kota Pasuruan, maupun membandingkan capaian kinerja pembangunan Kota Pasuruan dengan Provinsi Jawa Timur (benchmarking). Memperhatikan target-realisasi kinerja pembangunan Kota Pasuruan, serta realisasi kinerja pembangunan Jawa Timur; maka permasalahan pembangunan Kota Pasuruan 2010–2015 adalah sebagai berikut:

1. Derajat kesehatan masyarakat Kota Pasuruan masih berada di bawah rata-rata Kabupaten/Kota di Jawa Timur. Hal ini tercermin dari angka harapan hidup Kota Pasuruan masih berada di bawah Provinsi Jawa Timur.

2. Taraf pendidikan masyarakat Kota Pasuruan masih belum memenuhi program wajib belajar dasar 9 tahun.

3. Pembangunan ekonomi masih belum mampu menciptakan pertumbuhan kesempatan kerja di atas pertumbuhan angkatan kerja yang mencari kerja.

4. Program pengentasan kemiskinan masih lebih berorientasi pada “charity”, daripada “productivity”; sehingga belum mampu menciptakan kemandirian bagi si miskin untuk lepas dari belenggu kemiskinan.

5. Pertumbuhan ekonomi semakin bertumpu pada non-tradeable sectors, sehingga menghambat pemerataan pendapatan dan berujung pada semakin sulitnya upaya penanggulangan kemiskinan dan penngguran.

6. Penurunan daya dukung lingkungan, antara lain, ditandai dengan semakin meningkatnya intensitas bencana banjir.

7. Masih adanya kesenjangan pengembangan wilayah utara dengan wilayah selatan. 4.2 Isu Strategis

Analisis lebih lanjut terhadap permasalahan pembangunan di atas, akan menghasilkan isu-isu strategis pembangunan, yang diduga akan memperngaruhi keberhasilan atau kegagalan pencapaian visi Kota Pasuruan 2010–2015.

4.2.1 Pendidikan: Rintisan Wajar 12 Tahun dan Pengembangan Kurikulum SMK Berbasis Pengembangan Potensi Lokal

Pendidikan merupakan salah satu pilar penting untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu pembangunan pendidikan harus mampu menjamin pemerataan

(2)

kesempatan dan peningkatan mutu pendidikan. Pembangunan pendidikan merupakan salah satu jalan untuk menanggulangi kemiskinan, meningkatkan kesetaraan gender, pemahaman nilai-nilai budaya dan multikulturalisme, serta meningkatkan keadilan sosial. Isu-isu strategis dalam pembangunan pendidikan Kota Pasuruan, antara lain:

1. Penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun dan Rintisan Wajib Belajar 12 tahun

Pada tahun 2010, angka rata-rata lama sekolah (RLS) di Kota Pasuruan masih tercatat di bawah 9 tahun. Kondisi ini menjadi pekerjaan rumah bagi Pemerintah Kota, yang berupaya menuntaskan Program Wajib Belajar (Wajar) 9 tahun, sekaligus merintis pencapaian Wajar 12 tahun.

Di tengah upaya pencapaian program tersebut, Pemerintah Kota juga dihadapkan pada masalah berikut:

 Terbatasnya aksesibitas pelayanan pendidikan bagi anak usia sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP), yang berasal dari keluarga miskin.

Karena desakan kondisi ekonomi, sebagian keluarga miskin yang memiliki anak usia sekolah menjelang SMP, lebih menyukai anak mereka untuk bekerja membantu perekonomian keluarga, daripada melanjutkan/menyelesaikan sekolah pada jenjang SMP. Kondisi ini menyiratkan bahwa Pemerintah Kota harus meringankan bahkan membebaskan biaya sekolah murid dari keluarga tidak mampu, sekaligus meningkatkan pemberdayaan ekonomi keluarganya.

 Peningkatan kesejahteraan pendidik belum diikuti dengan peningkatan kualitas pendidik.

Masyarakat menuntut agar peningkatan kesejahateraan guru, berbanding lurus dengan perbaikan kualitas. Mereka menuntut agar proses belajar mengajar berlangsung dalam format dialogis, bukan monologis, dengan wawasan guru yang mampu mengikuti dinamika ilmu pengetahuan. Permasalahan pemerataan sebaran guru yang berkualitas juga menjadi masalah tersendiri bagi upaya Pemerintah Kota untuk meningkatkan pemerataan kualitas pendidikan.

 Kesejenjangan angka partisipasi pendidikan antara jenjang pendidikan dasar dengan menengah.

Kondisi ini tercermin dari angka partisipasi murni (APM) SD, yang jauh berada di atas APM SMP dan SMA. Indikator ini menunjukkan bahwa semakin tinggi jenjang pendidikan, semakin rendah proporisi anak usia sekolah yang mendapatkan layanan pendidikan secara tuntas.

 APM SD yang mencapai lebih dari 100

Data menunjukkan bahwa capian APM untuk jenjang pendidikan dasar telah melampui angka 100. Artinya, sekolah dasar di Kota Pasuruan tidak hanya menerima murid yang berasal dari Kota Pasuruan, tetapi juga Kabupaten Pasuruan. Kondisi berpotensi menimbulkan masalah, karena migrasi anak usia sekolah SD dari

(3)

luar Kota Pasuruan akan mengurangi peluang anak usia sekolah SD dari Kota Pasuruan yang ingin bersekolah di Kota Pasuruan. Fenomena ini menguat pada beberapa sekolah dasar favorit di Kota Pasuruan.

2. Pengembangan kurikulum kewirausahaan berbasis pengembangn potensi lokal di SMK SMK, sebagai lembaga pendidikan kejuruan yang mencetak siswa siap kerja, memiliki posisi strategis dalam mengembangkan potensi ekonomi lokal Kota Pasuruan. Pengembangan industri mebel dan logam, perlu ditunjang oleh kurikulum SMK yang mengarah pada penyiapan tenaga-tenaga kerja terampil di bidang produksi maupun pengelolaan usaha mebel dan logam.

