• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. landasan teori. Sebelum memaparkan landasan teori pada bab ini terlebih dahulu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. landasan teori. Sebelum memaparkan landasan teori pada bab ini terlebih dahulu"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

Dalam bab ini akan diuraikan antara lain: (1) kajian pustaka dan (2) landasan teori. Sebelum memaparkan landasan teori pada bab ini terlebih dahulu penulis uraikan tentang kajian pustaka sebagai bahan perbandingan penelitian ini seperti berikut.

1.1 Kajian Pustaka

Kajian pustaka terdiri dari dua kata, yaitu kajian yang kata dasarnya adalah kaji yang berarti penyelidikan sesuatu dan pustaka berarti buku (Hardaniwati, 2003: 295, 534). Jadi pengertian kajian pustaka adalah berupa ringkasan atau rangkuman dan teori yang ditemukan dari sumber bacaan yang ada kaitannya dengan tema yang akan diangkat dalam penelitian.

Pada kajian pustaka, akan diuraikan 3 (tiga) penelitian yang tentunya memiliki relevansi dengan variabel yang diteliti yaitu “Kemampuan Memainkan Gender Wayang Tabuh Cecek Magelut Dalam Ekstrakurikuler SMP Negeri 3 Mengwi Kabupaten Badung Tahun Pelajaran 2013/2014”. Informasi yang diperoleh berupa teori-teori, konsep-konsep, generalisasi dari hasil-hasil penelitian tersebut diharapkan dapat memperjelas posisi dari pada penelitian ini sebagai berikut.

Indrayana (2014) mengadakan penelitian dengan judul “Prestasi Belajar Menabuh Tabuh Angklung Ngedas Lemah Pada Siswa Kelas XI Seni Karawitan

(2)

11 SMK Negeri 5 Denpasar Tahun Pelajaran 2013/2014”. Penelitian ini lebih terfokus pada prestasi belajar siswa menabuh tabuh angklung Ngedas Lemah. Jika dibandingkan dengan gamelan gender wayang, keterbatasan memainkan instrumen gamelan angklung terletak pada teknik gegebugnya. Pada gamelan angklung, teknik gegebugnya bisa dikatakan biasa, karena sama seperti teknik gegebug gong kebyar atau secara umum gamelan Bali yang hanya menggunakan satu panggul pada genggaman tangan kanan dan tangan kiri berfungsi menutup bilah-bilah setelah dipukul menggunakan panggul pada tangan kanan tersebut. Sedangkan dalam gender wayang teknik gegebugnya sungguh berbeda dan bisa dikatakan rumit, karena kedua tangan memegang panggul dengan motif pukulan yang berbeda. Tangan kanan sebagai melodi yang dimainkan agak lambat dan tangan kiri sebagai pukulan kotekan yang dimainkan dengan lincah. Kemudian untuk menutup bilah agar tidak berdengung menggunakan pangkal kedua telapak tangan atau bagian telapak tangan samping yang menghadap ke bawah saat memegang panggul gender.

Idris (2014) meneliti tentang “Kemampuan Membentuk Chord oleh Siswa Kelas XI SMA Negeri 1 Sikur Kabupaten Lombok Timur Tahun Pelajaran 2013/2013”. Penelitian ini terfokus pada kemampuan membentuk chord. Chord merupakan istilah dalam musik modern. Jika dibandingkan dengan gender wayang yang merupakan musik tradisional Bali, maka terlihat sebuah keterbatasan yang dimiliki oleh penelitian tersebut, yaitu terletak pada fungsi. Fungsi dari musik modern adalah untuk mengiringi lagu, sebagai media kompetisi, mengiringi sebuah pementasan atau konser, dan lain sebagainya.

(3)

12

Sedangkan fungsi gender wayang juga bisa sebagai pengiring, yaitu mengiringi pementasan wayang kulit, dijadikan ajang kompetisi, dan satu hal yang tidak dimiliki oleh musik modern adalah gender wayang dijadikan sebagai pengiring dalam upacara agama seperti upacara tigabulanan bayi, upacara ngaben, dan upacara potong gigi.

Wiratama (2014) meneiliti tentang “Prestasi Belajar Tabuh Telu Cerukcuk Punyah Pada Kegiatan Ekstrakurikuler Tabuh Siswa Kelas VIII SMP Negeri 3 Tabanan Tahun Pelajaran 2013/2014”. Penelitian ini terfokus pada prestasi belajar siswa menabuh tabuh telu Cerukcuk Punyah. Dilihat dari nama tabuh, Cerucuk Punyah merupakan tabuh dalam barungan gong kebyar. Gong kebyar termasuk gamelan golongan baru sedangkan gender wayang merupakan gamelan golongan tua. Keterbatasan gong kebyar adalah gending atau lagunya identik dengan pengembangan, jarang terlihat dalam gending gong kebyar tertuang tabuh-tabuh klasik jaman dulu, lain halnya dengan gending gender wayang yang masih sangat klasik yang kental dengan gending-gending kuno jaman dahulu. Keterbatasan lainnya dari gong kebyar adalah lagu atau tabuh-tabuh gong kebyar berdurasi panjang dan proses belajar untuk bisa memainkan tabuh yang diinginkan membutuhkan waktu yang cukup lama, karena struktur dari tabuh gong kebyar adalah kawitan, pengawak, pengecet. Sedangkan gender wayang hanya memiliki dua struktur, yaitu kawitan dan pengawak, atau pengawak dan pengecet yang dimainkan secara berulang-ulang. Oleh karena itu durasi dari gending gender wayang tidak terlalu panjang, jadi memudahkan bagi

(4)

13

orang untuk menguasai gending gender karena tidak membutuhkan waktu yang lama seperti gending gong kebyar.

