• Tidak ada hasil yang ditemukan

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

58

PENGARUH AKTIVITAS PENAMBANGAN PASIR TERHADAP KEPADATAN DAN DISTIRIBUSI POKEA (Batissa violacea celebensis Martens, 1897)

DI SUNGAI POHARA SULAWESI TENGGARA

Oleh: Bahtiar1, Etty Riani2, Isdradjad Setyobudiandi2, Ismudi Muhsin2) ABSTRACT

The background of this study is the decreasing of density and distribution of pokea due to sand exploitation which given significancy on decreation of habitat preference of pokea. Moreover limited information of pokea habitats in pohara river also significant. The aims of this study are to investigate the density and pattern of distribution of pokea and to evaluate parameters of water quality and substrate that supports pokea viability. Sampling of water quality, sediment and pokea was conducted in the field and laboratory. Samples of water quality to preference habitat were analyzed by PCA and CA. Density and distribution pattern of pokea was analyzed by man whitney test and chi square. Density of pokea was affected by the sand exploitation that indicated by density of pokea before sand exploitation was lower than after exploitation which was range repectively from 24.02±25.12 - 89.34±54.81 and 206.46±36.11 – 617.92±391.22. Futhermore, the distribution pattern was affected by sand exploitation activity and was formed aggregation pattern. Overall, both water quality and substrat parameters (TSS, sand, silt, clay, Ca2, alkalinity, clearness, depth, organic matter of substrat dan carbon of substrat) contributed to viability of pokea.

Key words: sand exploitation, density, distribution, water quality, pokea PENDAHULUAN

Pokea (Batissa violacea celebensis Marten, 1897) (Kusnoto, 1953) merupakan salah satu jenis bivalvia air tawar yang menghuni dasar muara Sungai Pohara. Sejak abad 19, pokea telah dikonsumsi masyarakat di sepanjang jazirah tenggara Sulawesi sebagai makanan pokok (Hasil wawancara, 2003) sehingga menjadi salah satu mata pencaharian masyarakat di sepanjang aliran sungai.

Selain itu, aktivitas lain yang dilakukan masyarakat di sungai ini adalah penambangan pasir. Aktivitas penambangan ini telah berlangsung lama dan mencapai puncak di tahun 2007, sehingga secara langsung dapat mempercepat laju penurunan kuantitas dan kualitas pokea. Aktivitas penambangan pasir di beberapa tempat pada sungai ini menyebabkan rusaknya habitat pokea dan lingkungan perairan sehingga tidak ditemukan lagi organisme ini di tempat tersebut (Bahtiar, 2005). Permasalahan tersebut diduga menjadi salah satu penyebab penurunan kuantitas pokea ini dari tahun ke tahun. Hal ini dikuatkan dengan penelitian

Bahtiar (2005) menunjukkan bahwa sebelum tahun 1990-an, pengambilan pokea dapat dihasilkan 12 kgjam-1 sedangkan tahun 2000-an sampai sekarang hanya dihasilkan sebesar 4 kgjam-1.

Pada sisi lain, informasi yang berhubungan dengan kondisi ekologis yakni parameter lingkungan perairan yang sesuai dengan keberadaan pokea, kepadatan dan distribusi pokea dalam rentan waktu tertentu (sebelum dan setelah penambangan pasir) di Sungai Pohara belum banyak diketahui sedangkan informasi tersebut cukup penting dalam upaya mendukung pengelolaan sumberdaya pokea. Oleh karena itu, perlunya penelitian tentang pengaruh penambangan pasir terhadap kepadatan dan distribusi pokea di Sungai Pohara Sulawesi Tenggara.

Untuk mengetahui kepadatan dan pola distribusi pokea dan parameter-parameter kualitas perairan yang berperan bagi kehidupan pokea. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai dasar dalam pengelolaan pokea di Sungai Pohara Sulawesi Tenggara.

(2)

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN 0854-0128 Gambar 1. Peta penelitian pokea di Sungai Pohara

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 periode yaitu saat berlangsungnya aktivitas penambangan pasir (40 mesin pengisap pasir) yaitu bulan April - September 2007 dan tanpa penambangan pasir (April -September 2011). Penelitian ini bertempat di Sungai Pohara (segmen muara), Kabupaten Konawe Sulawesi Tenggara. Jumlah stasiun ditetapkan sebanyak 6 buah dengan mempertimbangkan karakteristik ekologi perairan (awal ditemukan pokea, tengah

dan akhir ditemukan pokea) dan aktivitas penambangan pasir (Gambar 1).