3. Kualitas pendidikan diniyah dan pondok pesantren

Sebagai kota dengan masyarakat yang memiliki kultur religius, wajar jika Kota Pasuruan dijuluki sebagai Kota Santri. Oleh karena itu muncul dugaan yang cukup kuat, bahwa pendidikan diniyah dan pondok pesantren, memiliki catatan yang cukup panjang dalam sejarah pembangunan pendidikan di Kota Pasuruan. Ironisnya, saat ini pendidikan diniyah dan pondok pesantran mengalami penurunan kualitas, sehingga relatif tertinggal dibandingkan lembaga pendidikan umum.

Sebagai lembaga pendidikan yang cukup tua dan memasyarakat, pendidikan diniyah dan pondok pesantren masih mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom) di tengah derasnya serbuan nilai-nilai globalisasi. Disamping itu, pendidikan diniyah dan pesantren mampu menjangkau segmen pendidikan khusus, yang tidak tersentuh oleh pendidikan umum. Keterjangkauan ini penting, dalam menunjang keberhasilan upaya Pemerintah Kota dalam meningkatkan pemerataan aksesibilitas pelayanan pendidikan. Potensi yang dimiliki lembaga pendidikan diniyah dan pondok pesantren sebagaimana tersebut di atas, merupakan sumber motivasi Pemerintah Kota untuk terus berkomitmen dalam mengembangkan kualitas lembaga pendidikan diniyah dan pondok pesantren.

4.2.2 Kesehatan: Kota Swasti Saba dan Akreditasi Rumah Sakit

Derajat kesehatan dipengaruhi beberapa faktor, yaitu keturunan, pelayanan kesehatan, perilaku dan lingkungan. Faktor perilaku dan lingkungan mempunyai andil paling besar dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Karenanya, untuk meningkatkan derajat kesehatan, maka setiap orang memiliki dua kewajiban, yaitu berperilaku sehat, dan aktif memelihara kebersihan dan kesehatan lingkungan sekitar.

Isu-isu strategis lima tahun ke depan dalam pembangunan di bidang kesehatan, antara lain:

1. Peningkatan indeks harapan hidup

Secara umum, IPM Kota Pasuruan mencatakan kinerja di atas Provinsi Jawa Timur. Namun demikian, diantara tiga komponen IPM, indeks harapan hidup (IHH) Kota Pasuruan tercatat sebagai satu-satunya komponen yang mencatatkan kinerja di bawah

(4)

Provinsi Jawa Timur. Oleh karenanya, peningkatan IHH merupakan isu strategis di tengah upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat Kota Pasuruan.

Terdapat beberapa masalah yang menjadi kendala utama bagi upaya peningkatan IHH, antara lain:

 Angka kematian bayi lahir

Kondisi eksisting kinerja pada bab 2 menunjukkan capaian angka kematian bayi lahir (AKB), di mana angka ini berada di atas rata-rata Provinsi Jawa Timur. Pemerintah Kota melakukan berbagai upaya untuk menurunkan AKB, antara lain, melalui peningkatan pelayanan kesehatan bagi ibu hamil maupun peningkatan proporsi ibu melahirkan yang ditangani oleh tenaga medis. Lebih lanjut, Pemerintah Kota juga memberikan perhatian pada angka kecukupan gizi bagi bayi di bawah tiga tahun (batita) maupun bayi di bawah lima tahun (balita).

Puskesmas dan posyandu sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan, terutama bagi segmen ibu hamil dan melahirkan serta batita dan balita, memiliki peran penting bagi keberhasilan upaya Pemerintah Kota untuk menekan AKB. Untuk itu, Pemerintah Kota terus berkomitmen meingkatkan kualitas pelayanan dan sarana kesehatan di puskesmas maupun posyandu.

Secara menyeluruh, Pemerintah Kota berkomitmen untuk senantiasa meningkatkan pemerataan mutu dan jenis pelayanan kesehatan, melalui pengembangan sumberdaya keseatan, baik berupa sarana dan prasarana maupun tenaga kesehatan. Komitmen ini juga perlu ditunjang dengan pengembangan kesadaran masyarakat untuk menciptakan lingkungan dan pola hidup sehat.

2. Kualitas pelayanan dan akreditasi Rumah Sakit Umum Daerah

Sebagai bentuk nyata komitmen Pemerintah Kota dalam meningkatkan pelayanan kesehatan, maka pada tahun 2008 Pemerintah Kota telah menyelesaikan pemugaran bangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Soedharsono Kota Pasuruan. Namun demikian, peningkatan kualitas fisik rumah sakit masih belum diikuti dengan peningkatan kualitas layanan kesehatan oleh tenaga medis maupun non medis rumah sakit.

Kondisi tersebut, antara lain, diindikasikan oleh masih adanya keluhan masyarakat terhadap pelayanan RSUD, baik yang terkspos dalam surat kabar maupun yang terjaring dalam ruang aspirasi publik. Pemerintah Kota telah melakukan upaya tindak lanjut atas keluhan tersebut, melalui pemberian materi pelatihan peningkatan personality bagi karyawan RSUD.

Peningkatan pelayanan RSUD ini merupakan salah satu rangkaian upaya Pemerintah Kota untuk memperoleh akreditasi kelas rumah sakit dari kelas C menjadi kelas B. Peyediaan sarana dan prasarana kesehatan yang layak juga dilakukan, untuk

(5)

menunjang pelayanan rumah sakit; dalam rangka mempercepat proses akreditasi RSUD dr soedharsono.

3. Kota Swasti Saba

Swasti Saba adalah penghargaan yang diberikan kepada pemerintah daerah, atas keberhasilannya dalam menyelenggarakan kabupate/kota sehat. Kriteria penilaian kota sehat meliputi: adalah tatanan kabupaten/kota sehat, berfungsinya forum masyarakat dan tim pembina kabupaten/kota serta dukungan kebijakan dari pemerintah daerah. Sejak tahun 2010, Pemerintah Kota telah merintis perwujudan kota swastisaba dan tetap berlanjut dalam lima tahun ke depan. Sampai dengan saat ini, Kota Pasuruan telah berhasil memenuhi indikator pokok yang diperlukan untuk merintis perwujudan kota swastisaba.