1.2 Landasan Teori

Landasan teori terdiri dari dua kata, yaitu landasan dan teori. Landasan berarti tumpuan atau alas (Poerwadarminta, 1984 : 560), sedangkan teori adalah pendapat yang dikemukakan sebagai asas-asas atau hukum-hukum umum yang menjadi dasar suau kesenian atau ilmu pengetahuan (Poerwadarminta, 1984 : 1054). Jadi landasan teori adalah ulasan tertulis yang merupakan sebuah tumpuan atau alas untuk menjabarkan kembali teori-teori yang telah ada tentang suatu hal yang sedang kita teliti.

Dalam suatu penelitian akan dipergunakan beberapa teori-teori yang erat hubungannya dengan permasalahan yang akan dibahas atau diteliti. Teori-teori yang akan digunakan dalam melaksanakan suatu kegiatan sesuai judul penelitian maka bagian ini dibahas pokok pikiran sebagai berikut : (1) teori belajar; (2) teori gender wayang.

1.2.1 Teori Belajar

1. Pengertian Kemampuan Belajar

Kemampuan berasal dari kata dasar mampu, kata mampu berarti bisa atau sanggup melakukan sesuatu, jadi kemampuan adalah kesanggupan, kecakapan, kekuatan dalam melakukan sesuatu (Poerwadarminta, 1984 : 628). Kemampuan dapat dibagi menjadi 3, yaitu kemampuan kognitif, kemampuan afektif, dan kemampuan psikomotor. Secara psikologis, ranah kognitif merupakan yang terpenting, karena ranah kejiwaan yang berkedudukan pada

(5)

14

otak ini merupakan sumber sekaligus pengendali ranah-ranah kejiwaan lainnya, yakni ranah afektif/ rasa dan ranah psikomotor/ karsa (Syah, 2011 : 48). Dalam kemampuan kognitif, guru sangat berperan penting dalam pengembangan kecakapan kognitif siswa sehingga siswa akan memperoleh pengetahuan. Jika proses tersebut berjalan lancar maka akan memperoleh hasil yang positif pada kemampuan afektif siswa, yakni kesadaran siswa bahwa menuntut ilmu pengetahuan merupakan hal yang penting. Keberhasilan mengembangkan kemampuan kognitif juga berdampak positif pada kemampuan psikomotor, namun juga banyak terikat pada kecakapan afektif, jadi kecakapan psikomotor siswa merupakan manifestasi wawasan pengetahuan dan kesadaran serta sikap mentalnya yang dituangkan dalam bentuk keterampilannya masing-masing (Syah, 2011 : 54).

Belajar adalah kegiatan yang berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelenggaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan (Syah, 2011 : 63).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa kemampuan belajar adalah kecakapan atau potensi seseorang individu untuk menguasai keahlian dalam melakukan suatu pekerjaan atau suatu penilaian untuk mendapatkan kepandaian dalam kegiatan di jenjang pendidikan.

Kemampuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah siswa mengerti tentang pengetahuan teori-teori gender wayang, siswa menyadari bahwa pentingnya mempelajari memainkan gender wayang dalam upaya pelestarian budaya. dan keberhasilan siswa untuk dapat menguasai keahlian dalam

(6)

15

memainkan gender wayang khususnya teknik gegebug dan sikap yang benar pada tabuh Cecek Magelut yang diperoleh dari aktivitas belajar ekstrakurikuler tabuh dan dinyatakan dalam bentuk nilai. Nilai tersebut diperoleh dari hasil tes menabuhkan tabuh Cecek Magelut.

2. Pengertian Ekstrakurikuler

Ekstrakurikuler terdiri dari dua kata, yaitu ekstra dan kurikuler. Ekstra diartikan tambahan (Hardaniwati, 2003 : 158). Kurikuler berarti berkaitan atau bersangkutan dengan kurikulum (Hardaniwati, 2003 : 352). Jadi ekstrakurikuler dapat diartikan sebagai kegiatan tambahan yang berkaitan dengan kurikulum pendidikan dalam sekolah untuk menambah wawasan dan keterampilan peserta didik.

Ekstrakurikuler merupakan pelajaran untuk pengembangan diri sesuai bakat dan minat pesertadidik yang dilaksanakan di sekolah sebagai lingkungan pendidikan formal, adalah program pelajaran yang mengacu pada penyelenggaraan kurikulum pendidikan. Ekstrakurikuler ini merupakan pengembangan diri (internal) kemampuan yang sangat tergantung kepada pembawaan masing-masing sejak lahir. Bila sesuatu itu memberikan kesenangan pada dirinya, maka ia akan menaruh minat terhadap sesuatu itu, tetapi sebaliknya jika sesuatu itu tidak menimbulkan kesenangan pada dirinya, maka ia tidak akan menaruh minat (Saputra, 2012: 40).

