• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ditulis sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Jurusan Tadris Matematika Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Batusangkar.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ditulis sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Jurusan Tadris Matematika Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN Batusangkar."

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

Ditulis sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Jurusan Tadris Matematika Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan IAIN

Batusangkar

Oleh:

NILA SUSANTI NIM: 15300500041

JURUSAN TADRIS MATEMATIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

BATUSANGKAR 2020

(2)
(3)
(4)
(5)

Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Dan apabila kamu

telah selesai dari suatu urusan, kerjakanlah dengan sungguh-sungguh urusan yang lain. Dan hanya kepada ALLAH

hendaknya kamu berharap. (Al-Inshirah: 6-8) Alhamdulillah Yaa Allah

Terima kasih hamba ucapkan pada Mu ya Allah. Sebuah perjalanan panjang dan gelap, telah Engkau berikan secerah cahaya terang agar

masa depanku lebih baik. Meskipun hari esok penuh dengan teka-teki, penuh dengan tanda tanya yang aku sendiri belum

tahu pasti jawabannya. Terima Kasih ya Rabb

Telah Engkau bantu hamba menyelesaiakan studi ini telah Engkau berikan hamba kekuatan untuk menerjang rasa takut dan rasa lelah.

Meski terkadang ku harus terjatuh, terkadang ku harus berusaha lebih keras dari teman-temanku, terkadang ku harus lebih s abar menunggu. Terima Kasih ya Rabb, kini aku mengerti tentang

arti sebuah kesabaran & penantian. Kupersembahkan karya ini untuk:

Almarhum Papaku (BAKHRI) dan Mamaku (ANISMAR) tercinta. Terimakasih untuk semua cinta kasih sayang, pengorbanan dan do’a yang selalu dialamatkan untuk ku. Apa yang aku peroleh hari ini belum

mampu membayar setetes keringat, air mata dan pengorbanan papa dan mama.

Untuk semua kelurga besarku:

Untuk Saudara laki-laki ku bg Hendri Mulyadi, (Apuak) Insaputra, bg Dhony Ferwindows, bg Rusdianto, uda Kodina Asrol, bg Robby Firly

(6)

Terimakasih atas semuanya my family:*

Pembimbing Skripsi

“Ibuk Kurnia Rahmi Y, S. Pd,. M.Sc.”

yang sudah rela diganggu waktu-waktu sibuknya, yang sudah sabar membimbing sampai terciptanya

sebuah karya ini. Terimakasih Ibuk…

Terimakasih juga Ibuk Dr. Dona Afriyani, S.Si. M.Pd. dan Ibuk Ummul Huda, M.Pd yang telah memberikan

masukan yang membangun.

Terimakasih untuk Kepala MTsN 14 Tanah Datar

Bapak Afrizal beserta guru-gurunya. Dan juga bapak Syafri terimakasih atas izin dan waktu serta tenaga yang diberikan. Terimakasih untuk Bapak dan Ibuk Dosen Tadris Matematika

atas segala ilmu dan bantuannya.

Untuk sahabat yang kita selalu delapan, yang suka di bilang orang-orang kita geng: meri fatmawati(meri), ezil gustia (jijil),

diah paramita (diah), ladiana siska (siska), annisa nur hasanah (ica), miftahul jannah (imif) dan indriyani adrevi (toeng). Semoga kita kompak selalu ya tem dan tetap gini terus walau

nantinya kita memilih jalan hidup masing-masing, karna ngak bakal sering ketemu seperi 4 tahun belakangan ini. SAYANG SEKALI SAMA MEREKA NI.. terima kasil wei

(7)

rasa kehilangan yang kuat di saat ada yang tidak datang”

Untuk teman-teman Tadris Matematika 15, Icum, Tari, Si Au, Kak Iga, Laila, Muldi, Ayu, Ade, Anggi, Anita, Astri, Azwar, Dayat, Fajria, Hanna, Helfi, Helsa,

Iif, Leni, Melif, Moh, Rizka, Sarah, Dini,Ibrahim, Teti, Widia, Yuli, Azizah, Boncel, Atun, Husni, Ici, Rika, Rinda, Kak Sri, Vika, Wafi, Riri, Ririn, Riska, Rike,

Anis, Risky, Ara, Uti, Utri, Icin, Retna, Ristu, Kak Zahra, Ulfa, Reka, I i, Sindi, Ridha, Nindy, Ulfa dan seluruh pihak & teman2yang tidak bisa ku sebutkan namanya satu persatu atas bantuan, inspirasi,dan Do’a yang telah diberikan. Dan juga terimakasih untuk kak ayu, kak fifi dan kak tia karena kita sama-sama

berjuang dalam membuat karya kecil ini, Semoga kita bisa rajut kembali ukhuwah itu, saat tersandar di syurgaNya kelak.. Aamiin

Mohon maaf atas semua sikap dan perkataan yang tidak pada tempatnya. Bagi teman-teman yang belum menyelesaikan semoga

Cepat menyusul. Semoga kita adalah orang-orang yang sukses!  Thank you very much all … !!!!

Love

(8)

i

Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Peserta Didik”. Jurusan

Tadris Matematika Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan.

Berdasarkan hasil observasi di MTsN 14 Tanah Datar, didapatkan informasi bahwa dalam mata pelajaran matematika siswa masih banyak memperoleh nilai rendah. Hal ini disebabkan karena kemampuan komunikasi matematika siswa masih rendah, cara siswa menyampaikan ide matematika masih kaku. Dibuktikan dengan adanya beberapa jawaban siswa yang kurang tepat dalam memecahkan solusi karena tidak mampu menduga konsep dengan benar, komunikasi inilah yang menjadikan siswa tidak mampu menyimpulkan maksud dan tujuan materi yang disampaikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematis yang menggunakan model pembelajaran rotating trio exchange lebih baik dari kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional pada siswa kelas VIII di MTsN 14 Tanah Datar.

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII MTsN 14 Tanah Datar tahun ajaran 2020/2021. Pengambilan sampel dalam penelitian ini diambil secara simple

random sampling terpilih kelas VIII.1 sebagai kelas eksperimen dan VIII.2

sebagai kelas kontrol. Instrumen yang digunakan adalah tes kemampuan komunikasi matematis. Teknik analisis data menggunakan uji-t.

Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh uji hipotesis kemampuan komunikasi matematis thitung= 4,817 dengan tα= 1.645, maka H0ditolak, sehingga

H1 diterima. Dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa

menggunakan model pembelajaran rotating trio exchange lebih baik daripada kemampuan komunikasi matematis siswa yang menggunakan pembelajaran konvensional.

Kata Kunci: Model Pembelajaran Rotating Trio Exchange, Kemampuan

(9)

ii

Assalamu’alaikum, Wr. Wb

Alhamdulillahirobbil ’alamin, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Penerapan Model Pemebelajaran Rotating Trio Exchange

(RTE) Di Kelas VIII MTsN 14 Tanah Datar Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Peserta Didik”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Tadris Matematika Institut Agama Islam Negeri Batusangkar.

Peneliti telah banyak mendapat bantuan, dorongan, petunjuk dan bimbingan dari berbagai pihak dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, izinkan peneliti mengucapkan rasa hormat dan terima kasih kepada:

1. Kurnia Rahmi Y, S. Pd,. M.Sc selaku pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing peneliti menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Dona Afriyani, S.Si. M.Pd. selaku penguji I yang telah memberikan masukan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Ummul Huda, M.Pd selaku penguji II yang telah memberikan masukan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.

4. Jumrawarsi, S.Pd. M.Pd selaku validator instrumen penelitian yang telah memberikan saran dan arahan.

5. Dr. Elda Herlina, M.Pd selaku validator instrumen penelitian yang telah memberikan saran dan arahan.

6. Dr. H. Kasmuri Selamat, M.A selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri Batusangkar.

7. Dr. Sirajul Munir, M.Pd selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Batusangkar.

(10)

iii

10. Syafri, S.Pd selaku guru mata pelajaran matematika di MTsN 14 Tanah Datar.

11. Seluruh siswa/i MTsN 14 Tanah Datar terutama kelas VIII yang telah membantu menjadi responden dalam penelitian ini.

12. Rekan-rekan mahasiswa jurusan Tadris Matematika angkatan 2015. 13. Semua pihak yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi.

Doa dan harapan mudah-mudahan Allah SWT membalas semua kerendahan hati, bantuan, motivasi dan bimbingan yang diberikan dengan pahala dan pengampunan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi para membaca nantinya. Diharapkan kritik dan saran dari pembaca, demi kesempurnaan skripsi ini.