Pada periode lima tahun ke depan, pencapaian kota swasti saba difokuskan pada perwujudan kondisi: kawasan permukiman dengan sarana dan prasarana yang sehat, Kawasan tertib lalu lintas dan pelayanan transportasi, kawasan pariwisata sehat, kawasan industri dan perkantoran sehat, ketahanan pangan, kehidupan masyarakat yang mandiri dan kehidupan sosial yang sehat.

4.2.3 Tenaga Kerja: Kewirausahaan dan Tradeable Sectors Sebagai Penyedia Lapangan Kerja

Isu pembangunan ketenagkerjaan di Kota Pasuruan, memiliki keterkaitan erat dengan upaya pengendalian penduduk. Jumlah penduduk usia produktif di Kota Pasuruan, cenderung lebih besar (>60%) penduduk usia non produktif. Kondisi ini merupakan potensi sekaligus ancaman bagi pembangunan Kota Pasuruan. Penduduk merupakan sumber daya utama pembangunan. Namun demikian, pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan pertumbuhan kesempatan kerja, akan menimbulkan masalah pengangguran yang justru kontraproduktif dengan pelaksanaan pembangunan.

Lebih jauh, dalam penduduk kelompok usia produktif, terdapat sub kelompok angkatan kerja yang mencari kerja. Permasalahannya, laju pertumbuhan kelompok angkatan kerja yang mencari kerja di Kota Pasuruan, jauh lebih tinggi bila dibandingkan pertumbuhan tingkat kesempatan kerja. Ujungnya, pencari kerja yang tidak mendapatkan pekerjaan akan meningkatkan beban pengangguran di Kota Pasuruan. Hal ini tercermin dari, angka tingkat pengangguran terbuka (TPT) Kota Pasuruan yang tercatat di atas Provinsi Jawa Timur pada tahun 2008 dan 2009.

Penanganan masalah pengangguran, berkaitan erat dengan supply side dan demand side tenaga kerja. Suplly side, secara kuantitas ditentukan oleh pertambahan kelompok angkatan kerja yang mencari kerja. Secara kualitas, supply side ditentukan oleh seberapa jauh tingkat pendidikan dan ketrampilan yang dimiliki oleh calon tenaga kerja, mampu memenuhi kualifikasi pekerjaan. Oleh karena itu, Pemerintah Kota secara kontinyu memberikan pelatihan

(6)

ketrampilan bagi calon tenaga kerja, sebagai upaya meningkatkan daya saing calon tenaga kerja dalam berkompetisi di pasar tenaga kerja untuk mendapatkan pekerjaan.

Adapun demand side tenaga kerja, ditentukan oleh siklus kinerja sektor-sektor ekonomi. Ketika perekonomian bergairah, permintaan tenaga kerja akan meningkat. Begitu pun sebaliknya. Faktanya, pertumbuhan tradeable sectors di Kota Pasuruan dalam lima tahun terakhir mengalami penurunan. Padahal sektor-sektor tersebut merupakan penyedia lapangan kerja utama di Kota Pasuruan.

Secara riil, Tradeable sectors di Kota Pasuruan adalah pelaku usaha ekonomi rakyat. Usaha ekonomi rakyat pada sektor industri adalah industri kerajinan rumah tangga (IKRT) mebel dan logam. Pada sektor perdagangan adalah pedagang toko pracangan rumah tangga dan pedagang pasar tradisional. Karakteristik usaha ekonomi rakyat yang bersifat labour intensive, menyebabkan mereka mampu menyediakan lapangan kerja dalam jumlah cukup besar.

Dinamika perekonomian Kota Pasuruan dalam sepuluh tahun terakhir, menyebabkan usaha ekonomi rakyat mengalami tekanan dalam bentuk persaingan tidak sempurna dari pelaku ekonomi skala besar. Kondisi inilah yang menyebabkan pertumbuhan tradeable sectors

di Kota Pasuruan terus mengalami penurunan dalam lima tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi Kota Pasuruan lebih bertumpu pada non-tradeable sectors yang lebih bersifat capital intensive, sehingga hanya mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah lebih sedikit.

Penciptaan lapangan kerja perlu didukung oleh penciptaan wirausahawan baru, dengan memperhatikan pengembangan potensi lokal. Misal, sebagai kota dengan potensi industri mebel yang menonjol, pengembangan wirausahawan perlu dimulai sejak SMK, yang mengarah pada pengembangan produk mebel Kota Pasuruan, maupun potensi lokal lainnya. Oleh karena itu, perlu dikembangkan kurikulum di sekolah kejuruan yang berbasis pada pengembangan potensi lokal.

4.2.4 Kemiskinan:Pengentasan Kemiskinan yang Berorientasi Pada Produktifitas Stratifikasi kemiskinan di Kota Pasuruan menunjukkan pola piramida terbalik. Artinya proprorsi Rumah Tangga Miskin (RTM) di Kota Pasuruan didominasi oleh kelompok hampir miskin. Kelompok RTM kategori miskin berada di peringkat kedua dan disusul kelompok RTM kategori sangat miskin pada posisi terakhir. Dari sisi sebaran wilayah, proporsi RTM di Kota Pasuruan sebagaian besar berada di wilayah utara, yang notabene merupakan wilayah pesisir dengan mata pencaharian utama penduduknya adalah nelayan dan petani tambak maupun garam.

Sebagian masyarakat miskin bersikap “pragmatis” terhadap kultur religius kental, yang dimiliki oleh masyarakat Kota Pasuruan. Mereka memanfaatkan secara subyektif, nilai-nilai agama yang menganjurkan sifat kedermawanan dan belas kasihan, untuk menutupi kemalasannya. Mereka lebih mengharapkan sikap dermawan orang lain, daripada bekerja

(7)

mandiri untuk lepas dari jerat kemiskinan. Bagi kelompok ini, kemiskinan bukanlah suatu keterpaksaaan kondisi, namun kemiskinan adalah pilihan hidup.