Tujuan ekstrakurikuler adalah mengembangkan potensi siswa secara optimal dan terpadu meliputi bakat, minat, dan kreatifitas, memantapkan kepribadian siswa untuk mewujudkan ketahanan sekolah sebagai lingkungan

(7)

16

pendidikan sehingga terhindar dari usaha dan pengaruh negatif yang bertentangan dengan tujuan pendidikan, dan mengaktualisasikan potensi siswa dalam pencapaian prestasi unggulan sesuai bakat dan minat (Saputra, 2012 : 41).

Adapun metode yang digunakan dalam ekstrakurikuler tabuh ini adalah 1. Metode ceramah, adalah suat cara mengajar atau cara menyampaikan materi

melalui penjelasan lisan tentang pengetahuan.

2. Metode tanya jawab, adalah cara penyajian materi atau bahan pelajaran yang menggunakan pertanyaan sebagai stimulus dan jawaban sebagai pengarah dalam aktivitas belajar yang bertujuan untuk merangsang pelatihan siswa terhadap pelajaran yang diberikan dan juga sebagai evaluasi.

Dalam kegiatan ekstrakurikuler tabuh, siswa ditekankan untuk mengikuti ekstrakurikuler tabuh didasari rasa senang dan sekaligus menyalurkan bakat dan hobi dalam bidang seni. Pelajaran ekstrakurikuler tabuh ini merupakan salah satu kegiatan pilihan yang diterapkan sebagai program pendidikan pengembangan keterampilan khususnya dibidang seni tabuh SMP Negeri 3 Mengwi Tahun Pelajaran 2014/2015.

1.2.2 Teori Gender Wayang 1. Pengertian Tabuh

Tabuh adalah hasil karya cipta seni karawitan yang diungkapkan dengan media alat atau gamelan. Istilah tabuh atau nabuh menunjukan suatu sajian yang berkualitas. Selain itu, istilah tabuh digunakan untuk menunjuk suatu ukuran tertentu dalam bentuk suatu gending. Misalnya gending-gending perangkat gamelan gong gede, semar pegulingan, saih pitu, pegambuhan, dan jenis

(8)

17

gending-gending palegongan memiliki pola struktur atau bentuk yang berbeda, meskipun ukuran tabuhnya sama (Sukerta, 1998 : 173).

2. Definisi Gender Wayang

Gender wayang merupakan barungan alit yang digolongkan ke dalam gamelan golongan tua. Gamelan golongan tua mempunyai persamaan dengan relief di Candi Penataran (Jawa Timur). Dalam gamelan golongan tua, tidak banyak mempergunakan kendang, bahkan ada yang sama sekali tidak mempergunakan kendang seperti Selonding, Gender Wayang, Gambang, dan Caruk (Dibia, 1978 : 12)

Gender adalah nama dari salah satu tungguhan melodi yang berbentuk bilah (metalophone). Kata gender biasanya dirangkaikan dengan kata wayang dan rambat yang mempunyai bentuk, laras dan fungsi yang berbeda. Adapun persamaannya adalah bahwa tungguhan gender wayang dan gender rambat merupakan tungguhan pasangan yang selalu ditabuh oleh satu orang dengan menggunakan dua buah panggul (sepasang) yang bahannya terbuat dari kayu dengan bentuk yang sama berbentuk bundar. Kata gender juga digunakan untuk menunjuk pada tungguhan-tungguhan gangsa, misalnya tungguhan giying (pengugal), pemade, dan kantil pada perangkat gamelan gong kebyar (Sukerta, 1998 : 46).

(Hasil wawancara dengan I Gede Ngurah Eka Susila pada tanggal 5 Maret 2014)

(9)

18

Menurut Ngurah Eka, berdasarkan bentuknya, wayang dapat diartikan sebuah benda yang bahannya dari kulit sapi yang diukir menyerupai bentuk manusia yang digunakan sebagai tokoh-tokoh dalam cerita, dimana tampilannya dapat dilihat dari bayangan di depan layar. Berdasarkan dari segi kata, wayang berasal dari kata bayangan, secara makna dan fungsinya wayang adalah sebuah pertunjukan yang menampilkan bayangan yang berisikan tentang makna kehidupan, dan bersumber dari ajaran-ajaran keagamaan, sehingga manusia secara visual mendapatkan sebuah bayangan sebagai cermin dalam kehidupan, yang mana pertunjukan wayang adalah sebuah tampilan dunia kecil yang bersumber dari dunia besar (Bhuana Agung). Secara fungsi/kewenangan dalam pertunjukan wayang, Dalang adalah simbol Tuhan, Kelir (layar putih) simbol langit (Akasa), Gedebong (pohon pisang) simbol tanah atau Pertiwi, Gedog (keropak wayang) simbol dunia atau bumi, lampu damar simbol matahari (Surya), wayang simbol manusia. Dilihat dari segi makna dan fungsi ini, Dalang adalah sebagai Guru Lhoka, lewat media wayang memberikan pencerahan dan tuntunan kepada manusia yang dijadikan bayangan, panutan di dalam kehidupan.

