ILMU KOMUNIKASI
Volume 1, Nomor 1, Juni 2004Terbit d u a kali setillun p a d a bulan J u n i d a n Desen~ber. Bcrisi tulisan yang cliangkat d a r i hasil penelitian d a n perniliiran konseptual di bidang koniunikasi.
Ketua penyunting Bonaventurn Satya Bharata. M.Si.
Wakil Ketua Penyunting F. Anita Herawati, M.Si.
r ' - Penyunting Ahli
Dedy Nur Hidayat, Ph.D. (Universitas Indonesia. Jakarta) Pawito, Ph. D. (Universitas Sebelas Maret, Surakarta) Dr. Turnorno Rahardjo (Univeritas Diponegoro. Semarang) Drs. I Gusti Ngurah Putra, M A (Universitas Gadjah Mada. Yogyaka~tai
Penyunting Pelaksana Pappilon Hnlomoan Manurung. M.Si
Drs. Setio Budi HH. M.Si.
Pelaksana Tata Usaha Felix Siswanto Artnti Sukarnasari
Alamat Penyunting d a n Tata Usaha:
.lul-lial Ilmu Kom~lnikusi, d.a. Procram Studi Ilmu Komunikasi. Fakultas ! Imu Sosinl clan Ilmu Politik. Universitas Atma .lays Yogyaknrta. II. Mrican Baru No. Z S Yogyaki~rta 5528 1 . Tclp. (0771) 5 143 19. 56 I03 1 ext. 31. Fas (03741 580535. Email:,iik<ci;n~:~iI.i~;~j!..nc.id
Jurnal
ISSN 1829-
6564ILMU KOMUNIKASI
Volume 1, Nomor 1, Juni 2004 Halaman 1 - 94Kata Pengantar
iiiIndustri Televisi Swasta Indonesia dalam Perspektif
Ekonomi Politik
(1-
18)Setio Budi H. H. (Universitas Atma Jaya Yogyakarta)
Ritual Hari Raya Agama: Histeria Konsumsi Massa
dan Khotbah Industri Budaya
(19-
36)Triyoizo Luknantoro (Uiziversitas Diponegoro, Semarang)
Membaca Representasi Tubuh dan Identitas sebagai
Sebuah Tatanan Simbolik dalam Majalah Remaja
(37-
72)Pappil on Halomoan Manu rung (U~ziversitas Atnla Jaya Yogyakarta)
Peranan Teknologi Komunikasi dalam Menciptakan
Masyarakat Informasi di Indonesia
(73-
86)Dwi Ratna A, Vienda A, Florencius S, Santi S ( ~ n i v e r s i t a s ' ~ h a Jaya Yogyakarta)
Mengembangkan
SelfRegulationdalam
Etika Komunikasi
Mario Antonius Birowo dun Yudi Perbawaningsih (Universitas Amza Jaya Yogyakarta)
Penerbit mcnerima sumbangan tulisan yang bzlum pc.rn;~Ii ~ l i t t r b i ~ l i ; ~ ~ i oIcI1 ~ i : c ' ~ l i ; ~ I ; l i l i . Tulisan dikiri~ii dnlnm bentilk nnskah cetnk dnn disket c l t n y n ~ ~ fc>ln~al stl>crli tcrcclntilm l3;111;1 : halamana kulit dalam belakang. Nuskah ynng masuk akan disul~ting i1111i1li kc.:tr;~y;~~ii;~n ,
format. istilah dnn tala cara lainnya.
Jurnal
LkluKoh-- VOLUME I , NOMOR I , JUNl 2004: 1-18
, Effendi Gazali, Harsono Suwardi, Tshadi SK. (Ed).
2000. Pers dalain Revolusi Mei: Runtuhnyn S e b a ~ h h'egemony, Jakma: Gramedia Pustaka Utama
Ibrahim, Idi Subandy. (Ed).1997. Ecstasy Gaya Hidup. Penerbit Mizan
Iiltisari. Mei, 2000. Matikan Saja Televisi Anda. halarnan 102
Ismail, Yusca. 1997. Kepentingan Komersiil vs Kepentingan Idiil: Sebuah
Kenyataan, makalah seminar Harmonisasi Ruang Pablik dan Komersialisme Dalam Pertelevisian Kita, Asosisi Pascasarjana Komunikasi Universitas Indonesia
Jurnal Komunikasi. Vol IIIIApril 1999, ha1 39-40
Kitley, Philip. 2000. Konstruicsi Budaya Bangsa di Lnysr Kaca. Jakarta:
ISAI, LSPP &Media Lintas Inti Nusantara ~ a j a l i h Media ~ e i j a Budaya. 1995
Mallarangeng, Rizal. 2002. Mendobrak Sentralisme Ekonomi. Jakarta:
Kepustakaan Populer Grarnedia bekerjasarna dengan Yayasan Adikarya IKAPI dax Ford Foundation
Mulyana, Dedy, Idi Subandy Tbrahim. 1997. Bercinta Dengon Televis.