Sementara itu hasil evaluasi upaya penanggulangan kemiskinan di Kota Pasuruan pada masa lalu, menunjukkan bahwa (i) pembangunan ekonomi masih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi makro daripada pemerataan; (iii) memposisikan masyarakat sebagai objek daripada subyek; (iv) cara pandang tentang penanggulangan kemiskinan yang masih berorientasi pada “charity” daripada “productivity”; (v) asumsi permasalahan dan solusi kemiskinan sering dipandang sama (uniformitas) daripada pluralistik.

Berpijak pada fakta kemiskinan dan hasil evalauas penanggulangannya di Kota Pasuruan, maka isu strategis penanganan kemiskinan dalam lima tahun ke depan adalah: 1. Perlunya penanaman paradigma berpikir bahwa agama membenci kemiskinan, hal ini

tercermin dari nilai yang terkandung dalam ungkapan bahwa tangan di atas lebih baik daripada tangan di bawah.

2. Kebijakan penanggulangan kemiskinan harus memperhatikan karakteristik usia penduduk miskin.

Penduduk miskin yang masuk dalam kelompok produktif merupakan segmen yang harus disasar oleh program-program pemberdayaan masyarakat miskin, tang bertujuan untuk meningkatkan produktivitas (“productivity”) masyarakat miskin. Harapannya, program pemberdayaan ini mampu meningkatkan taraf hidup si miskin dari kategori sangat miskin, meningkat ke kategori miskin. Begitu pun dari kategori miskin, meningkat ke kategori hampir miskin, sampai benar-benar mentas dari jurang kemiskinan.

Adapun penduduk miskin yang masuk kelompok non produktif (kaum lansia dan penyandang cacat) merupakan segmen program-program pengentasan kemiskinan yang bersifat “charity”. Program-program tersebut lebih ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar si miskin yang layak sebagai manusia dan masyarakat.

3. Kebijakan penanggulangan kemiskinan perlu memperhatikan potensi wilayah di mana si miskin tinggal.

Wilayah utara Kota Pasuruan merupakan pesisir pantai, yang memiliki potensi besar di bidang perikanan dan kelautan. Program pemberdayaan masyarakat miskin kelompok produktif di wilayah ini, perlu mendayagunakan potensi perikanan dan kelautan yang bernilai ekonomis. Misal, diversifkasi produk olahan ikan laut.

4.2.5 Ekonomi: Penguatan Peran UKM di Sektor Industri dan Perdagangan Potensi indutri mebel dan logam, perdagangan pasar tradisional dan jasa di Kota Pasuruan menginspirasi perwujudan visi Kota Pasuruan sebagai kota industri, perdagangan dan jasa. Apabila ditelusuri lebih dalam, sektor industri, perdagangan dan jasa di Kota Pasuruan didominasi oleh pelaku usaha kecil dan menengah (UKM). Pelaku UKM pada sektor

(8)

industri adalah IKRT mebel dan logam. Pelaku UKM di sektor perdagangan adalah pedagang di pasar tradisional.

UKM sektor industri dan mebel maupun perdagangan pasar tradisional, juga mampu menjadi penyedia lapangan kerja utama bagi masyarakat Kota Pasuruan. Hal ini tidak terlepas dari karakteristik UKM Kota Pasuruan yang bersifat labour intensive . Rata-rata setiap IKRT mebel mampu menyerap 3-5 tenaga kerja. Dengan jumlah yang mencapai ribuan IKRT, maka wajar jika sektor ini menjadi penyedia lapangan kerja utama. Oleh karena itu sektor ini juga dikenal sebagai tradeable sectors.

Gejala-gejala dalam pertumbuhan ekonomi Kota Pasuruan dalam lima tahun terakhir, yang patut diamati, adalah pertumbuhan tradeable sectors. Atau dengan kata lain, pertumbuhan ekonomi Kota Pasuruan memiliki kecenderungan lebih bertumpu pada non-tradeable sectors. Gejala ini merupakan isu strategis pembangunan ekonomi Kota Pasuruan dalam lima tahun mendatang, terkait dengan upaya perwujudan Kota Pasuruan sebagai kota industri, perdagangan dan jasa.

Kuat dugaan bahwa turunnya tradeable sectors ini disebabkan oleh semakin

ter-marginal-kannya peran UKM dalam berkompetisi dengan usaha skala besar. Menurunnya kinerja pertumbuhan tradeable sectors ini disebabkan oleh:

1. Kesulitan pasokan bahan baku

Sebagian besar mebel produksi Industri Kecil Menengah (IKM) Kota Pasuruan berbahan baku kayu jati. Masalahnya, kayu jati termasuk komoditas yang diawasi secara ketat peredarannya. Akibatnya, IKRT mebel terhimpit oleh masalah mahal dan langkanya bahan baku kayu, sebagai akibat regulasi tata niaga kayu yang semakin ketat, untuk mengurangi ilegal logging. Namun demikian patut disayangkan, apabila kebijakan tata niaga kayu tersebut justru kontraproduktif dengan pemberdayaan IKM. Kendala pasokan bahan baku juga dialami oleh IKRT logam, dengan variasi motif yang berbeda.

Kondisi perekonomian yang dalam fase recovery, menyebabkan daya beli masyarakat tidak mengalami peningkatan secara berarti. Mereka lebih memprioritaskan alokasi belanja untuk pemenuhan kebutuhan primer, bukan membeli mebel yang notabene merupakan kebutuhan sekunder. Mahalnya harga kayu, yang tidak diimbangi dengan kenaikan harga jual mebel di pasaran, menyebabkan margin keuntungan yang diterima pengrajin semakin menipis.

Untuk memecahkan masalah ini, Pemerintah Kota (berupaya merintis jejaring kerja

dengan: 1) Pemerintah Daerah penghasil kayu, 2) Pemasok kayu, 3) Perhutani dan 4) regulator tata niaga kayu; untuk duduk bersama guna menjamin pasokan kayu tanpa

mengorbankan kebijakan pencegahan pembalakan liar yang dicanangkan pemerintah. 3. Membanjirnya produk impor di pasaran lokal

Dewasa ini, produk mebel dan logam buatan china marak bererdar di pasaran lokal. Permasalahannya, mebel impor tersebut memiliki harga yang lebih murah bila

(9)

dibandingkan dengan mebel dan logam produk pengrajin. Konsumen yang selama ini dibidik oleh pengrajin lokal adalah segmen menengah ke bawah, yang sangat sensitif dengan selisih harga. Harga produk kerajinan lokal yang lebih mahal, menyebabkan konsumen beralih ke produk impor.