3. Pengertian Tabuh Cecek Magelut

(Hasil wawancara dengan I Wayan Suweca pada tanggal 4 Maret 2014) Menurut Wayan Suweca, pada jaman dahulu gending-gending gender wayang diambil dari lingkungan sekitar, nama tanaman atau nama binatang. Misalnya Dongkang Menek Biyu, Tulang Lindung, Merak Angelo, Cecek Megelut, dan lain-lain. Komposer atau pencipta dari gending-gending gender wayang tidak diketahui sejak dari dulu. Dalam penelitian ini, peneliti

(10)

19

mengangakat tabuh Cecek Magelut sebagai judul penelitian. Menurut Wayan Suweca, arti yang sebenarnya dari cecek megelut adalah cecek atau yang dalam bahasa Indonesia disebut cicak yaitu binatang yang berjenis reptil, dan magelut berarti saling memeluk atau mecandetan (saling sahut). Jadi, arti cecek magelut yang dalam arti yang sebenarnya adalah cicak-cicak yang berbunyi saling mecandetan atau saling sahut, yang juga dituangkan dalam gending tersebut yang memiliki suasana saling sahut pada kawitan gending. Dan arti lain yang mengilhami si pencipta tabuh Cecek Magelut adalah cecek yaitu kecek yang ada dalam sastra bahasa Bali yang merupakan sebuah hufuf aksara yang dalam notasi Bali biasa dibaca ndang (1). Sastra adalah erat kaitannya dengan ilmu pengetahuan, dan dewa dari ilmu pengetahuan adalah Dewi Saraswati. Kemudian arti dari magelut adalah diambil dari kata gelut atau menggeluti yang berarti menekuni sesuatu. Jadi, arti dari Cecek Magelut adalah bergelut dengan sastra atau ilmu pengetahuan.

I Wayan Suweca juga menambahkan, jika gender wayang dihubungkan dengan ilmu filsafat, menggunakan konsep Purusa dan Predana, yaitu sebuah filsafat yang menguraikan dua hal yang berbeda, jika disatukan akan menibulkan sebuah energi yang menciptakan sebuah keseimbangan dan keharmonisan. Misalnya dalam gender wayang terdapat dua pukulan yang berbeda, yaitu pukulan polos dan sangsih, apabila dimainkan secara simultan atau bersamaan akan menciptakan suatu keharmonisan. Kemudian dari segi instrumen gender itu sendiri, terdiri dari dua pasang tungguhan, yaitu tungguhan gender pemade dan tungguhan gender kantilan, yang apabila dimainkan secara simultan atau

(11)

20

bersamaan akan menimbulkan keseimbangan nada dan keharmonisan gending gender itu sendiri.

4. Sistem Memainkan Gender Wayang

Menurut Suharta (2013 : 43) tata cara memainkan gamelan bukan berarti asal memukul gamelan mengikuti suatu melodi, akan tetapi memukul gamelan dengan segala aturan yang telah ditentukan supaya suara gamelan dapat terdengar indah. Untuk menjadi pemain gamelan atau penabuh gender wayang yang terampil, ada persyaratan tertentu yang harus diperhatikan, mulai dari duduk sampai mampu menyuarakan gender wayang dengan baik.

a. Sikap Duduk

Secara tradisional sikap duduk pemain gender wayang untuk laki-laki adalah duduk dengan sikap yang disebut sila asana ; yaitu sikap duduk bersila biasa, ada juga dengan sikap padma asana ; yaitu sikap duduk bersila dengan kaki bersilang satu sama yang lain, akan tetapi tidak banyak yang dapat melakukan. Sedangkan untuk para wanita sesuai etika yang berlaku adalah dengan sikap yang disebut bajra asana ; yaitu sikap bersimpuh yang dilakukan dalam persembahyangan. Akan tetapi untuk kepentingan estetik dalam sebuah pertunjukan, dengan pertimbangan waktu duduknya yang lama dan kebebasan dalam mengimbangi dinamika gending yang dimainkan dengan action agar penyajian tidak kelihatan kaku, para pemain gender wanita merasa lebih nyaman dengan sikap sila asana.

(12)

21

Sikap Sila Asana Sikap Padma Asana Sikap Bajra Asana b. Teknik Memegang Panggul

Penggunaan panggul dari masing-masing instrumen dalam memainkan gender wayang umumnya dilakukan dengan sistem permainan yang menggunakan dua panggul, kedua tangan kanan dan kiri memukul dan menutup atau dipukul tanpa tutupan.

Sebelum memegang panggul, terlebih dahulu dimulai dengan mengepalkan tangan, dilanjutkan dengan meluruskan jari telunjuk ke arah depan, kemudian tangkai panggul dimasukan ke dalam kepalan tangan. Jari telunjuk diletakkan diatas tangkai panggul, posisi tangki panggul bagian bawah berada diantara sentuhan ibu jari dengan jari tengah , jari manis dan kelingking dibuka. Demikian juga dengan tangan kanan, sehingga kedua tangan memegang panggul dalam posisi yang bagus dengan kondisi yang rileks. Posisi jari tangan seperti itu harus selalu dipertahakan, karena masing-masing memiliki peranan tertentu seperti : jari telunjuk bertugas menekan pukulan dan ibu jari mengangkat pukulan, sedangkan jari tengah, jari manis dan kelingking bertugas menutup bilah yang dipukul.

