• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. hasil penelitian tersebut dianalisis berdasarkan metode dan pendekatan yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. hasil penelitian tersebut dianalisis berdasarkan metode dan pendekatan yang"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

Pada bab ini, disampaikan hal-hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian. Setelah mengadakan penelitian terhadap objek yang dipilih, maka data-data hasil penelitian tersebut dianalisis berdasarkan metode dan pendekatan yang ditentukan. Hasil penelitian tersebut akan diuraikan sebagai berikut.

4.1.1 Deiksis Eksternal Bahasa Jawa dalam Tindak Komunikasi Lisan oleh Masyarakat Desa Mopuya

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan pada bab I yaitu, “Apa sajakah jenis deiksis eksternal bahasa Jawa dalam tindak komunikasi lisan oleh masyarakat Desa Mopuya?”. Rumusan masalah dalam deiksis eksternal terdiri dari lima permasalahan yakni, (1) Apa sajakah jenis deiksis persona pertama bahasa Jawa dalam tindak komunikasi lisan oleh masyarakat Desa Mopuya?, (2) Apa sajakah jenis deiksis persona kedua bahasa Jawa dalam tindak komunikasi lisan oleh masyarakat Desa Mopuya?, (3) Apa sajakah jenis deiksis persona ketiga bahasa Jawa dalam tindak komunikasi lisan oleh masyarakat Desa Mopuya?, (4) Apa sajakah jenis deiksis persona ruang/tempat bahasa Jawa dalam tindak komunikasi lisan oleh masyarakat Desa Mopuya?, (5) Apa sajakah jenis deiksis persona waktu bahasa Jawa dalam tindak komunikasi lisan oleh masyarakat Desa Mopuya?. Ke lima jenis deiksis eksternal yang ada pada rumusan masalah tersebut akan diuraikan sebagai berikut.

(2)

4.1.1.1 Jenis Deiksis Persona Pertama Bahasa Jawa dalam Tindak Komunikasi Lisan oleh Masyarakat Desa Mopuya

Ada dua bentuk kata ganti persona pertama dalam bahasa Jawa yaitu, aku (saya) dan kulo (saya). Dari perbedaan bentuk persona masing-masing memiliki perbedaan dalam pemakaiannya. Kata aku (saya) hanya dapat dipakai dalam situasi informal sedangkan kata kulo (saya) dapat digunakan dalam situasi formal. Perbedaan kata aku (saya) dan kulo (saya) yaitu: kata aku (saya) dapat dipakai dalam percakapan yang terjadi antara pembicara dan lawan bicara sudah saling mengenal atau sudah akrab hubungannya, sedangkan kata kulo (saya) dapat dipakai dalam situasi formal. Jadi kata kulo (saya) digunakan agar menimbulkan kesan yang lebih sopan.

Namun, pada data yang peneliti ambil deiksis persona pertama tidak ditemukan dalam percakapan. Mengingat persona pertama adalah orang yang berada di dalam tuturan, maka kata ganti persona pertama tidak mengacu pada kata ganti orang di luar tuturan, sehingga deiksis persona pertama yang mengacu pada kata ganti orang di luar tuturan tidak ditemukan pada data yang ada dilampiran.

4.1.1.2 Jenis Deiksis Persona Kedua Bahasa Jawa dalam Tindak Komunikasi Lisan oleh Masyarakat Desa Mopuya

Bentuk persona kedua terbagi menjadi empat yaitu: kuwe (kamu), awakmu (kamu), sampean (anda), njenengan (anda). Bentuk persona kuwe (kamu) dan awakmu (kamu) hanya dapat digunakan diantara peserta ujaran yang sudah memiliki hubungan yang akrab, atau dipakai oleh seseorang yang memiliki status sosial yang lebih tinggi untuk menyapa orang yang memiliki status sosial yang

(3)

lebih rendah. Bentuk persona sampean (anda) dan njenengan (anda) dapat digunakan dalam interaksi yang terjadi jika pembicara dan lawan bicara belum saling mengenal atau digunakan saat percakapan terjadi dengan orang tua sehingga menimbulkan kesan yang sopan. Berikut adalah contoh bentuk persona kedua dalam percakapan bahasa Jawa.

Mt 14 : Gak iso aku nek sesok. Jajal tekon Kariati. Ti, Kariati mreneo te di ke’i duwek mbak Ndar gelem po gak? (Mt 14, Tt 4)

(Tidak bisa saya kalau besok. Coba Tanya Kariati. Ti, Kariati kemari dulu mau dikasih uang kak Ndar mau atau tidak?)