Bandung: Remaja Rosda Karya
Kugroho, Garin. 1995. Kekuasaun dun Hiburan. Yog~akarta: Yayasan.
Bentang Budaya
Panjaitan, Hinca. 1999. Meinasung Teievisi. Jakarta: Instit-~t Studi Arus
Informasi
Penelitian Yayasan Kesejahteraan Xnak Indonesia dan A?/IIC, 1997
Sen, Krishna, David T. Hill. 2001. Media, Budaya dun Polifik di Indone-
sia. (te rjemahan). Jakarta: Institut Studi Arus Irlformasi
Siregar, Ashadi. 2001. Menyingkap Media Petzyiarnn r ?.gelnDircn Televisi
danMelihat Radio. Yogyakarta: Penerbit LP3Y
Susilo, Zurnrotin K. 2000. Pnndangan Kotlsumen Terhtlbq ricarn Teievisi,
makalah seminar "Dampak SiaradAcara Televisi Lerhadap Generasi
Muda Tahun 2000,
Yakan, Muna Hadad. 1993. Hati-Hati Terlzaclnp Meciic: :.:nnS Mci-!rsnk
Annk. Genia Insani Press
Jurnal Komunikator
Volume
1,
Nomor 2, November 2009
lurnal Kornunikator terbit dua kali setahun pada bulan Mei dan November. dari hasil penelitian dan pernikiran konseptual di bidang kornunikasi.
i I Ketua Penyunting
Tri Hastuti Nur Rochirnah, M.Si
Penyunting Ahli
Dr. Turnorno Raharjo (Universitas Diponegoro)
Herrnin lndah Wahyuni, Ph.D (Universitas Gadjah Mada) Prahastiwi Utari, Ph.D (Universitas Sebelas Maret)
Ratna Noviani, Ph.D (Universitas Muharnmadiyah Yogyakarta)
Penyunting Pelaksana Fajar Junaedi M.Si Zein Mufarrih Muktaf S.IP
Pelaksana Tata Usaha Siti Wijayati
Alarnat Tata Usaha
lurnal Komunikator d.a. lurusan llrnu Kornunikasi Fakultas llmu Sosial d: Muharnrnadiyah Yogyakarta Karnpus Terpadu,
II. Lingkar Barat Yogyakarta 551 83 Po Box 1063, Telp (0274) 387656 pesawat 175, Fax (0274) 387646 E-mail : [email protected] lurnal Komunikator diterbitkan oleh lurusan llrnu Kornunikasi Universita
Penerbit rnenerima surnbangan tulisan yang belum pernah diterbitkan I
dalarn bentuk naskah cetak dan softcopy dalarn format yang tercantum L 1 - - I . - L a * - - - --.cllb a b a n d i c ~ ~ n t i n n ~ ~ n t i ~ k keseraaaman format, istilah
Industri Televisi Swasta Indonesia dalam
Perspektif Ekonomi Politik
Setio Budi HH1
.4bstracf: Tlre preserzce of commercials televisiorz in Indonesia had many dy~znmics. Sonze backgrourzd showrz the developmerzt
of
comnzercial televisions, first it was rise from the government problems ,facing with spillover of transnational broadcasting via parabola nrrrerzrla, second, the pressured of the intenzatiorlal irzstitusiorzs relating with derezulaiiorz - liberalization (against the state monopoly of media- TVRI), third, the pressured of national business entities (afrer the restrictio:~ of advertising in television, 1980). This article questior7~ therefore what is tlze implicatiorzs of commercial televisions irz Indonesic, especially to the public that seems didn 't have voice erzough for the preserzce of those commercial televisiorzs.
Key Word: commercial televisions, tlze economv politics, deregulations, liberalization, wealth implications.
Dalam kurun waktu 14 tahun terakhir, tidak terasa muncul "keajaiban baru" dalarn dinamika masyarakat Indonesia, yaitu kemunculan televisi-televisi swasta. Kurun waktu tersebut juga menunjukkan pula banyalcnya perubahan- perubahan yang terjadi dalarn masyarakat yang berkaitan dengan konsumsi televisi swasta. Dinamika perubahan masyarakat tersebut menunjuk pada awal tahun 90-an, dengan pecahnya dominasi hubungan yang "baku" anta1-a rnasyarakat dengan mediany a yaitu televisi, TVRI, sebagai media tunggal penmintah. Dominasi TVRI, selama tigapuluh tahun di masyarakat dalam waktu yang tidak terlalu lama runtuh, dengan kemunculan televisi-televisi s w a m .