(13)

22

c. Teknik Memukul dan Menutup Bilah

Teknik memukul dan memukul bilah gamelan, tergantung jenis suara yang diinginkan, seperti ; dipukul langsung ditutup, dipukul dan ditutup setelah memukul bilah yang lain, dan dipukul tanpa tutupan.

d. Teknik Memukul Dengan Posisi “Tangan Serong” Contoh pukulan “Tangan Serong”

a. Memukul nada nding (3) posisi tangan pada nada ndang (1) b. Memukul nada ndang (1) posisi tangan pada nada nding (3)

(14)

23

Memukul nada nding (3) posisi tangan pada nada ndang (1)

Memukul nada ndang (1) posisi tangan pada nada nding (3) Demikian seterusnya, tangan kiri juga harus dilatih untuk mengikuti teknik seperti tangan kanan. Cara seperti ini disebut dengan istilah “ngereng” yang merupakan identitas yang paling menonjol dalam teknik permainan gender wayang.

e. Jenis Pukulan Gender Wayang

Menurut Griya (almarhum), maestro karawitan Bali menemukan teknik permainan gender wayang yang disebut dengan Kumbang Atarung (kumbang berkelahi). Adapun berbagai jenis pukulan yang diberi nama sesuai dengan fungsinya masing-masing seperti : ekasruti, candrapraba, padusuara,

(15)

24

danamuka, anerang sasih, anerang wisaya, gana wedana, anglangkah giri, dan asti aturu (Suharta, 2013 : 46)

1. Ekasruti merupakan pukulan tunggal yang hanya memakai satu tangan dalam satu nada. Lebih banyak dimainkan dalam permainan pengrangrang, yaitu nada-nada yang hanya diaminkan oleh tangan kanan saja atau tangan kiri saja. Teknik permainan ini banyak dipakai pada pengrangrang gending Rebong atau gending Candi Rebah.

2. Candrapraba merupakan sebuah teknik pukulan yang berjarak satu nada antara tangan kanan dan tangan kiri, dilakukan secara bersamaan. Akan tetapi dalam prakteknya, teknik pukulannya sering dilakukan secara bergantian antara tangan kanan dan tangan kiri, walaupun masih berjarak satu nada. Sering digunakan dalam gending Angkat-angkatan.

3. Padasuara merupakan teknik pukulan yang berjarak dua nada dan dipukul secara bersamaan. Banyak digunakan pada gending seperti Alas Arum. 4. Danamuka adalah sebuah istilah untuk menyebut teknik pukulan berjarak

tiga nada yang dipukul secara bersamaan. Biasanya digunakan pada gending Batel Pesiat.

5. Anerang Asih adalah istilah untuk menyebutkan teknik pukulan yang berjarak empat nada. Teknik pukulan seperti ini biasanya dilakukan secara bersamaan dengan memukuk nada yang sama dalam oktaf tinggi dan oktaf rendah.

6. Anerang Wisaya merupakan teknik pukulan yang berjarak lima nada, dengan memukul nada yang berbeda secara bersamaan atau bergantian antara

(16)

25

tangan kanan dan tangan kiri. Teknik pukulan seperti ini banyak dipergunakan pada lagu jenis Angkat-angkatan ; seperti adegan perjalan perang dan iring-iringan prajurit kerajaan dalam iringan Wayang Kulit. 7. Gana Wedana merupakan istilah untuk menyebutkan teknik pukulan yang

berjarak enam nada. Terkadang dilakukan secara bersamaan atau bergantian sesuai dengan jenis gending yang dimainkan. Teknik pukulan ini sering digunakan pada jenis gending Mesem, yaitu jenis gending pada adegan tetangisan dalam pertunjukan Wayang Kulit.

8. Anglangkah Giri merupakan teknik pukulan yang dilihat dari arti katanya, anglangkah berarti melintas, menyebrang atau melewati, sedangkan giri berarti gunung. Jadi istilah ini diasosiasikan dengan teknik pukulan antara tangan kiri dan tangan kanan mempunyai jarak yang sangat jauh, yakni berjarak tujuh nada yang dimainkan secara bersamaan atau secara bergantian. Jenis pukulan ini banyak digunakan pada gending Batel Pesiat.

9. Asti Aturu adalah sebuah teknik permainan gender wayang yang jaraknya paling jauh dibandingkan dengan pukulan yang lainnya, yaitu berjarak delapan nada antara tangan kanan dan kiri. Teknik pukulan ini banyak digunakan pada gending Sesapi Ngindang.

f. Motif Pukulan

Disamping teknik permainan dasar yang disebut Kumbang Atarung dan jenis pukulan sesuai fungsinya, gender wayang sangat kaya dengan motif-motif permainan gendingnya, sehingga memberi ruang dan formulasi yang beraneka

(17)

26

ragam untuk melahirkan motif dan jenis pukulan dengan istilah tertentu untuk menunjukkan identitasnya.