Mt 15 : Enek opo to mbak? (Mt 15, Tt 1) (Ada apa ya kak?)

Pn 4 : Iso tandor awakmu sesok? (Pn 4, Tt 5) (Bisa tanam padi kamu besok?)

Mt 15 : Aku gelem ae tapi oleh po gak karo pa’e Yoga. (Mt 15, Tt 2) (Saya mau saja tapi diperbolehkan atau tidak oleh bapaknya Yoga) Pn 4 : Yo tekon disek, cepet yo. Pa’e Yoga, oleh po gak bojomu melok

tandor sesok? (Pn 4, Tt 6)

(Ya tanya dulu, cepat ya. Bapaknya Yoga, boleh atau tidak istrimu ikut tanam padi besok?)

(sumber, data 4)

Kata yang dicetak tebal pada contoh di atas adalah kata ganti persona kedua. Kata mu (kamu) yang dituturkan oleh (Pn 4, Tt 6) adalah kata yang merujuk pada kata yang dituturkan oleh (Mt 14, Tt 4). Kata mu (kamu) yang dituturkan oleh (Pn 4, Tt 6) merujuk pada nama orang yang sedang dibicarakan yaitu Ibu Kariati. Kata mu (kamu) yang dituturkan oleh (Pn 4, Tt 6) bersifat deiksis, karena kata ganti orang kedua yang berada di luar tuturan.

4.1.1.3 Jenis Deiksis Persona Ketiga Bahasa Jawa dalam Tindak Komunikasi Lisan oleh Masyarakat Desa Mopuya

Selain bentuk persona pertama dan kedua terdapat juga bentuk persona ketiga. Bentuk persona ketiga yaitu de’e (dia), are’e (dia), bocahe (dia), lareke

(4)

(dia), dan sira (dia). Bentuk persona de’e (dia), areke (dia), dan bocahe (dia) hanya dapat digunakan dalam pembicaraan dimana pembicara dan lawan bicara sudah saling mengenal. Sedangkan bentuk persona lareke (dia) dan sira (dia) hanya dapat digunakan dalam pembicaraan dengan orang yang lebih tua dan orang yang belum dikenal karena kata lareke (dia) memiliki kesan yang lebih sopan dibandingkan dengan yang lain. Berikut adalah contoh bentuk persona ketiga dalam percakapan bahasa Jawa.

Mt 1 : Sopo seng te kuliah nek Gorontalo? (Mt 1, Tt 1) (Siapa yang hendak kuliah di Gorontalo?)

Mt 4 : Tonggone Kamim, te mlebu penjas. (Mt 4, Tt 2) (Tetangganya Kamim, mau masuk penjas).

Mt 2 : Nek endi omahe arek iku? (Mt 2, Tt 1) (dimana rumahnya dia itu?)

Mt 3 : Nek lorong bengkele cak Pek seng nek pingger jembatan. Poko’e mlebu ngiwo teros-teros sampek petok perempatan menggok nengen omah ke telu. Te nyapo awakmu tekon omahe? (Mt 3, Tt 2)

(Di lorong bengkelnya kak Pek yang di pinggir jembatan. Pokoknya masuk sebelah kiri terus-terus sampai dapat perrempatan belok kanan rumah ke tiga. Mau apa kamu Tanya rumahnya?) Mt 2 : Aku te nitep barang nek de’e budal nek Gorontalo. (Mt 2, Tt 2)

(Saya mau titip barang kalau dia berangkat ke Gorontalo). (sumber, data 1)

Kata yang dicetak tebal pada contoh di atas adalah kata ganti persona ketiga. Kata de’e (dia) yang dituturkan oleh (Mt 2, Tt 2) merupakan kata yang merujuk pada kalimat yang dituturkan oleh (Mt 4, Tt 2). Kata de’e (dia) yang dituturkan oleh (Mt 2, Tt 2) merupakan kata yang acuannya berada di luar tuturan, karena yang sedang dibicarakan adalah orang yang tidak berada dalam tuturan. Kata de’e (dia) yang dituturkan oleh (Mt 2, Tt 2) mengacu pada kata yang dituturkan oleh (Mt 4, Tt 2) yaitu tetangganya Kamim orang yang sedang

(5)

dibicarakan, sehingga kata de’e (dia) merupakan deiksis persona ketiga. Lebih jelasnya perhatikan contoh berikut.

Mt 20 : Rodiah kapan balek? (Mt 20, Tt 1) (Rodiah kapan pulang?)

Pn 5 : Ulan ngarep paleng. (Pn 5, Tt 2) (Bulan depan, mungkin).