' Setio Budi HH adalah dosen Program Studi llmu Komunikasi. FISIP. Universitas Alma
Jurnal
m k ~ K 0 VOLUME I , NOMOR I , JUNI 2004: ~ 1-18
Selma periode
TVRI,
khalayakpenonton lebih banyak disuguhi denganberbagai produksi program hiburan dan informasi, yang lebih merujuk pada kepntinganpolitikpenguasa. Dari xara hiburan, informasi sarnpai pendidikan, praktis behda dalam "pagar" pesan, kepentinzan dan interpretasi tunggal pemerintah. Isi pesan diformat sedemikian rupa untuk tidak memiliki mul~i makna kecuali sebagai suatu sikap tunggal pemerintah. Akibamya kemudian adalah monopoli siaran, program dan isi program oleh pemerintah dan menjadikan khalayak hanya semacarn bank data, dengall kesehariannya yang mendapatkan suguhan yang seragarn.
Munculnya televisi swasta pertama, yang diawali RCTI, merupakan terobosan kebijakan pemerintah dalam mengakhiri monopoli siaran TVRI.
Kebijakan yang sering disebut sebagai open sky, merujuk pada Surat
Keputusan Menteri Penerangan No. 167BA4ENPEN11986 (Hinca, 1999), berisi dva pokok kebijakan yaitu ijin penggunaan antena parabola dan diperkenalkannya sistem siaran terbatas. Alasan utama yang dikemukakan atas kebijakan baru tersebut disebutkan sebagai upaya untuk menibendung d a m p k globalisasi-kliususnya melalui lubersn program televisi lual- !ie_eer-i
yang dipancal-kan melalui satelit, yang dengan ~nudnh ciitangkap olzh pa-
rabola, yang pada saat itu menjadi "tren" di masyal-akat.
Kemudian melalui Surat Keputusan Menteri Penesangan No. 190AKTEPl MENPEN 1987 tentang sistern saluran siaran terhatas. niuncul atL!ml: kntan?
ijin penycleng~araan untuk mengadakan siaran dan ketent~lan pihak pelanggan
yang meneri~na siaran dengan peralatan khusus yaitu decoder. Keputusan
tersebur be]-kembang Iebih lanjut menuju ijin unhlk melakukan sixan nasionnl seperti sekarang ini.
Regitu rnuncul Surat Keputusan Menteri Fenel-angan No. 190A!' KEPI
hIENPENl1987, yang antara lain meluaskan konsep5i lnen_ecnai pe~televisian. denpan mengadakan apa yang disebut sebagai siaran salur:~n Llniu1ii. riiulailnh
bermunculan televisi swasta bnru sepes~i SCTV. TT'T. .ANT\! d;\i!
INDOSIAR. Kemunculan RCTI walaupun dengan siste~n siaran terbati1.s
dan kemudian bebas, khususnya di Jakarta, telah ~nenjadi alternatif tontonan
bagi masyarakat.
Ki=munculan SCTV. TPI, ANTV dali INDOSIAR. jaga nierupakari altematif yang lebih luas kepada masyarakat iintuk melakukan konsunisi media tersebut. Pada sisi lain kemuncuian lima televisi swasta ter-sebut, slidah masuk
pada feao~iiena ekonomi yaitu era kolnpetisi media. Sesuatu yang sania sekali
tidak ada dalam refel-ensi niasyal-aka1 selama kusun waktu sebelumnya.
Persaicgan tersebut dapat secara umum dizambarkan melal~~i bnnyak sisi.
persaingan media. program, isi program, bintang dan sebagainya.
Budi, Industn Televisi Swasta Indonesia dalam PerspektifEkonomi Politik
TELEVISI SWASTA DAN PERTUMBUHAN EKONOMI
Kehadiran televisi-televisi swasta tersebut, juga memiliki korelasi dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia terutama dalam kurun waktu 1990-1996,
yang memiliki pertumbuhan berkisar 643% per tahun. Pertumbuhan ekononi~
ddam kepentingan industrial adalah pertumbuhan pasar. Pasar Indones~a yang
sedemikian besar merupakan peluang bagi industriawan untuk memproduksl barang atau jasanya. Sejak ditutupnya peluang untuk melakukan siaran niaga
(iklan) di
TVRI,
pada awal tahun 1980-an, dengan alasan untuk mengurangipola konsumtif masyarakat, praktis kalangan bisnis kehilangan satu media yang memiliki kemampuan melakukan informasi dan persuasi kepada khalayaknya secara luas. Bagi televisi swasta, pertumbuhan ekonomi merupakan peluang bisnis. Kehadiran televisi-televisi swasta juga menegaskan tentang kompetisi untuk memperebutkan kue iklan televisi secara nasional.
