• Tidak ada hasil yang ditemukan

Accidental Fiancée MARY MOORE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Accidental Fiancée MARY MOORE"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Accidental Fiancée

(3)

Accidental Fiancée

MARY MOORE

(4)

Accidental Fiancée

by Mary Moore

Published in 2015 by Mary Moore

All rights reserved including the right of reproduction in whole or in part in any form.

Copyright © 2013 by Mary Moore All rights reserved.

Accidental Fiancée

Alih bahasa: Stephanie Yuanita Hak Cipta Terjemahan Indonesia Penerbit PT Elex Media Komputindo Hak Cipta dilindungi oleh Undang-Undang Diterbitkan pertama kali tahun 2018 oleh Penerbit PT Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Anggota IKAPI, Jakarta 718030253

ISBN: 978-602-04-5468-9

Dilarang mengutip, memperbanyak, dan menerjemahkan sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari Penerbit.

Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta Isi di luar tanggung jawab Percetakan

(5)

Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah.

(6)

Buku Ini Didedikasikan Bagi: Yesus Kristus, Juru Penyelamat dan Tuhanku

Dan Bagi:

Ibuku, Jeanne Callaghan O’Leary. Hidupnya sungguh merupakan teladan bagus tentang kasih karunia dan cinta sehingga hidupnya menyentuh semua orang yang dia jumpai. Aku mencintai dan merindukanmu, Mom.

Terima Kasih Istimewa Bagi: Craig,

Suami dan Sahabat Karibku Dan Bagi:

Agenku, Jenni Burke.

Tanpa bantuan, semangat dan dorongannya, kalian takkan bisa membaca buku ini hari ini.

(7)

Bab Satu

Dalam perjalanan ke London, 1817

“Oh, Grace, itu tentu bukan urusan kita!” Adik perempuan Grace, Lydia, memperingatkannya dengan lembut. “Aku yakin akan lebih baik jika kita tidak terlibat.” Tapi Grace sudah berjalan menuju pintu ruang duduk mereka di Blue Swan Inn.

Duduk diam menatap teko teh di ruang duduk pribadi mereka, Lady Grace Endicott dan adiknya dikejutkan de-ngan mendengar suara dari ruade-ngan sebelah yang ter dengar jelas menembus dinding penginapan yang tipis.

“Aku beri tahu, Mama, itu Lord Weston yang berhenti di halaman penginapan,” kata suatu suara tanpa wajah dengan nada lantang penuh frustrasi.

“Tapi, Sayang, memang apa pentingnya itu?” tanya se-orang wanita yang lebih tua, yang terdengar gusar sebagai balasannya.

Suara yang pertama, lebih mencekam sekarang, berkata de ngan lambat-lambat. “Sungguh, Mama, haruskah aku me nge rjakan semuanya untukmu?”

Grace sekarang telah membayangkan kedua wanita itu dalam benaknya dan dia tak menyukai bayangan itu. Apa seorang anak perempuan sungguh berani bicara seperti itu pada orangtuanya?

“Sayangku Charlotte,” keluh ibunya, “Lord Weston itu memang kaya, tapi apa kau sungguh ingin menikah de-ngan nya? Dia punya reputasi seorang bajide-ngan.”

(8)

Charlotte mendengus keras. “Itu pertanyaan yang sung-guh bodoh. Apa aku ingin menjadi seorang mar chio ness dengan uang saku lebih banyak dari yang bisa kau bayang-kan? Dia harus menikah suatu saat. Dia harus me miliki se-orang pewaris. Sesudah aku menyediakan se se-orang pe wa ris, aku bisa bebas semauku ... dengan semua uang yang ku-perlukan untuk melakukannya.”

Ibu Charlotte membalas, “Jadi kau punya rencana?” Kemudian dia bertanya dengan penuh semangat. “Kau kira kau bisa mendapatkannya?”

“Ibu, Sayang, aku punya rencana hebat,” balas Char-lotte, nadanya penuh niat jahat. “Aku kebetulan akan ber-temu dengannya ketika dia masuk penginapan. Aku akan bersikeras agar dia bergabung dengan kita. Dia tak bisa menolak untuk bersikap sopan pada ibuku tersayang. Ke-tika aku membawa Lord Weston ke sini, kau harus bergegas melewati kita, mengklaim bahwa kau merasa tak enak badan, dan meninggalkan ruangan. Aku akan menahan sang marquess di sini cukup lama sehingga reputasiku terancam.” Dia tertawa jahat. “Dia akan menjaga kehormatan dengan menikahiku, dan aku akan jadi sangat kaya!”