Sampel pokea dikumpulkan dengan keranjang (tangge) menggunakan metode luas sapuan (swept area method). Bukaan mulut tangge sebesar 12,5 cm dengan panjang tarikan 100 cm. Penarikan sampel pokea dilakukan sebanyak 10 kali tarikan dalam setiap stasiun dari setiap periode pengamatan dengan selang waktu sebulan. Selanjutnya, pada setiap tempat dilakukan pengukuran kualitas air dan kualitas substrat. Kualitas air dan substrat perairan yang diukur di lapangan menggunakan Water Quality

(3)

60

Checker (WQC) meliputi: suhu, kecepatan arus, kedalaman, TSS, kecerahan perairan, alkalinitas, TDS, DO perairan, dan pH substrat sedangkan nitrat, fosfat, Ca2, bahan organik, dan seston diambil pada kolom air dekat dasar perairan. Sampel substrat diambil sedalam lebih kurang 15 cm dan dimasukan ke dalam kantung, selanjutnya dianalisa tekstur, bahan organik, dan seston di Laboratorium Dasar Unhalu. Tipe susbtrat digolongkan berdasarkan perbandingan pasir, liat dan debu (Brower et al., 1990).

Kesesuaian habitat pokea ditentukan melalui analisis komponen utama (PCA) dan analisis kelompok (CA) pada paket program statistik multivariat (MVSP) (Sousa et al., 2008). Kepadatan pokea dihitung dengan formula Soegianto, (1994) dan dilanjutkan dengan uji man whitney untuk menguji perbedaan antar waktu penelitian (sebelum dan setelah penambangan pasir) dengan menggunakan perangkat lunak Minitab (Steel dan Torie, 1981). Pendugaan penyebaran pokea di setiap stasiun menggunakan indeks Morisita. Selanjutnya untuk menguji kebenaran nilai indeks diuji secara statisitik dengan menggunakan chi-kuadrat (χ2

) indeks Morisita baku (IP) yang dikembangkan oleh Smith-Gill (1975) dengan selang kepercayaan 95% (α = 0,05) (Khouw, 2009).

HASIL DAN PEMBAHASAN Kesesuaian Kualitas Air dan Substrat Pokea

Berdasarkan hasil analisis komponen utama menunjukkan nilai eigenvalue telah dapat

menjelaskan sebesar 98.42% dengan sumbu 1 sebesar 96.79% dan sumbu 2 sebesar 1.63%. Parameter yang berkontribusi terhadap sumbu 1 dari yang paling besar adalah TSS (0.99), Ca2+ (-0.159). Selanjutnya diikuti dengan variabel yang berkontribusi dalam jumlah yang sangat sedikit yang terdistribusi merata di seluruh stasiun penelitian masing masing adalah: alkalinitas (-0.045), kecerahan (0.008), liat (0.006), kedalaman (-0.005), bahan organik substrat (0.004) dan karbon substrat (0.002).

Parameter yang berkontribusi pada sumbu 2 adalah pasir (0.71) dan lempung (0.690). Stasiun yang paling berkontribusi terhadap pembentukan sumbu dari yang terbesar masing-masing adalah: 5T (-50.79), 6P (47.58), 4P (-43.91), 3T (-40.90), 5P (39.50), 3P (28.09), 1P (23.82), 1T (-19.26), 4T(17.59), 2P (13.15), 2T (-9.80) dan 6T (-5.08) (Gambar 2).

Selanjutnya, nilai variabel dan stasiun dikelompokkan dengan analisis kelompok yang didasarkan pada variabel kualitas air dan substrat sehingga ditemukan 4 kelompok besar stasiun. Kelompok 1 terdiri atas stasiun 5T, 4P dan 3T yang dicirikan dengan TSS yang rendah. Kelompok 2 terdiri atas stasiun 6T, 2T dan, 1T yang cenderung dicirikan dengan pasir dan lempung dengan TSS sedang. Kelompok 3 terdiri atas stasiun 6P dan 5P yang dicirikan dengan TSS yang tinggi. Kelompok 4 terdiri atas stasiun 3P, 4T, 2P, dan 1P dicirikan dengan TSS sedang dan pasir, lempung sedang dan liat sedikit yang ditemukan pada setiap tekstur dalam persentase yang sedang.