Batusangkar, Januari 2020

Peneliti,

NILA SUSANTI NIM. 15300500041

(11)

iv PENGESAHAN TIM PENGUJI

BIODATA

HALAMAN PERSEMBAHAN

ABSTRAK ...i

KATA PENGANTAR ...ii

DAFTAR ISI...iv

DAFTAR GAMBAR ...vi

DAFTAR TABEL ...vii

DAFTAR LAMPIRAN ...ix

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah ...1

B. Identifikasi masalah ...12 C. Batasan masalah ...12 D. Rumusan masalah ...13 E. Tujuan penelitian ... ...13 F. Manfaat penelitian ...13 G. Defenisi operasional ...13

BAB II KAJIAN TEORI A. Landasan Teori ...16

1. Pembelajaran Matematika ...16

2. Kemampuan Komunikasi Matematis ...18

3. Model Rotating Trio Exchange ...26

4. Pembelajaran Konvensional ...29

5. Hubungan Model Pembelajaran Rotating Trio Exchange Dengan Kemampuan Komunikasi Matematis ...31

(12)

v

A. Jenis Penelitian ...37

B. Tempat Dan Waktu Penelitian ...37

C. Rancangan Penelitian ...37

D. Populasi Dan Sampel ...38

E. Variabel Dan Data Penelitian ...43

F. Prosedur Penelitian ...44

G. Teknik Pengumpulan Data ...57

H. Teknik Analisis Data ...57

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data ...61

B. Analisis Data ...66

C. Pembahasan ...67

D. Kendala Dan Solusi ...75

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ...77

B. Saran ...77

DAFTAR KEPUSTAKAAN ...78

(13)

vi

Gambar 4.1 Pembagian Kelompok ...63

Gambar 4.2 Diskusi Kelompok ...64

Gambar 4.3 Mempersentasikan Hasil Diskusi ...64

Gambar 4.4 Jawaban Siswa EL Kelas Eksperimen ...69

Gambar 4.5 Jawaban Siswa Mou Kelas Kontrol ...69

Gambar 4.6 Jawaban Siswa Sep Kelas Eksperimen ...70

Gambar 4.7 Jawaban Siswa Faj Kelas Kontrol ...71

Gambar 4.8 Jawaban Siswa Af Kelas Eksperimen ...72

(14)

vii

Tabel 3.2 Rancangan Penelitian...38

Tabel 3.3 Jumlah Siswa Kelas VIII MTsN 14 Tanah Datar...38

Tabel 3.4 Hasil Uji Normalitas Populasi ...40

Tabel 3.5 Hasil Uji Kesamaan Rata-rata ...43

Tabel 3.7 Langkah Pembelajaran Kelas Eksperimen dan Kontrol ...45

Tabel 3.7 Hasil Validitas Tes ...49

Tabel 3.8 Kriteria Validitas Tes ...51

Tabel 3.9 Hasil Validias Butir Soal Uji Coba ...52

Tabel 3.10 Kriteria Reabilitas Tes ...53

Tabel 3.11 Hasil Daya Pembeda Soal Setelah Uji Coba ...54

Tabel 3.12 Kriteria Indek Kesukaran Soal ...55

Tabel 3.13 Hasil Indeks Kesukaran Soal Uji Coba ...55

Tabel 3.14 Klasifikasi Soal Uji Coba ...56

Tabel 4.1 Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Kelas Sampel ...66

Tabel 4.2 Hasil Uji Hipotesi Kelas Sampel ...67

(15)

viii

Lampiran III Uji Homogenitas Kelas Populasi ... 88

Lampiran IV Uji Kesamaan Rata-Rata Populasi ... 90

Lampiran V Kisi-kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 93

Lampiran VI Lembar Validitias Soal Tes ... 95

Lampiran VII Soal Uji Coba Tes Kemampuan komunikasi ... 101

Lampiran VIII Kunci Jawaban ... 103

Lampiran IX Nilai Uji Coba ... 107

Lampiran X Perhitungan Validitas ... 108

Lampiran XI Perhitungan Reliabilitas ... 110

Lampiran XII Perhitungan Indeks Pembeda ... 111

Lampiran XIII Perhitungan Indeks Kesukaran ... 112

Lampiran XIV Klasifikasi Soal ... 114

Lampiran XV Lembar Validasi RPP ... 115

Lampiran XVI RPP ... 121

Lampiran XVII LKK... 152

Lampiran XVIII Soal Tes Akhir Kemampuan Komunikasi Matematis 156 Lampiran XIX Kunci Jawaban Soal Tes Akhir ... 158

Lampiran XX Nilai Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 162

Lampiran XXI Uji Normalitas Kelas Sampel ... 164

Lampiran XXII Uji Kesamaan Dua Variansi ... 168

Lampiran XXIII Uji Hipotesis Sampel ... 169

Lampiran XXIV Surat Permohonan Penelitian ... 171

Lampiran XXV Surat Izin Melaksanakan Penelitian ... 172

(16)

1

Pembelajaran merupakan suatu proses yang dilakukan untuk memberikan nuansa pada peserta didik agar proses belajar mengajar menjadi hidup (Suherman, 2001:5) Menciptakan nuansa pada proses pembelajaran dapat dilakukan dengan menggunakan metode, strategi dan pendekatan tertentu. Metode, strategi dan pendekatan yang digunakan juga harus sesuai dengan karakteristik materi yang diberikan kepada peserta didik. Itu semua dapat digunakan pada pembelajaran secara umum, begitu juga dengan pembelajaran matematika.

Matematika adalah ilmu logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi dalam tiga bidang, aljabar, analisis dan geometri (Suherman, 2003:16). Matematika merupakan disiplin ilmu yang memiliki peranan sangat penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini dibuktikan dengan semakin banyak ilmu matematika digunakan, baik dalam lingkungan sekolah maupun non sekolah. Oleh karena itu, matematika menjadi suatu mata pelajaran yang harus dipelajari di setiap satuan pendidikan. Matematika memang sering digambarkan sebagai pelajaran yang sulit, membosankan, bahkan menakutkan. Karena anggapan tersebut maka peserta didik semakin tidak menyukai pelajaran matematika. Hal ini dapat berimbas pada hasil belajar peserta didik.

Dalam Peraturan Menteri Nomor 58 tahun 2014 disebutkan tujuan pembelajaran matematika agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, merupakan kompetensi dalam menjelaskan keterkaitan konsep dan menggunakan konsep maupun algoritma secara luwes, akurat, efisien dan tepat dalam pemecahan masalah.

(17)

2. Menggunakan pola sebagai dugaan dalam penyelesaian masalah, dan mampu membuat generalisasi berdasarkan fenomena atau data yang ada.

3. Menggunakan penalaran pada sifat, melakukan manipulasi matematika baik dalam penyederhanaan, maupun menganalisa komponan yang ada dalam pemecahan masalah dalam konteks matematika maupun di luar matematika (kehidupan nyata, ilmu dan teknologi) yang meliputi kemampuan memahami masalah, membangun model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh termasuk dalam rangka memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. 4. Mengkomunikasikan gagasan, penalaran serta mampu menyusun bukti

matematika dengan menggunakan kalimat lengkap, simbol, tabel, diagram,atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan

yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. 6. Memiliki sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai dalam matematika dan pembelajarannya, seperti azas, konsisten, menjunjung tinggi kesepakatan, toleran, menghargai pendapat orang lain, santun, demokrasi, ulet, tangguh, kreatif, menghargai kesemestaan (konteks, lingkungan), kerjasama, adil, jujur, teliti, cermat, bersikap luwes dan terbuka, memiliki kemauan berbagi rasa dengan orang lain.

7. Melakukan kegiatan-kegiatan motorik yang menggunakan pengetahuan matematika.

8. Menggunakan alat peraga sederhana maupun hasil teknologi untuk melakukan kegiatan-kegiatan matematika. Kecakapan atau kemampuan-kemampuan tersebut saling terkait erat, yang satu memperkuat sekaligus membutuhkan yang lain.

Berdasarkan tujuan pembelajaran matematika di atas, salah satunya kemampuan yang harus dimiliki oleh peserta didik yaitu mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. Menurut Asikin (dalam Darkasyi, 2014: 22) komunikasi matematis dapat diartikan sebagai suatu peristiwa saling hubungan/dialog yang terjadi dalam suatu lingkungan kelas, dimana terjadi pengalihan pesan. Pesan yang dialihkan berisi tentang materi matematika yang dipelajari di kelas, komunikasi di

lingkungan kelas adalah guru dan peserta didik. Sedangkan cara pengalihan pesan dapat secara tertulis maupun lisan yang disampaikan guru kepada peserta didik untuk saling komunikasi, sehingga

(18)

antara peserta didik dengan guru tidak berjalan dengan baik maka akan rendahnya kemampuan komunikasi matematis.