Kompetisi tersebut memiliki imbas ke khalayak (konsurnen) ketika kemudian khalayak dibentuk oleh televisi (baca: industri) menjadi segrnen- segrnen yang kemudian akhirnya dijual kepada advertiser. Fenomena ini juga menunjukkan bahwa kebebasan yang dimiliki oleh khalayak pada awal tumbuhnya televisi swasta sifamya menjadi semu, terutama karena justru posisi publik menjadi "terkontrol" oleh kepentingan dalam bentuk lain yang lebih kompleks yaitu ekonomi polihk.
Kehadiran televisi swasta pun tidak lepas dari "kecurigaan" apakah benar, rnerupakan jawaban atas era keterbukaan, yang sifamya memberi mang bebas kepada publik, atau jushu menjadi bentuk baru dari "monopoli" kebijakan negara atas media sebelumnya. Desain macam apa yang mewarnai keputusan-fenomena kehadiran televisi swasta tersebut (dan dalam kepentingan apa clan siapa). Pertanyaan ini, menarik untuk dikaji secara terus menerus, niengingat pengaruh media yang satu ini h a t di dalam menanamkan citra di benak khalayzknya.
Apakah posisi negara kemudian nienjadi berkurang peranannya ataukah senlakin kuat? Televisi kemudian menjadi "mahluk" yang memiliki diniensl
independensi secara moral dan politik, atau jushu menjadi aparatus persuasi f
kepentingan kelas berkuasa dalam bentuk lain. Yang berarti bahwa media televisi khususnya, menjadi alat kepentingan negara bersarna "korporasi" kelompok-kelompok (baca: terutarna kepentingan ekonomi) yang mendukung kekuasaannya, untuk melanggengkan kekuasaan ekonomi poli tiknya.
Ada dugaan h a t bahwa kebijakan pemerintah mengenai televisi swasta tersebut nierupakan adaptasi-penyesuaian diri negara dan l ini-l in] pendukunpya untuk tetap memantapkan cengkeramannya secal-a ekonomi
.
Jurnal,.
LkfLKOMUNlKASI VOLUME I , NOMG'R I , JUNI 2004: 1-18macpun politik, baik dalarn artian praktis, s e p te rjaminnya konsurnsi pr& jasa para industriawan, yang nota bene juga menjadi bagian hi kepemi:ikan sahamdi media televisi swasta tersebut, maupun juga bentuk 3egemoni b a u dari penguasadalam membentuk komunitas masyarakat "ban;" yang bersifat konsumtif. hedonis, dan barangkali apolitis, yang sangat mungiin diposisikan untuk tidak mengganggu kepentingan ekonomi politik penguasa.
PNTERAKSI ANTARA NEGARA, PUBLIK DAN P-4SAR
ATAS MEDIA TELEVISI
Pen yusunan suatu deskripsi norn~atif mengenai media televisi, paling
tidak melibatkan diskursus tiga pihak, yaitu negara, publik clan pasar. Interelasi antar nga posisi tersebut akan menentukan fakta nil mengenai posisi televisi swasta pada saat ini. Posisi tersebut menurut Golding dan Murdock (1995) merupakan,suatu titik di.mana tercapai suatu keseimbangar, antara kapitalis dnn intervensi publik (konteks liberal), demikian pula dengar1 posisi negara dalarn keseimbangan tersebut. Dalam konteks ekonomi politik, yang lebih penting adalah bagaimana posisi normatif (teoritis) yang harus dikon- septualisasikan untuk rnencapai suatu posisi ideal bagairnana seharusnya eksistensi televisi swasta tersebut di Indonesia.
Dalam kajian kritis, fenomena kehadiran televisi swasta di Indonzsia
misalnya, tidaklah dilihat sebagai suatu realitas yang real (Hldayat, 1999),
namun merupakan reali tar semu, yaitu lebih dlihat sebagai '%asil" dar. proses
sejarah dan kekuatan-kekuatan ekonorni pol~tik, sosial, budaya. Dengan
demikian makaperlu proses dekonstruksi atas realitas media televisi t~rsebut atas m s i - a s u m s i wilayah kedaulatan publik perlu dijaga da-am a m sebagai jarninan untuk ruang diskusi publik yang membebaskan komunitas. bukan merupakan hegemoni daiam bentuk baru
Apa yang perlu dikaji dalam konteks relasi-relasi tersebut di atas adalah bagaimana posisi negara. Peran negara ini dapat dibedakan menjadi setidaknya dua posisi, yaitu negara sebagai suatu stmktur dan agensi yang bekcrja (aksi) untuk mengkomunikasikan ideologi dorinan kepada masyarakat. Althusser (dalam Berlin) dalam membahas 3eran negara membedakan antara konsep Repressive S:o:e Apparatirses (RSA) dan Idiolnpical State Apparatuses (ISA). Konsep Repres.rive State A,opcm- tuses merujuk pada posisi-posisi polisi, ~nili ter, innupun legislati f, sebagai
perpanjangan dari state, sednngkan Idiologirril Statc A/)pc~niru.rcs bekerja
untuk kepentingan state dalam rangka inemann,qc~--perst.:isiS anggora
masytirakat pada ideoloy~ don~inan neparn. me!.~lu~ rlgalna. pend~dlhan.