Mt 21 : Jarene de’e wes gak betah. (Mt 21, Tt 1) (Katanya dia sudah tidak tahan).

Pn 5 : Tapi pas makku balek de’e tak tekoni kapan balek? Jarene de’e ulan ngarep. (Pn 5, Tt 3)

(Tapi, waktu Ibuku pulang saya tanya dia, kapan pulang? Dia bilang bulan depan).

(sumber, data 5)

Kata yang dicetak tebal pada contoh di atas adalah kata yang mengacu pada deiksis persona ketiga. Kata de’e (dia) yang dituturkan oleh (Pn 5, Tt 3) adalah kata yang memiliki hubungan dengan kalimat yang dituturkan oleh (Mt 20, Tt 1). Kata de’e (dia) yang dituturkan oleh (Pn 5, Tt 3) merupakan kata yang mengacu pada orang yang sedang dibicarakan yaitu Rodiah. Kata de’e (dia) yang dituturkan oleh (Pn 5, Tt 3) bersifat deiksis karena orang yang diacu berada di luar tuturan.

4.1.1.4 Jenis Deiksis Ruang/Tempat Bahasa Jawa dalam Tindak Komunikasi Lisan oleh Masyarakat Desa Mopuya

Deiksis ruang adalah pemberian bentuk kepada lokasi ruang atau tempat yang dipandang dari lokasi pemeran serta dalam peristiwa berbahasa itu dan dapat berupa adjektiva, adverbia atau verba, (Kaswanti 1984: 37). Dalam bahasa Jawa deiksis ruang yang merupakan pronomina penunjuk tempat terdiri atas kene (sini), kunu (situ), kono (sana), koyok iki (seperti ini), koyok kuwi (seperti itu), kiwo (kiri), dan tengen (kanan). Kata penunjuk pada bahasa Jawa seperti kene (sini),

(6)

kunu (situ), kono (sana) tidak dapat berdiri sendiri kata tersebut harus mendapat tambahan kata seperti dari, di,dan ke untuk memperjelas makna yang dimaksud. Berikut adalah contoh deiksis ruang/tempat dalam percakapan bahasa Jawa.

Mt 26 : Omahe Rohman nek sebelah endi yo? (Mt 26, Tt 3) (Rumahnya Rohman disebelah mana ya?)

Mt 24 : Nek sebelah tengene omahe lek Roji’un. (Mt 24, Tt 7) (Disebelah kanan rumahnya kak Roji’un).

Pn 6 : Yo gak to. Nek sebelah kiwone to. Poko’e nek wes teko kompleks pasar tekok nek uwong wes. (Pn 6, Tt 5)

(Bukan. Disebelah kirinya). (pokoknya, kalau sudah sampai di kompleks pasar tanya saja sama orang).

(sumber, data 6)

Kata yang dicetak tebal pada contoh di atas adalah kata yang digunakan sebagai penunjuk keberadaan suatu tempat. Kata kiwone (kirinya) yang dituturkan oleh (Pn 6, Tt 5) merupakan kata yang berhubungan dengan kalimat yang dituturkan oleh (Mt 26, Tt 3) yatu mengacu pada keberadaan tempat. Kata kiwone (kirinya) yang dituturkan oleh (Pn 6, Tt 5) adalah kata yang mengacu pada kediaman orang yang sedang dibicarakan yaitu kediaman Rohman.

4.1.1.5 Jenis Deiksis Persona Waktu Bahasa Jawa dalam Tindak Komunikasi Lisan oleh Masyarakat Desa Mopuya

Deiksis waktu adalah pengungkapan atau pemberian bentuk kepada titik atau jarak waktu yang dipandang dari waktu sesuatu ungkapan dibuat, baik pagi, siang, sore, dan malam (Kaswanti 1984: 58). Dalam bahasa Jawa deiksis waktu meliputi ngarep (depan), nguri (belakang), sak iki (sekarang), dek mau (tadi), dek ingi (kemarin), sesok (besok), dek nane (kemarin dulu), dek mbiyen (tahun lalu), taon iki/ngarep (tahun ini/depan), sok emben (tahun depan), minggu iki/ngarep

(7)

(minggu ini/depan), ulan iki/ngarep (bulan ini/depan) dan lain-lan. Berikut adalah contoh deiksis waktu dalam percakapan bahasa Jawa.

Mt 2 : Aku te nitep barang nek de’e budal nek Gorontalo. (Mt 2, Tt 2)

(Saya mau titip barang kalau dia berangkat ke Gorontalo).