Komunikasi matematis (mathematical communication) merupakan salah satu dari lima kemampuan dasar yang harus dimiliki peserta didik dalam belajar matematika yang ditetapkan dalam National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (syarifah, 2017: 5) yaitu: kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan penalaran (reasoning), kemampuan komunikasi (communication), kemampuan membuat koneksi (connection), dan kemampuan representasi (representation). Jadi komunikasi matematis merupakan salah satu komponen dari kemampuan dasar yang harus dimiliki peserta didik dalam belajar matematika.

Komunikasi dalam matematika mencakup dua hal yaitu komunikasi tertulis dan komunikasi lisan. Komunikasi tertulis dapat berupa penggunaan kata-kata, gambar, tabel, dan sebagainya yang menggambarkan proses berfikir peserta didik. Komunikasi tertulis juga dapat berupa uraian pemecahan masalah atau pembuktian matematika yang menggambarkan kemampuan peserta didik dalam mengorganisasi berbagai konsep untuk menyelesaikan masalah. Sedangkan komunikasi lisan dapat berupa pengungkapan dan penjelasan verbal suatu gagasan matematika (Mufarrihah, 2016: 658). Indikator kemampuan komunikasi tertulis yaitu:

a. Kemampuan merepresentasikan ide-ide matematika melalui tulisan serta menggambarkannya secara visual.

b. Kemampuan memahami menginterpretasikan dan mengevaluasiide-ide marematika dalam bentuk tertulis.

c . Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model situasi. (Syarifah, 2017: 7).

Komunikasi dalam matematika merupakan kemampuan mendasar yang harus dimiliki peserta didik dan guru selama belajar, mengajar, dan mengevaluasi matematika. Melalui komunikasi peserta didik memiliki kemampuan untuk mengaplikasikan dan mengekspresikan pemahaman tentang konsep dan proses matematika yang mereka pelajari. Salah satu

(19)

kompetensi yang harus dimiliki peserta didik adalah menggunakan bahasa untuk memahami, mengembangkan, dan mengkomunikasikan gagasan dan informasi, serta untuk berinteraksi dengan orang lain. Pada kompetensi umum bahan kajian matematika disebutkan bahwa dengan belajar matematika peserta didik diharapkan memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, grafik untuk memperjelas keadaan atau masalah (Rachmayani, 2014: 14).

Komunikasi matematis merupakan hal yang sangat penting dimiliki oleh peserta didik. Sesuai dengan yang terdapat dalam the National Council of Teachers of Mathematics dijelaskan bahwa komunikasi adalah suatu bagian esensial dari matematika dan pendidikan matematika. Pendapat ini mengisyaratkan pentingnya komunikasi dalam pembelajaran matematika. Melalui komunikasi, peserta didik dapat menyampaikan ide-idenya kepada guru dan kepada peserta didik lainnya. Hal ini berarti kemampuan

komunikasi matematis peserta didik harus lebih ditingkatkan. (Fahradina, 2014:55)

Melihat pentingnya kemampuan komunikasi matematis maka Untuk itu penulis melakukan observasi di MTsN 14 Tanah Datar, berdasarkan hasil pengamatan penulis pada tanggal 14 Januari 2019 terlihat bahwa kurangnya kemampuan komunikasi matematis peserta didik saat pembelajaran matematika berlangsung disekolah, meskipun sekolah telah menerapkan sistem pembelajaran kurikulum 2013 namun guru masih menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran.

Jika guru memberikan soal cerita yang berkaitan dengan permasalahan sehari-hari dalam pembelajaran, seperti pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel maka hanya sedikit peserta didik yang bisa memahami permasalahan yang terjadi pada soal tersebut, penulis juga melihat pada saat peserta didik menyelesaikan soal banyak peserta didik tidak mengerti dimana dan kapan harus menggunakan penyimbolan dalam menyelesaikan persoalan tersebut. Begitu juga pada saat contoh soal yang diberikan guru, beberapa peserta didik paham dengan penyelesaiannya

(20)

tetapi setelah guru memberikan soal baru, maka banyak peserta didik yang tidak paham cara menyelesaikan soal, hanya satu atau dua orang peserta didik mampu menyelesaikan soal tersebut. Terkadang di dalam proses pembelajaran berlangsung ada beberapa peserta didik yang masih bermain-main ataupun mengganggu temannya yang lagi fokus belajar.

Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan peserta didik, alasan peserta didik yaitu kurang memahami pembelajaran matematika karena mereka beranggapan bahwa pembelajaran matematika itu sangat membosankan, matematika juga identik dengan materi pembelajaran yang sulit dan pada pembelajaran matematika juga terdapat simbol-simbol sehingga peserta didik tidak mengerti dan belum paham akan simbol matematika tersebut seperti dimana dan kapan simbol itu digunakan.

Penulis juga melakukan wawancara langsung dengan guru Matematika yaitu Bapak Syafri MTsN 14 Tanah Datar, beliau mengungkapkan bahwa banyak peserta didik mengalami kesulitan dalam menginterpretasikan soal matematika ke dalam ide matematika sehingga menyebabkan terjadinya kesalahan dalam menafsirkan soal. Kesalahan dalam menafsirkan soal menyebabkan peserta didik kesulitan dalam menemukan dan menyajikan solusi yang tepat dari permasalahan yang diberikan.

Pada pembelajaran berlangsung penulis menemukan beberapa peserta didik masih kurang memahami tentang mengubah kalimat ke dalam bentuk matematika misalnya “Ceri membeli lima pensil dan dua buku dengan harga Rp. 11.000,00 sedangkan Yahya membeli dua pensil dan satu buku dengan harga Rp.5.000,00. Berapakah harga sebuah pensil dan sebuah buku” banyak dari peserta didik yang membuat persamaan seperti 5x + 2x dan beberapa peserta didik membuat seperti pangkat 5x + 2y dari hasil latihan peserta didik. Hasil yang seharusnya dibuat oleh peserta didik yaitu: Kita misalkan: harga satu pensil =

harga satu buku =

(21)

5x + 2y = 11.000,00 2x + y = 5.000,00

Kita selesaikan sistem persamaan di atas dengan menggunakan metode eliminasi.

Mengeliminasi variabel y, sehingga:

5x + 2y = 11.000 X 1 5x + 2y = 11.000 2x + y = 5.000 X 2 4x + 2y = 10.000

x = 1.000

Mensubstitusikan variabel x = 1.000 ke persamaan (2). Sehingga: 2 x + = 5.000

2 (1.000) + = 5.000 2.000 + = 5.000

= 5.000 – 2.000 = 3.000

Jadi, harga sebuah pensil adalah Rp. 1.000,00 dan harga sebuah buku adalah Rp. 3.000,00. Karena bentuk umum dari SPLDV adalah + = dimana , adalah sebuah kooefisien, dan , adalah sebuah variabel. Pada soal tersebut, 5 dan 2 disebut koefisien ( , ) , sedangkan pensil dan buku disebut variabel ( , ).

Penulis juga melihat hasil jawaban ulangan harian peserta didik pada soal “Papan nama perusahaan, hotel-hotel atau tempat-tempat hiburan pada umumnya berbentuk suatu persegi panjang. Bila panjang dan lebar suatu papan nama adalah 3x meter dan x meter. Berapakah keliling papan nama itu?

Gambar 1.1

(22)

Berdasarkan penyelesaian dari peserta didik pada gambar 1.1 yaitu terlihat bahwa peserta didik belum bisa menuliskan dengan baik dan benar yang diketahui dari soal, peserta didik terlihat membuat simbol seperti pangkat dalam jawabannya walaupun dalam hasil akhir peserta didik tidak membuat seperti pangkat. Interpretasi yang berbeda- beda dibuat peserta didik sehingga terlihat bahwa belum seluruhnya peserta didik mampu memahami, menginterprestasikan dan mengevaluasi ide-ide matematika dalam bentuk tertulis. Peserta didik masih mengalami kesulitan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika.

Selain itu, dapat kita lihat dari jawaban latihan salah satu peserta didik berikut yang mana soalnya adalah “ Diketahui fungsi f( ) = -3 dan diberikan daerah hasil melalui tabel sebagai berikut:

-1 0 1 2 b

F( ) = -3 -4 -3 a -1 o

Dari tabel tersebut:

a. Tentukan nilai a dan nilai b

b. Tentukan himpunan pasangan berurutan, dan c. Gambarkan grafik pada koordinat kartesius

(23)

Pada gambar di atas terlihat bahwa peserta didik belum mampu dalam menyelesaikan soal pada point a dimana peserta didik benar dalam menentukan nilai a setelah itu peserta didik masih kurang paham dalam penyimbolan matematika sehingga jawaban peserta didik untuk mencari nilai b hasilnya kebetulan benar tetapi jalan yang digunakan salah. Untuk soal point b peserta didik belum mampu dalam menjawabnya, dan pada soal point c peserta didik belum mampu membuat grafik pada koordinat kartesius dan peserta didik hanya menghubungkan sembarang titik. Berdasarkan persoalan di atas maka terlihat kemampuan komunikasi matematis peserta didik masih rendah, terlihat pada indikator kemampuan komunikasi matematis yaitu kemampuan dalam mengekpresikan ide-ide matematika melalui tulisan serta menggambarkannya secara visual.