Budi, Industti Televisi Swasfa Indonesia &lam Perspebif Ekonomi Polifik
keluarga, sistem politik-hukum, asosiasi perdagangan, komunikasi-media sampai ke kebudayaan. Aparatus yang bekerja tersebut tidaklah selalu dirniliki oleh negara, bisa juga bersifat privat, namun beke rja-saling bahu membahu
untuk mengkomunikasikan dan mendukung suatu ideologi dari kelas yang
dorninan.
Picard (ddam Hidayat, 1995) rnenunjukkan bahwa dalam istilah ekonomi,
industti media muncul dan beroperasi dalam apa yang disebut dulproduct
market, yaitu menciptakan satu produk, yaitu media itu sendiri
dan
beradadalam dua pasar yaitu pasar khalayak
dan
pasar iklan. Hubungan antaraperturnbuhan industri media dan khalayak berdasar pada komodifikasi sosial yaitu i n f o m i dan hiburan. Sementara hubungan antara pertumbuhan industri dan periklanan berkaitan dengan access to consumer. Apa yang dapat diinterpretasikan di sini adalah, dalam kepentingan ekonomi, televisi adalah
media yang menjembatani antara pengiklan
dan
target khalayaknya, namunsementara itu televisi selain menjadi medium, juga merniliki kekuatan untuk membentuk khalayak itu sendiri, melalui segmen-segmen prograrnnya. Pa- ling tidak itulah dua kekuatan dari media televisi, yang jika dikaitkan dengan kepentingan ekonomi-politik sangat mungkin menjadi sebuah kekuatan yang mampu menghegemoni khalayaknya, melalui (terutama) simbol-simbol kapitalisme yaitu gaya hidup konsumtif.
Jika kepentingan politik penguasa bertemu dengan kepentingan ekonomi pasar, maka dapat dibayangkan bagaimana posisi khalayak dalam konteks ke rjasama (korporasi ekonomi politik) tersebut. Dalam kaitan ini pertanyaan
mengenai media televisi muncul, yaitu bagaimanaposisi media televisi dalarn
tarik-menarik kepentingan antaranegara, pasar, ria11 publik, dalam skala luas
melalui kebijakan yang muncul maupun tindakan praksisnya.
Apa yang dapat disumbangkan oleh pendekatan ekonomi poli tik dalarn menganalisis televisi adalah melalui upaya untuk melakukan kajian mengenai relasi-relasi kepentingan antara industri televisi, peran negara dan (agensinya), masyarakat, kelompok penekan (television watch) dan industrilcdvertcser. Pertemuan kepentingan yang terjadi akan menimbulkan suatu keseimbangan
relasi di antara mereka, namun yangpenting dari fenomena kehadiran televisi
swasta tersebut siapa yang sesungguhnya diuntungkan dalam keseimbangan relasi yang te. rjadi, dan bagaimana peranan negara yang mestinya menjadi ujung tolnbak dari perlindungan kepentingan masyarakat secara luas.