2. Kesulitan membangun jaringan pemasaran langsung ke end-user

Mebel Kota Pasuruan telah memiliki reputasi yang cukup baik dimata konsumen lokal, regional, nasional bahkan internasional. Setiap hari sabtu, pedagang maupun konsumen mebel dari berbagai penjuru kota/kabupaten, bertransaksi mebel di Pasar Mebel Bukir. Hal ini menunjukkan apresiasi konsumen mebel terhadap produk mebel Kota Pasuruan. Apresiasi pasar internasional terhadap mebel Kota Pasuruan, ditunjukkan dengan jangkauan pemasaran yang merambah pasar internasional. Ironinya, IKM memasarkan mebel ke luar negeri melalui perantara pengepul mebel yang berlokasi di Bali dan Surabaya. Pengrajin tidak pernah melakukan kontak langsung dengan end-user di luar negeri. Akibatnya, margin keuntungan yang diterima oleh pengrajin jauh lebih kecil daripada pengepul.

Oleh karena itu revitalisasi peran IKRT dan perdagangan pasar tradisional merupakan hal yang mutlak diperlukan, agar pertumbuhan tradeable sectors Kota Pasuruan dapat pulih kembali. Pemulihan kinerja tradeable sectors ini memiliki keterkaitan erat dengan keberhasilan penanggulangan pengangguran dan kemiskinan. Mengingat, tradeable sectors inilah yang selama ini berperan sebagai penyedia lapangan kerja utama.

Disamping isu strategis yang berkenaan dengan eksistensi UKM, Pemerintah Kota juga merespon isu kondusifitas iklim investasi bagi usaha skala besar, khususnya dari aspek keamanan investasi. Fenomena peritel besar di Kota Pasuruan yang hanya memajang replika produk berharga mahal, merupakan pengingat dini bahwa keamanan investasi di Kota Pasuruan perlu mendapatkan perhatian.

4.2.6 Pendapatan Asli Daerah: Pengelolaan Bersama Mata Air Umbulan

Pendapatan Asli Daerah merupakan salah satu komponen pendapatan daerah yang perlu digali potensinya, dengan mempertimbangkan kondusifitas iklim usaha, untuk membiayai pelaksanaan pembangunan. Sejak tahun 2009, Pemerintah Kota bersama Pemerintah Kabupaten/Kota Lainnya, membahas pengelolaan bersama sumber air umbulan yang berlokasi di Kecamatan Winongan Kabupaten Pasuruan. Pembahasan tersebut dimotori Pemerintah Provinsi Jawa Timur selaku mediator kerja sama lintas daerah.

Wacana akhir berkembang dalam pembahasan tersebut, mengarah pada: Pemerintah Provinsi Jawa Timur selaku pengelola sumber air umbulan, dengan memprioritaskan pemenuhan pasokan air bersih di Kota dan Kabupaten Pasuruan terlebih dahulu, sebelum didistribusikan ke daerah lain di Jawa Timur. Sementara itu, Pemerintah Kota adalah penerima bagi hasil atas pengelolaan bersama mata air umbulan.

(10)

Namun demikian, Sampai dengan RPJMD ini ditetapkan, Pemerintah Kota terus berupaya aktif untuk meminta kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur, agar segera melakukan finalisasi konsep pengelolaan bersama dimaksud, untuk selanjutnya dituangkan dalam nota kesepakatan bersama (memorandum of understanding). Dalam pada itu, Pemerintah Kota berupaya memperjuangkan hak privilege (hak istimewa) terkait dengan pengelolaan bersama mata air umbulan, khususnya agar:

1. Pemerintah Kota memperoleh pemenuhan kebutuhan air bersih tanpa dipungut biaya, untuk kemudian didistribusikan kepada masyarakat Kota Pasuruan.

2. Aset sumber mata air umbulan dapat diakui oleh Pemerintah Kota sebagai modal kepemilikan saham.

3. Pembagian keuntungan dari pengelolaan bersama mata air umbulan, mampu memberikan dampak signifikan bagi peningkatan kapasita fiskal Pemerintah Kota.

4.2.7 Pemerintahan: Pemekaran Kecamatan dan Penataan Ulang Kelembagaan Daerah

Pada tahun 2008, Pemerintah Kota telah merampungkan restrukturisasi kelembagaan daerah. Pasca penataan kelembagaan tersebut, struktur organisasi Pemerintah Kota Pasuruan terdiri atas: sekretariat daerah (terdiri dari 10 bagian), sekretariat DPRD, 6 badan, 10 dinas, 1 inspektorat, 3 kantor, 3 kecamatan, 1 satuan tugas dan 1 RSUD. Harapannya, penataan kelembagaan ini akan meningkatkan efesiensi dan efektivitas kinerja SKPD dalam menyelenggarakan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan di Kota Pasuruan.

Dinamika pemerintahan Kota Pasuruan dalam dua tahun terakhir, menyeruakkan kembali isu penataan ulang komposisi kecamatan di Kota Pasuruan. Saat ini, Kota Pasuruan terbagi atas 3 kecamatan dan 34 kelurahan. Berangkat dari keinginan untuk meningkatkan aksesibilitas dan kualitas pelayanan kepada masyarakat, dengan mendekatkan jangkauan masyarakat terhadap layanan publik di kecamatan; maka Pemerintah Kota menyambut tuntutan masyarakat dengan menambah jumlah kecamatan di Kota Pasuruan, menjadi 5 kecamatan.

Pembentukan daerah (kabupaten dan kota) harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan; sebagaimana diatur dalam pasal 5 Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Lebih lanjut, salah satu syarat fisik pembentukan kota adalah memiliki minimal 4 kecamatan. Aspek legal ini merupakan salah satu pertimbangan yang diperhatikan Pemerintah Kota dalam melakukan pemekaran kecamatan.