Pada titik itulah Grace tahu dia harus melakukan sesua-tu. Dia tahu itu bukan urusannya, tapi dia tak ingin hal semacam itu dipaksakan pada seseorang yang tak berdosa. Dia sungguh tak menyukai cara Charlotte dan ibu nya bi-cara satu sama lain. Bahwa mereka berniat untuk men je-bak seorang pria dalam suatu pernikahan sungguh di luar nalar nya. Mendapatkan seorang suami dengan meng halal-kan segala cara? Grace tidak tahu Society bisa bersikap be-gitu setamak itu ketika Season-nya sendiri. Dia tahu dia dan Lydia takkan pernah bisa cocok dengan kalangan ton

(9)

London jika tipu muslihat dan rencana jahat adalah cara hidup di sana.

Lydia begitu tak sabar menantikan Season-nya sendiri, tujuan di balik perjalanan pertama gadis itu ke London, ta pi Grace telah berulang kali mengunjungi kota itu dan se lalu merasa orang-orangnya bisa bersikap begitu dingin dan penuh perhitungan. Dia menyesal harus meninggalkan ke diaman nya di desa, bahkan hanya untuk sementara wak-tu. Dia juga mencemaskan hati Lydia yang murni dan baik yang akan terluka oleh kalangan ton yang kejam.

Cara terbaik untuk melindungi adiknya yang tercinta adalah dengan menjadi teladan, lewat membantu orang lain yang membutuhkan kapan pun bisa dilakukan.

Grace akan memulainya sekarang.

“Lydia sayang, aku tak bisa berpangku tangan dan membiarkan tindakan tak terpuji semacam itu.” Dia berjalan ke luar dari ruang duduk mereka, berniat menyelamatkan pria ini dari penyerangnya yang bersekongkol. Dia tahu dia akan terlihat terlalu berani bicara dengan seorang asing, tapi itu adalah harga kecil yang perlu dia bayar asalkan dia bisa memperingatkan pria itu atas niat mereka.

Grace tak perlu takut kesulitan mengidentifikasi sang marquess; hanya ada satu pria dan dia bersama dengan pemilik penginapan. Pria itu besar, dengan rambut hitam legam, dan jelas sekali pria itu seorang Corinthian–seba gai-mana mereka menyebut pria yang senang bersolek–dilihat dari berapa jumlah jubah di mantel bepergiannya. Dengan doa singkat, dia pergi menghampirinya.

“Sir?” panggilnya, menyunggingkan seulas senyumnya yang paling menawan. “Jika kau sudah selesai menyusun ren-cana dengan Mr. Dobbins, bolehkah saya bicara se ben tar?”

(10)

Saat pria tertampan yang pernah dia lihat berbalik pada nya dengan kilat penuh tanya di matanya yang gelap, Grace mengangkat tangannya, dan menunjuk ke sebuah me ja kecil yang terletak di depan bangku-bangku yang ada di samping pintu masuk.

Pria terhormat itu mengangkat sebelah alis dan ber tanya, “Maaf?”

Pria itu mulai tersenyum malas padanya, menunggunya untuk menjelaskan maksudnya. Tapi kedua mata itu tam-pak terjaga dengan setiap gerakannya, berbeda dengan se-nyuman nya.

“Kau tidak mau duduk, My Lord?”

“Aku lebih suka berdiri, terima kasih.” Pria itu menatap-nya dengan kilat bertamenatap-nya. “Tapi aku ingin tahu bagaimana kau mengenalku.” Dia bersandar di dinding dan melipat ke dua tangannya di depan dada. “Aku mengakui aku tak tahu bagaimana aku bisa membantumu.”

“Tidak, Sir,” kata Grace, suaranya nyaris seperti bisikan. “Akulah yang berharap untuk membantumu.” Saat pria itu tertawa terbahak-bahak, Grace mulai sungguh menyesali tidak mendengarkan permohonan Lydia.

***

Brandon Roth, Lord Weston, tak tahu apa yang sedang ter jadi, tapi dia sangat menikmati ini. Ketika perjalanan me nuju London yang membosankan membuatnya berhen-ti di penginapan ini, dia tak tahu apa yang sedang menung-gunya. Wanita di depannya bersikap sangat aneh, jika boleh di katakan begitu, tapi dia tak merasakan maksud jahat dari nya. Dia tak bisa menahan rasa penasarannya a kan

(11)

permintaan wanita itu untuk bercakapcakap berdua de ngan -nya. Mereka berada di ruang publik, jadi dia merasa cu kup aman dari jebakanjebakan yang biasanya dipasang untuk -nya. Namun dia tetap merasa waswas.

