Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister
Pada Program Magister, Program Studi Teknik Mesin,
Program Pascasarjana Universitas Udayana
($& ) ("*(+ , "
Mengetahui
Pembimbing II,
Ir. I Nyoman Budiarsa, MT., Ph.D. NIP. 19660222 199103 1 002 Pembimbing I,
Prof. Dr. Ir. I Gusti Bagus Wijaya Kusuma NIP. 19700607 199303 1 001
Ketua Program Studi Teknik Mesin Program Pascasarjana
Universitas Udayana
Prof. Dr. Ir. I Gusti Bagus Wijaya Kusuma NIP. 19700607 199303 1 001
Direktur Program Pascasarjana
Universitas Udayana
(+%+ "% (- , %#.% / " %"%- % 0-(, "%1% ("*#.% 2 /
)0*) $ +3 + ). " "%4()+%1 + / ! " / "** - "# )%
Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana
No. : 0315/UN14.4/HK/2016
Tanggal : 15 Januari 2016
Panitia Penguji Tesis adalah :
Ketua : Prof. Dr. Ir. I Gusti Bagus Wijaya Kusuma
Sekretaris : Ir. I Nyoman Budiarsa, MT., Ph.D.
Anggota :
1. Dr. Ir. I Gusti Ngurah Nitya Santhiarsa, MT. 2. I Made Widiyarta, ST., MSc., Ph.D.
NAMA : I WAYAN SUMA WIBAWA
NIM : 1491961005
PROGRAM STUDI : PASCASARJANA TEKNIK MESIN
UNIVERSITAS UDAYANA
JUDUL TESIS : UJI VARIASI TEKANAN NOSEL TERHADAP
KARAKTERISTIK SEMPROTAN BAHAN BAKAR BIODIESEL
Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat. Apabila dikemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sangsi sesuai peraturan mendiknas RI No.17 Tahun 2010 dan peraturan Perundang – undangan yang berlaku
Denpasar, 15 Januari 2016 Yang menyatakan
Om Swastiastu,
Atas berkat rahmat Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha Esa maka penulis dapat menyelesaikan Tesis dengan judul, Uji variasi tekanan nosel terhadap karakteristik semprotan bahan bakar biodiesel. Penulisan Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Pascasarjana Program Studi Teknik Mesin Universitas Udayana.
Dalam penulisan Tesis ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar@besarnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. I Gusti Bagus Wijaya Kusuma, selaku Dosen Pembimbing I dan selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin Program Pascasarjana Universitas Udayana,
2. Bapak Ir. I Nyoman Budiarsa, MT, Ph.D, selaku Dosen Pembimbing II dan selaku Dosen Pembimbing Akadedemik,
3. Para Dosen Pengajar serta Pegawai Universitas Udayana, rekan@rekan dan semua pihak yang ikut membantu dalam penyelesaian Tesis ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Tesis ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu segala saran dan kritik, sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan di kemudian hari. Akhir kata penulis berharap semoga Tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Om Santhi, santhi, santhi, Om.
ABSTRAK
UJI VARIASI TEKANAN NOSEL TERHADAP KARAKTERISTIK SEMPROTAN BAHAN BAKAR BIODIESEL
Di tengah nenipisnya ketersediaan bahan bakar fosil, membuat para peneliti dari berbagai negara sedang gencar mencari sumber energi alternatif yang dapat diperbaharui, salah satunya ialah biodiesel dari minyak nyamplung. Penggunaan biodiesel nyamplung pada mesin diesel masih mengalami kendala, karena viskositas dan densitas lebih tinggi daripada minyak solar hal tersebut mengakibatkan kinerja dari mesin diesel tidak optimal. Salah satu solusi mengatasi kendala tersebut diatas ialah dengan menambah tekanan pada injektor agar pengabutannya lebih halus.