Rencana penambahan kecamatan di Kota Pasuruan, sebagai isu strategis pembangunan bidang pemerintahan, akan menimbulkan dampak cukup berarti bagi keberlangsungan pemerintahan dan pembangunan di Kota Pasuruan. Biaya atas keputusan ini (meliputi tambahan biaya penyiasapan sarpras pemerintahan hingga tambahan gaji pegawai),

(11)

harus sebanding dengan manfaat yang diperoleh (peningkatan kualitas pelayanan yang dirasakan langsung oleh masyarakat).

Penambahan jumlah kecamatan telah diawali dengan pelaksanaan kajian empiris dari aspek penataan ruang maupun pelayanan publik, yang dilakukan pada periode RPJMD 2006– 2010. Lebih lanjut pada RPJMD 2010-2015 ini, dilakukan pematangan jumlah kecamatan yang akan dimekarkan. Memperhatikan hasil kajian sekaligus peraturan yang mendasarinya, maka opsi penambahan kecamatan adalah sebagai berikut:

1. Apabila luas wilayah Kota Pasuruan adalah 36,58 km2, maka jumlah kecamatan yang ideal adalah 4 kecamatan.

2. Apabila luas wilayah Kota Pasuruan adalah 38,89 km2, sebagai akibat penambahan tanah oloran, maka jumlah kecamatan yang ideal adalah 5 kecamatan. Namun demikian, pelaksanaan opsi ini, sebagaimana tertera dalam RTRW Kota Pasuruan, masih menunggu pengesahan dari Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (Bakorsurtanal).

Sementara itu, dalam rentang waktu 2010-2015 ini, Pemerintah Kota juga berkomitmen untuk merampungkan restrukturisasi lembaga daerah. Hasil evaluasi penataan kelembagaan tahap I pada tahun 2008; merupakan alasan utama yang melatarbelakangi restrukturisasi ini. Pembentukan Badan Penanggulangan Bencana Kota Pasuruan, yang dilaksanakan pada tahun 2011, merupakan respon Pemerintah Kota atas potensi banjir yang intensitasnya menunjukkan peningkatan dalam tiga tahun terakhir.

4.2.8 Lingkungan Hidup: Ruang Terbuka Hijau

Pelaksanaan pembangunan yang kurang memperhatikan kelestarian lingkungan, telah menghasilkan dampak yang merugikan bagi masyarakat. Dampak paling nyata yang dirasakan masyarakat Kota Pasuruan dalam tiga tahun terakhir adalah meningkatnya intensitas banjir di wlayah permukiman di musim hujan. Salah satu penyebabnya adalah semakin berkurangnya lahan serapan air, seiring dengan semakin banyaknya alih fungsi lahan menjadi kawasan permukiman.

Oleh karena itu, isu strategis lingkungan hidup di Kota Pasuruan dalam lima tahun ke depan adalah pemulihan daya dukung lingkungan, terutama yang berkenaan dengan penambahan jumlah ruang terbuka hijau (RTH), sebagai upaya untuk meningkatkan daya serap air hujan. Pemulihan kualitas lingkungan sungai juga menjadi perhatian, mengingat sungai-sungai yang melintas di Kota Pasuruan merupakan media utama bagi air bah yang datang dari wilayah hulu ketika musim hujan.

Tabel 4.1 mencantumkan sebaran RTH Publik per kecamatan di Kota Pasuruan, serta target yang akan dicapai pada 20 tahun ke depan.

(12)

Tebel 4.1

Sebaran Eksisting RTH Publik Kota Pasuruan dan Proyeksinya Per Kecamatan

No Kecamatan Luas (m²)

Ruang Terbuka Hijau

Eksisting (2010) Rencana (2031) Luas (m²) % Luas (m²) % 1 Gadingrejo 10.530.000 1.014.942 2,78 1.845.149 5,05 2 Purworejo 8.390.000 1.204.254 3,29 1.818.619 4,97 3 Bugul Kidul 17.660.000 2.741.457 7,49 4.255.261 11,63 Total RTH Publik 4.960.653 13,56 7.919.029 21,65

Sumber: Skenario Pengembangan RTH Kota Pasuruan

Proporsi RTH Kota Pasuruan saat ini masih mencapai 20,01%. Idealnya, proporsi RTH suatu derah adalah 30%. Pada tahun 2031, proprosi RTH Kota Pasuruan diproyeksikan mencapai 32,01%. Target tersebut merupakan kumpulan dari RTH publik dan privat, sebagaimana terinci dalam Tabel 4.2.

Tebel 4.2

Kondisi Eksisting RTH Publik Kota Pasuruan dan Proyeksinya

No Uraian

Ruang Terbuka Hijau

Eksisting (2010) Rencana (2031)

Luas (m²) % Luas (m²) %

1 RTH Publik 4.960.653 13,56 7.919.029 21,65 2 RTH Privat 2.359.090 6,45 3.790.131 10,36 RTH Kota 7.319.743 20,01 11.709.160 32,01

Sumber: : Skenario Pengembangan RTH Kota Pasuruan

Skenario pencapaian target proporsi RTH publik tersebut di atas, ditempuh melalui beberapa langkah berikut:

1. RTH taman kota dikembangkan secara bertahap di taman alun-alun, taman kota, taman sarinah, taman ALRI, taman batas kota Karangketug, taman batas kota Blandongan, taman Slagah, dan taman tugu adipura. Direncanakan pula pembangunan taman lansia dan taman anak-anak di Kelurahan Sekargadung dan Purutrejo;

2. RTH jalur jalan dikembangkan terutama di jalan-jalan arteri primer dan sekunder yaitu Jalan Jendral Ahmad Yani, Jalan Sukarno Hatta, Jalan Letjen Suprapto, Jalan Veteran serta jalan kolektor primer dan sekunder meliputi WR.Supratman, Jalan DR.Wahidin Sudirohusodo, Jalan Hasanudin, Jalan Diponegoro dan jalan RA.Kartini;