“My Lord,” kata wanita itu, “aku mendengar se buah ren cana yang bermaksud untuk menjebakmu masuk ke da lam pernikahan, dan aku berharap aku bisa mengingat-kanmu.”

Brandon tak tahu apa yang dia harapkan, tapi dia takkan pernah menduga ini! Wanita itu tampaknya mengatakannya yang sesungguhnya, dan dia mempertanyakan sikap murni di dalam seorang wanita yang sudah jelas melewati masa gadisnya. “Kau tidak sengaja mendengarnya?”

“Ya. Aku dan adikku sedang minum teh di ruang duduk di situ, dan wanita di ruangan sebelah kami berbicara cu-kup lantang.”

“Ah, kau menguping, rupanya?”

“Tentu saja bukan....” Wanita itu meletakkan kedua tangan nya di pinggang, frustrasi. “Kau menertawakanku se men tara aku berusaha keras untuk membantu.” Suaranya ber nada rendah. Brandon tak merasa suara itu bisa diang-gap seksi, tapi suaranya menenangkan, bahkan dalam kege-mas an yang dia sebabkan pada wanita itu.

Brandon berusaha sebaik mungkin untuk tidak tertawa. Dia bertanya-tanya apa wanita itu datang dari atau hendak pergi ke London. Dia sudah mengharapkan yang terakhir dan bahwa mereka akan bertemu lagi di kota; walaupun dia rasa bahkan pesona wanita itu pun akhirnya akan hilang.

“Baiklah, Madam. Bagaimana kalau kau menyelesaikan kisahmu dan kita bisa melanjutkannya dari situ.”

Wanita itu berusaha menjelaskan padanya tentang per-ca kap an yang didengar wanita itu dan adiknya, dan

(12)

akhir-nya wanita itu menyelesaikan dengan, “Aku pikir jika aku memberitahumu sebelum dia muncul, kau bisa menangani ini dengan cara apa pun yang kau inginkan.”

Brandon bertanya “Apa kau mungkin mendengar, ah ... nama lady itu?”

Wanita itu merona mendengar sindirannya. “Oh, ya am pun, kurasa namanya Charlotte. Ya, aku yakin namanya Charlotte.” Wanita itu menganggukkan kepalanya, berkata, “Semoga Tuhan menyertaimu, My Lord,” dan berbalik pergi.

Brandon tak bisa mengingat seseorang bernama Char-lotte saat ini, tapi sebenarnya dia tak terlalu pusing dengan wanita itu. Jelas kalau wanita ini tak sadar dengan reputasi-nya, tapi entah bagaimana, dia berpikir kalau wanita ini te tap akan menawarkan bantuannya kalaupun wanita itu tahu julukan bajingan yang didapatnya sungguh benar ada-nya. Untuk pertama kalinya dalam waktu yang lama dia merasa tersentuh. Geli, tetapi tersentuh.

Dia meraih tangan wanita itu saat berbalik pergi, dan wa nita itu menoleh menatapnya dengan penuh tanya. Bran don menarik wanita itu padanya, untuk menghadap-nya, dan meraih tangannya yang lain. Aroma wanita itu tercium wangi—wangi lavender, batinnya. Dia masih ter-tarik dengan wanita itu; dia tak siap mengakhiri perca-kapan mereka.

“Sebagai seorang pria yang terlalu sering berada di dekat para wanita yang manipulatif dan ingin naik daun, aku meminta maaf atas sikapku pada seseorang yang jelas tidak seperti itu.”

“Astaganaga! Kau ini pria teraneh yang pernah kutemui!” “Astaganaga?” ulang Brandon, dan menyentakkan pa la nya ke belakang untuk tertawa sekali lagi, meremas

(13)

ke-dua tangan yang dia pegang. “Kau itu sungguh angin segar, Sayangku!”

“Shh! Maafkan aku,” kata wanita itu, pandangannya ke bawah. “Aku tak terbiasa harus menjaga lidahku.”

Brandon mengangkat kedua tangan wanita itu ke bibir-nya dan menciumbibir-nya. ‘Sebalikbibir-nya, kau adalah wanita pa-ling menyenangkan dan—”

Suara seseorang terkesiap dari seberang ruangan meme-cah suasana, dan penyelamat pria itu menarik lepas kedua tangannya dari pegangan tangan Brandon. Wanita itu de-ngan gugup merapikan gaunnya. Mede-ngangkat kepalanya, Bran don merasakan senyumannya segera berubah murung. Tak pernah terlintas olehnya bahwa Charlotte yang di se-but kan wanita itu adalah Lady Charlotte Marchmont, salah satu penggosip paling parah di seluruh London. Mata lady itu dipicingkan sampai nyaris tak terlihat dan suaranya pe-nuh sindiran. “Wah, My Lord, entah kau itu jadi jauh lebih tidak berhati-hati, bahkan untuk ukuranmu, atau tampak-nya kau merahasiakan sebuah hubungan roman tis dari ka langan ton. Aku bertanya-tanya mana yang mungkin.” Rupa nya jika Lady Charlotte dicegah melakukan rencana rayuan yang terdengar dari dinding yang tipis, wanita itu akan, setidaknya, melakukan pembalasan. Brandon kha-wa tir hal itu akan diarahkan pada orang yang dianggap mengganggu. Jadi di sinilah dia berdiri, bebas dari Lady Charlotte, namun sekarang terikat, oleh kehormatan, untuk melindungi wanita ini. Reputasi wanita ini mungkin segera akan tercabik-cabik, jika Charlotte Marchmont dibiarkan.

Dirinya bisa saja berjalan keluar pintu itu seakan tak

ada sesuatu yang terjadi; Charlotte bisa menyebarkan kisah apa pun yang wanita itu suka tentang tindakannya; Society

(14)

akan memaafkannya. Dan takkan ada hukuman pada Lady

Charlotte karena menyebarkan kabar yang tak sedap, dari

sebuah kalangan yang lebih menyukai gosip yang menarik ketimbang reputasi.

Tidak, konsekuensinya akan jatuh sepenuhnya pada wanita di depannya, wanita yang tak melakukan apa pun hingga pantas mendapatkannya.

Dia tak menduga keberanian lady di depannya saat wa -nita itu membalas, “Aku tak punya hubungan raha sia apa

pun dengan pria terhomat ini. Dan aku akan ber terima kasih

padamu—” katanya, tepat saat Brandon me ngumumkan: “Lady Charlotte, bisa aku mengenalkanmu dengan tunanganku?”

Kedua wanita itu berputar menatapnya seakan tiba-tiba dia mempunyai dua kepala sekarang.

“Mungkin, my love, kita bisa membawa diskusi kita ke ruang duduk pribadimu,” ujarnya dengan nada malas. “Pemilik penginapan, pastikan kuda-kudaku dikandangkan dan sebuah kamar disediakan untukku. Aku akan senang bila makan malam disediakan dalam waktu setengah jam.” Brandon mengira dia melakukan akting yang sangat bagus dengan tidak mengertakkan giginya.

Dia sekarang bertunangan dengan wanita tak dikenal ini. Dia harus menjaga penampilan. “Biarkan aku mem-bi cara kan kuda-kudaku sebentar dengan kusirku dan aku akan bergabung denganmu, Sayangku.”

Saat dia melewati ambang pintu pertama, dia mem-bungkuk pada si rambut merah yang mencolok itu dan tersenyum. “Senang berjumpa denganmu, Lady Charlotte.”

Jika jeritan melengking yang datang dari ruangan se te-lah pintu dibanting menutup adate-lah suatu indikasi, wanita itu tak gembira dengan kejutan yang satu ini.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) kemampuan mahasiswa prodi pendidikan matematika FKIP UHN dalam menyelesaikan soal matematika sekolah setingkat SMP dan SMA

Profesionalitasnya dapat dilakukan dengan beberapa hal, yaitu: a) Mengikutkan guru dalam diklat dan seminar; b) Supervisi; dan c) Penam- bahan jam pelajaran. Di

Dalam pelaksanaan kegiatan keagamaan, pihak Lembaga Pemasyarakatan Kelas 1 Semarang juga telah melaksanakan upaya perencanaan diantaranya menentukan waktu pelaksanaan

Mampu menerapkan pemikiran logis, kritis, sistematis, dan inovatif dalam konteks pengembangan atau implementasi ilmu pengetahuan dan teknologi yang memperhatikan

Hasil kali elementer A  hasilkali n buah unsur A tanpa ada pengambilan unsur dari baris/kolom yang sama...

FAK-PRODI CLASS KODE KEL... NOD NOU

Karena pada saat pengambilan tiap foto asumsi bahwa pada saat pemotretan berada dalam kondisi tegak lurus, sumbu-sumbu optik kamera tidak miring, jarak kamera

Hal ini sejalan dengan pendapat Borg and Gall (Nursyaidah, t.t) bahwa ciri kedua dari penelitian dan pengembangan adalah “Mengembangkan produk berdasarkan temuan