Metode yang digunakan adalah dengan experimental alat (dengan variasi tekanan nosel 90 bar, 100 bar, 110 bar, 120 bar, dan 130 bar (range tekanan kerja nosel dari pabrik) dengan menggunakan D 100%, BD 100% dan BD 5 %.) kemudian hasil pengamatan dengan berbagai kondisi dianalisis dan dilakukan pendekatan model untuk mengetahui hubungan parameter@parameter utama penelitian menggunakan 3D non linier aproace.
Hasil yang diperoleh adalah data yang memperlihatkan pengaruh tekanan nosel terhadap kecepatan, sudut semprotan dan jumlah butiran dimana pada BD 5% + D 95%. tekanan nosel 90 bar kecepatan semprotannya 4,33 m/s, sudut semprotannya 17,83 deg, jumlah butirannya 3509 butir. Saat tekanan meningkat kecepatan semprotan terus meningkat, sudut semprotan meningkat sampai titik tertentu kemudian turun kembali, sedangkan jumlah butiran semakin banyak sampai titik tertentu kemudian kembali berkurang, hal serupa juga terjadi pada pengujian BD 100% dan D 100%. Dan dengan pendekatan non linear 3D
(dimensi) ghaussian didapatkan Prediktor/perumusan. Dengan demikian dapat
direkomendasikan BD 5% pada tekanan nosel 120 bar memiliki karakteristik yang paling mendekati D 100% (solar) atau dapat menggantikan penggunaan solar.
ABSTRACT
VARIATION PRESSURE TEST NOZZLE SPRAY CHARACTERISTICS OF BIODIESEL FUEL
In the middle of the thinness of the availability of fossil fuels, making researchers from various countries are aggressively seeking alternative energy sources that can be renewed, one of which is biodiesel from oil callophyluminophylum. Callophyluminophylum use of biodiesel in diesel engines still experiencing problems, due to the viscosity and density higher than petroleum diesel it results in the performance of the diesel engine is not optimal. One solution to overcome the above problems is to put more pressure on the injector that sprays more subtle.
The method used is the experimental tool (with a variation of the pressure nozzle 90 bar, 100 bar, 110 bar, 120 bar and 130 bar (range working pressure nozzle from the factory) by using D 100%, BD 100% and BD 5%. ) later observations with various conditions analyzed and made a model approach to determine the relationship of the main parameters of research using non@linear 3D aproace.
The result is data showing the effect of pressure on the velocity nozzle, spray angle and the number of grains which at 5% BD + D 95%. nozzle pressure of 90 bar the spray velocity of 4.33 m / s, the spray angle of 17.83 deg, the number of grains 3509 grains. When the pressure increases the speed of the spray continues to rise, spray angle increases to a certain point and then fell back, while the number of grains more and more until a certain point and then back is reduced, it is also common in testing BD 100% and D 100%. And the non@linear approach to 3D (dimensional) obtained ghaussian Predictors / formulation. Thus it can be recommended BD 5% at a pressure of 120 bar nozzle has characteristics that most closely D 100% (solar) or can replace the use of diesel fuel.
Di tengah nenipisnya ketersediaan bahan bakar fosil, membuat para peneliti dari berbagai negara sedang gencar mencari sumber energi alternatif yang dapat diperbaharui, salah satunya ialah biodiesel dari minyak nyamplung. Penggunaan biodiesel minyak nyamplung pada mesin diesel masih mengalami kendala, karena viskositas dan densitas lebih tinggi daripada minyak solar hal tersebut mengakibatkan kinerja dari mesin diesel tidak optimal. Salah satu solusi mengatasi kendala tersebut diatas ialah dengan menambah tekanan pada injektor agar pengabutannya lebih halus, maka dilakukan pengujian pengaruh tekanan injektor/nosel terhadap karakteristik semprotan.
Mengacu pada pemasalahan di atas, hipotesis yang disampaikan dalam penelitian ini adalah Dengan menaikkan tekanan nosel dapat menghasilkan karakteristik minyak nyamplung yang dapat menyerupai solar.