3. RTH sempadan sungai diarahkan pada pengembangan sempadan Sungai Gembong, Petung, Welang, dan anak sungai yang mengikutinya;

4. RTH sempadan rel diarahkan mengikuti jalur rel KA;

5. RTH sempadan pantai diarahkan pada pengembangan kawasan hutan bakau di Kelurahan Blandongan, Kepel, Panggungrejo, Ngemplakrejo dan Tambaan; serta

6. RTH pemakaman dan lapangan dikembangkan secara tersebar di seluruh wilayah kota menurut lokasi.

(13)

Pada periode 2010–2015, Pemerintah Kota berupaya merintis peningkatan proporsi RTH hingga menuju kondisi ideal. Wilayah pesisir pantai utara merupakan sasaran utama program penmbahan RTH, melalui penanaman mangrove di tepi pantai. Hutan mangrove memiliki fungsi penting dalam menjaga keanekaragaman hayati (biodiversity) habitat pantai.

Dari sisi estetika, isu lingkungan hidup Kota Pasuruan menyeruak seiring dengan menguatnya tuntutan masyarakat akan terciptanya kondisi kota yang indah, bersih dan nyaman. Keberhasilan Kota Pasuruan dalam meraih Piala Adipura pada tahun 2009, merupakan dampak dari komitmen Pemerintah Kota dalam memenuhi tuntutan masyarakat akan kebersihan kota. Prestasi ini bukan merupakan tujuan akhir, namun justru merupakan titik awal bagi Pemerintah Kota untuk semakin meningkatkan kebersihan, keindahan dan kenyaman kota.

Fokus utama Pemerintah Kota dalam menciptakan kebersihan dan keindahan kota adalah penanganan sampah, penyediaan dan penataan taman serta ruang terbuka publik, penerangan. Sasaran utamanya adalah kawasan alun-alun kota, taman kota dan rest area. Selain itu, kebersihan dan keindahan 6 pasar tradisional di Kota Pasuruan juga menjadi perhatian utama Pemerintah Kota, demi mempertankan piala adipura di Kota Pasuruan. 4.2.9 Pengembangan Wilayah: Akselerasi Pembangunan Wilayah Utara dan

Penanggulangan Banjir

Tema pembangunan Walikota Pasuruan 2010-2015 yang, antara lain, memberikan perhatian pada pengembangan wilayah utara, agar mampu mengejar ketertinggalanannya dengan wilayah selatan; merupakan isu strategis utama dalam aspek pengembangan wilayah Kota Pasuruan pada lima tahun ke depan.

Sebagai daerah pesisir pantai, permukiman di wilayah utara sebagian besar merupakan perkampungan nelayan. Penghasilan sebagai nelayan sangat bergantung pada kondisi cuaca. Ketika cuaca buruk, banyak nelayan yang menganggur karena mereka tidak memiliki pekerjaan lain. Ketersediaan fasilitas yang menunjang peningkata penghasilan mereka sebagai nelayan juga relatif kurang. Misal, lahan tambatan perahu yang sempit sehingga kerap menimbulkan konflik, pendangkalan muara sungai yang menghambat lalu lintas berlabuh dan berlayarnya perahu, hingga tempat pelelangan ikan yang masih kurang representatif.

Selayaknya perkampungan nelayan pada umumnya, karakteristik permukiman di wilayah utara Kota Pasuruan juga dicirikan dengan permukiman yang padat, karena cenderung menempati titik strategis untuk menambatkan perahu. Akibatnya, perkembangan perkampungan bercirikan: jalanan cenderung sempit, lahan yang sempit menyebabkan sanitasi kurang layak hingga rumah yang berhimpitan menyebabkan ventilasi berkurang.

Tema pengembangan wilayah utara inilah yang menginspirasi pencanangan dedicated program, sebagai berikut:

(14)

1. Pembangunan Jalur Lintas Utara (JLU)

Wilayah utara memiliki karakteristik sebagai kawasan pesisir, dengan mata pencaharian utama penduduknya adalah nelayan dan petani tambak maupun garam. Diperlukan berbagai pembangunan infrastruktur untuk membangkitkan potensi ekonomi dan sosial di wilayah pesisir ini. Pembangunan Jalan Lingkar Utara (JLU) yang dirintis pada periode 2010–2015 ini, diharapkan akan mampu menjadi pioner bagi upaya membuka akses terhadap pemberdayaan potensi perikanan dan kelautan di wilayah ini.

2. Pembangunan wisata marina

Potensi wisata bahari yang masih terpendam di wilayah utara, akan tereksplorasi melalui program pengembangan wisata marina, dengan dua pilihan lokasi, yakni Kelurahan Blandongan dan Kelurahan Panggungrejo. Sebagai obyek wisata yang dikembangkan dengan konsep pemberdayaan potensi ekonomi lokal, pembangunan komplek wisata marina akan memberikan space khusus untuk men-display produk ekonomi wilayah utara. Hal ini diharapkan mampu memberikan mata pencaharian baru bagi penduduk, selain profesi yang ada sekarang.

3. Revitalisasi kawasan Pelabuhan Pasuruan

Pengembangan kawasan pelabuhan pasuruan, juga merupakan bagian terpadu dalam rencana pengembangan wilayah utara. Saat ini, kondisi Pelabuhan Pasuruan hanyalah sebatas pelabuhan tradisional, di mana aktivitas berlabuh kapal sangat mengandalkan pasang-surut air laut di muara Sungai Gembong. Kondisi jalan di kawasan pelabuhan juga kurang layak dalam menunjang kelancaran aktivitas bongkar muat dan lalu lalang kendaraan niaga di pelabuhan. Kondisi yang sama juga ditemui pada gudang-gudang penyimpanan, yang sebagian besar merupakan bangunan tua yang cukup berumur. Upaya perwujudan visi Kota Pasuruan sebagai kota perdagangan, akan terakselerasi apabila kawasan Pelabuhan Pasuruan dapat direvitalisasi. Komitmen Pemerintah Kota untuk mengembangkan kawasan pelabuhan; memerlukan dukungan dari PT Pelindo III, selaku pihak pengelola Pelabuhan Pasuruan.