Semua hal di atas berdampak pada rendahnya hasil belajar peserta didik seperti yang dilihat dari nilai Ujian Akhir Semester (UAS) Matematika peserta didik kelas VIII pada tahun ajaran 2018/2019. Nilai peserta didik belum mencapai batas Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yaitu 75. Hal ini dibuktikan dengan hasil nilai Ujian Akhir Semester (UAS) peserta didik bahwa dari 20 peserta didik hanya 3 orang peserta didik yang mencapai hasil KKM, dan 17 orang peserta didik lainnya masih di bawah Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM).

Wina Sanjaya (2005:27) mengatakan bahwa “hasil belajar adalah gambaran kemampuan peserta didik dalam memenuhi suatu tahapan pencapaian pengalaman belajar dalam satu kompetensi dasar”. Rendahnya hasil belajar peserta didik dapat dilihat pada nilai Ujian Akhir Semester di kelas VIII MTsN 14 Tanah Datar pada tabel 1.1 di bawah ini.

(24)

Tabel 1.1 Nilai Rata-Rata Ujian Akhir Semester Dan Ketuntasan Belajar Matematika Kelas VIII MTsN 14 Tanah Datar Tahun Pelajaran 2018/2019

Kelas Jumlah peserta didik Ketuntasan Jumlah peserta didik tidak tuntas Tidak tuntas (%) Jumlah peserta didik tuntas Tuntas (%) VIII.1 19 17 89,47 % 2 10,53 % VIII.2 20 18 90 % 2 10 % VIII.3 20 17 85 % 3 15 %

Dari tabel di atas terlihat bahwa lebih banyak peserta didik yang belum tuntas atau belum mencapai KKM dalam proses pembelajaran Matematika, kurangnya pencapaian ketuntasan hasil belajar peserta didik tersebut menunjukan bahwa pembelajaran yang dilakukan masih kurang efektif. Menurut Wina Sanjaya (2008:42) “Efektifitas dalam pembelajaran berhubungan dengan sejauh mana peserta didik dapat mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditentukan”. Banyak peserta didik beranggapan bahwa matematika itu sulit, padahal sulit atau tidaknya suatu pelajaran itu tergantung pada peserta didik itu sendiri, siap atau tidaknya mereka menerima pelajaran. Oleh sebab itu, bagaimana cara guru meyakinkan peserta didik bahwa pelajaran matematika tidak sulit seperti yang mereka bayangkan karena dengan ketidaksenangan tersebut dapat mempengaruhui keberhasilan peserta didik dalam belajar matematika.

Keberhasilan proses pembelajaran matematika dapat diukur dari keberhasilan peserta didik yang mengikuti kegiatan pembelajaran tersebut. keberhasilan itu dapat dilihat dari tingkat pemahaman, penguasaan materi dan prestasi belajar peserta didik, semakin tinggi pemahaman dan penguasaan materi serta prestasi belajar maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan pembelajaran.

Keberhasilan pembelajaran matematika, dipengaruhi oleh berbagai hal seperti kualitas atau keprofesionalan guru mengajar, input output dari peserta didik yang diajar, kondisi kelas yang diatur, pengelolaan kelas,

(25)

keterbatasan waktu, dan penyampaian materi ajar oleh guru atau model yang dipakai oleh guru ketika menjelaskan materi. Hal ini membuktikan bahwa salah satu penyebab kurangnya kemampuan komunikasi matematis di sekolah yaitu kepiawaian guru dalam memilih model pembelajaran yang sesuia dengan tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan masih kurang.

Upaya mengatasi permasalahan tersebut merupakan tugas dan tanggung jawab semua tenaga kependidikan terutama guru, sebab gurulah yang langsung membina peserta didik disekolah melalui proses belajar mengajar. Untuk itu, diperluakan model yang tepat dalam proses pembelajaran, agar dapat membangun komunikasi matematis peserta didik menjadi lebih baik.

Abdulhak (dalam Fatimatul, dkk 2019: 17) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif dilaksanakan dengan melalui sharing antar peserta didik sehingga bisa mewujudkan pemahaman bersama diantara peserta didik itu sendiri dengan saling bertukar pendapat. Model pembelajaran kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE) ini merupakan cara peserta didik untuk mendiskusikan permasalahan dengan beranggotakan tiga orang, penerapan teknik merotasi pertukaran pendapat dalam kelompok yang berjumlah tiga orang. Melalui pendekatan ini peserta didik dilatih untuk dapat berkomunikasi dengan baik, sehingga peserta didik saling bertukar pikiran dengan temannya dengan cara berganti pasangan dalam kelompok.

Model pembelajaran Rotating Trio Exchange (RTE) adalah model yang membagi peserta didik kedalam beberapa kelompok kecil yang terdiri dari 3 orang peserta didik, didalam kelompok peserta didik dapat saling bertukar pikiran dengan temannya, dan waktu pertukaran kelompok berikutnya peserta didik saling bertukar pikiran dengan teman kelompok yang baru sehingga peserta didik mendapatkan informasi yang banyak dari beberapa temannya. Peserta didik juga tidak cenderung bosan, bermain-main dalam belajar ataupun peserta didik tidak hanya melihat guru yang

(26)

menjelaskan akan tetapi mereka sendiri yang lebih aktif untuk mendapatkan informasi.

Melalui rotasi dalam model pembelajaran RTE maka peserta didik saling berkomunikasi dengan teman-temannya di dalam suatu kelompok, tahap rotasi dalam model pembelajaran kooperatif tipe RTE berfungsi supaya peserta didik bisa berkomunikasi dan berintekrasi dengan teman-temannya, dan ketika pembelajaran peserta didik dibimbing agar dapat memahami materi pembelajaran dengan cara berdiskusi dan mengutarakan pendapat dengan temannya. Sehingga dengan menggunakan model pembelajaran ini peserta didik bisa berintekrasi dengan teman-teman sekelas dan lebih aktif berdiskusi didalam kelompok. Mereka saling bertanya satu sama yang lain sehingga mereka memperoleh informasi tidak hanya dari satu orang melainkan dari beberapa teman-temannya. Jika ada perbedaan pendapat di dalam kelompok maka peserta didik dapat menerima pendapat teman yang berbeda yang menunjukkan sikap fleksibilitas dalam mengekplorasi ide-ide matematika.

Didalam model ini terjadinya perpindahan secara rotasi yang mana setiap perpindahan tersebut maka peserta didik akan mendapatkan persoalan atau pertanyaan yang baru lagi untuk didiskusikan dalam kelompok yang baru. Dengan ini maka peserta didik yang berkeingintahuan yang tinggi akan tekun dalam menyelesaikan soal tersebut, sehingga akan dapat mengajak teman-teman lainnya untuk saling bertukar ide dan pendapat dengan teman yang baru.

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas dapat dikatakan bahwa pembelajaran matematika dengan menggunakan Model Rotating Trio Exchange (RTE) ini dapat membantu peserta didik meningkatkan kemampuan komunikasinya tentang matematika, karena Model Rotating Trio Exchange (RTE) adalah model yang membagi peserta didik kedalam beberapa kelompok kecil yang terdiri dari 3 orang peserta didik, setelah peserta didik menyelesaikan satu persoalan maka peserta didik akan di rotasikan, pada tahap rotasi peserta didik berkomunikasi dan berintekrasi

(27)

dengan teman-temannya. Sehingga peserta didik tidak mudah bosan dalam pembelajaran matematika dan supaya peserta didik piawai dalam pengguna istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model situasi matematika dalam pembelajaran matematika sehingga dapat mengembangkan kemampuan komuikasi matematis.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Fatimatul dalam judul “Penerapan model pembelajaran rotating trio exchange dengan media LKPD untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis materi perbandingan siswa MTs Al-amin Malang”(fatimatul, dkk: 2019: 15) didapat hasil dari penelitian tersebut bahwa terdapatnya peningkatan hasil belajar siswa dalam penerapan model pembelajaran rotating trio exchange terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa. Oleh karena itu, penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model Pemebelajaran Rotating Trio Exchange (RTE) Di Kelas VIII MTsN 14 Tanah Datar Untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematis Peserta Didik” B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat di identifikasikan masalah sebagai beikut :

1. Peserta didik merasa sulit memahami simbol-simbol matematika 2. Hasil belajar peserta didik relatif rendah atau belum mencapai KKM

(Kriteria Ketuntasan Minimal)

3. Kemampuan komunikasi matematis peserta didik masih tergolong rendah

C. Batasan Masalah

Dari masalah-masalah yang telah diidentifikasi, maka permasalahan dibatasi pada kemampuan komunikasi matematis peserta didik dengan menggunakan model rotating trio exchange (RTE) di kelas VIII MTsN 14 Tanah Datar.