uep +yap !y!lvaur 2ueL qmrq e n a Ssgndod q~qal uep uelnqy !sepauolaq
ZueL !s!Aa[al eLepnq u-ezuap u-edep~q~aq 8ueL es8u-eq ueun8uequrad uep
[euo!seu !sedalu! mqmnqay emue-e!sauopu~ !p u e n j u a d ue8uguaday q
uenri-u we@p suolsry ue8ue2aay eLuvpe dey2ueuaru e 8 n r ( ~ ~ ) Lap%
.e!sauopuI !p !s!Aalal uen!s
sele !~odouo~u (qepuay) q!qyaw delal (omqaos) esen8uad m!zal unmeu
~cLu~oauoy uq8eqas ue8ue1yay w u u a m a d und~ysaw ' ( ~ u o q end) elsenzs
js!Aa[al el01a8uad peday u!J uaqwaw BmL aws!lodau mfeL (1002) p y e a 78
e u q s a qalo uevynmayyp 8ueL euew@eqas ' m q a p ~ o ur2 1e8u@uaru '~ 6 6 1
:lele!Luad B q u n - 8 u v p u n vped eurama16~661-~861 nlyeM umrq m ~ v p
elCusnsnyy 'y ey8uemyw@p y n m dma m s e ~ s !s!AaIq ysnp! ueysoIoIaur
:jnlun unsns!p 8ueL uelme !e8eqlaq ueywlay8uaw yep!] e88u!qas
'qeluuamad epedaq lnsn ueqn[e%u~ru uep'eluueeuesqe[!qaq
ellasaq q o u u a m a d Bunqnpuaru eloOSue
' ~ ! l ! l o d ue[!qelsaq e l e j u a ~ q elcd uelu!luadaq ueq!selnq!ue%ua~ !sauna u!el eqesn uep qerqlaorad u e a s ~ n % u a d eqesn uep elo%%oe ueln! u e a ue8uenag l a q m n g q e ~ m l a m a d u e a elo%%ue p ~ e m e X s n m ! l e a ue%ueoamax laqrnns q a m l 2 m J d ueqdnal!p e~o%%ue qele.neKsnrn
8ueL !eq:u!q ue%uap !ensas S N ~ H !se~!dre ue6uap !ensas seqaa uePu!~uada!i !se[nqpJv S!UF'L
ueeu!qurJd uep ??!god ueeu!qurad
!Jep ~ I S J I redepuam s N e H eioBSue q e ~ e ~ e l s n r u qalo u e q n i u a ~ ! a u e s w n P u a d a ~ qelu!lamad s!ua[as u!el qepem
ue%usp uePunqnqlaq neleq q ! l e ~ e1088ue !peruam ledep usp 'eIaleJnS uea~o:%ueay q e 1 1 1 ! ~ 2 u r ~ d ! ~ e p u!z! ledepualu s ~ e ~ u!z! nyad q e p ! ~ u e ~ n ~ u a q m a d
~ r % % u n ~ q e p e ~ qepem nlcs ! ~ e p q!qq qalofl ue8u!iuaday IPS V M V 3 3 N
3 W S I L V M O d M O ~ 3 N S I I V M f l ' l d I S N B I Y I ~
r r ~ a 8 a ~ aurq)e~od.xoy 1 I a q q
: Irquaq 1e8eqas ~3 ue8uap
(aLus![eln[d sezelaq malsls ue8uap uey8u!pueqp) esen8uad y!l!~od-pouoya ue8upuaday ueyrreqwadwaw ynlun wasrs yenqas fe8eqas un2ueqp 1nqas.m aurs!lelodroy elodeueur!e8eq leq!IaLu ynlun ~ a q n unsnLuaw ( ~ 6 6 1 ) O S O ~ W S
.ele8au ams!~elodroy lnqas!p 8ueL u!3 qelepe meq aplo m!zal euamouaj
t?xqurau u r n , q q o d wouoya s!@m qaIo ueyeun3p 8uuas 8ueX ye~!ls~
.eLuIenze vped u!puas !sy npolduraur ey !vpemam
run~aq ZueL !mouoya eleys uesele ue8uap ~odru! qe~epe ueyeLueqay 8ueL
eLuex3e urefiold-wefio~d unsrt,tuaru uvp wuelyuad !nlqam eLuuejedvpuad
!scs!leur!syem ueynyeIam mlsnr BueL ' e l s e ~ s !s!Aalal epvday lnqaslaj
!se1uaurn2lc-!se1uamn2le uey uaquraru uelpnruay :lodm! iuefiold-ule.lSold
s c ~ c wlay losuas ueynyelaur uep aurs!A!julnsuoy eLcqcq crueu Lele 0861
unqel epcd uely! rreqpuaq2uaru I ~ A J yeras eruelnlaj 'selaf !UI !s!sod
.elsauopuI uojuouad g e u p p SucX u"u!sr! ynpo.~d ,,ucy !semlnySuaur,, ymun se[a[8ueX eXpnq u q s y ~ o d uelad u q p 'ilulu~raruad un!sns eLu@q yadas ' e l s e ~ s un!sns '~eduraa)~
.omqaoS w!zal u13 !e8eqas d e 8 S u e ~ a c q uaqox qalo
8wX 'ele8au y !~!m u~eyesruad-ue~yesmad !seIn8alap mm, ,,g!pxaw edml
uey!1epua8uaw,, yalywd ueyueqeuadwaur o y o w g eLedn qeIepe RIAL
ueseLE~ qemeq !p 1 ~ 3 2 ueyledwauaw (€861) a 3d!ln8uaur 'e8rlag ~
ela~ndod 8ueL ley01
uvp