Pengujian karakteristik semprotan biodiesel minyak nyamplung dan perbandingan minyak solar dilakukan dengan berbagai variasi, mulai dari menggunakan minyak solar (100%), biodisel minyak nyamplung 100% dan biodisel minyak nyamplung 5 % + solar 95% yang akan diuji pada variasi tekanan nosel 90 bar, 100 bar, 110 bar, 120 bar, dan 130 bar (range tekanan kerja nosel dari pabrik).
nilai – nilai dari karakter semprotan tersebut di atas, data mentah tersebut kemudian di ubah dalam format (jpg).
Dari data pengujian didapat semakin besar tekanan pada pada akan berdampak pada kenaikan kecepatan tip penetrasi, kecepatan tip penetrasi yang paling kecil terdapat pada minyak biodiesel murni BD 100% dengan tekanan nosel 90 bar dimana nilai kecepatan tip penetrasinya tersebut hanya sekitar 1,42 m/s jauh lebih kecil dari nilai kecepatan pada minyak solar murni (D 100%) dengan tekanan nosel 130 bar. Hal tersebut sangat di pengaruhi oleh kekentalan (viskositas) dari minyak biodiesel yang lebih besar dari pada minyak solar murni sehingga untuk dapat tercapainya tip penetrasi tersebut membutuhkan waktu yang lebih lama.
Untuk D 100% pada tekanan nosel 110 bar memiliki sudut paling besar yaitu 31,57o, sedangkan untuk BD 5% + D 95% pada tekanan nosel 120 bar
memiliki sudut paling besar yaitu 24,51o, dan untuk BD 100% pada tekanan nosel
100 bar memiliki sudut paling besar yaitu 20,05o. Kenaikan tekanan nosel tidak membuat sudut semprotan terus membesar, tetapi terdapat titik maksimal kemudian turun kembali, hal ini dikarenakan kekentalan minyak dan kontruksi
nosel itu sendiri. Dengan pendekatan non linear 3D (dimensi) ghaussian
didapatkan hubungan antara tekanan nosel (p), kecepatan semprotan (v) dan sudut semprotan (ϴ) berupa prediktor/perumusan yang merupakan fungsi p(ϴ,v).
jumlah butiran paling banyak yaitu 3162 butiran. Dari data jumlah butiran,
dengan pendekatan non linear 3D (dimensi) ghaussian juga didapatkan hubungan
antara tekanan nosel (p), jumlah butiran (n) dan luas area semprotan (A) berupa prediktor/perumusan yang merupakan fungsi p(n,A).
5
Halaman
SAMPUL DALAM... i
PRASYARAT GELAR... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ... iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ... v
KATA PENGANTAR... vi
ABSTRAK... ... vii
ABSTRACT... ... viii
RINGKASAN... ... ix
DAFTAR ISI... xii
DAFTAR TABEL... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR ARTI SIMBOL ... xxii
DAFTAR ARTI SINGKATAN ... xxiv
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Rumusan Masalah ... 3
1.3. Batasan Masalah ... 3
1.4. Tujuan Penelitian ... 4
1.5. Manfaat Penelitian ... 4
2.1.1. Density (Kerapatan Massa) ... 6
2.1.2. Viskositas/kekentalan ... 7
2.1.3. Titik Nyala (flash Point) ... 7
2.1.4. Specific Gravity ... 7
2.1.5. Nilai Kalor ... 8
2.2. Minyak Solar ... 8
2.3. Motor Diesel ... 11
2.4. Prinsip Kerja Motor Diesel Empat Langkah ... 12
2.5. Siklus Motor Diesel ... 14