(28)

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penulis adalah apakah kemampuan komunikasi matematis peserta didik dengan menggunakan model Rotating Trio Exchange (RTE) lebih baik dari pada kemampuan komunikasi matematis peserta didik dengan pembelajaran konvensional pada peserta didik kelas VIII MTsN 14 Tanah Datar?

E. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui hasil kemampuan komunikasi matematis peserta didik dengan menggunakan Model Rotating Trio Exchange (RTE) lebih baik dari pada kemampuan komunikasi matematis peserta didik dengan pembelajaran konvensioanal pada peserta didik kelas VIII MTsN 14 Tanah Datar

F. Manfaat Penulisan

1. Bagi penulis untuk menambah wawasan dan keterampilan dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas sebagai calon pendidik yang profesional.

2. Bagi peserta didik dapat untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis dalam memecahkan soal matematika

3. Bagi guru untuk menggunakan bermacam strategi pembelajaran 4. Bagi peneliti lain, sebagai bahan masukan atau informasi untuk dapat

meransang munculnya masalah baru yang relevan dengan masalah ini. G. Definisi Operasional

1. Model Rotating Trio Exchange (RTE)

Model kooperatif tipe rotating trio exchange adalah model pembelajaran yang terdiri dari tiga orang siswa tiap kelompok dan diberikan kesempatan berdiskusi menyelesaikan soal yang diberikan oleh guru, sehingga siswa dapat memahami pelajaran yang telah diajarkan dengan mudah karena bantuan, dukungan dan kerjasama dari anggota kelompoknya

(29)

Langkah-langkah tipe Rotating Trio Exchange yang penulis gunakan yaitu :

a. Kelas dibagi dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 3 orang. Kelas di tata sedemikian rupa sehingga setiap kelompok dapat melihat kelompok lainnya disebelah kiri dan kanannya.

b. Setiap trio tersebut diberikan pertanyaan yang sama untuk didiskusikan.

c. Setelah selesai berdiskusi, salah satu trio mempersentasikan hasil diskusinya di depan kelas.

d. Selanjutnya setiap anggota trio diberi nomor. Contohnya: nomor 1, 2, dan 3.

e. Kemudian peserta didik dirotasikan, peserta didik nomor 2 berpindah searah putaran jarum jam dan nomor 3 berpindah berlawanan dengan putaran jarum jam, sedangkan peserta didik nomor 1 tetap ditempat. Rotasi ini akan mengakibatkan timbulnya trio baru.

f. Setiap trio baru tersebut akan diberikan lagi pertanyaan-pertanyaan baru untuk didiskusikan dengan ditambah sedikit tingkat kesulitannya.

g. Setelah selesai berdiskusi, salah satu trio mempersentasikan hasil diskusinya di depan kelas.

h. Peserta didik dirotasikan sesuai setiap pertanyaan yang telah disiapkan.

i. Pada akhir pertemuan diumumkan kelompok terbaik yang telah tampil mempersentasikan hasil diskusinya kemudian diberikan penghargaan.

2. Kemampuan komunikasi matematis

Kemampuan komunikasi matematis tertulis dapat berupa penggunaan kata-kata, gambar, tabel, dan sebagainya yang menggambarkan proses berfikir peserta didik. Indikator kemampuan komunikasi tertulis yaitu:

(30)

a. Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui tulisan serta menggambarkannya secara visual.

b. Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematika dalam bentuk tertulis.

c. Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model situasi. 3. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran Konvensional adalah Pembelajaran yang biasa dilakukan di kelas VIII MTsN 14 Tanah Datar yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru atau konvensional. Pada pembelajaran ini kegiatan dimulai dengan orientasi dan penyajian informasi yang berkaitan dengan konsep yang dipelajari dan dilanjutkan dengan pemberian contoh soal oleh guru serta memberikan latihan yang dikerjakan di buku latihan. Soal-soal latihan dibahas dan meminta peserta didik mengerjakan di papan tulis. Terakhir guru memberikan tugas untuk dikerjakan di rumah. Setelah selesai satu pokok bahasan, guru memberikan ulangan harian kepada peserta didik mengenai materi yang telah dipelajari. Maka dari semua itu, guru akan melihat kemampuan komunikasi matematis peserta didik terhadap materi yang telah dipelajari.

(31)

16

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Pembelajaran merupakan bantuan yang diberikan pendidik agar dapat terjadi proses pemerolehan ilmu dan pengetahuan, penguasaan kemahiran dan tabiat, serta pembentukan sikap dan kepercayaan pada peserta didik (Rahyubi, 2012: 6). Maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses integrasi peserta didik dengan pendidik serta pembentukan sikap dan kepercayaan perserta didik.

Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan mengusai isi pelajaran hingga mencapai suatu hal yang obyektif (kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta memeroleh keterampilan tertentu (aspek psikomotor). Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja, sedangkan pembelajaran menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik.

Adapun prinsip-prinsip dalam belajar yaitu: a. Belajar merupakan perubahan perilaku

Perubahan perilaku sebagai prinsip belajar memiliki ciri-ciri : 1) Sebagai hasil tindakan rasional instrumental yaitu perubahan

perilaku yang disadari.

2) Berkesinambungan dengan perilaku yang lainnya. 3) Bermanfaat sebagai bekal hidup.

4) Positif atau berakumulasi.

(32)

6) Permanen atau tetap, sebagaimana yang dikatakan oleh Wittig belajar sebagai any relatively permanent change in an organisms behavioral repertoire that occurs as a result of experience.

7) Terarah.

8) Mencakup keseluruhan kompetensi kemanusiaan. b. Belajar merupakan proses

Belajar terjadi karena didorong kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Belajar adalah proses sistematik yang dinamis, konstruktif, dan organik serta kesatuan fungsional dari berbagai komponen belajar.

c. Belajar merupakan bentuk pengalaman Pengalaman pada dasarnya adalah hasil dari bentuk interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya (Jufri, 2013: 41-42).

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Hakikat pembelajaran matematika dapat dipahami dari pengertian matematika itu sendiri. Namun matematika mempunyai banyak defenisi yang telah disampaikan oleh para ahli, sesuai dengan sudut pandang masing-masing para ahli tersebut. Berikut beberapa definisi matematika:

a. Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematis.

b. Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi. c. Matematika adalah pengetahuan tentang penalaran logis dan

berhubungan dengan bilangan.

d. Matematika adalah pengetahuan tentang fakta-fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk.

e. Matematika adalah pengetahuan tentang struktur yang logis.

f. Matematika adalah pengetahuan tentang aturan-aturan yang ketat (Imamuddin, 2009: 1).

(33)

Matematika merupakan salah satu ilmu yang sangat berperan dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Adapun tujuan mata pelajaran matematika untuk semua jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah agar peserta didik mampu: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2) Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika; (3) Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh; (4) Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah; dan (5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah, Menurut Depdiknas (dalam Effendi, 2012: 2) 2. Kemampuan Komunikasi Matematis

a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis

Komunikasi matematis merupakan hal yang sangat penting dimiliki oleh peserta didik. Sesuai dengan yang terdapat dalam the National Council of Teachers of Mathematics (2000) dijelaskan bahwa komunikasi adalah suatu bagian esensial dari matematika dan pendidikan matematika. Pendapat ini mengisyaratkan pentingnya komunikasi dalam pembelajaran matematika. Melalui komunikasi, peserta didik dapat menyampaikan ide-idenya kepada guru dan kepada peserta didik lainnya. Hal ini berarti kemampuan komunikasi matematis peserta didik harus lebih ditingkatkan (Nova, 2014:55)

(34)

Kemampuan komunikasi matematis merupakan sarana sekaligus target dari pembelajaran matematika di sekolah. Di samping itu, kemampuan komunikasi matematika dapat mengarahkan peserta didik untuk mampu menyatakan, menjelaskan, menggambarkan, mendengar, menanyakan dan bekerjasama sehingga dapat membawa peserta didik pada pemahaman yang mendalam tentang matematika. Peserta didik diberikan kesempatan untuk bekerja dalam kelompok dalam mengumpulkan dan menyajikan data, mereka menunjukkan kemajuan baik di saat mereka saling mendengarkan ide yang satu dan yang lain, mendiskusikannya bersama kemudian menyusun kesimpulan yang menjadi pendapat kelompoknya. Peserta didik belajar sebagian besar dari berkomunikasi dan mengkontruksi sendiri pengetahuan mereka.

Komunikasi matematis (mathematical communication) merupakan salah satu dari lima kemampuan dasar yang harus dimiliki peserta didik dalam belajar matematika yang ditetapkan dalam National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (syarifah, 2017: 5) yaitu: kemampuan pemecahan masalah (problem solving), kemampuan penalaran (reasoning), kemampuan komunikasi (communication), kemampuan membuat koneksi (connection), dan kemampuan representasi (representation). Jadi komunikasi matematis merupakan salah satu komponen dari kemampuan dasar yang harus dimiliki peserta didik dalam belajar matematika.

Komunikasi dalam matematika mencakup dua hal yaitu komunikasi tertulis dan komunikasi lisan. Komunikasi tertulis dapat berupa penggunaan kata-kata, gambar, tabel, dan sebagainya yang menggambarkan proses berfikir peserta didik. Komunikasi tertulis juga dapat berupa uraian pemecahan masalah atau pembuktian matematika yang menggambarkan kemampuan peserta

(35)

didik dalam mengorganisasi berbagai konsep untuk menyelesaikan masalah. Sedangkan komunikasi lisan dapat berupa pengungkapan dan penjelasan verbal suatu gagasan matematika (Mufarrihah, 2016: 658).

Kemampuan komunikasi dapat ditingkatkan melalui lima aspek dalam kegiatan komunikasi matematis yaitu:

1) Representasi (representing), diartikan sebagai bentuk baru dari hasil translasi suatu masalah atau idea, atau translasi suatu diagram dan model fisik ke dalam simbol atau kata-kata. Ada beberapa bentuk representasi matematika yang dapat digunakan dalam menyelesaikan soal matematika, antara lain melalui: grafik/gambar (drawing), persamaan aljabar (math expression), dan dengan kata-kata (written texts).

2) Mendengar (listening), dalam proses diskusi aspek mendengar salah satu aspek yang sangat penting, karena kemampuan peserta didik dalam memberikan pendapat sangat terkait dengan kemampuan mendengarkan topik-topik utama yang didiskusikan.

3) Membaca (reading), kemampuan membaca merupakan kemampuan yang kompleks, karena di dalamnya terkait aspek mengingat, memahami, membandingkan, menemukan, menganalisis, mengorganisasikan, dan akhirnya menerapkan apa yang terkandung dalam bacaan.

4) Diskusi (discussing), merupakan sarana bagi seseorang untuk dapat mengungkapkan dan merefleksikan pikirannya berkaitan dengan materi yang diajarkan.

5) Menulis (writing), kegiatan yang dilakukan dengan sadar bagi seseorang untuk dapat mengungkapkan dan merefleksikan pikiran. Menulis dipandang sebagai proses berpikir keras yang dituangkan di atas kertas. Menulis adalah alat yang bermanfaat dari berpikir karena peserta didik memperoleh pengalaman matematika sebagai suatu aktivitas yang kreatif (Qohar, 2013).

Jadi dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis tertulis dapat berupa penggunaan kata-kata, gambar, tabel, dan sebagainya yang menggambarkan proses berfikir peserta didik. Komunikasi tertulis juga dapat berupa uraian pemecahan masalah atau pembuktian matematika yang menggambarkan kemampuan peserta didik dalam mengorganisasi berbagai konsep

(36)

untuk menyelesaikan masalah. Kemampuan komunikasi matematis merupakan sarana sekaligus target dari pembelajaran matematika di sekolah. Di samping itu, kemampuan komunikasi matematika dapat mengarahkan peserta didik untuk mampu menyatakan, menjelaskan, menggambarkan, mendengar, menanyakan dan bekerjasama sehingga dapat membawa peserta didik pada pemahaman yang mendalam tentang matematika.

b. Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis

Indikator kemampuan komunikasi matematis diantaranya: menurut Lestari (2017:83)

1) menghubungkan benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide matematika.

2) menjelaskan ide, situasi dan relasi matematika secara lisan atau tulisan, dengan benda nyata gambar ,grafik dan aljabar.

3) menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa matematika. 4) Mendengarkan diskusi dan menulis tentang matematika.

5) membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis 6) menyusun pertanyaan matematika yang relevan dengan situasi

masalah.

7) membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan defenisi dan generalisasi.

Berkaitan dengan indikator kemampuan komunikasi menurut Sumarno (dalam Darkasyi, 2014:26) adalah:

1) Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide matematika;

2) Menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik, secara lisan atau tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar;

3) Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau symbol

matematik;

4) Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika;

5) Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika

tertulis.

Indikator komunikasi matematis menurut The National Council of teacher of Mathematics (NCTM) dalam pembelajaran matematika sebagai berikut:

1) Kemampuan menyatakan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan serta menggambarkan secara visual. Kemampuan ini

(37)

menekankan pada kemampuan peserta didik dalam menjelaskan, menulis maupun membuat sketsa atau gambar tentang ide-ide matematis yang dimiliki untuk menyelesaikan masalah. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk berdiskusi bersama peserta didik lain untuk berbicara tentang matematika. hal ini sesuai dengan pendapat A. Van de walle yang mengatakan bahwa diskusi antar peserta didik akan dapat mengeksplorasi ide-ide matematis dari berbagai sudut pendang peserta didik sehingga dapat menambah pemahaman matematika mereka. Selain itu, mengubah satu penyajian ke dalam bentuk penyajian lain seperti gambar merupakan cara penting untuk menambah pemahaman terhadap suatu ide karena dapat memperluas interpretasi nyata dari suatu soal. 2) Kemampuan menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide

matematis baik secara lisan maupun tulisan. Ini meliputi dua aspek yaitu :

a) Kemampuan peserta didik dalam menginterpretasikan (menafsirkan) ide-ide matematis yang terdapat dalam persoalan matematika. artinya peserta didik harus dapat memahami dengan baik apa yang dimaksud dari suatu soal dan dapat merumuskan kesimpulan dari masalah yang diberikan. Peserta didik dapat saling bertukar ide mengenai pokok permasalahan yang dimaksud dalam soal. Peserta didik juga dapat menuliskan informasi-informasi yang terdapat dalam soal untuk memperjelas masalah dan selanjutnya peserta didik akan dapat membuat kesimpulan yang benar di akhir jawabannya.

b) Kemampuan peserta didik dalam mengevaluasi ide-ide matematis, jadi kemampuan ini menekankan pada kemampuan peserta didik dalam menjelaskan dan memberikan alasan tentang benar tidaknya suatu penyelesaian.

3) Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, simbol-simbol matematika, dan struktur-strukturnya untuk memodelkan situasi atau permasalahan matematika. Jadi kemampuan ini menekankan pada kemampuan peserta didik dalam melafalkan maupun menuliskan istilah-istilah, simbol-simbol matematika, dan struktur-strukturnya dengan tepat untuk memodelkan permaslahan matematika (Agustyaningrum, 2011: 378-379).

Untuk menilai kemampuan komunikasi matematis tertulis, diperlukan indikator komunikasi matematis tertulis yang bertujuan untuk mengukur kemampuan komunikasi matematis tertulis peserta didik. Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, Indikator

(38)

komunikasi matematis untuk penelitian ini mengacu kepada indikator dari NCTM karena dianggap lebih jelas dalam mendeskripsikan indikator kemampuan komunikasi matematis per poinnya, penulis juga menguraikan menjadi lebih sederhana tanpa mengurangi poin–poin penting dalam indikator kemampuan komunikasi matematis tertulis. Adapun indikator kemampuan komunikasi matematis yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematika melalui tulisan serta menggambarkannya secara visual.

2) Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematika dalam bentuk tertulis.

3) Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model situasi.

Menurut (Fauzan, 2010: 51) adapun rubrik penskoran kemampuan komunikasi matematis yang telah dimodifikasi sesuai kebutuhan dalam penelitian ini, yang mana indikator kemampuan komunikasi matematis mengacu pada NCTM adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Rubrik Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

Indikator yang dinilai Reaksi terhadap masalah Skor Kemampuan

mengekspresikan ide-ide matematis melalui

tulisan serta

menggambarkannya secara visual.

Jawaban benar, mampu mengekspresikan ide-ide matematis melalui tulisan.

4 Jawaban benar, sesuai dengan

kriteria tetapi ada sedikit jawaban yang salah.

3 Jawaban benar tetapi tidak

sesuai dengan sebagian besar kriteria.

2 Jawaban ada tetapi sama sekali 1

(39)

tidak sesuai dengan kriteria.

Jawaban tidak ada. 0

Skor maksimal indikator 1 4

Kemampuan memahami,

menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematis secara tertulis.