(4)

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN 0854-0128 Gambar 3. Hasil analisis kelompok selama penelitian di Sungai Pohara

Nilai TSS yang tinggi berkontribusi besar terhadap rendahnya kepadatan pokea di stasiun 6P (terdekat dengan penambangan manual yang sedang berlangsung) dan 5P (daerah penambangan dengan mesin pengisap tahun 2007-2009). Nilai TSS yang tinggi menggambarkan tingginya partikel yang tersuspensi di perairan yang selanjutnya akan mengendap di dasar perairan sehingga dapat merubah tekstur substrat. Keadaan ini akan mempengaruhi kestabilan substrat (Hastie et al., 2001) dan mengganggu mekanisme mencari makan bivalvia termasuk pokea yang menggunakan pedal (kaki) (Bogan, 1993). Beberapa parameter kualitas air dan substrat seperti alkalinitas, karbon dan bahan organik substrat, kecerahan dan kedalaman cukup berperan yang terdistribusi merata di seluruh stasiun. Hal ini menggambarkan bahwa kualitas air dan substrat tidak menjadi faktor pembatas di seluruh perairan sungai pohara. Bahan organik dan karbon menjadi faktor penting bagi distribusi bivalvia (Sousa et al., 2008) sebab seperti bivalvia lain, pokea memanfaatkannya untuk makanan melalui mekanisme makan dengan menggunakan pedal dan memfilter baik di substrat maupun di kolom air (Vaughn et al., 2008).

Kepadatan Pokea

Nilai kepadatan pokea disetiap stasiun berdasarkan waktu pengamatan ditemukan sangat bervariasi berkisar 24.02±25.12 - 89.34±54.81 (saat penambangan) dan 206.46±36.11 – 617.92±391.22 (setelah penambangan) (Gambar 4).

Gambar 4. Kepadatan pokea saat penambangan dan setelah penambangan

Berdasarkan hasil analisis man whitney menunjukkan bahwa nilai kepadatan yang ditemukan saat penambangan jauh lebih rendah daripada nilai kepadatan yang ditemukan setelah penambangan (Tabel 1). Adanya aktivitas penambangan menjadi salah satu kegiatan masyarakat yang secara langsung berkontribusi besar sebagai penyebab penurunan kuantitas pokea pada saat penambangan (2005-2008). Hal

(5)

62

ini ditunjukkan dengan kondisi beberapa tempat yang diambil pasirnya tidak ditemukan pokea yang hidup di daerah tersebut dan nilai TSS yang sangat tinggi (Gambar 5) pada saat penambangan.

Selanjutnya, kondisi ini dapat merubah tipe substrat dari fraksi pasir bercampur lempung menjadi dominasi tekstur liat (Bahtiar, 2007). Kematian bivalvia (Margaritifera margaritifera) seperti ini juga ditemukan pada aktivitas pengerukan substrat untuk kegiatan perikanan yang dapat merusak 5-10% habitat bivalvia dan

kematian bivalvia yang dapat mencapai 100 - 10.000 individu (Cosgrove dan Haltie, 2001), hilangnya 3% Anodonta anatina dan 23% A.

cygnea (Aldridge, 2000). Kematian bivalvia

dapat disebabkan oleh tingginya endapan liat sebagai akibat dari rusaknya habitat dari aktivitas penambangan pasir disungai (Bogan, 1993). Endapan liat yang tinggi tidak dapat ditoleransi oleh bivalvia yang memfilter makanannya sehingga bivalvia akan mati tercekik karena

bersatunya mekanisme makan dan

pernafasannya.

Tabel 1. Hasil analisis man whitney terhadap kepadatan pokea saat penambangan dan setelah penambangan (α = 0.05)

stasiun Ia IIa IIIa IVa Va VIa

Ib 0.000 IIb 0.000 0.000 IIIb 0.000 0.000 0.000 IVb 0.000 0.000 0.000 0.000 Vb 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 VIb 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000

Keterangan:a = saat penambangan; b = setelah penambangan Setelah 2 tahun berselang dengan ditutupnya kegiatan penambangan pasir di Sungai Pohara, terjadi peningkatan nilai kepadatan pokea. Pokea melakukan pemulihan (recovery) secara cepat sehingga dibeberapa tempat yang ditambang pasirnya telah dihuni oleh pokea. Kecepatan pertumbuhan pokea ini disebabkan: (1) semakin membaiknya tekstur substrat sebagai habitat hidup pokea. Substrat saat penambangan didominasi oleh lempung dan liat yang masing-masing sebesar 36.17% dan 50.89% (Bahtiar, 2007) digantikan dengan pasir dan lempung dengan persentase masing- masing 63.88% dan 31.86%. (2) sejarah hidup pokea yang mempunyai pertumbuhan populasi yang cepat, ditunjukkan dengan awal matang gonad yang cepat pada kisaran ukuran 2.88 (jantan) dan 2.39 (betina) (Bahtiar, 2007) dan koefisien pertumbuhan (K) sebesar 0.87 pada L ∞ sebesar 6.59 cm (Bahtiar dkk., 2009) dan K sebesar 7.25 dengan L ∞ sebesar 6.86 (jantan) dengan K sebesar 1.3 dengan L ∞ sebesar 6.86 (betina) (Bahtiar, 2007). Walaupun demikian, pertumbuhan pokea jauh lebih lambat

dibandingkan dengan Corbicula, famili yang sama dengan pokea yang mencapai kematangan gonad pada panjang 3-6 mm (Sousa et al., 2009).