2.6. Komponen Bahan Bakar Motor Diesel ... 15
2.6.1. Tangki Bahan bakar ... 17
2.6.2. Filter Bahan Bakar ... 17
2.6.3. Pompa Injeksi ... 18
2.6.4. Injektor /Nosel ... 18
2.7. Penyemprotan (Spray) ... 19
2.7.1. Pengabutan Udara ... 20
2.7.2. Pengabutan tekan ... 20
2.7.3. Pengabutan gas ... 20
2.8. Camera ... 25
6 3.1. Kerangka Berpikir ... 26
3.2. Konsep Penelitian ... 26
4.1. Metode Penelitian ... 28
4.1.1. Spesifikasi Ruang Bakar ... 30
4.1.2. Spesifikasi Injektor/ Nosel ... 31
4.1.3. Spesifikasi Kamera ... 31
4.1.4. Spesifikasi Tester Injeksi/Nosel ... 32
4.1.5. Spesifikasi Kompresor ... 32
4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33
4.2.1. Lokasi Penelitian ... 33
4.2.2. Waktu Penelitian ... 33
4.3. Ruang Lingkup Penelitian... 33
4.4. Variabel Penelitian ... 34
4.5. Bahan dan Instrumen Penelitian ... 35
4.6. Diagram Alir Pengujian ... 36
5.1 Data Penelitian ... 37
5.2 Pengolahan Data ... 37
5.2.1. Data kecepatan dan sudut semprotan... 37
5.2.2. Data Distribusi Butiran (Droplet) ... 51
6.1 Analisis kecepatan dan sudut semprotan ... 71
6.2 Analisa Hubungan Antara Tekanan, Kecepatan dan Sudut Semprotan ... 74
6.4 Analisa Hubungan Antara Tekanan, Jumlah Butiran dan Luas Area
Semprotan ... 76
7.1 Kesimpulan ... 77 7.2 Saran ... 79
5
5
Halaman
Tabel 2.1. Specific gravity of various fuel ... 8
Tabel 2.2. Spesifikasi bahan bakar solar ... 9
Tabel 4.1. Waktu Penelitian ... 33
Tabel 5.1 Data hubungan antara waktu semprotan dengan kecepatan saat panjang penetrasi (L) 160 mm (0,16 m) untuk masing – masing minyak uji. ... 45
Tabel 5.2 Perbedaan panjang tip penetrasi hasil pengujian dengan hasil perhitungan teoritis untuk minyak uji solar murni (D 100%).. ... 47
Tabel 5.3 Perbedaan panjang tip penetrasi hasil pengujian dengan hasil perhitungan teoritis untuk minyak uji campuran BD 5% dan D 95%.. .... 47
Tabel 5.4 Perbedaan panjang tip penetrasi hasil pengujian dengan hasil perhitungan teoritis untuk minyak uji BD 100%.. ... 48
Tabel 5.5 Data hubungan antara tekanan nosel dengan sudut terbesar semprotan untuk masing – masing minyak uji... ... 49
Tabel 5.6. Data distribusi butiran semprotan pada BD 5% + D 95% pada tekanan 120 bar ... 52
Tabel 5.7. Data total distribusi butiran minyak solar murni ( D 100%) ... 53
Tabel 5.8. Data total distribusi butiran minyak campuran DB 5% + D 95% ... 54
5
Halaman
Gambar 2.1. Biji dan minyak Nyamplung ... 5
Gambar 2.2. Proses Transesterifikasi secara kimia ... 6
Gambar 2.3. Motor Diesel Injeksi Langsung/ Injeksi Tidak Langsung ... 12
Gambar 2.4. Prinsip kerja motor diesel 4 langkah. ... 13
Gambar 2.5. Siklus diesel digram P@V dan T@S ... 14
Gambar 2.6. Komponen Bahan bakar Motor diesel ... 15
Gambar 2.7. Pompa Injektor ... 18
Gambar 2.8. Injektor/Nosel ... 18
Gambar 2.9. Sistem peyemprotan ( spray) ... 21
Gambar 2.10. Penyemprotan tip Penetrasi ... 21
Gambar 2.11. Tip Penetrasi ... 23
Gambar 4.1. Foto alat semprotan yang digunakan pada pengujian ... 28
Gambar 4.2. Foto bahan bakar yang akan diuji ... 29
Gambar 4.3. Rancangan ruang bakar pengujian ... 30
Gambar 4.4. Nosel pengujian ... 31
Gambar 4.5. Kamera pengujian ... 31
Gambar 4.6. Tester injeksi/nosel ... 32
Gambar 4.7. Kompresor ... 32
Gambar 4.8. Skema / diagram alir penelitian yang akan dilakukan ... 36
Gambar 5.1. Pengolahan data awal semprotan dengan program image J... 37
Gambar 5.3 Pengukuran sudut dan panjang semprotan D 100% pada tekanan
nosel 100 bar ... 38 Gambar 5.4 Pengukuran sudut dan panjang semprotan D 100% pada tekanan
nosel 110 bar ... 39 Gambar 5.5 Pengukuran sudut dan panjang semprotan D 100% pada tekanan
nosel 120 bar ... 39 Gambar 5.6 Pengukuran sudut dan panjang semprotan D 100% pada tekanan
nosel 130 bar ... 40 Gambar 5.7 Pengukuran sudut dan panjang semprotan BD 5% + D 95% pada
tekanan nosel 90 bar ... 40 Gambar 5.8 Pengukuran sudut dan panjang semprotan BD 5% + D 95% pada
tekanan nosel 100 bar ... 41 Gambar 5.9 Pengukuran sudut dan panjang semprotan BD 5% + D 95% pada
tekanan nosel 110 bar ... 41 Gambar 5.10 Pengukuran sudut dan panjang semprotan BD 5% + D 95% pada
tekanan nosel 120 bar ... 42 Gambar 5.11 Pengukuran sudut dan panjang semprotan BD 5% + D 95% pada
tekanan nosel 130 bar ... 42 Gambar 5.12 Pengukuran sudut dan panjang semprotan BD 100% pada tekanan
nosel 90 bar ... 43 Gambar 5.13 Pengukuran sudut dan panjang semprotan BD 100% pada tekanan
nosel 100 bar ... 43 Gambar 5.14 Pengukuran sudut dan panjang semprotan BD 100% pada tekanan
Gambar 5.15 Pengukuran sudut dan panjang semprotan BD 100% pada tekanan
nosel 120 bar ... 44 Gambar 5.16 Pengukuran sudut dan panjang semprotan BD 100% pada tekanan
nosel 130 bar ... 45 Gambar 5.17 Grafik pengaruh variasi tekanan nosel terhadap kecepatan
semprotan nosel ... 50 Gambar 5.18 Grafik Pengaruh variasi tekanan nosel terhadap sudut semprotan
nosel ... 51
Gambar 5.19 Hasil olah data dengan menggunakan program Image J ... 52 Gambar 5.20 Grafik distribusi diameter butiran semprotan minyak BD 5% + D
95% pada tekanan 90 bar ... 55 Gambar 5.21 Distribusi butiran semprotan minyak BD 5 % + D 95% pada tekanan
90 bar ... 56 Gambar 5.22 Grafik distribusi diameter butiran semprotan minyak BD 5% + D
95% pada tekanan 100 bar ... 56 Gambar 5.23 Distribusi butiran semprotan minyak BD 5 %+ D 95% pada tekanan
100 bar ... 57 Gambar 5.24 Grafik distribusi diameter butiran semprotan minyak BD 5% + D
95% pada tekanan 110 bar ... 57 Gambar 5.25 Distribusi butiran semprotan minyak BD 5 % + D 95% pada tekanan
110 bar ... 58 Gambar 5.26 Grafik distribusi diameter butiran semprotan minyak BD 5% + D
Gambar 5.27 Distribusi butiran semprotan minyak BD 5 % + D 95% pada tekanan
120 bar ... 59 Gambar 5.28 Grafik distribusi diameter butiran semprotan minyak BD 5% + D
95% pada tekanan 130 bar ... 59 Gambar 5.29 Distribusi butiran semprotan minyak BD 5 % + D 95% pada tekanan
130 bar ... 60 Gambar 5.30 Grafik distribusi diameter butiran semprotan minyak BD 100% pada
tekanan 90 bar ... 60
Gambar 5.31 Distribusi butiran semprotan minyak BD 100% pada tekanan 90 bar. 61
Gambar 5.32 Grafik distribusi diameter butiran semprotan minyak BD 100% pada
tekanan 100 bar ... 61 Gambar 5.33 Distribusi butiran semprotan minyak BD 100% pada tekanan 100
bar... 62 Gambar 5.34 Grafik distribusi diameter butiran semprotan minyak BD 100% pada
tekanan 110 bar ... 62 Gambar 5.35 Distribusi butiran semprotan minyak BD 100% pada tekanan 110
bar... 63 Gambar 5.36 Grafik distribusi diameter butiran semprotan minyak BD 100% pada
tekanan 120 bar ... 63 Gambar 5.37 Distribusi butiran semprotan minyak BD 100% pada tekanan 120
bar... 64 Gambar 5.38 Grafik distribusi diameter butiran semprotan minyak BD 100% pada
Gambar 5.39 Distribusi butiran semprotan minyak BD 100% pada tekanan 130 bar... 65 Gambar 5.40 Grafik distribusi diameter butiran semprotan minyak D 100% pada
tekanan 90 bar ... 65
Gambar 5.41 Distribusi butiran semprotan minyak D 100% pada tekanan 90 bar ... 66
Gambar 5.42 Grafik distribusi diameter butiran semprotan minyak D 100% pada
tekanan 100 bar ... 66
Gambar 5.43 Distribusi butiran semprotan minyak D 100% pada tekanan 100 bar . 67
Gambar 5.44 Grafik distribusi diameter butiran semprotan minyak D 100% pada
tekanan 110 bar ... 67
Gambar 5.45 Distribusi butiran semprotan minyak D 100% pada tekanan 110 bar . 68
Gambar 5.46 Grafik distribusi diameter butiran semprotan minyak D 100% pada
tekanan 120 bar ... 68
Gambar 5.47 Distribusi butiran semprotan minyak D 100% pada tekanan 120 bar . 69
Gambar 5.48 Grafik distribusi diameter butiran semprotan minyak D 100% pada
tekanan 130 bar ... 69
Gambar 5.49 Distribusi butiran semprotan minyak D 100% pada tekanan 130 bar . 70
Gambar 6.1 Hubungan non linier 3D Ghaussian antara tekanan nosel (p),
kecepatan semprotan (v), dan sudut semprotan (ϴ) pada pengujian
BD 5% + D 95% ... 74
Gambar 6.2 Hubungan non linier 3D Ghaussian antara tekanan nosel (p), jumlah
butiran (n), dan luas area semprotan (A) pada pengujian BD 5% +
5
α = sudut (deg)
C = carbon
cm = Centi meter (cm)
CO = karbon monoksida
CO2 = Karbondioksida
d = diameter (m)
F = fraksi koofisien
g = gravitasi
H = hidrogen
HC = hidrocarbon
k = konstanta
kg = kilo gram (kg)
l = panjang (m)
m = meter (m)
ml = mili liter (ml)
NK = Nilai kalor
O = oksida
P = tekanan
r = jari@jari
re = renault number
S = penetrasi tip penyemprotan
T = waktu (s)
V = volume (m3)
= efisiensi (%)
= Sudut kerucut semprotan (deg)
ρ = massa jenis (kg/m3)
L = perubahan kondisi
% = Persentase (%)
0 =
Derajat
5
AFR = Air flow ratio
API = American petroleum institute
BD = biodiesel
BMN = Bahan minyak nabati
D = diesel
HD = hight divination
HHV = Higher heating value
HS = hight speed LDO = Light diesel oil
LHV = Low heating value
LSHS = Low sulphur heavy stock TMA = Titik mati atas
!"
# $% &
% $ &
' #
#
$
# '
& ) #
*
!& ) +" ,-. #
) /
&
*
-& 0
% *
+&
1.
%
#
2
#
2 #
%
$ "".& "".