Ieuorsemalu! eLvpnq uerresm a s ueueLe1 1rq8ueLuaw 8-L uqnlunl eynueup qaIo ueynlualyp ' e s ~ a d
1ny8ueLuaw e m m a 1 '18e1 eLunles
uvp
'puorseu eLqnq ap!-apr ueleqaLuaduep es8ueq ueun8ueqwad lrq8ueLuaw s!lqod uep s!801oapr wq![emay qaIo ueynlual!p ~ ~ L B I ! M rues-epaqlaq 8ueL ~Aepnq r @ L e ~ r ~ enp rsmuqaw
eLu~owa8aq wyBmqwa8uaw euewpA?sq q e w e 'rsrAaIal unrms we8uaw
8ueL eyalaw 18eq e m l m a l 'elsauopu1 ~ d e p e q p 8mL qepsew 'enpax
emqaslal Ieuo!semaluI euaurouaJ s a g !sadepe
sn8!1eyas ~ o l d w o y qey8ue1 nlens g8eqas
Lys
uado ueye[!qay edelaqaqueyIn2unwaw ue!pnmay 8ueL 0661-0861 u n ~ @ ~ - u n r @ ~ ue8uequraylad
p q ~ e q q p 1 e d p N! euawouad .puo!seusma eLpnq ue8uap m%u!dureplaq
8ueL dnpg ~apour yenqas uey8uequra8uaw s m q en8au ' e L q vped .nnI
ekepnq y m a u a d uep 'ueueyal 'sasold pep u!p dmnuaw esrq yep11 qsauop -UI es8ueq e,nqeq myej !depeq8uaw ymun e!sauopuI w u u a w a d 1alaLuam
@uo!seusue~ l!Iales !s!AaIal ' e m u a d :ersauopuI p rsrAaIa1 ue8ueqwaylad
apouad 1rq8mLuaur @q ledwa 1eqIaw ~Xrryepgas (0002) Lapl)~ dgnl~.
.lens!A opne ueqLuad uneInepay 8ue8awad eLumes-mes ~ B e q a s ueynuaqwaru uep u e ~ ~ ~ B u a u r ( 6 6 6 1) e2u!H lnfnuaw 8ue/C.!se1n8al !e8eqlaq 1me8uam m l e p qeluuawad yrl!Iod uelad !uelaq 8ueL 'ue-~661
unqel ue8uap ~edwes Suns8ue1laq eLuresvp eped HAS, !~odouow e l 3
' ( ~ 6 6 1 ) UvWFaXelll (£ueP !(~661-0661)
1edwg deqeJ, UVmqwad e l g u p (0661-~861) 8 3 , ~ [email protected] u e m q w a d
elg '(~861-9861) v n a d e ~ L UEmqwad elll '(9861-1 ~ 6 1 ) nleS d e ~ L
WmqUJad E J g W!BL 1.8" I"' @l Upla 8ueL ( ~ 6 6 1 - 1 ~ 6 1 ) WmqWad e l 3 (2 f(1~61-2961) 12AL !Iodouo~/y e l g ( I nl!eL 'el3 ~ $ 1 WeIep ay
myuo8aleyp ledep elsauopq p !s!AaIa uen!Luad walsrs ueele88ua1aLuad
InFIarn e!sauopuI yp uc!s!~apwd ue8ueqmaylad @eqmaur (666 1) e 3 u x
!Igpnay % n e % a u r a ~ y !lodouom sedalam :c!sauopuI !p uss!aaIa)Jad ey!ureu!a V I S 3 N O a N I
Ia
VLSVMS I S I A 3 7 3 L N V 3 N V 8 J N 3 X I I 3 d12 * c z - , 3 2, 3 ;: ? a = , ' ' %
2
$, kc,:;
mx E 2
5
E-,
,
~e
3 c 0 -a d . 2 @3.-
5.5
~
2
%
g o n2
E a a
g
a $g , e
t o al 9 . - y 3 5 W Gg 2 s g 2
m a i 5 y c m o
. . G j % * m Q) . - u a 3 cZ . Z k 5
2.;
d 22,s
.$;
2
.z
e
-
c Q) O Q L.3 a~ a 3fjz
a.5.P
Q)!5
s-.
g
g
$,a-cL
3 j i - E l
o . - -2
Z Qw B $
2o
.c2 x 2 -
m c$:as2a;7,
Q ) c o r a m 3 3B Y .
$
g.L,<
",za8:2,
G 6 E 2 - 2 c2
zCd%g:2? g ; t a ~
! - . o G e . 2 'STY E 2 - aB u d , Indusrn' Televisi Swasra Indonesia dalarn Perspekrif Ekotzotni Politik
terhadap televisi, s:;rarapi~bliknarnpak tidak memiliki signifikansi yang dominan. Publik di sini diartikan luas, selain kelompok-kelompok kepentingan yang (memiliki idealisme) merepresentasikan kepentingan publik, juga terutama m a s y d a t itu sendiri yang mestinya (sebenamya) memiliki kemampuan unt~k mengorganisisasi din atas isu pertelevisian tersebut
3
Interpretasi dzmikian semakin menguatkan bahwa posisi publik semakin mvjinal dalarn kc.nteks kepentingan media televisi tersebut. Lemahnya posisi publik juga tidak le?as h i kelemahan dalmmengorganisasi diri clan membaca kebutuhan atas kc,nsumsi medianya, selain jugamasalahfrnme yang berbeda dalam melihat ke iepan terutama atas perilaku konsumsi media tersebut yang lebih bersifat hubcngan "patron dan klien".