Gambar 5. Nilai TSS perairan saat penambangan dan setelah penambangan

(6)

AGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 01Januari 2012, ISSN 0854-0128 Penyebaran Pokea

Hasil analisis indeks morisita pada pola penyebaran pokea diseluruh stasiun baik saat penambangan maupun setelah penambangan menunjukkan pola distribusi mengelompok (id > 1). Berdasarkan uji Chi-Square indeks morisita baku di setiap stasiun menunjukkan adanya perbedaan secara nyata dengan acak pada taraf kepercayaan 0,05. Hal ini berarti pula bahwa pola distribusi pokea berdasarkan waktu pengamatan di semua stasiun ditemukan mengelompok (Tabel 2). Pola distribusi saat penambangan cenderung lebih rendah dibandingkan setelah penambangan namun berdasarkan uji lanjut man whitney pada α =

0.05 menunjukkan tidak adanya perbedaan dari kedua waktu tersebut (nilai man whitney = 0.3123). Berdasarkan hal tersebut di atas, pola distribusi mengelompok pada pokea merupakan pola yang umum terjadi di alam seperti pada organisme bentik lainnya (Elliot, 1971) dan bivalvia lain seperti pada Dreissena polymorpha (Kobak, 2005). Pola ini merupakan respon pokea terhadap tingkah laku dalam sejarah hidup pokea yang berkoloni dalam satu tempat pada substrat perairan yang ditunjukkan dengan terdistribusinya semua kelas ukuran pada satu tempat yang sama (data belum dipublikasi, 2011).

Tabel 2. Pola distribusi pokea saat penambangan dan sesudah penambangan pasir

Stasiun N Saat penambangan Setelah penambangan Pola distribusi

id ip χ id ip χ I 60 1.359 0.669 1984 1.523 0.752 10017 mengelompok II 60 2.035 1.001 1550 1.841 0.912 21732 mengelompok III 60 1.436 0.707 1851 1.921 0.952 18328 mengelompok IV 60 1.476 0.726 1623 1.601 0.792 21688 mengelompok V 60 1.345 0.659 923 1.712 0.847 10249 Mengelompok VI 60 1.590 0.781 1360 1.350 0.666 4370 Mengelompok

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian, maka disimpulkan: (1) Penambangan pasir secara signifikan berkontribusi terhadap penurunan kepadatan pokea sedangkan pola distribusi tidak dipengaruhi secara nyata dari aktivitas penambangan tersebut. (2) Kualitas air dan substrat perairan yang mempengaruhi keberadaan pokea adalah TSS, pasir, lempung, liat, Ca2+, alkalinitas, kecerahan, kedalaman, bahan organik substrat ddan karbon substrat.

Disarankan perlu adanya upaya pengelolaan sumberdaya pokea diantaranya adalah penzonasian kawasan terutama penambangan pasir dan pengambil pokea sehingga sumberdaya pokea di Sungai Pohara dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Aldridge, D.C. 2000. The Impacts of Dredging and Weed Cutting on a Population of Freshwater Mussels (Bivalvia: Unionidae). Journal Biological Conservation 95: 247±257.

Bahtiar, 2005. Kajian Populasi Pokea (B.

violacea celebensis, Martens 1897) di

Sungai Pohara Kendari Sulawesi Tenggara. Tesis. IPB. Bogor.

Bahtiar, 2007. Konservasi populasi pokea (B.

violacea celebensis, Martens 1897) di

Sungai Pohara Kendari Sulawesi Tenggara. Laporan Hibah Bersaing. DP2M Pendidikan Tinggi. Depdiknas. Jakarta.

Bahtiar, Yulianda, F dan Setyobudiandi, I. 2008. Kajian Aspek Pertumbuhan Populasi

(7)

64

Pokea (Batissa violacea celebensis, Martens 1897) di Sungai Pohara Sulawesi Tenggara. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia. 15: 1-5.