1. Ngempyung atau ngero, adalah teknik permainan dengan memainkan dua buah nada yang berbeda (dalam oktaf tinggi) secara bersamaan, mengapit dua buah nada didalamnya, nada yang dimainkan adalah nada ndang (1) dengan nada ndeng (5) dan kedengarannya adalah nada ndang (1)

2. Nyintud, adalah teknik permainan yang diambil dari permainan instrumen trompong dengan memainkan dua buah nada yang berbeda (dalam oktaf tinggi) secara bersamaan mengapit dua buah nada didalamnya. Nada yang diaminkan adalah nada nding (3) dengan nada ndung (7) dan kedengarannya adalah nada nding (3)

3. Ngoret, adalah teknik permainan dengan memukul tiga buah nada yang ditarik mulai dari nada rendah ke nada yang lebih tinggi

4. Ngerot, adalah teknik permainan dengan memukul tiga buah nada yang ditarik mulai dari nada tinggi ke nada yang lebih rendah

5. Nyekati, adalah teknik permainan nada-nada yang lebih banyak melepas pukulan pokok melodi, akan tetapi dalam satu putaran bertemu pada nada final melodi

6. Ngumad dan Nguluin, Ngumad adalah teknik permainan nada-nada dengan membelakangi pukulan pokok melodi, sedangkan Nguluin adalah teknik pukulan dengan mendahului pukulan melodi pokok

7. Nerumpuk, adalah teknik permairanan dengan memukul satu nada secara beruntun, memanfaatkan satu atau dengan kedua tangan sesuai kebutuhan

(18)

27

8. Ngubit, adalah teknik permainan dengan pola permainan yang membuat jalinan (interlocking figuration), yaitu membuat ritme menjadi sangat kaya dan ornamentatif untuk mendukung suasana yang diharapkan

9. Gegulet, adalah permainan nada-nada dengan memadukan berbagai jalinan yang ritmis dalam bentuk melodi yang berlapis-lapis atau permainan motif yang dilipatgandakan

10. Norot, adalah pola permainan dengan sistem permainan kedua tangan untuk membantu menjalankan melodi gending, kadang-kadang menyatu dalam motif jalinan atau terlepas dengan mengikuti jalannya melodi

11. Nendet, adalah teknik permainan yang hanya bertumpu pada satu nada, dengan sistem permainan memukul dan menutup secara beruntun dan bersamaan sesuai keperluan

12. Ngecek, adalah teknik permainan dengan memukul dan menutup satu nada hanya sekali saja secara bersamaan. Setelah memukul dan menutup, ada jeda dalam hitungan tertentu yang disesuaikan dengan kebutuhan pemain

13. Beburu, adalah teknik permainan nada-nada dengan motif permainan “terjalin kejar-kejaran”, umumnya hanya memanfaatkan tiga buah nada yang dilakukan selalu mengikuti jalannya melodi dan sangat ditentukan pula oleh jenis dan panjang-pendeknya melodi gending

14. Oncang-oncangan, adalah teknik permainan dengan memainkan “dua buah nada disela satu nada”, atau menurut “urutan nada-nada” yang ada, membuat jalinan dengan sistem kejar-kejaran dan motif-motif yang dimainkan ditentukan oleh panjang dan pendeknya melodi (Suharta, 2013:51).

(19)

28

Adapun beberapa unsur yang terdapat pada sistem memainkan tetabuhan gender wayang antara lain ada empat tabuhan gender wayang dilihat dari tabuhan tangan kanan dan tangan kirinya, yaitu : 1) Tabuhan Gembyang, 2) Tabuhan Ngempyung, 3) Tabuhan Tangan Kiri, 4) Tabuhan Debyung dijelaskan secara umum di bawah ini :

1) Tabuhan Gembyang, yaitu pukulan dua buah nada yang sama yang mengapit empat buah empat buah nada secara simultan

2) Tabuhan Ngempyung, yaitu pukulan dua buah nada yang berbeda yang mengapit dua buah nada secara simultan

3) Tabuhan Tangan Kiri, yaitu menggarap bantang gending dan tangan kanan menggarap bantang gending dengan berbagai pola jalinan (candetan)

4) Tabuhan Debyung, yaitu memukul dua buah nada yang berbeda yang mengapit satu nada secara simultan (Sukerta, 1998 : 47).

5. Tata Penyajian Tabuh

Gender wayang biasanya disajikan sebagai iringan untuk upacara sakral di Bali, seperti upacara ngaben, potong gigi, tigabulanan anak, dan lain-lain. Namun, gender wayang juga dapat disajikan sebagai sebuah pertunjukan seni, misalnya disajikan ke dalam sebuah perlombaan gender wayang. Adapun persyaratan dalam sebuah pertunjukan seni adalah harus ada pemain, panggung , musik, lampu (lighting), perlengkapan (properti), dekorasi, dan pengeras suara (sound system).