Publik lebih berada pada posisi yang menunggu dan dan pnsif dalam konsumsi medianya. Sementara peran pemerintah justru menlberi legi timasi ur.tuk lebih mengkontrol media bagi kepentingannya dar-ipada unruk memberdayakan publik secara keseluruhan. Lembaga-lembaga advokasi atau
medin wncrlz ataupun YLKI nampak pada posisi yang ~nasih perlu
menguatkan posisi tawamyz, terutama jika dikaitkan denfan perumusan kebijakan televisi yang menguntungkan publik. Posisi lembaga tersebut pada dasarnya selain jcga bersifat advokasi juga bisa menjadi ajang sosialisasi
terutama unh~k mcnumbuhkan kesadaran bermedia di kalangan publik. yang
dapat dilakukan dengan mengorganisasi diri melalui cematik tertentu misalnya anak-anak, sarnpaj pada tema umum yang bersifat kebijakan dasar. Dengan demikian, mestinyapublik akan memperolehposisi yans lebih tepat terutana jika posisi komite penyiaran menjadi lembaga yang dapat diandalkan untuh
membangun media untuk kesejahteraan rakyat pada umumnya.
Apa yang dapat diinterpretas'.kan d a ~ i uraian di atas adalah bah~i a
industri televisi lebih dibangun atas dasar top-down dari kepentingan elit ekonomi politik. Di bawah tekanan intemasionalisasi-globalisasi dan paham liberalisme yang mendorong Indonesia untuk melakukan berbagai deregulasi di bidang ekonomi (terutma) dan politik fiemedian). menimbulkan pefi-ranyaan bagaimana kelas Fenguasa untuk tetap dapat me1ang:engkan kekuasaannya.
P E M J r n
Televisi sivasta sebagai media "basu" pada awalnya telah sedslnikian memiliki kekuatm ekonomi politik, tidak hnnya karena kepen~ilikannya
didominasi oleh icerabat dekat penguasa waktt~ itu, naniun sebagai entitas
ekonomi memilib posisi tawar yang diperhitungkan, tidak hanya oleh F-nguasa narnun j ~ g a oleh indusm tersebut. Dengan kata lain kehadiran indusm
televsi swasta di Indonesiamuncul dalam konteks kebijakan top-dolow11 lcbil~
d a ~ i kejutuhan masyarakat atau publik. Wacana yang berkembang dari
pertumbuhan industri televisi tersebut leblh mengarah ke kepentingan ekonomi politjk elit penguasa, d m oleh karenanya kepentingan dan kebutuhan publik untuk: membangun ruang diskusi publik sekaligus melakukan pengembangm "peradabannys" belum menjadi kebutuhan yang signifikan. Dari konteks
sejar~h perkembangan televisi jelas menampakkan bahwa kehadiran mc-
dium te:evisi bagi khalayak adalah semacam "hadiah" yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya, tanpa si anak tahu apa sesungguhnya kebutuhan, manfaat, dan bagaimana "mainan" itu dibuat, kecuali hanya sekedar- posisi untuk rnenggunakannya dan dibumbui dengan kegembiraan-sebagaimana didefinisikan oleh orang tua tersebut.
Kemudian secara struktur, yang dapat dibaca adalah bahwa pr-oscs lnunculnya indushi televisi swasta tidak lebih merupakan hubungan par~-c~-- klien, dalam konteks bahwa terdapat dominasi antara kelas yang berkuasa
(ekonomi politik) dengan khalayak (public) yang diposisikan menerima be@ tu
saja kehadiran televisi, untuk mengatakan kemudian bahwa kehadiran media televisi tlukanlah inisiatif khalayak(pub1ik).
DAFTAR PUSTAKA
Annual Report 2000 - 2001, Euforia, Konsentrasi Modal d m Tekanc~n
A h s a , AJI Indonesia
Arif: Saiful. 2000, Menolak Pembangunisme, Pustaka Pelajar & Averroes Berlin. Roger: On Althusser ISA's, dan pada website Centre for Cul tural and
Merlia Studies
Fah;ni, A. Alatas. 1997. Bersatna Wajalz Bangsc~ Televisi Merelzclr,. Pent:-!?i: Yayasan Pengkajian Komuni kasi Masa Depan
French, David dan Michael Richards. 2000. Television in Contemporfit? Asia Sage Publications.
Hidayat, Dedy Nur. 1995. Indonesia : TIze Clzallenge of CI~an,qe, bab IX: