• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Ditulis Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Jurusan Tadris Matematika. Oleh: RIRIN FEBRIANTI NIM.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI. Ditulis Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Jurusan Tadris Matematika. Oleh: RIRIN FEBRIANTI NIM."

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

MASALAH MATEMATIS PESERTA DIDIK

SKRIPSI

Ditulis Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Jurusan Tadris Matematika

Oleh:

RIRIN FEBRIANTI NIM. 15300500061

JURUSAN TADRIS MATEMATIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

BATUSANGKAR 2020

(2)
(3)
(4)
(5)

i ABSTRAK

RIRIN FEBRIANTI, NIM. 15300500061, Judul Skripsi “PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM SOLVING (CPS) DI KELAS VII SMPN 1 BATUSANGKAR UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS PESERTA DIDIK”, Jurusan Tadris Matematika Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, Institut Agama Islam Negeri Batusangkar (IAIN) Batusangkar 2020.

Penelitian ini dilatar belakangi oleh rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik yang ditandai dengan proses pembelajaran yang bersifat konvensional, peserta didik yang belum memiliki sikap, motivasi dan kognisi yang bagus. Hal ini juga dibuktikan dengan pemberian soal kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang mana jawaban peserta didik benar akan tetapi tidak memenuhi indikator kemampuan pemecahan masalah secara maksimal. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor diantaranya model pembelajaran yang digunakan oleh guru masih konvensional dimana peserta didik tidak dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran. Maka perlu dicarikan solusi dimana yang mampu peserta didik menyelesaikan masalah dengan berbagai alternatif. Maka dibutuhkan suatu cara yang mampu membuat peserta didik kreatife dalam menyelesaikan permasalahan yang mana modelnya adalah Creative Problem Solving (CPS). Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik yang mendapatkan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik yang mendapatkan pembelajaran konvensional pada peserta didik kelas VIII SMPN 1 Batusangkar.

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu (Quasi

Experiment), dengan rancangan penelitian The Nonequivalent Posttest-Only Control Group Design. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas VIII SMP N 1 Batusangkar tahun ajaran 2019/2020 yang terdiri dari 6 kelas. Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan cara lotting. Sampelnya adalah kelas VIII.1 sebagai kelas eksperimen dan kelas VIII.3 sebagai kelas kontrol. Data tes kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik diperoleh dari tes akhir kedua kelas sampel dengan penerapan model

pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) di kelas eksperimen dan

pembelajaran konvensional di kelas kontrol. Hipotesis diuji dengan menggunakan uji-t’.

Berdasarkan analisis data tes perhitungan dengan uji-t’ didapat harga

t’hitung = sedangkan ttabel pada taraf nyata Berarti

yaitu maka ditolak atau terima . Dapat

disimpulkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik yang mendapatkan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik yang mendapatkan pembelajaran konvensional.

Kata Kunci : Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis, Creative Problem Solving (CPS)

(6)

ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti ucapkan kehadirat Allah SWT atas keistimewaan dalam rangkulan cinta, kasih dan sayang-Nya untuk kita sebagai umat nabiyallah Muhammad SAW. sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

”PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN CREATIVE PROBLEM

SOLVING (CPS) DI KELAS VII SMPN 1 BATUSANGKAR UNTUK

MENINGKATKAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH

MATEMATIS PESERTA DIDIK”. Shalawat beserta salam senantiasa kita mohonkan kepada Allah agar selalu tercurah untuk quduwah, uswah kita Nabi Muhammad SAW yang telah berjasa mewariskan Al-Qur’an dan Sunnah yang menjadi petunjuk kepada jalan yang benar dan diridhoi Allah SWT.

Skripsi ini buat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada program Sarjana Pendidikan (Tadris) Matematika di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar. Skripsi ini disusun berdasarkan hasil penelitan yang peneliti lakukan di SMP N 1 Batusangkar, Kecamatan Lima Kaum , Kabupaten Tanah Datar.

Selama penulisan skripsi ini, tidak terlepas dari bimbingan dan uluran tangan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, peneliti mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Rektor IAIN Batusangkar, Bapak/Ibu Wakil Rektor, Bapak Dekan FTIK dan Bapak/Ibu Wadek, dan Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Batusangkar.

2. Ibunda Dr. Dona Afriyani, S.Si,. M.Pd selaku Dosen Pembimbing I.

3. Ibunda Ummul Huda, M.Pd selaku Dosen Pembimbing II.

4. Ibunda Ika Metiza Maris, M.Si selaku Dosen Penguji I. 5. Ibunda Christina Khaidir, M.Pd selaku Dosen Penguji II.

(7)
(8)

iv DAFTAR ISI ABSTRAK ... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI ... iv DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8 C. Batasan Masalah ... 8 D. Rumusan Masalah ... 8 E. Tujuan Penelitian ... 8 F. Manfaat Penelitian ... 9 G. Definisi Operasional ... 9

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 11

A. Landasan Teori ... 11

1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 11

2. Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) ... 15

3. Pembelajaran Konvensional ... 20

B. Kajian Penelitian Yang Relevan ... 22

C. Kerangka Konseptual ... 23

D. Hipotesis ... 25

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 26

A. Jenis Penelitian ... 26

B. Tempat Dan Waktu Penelitian ... 26

C. Populasi Dan Sampel ... 26

D. Variabel Dan Data ... 32

E. Prosedur Penelitian ... 33

F. Instrumen Penelitian ... 39

(9)

v

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 53

A. Hasil Penelitian ... 53

1. Hasil Penelitian Secara Statistika Deskriptif ... 53

2. Hasil Penelitian Secara Statistika Inferensial ... 54

B. Pembahasan ... 56

1. Pembahasan Tentang Pelaksanaan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Untuk Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Peserta Didik ... 56

2. Pembahasan Tentang Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Peserta Didik Yang Mendapatkan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) ... 62

C. Kendala Dalam Penelitian Dan Solusi ... 73

BAB V PENUTUP ... 74

A. Kesimpulan ... 74

B. Saran 74

DAFTAR KEPUSTAKAAN LAMPIRAN

(10)

vi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis ... 12

Tabel 2.2 Rubrik Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis ... 14

Tabel 2.3 Langkah-langkah Pembelajaran Creative Problem

Solving (CPS) ... 16

Tabel 2.4 Hubungan Model Pembelajaran Creative Problem

Solving (CPS) dan Indikator Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematis ... 19

Tabel 2.5 Langkah-Langkah Pembelajaran Konvensional ... 21

Tabel 2.6 Kajian Penelitian yang Relevan ... 22

Tabel 3.1 Jumlah Peserta Didik kelas VIII SMPN 1 Batusangkar ... 27 Tabel 3.2 Hasil Uji Normalitas Populasi Kelas VIII SMPN 1 Batusangkar ... 29 Tabel 3.3 Analisis Ragam Bagi Data Hasil Belajar Peserta didik Kelas Populasi ... 31 Tabel 3.4 Tabel Bantu Uji Kesamaan Rata-Rata ... 32

Tabel 3.5 Kriteria Karakter Penilaian Validasi RPP ... 34

Tabel 3.6 Hasil Validasi RPP ... 34

Tabel 3.7 Revisi RPP ... 35

Tabel 3.8 Skenario Pembelajaran Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 36 Tabel 3.9 Kriteria Karakter Penilaian Validasi Tes ... 40

Tabel 3.10 Hasil Validasi Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 41 Tabel 3.11 Saran Validator Revisi Tes Kemampuan Pemecahan Maslah Matematis ... 41 Tabel 3.12 Kriteria Koefisien Korelasi Validitas Instrumen ... 43

(11)

vii

Coba Tes ...

Tabel 3.14 Kriteria Reliabilitas Tes ... 45

Tabel 3.15 Kriteria Indeks Kesukaran Instrumen ... 46

Tabel 3.16 Hasil Indeks Kesukaran Soal Setelah Dilakukan Uji Coba Tes ... 46 Tabel 3.17 Hasil Daya Pembeda Soal Setelah Dilakukan Uji Coba Tes ... 47 Tabel 3.18 Klasifikasi Soal ... 48

Tabel 3.19 Hasil Uji Normalitas Kelas Sampel ... 49

Tabel 3.20 Hasil Uji Homogenitas Kelas Sampel ... 51

Tabel 4.1 Jadwal Pelaksanaan Penelitian ... 53

Tabel 4.2 Nilai Rata-Rata pada Kemampuan Pemecahan Masalah ... 54 Tabel 4.3 Hasil Uji Hipotesis Kelas Sampel ... 55

(12)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Jawaban peserta didik dengan inisial MR kelas VII

SMPN 1 Batusangkar ... 4

Gambar 1.2 Jawaban peserta didik dengan inisial ROB kelas VII

SMPN 1 Batusangkar ... 4

Gambar 1.3 Jawaban peserta didik dengan inisial RAC kelas VII

SMPN 1 Batusangkar ... 5

Gambar 2.1 Bangun Datar dan Bangun Ruang ... 17

Gambar 2.2 Kerangka Berfikir... 24

Gambar 4.1 Peserta Didik duduk Berkelompok ... 58

Gambar 4.2 Lembar kerja kelompok ... 58

Gambar 4.3 Bentuk Strategi yang Peserta Didik Ungkapkan Melalui Lembar Kerja Kelompok (LKK) ... 59 Gambar 4.4 Stategi yang dipilih ... 60

Gambar 4.5 Langkah Penyelesaian dari Masalah di Lembar Kerja Kelompok (LKK) ... 61

Gambar 4.6 Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Peserta didik inisial DF Kelas Eksperimen ... 62

Gambar 4.7 Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Peserta didik inisial ANT Kelas Eksperimen ... 62

Gambar 4.8 Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Peserta didik inisial GMA Kelas Kontrol ... 64

Gambar 4.9 Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Peserta didik inisial ANP Kelas Kontrol ... 64

Gambar 4.10 Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Peserta didik inisial AVS Kelas Eksperimen ... 65

Gambar 4.11 Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

(13)

ix

Eksperimen ... 65

Gambar 4.12 Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Peserta didik inisial SYS Kelas Kontrol ... 66

Gambar 4.13 Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Peserta didik inisial AFA Kelas Kontrol ... 66

Gambar 4.14 Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Peserta didik inisial SSF Kelas

Eksperimen ... 68

Gambar 4.15 Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Peserta didik inisial FE Kelas Eksperimen ... 68

Gambar 4.16 Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Peserta didik inisial DAN Kelas Kontrol ... 69

Gambar 4.17 Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Peserta didik inisial SYS Kelas Kontrol ... 69

Gambar 4.18 Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Peserta didik inisial AMP Kelas

Eksperimen ... 71

Gambar 4.19 Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Peserta didik inisial FE Kelas Eksperimen ... 71

Gambar 4.20 Hasil Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis Peserta didik inisial dan Kelas Kontrol ... 72 Gambar 4.21 Hasil Uji Homogenitas Kelas Sampel ... 72

(14)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Daftar nilai ulangan harian matematika siswa

kelas VIII SMPN 1 Batusangkar ... 78

Lampiran II Uji Normalitas Kelas Populasi ... 79

Lampiran III Uji Homogenitas Kelas Populasi ... 96

Lampiran IV Uji Kesamaan Rata-rata Kelas Populasi ... 99

Lampiran V Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 102

Lampiran VI Kisi-kisi Soal Tes Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis ... 145

Lampiran VII Soal Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis ... 147

Lampiran VIII Kunci Jawaban Tes Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis ... 148

Lampiran IX Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis ... 150

Lampiran X Nilai Uji Coba Tes Kemampuan Pemecahan

Masalah Matematis ... 154

Lampiran XI Penghitungan Validitas Soal Uji Coba Tes

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 156

Lampiran XII Penghitungan Reliabelitas Soal Uji Coba Tes

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 162

Lampiran XIII Penghitungan Indeks Kesukaran Soal Uji Coba Tes

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 165

Lampiran XIV Penghitungan Indeks Pembeda Soal Uji Coba Tes

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis ... 167

Lampiran XV Hasil Klasifikasi Soal Uji Coba Tes Kemampuan

Pemecahan Masalah Matematis ... 169

Lampiran XVI Nilai Tes Kemampuan Pemecahan Masalah

Matematis siswa kelas Eksperimen (VIII.1) SMPN 1 Batusangkar ...

170

(15)

xi

Matematis siswa kelas Eksperimen (VIII.3) SMPN 1 Batusangkar ...

Lampiran XVIII Uji Normalitas Kelas Sampel ... 174

Lampiran XIX Uji Homogenitas Kelas Sampel ... 180

Lampiran XX Uji Hipotesis Kelas Sampel ... 181

Lampiran XXI Surat Izin Penelitian LPPM ... 182

Lampiran XXII Surat Izin Penelitian KESBANGPOL ... 183

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu faktor terpenting dalam kehidupan manusia karena dapat menentukan peradaban manusia pada masa yang akan datang. Pendidikan juga mempunyai peranan yang sangat menentukan potensi-potensi pribadi yang dimiliki, potensi tersebut tidak hanya bagi perkembangan dan perwujudan individu melainkan juga bagi kehidupan bangsa dan negara. Hal ini tercantum dalam Undang-Undang sistem pendidikan Nasional Pasal 1 UU RI Nomor 20 Tahun 2003 yang menyebutkan:

“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara” (Depdiknas, 2003)

Oleh karena itu, pendidikan berfungsi untuk mewujudkan suasana belajar dan proses mengembangkan potensi dirinya. Dalam Undang-undang mengenai tentang pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada Standar Nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kurikulum dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peseta didik. Kurikulum pada pendidikan dasar dan menengah wajib memuat salah satunya yaitu Matematika. Mengenai pandangan tetang kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan mulai dari TK, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA, SMK dan bahkan sampai ke Perguruan Tinggi, terlihat bahwa matematika salah satu pelajaran yang memang dibangun sejak dini sampai ke jenjang yang lebih tinggi.

Matematika adalah salah satu mata pelajaran yang mempunyai peranan penting dalam pendidikan, Matematika merupakan ilmu yang universal karena digunakan diberbagai disiplin ilmu dan sangat diperlukan untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu, proses belajar matematis

(17)

yang melatih kemampuan berpikir manusia ikut berperan dalam proses penyelesaian masalah matematis, diantaranya melalui pemanfaatan ide-ide atau gagasan yang diperolehnya selama mempelajari matematika yang dipelajari sejak di jenjang pendidikan dasar hingga pendidikan tingkat tinggi (Akbar, dkk, 2018: 144). Berdasarkan permendikbud nomor 58 Tahun 2014 mengenai tujuan mata pelajaran matematika ada beberapa yaitu:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep, dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat , efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah,

merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Sehingga salah satu aspek yang harus dikuasi oleh peserta didik adalah kemampuan pemecahan masalah.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media

lain untuk memperjelas keadaan atau masalah

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu

rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Fauzan (2011:10) mengungkapkan kemampuan pemecahan masalah merupakan hasil utama dari proses pembelajaran matematika karena pemecahan masalah dapat dikatakan target belajar. Kemampuan pemecahan masalah sangat penting dan berguna bagi peserta didik karena bisa dikatakan salah satu hasil utama yang dapat menjadi target dalam belajar. Menurut Pehkonen (Setiawan dan Harta, 2014: 241) Alasan pentingnya pemecahan masalah diberikan karena pemecahan masalah: 1) dapat mengembangkan keterampilan kognitif, 2) dapat meningkatkan kreativitas, 3) merupakan bagian dari proses aplikasi matematika, 4) dapat memotivasi peserta didik untuk belajar matematika. Maka dari itulah mengapa kemampuan pemecahan masalah matematis penting bagi peserta didik karena dapat menigkatkan hasil belajar.

Hasil penelitian pendahuluan di SMPN 1 Batusangkar pada tanggal 25 Januari 2019 diperoleh informasi sebagai berikut: (1) Kurikulum yang

(18)

3

dipakai di sekolah adalah kurikulum 2013. Berdasarkan wawancara dengan salah seorang guru juga didapatkan informasi bahwa pelaksanaan kurikulum 2013 belum sepenuhnya dilaksanakan. Hal ini disebabkan karena beberapa hal seperti waktu dan kondisi lingkungan kelas yang belum ideal. (2) Proses pembelajaran yang dilakukan guru masih bersifat konvensional. Ketika melakukan observasi di kelas terlihat aktivitas pembelajaran seperti penyampaian guru yang menyenangkan, namun cara menyampaian dalam pembelajaran masih berpusat pada guru dan sementara hal tersebut peserta didik sibuk dengan kegiatannya masing-masing seperti berbicara dengan teman sebangku, meribut, suka membuat masalah dengan teman yang sedang serius untuk belajar dan sebagian tidak memerhatikan guru. (3) Dalam proses pembelajaran peserta didik belum memiliki sikap, motivasi, dan kognisi yang bagus dalam pembelajaran matematika. Peserta didik tidak memiliki pro aktif dalam pembelajaran mereka lebih suka menunggu jawaban teman dari pada berinisiatif untuk mencoba mengerjakan sendiri tugas yang diberikan oleh guru. Peserta didik tidak mau bertanya jika tidak mengerti dengan apa yang sedang dikerjakan atau mengalami kesulitan dengan apa yang dikerjakan. Hal ini berdampak pada pemahaman dan kemampuan pemecahan masalah peserta didik yang masih tergolong rendah.

Hal ini dibuktikan juga dari pemberian soal kemampuan pemecahan masalah matematis kepada peserta didik di SMPN 1 Batusangkar yaitu:

Pak Achmad bekerja disuatu pabrik yang jaraknya 2 km dari rumahnya sehingga Pak Achmad membutuhkan kendaraan untuk mencapai tempat kerja. Gaji bulanya hanya cukup untuk membeli sepeda motor bekas, sehingga ia membeli sebuah sepeda motor bekas dengan harga Rp. 4.000.000,00. Biaya untuk perbaikannya adalah Rp. 1.500.000,00. Setelah di pakai beberapa bulan motor tersebut mengalami kerusakan yang membuat banyaknya pengeluaran sehingga ia berniat untuk menjualnya kembali. Ia menjual motornya dan mengalami kerugian sebesar Rp. 800.000,00. Berapakah harga jual sepeda motor Pak Achmad setelah diperbaiki?

(19)

Soal diberikan kepada 33 orang peserta didik. Ada dua kategori jawaban peserta didik yaitu jawaban benar dan salah. Peserta didik mampu menyelesaikan yang dijawab secara benar berjumlah 22 orang, sedangkan jawaban yang salah berjumlah 9 orang. Walaupun banyak peserta didik yang mampu menjawab soal dengan benar akan tetapi jawaban yang diberikan tersebut tidak memenuhi indikator kemampuan pemecahan masalah secara maksimal. Peneliti mempunyai dugaan bahwa jawaban yang diberikan tidak murni dari pekerjaannya sendiri. Peneliti melihat kondisi pada pelaksanakan pemberian soal, masih berpeluang untuk melihat jawaban temannya. Hal ini setelah di identifikasikan lebih lanjut dengan cara mencocokan beberapa lembaran jawaban peserta didik ternyata ada jawabannya yang sama dan serupa. Contoh jawaban peserta didik tersebut dapat dilihat dari Gambar 1.1 dan 1.2 dibawah ini:

Gambar 1.1 Jawaban peserta didik dengan inisial MR kelas VII SMPN 1 Batusangkar

Gambar 1.2 Jawaban peserta didik dengan inisial ROB kelas VII SMPN 1 Batusangkar

(20)

5

Berbeda dengan jawaban peserta didik yang salah seperti gambar berikut ini:

Gambar 1.3 Jawaban peserta didik dengan inisial RAC kelas VII SMPN 1 Batusangkar

Dari jawaban Gambar 1.3 tersebut terlihat bahwa peserta didik sudah mampu untuk menuliskan apa yang diketahui, ditanyakan, serta peserta didik juga membuatkan unsur dari soal sebagai bantuan dan informasi kecukupan yang dibutuhkan. Perencanaan dalam masalah sudah benar yaitu dengan menggunakan rumus M-R. Namun, dalam menerapkan rumus tersebut tidak maksimal sehingga menyebabkan jawaban hasil akhir dari penyelesaian ini salah. Hal ini menunjukkan bahwa ketidakmampuan peserta didik menerapkan strategi pemecahan masalah dan juga tidak menginterprestasikan hasil dari penyelesaian soal yang ditanyakan. Menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik belum maksimal.

Berdasarkan permasalahan di atas dapat disimpulkan gambar 1.1 dan 1.2 tersebut bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik rendah, karena belum memiliki indikator kemampuan pemecahan masalalah matematis yaitu 1) Memahami masalah yaitu mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan. 2) Merencanakan pemecahan masalah yaitu merumuskan masalah matematika

(21)

atau menyusun model matematika. 3) Menyelesaikan masalah sesuai rencana yaitu menerapkan strategi untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan masalah baru) dalam atau luar matematika dan 4) Memeriksa kembali hasil yang diperoleh yaitu menjelaskan atau menginterpretasikan hasil permasalahan menggunakan matematika secara bermakna.

Berdasarkan pengamatan ulang sebelum penelitian dengan seiringnya waktu, semua peserta didik kelas VII semua naik kelas ke kelas VIII. Permasalahan yang terjadi pada peserta didik SMPN 1 Batusangkar sama, yaitu kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik rendah. Oleh sebab itu pelaksanaan penelitian dilakukan pada kelas VIII.

Penyebab rendahnya kemampuan pemecahan masalah matematis adalah karena pelaksanaan pembelajaran selama ini masih belum mengarahkan peserta didik untuk dapat mengembangkan kemampuan pemecahan masalah, selain itu peserta didik belum terbiasa dengan soal-soal pemecahan masalah, sehingga peserta didik merasa kebingungan untuk dapat menyelesaikan soal pemecahan masalah (Fitriani dan Maulana, 2016:40). Mansyur (Ulvah dan Afriansyah, 2016:144) juga mengatakan bahwa guru perlu menerapkan suatu model pembelajaran yang mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik.

Oleh sebab itu, dalam pembelajaran matematika harus mampu mengaktifkan peserta didik selama proses pembelajaran dan mengurangi kecenderungan guru untuk mendominasi proses pembelajaran tersebut, sehingga ada perubahan dalam hal pembelajaran matematika yaitu pembelajaran yang berpusat pada guru sudah sewajarnya diubah menjadi berpusat pada peserta didik. Untuk melakukan itu perlu disusun model pembelajaran dan dicarikan alternatif yang dapat memperbaiki pembelajaran matematika tersebut. Menurut Herlawan dan Hadija (2017:34) pembelajaran

Creative Problem Solving (CPS) dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah peserta didik.

Adapun hubungan model pembelajaran Creative Problem Solving

(22)

7

terlihat bahwa dalam langkah-langkah Creative Problem Solving (CPS) melatih kemampuan pemecahan masalah matematis. Langkah pertama klarifikasi masalah lebih menekankan peserta didik untuk memahami masalah matematis yang mana sesuai dengan indikator kemampuan pemecahan masalah matematis yaitu memahami masalah. Langkah kedua pengungkapan masalah, peserta didik dituntut untuk mengungkapkan gagasan secara kreatif yang mana sesuai dengan indikator kemampuan pemecahan masalah kedua yaitu merencanakan pemecahan masalah. Langkah ketiga evaluasi dan seleksi, peserta didik mengevaluasi dan memilih satu pilihan yang mana sesuai dengan indikator memeriksa kembali hasil pemecahan masalah. Selanjutnya langkah ke empat implementasi yang mana mengembangkan rencana dalam untuk melaksanakan rencana tadi sesuai dengan indikator kemampuan pemecahan masalah matematis yaitu menyelesaikan masalah sesuai rencana. Jadi untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dapat diterapkan sebuah model yakni model pembelajaran yaitu Creative Problem Solving (CPS).

Creative Problem Solving (CPS) dapat diartikan sebagai suatu model pembelajaran yang menuntut peserta didik mampu kreatif dalam mengemukakan berbagai pendapat dan memilih ide yang tepat untuk memecahkan masalah dalam pembelajaran. Langkah-langkah dari Creative Problem Solving (CPS) yaitu: a) Klarifikasi masalah, pendidik mengarah tentang masalah yang diajukan agar peserta didik dapat memahami penyelesaian yang diharapkan. b) Pengungkapan gagasan, pendidik mengarah peserta didik untuk mengungkapkan gagasan mereka secara bebas mengenai berbagai macam strategi dalam penyelesaian masalah. c) Evaluasi dan Seleksi, pendidik mengarahkan peserta didik mengevaluasi gagasan-gagasan yang sudah mereka kemukakan tersebut untuk selanjutnya dipilih sebuah gagasan yang tepat dan cocok untuk permasalahan yang diberikan. d) Implementasi, pendidik mengarahkan peserta didik dituntut untuk menerapkan pilihan yang dipilihnya digunakan untuk memecahkan masalah yang diberikan.

(23)

Berdasarkan uraian di atas, tergambar bahwa upaya peningkatan mutu pendidikan melalui model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) perlu dikembangkan agar peserta didik mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dalam proses pembelajaran secara optimal. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul

“Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) di Kelas VIII SMPN 1 Batusangkar untuk meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Peserta didik”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti dapat menyimpulkan identifikasi masalah sebagai berikut :

1. Pembelajaran cenderung bersifat konvensional.

2. Peserta didik belum menguasai indikator kemampuan pemecahan masalah

matematis.

3. Kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik rendah.

C. Batasan Masalah

Dari masalah yang diidentifikasi maka persoalan yang akan dikaji

adalah penerapan model pembelajaran model pembelajaran Creative Problem

Solving (CPS) untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik dalam pembelajaran matematika.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka rumusan masalah penelitian ini adalah : Apakah kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik yang mendapatkan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik yang mendapatkan pembelajaran konvensional pada peserta didik kelas VIII SMPN 1 Batusangkar ?

E. Tujuan Masalah

Mengacu pada rumusan masalah di atas, maka tujuan peneliti ini adalah: Untuk mengetahui apakah kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik yang mendapatkan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)

(24)

9

lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik yang mendapatkan pembelajaran konvensional pada peserta didik kelas VIII SMPN 1 Batusangkar.

F. Manfaat Penelitian

Dalam penelitian ini peneliti memiliki harapan besar terhadap hasil peneliti agar hasil peneliti ini memiliki kegunaan bagi diri pribadi peneliti dan orang lain yaitu :

1. Bagi peserta didik

Sebagai daya penggerak bagi peserta didik untuk lebih meningkatkan dan menggembangkan cara belajarnya, guna memperoleh hasil belajar yang lebih baik.

2. Bagi guru

Sebagai masukan bagi guru untuk dapat mempergunakan salah satu model pembelajaran dalam pembelajaran yaitu pembelajaran dengan model Creative Problem Solving (CPS).

3. Bagi peneliti

Sebagai pengetahuan dan wawasan sebagai calon guru matematika nantinya, agar dapat menerapkan model pembelajaran yaitu Creative Problem Solving (CPS) pada materi dan sekolah manapun, serta sumbangan pemikiran dalam usaha meningkatkan pembelajaran matematika di masa yang akan datang.

G. Definisi Operasional

Untuk lebih memperjelas dan menghindari kesalahpahaman maka perlu dijelaskan istilah-istilah dalam proposal ini sebagai berikut:

1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis adalah kemampuan dimana peserta didik dapat menyelesaikan suatu masalah persoalan dengan langkah-langkah yang belum diketahui sebelumnya sehingga dapat berpikir bagaimana suatu persoalan itu dapat diselesaikan dengan baik. Adapun indikator kemampuan pemecahan masalah matematis yang meliputi: a) mengidentifikasi unsur-unsur yang diketahui, ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan, b) merumuskan masalah matematis

(25)

atau menyusun model matematika, c) menerapkan strategi untuk menyelesaikan untuk menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan masalah baru) dalam atau luar matematika, dan d) menjelaskan atau menginterprestasikan hasil permasalahan menggunakan matematika secara bermakna.

2. Creative Problem Solving (CPS) dapat diartikan sebagai suatu model pembelajaran yang menuntut peserta didik mampu kreatif dalam mengemukakan berbagai pendapat dan memilih ide yang tepat untuk memecahkan masalah dalam pembelajaran. Langkah-langkahnya dari CPS yaitu:

1) Klarifikasi masalah, pendidik mengarahkan peserta didik tentang masalah yang diajukan, agar peserta didik dapat memahami penyelesaian yang diharapkan.

2) Pengungkapan gagasan, pendidik mengarah peserta didik untuk

mengungkapkan gagasan mereka secara bebas tentang berbagai macam strategi dalam penyelesaian masalah.

3) Evaluasi dan Seleksi, pendidik mengarahkan peserta didik

mengevaluasi gagasan-gagasan yang sudah mereka kemukakan tersebut untuk selanjutnya dipilih sebuah gagasan yang tepat dan cocok untuk permasalahan yang diberikan.

4) Implementasi, pendidik mengarahkan peserta didik menerapkan

pilihanya tersebut untuk memecahkan masalah yang diberikan.

3. Pembelajaran Konvensional merupakan pembelajaran tradisional yang sering dilakukan atau suatu kebiasaan seperti metode ceramah, karena sejak dulu pembelajaran ini dilakukan sebagai proses interaksi guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran.

(26)

11 BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Kemampuan pemecahan masalah matematis merupakan salah satu tujuan mata pelajaran matematika yang diatur dalam Permendikbud nomor 58 Tahun 2014 yaitu memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model, dan menafsirkan solusi yang diperoleh. Sehingga salah satu aspek yang harus dikuasi peserta didik adalah kemampuan pemecahan masalah matematis.

Kemampuan pemecahan masalah matematis memiliki pengertian yang beragam. Para ahli mengungkapkan beberapa pengertian kemampuan pemecahan masalah matematis. Menurut Fauzan (2011) Kemampuan pemecahan masalah merupakan hasil utama dari suatu proses pembelajaran matematika karena pemecahan masalah dikatakan sebagai target belajar. Sedangkan menurut Siwono (Mawaddah dan Anisah, 2017:167) berpendapat bahwa pemecahan masalah adalah suatu proses atau upaya individu untuk merespon atau mengatasi halangan atau kendala ketika suatu jawaban atau metode jawaban belum tampak jelas.

Kemampuan pemecahan masalah matematis dapat dipandang dari 2 konteks; yaitu (1) sebagai tujuan pembelajaran, dan (2) sebagai pendekatan pembelajaran. Dalam hal tujuan pembelajaran, kemampuan pemecahan masalah diartikan sebagi target atau tujuan yang ingin dicapai. Dalam bentuk pendekatan pembelajaran peserta didik mampu untuk memikirkan cara atau rencana apa yang harus dilakukan sehingga bisa mengatasi suatu masalah.

Pemecahan masalah merupakan komponen penting dari kurikulum matematika dan di dalamnya terdapat inti dari aktivitas matematika, sehingga kemampuan pemecahan masalah di kalangan peserta didik perlu mendapat perhatian dalam pembelajaran. Menurut Pehkonen (Setiawan

(27)

dan Harta, 2014:241) alasan pentingnya pemecahan masalah diberikan karena pemecahan masalah: (1) dapat mengembangkan keterampilan kognitif, (2) dapat meningkatkan kreativitas, (3) merupakan bagian dari proses aplikasi matematika, (4) dapat memotivasi peserta didik untuk belajar matematika.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, jelas bahwa pemecahan masalah matematis adalah kemampuan dimana peserta didik dapat menyelesaikan suatu masalah persoalan dengan langkah-langkah yang belum diketahui sebelumnya sehingga dapat berpikir bagaimana suatu persoalan itu dapat diselesaikan dengan baik. Kemampuan pemecahan masalah matematis target awal atau tujuan utama yang dalam pembelajaran matematika dari suatu proses yang dilakukan agar dapat tercapainya suatu hasil yang diinginkan.

Untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik diperlukan indikator. Indikator kemampuan pemecahan masalah matematis yaitu menurut Fauzan (2011) yaitu;

Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Tahap Pemecahan Masalah Indikator

Memahami masalah Mengidentifikasi unsur-unsur yang

diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan Merencanakan pemecahan

masalah

Merumuskan masalah matematika atau menyusun model matematika Menyelesaikan masalah sesuai

rencana

Menerapkan strategi untuk

menyelesaikan berbagai masalah (sejenis dan masalah baru) dalam atau luar matematika

Memeriksa kembali hasil yang diperoleh

Menjelaskan atau

menginterpretasikan hasil

permasalahan menggunakan

matematika secara bermakna (Sumber:Fauzan, 2011)

Menurut Polya dalam Fauzan (2011:22) tahap pemecahan masalah

matematis dalam konteks memahami masalah meliputi mengetahui arti semua kata yang digunakan, mengetahui apa yang dicari dan ditanya, mampu menyajikan soal dengan menggunakan kata-kata sendiri,

(28)

13

menyajikan soal dengan cara lain, menggambar sesuatu yang dapat digunakan sebagai bantuan, mengetahui informasi yang cukup, berlebih dan berkurang. Merencanakan penyelesaian masalah meliputi jangan untuk ragu-ragu untuk mencoba strategi yang ada, strategi yang berhasil memecahkan masalah adalah setelah beberapa kali mencoba. Menerapkan strategi yang telah dipilih. Dimana strategi tersebut dapat dilakukan untuk memecahkan suatu masalah. Selanjutnya melakukan pemeriksaan kembali, mampu untuk mencek hasil yang telah diperoleh dari penerapan strategi yang dipilih.

Contoh soal untuk langkah penyelesaian sesuai dengan indikator yaitu “Ada berapa cara yang dapat dilakukan untuk memperoleh jumlah uang sebesar Rp. 25.000,00 dengan pecahan puluhan ribu, lima ribuan dan ribuan?”(Fauzan, 2011).

Memahami masalah

Terdapat banyak cara yang dapat dilakukan untuk memperoleh sejumlah uang sebesar Rp. 25.000,00. Puluhan ribu (P), lima ribuan (L), dan ribuan (R), tidak perlu dipergunakan sekaligus utnuk mendapatkan jumlah yang diinginkan. Dengan demikian 25 lembar uang ribuan adalah merupakan salah satu contohnya.

Merencanakan pemecahan masalah

Untuk menyelesaikan masalah ini dapat dilakukan antara lain melalui pemanfaatan tabel

Menyelesaikan masalah

Dengan memperhatikan kombinasi tiga jenis pecahan yang diperbolehkan, maka didapat tabel di bawah ini:

P 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 2 2

L 0 1 2 3 4 5 0 1 2 3 0 1

R 25 20 15 10 5 0 15 10 5 0 5 0

Dari tabel di atas bahwa terdapat 12 kemungkinan pasangan uang pecahan sehingga diperoleh jumlah Rp. 25.000,00

Melakukan pemeriksaan kembali

Periksa kembali jumlah uang utnuk tiap kolom serta kemungkinan adanya pasangan lain yang belum termuat.

Adapun rubrik penilaian analitik untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah matematika peserta didik modifikasi dari rubrik analitik menurut Fauzan (2011) yaitu:

(29)

Tabel 2.2 Rubrik Penskoran Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Indikator Aspek Penilaian Skor

Mengidentifika si unsur-unsur yang diketahui, yang ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan

Tidak ada jawaban 0

Salah dalam mengidentifikasi unsur pada soal, sehingga permasalahannya tidak lengkap

1

Mengidentifikasi unsur pada soal

sebagian besar salah dalam memahami masalah

2

Mengidentifikasi unusr pada soal

sebagian kecil salah dalam memahami masalah

3

Memahami permasalahan dan konsep secara lengkap

4 Merumuskan

masalah matematika

Tidak ada jawaban 0

Salah dalam menggunakan rumusan untuk menyelesaikan masalah

1 Sebagian prosedur benar, tetapi masih

melakukan kesalahan

2 Membuat prosedur dengan benar dengan

kesalahan prosedur yang kecil

3

Prosedur penyelesain tepat, tanpa

kesalahan 4 Menerapkan stategi penyelesaian masalah

Tidak ada jawaban 0

Salah dalam menuliskan penyelesaian masalah dari soal

1 Menuliskan penyelesaian masalah dari

soal dengan sistematis, tetapi tidak benar

2 Menuliskan penyelesaian masalah dari

soal dengan benar, tetapi tidak lengkap

3 Penerapan strategi penyelesaian masalah

sudah benar dan sistematis

4 Menjelaskan atau menginterprest asikan hasil permasalahan menggunakan matematika secara bermakna

Tidak ada jawaban 0

Salah dalam membuat kesimpulan karena jawaban pada soal salah

1 Kurang tepat dalam membuat kesimpulan

pemecahan masalah

2

Menyimpulkan hasil permasalahan

menggunakan matematika secara

bermakna, tetapi kurang tepat

3

Menyimpulkan hasil permasalahan

menggunakan matematika secara

bermakna dengan benar dan tepat

4

(30)

15

2. Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)

Dalam implementasi kurikulum 2013 pembelajaran harus mengacu kepada standar proses seperti yang diamanatkan dalam permendikbud no 22 Tahun 2016. Karakteristik proses pembelajaran yang semestinya dilakukan itu diantaranya adalah:

a. dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu

b. dari guru sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajara berbasis aneka sumber belajar

c. dari pembelajaran parsial menuju pembelajaran terpadu

d. pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai dengan memberi

keteladanan (ing ngarso sung tulodo), membangun kemauan (ing madyo mangun karso), dan mengembangkan kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran (tut wuri handayani)

Salah satu pembelajaran yang memenuhi beberapa karakteristik proses pembelajaran di atas yaitu model pembelajran Creative Problem Solving (CPS). Beberapa ahli atau beberapa penelitian sebelumnya telah menggunakan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dan

membuatkan pengertian tentang CPS model pembelajaran Creative

Problem Solving (CPS).

Lestari dan Yudhanegara (2017:65) mengungkapkan bahwa

Creative Problem Solving (CPS) merupakan variasi dari pembelajaran

penyelesaian masalah dengan teknik yang sistematis dalam

mengorganisasi gagasan kreatif untuk menyelesaikan suatu permasalahan. Selain itu Pepkin (2004) menyatakan bahwa Creative Problem Solving

(CPS) merupakan suatu model pembelajaran yang melakukan pemusatan pada pengajaran dan keterampilan pemecahan masalah, yang diikuti dengan penguatan keterampilan.

Juga ditegaskan oleh Karen (Sumartono dan Yustari, 2014:188) model Creative Problem Solving (CPS) merupakan model pembelajaran yang berpusat pada keterampilan dalam pemecahan masalah dan diikuti dengan penguatan kreativitas. Model Creative Problem Solving (CPS)

(31)

merupakan model pembelajaran yang dipusatkan pada keterampilan peserta didik dalam memecahkan suatu permasalahan sehingga diharapkan dengan diterapkannya model Creative Problem Solving (CPS) dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan partisipasi peserta didik selama kegiatan belajar mengajar.

Berdasarkan dari kedua defenisi diungkapkan peneliti sebelumnya ada beberapa kata kunci dalam pengertian Creative Problem Solving

(CPS) itu diantaranya pemecahan masalah, kreatif, dan pengungkapan gagasan. Creative Problem Solving (CPS) dapat diartikan sebagai suatu model pembelajaran yang menuntut peserta didik mampu kreatif dalam mengemukakan berbagai pendapat dan memilih ide yang tepat untuk memecahkan masalah dalam pembelajaran.

Adapun langkah-langkah dari Creative Problem Solving (CPS) menurut Pepkin (2004) yang menuliskan langkah-langkah pembelajaran

Creative Problem Solving dalam pembelajaran matematika yaitu:

Tabel 2.3 Langkah-langkah Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)

Tahap Tingkah Laku Pendidik

Klarifikasi masalah Pendidik mengarahkan peserta didik tentang masalah yang diajukan, agar peserta didik

dapat memahami penyelesaian yang

diharapkan. Pengungkapan

gagasan

Pendidik mengarahkan peserta didik

mengungkapkan gagasan mereka dengan bebas tentang berbagai macam strategi penyelesaian masalah.

Evaluasi dan seleksi Pendidik mengarahkan peserta didik

mengevaluasi gagasan-gagasan yang sudah mereka kemukakan tersebut untuk selanjutnya dipilih sebuah gagasan yang lebih tepat dan cocok untuk permasalahan yang diberikan.

Implementasi Pendidik mengarahkan peserta didik

menerapkan gagasan yang sudah dipilihnya tersebut untuk memecahkan masalah yang diberikan.

(32)

17

Pada hari pertama, Pepkin (2004) memperkenalkan CPS menjelaskan unit apa dan bagaimana kegunaannya dalam matematika dan menekankan pentingnya menilai ide dari semua orang. Dalam pelaksanaan langkah Creative Problem Solving (CPS) ini untuk memulainya, Pepkin (2004) menampilkan tiga bentuk benda dan meminta peserta didik untuk memilih salah satu yang berbeda diantara ketiganya.

Gambar 2.1 Bangun Datar dan Bangun Ruang

Setelah dimunculkan permasalahan, daftar langkah-langkah

Creative Problem Solving (CPS) akan ditempatkan di papan tulis dan ikhtisar jenis masalah yang berhubungan dengan Creative Problem Solving

(CPS) akan ditinjau, seperti halnya proses kelompok. Para peserta didik kemudian akan dibagi menjadi kelompok-kelompok dengan tiga hingga lima peserta didik per kelompok, untuk memberikan setiap orang kesempatan untuk berpartisipasi.

Pertama peserta didik mengklarifikasi masalah. Mereka akan menerima gambar masalah yang berisi 3 benda dengan kriteria yang berbeda yang akan ditinjau secara menyeluruh. Mereka kemudian akan diberikan lembar lain dengan solusi untuk masalah dan masing-masing kelompok harus memutuskan apakah setiap solusi memenuhi kriteria atau tidak. Ini akan memberi peserta didik konsep yang lebih baik.

Kedua, peserta didik mengungkapan gagasan kelompok-kelompok tersebut akan diberi (satu per satu) daftar topik luas dan mereka harus menghasilkan sebanyak mungkin tanggapan. Itu akan dilakukan sebagai permainan. Pemenangnya adalah grup yang memiliki respons terbanyak. Akan ada penekanan pada kuantitas dan sikap tidak menghakimi.

Ketiga, peserta didik mengevaluasi atau seleksi dengan menggunakan daftar yang dihasilkan grup, mereka akan diberikan daftar

(33)

kriteria dan akan menghilangkan dan memodifikasi pilihan mereka sampai mereka dibiarkan dengan satu pilihan. Keempat, peserta didik mengimplementasikan. Di sini kelompok akan memutuskan bagaimana mereka akan memilih untuk melakukan proyek. Karena ini bukan proyek yang sebenarnya, satu perwakilan dari setiap kelompok akan menjelaskan bagaimana kelompok memilih untuk mengimplementasikannya.

Pada akhir setiap pelaksanaan proses pembelajaran disediakan 15 untuk tanya jawab. Selama bagian ini setiap kelompok akan memilih juru bicara untuk menjelaskan bagaimana menyelesaikan suatu masalah. kelompok lain dapat mengajukan satu atau dua pertanyaan.

Dari penjelasan langkah-langkah Creative Problem Solving (CPS) terlihat bahwa dalam langkah-langkah Creative Problem Solving (CPS) melatih kemampuan pemecahan masalah matematis. Langkah pertama klarifikasi masalah lebih menekankan peserta didik untuk memahami masalah matematis yang mana sesuai dengan indikator kemampuan pemecahan masalah matematis yaitu memahami masalah. Langkah kedua pengungkapan masalah, peserta didik dituntut untuk mengungkapkan gagasan secara kreatif yang mana sesuai dengan indikator kemampuan pemecahan masalah kedua yaitu merencanakan pemecahan masalah. Langkah ketiga evaluasi dan seleksi, peserta didik mengevaluasi dan memilih satu pilihan yang mana sesuai dengan indikator merencanakan pemecahan masalah. Selanjutnya langkah ke empat implementasi yang mana mengembangkan rencana dalam untuk melaksanakan rencana tadi sesuai dengan indikator kemampuan pemecahan masalah matematis yaitu menyelesaikan masalah sesuai rencana dan memeriksa kembali hasil pemecahan masalah.

Menurut Pepkin (Sakur dan Hutapea, 2014:4) dalam pembelajaran

Creative Problem Solving (CPS), peserta didik diberi kesempatan untuk memahami masalah (tahap klarifikasi masalah) tentang sesuatu yang berkaitan dengan konteks yang sedang dibicarakan atau konteks yang

(34)

19

menunjukkannya dengan cara mengklarifikasi apa yang diketahui, dan apa yang ditanyakan dari permasalahan yang diberikan. Polya (Sakur dan Hutapea, 2014:4) mengatakan bahwa untuk memecahkan suatu masalah terlebih dahulu perlu memahami masalah tersebut. Tahap kedua, peserta didik mengungkapkan gagasan mereka secara bebas dan kreatif tentang strategi apasaja yang digunakan untuk menyelesaikan masalah yang diberikan (tahap pengungkapan gagasan).

Tahap ketiga, evaluasi dan seleksi dalam pemebelajaran CPS. Gagne (Sakur dan Hutapea, 2014:4) menyatakan bahwa untuk menyelesaikan suatu masalah, perlu menyusun hipotesis-hipotesis alternatife dan prosedur kerja yang diperkirakan baik untuk dipergunakan dalam memecahkan masalah. Polya (Sakur dan Hutapea, 2014:4) juga mengatakan bahwa untuk menyelesaikan masalah perlu melaksanakan suatu rencana (melakukan perhitungan).

Tahap keempat yaitu Implementasi gagasan yang sudah diperoleh, dimana Gagne (Sakur dan Hutapea, 2014:4) menyatakan bahwa untuk menyelesaikan dan menjawab suatu masalah, peserta didik perlu menguji hipotesis dan melakukan kerja untuk memperoleh hasilnya.

Berdasarkan uraian di atas, hubungan model pembelajaran

Creative Problem Solving (CPS) dengan kemampuan pemecahan masalah matematis dapat diringkas dalam bentuk tabel berikut:

Tabel 2.4 Hubungan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) dan Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Langkah-langkah Model

Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS)

Indikator Kemampuan Pemecahan Masalah

Klarifikasi masalah

Mengarah dan menjelaskan tentang masalah yang diajukan agar peserta didik dapat memahami penyelesaian yang diharapkan.

Memahami masalah

Mengidentifikasi unsur-unsur

yang diketahui, yang

ditanyakan, dan kecukupan unsur yang diperlukan

Pengungkapan gagasan

Pendidik mengarah peserta didik

untuk mengungkapkan gagasan

Merencanakan pemecahan masalah

(35)

mereka secara bebas mengenai berbagai macam strategi dalam penyelesaian masalah.

matematika atau menyusun model matematika

Evaluasi dan Seleksi

Pendidik mengarahkan tiap

kelompok peserta didik untuk

mengemukakan dan mengevaluasi gagasan yang sudah dipilih yang tepat dan cocok untuk permasalahan yang diberikan.

Implementasi

Peserta didik mengarahkan peserta didik dituntut untuk menerapkan pilihan yang dipilihnya digunakan untuk memecahkan masalah hingga

dapat menemukan penyelesaian

masalah yang diberikan.

Menyelesaikan masalah sesuai rencana

Menerapkan strategi untuk

menyelesaikan berbagai

masalah (sejenis dan masalah

baru) dalam atau luar

matematika

Memeriksa kembali hasil yang diperoleh

Menjelaskan atau

menginterpretasikan hasil

permasalahan menggunakan

matematika secara bermakna

3. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran tradisional yang sering dilakukan atau suatu kebiasaan seperti metode ceramah, karena sejak dulu pembelajaran ini dilakukan sebagai proses interaksi guru dan peserta didik dalam proses pembelajaran. Dalam pembelajaran konvensional ditandai dengan ceramah serta diiringi dengan penjelasan dan pembagian tugas dan latihan.

Metode ceramah ialah suatu metode di dalam pendidikan dan pengajaran di mana cara menyampaikan pengertian-pengertian materi pengajaran kepada anak didik dilaksanakan dengan lisan oleh guru di dalam kelas. Hubungan antara guru dan anak didik banyak menggunakan bahasa lisan. Peranan guru dan murid berbeda secara jelas, yaitu guru terutama dalam menuturkan dan menerangkan secara aktif, sedangkan murid mendengarkan dan mengikuti secara cermat serta membuat catatan

(36)

21

tentang pokok persoalan yang diterangkan oleh guru (Ahmadi, 2005: 53). Jadi pada pembelajaran konvensional proses pembelajaran hanya berpusat pada guru, dan gurulah yang lebih aktif dalam pembelajaran. Sedangkan peserta didik hanya mendengarkan apa yang dijelaskan oleh guru.

Tabel 2.5 Langkah-Langkah Pembelajaran Konvensional

Fase Kegiatan Guru

Fase 1

Menyampaikan tujuan dan

menyiapkan peserta didik

Guru menjelaskan TPK, informasi latar belakang pelajaran, pentingnya pelajaran, mempersiapakan peserta didik untuk belajar.

Fase 2 Mendemonstrasikan pengetahuan dan keterampilan

Guru mendemonstrasikan

keterampilan dengan benar atau menyajikan informasi tahap demi tahap.

Fase 3 Membimbing Penelitian Guru merencanakan dan memberi bimbingan pelatihan awal.

Fase 4

Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik

Mengecek apakah peserta didik telah berhasil melakukan tugas dengan baik, memberi umpan balik.

Fase 5

Memberikan kesempatan

untuk pelatihan lanjutan dan penerapan

Guru mempersiapkan kesempatan

melakukan pelatihan lanjutan,

dengan perhatian khusus kepada

situasi lebih kompleks dan

kehidupan sehari-hari. (Sumber: Kresma, 2014: 155)

Secara umum langkah-langkah pembelajaran konvensional adalah guru memberikan apersepsi dilanjutkan dengan menerangkan bahan ajar secara verbal dilanjutkan dengan memberikan contoh-contoh, guru membuka sesi tanya jawab dan dilanjutkan dengan pemberian tugas, guru melanjutkan dengan konfirmasi tugas yanng dikerjakan peserta didik serta guru menyimpulkan inti pelajaran (Kresma, 2014:155).

Pada penelitian ini, pembelajaran konvensional adalah

pembelajaran yang berpusat pada guru dimana peserta didik hanya menerima apa yang dikatakan guru tanpa berusaha untuk memikirkan dan menemukan suatu konsep atau materi pelajaran dan terlihat jelas bahwa proses pembelajaran seperti ini membuat peserta didik akan menjadi pasif dalam pembelajaran.

(37)

Pembelajaran konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang biasa yang diterapkan oleh guru di SMPN 1 Batusangkar dimana guru mengajar dan menggunakan metode ceramah dimana guru menjelaskan materi, memberikan contoh soal dan memberikan beberapa latihan soal.

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian yang relevan dengan penelitian yang akan peneliti laksanakan adalah penelitian yang telah dilakukan antara lain:

Tabel 2.6 Kajian Penelitian yang Relevan

No Kajian Penelitian yang Relevan

1. Judul: Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa Kelas VII Melalui Penerapan Model Pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) Berbasis Kontekstual

Tahun pelaksanaan : 2017

Nama Peneliti : Herlawan dan Hadija

Hasil Penelitian : Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik yang mengikuti pembelajaran matematika dengan model Creative Roblem Solving (CPS) berbasis kontekstual lebih baik dari pada peserta didik yang mengikuti pembelajaran matematika model konvensional. Perbedaan : Peneliti ini menganalisi bagaimana penerapan CPS terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis yang berbasis Kontekstual sedangkan peneliti hanya menerapakan model CPS untuk meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

2. Judul: Peningkatan Kemampuan Pemahaman Dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMP melalui Strategi REACT

Tahun pelaksanaan : 2010 Nama peneliti : Anna Fauziah

Hasil peneliti : Terdapat peningkatan kemampuan pemahaman matematik siswa sebesar 56,5 persen. Hasil pengujian hipotesis terhadap peningkatan ini menunjukkan peningkatan yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa siswa dengan pembelajaran strategi REACT memberikan perolehan hasil yang lebih baik dalam

kemampuan pemahaman matematik daripada siswa yang

pembelajarannya secara konvensional.

Perbedaan : Untuk menguji kemampuan pemecahan masalah matemastis peserta didik peneliti ini menggunakan strategi REACT,

sedangkan peneliti menggunakan model pembelajaran Creative

Problem Solving (CPS).

(38)

23

Pembelajaran Matematika Di Kelas VIII SMP Tahun pelaksanaan : 2014

Nama peneliti : Sumartono dan Erik Yustari

Hasil peneliti : Dari hasil penelitian didapat bahwa rata-rata hasil belajar siswa mengalami peningkatan di setiap pertemuannya yang mana dari rata-rata hasil belajar sebesar 68,33 pada pertemuan pertama menjadi 82,33 pada pertemuan keenam. Peningkatan hasil belajar tersebut diantaranya dikarenakan setiap pertemuan siswa telah dapat beradaptasi dengan model CPS dan diberikan kebebasan yang sebesar-besarnya untuk mengeksplorasi kemampuannya berkaitan dengan materi yang sedang dipelajari.

Perbedaan : Peneliti hanya melihat penerapan model Creative Problem Solving (CPS), sementara peneliti menerapkan model

Creative Problem Solving (CPS) untuk meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

C. Kerangka Konseptual

Pelajaran matematika merupakan pelajaran yang mampu memberikan pelajaran pada peserta didik untuk memperoleh pengetahuan secara sistematis ataupun cara memecahkan suatu masalah matematis. Tujuan pembelajaran matematika adalah memahami konsep matematika, penalaran, memecahkan masalah, mengkomunikasikan, dan represntasi. Dari tujuan terdapat salah satu yaitu kemampuan pemecahan masalah matematis yang mana sangat penting dan berguna bagi peserta didik karena dikatakan salah satu hasil utama yang dapat menjadi target dalam belajar. Namun, pada kenyataan peserta didik belum mampu untuk mencapai kemampuan pemecahan masalah matematis, karena dengan dibuktikan pemberian soal, peserta didik lebih banyak tidak memahami dan mengetahui tahap-tahap sesuai dengan indikator kemampuan pemecahan masalah. Penyebab yang mempengaruhi kemampuan pemecahan masalah matematis diantaranya pemberian soal selama pembelajaran belum mengarahkan peserta didik untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan model pembelajaran ynag mengarahkan kepada kemampuan pemecahan masalah. Salah satu cara yang bisa dilakukan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik dalam pembelajaran matematika adalah menerapakan suatu model yang mendorong peserta didik untuk lebih aktif.

(39)

Peserta didik memiliki kemampuan pemecahan masalah matematis Pemecahan masalah Matematis Representasi Matematis Pemahaman Matematis

Tujuan Pembelajaran Matematika peserta didik memiliki

Komunikasi Matematis

Koneksi Matematis

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Rendah

1. Pembelajaran cenderung bersifat konvensional

2. Peserta didik belum menguasai indikator kemampuan pemecahan masalah matematis

3. Kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik rendah

Model CPS

Penerapan Model Creative Problem

Solving (CPS) untuk Kemampuan

Pemecahan Masalah Peserta didik Kelas VIII SMPN 1 Batusangkar

Salah satu model yang bisa diterapkan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik dalam pembelajaran

matematika adalah menerapkan model pembelajaran Creative Problem

Solving (CPS) terhadap kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik.

Secara skematik kerangka berfikir dalam penulisan ini terlihat dalam bagan berikut ini:

(40)

25

D. Hipotesis

Berdasarkan kajian teori yang dikemukakan di atas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan masalah matematis

peserta didik yang mendapatkan model pembelajaran Creative Problem

Solving (CPS) lebih baik daripada kemampuan pemecahan masalah matematis peserta didik yang mendapatkan pembelajaran konvensional di kelas VIII SMPN 1 Batusangkar.

(41)

26 BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis eksperimen semu (quasi eksperimental) dengan menerapkan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS). Desain penelitian yang digunakan adalah The Nonequivalent Posttest-Only Control Group Design. Pada desain ini terdapat 2 kelompok, kelompok pertama diberi perlakuan (X) dan kelompok yang lain tidak diberikan perlakuan X. Kelompok yang diberikan perlakuan disebut dengan kelompok eksperimen dan kelompok yang tidak diberi perlakuan disebut kelompok kontrol. Adapun paragdigma penelitian ini, diilustrasikan sebagai berikut:

Sumber: (Lestari dan Yudhanegara, 2017:136)

Keterangan:

X : Perlakuan model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) O : Postes kemampuan pemecahan masalah matematis

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini bertempat di SMPN 1 Batusangkar. Lokasi ini dipilih karena teridentifikasi permasalahan pada penelitian. Waktu penelitian dilakukan pada semester ganjil tahun ajaran 2019/2020 yaitu dimulai dari tanggal 20 November sampai 6 Desember 2019.