1 . 3 1. # %
" "" " !" -" $ #
&
! "
%
$ "".& "".
1 . 3 1. #
4
! %
4
! "
'
(
)
2 *
! )
- 2 # #
%
" "" " !" -" *
+ 0 *
1 2
*
# $ % %
) %
$ "".&
"". 1 . 3 1.
#
*
! )
%
! & % %
7
$ "".&
"". 1 . 3 1.
Biodiesel adalah bahan bakar alternatif yang diformulasikan khusus untuk
mesin diesel yang terbuat dari minyak nabati (bio oil). Proses pembuatan
biodiesel adalah proses transesterifikasi antara minyak nabati dengan methanol
dan katalis pada suhu 60oC. Biodiesel memiliki keuntungan antara lain tidak
diperlukan modifikasi mesin, memiliki cetane number tinggi, ramah lingkungan,
memiliki daya pelumasan yang tinggi, aman dan tidak beracun.
Biodiesel juga merupakan bahan bakar alternatif dari bahan mentah
terbarukan (renewable) yang terbuat bukan dari minyak bumi. Biodiesel tersusun
dari berbagai macam ester asam lemak yang dapat diproduksi dari minyak
minyak tumbuhan seperti minyak sawit (palm oil), minyak kelapa, minyak jarak
pagar, minyak biji kapuk randu, minyak kemiri, minyak nyamplung dan masih
ada lebih dari 30 macam tumbuhan Indonesia yang potensial untuk dijadikan
sumber energi bentuk cair ini dan dalam penelitian ini bahan bakar nabati
berasal dari minyak nyamplung.
Hasil pengujian menunjukkan, setelah mengalami beberapa proses seperti
ektraksi, transesterifikasi diperoleh metil ester (biodiesel) yang memiliki sifat sifat
fisika mendekati sama dengan solar, pemakaian biodiesel mengurangi pemakaian
bahan bakar solar serta mengurangi pemanasan global dan pencemaran udara,
karena biodiesel ramah lingkungan .
Secara kimia, transesterifikasi berarti mengambil molekul asam lemak
kompleks dari minyak nabati atau hewani, menetralkan asam lemak tak jenuh
minyak nabati atau hewani dan menghasilkan alcohol ester. Karena komposisi
asam lemak tak jenuh pada minyak nyamplung sudah berkurang secara drastis,
maka pembuatan biodiesel dengan bahan baku minyak nyamplung diperkirakan
akan terjadi dengan lebih cepat. Prinsip proses transesterifikasi dapat dilihat pada
[image:30.612.160.488.417.540.2]Gambar 2.2 berikut ini:
Gambar. 2.2.
Proses transesterifikasi secara kimia
!
Adalah perbandingan antara massa bahan bakar dengan volume bahan
bakar. Density bahan bakar dipengaruhi oleh temperatur, dimana semakin tinggi
temperatur, maka density semakin turun dan sebaliknya.
+ C2H5OH
$" "
Kekentalan suatu bahan bakar menunjukkan sifat menghambat terhadap
aliran, dan menunjukkan sifat pelumasannya pada permukaan benda yang
dilumasi. Kekentalan bisa didefinisikan sebagai gaya yang diperlukan untuk
menggerakkan suatu bidang dengan luas tertentu pada jarak tertentu dan dalam
waktu yang tertentu pula. Viskositas bahan bakar mempunyai pengaruh yang besar
terhadap bentuk semprotan bahan bakar. Dimana untuk bahan bakar dengan
viskositas yang terlalu tinggi akan memberikan atomisasi yang rendah sehingga
mengakibatkan mesin sulit di start. Selain itu, gas buang yang dihasilkan juga
akan menjadi hitam dengan smoke density yang cukup tinggi. Jika viskositas
bahan bakar terlalu rendah maka akan terjadi kebocoran pada pompa bahan
bakarnya dan mempercepat keausan pada komponen pompa dan injektor bahan
bakar.
% " & !