Pn 1 : Adekmu kapan budal nek gorontalo? Jarene te ndaftar. (Pn 1, Tt 3)

(Adikmu kapan berangkat ke Gorontalo? Katanya mau mendaftar). Mt 1 : Sesok paleng, soale Bapakku wes ringkes-ringkes klambi. (Mt 1,

Tt 2)

(Besok mungkin, karena ayahku sudah atur-atur baju). (sumber, data 1)

Kata yang dicetak tebal pada contoh di atas adalah kata yang dipakai untuk menunjukkan waktu dipandang dari lokasi terjadinya tuturan itu. Kata sesok (besok) yang dituturkan oleh (Mt 1, Tt 2) adalah kata yang merujuk pada kalimat yang dituturkan oleh (Pn 1, Tt3) yaitu keberangkatan orang yang sedang dibicarakan. Kata sesok (besok) yang dituturkan oleh (Mt 1, Tt 2) merupakan kata yang menunjukkan waktu yaitu satu hari lagi jika dipandang dari lokasi terjadinya tuturan itu. Lebih jelasnya perhatikan contoh berikut.

Mt 20 : Rodiah kapan balek? (Mt 20, Tt 1) (Rodiah kapan pulang?)

Pn 5 : Ulan ngarep paleng. (Pn 5, Tt 2) (Bulan depan, mungkin).

Mt 21 : Jarene de’e wes gak betah. (Mt 21, Tt 1) (Katanya dia sudah tidak tahan).

Pn 5 : Tapi pas makku balek de’e tak tekoni kapan balek? Jarene de’e

ulan ngarep. (Pn 5, Tt 3)

(Tapi, waktu Ibuku pulang saya tanyadia, kapan pulang? Dia bilang bulan depan).

(sumber, data 5)

Kata ulan ngarep (bulan depan) yang dituturkan oleh (Pn 5, Tt 3) adalah kata yang merujuk pada kalimat yang dituturkan oleh (Mt 20, Tt 1) yaitu kepulangan seseorang yang sedang dibicarakan. Kata ulan ngarep (bulan depan)

(8)

yang dituturkan oleh (Pn 5, Tt 3) merupakan kata yang mengacu pada satu bulan yang akan datang jika dipandang dari lokasi terjadinya tuturan itu. Kata ulan ngarep (bulan depan) yang dituturkan oleh (Pn 5, Tt 3) merupakan kata yang bersifat deiksis waktu karena kata ulan ngarep (bulan depan) mengacu pada orang yang berada di luar tuturan.

4.2 Pembahasan

Deiksis dalam bahasa Jawa pada dasarnya sama dengan deiksis dalam bahasa Indonesia. Deiksis tersebut adalah sama-sama mengacu pada kata yang dapat ditafsirkan acuannya dengan memperhatikan saat dan tempat dituturkannya pembicaraan. Kata ganti yang digunakan oleh masyarakat Desa Mopuya dalam berkomunikasi bertujuan untuk mempermudah masyarakat dalam menunjukkan identitas baik si penutur, mitra tutur, maupun orang yang sedang diacu dalam pembicaraan. Kata ganti yang sering dipakai merupakan bukti bahwa dalam penuturan atau komunikasi yang terjadi, identitas yang ditunjukkan lebih efektif. Dalam kata ganti terdapat beberapa kata ganti dalam penuturan yaitu adalah kata ganti persona pertama, kedua, dan ketiga yang disebut dengan deiksis leksikal pronominal.

Deiksis leksikal pronominal adalah suatu pemberian bentuk pada persona yang mengacu pada kelas kata diri. Deiksis leksikal pronominal ada yang bersifat pronomina persona, pronominal posesif, dan pronominal demonstrativ. Kata ganti tersebut adalah kata ganti persona pertama, kedua, dan ketiga. Kata ganti pronominal dalam penelitian ini merujuk pada kata ganti yang ada di luar tuturan.

(9)

Kata ganti yang terdapat dalam penelitian ini membahas tentang kata ganti diri baik kata ganti persona pertama, kedua, dan ketiga yang acuannya berada di luar tuturan atau yang tidak terlibat dalam peristiwa tutur.

Kata ganti persona berkaitan dengan peran peserta yang terlibat dalam peristiwa berbahasa atau dalam suatu pembicaraan. Melihat data yang ada dalam penelitian ini, sedikit kata yang mengacu pada deiksis eksternal persona pertama. Melihat kapasitas persona pertama adalah orang yang berperan penting dalam sebuah percakapan maka persona pertama adalah orang yang berada dalam tuturan karena lebih menekankan arti diri yang sedang berada dalam percakapan. Melihat pengertian deiksis eksternal adalah acuannya yang berada di luar tuturan maka kata ganti yang dituju adalah orang yang berada di luar tuturan namun menggunakan kata ganti persona pertama dalam peristiwa tutur. Kata ganti yang dimaksud hanya dapat diwakili oleh orang lain dalam penuturannya. Selain kata ganti persona pertama terdapat juga kata ganti persona kedua dan kata ganti persona ketiga yang acuannya sama dengan kata ganti persona pertama yaitu mengacu pada kata ganti diri yang berada di luar tuturan. Selain kata ganti persona pertama, kedua, dan ketiga terdapat pula kata ganti ruang/tempat dan kata ganti waktu dalam penelitian ini disebut deiksis.

Deiksis ruang/tempat adalah pemberian bentuk dalam menyatakan tempat. Kata ganti yang digunakan dalam menyatakan tempat, dalam bahasa Jawa hanya menggunakan kata penunjuk dalam penuturannya. Kata penunjuk tempat yang dimaksudkan adalah kata penunjuk yang berada di luar tuturan maksudnya mengacu pada objek yang tidak berada dalam tuturan. Melihat permasalahan

(10)

dalam penelitian ini adalah deiksis eksternal yang berarti kata ganti di luar tuturan. Kata ganti itu dapat berupa kata ganti persona, kata ganti ruang/tempat, dan kata gani waktu.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas mengenai kata ganti baik yang mengacu pada kata ganti persona maupun kata ganti ruang/tempat, terdapat pula kata ganti yang mengacu pada waktu. Kata ganti waktu merupakan kata ganti yang menunjukkan waktu dipandang dari lokasi dituturkannya kata itu. Kata ganti waktu dipakai karena dianggap lebih mudah untuk menunjukkan kejadian yang terjadi, misalnya kata kemarin menunjukkan waktu satu hari yang telah berlalu jika dipandang dari lokasi terjadinya tuturan itu. Kata ganti yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah kata ganti waktu yang berada diluar tuturan, maksudnya kata ganti itu digunakan untuk menyatakan waktu dari objek yang sedang dibicarakan, dalam arti objek itu berada di luar tuturan karena objek itu tidak termasuk dalam proses tuturan.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat dipahami bahwa kata ganti yang digunakan dalam tuturan oleh masyarakat baik masyarakat Jawa, Batak, Manado maupun Gorontalo hanya mengacu pada pemakaian kata yang dianggap lebih mudah untuk menunjukkan identitas diri, baik penutur maupun mitra tutur. Data yang terlampir merupakan gambaran dari bahasa yang digunakan oleh masyarakat dalam berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari baik dalam lingkungan masyarakat maupun lingkungan pelajar. Penggunaan kata ganti sering digunakan baik kata ganti persona, kata ganti ruang, dan kata ganti waktu. Kata ganti yang

(11)

digunakan sangat memudahkan dalam berkomunikasi dan merupakan faktor utama yang menunjang keberhasilan dalam berinteraksi antarsesama.

Referensi

Dokumen terkait

UN Tingkat Pusat Pelaksana UN Tingkat Provinsi Pelaksana UN Tingkat Provinsi Pelaksana UN Tingkat Kabupaten/Kota Pelaksana UN Tingkat Kabupaten/Kota BSNP Penyelenggara UN

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelasaikan skripsi dengan judul “ Faktor-faktor yang mempengaruhi

Metode analisis penelitian ini menggunkan analisis linier berganda.Berdasarkan hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa : (1) variabel sistem penggajian

Fraksi yang prospektif antibakteri (F.etil asetat) difraksinasi dengan kromatografi kolom vakum dan dielusi dengan n-heksana, n- heksana-etil asetat, etil asetat, etil

Selama proses penerbitan Sertifikat,SKP dan Lisensi dari Kemnaker RI, peserta dapat menggunakan Sertifikat Internal dan Surat Keterangan dari PT Indohes Magna

Hasil dari penelitian ini menyebutkan bahwa adanya pengaruh yang bermakna pada kinerja berdasarkan karakteristik perawat pelaksana di ruang perawatan intensif rumah

Berdasarkan pada rumusan masalah yang telah diungkapkan, adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk: (1) Mengetahui perbedaan pemahaman konsep

Dengan demikian informasi rencana pembelian kembali saham ( buyback ) diterima oleh pasar dan dipandang sebagai good news ditandai dengan adanya perubahan harga saham yang