Berdasarkan informasi yang saya dapatkan dari hasil wawancara dengan Wayan Suweca, tata penyajian atau struktur dari tabuh-tabuh gender wayang

(20)

29

sebenarnya sama seperti tabuh-tabuh yang lainnya yang memakai konsep Tri Angga (Kawitan, Pengawak, Pengecet). Namun tabuh gender wayang juga ada yang hanya memakai Kawitan dan Pengawak saja. Karena pada umumnya tabuh-tabuh gender wayang berdurasi pendek. Seperti halnya pada tabuh Cecek Magelut yang hanya terdapat Kawitan dan Pengawak.

Adapun struktur sebuah gending adalah sebagai berikut : I. Kawitan (bagian pertama gending)

Kawitan adalah awal pertama dimulainya sebuah lagu atau gending dimulai permainan pemade atau gangsa yang dimainkan oleh satu orang sebagai pemimpin gending (ugal) yang menentukan cepat lambatnya bagian gending tersebut (Sukerta, 1998 : 75).

II. Pengawak (bagian tengah gending)

Pengawak adalah bagian-bagian gending yang terletak setelah berakhirnya gending dari kawitan, di dalam gending pengawak biasanya dimainkan dengan tempo yang lebih pelan dari bagian kawitan (Sukerta, 1998 : 139).

III. Pengecet (bagian akhir gending)

Pengecet adalah suatu gending yang terletak pada bagian akhir gending, bagian gending pengecet ini biasanya terdiri dari satu gongan atau lebih yang disajikan secara berulang-ulang (Sukerta, 1998 : 139).

6. Aspek-Aspek Yang Dinilai

Adapun aspek-aspek yang dinilai dalam memainkan Gender Wayang secara garis besarnya dibagi menjadi 3 aspek, yaitu teknik pukulan (gegebug),

(21)

30

kekompakan (kerja sama), dan penampilan. Adapun penjelasan masing-masing aspek sebagai berikut :

1. Teknik Pukulan (gegebug)

Istilah gegebug biasanya dikaitkan dengan salah satu nama dari tungguhan, misalnya gegebug kendang, gegebug gangsa, gegebug pemade dan sebagainya (Sukerta, 1998 : 43). Jadi gegebug adalah teknik permainan memukul pada gamelan Bali. Gegebug atau teknik pukulan yang terkandung dalam memainkan gender wayang tabuh Cecek Magelut adalah teknik pukulan dasar yang disebut Kumbang Atarung, teknik pukulan berdasarkan fungsi yaitu ekasruti, candrapraba, padusuara, danamuka, anerang sasih, anerang wisaya, gana wedana, anglangkah giri, dan asti aturu, dan teknik pukulan berdasarkan motif pukulan gender wayang yaitu ngempyung atau ngero, nyintud, ngoret, ngerot, nyekati, ngumad, nguluin, nerumpuk, ngubit, gegulet, norot, nendet, ngecek, beburu, dan oncang-oncangan.

Ciri-ciri gegebug yang baik dalam memainkan gender wayang adalah pukulan pada pada gender terdengar jelas, padat dan tidak berdengung, oleh karena itu setiap pemain gender harus menguasai teknik memukul dan menutup bilah.

2. Kekompakan (kerjasama)

Kekompakan berasal dari kata kompak. Dalam kamus besar bahasa indonesia, kompak berarti utuh dan kuat (bersatu padu) (Poerwadarminta, 1984: 518). Jadi dapat dikatakan bahwa kekompakan berarti sebagai suatu hal yang utuh dan kuat atau keadaan yang bersatu padu. Berkaitan dengan tabuh Cecek

(22)

31

Magelut, kekompakan terjadi karena adanya kerja sama diantara pemain gender wayang terkait dengan instrumen-instrumen yang dimainkan sehingga menjadi satu kesatuan sehingga tabuh Cecek Magelut terdengar baik.

Ciri-ciri kekompakan yang baik adalah kotekan-kotekan pada instrumen gender wayang terdengar harmonis dan seimbang antara pukulan polos dan sangsih, dinamika yang menghiasi terdengar indah di mana saat pukulan lirih dan pukulan keras jelas terdengar di telinga pendengar.

3. Penampilan

Penampilan dalam memainkan gender wayang, bukanlah hanya sekedar memukul gamelan, namun ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar penampilan terlihat bagus dan suara gender terdengar indah.

Adapun beberapa ciri-ciri penampilan dan persyaratan tertentu yang harus diperhatikan dalam memainkan gender wayang, mulai dari sikap duduk yang meliputi sila asana atau padma asana (laki-laki), dan bajra asana (wanita), kemudian pandangan selalu ke depan tidak boleh menunduk, serta dalam situasi yang santai dan tetap bersemangat, menguasai teknik memegang panggul yang baik, teknik menutup bilah yang benar.

4. Notasi Tabuh Cecek Magelut

Notasi karawitan Bali merupakan salah satu cara untuk mencatat lagu-lagu atau gending-gending Bali baik vokal maupun instrumental, dengan menggunakan tanda-tanda atau simbol-simbol yang diambil dari aksara Bali (Tantra, 1985: 30).

(23)

32

Notasi tabuh Cecek Magelut terdiri dari dua bagian, yaitu kawitan dan pengawak.