Bogan, A.E. 1993. Freshwater Bivalve Extinctions (Mollusca: Unionida): A Search for Causes. Amer.Zool. 33:599-609.

Brower, J.E.; J.H. Zar and C.N.V. Ende. 1990. Filed and Laboratory Methods for General Ecology. Third Edition WMC Brown Publishers. America.

Cosgrove, P.J. and Hastie, L.C. 2001. Conservation of Threatened Freshwater Pearl Mussel Population: River Management, Mussel Translocation and Conflict Resolution. Biological Conservation. 99. 183-190.

Elliot, J.M. 1971. Some Methods for the Statistical Analysis of Samples of Benthic Inverebrates. Freshwater Biological Association. Scientific Publication.

Hastie, L.C. P.J. Boon, M.R. Young, and S. Way. 2001. The Efects of a Major Food on an Endangered Freshwater Mussel Population. Biological Conservation. 98:107-115

Khouw, A.S. 2009. Metode dan Analisa Kuantitatif dalam Bioekologi. Universitas Patimura. Ambon.

Kobak J. 2005. Recruitment and Distribution of

Dreisena polymorpha (Bivalvia) on

Substrates of Different Shape and Orientation. Internat. Rev. Hydrobiol. 2: 159-170.

Kusnoto. 1954. Kebun Raya Indonesia (Botanic Gardens of Indonesia). A Journal of Zoology, Hydrobiology and Oceanography of the Indo-Australian Archipelago. Kebun Raya Indonesia. Bogor.

Sousa, R., Antunes, C. andL. Guilhermino. 2009. Ecology of the Invasive Asian Clam

Corbicula fluminea (Müller, 1774) in

Aquatic Ecosystems: an Overview. Ann. Limnol. - Int. J. Lim. 44 (2):85-94. Sousa, R., Morais, P., Antunes, C., dan L.

Guilhermino. 2008. Factors Affecting

Pisidium amnicum (Müller, 1774;

Bivalvia: Sphaeriidae) Distribution in the River Minho Estuary: Consequences for its Conservation. Estuaries and Coasts . 31:1198–1207

Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1980. Prinsip dan Prosedur Statistica; Suatu Pendekatan Biometric (Diterjemahkan oleh Sumantri). Gramedia Jakarta. Vaughn, C.C, S. J. Nichols and D.E. Spooner.

2008. Community and Foodweb Ecology of Freshwater Mussels. J. N. Am. Benthol. Soc. 27(2):409–423.

Gambar

Gambar 2.  Hasil analisis komponen utama selama penelitian di Sungai Pohara
Gambar 4.  Kepadatan pokea saat penambangan  dan setelah penambangan
Tabel  1.  Hasil  analisis  man  whitney  terhadap  kepadatan  pokea  saat  penambangan  dan  setelah  penambangan (α = 0.05)
Tabel 2.  Pola distribusi pokea saat penambangan dan sesudah penambangan pasir  Stasiun  N  Saat penambangan  Setelah penambangan

Referensi

Dokumen terkait

Secara praktis, data yang diperoleh dari penelitian ini dapat menjadi masukan bagi situs YouTube dalam meningkatkan kualitasnya sebagai media komunikasi global..

tersendat-sendat, tetapi ada beberapa spesies yang tidak bisa berenang dan bergerak dengan merayap karena telah beradaptasi untuk hidup di lumut dan sampah daun-daun yang

Qui audet adipiscitur. “Siapa berani, menang.” Tampaknya, sebagai seorang yang ahli bahasa Latin, Mark Zuckerberg hidup dengan motto ini setiap hari. Visi Mark Zuckenberg yang

Rata-rata temperatur permukaan jengger, bulu dan shank yang lebih tinggi pada lokasi penelitian dengan THI = 89 dibandingkan dengan suhu permukaan jengger, bulu dan shank

Penghargaan Adiwiyata Tingkat Provinsi, Yang dilaksanakan di Auditorium Gubernuran pada hari Rabu, 30 Oktober 2019. Belanja Modal tersebut merupakan Belanja Modal Peralatan

Direktorat Usaha memiliki fungsi penyelenggaraan usaha jasa angkutan laut yang meliputi kegiatan pemasaran, pengembangan usaha, penyiapan dan pelaksanaan kegiatan pelayanan

a. Komunikator : meliputi jaringan, stasiun lokal, direktur, staf teknis yang berkaitan dengan sebuah acara televisi. Jadi komunikator adalah gabungan dari berbagai individu

Segala kemulian dan hormat bagi Tuhan atas anugerahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis dengan judul “ Strategi Bauran Pemasaran Jasa Pada Sekolah : Studi Kasus