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas VIII SMPN 1 Batusangkar tahun pelajaran 2019/2020 yang terdiri dari 6 kelas. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

X O

(42)

27

Tabel 3.1 Jumlah Peserta Didik kelas VIII SMPN 1 Batusangkar

No Kelas Jumlah Peserta Didik

1 VIII1 32 2 VIII2 32 3 VIII3 32 4 VIII4 31 5 VIII5 31 6 VIII6 25 Total 183

(Sumber: Guru Bidang Studi Matematika SMP Negeri 1 Batusangkar)

2. Sampel

Sampel yang digunakan diambil dengan teknik probability sampling

yaitu teknik cluster random sampling. Berdasarkan permasalahan dalam penelitian ini hanya membutuhkan dua kelas saja sebagai sampel yaitu kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sampel yang diambil dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Mengumpulkan nilai Ujian Tengah Semester peserta didik kelas VIII SMPN 1 Batusangkar Tahun Ajaran 2019/2020 dapat dilihat pada Lampiran I Halaman 78.

b. Melakukan uji normalitas nilai Ujian Tengah Semester peserta didik kelas VIII SMPN 1 Batusangkar. Tujuan dilakukan uji ini adalah apakah data yang diambil dari populasi tersebut menyebar berdasarkan garis kenormalan. Uji normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Liliefors. Uji ini didasarkan pada fungsi distribusi komulatif empiris.

Hipotesis yang diajukan adalah : : Populasi berdistribusi normal.

: Populasi tidak berdistribusi normal.

Dimana langkah-langkahnya sebagai berikut: 1) Urutkan data sampel dari yang kecil ke besar

(43)

2) Pengamatan x1, x2, x3…xn, kemudian dijadikan bilangan baku z1,

z2, z3…zn, dengan menggunakan rumus sebagai berikut: ̅

Keterangan:

s = Simpangan Baku

= Skor yang diperoleh peserta didik ke-i

̅ Skor rata-rata

3) Untuk tiap bilangan baku ini dengan menggunakan daftar dari distribusi normal baku dihitung peluang:

( ) ( )

4) Menghitung jumlah proporsi , , … yang lebih kecil atau sama , jika proporsi dinyatakan dengan S( ) kemudian tentukan harga mutlaknya.

5) Menghitung selisih ( ) ( ) kemudian tentukan harga mutlaknya.

6) Ambil harga mutlak yang terbesar dan harga mutlak selisih diberi

simbol | ( ) ( )|

7) Kemudian bandingkan dengan nilai kritis L yang diperoleh pada tabel nilai kritis untuk uji Liliefors dan taraf α yang terpilih. Untuk kriteria pengujiannya adalah (Sudjana, 2005: 466):

a) Jika berarti data pada sampel berdistribusi normal.

b) Jika berarti data pada sampel berdistribusi tidak normal.

(44)

29

Setelah dilakukan uji normalitas populasi, diperoleh hasil bahwa seluruh populasi berdistribusi normal dengan taraf nyata α = 0,05. Hasil uji normalitas kelas populasi dapat dilihat pada tabel 3.2: Tabel 3.2 Hasil Uji Normalitas Populasi Kelas VIII SMPN 1

Batusangkar

No. Kelas Lo Ltabel Hasil Keterangan

1. VIII1 0,127 Lo< Ltabel Berdistribusi normal

2. VIII2 0,106 Lo< Ltabel Berdistribusi normal

3. VIII3 0,100 Lo< Ltabel Berdistribusi normal

4. VIII4 0,139 Lo< Ltabel Berdistribusi normal

5. VIII5 0,084 Lo< Ltabel Berdistribusi normal

6. VIII6 0,140 Lo< Ltabel Berdistribusi normal

Berdasarkan Tabel di atas terlihat bahwa populasi berdistribusi normal karena L0 Ltabel. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran II Halaman 79.

c. Melakukan uji homogenitas variansi dengan Uji Bartllet. Uji homogenitas variansi ini dilakukan untuk mengetahui apakah populasi mempunyai variansi yang homogen atau tidak.

Hipotesis yang diajukan yakni:

:

: Paling kurang ada satu pasang variansi yang tidak sama

Dengan pengujiannya sebagai berikut : 1) Tuliskan hipotesis statistik yang diajukan.

2) Hitung k buah ragam contoh s1, s2, …sk dari contoh-contoh

berukuran n1, n2, ...nk dengan

3) Gabungkan semua ragam contoh sehingga, menghasilkan dugaan:

(45)

4) Dari dugaan gabungan tentukan nilai peubah acak yang mempunyai sebaran Bartlett:

2 1 1 2 1 2 2 1 2 1) .( ) . .( ) ( 1 2 p k N n k n n k b          

k

k n n n b b ; 1, 2,,          N n b n n b n n b n n n n b k k k k k k k ; ; ; , , , ; 1 1 2 2 2 1        

Dengan kriteria pengujian sebagai berikut:

Jika bbk

;n1,n2,,nk

, H0 diterima berarti data homogen Jika bbk

;n1,n2,,nk

,H0 ditolak berarti data tidak homogen

Berdasarkan uji homogenitas variansi yang telah dilakukan dengan menggunakan uji bartlett, dari keenam kelas populasi diperoleh hasil analisis bahwa dan . Oleh karena

 

n b

bk

; , maka hipotesis nolnya diterima. Jadi, populasi bersifat homogen. Untuk lebih jelasnya hasil uji bartlett ini dapat dilihat pada Lampiran III Halaman 96.

d. Melakukan analisis variansi satu arah untuk melihat kesamaan rata-rata populasi. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui apakah populasi memiliki kesamaan rata-rata atau tidak. Uji ini menggunakan teknik Anava Satu Arah (One Way).

Hipotesis yang diajukan adalah:

Sekurang-kurangnya terdapat satu pasang populasi yang

memiliki rata-rata yang tidak sama.

Uji ini menggunakan teknik ANAVA dengan langkah sebagai berikut: 1) Tuliskan hipotesis statistik yang diajukan

2) Tentukan taraf nyatanya (

)

3) Tentukan wilayah kritiknya dengan mengunakan rumus:

1, ( 1)

f k k n

(46)

31

4) Tentukan perhitungan dengan bantuan tabel. Perhitungan dengan menggunakan rumus:

Jumlah Kuadrat Total

(JKT) =



   k i n j j i i nk T X 1 1 2 .... 2

Jumlah Kuadrat untuk nilai tengah kolom

(JKK) = nk T n T k i i 2 1 2  

Jumlah Kuadrat galat

(JKG) = JKT – JKK

Masukkan data hasil perhitungan ke dalam tabel berikut:

Tabel 3.3 Analisis Ragam Bagi Data Hasil Belajar Peserta didik Kelas Populasi

Sumber Keragaman Jumlah kuadrat Derajat bebas Kuadrat tengah Nilai tengah kolom JKK k – 1 Galat JKG N – k Total JKT N – 1 Keputusannya: Diterima H0 jika

Gambar

Gambar 1.2  Jawaban  peserta  didik  dengan  inisial  ROB    kelas  VII  SMPN 1 Batusangkar
Gambar 1.3  Jawaban  peserta  didik  dengan  inisial  RAC  kelas  VII  SMPN 1 Batusangkar
Tabel 2.5 Langkah-Langkah Pembelajaran Konvensional
Gambar 2.2 Kerangka Berpikir
+7

Referensi

Dokumen terkait

[B mengerjakan soal nomor 3, yaitu pandangan B sebentar tertuju pada soal, dan kembali beralih pada lembar jawaban, B mulai menuliskan angka (-21), menuliskan angka

Artinya masalah yang hendak diukur atau ditanyakan harus jelas, tida menimbulkan pengertian atau penafsiran yang berbeda – beda bagi setiap peserta didik dan

Hal ini dapat terlihat dari 20 orang siswa yang mengikuti tes kemampuan komunikasi matematis di kelas kontrol 8 orang siswa sudah mampu dalam menggunakan

Berdasarkan hasil analisis angket respon siswa terhadap kemudahan pembelajaran menggunakan modul penemuan terbimbing, diperoleh bahwa : 1 Siswa sangat setuju bahwa modul

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dengan judul pengaruh pembelajaran kooperatif tipe TGT berbantuan Handout terhadap hasil belajar fisika siswa dalam materi

Sedangkan uji homogenitas menunjukkan kedua sampel homogen dikarenakan F hitung &lt; F tabel dengan nilai F hitung = 0,946 sedangkan F tabel = 1,757 dengan

learning tipe learning start with a question dengan bermain jawaban. e) Guru memilih satu topik atau BAB tertentu dari buku paket, kemudian dibagikan kepada siswa.

Cuplikan lembar jawaban peserta didik yang ketiga Berdasarkan jawaban pada Gambar 3, terlihat peserta didik menuliskan apa yang diketahui dan ditanya di dalam soal, sehingga dapat