Jawaban benar, mampu memahami,

menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematis secara tertulis.

4

Jawaban benar, sesuai dengan kriteria tetapi ada sedikit jawaban yang salah.

3 Jawaban benar tetapi tidak

sesuai dengan sebagian besar kriteria.

2 Jawaban ada tetapi sama sekali

tidak sesuai dengan kriteria. 1

Jawaban tidak ada. 0

Skor maksimal indikator 2 4

Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide, menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi.

Jawaban benar, mampu menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya untuk

menyajikan ide-ide,

menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi.

4

Jawaban benar, sesuai dengan kriteria tetapi ada sedikit jawaban yang salah.

3 Jawaban benar tetapi tidak

sesuai dengan sebagian besar kriteria.

2 Jawaban ada tetapi sama sekali

tidak sesuai dengan kriteria. 1

Tidak ada jawaban . 0

Skor maksimal indikator 3 4

Sumber : modifikasi fauzan

3. Model Pembelajaran Kooperatif

Menurut Slavin dalam Isjoni (2016:15) mengemukakan, “In cooperative learning methods, student work together in four member teams to master material initialli present by the teacher”. Dari uraian tersebut dapat dikemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja dalam

(40)

kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif sehingga dapat merangsang peserta didik lebih bergairah dalam belajar.

Lebih lanjut Isjoni (2016:16) menyatakan pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar yang berpusat pada peserta didik, terutama untuk mengatasi permasalahan yang ditemukan guru dalam mengaktifkan peserta didik, yang tidak dapat bekerja sama dengan orang lain, peserta didik yang agresif dan tidak peduli pada yang lain. Model pembelajaran ini telah terbukti dapat dipergunakan dalam berbagai mata pelajaran dan berbagai usaha.

Johnson et. al (dalam Isfayani, 2018:85) berpendapat bahwa terdapat lima unsur penting dalam pembelajaran kooperatif, yaitu :

a. Saling ketergantungan yang bersifat positif antara peserta didik, b. Interaksi peserta didik yang semakin meningkat,

c. Tanggung jawab individual,

d. Keterampilan interpersonal dan kelompok kecil, e. Proses kelompok.

Menurut Jarolimek dan Parker dalam Isjoni, (2016:24) mengatakan keunggulan yang diperoleh dalam pembelajaran kooperatif adalah:

a. Saling ketergantungan yang positif.

b. Adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu.

c. Peserta didik dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas. d. Suasana kelas yang rilek dan menyenangkan.

e. Terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara peserta didik dengan guru.

f. Memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan.

Kelemahan pembelajaran kooperatif bersumber pada dua faktor yaitu: faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor dari dalam menurut Isjoni (2016:25) yaitu sebagai berikut:

a. Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu.

b. Agar proses pembelajaran berjalan dengan lancer, maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat, dan biaya yang cukup memadai.

(41)

c. Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

d. Saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini mengakibatkan peserta didik yang lain menjadi pasif.

4. Model Pembelajaran Cooperative Learning Tipe Rotating Trio Exchange (RTE)

Model pembelajaran merupakan strategi yang digunakan guru untuk meningkatkan motivasi belajar, sikap belajar dikalangan peserta didik, mampu berpikir kritis, memiliki keterampilan sosial, dan pencapaian hasil pembelajaran yang lebih optimal. Model pembelajaran haruslah membuat perubahan yang positif bagi kegiatan pembelajaran dikelas dan membuat kegiatan pembelajaran lebih aktif serta menyenangkan sehingga lebih mudah dalam mencapai tujuan pembelajaran yang telah direncanakan.

Model pembelajaran Kooperatif tipe Rotating Trio Exchange (RTE). Pada model ini, kelas dibagi ke dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 3 orang, kelas ditata sehingga setiap kelompok dapat melihat kelompok lainnya dikiri dan dikananya, berikan pada setiap trio tersebut pertanyaan yang sama untuk didiskusikan. Setelah selesai berilah nomor untuk setiap anggota trio tersebut. Contohnya nomor 0,1,dan 2. Kemudian perintahkan nomor 1 berpindah searah jarum jam dan nomor 2 sebaliknya, berlawanan jarum jam. Sedangkan nomor 0 tetap ditempat, ini akan mengakibatkan timbulnya trio baru. Berikan kepada setiap trio tersebut pertanyaan-pertanyaan baru untuk didiskusikan , tambahkanlah sedikit tingkat kesulitan. Rotasikan kembali peserta didik seusai setiap pertanyaan yang telah disiapkan. (Isjoni, 2016:59).

Silberman (Nuraeni, 2016: 88) menyatakan bahwa “Merotasi pertukaran pendapat kelompok tiga orang merupakan cara terperinci bagi peserta didik untuk mendiskusikan permasalahan dengan sebagian (dan biasanya memang tidak semua) teman sekelas mereka. Pertukaran pendapat ini bisa dengan mudah diarahkan kepada materi yang akan

(42)

diajarkan di kelas.” Adapun keunggulan dari strategi pembelajaran RTE yaitu sebagai berikut (Dipayana, 2014:3-4) :

a. Struktur yang jelas yang dapat memungkinkan peserta didik untuk berbagi dengan pasangan dalam kelompoknya dengan waktu yang teratur.

b. Peserta didik mempunyai banyak kesempatan untuk mengolah informasi yang diperoleh.

c. Tidak terdapat kebosanan pada saat proses pembelajaran karena peserta didik akan dirotasi.

Oleh karena itu, pembelajaran tipe ini sangat membantu peserta didik untuk memperoleh hasil belajar yang maksimal. Dengan demikian penggunaan strategi RTE dalam proses pembelajaran memungkinkan peserta didik berinteraksi bukan hanya dengan kelompoknya melainkan dengan kelompok-kelompok lain dalam suatu pembelajaran. Sehingga diharapkan kegiatan belajar akan dirasakan lebih menyenangkan untuk peserta didik serta menambah motifasi peserta didik dalam belajar. Penerapan RTE digunakan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengkomunikasikan matematika (muhlisoh, 2018: 38)

Strategi Rotating Trio Exchange merupakan salah satu pembelajaran aktif dengan teknik pengelompokan, dimana anggota-anggota kelompoknya tidak tetap. Seperti yang dikemukan oleh Silberman Rotating Trio Exchange merupakan cara terperinci bagi peserta didik untuk mendiskusikan permasalahan dengan sebagian teman sekelas mereka. Menurut Wulandari (2013: 10) Jika peserta didik dalam satu kelas tidak dapat dibagi menjadi kelompok yang beranggotakan tiga orang, maka dapat mengubah variasi dari strategi rotating trio exchange atau dengan menerapkan strategi rotating quartet exchange.

Menurut Asmawati (2016: 345) beberapa langkah-langkah Rotating Trio Exchange, yaitu:

a. Kelas dibagi dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 3 orang. Kelas di tata sedemikian rupa sehingga setiap kelompok dapat melihat kelompok lainnya disebelah kiri dan kanannya.

(43)

b. Setiap trio tersebut diberikan pertanyaan yang sama untuk didiskusikan

c. Setelah selesai berdiskusi, setiap anggota trio diberi nomor. Contohnya: nomor 1, 2, dan 3.

d. Kemudian peserta didik dirotasikan, peserta didik nomor 2 berpindah searah putaran jarum jam dan nomor 3 berpindah berlawanan dengan putaran jarum jam, sedangkan peserta didik nomor 1 tetap ditempat. Rotasi ini akan mengakibatkan timbulnya trio baru.

e. Setiap trio baru tersebut akan diberikan lagi pertanyaan-pertanyaan baru untuk didiskusikan dengan ditambah sedikit tingkat kesulitannya.

f. Setelah itu peserta didik dirotasikan sesuai setiap pertanyaan yang telah disiapkan

g. Setelah diskusi, lembar jawaban dari tiap kelompok atau individu dikumpul untuk diperiksa kemudian dikembalikan lagi kepada peserta didik. Pada akhir pertemuan diumumkan kelompok terbaik kemudian diberikan penghargaan.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan strategi yang yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran berlangsung sehingga peserta didik tidak merasa bosan dan bermain-main dalam belajar. Salah satu model pembelajaran yang membuat peserta didik tidak bosan yaitu dengan model kooperatif dimana dalam model ini peserta didik dibentuk dalam kelompok-kelompok kecil, model kooperatif tipe Rotating trio exchange adalah model pembelajaran yang terdiri dari tiga orang siswa tiap kelompok dan diberikan kesempatan berdiskusi menyelesaikan soal yang diberikan oleh guru, sehingga siswa dapat memahami pelajaran yang telah diajarkan dengan mudah karena bantuan, dukungan dan kerjasama dari anggota kelompoknya.