Apabila revitalisasi ini dapat direalisasikan, maka diharapkan terjadi peningkatan aktivitas kepelabuhanan, meliputi: bongkar muat, penggudangan maupun pelayaran; yang secara tidak langsung akan membuka lapangan kerja baru, dan berujung pada peningkatan pendapatan penduduk sekitar.

Hal-hal di atas merupakan langkah terobosan untuk mengakselerasi peningkatan aktivitas ekonomi wilayah utara. Di samping langkah terobosan ini, Pemerintah Kota juga berupaya memberdayakan potensi yang telah berkembang, antara lain, melalui: perintisan pemasaran terpadu untuk produk cor logam, maupun pengembangan perikanan yang lebih ditekankan pada peningkatan nilai tambah produk perikanan.

Isu strategis lainnya adalah penanggulangan bencana banjir. Saat ini, sungai-sungai yang melintas di Kota Pasuruan merupakan media utama bagi terjadinya banjir kiriman, ketika

(15)

wilayah hulu sungai mengalami hujan lebat. Upaya Pemerintah Kota untuk memperbaiki sistem saluran air di Kota Pasuruan, masih memerlukan dukungan dari Pemerintah Daerah yang wilayahnya menjadi lokasi hulu sungai-sungai di Kota Pasuruan. Artinya, penanggulangan banjir di Kota Pasuruan harus dilakukan secara terpadu, yang memerlukan peran Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam memediasi kerja sama lintas daerah tersebut.

Gambar 4.1

Peta Kawasan Rawan Bencana Kota Pasuruan

Sumber: Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Pasuruan

Sebagaimana terlihat pada gambar 4.1, kawasan rawan bencana banjir Kota Pasuruan ditunjukkan oleh warna merah muda (pink) yang tersebar sepanjang jalur sungai-sungai besar (warna biru), yaitu: Sungai Welang, Sungai Petung dan Sungai Gembong. Secara lebih detil, tabel 4.3 menunjukkan sebaran kelurahan-kelurahan rawan banjir di Kota Pasuruan.

Tabel 4.3

Sebaran Wilayah Genangan Air per Kelurahan di Kota Pasuruan No. Kelurahan

Genangan Air Luas

(ha)

Frekuensi

(kali per tahun)

Lama (jam) 1 Karangketug 103 4 3 2 Randusari 6 4 2 3 Gentong 14 4 2 4 Purworejo 21 4 2 5 Kebonagung 9 4 2 6 Karanganyar 6 4 2 7 Gadingrejo 3 4 2 8 Tamba’an 5 4 2

(16)

9 Trajeng 4 4 2 10 Ngemplakrejo 3 4 2 11 Bangilan 0.5 4 2 12 Kebonsari 3 4 2 13 Petamanan 1 4 2 14 Kandangsapi 1.5 4 2 15 Kebonagung 1 4 2 16 Purutrejo 2 4 2 17 Bugul Kidul 4 4 2 18 Bakalan 2 4 2 19 Blandongan 2 4 2 20 Kepel 2 4 2

Sumber: Status Lingkungan Hidup Kota Pasuruan

Banjir bandang akibat luapan Sungai Welang, Gembong dan Rejoso pada tanggal 30 Januari 2008, merendam 10 kecamatan di Kabupaten Pasuruan dan 3 Kecamatan di Kota

Pasuruan. Lebih lanjut, banjir ini mengakibatkan 13 jembatan ambrol, 7 titik jalur kereta tergerus air, 500 rumah terendam dan 200 rumah diantaranya terendam rusak berat dan roboh. Tercatat tiag orang tewas dan 500 hektar lahan pertanian tergenang.

Kerusakan terparah terjadi di Kecamatan Bugul Kidul, di mana daerah permukiman penduduk di daerah aliran Sungai Gembong terendam air hingga 2 meter. Bahkan beberapa permukiman warga yang posisinya lebih rendah daripada jalan, terendam air hingga 3 meter. Wilayah kelurahan di Kota Pasuruan yang terendam air, mencapai 20 kelurahan. Air sungai yang bercampur lumpur dan material lain, menimbulkan kerusakan fasilitas umum dan rumah penduduk.

Wilayah utara juga rentan mengalami banjir yang diakibatkan oleh gelombang ataupun arus pasang laut, atau disebut pula sebagai banjir ROB. Disamping itu, terpaan gelombang laut telah mengakibatkan terjadinya abrasi garis pantai. Oleh karena itu, Pemerintah Kota berupaya membangun tanggul penangkis gelombang, di sepanjang garis pantai utara.

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil analisa penulis memberikan kesimpulan bahwa penerapan sistem pengendalian intern pemberian kredit pada Koperasi Simpan Pinjam Kharisma Mitra Karya kurang

Berisi tentang kesimpulan dari data–data yang telah dianalisa dan selanjutnya akan diberikan saran dari kesimpulan yang telah didapat terutama bagi pihak

Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa kesiapan kerja siswa memiliki peranan penting karena dengan kemampuan kesiapan kerja yang dimiliki

Soetomo Surabaya merupakan Rumah Sakit Kelas A, Rumah Sakit Pendidikan dan Rumah Sakit Rujukan tertinggi untuk wilayah Indonesia Bagian Timur dipandang perlu untuk meningkatkan

Untuk memastikan kondisi tersebut, maka ditambahkan stopping rule sehingga rule yang baru hanya dipenuhi oleh kasus yang bersesuaian dan tidak oleh kasus lainnya, kecuali bila

Sistem kemudian melakukan pembacaan terhadap seluruh file untuk mengambil data huruf Katakana, menyimpan hasil pembacaan dalam struktur data, dan kemudian melakukan

Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No.26/KMK.017/1998 tanggal 28 Januari 1998 dinyatakan bahwa Pemerintah menjamin kewajiban bank meliputi giro,

#da bebera4a ma6am 6ara 4embuatan brem 4adat. Pada fermentasi ketan men9adi ta4e, berlangsung akti=itas en/im yang dikeluarkan oleh ka4ang dan khamir. !n/im tersebut