(24)

33 I Kawitan

3 . 3 . 3 3 3 3 3

. 1 3 3 71 3

1 . 1 . 1 1 1 1 1

.5 .5 5 15 71 37 17 51

71 57 17 51 71 57 1

1 . 1 . 1 1 1 1 1

1 71 3 .1 1 71 3

3 . 3 . 3 3 3 3 3

51 51 35 15 13 175 35 13

175 35 13 1757 17 54 33

43 4575 7 .71 33 43 45 75 7

.57 11 14 33 37 11 14 33

37 1 .17 5 .57 1 .3 3

17 5 54 57 54 5

3 . 3 . 3 3 3 3 3

5 . 5 . 5 5 5 5 5

1175 7 .1 3

3 . 3 . 3 3 3 3 3

571.3 13 41 37 5 75 71

317 13 41 37 5 54 57 54 5

3 . 3 . 3 3 3 3 3

5 . 5 . 5 5 5 5 5

1175 7 .1 3

(25)

34

Keterangan :

= Tanda pengulangan = Garis nilai

= Bilah dipukul dan ditutup bersamaan

II Pengawak

.7 5 7 1 3 7 1 7 5 7 1 3 7

1 7 5 7 17 5 7 5 . . 4 3 4

3 5 7 1 . . 4 3 4 3 5 7

1 3 1 7 . 1 3 4 5 4 3 3

. 4 5 4 3 1 3 1 7 1

7 5 . . 4 3 4 3 5 7 1

. . 4 3 4 3 5 7 1 3 17 . 1

3 4 5 4 3 3 . 4 5 4 . 3

. 4 5 4 . 3 . 4 5 4 . 3 4 3 4 5

. 7 . 5 7 5 7 1 . 3 . 4 5 4 . 3

4 3 4 5 . 7 . 5 7 5 7 1 . 3 . 4

5 4 3 1 3 1 7 1 7

5 . 4 5 4 3 4 5 7

(26)

35

5. Instrumen Gender Wayang

Gender Wayang adalah nama dari salah satu tungguhan gender yang berbilah 10 dan berlaras slendro. Tugguhan ini diberi nama gender wayang karena digunakan untuk mengiringi pertunjukan wayang. Bilah gender wayang dibuat dari perunggu dan menggunakan bumbung sebagai resonatornya. Tiap tungguh gender wayang dipukul oleh satu orang dengan menggunakan dua buah panggul dari kayu berbentuk bundar. Panjang panggul gender wayang yang digunakan adalah sekitar 26 cm dan pada bagian ujungnya, bagian yang dipukulkan pada bilah gender wayang berbentuk bundar. Ada dua jenis gender wayang yaitu gender pengede/pemade dan gender wayang barangan. Perbedaan kedua jenis gender ini didasarkan atas ukurannya, gender wayang pengede relatif ukurannya lebih besar daripada gender wayang barangan dengan perbedaan larasan sebesar satu gembyangan atau satu oktaf. Pada dua tungguh gender wayang pengede terdapat satu tungguh yang menggunakan nada pengumbang dan satu tungguh lainnya menggunakan nada pengisep, demikian juga pada gender wayang barangan (Sukerta, 1998 : 47)

Instrumen yang digunakan dalam penelitian tabuh Cecek Magelut adalah empat tungguh gender, yang terdiri dari :

1. 1 Tungguh Gender Pengede atau Pemade yang menggunakan nada pengumbang 2. 1 Tungguh Gender Pengede atau Pemade yang menggunakan nada pengisep 3. 1 Tungguh Gender Barangan atau Kantilan yang menggunakan nada pengumbang

(27)

36

4. 1 Tungguh Gender Barangan atau Kantilan yang menggunakan nada pengisep.

Gambar di atas adalah satu barungan Gender Wayang

(28)

37

Gambar

Gambar di atas adalah satu barungan Gender Wayang
Gambar di atas merupakan tungguhan gender wayang barangan atau kantilan

Referensi

Dokumen terkait

Beberapa perusahaan menggunakan terlalu sedikit ukuran dalam scorecard (hanya satu atau dua ukuran perspektif). Scorecard dengan jumlah ukuran terlalu sedikit

Persamaannya terletak pada permasalahan yang akan dibahas, yaitu membahas kondisi psikologis dari tokoh dalam karya sastra, namun penelitian Aryantica lebih

Jaringan Komputer adalah kumpulan dua atau lebih komputer yang saling berhubungan satu sama lain untuk melakukan komunikasi data dengan menggunakan protokol

Subekti dalam bukunya “Pokok-Pokok Hukum Perdata” berpendapat bahwa perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu

benda yang lebih dari satu dalam bentuk kelompok atau dapat digunakan untuk. menjelaskan benda yang

Jaringan komputer adalah kumpulan dua atau lebih komputer yang saling berhubungan satu sama lain untuk melakukan komunikasi data dengan menggunakan protokol komunikasi

Model penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah model penelitian eksperimen yang berbasis metode kuantitatif. Penelitian ini menggunakan dua kelas VIII

Infertilitas primer adalah pasangan lebih dari satu tahun menikah, tetapi belum mengalami kehamilan tanpa menggunakan alat pelindung, sedangkan infertilitas sekunder adalah pasangan