Langkah-langkah tipe Rotating Trio Exchange yang penulis gunakan yaitu :

a. Kelas dibagi dalam beberapa kelompok yang terdiri dari 3 orang. Kelas di tata sedemikian rupa sehingga setiap kelompok dapat melihat kelompok lainnya disebelah kiri dan kanannya.

b. Setiap trio tersebut diberikan pertanyaan yang sama untuk didiskusikan.

(44)

c. Setelah selesai berdiskusi, salah satu trio mempersentasikan hasil diskusinya di depan kelas.

d. Selanjutnya setiap anggota trio diberi nomor. Contohnya: nomor 1, 2, dan 3.

e. Kemudian peserta didik dirotasikan, peserta didik nomor 2 berpindah searah putaran jarum jam dan nomor 3 berpindah berlawanan dengan putaran jarum jam, sedangkan peserta didik nomor 1 tetap ditempat. Rotasi ini akan mengakibatkan timbulnya trio baru.

f. Setiap trio baru tersebut akan diberikan lagi pertanyaan-pertanyaan baru untuk didiskusikan dengan ditambah sedikit tingkat kesulitannya.

g. Setelah selesai berdiskusi, salah satu trio mempersentasikan hasil diskusinya di depan kelas.

h. Peserta didik dirotasikan sesuai setiap pertanyaan yang telah disiapkan.

i. Pada akhir pertemuan diumumkan kelompok terbaik yang telah tampil mempersentasikan hasil diskusinya kemudian diberikan penghargaan.

5. Pembelajaran Konvensional

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konvensional artinya “permufakatan atau kelaziman atau sesuatu yang telah menjadi kebiasaan”. Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang biasa dilakukan oleh sebagian besar guru dengan strategi ceramah.

Santyasa (2005: 36) menyatakan bahwa “pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang lazim diterapkan seperti kegiatan rutinitas sehari–hari”. Pesan pembelajaran ini mengutamakan informasi konsep dan prinsip, latihan soal–soal, dan tes. Hal tersebut hanya menekankan pada tuntutan kemampaun pada ranah kognitif, sehingga pembelajaran cenderung mengarah ke product oriented ketimbang process oriented. Pembelajaran konvensional ditandai dengan

(45)

guru mengajar lebih banyak mengajarkan konsep–konsep bukan kompetensi, tujuannya adalah peserta didik mengetahui sesuatu bukan untuk mampu untuk melakukan sesuatu dan pada saat proses pembelajaran peserta didik lebih banyak mendengarkan. Hal ini bisa terlihat bahwa pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah proses pembelajaran yang lebih banyak didominasi gurunya sebagai pentransfer ilmu, sementara peserta didik lebih pasif sebagai penerima ilmu. Model pembelajaran konvensional lebih berpusat pada guru (teacher centered). Ciri-ciri dari pembelajaran konvensional adalah (dalam Dipayana, 2014):

a. Didominasi oleh guru dalam kegiatan pembelajaran, sedangkan peserta didik bersifat pasif dan hanya melakukan kegiatan melalui perbuatan pendidik,

b. Bahan ajar terdiri atas konsep–konsep dasar atau materi belajar yang tidak dikaitkan dengan pengetahuan awal peserta didik sehingga peserta didik membutuhkan informasi yang tuntas dari guru,

c. Pembelajaran tidak dilakukan secara berkelompok, dan

d. Pembelajaran tidak dilaksanakan melalui kegiatan laboratorium. Pembelajaran konvensional yang dimaksud adalah pembelajaran yang biasa dilakukan oleh guru pada umumnya, yaitu membuka pelajaran, memberikan materi secara langsung (Teacher Oriented), dilanjutkan dengan pemberian contoh soal dan melakukan evaluasi ketercapaian peserta didik dalam belajar.Ditambahkan dengan adanya usaha guru dengan peserta didik untuk merangkum materi, kemudian menutup pelajaran dengan memotivasi peserta didik dan memberi tugas.

Pembelajaran konvensional menurut Suherman (2003:255) adalah pembelajaran yang sangat didominasi oleh guru, guru yang menentukan semua kegiatan pembelajaran. Banyaknya meteri yang akan diajarkan, urutan materi pelajaran, kecepatan guru mengajar, dan lain-lain sepenuhnya ada pada guru. Terlihat jelas bahwa dalam pembelajaran konvensional, guru memiliki peranan yang paling dominan dan hanya terjadi komunikasi satu arah sehingga peserta didik menjadi pasif.

(46)

Pembelajaran konvensional memiliki langkah-langkah sebagai berikut:

a. Peserta didik disuruh untuk membaca buku tentang materi tertentu b. Guru menyampaikan materi pelajaran sesuai dengan pokok-pokok

materi pelajaran seperti yang terkandung dalam indikator hasil belajar. c. Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk bertanya

manakala ada hal-hal yang dianggap kurang jelas (diskusi)

d. Guru mengulas pokok-pokok materi pelajaran yang telah disampaikan dilanjutkan dengan menyimpulkan

e. Guru melakukan tes kepada peserta didik sebagai upaya untuk mengecek terhadap pemahaman peserta didik tentang materi pelajaran yang telah disampaikan.

Diperoleh kesimpulan pembelajaran konvensional yaitu pembelajaran yang berorientasi pada guru dimana peserta didik hanya menerima saja apa yang dikatakan guru tanpa berusaha sendiri untuk menemukan suatu konsep atau materi pelajaran, itu terlihat jelas bahwa dalam pembelajaran konvensional, guru memiliki peranan yang penting. Pembelajaran yang biasa dilakukan di kelas VIII MTsN 14 Tanah Datar yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru.Pada pembelajaran ini peserta didik hanya terpaku dengan guru hanya melihat guru menjelaskan pembelajaran dan dilanjutkan dengan pemberian tugas kepada peserta didik.

6. Hubungan Model Pembelajaran Rotating Trio Exchange (RTE) Dengan Kemampuan Komunikasi Matematis

Untuk mengembangkan kemampuan matematis peserta didik, guru dapat menerapkan dengan model yang sesuai dengan unsur komunikasi matematis. Model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menggunakan kelompok-kelompok kecil dimana peserta didik dalam satu kelompok saling bekerja sama memecahkan masalah untuk mencapai tujuan pembelajaran. Menurut Johnson (Isjoni, 2009) di dalam model pembelajaran kooperatif terdapat beberapa tipe atau teknik yang dapat dipilih, diantaranya yaitu : Student Team Achievement Division (STAD), Team Assisted Individualization (TAI), Team Games

Gambar

Gambar 1.2 Jawaban latihan peserta didik
Tabel  1.1  Nilai  Rata-Rata  Ujian  Akhir  Semester  Dan  Ketuntasan  Belajar  Matematika  Kelas  VIII  MTsN  14  Tanah  Datar  Tahun Pelajaran 2018/2019  Kelas  Jumlah peserta  didik   Ketuntasan Jumlah peserta didik  tidak  tuntas  Tidak  tuntas (%)  Ju
Tabel 2.1 Rubrik Penskoran Tes Kemampuan  Komunikasi Matematis
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir  D.  Hipotesis Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Parameter mutu, yaitu pemenuhan persyaratan mutu sesuai dengan standard dan persyaratan yang berlaku serta Cara Produksi Pangan yang Baik untuk pangan olahan yang

Pengaruh pH terhadap aktivitas enzim papain dilakukan untuk mengetahui suhu optimal yang terjadi pada papain murni dan papain yang telah terimmobilisasi matriks

Hal tersebut menunjukkan bahwa model regresi yang terbentuk signifikan, artinya secara serentak pendidikan formal, luas pekarangan, pendapatan, sifat inovasi, banyaknya

Adanya ketiga faktor tersebut akan dapat mewujudkan ketahanan pangan rumah tangga sehingga dapat memenuhi kebutuhan kalori dan protein yang pada gilirannya akan menigkatkan

Gaya pengasuhan digambarkan dalam tiga dimensi disiplin besar (Baumrind, 1967) yaitu authoritarian (berpusat pada orangtua), permissive (berpusat pada anak) dan

Hal ini dapat terlihat dari 20 orang siswa yang mengikuti tes kemampuan komunikasi matematis di kelas kontrol 8 orang siswa sudah mampu dalam menggunakan

Pelaksanaan Pembagian Tunjangan Hari Raya THR dari dana zakat, infak, sedekah, wakaf ZISWAF kepada Panitia Ramadhann Kasus yang penulis temukan di masjid Al-Falah Jorong

Jenis informasi dan pengetahuan yang harus dipelajari oleh siswa tidak berpijak dari kebutuhan siswa, baik itu dari segi pengembangan bakat maupun dari minat