Flash point adalah temperatur pada keadaan dimana uap di atas
permukaan bahan bakar (biodiesel) akan terbakar dengan cepat (meledak). Flash
point menunjukan kemudahan bahan bakar untuk terbakar. Makin tinggi flash
point, maka bahan bakar semakin sulit terbakar. Makin mudah bahan bakar untuk
terbakar maka flash point nya menurun dan bahan bakar lebih effisien.
Berat bahan bakar atau specific gravity memegang peranan yang sangat
mesin. Makin tinggi specific gravity berarti bahan bakar akan semakin berat, dan
nilai kalor yang dihasilkan tiap volume akan semakin besar pula. Specific gravity
yang lebih tinggi juga menunjukkan sifat pelumasan yang lebih baik. Tetapi
specific gravity yang terlalu tinggi akan menyebabkan viskositas yang terlalu
tinggi, dan flash point yang terlalu tinggi.
[image:32.612.126.530.235.383.2]Specific gravity terhadap air = ....……...…2.1
Tabel 2.1.
Specific gravity of various fuel '
Fuel oil type LDO (Light diesel oil) Furnace oil LSHS (Low sulphur
heavy stock)
Specific gravity 0,85 – 0,87 0,89 – 0,95 0,88 – 0,98
(
Nilai kalor dari bahan bakar diesel diukur dengan oksigen bomb
kalorimeter. Untuk memperoleh perkiraan nilai kalornya, bisa dipakai rumus
empiris di bawah ini:
NK = 18,650 + 40 (API – 10) BTU/lb ...2.2
API = API Gravity pada 60 oF = (141,5/specific gravity) – 131,5 ... ….2.3
Untuk menghitung lower heating volue (LHV) dan higher heating value
digunakan persamaan sebagai berikut:
LHV= HHV ………..………2.4
& "
Bahan bakar solar adalah bahan bakar minyak hasil sulingan dari minyak
umumnya adalah untuk bahan bakar pada semua jenis mesin diesel dengan
putaran tinggi (1000 rpm), yang juga dapat digunakan sebagai bahan bakar pada
pembakaran langsung dalam dapur dapur kecil yang terutama diinginkan
[image:33.612.138.509.230.386.2]pembakaran yang bersih ' .
Tabel 2.2.
Spesifikasi bahan bakar solar ' .
Air Fuel Ratio ( AFR)
Air fuel ratio adalah perbandingan antara udara dan bahan bakar (proses
pencampuran udara dan bahan bakar), bahan bakar yang hendak dimasukkan ke
dalam ruang bakar haruslah dalam keadaan mudah terbakar, hal tersebut agar
didapatkan effisiensi tenaga motor yang maksimal. Campuran bahan bakar yang
belum sempurna akan sulit dibakar oleh percikan bunga api di dalam ruang bakar,
bahan bakar tidak dapat terbakar tanpa adanya udara (O2), tentunya dalam
keadaan yang homogen. Bahan bakar yang di gunakan dalam pembakaran sesuai
dengan ketentuan sebab bahan bakar yang melimpah pada ruang bakar justru tidak
meningkatkan tenaga dari motor tersebut, semakin banyak bahan bakar yang tidak
Air fuel ratio adalah factor yang mempengaruhi kesempurnaan proses
pembakaran didalam ruang bakar. Merupakan komposisi campuran bahan bakar
dan udara idealnya AFR bernilai 14,7 (1 bahan bakar : 14,7 udara) stoichiometry,
berikut pengaruh AFR pada kinerja mesin:
AFR Terlalu kurus :
Tenaga mesin menjadi sangat lemah
Sering menimbulkan detonasi
Mesin cepat panas
Dapat membuat kerusakan pada sillinder ruang bakar
AFR Kurus :
Tenaga mesin berkurang
Terkadang terjadi detonasi
Konsumsi bahan bakar irit
AFR Ideal :
Kondisi paling ideal
AFR Kaya :
Bensin agak boros
Tidak terjadi detonasi
Mesin lebih bertenaga
AFR Terlalu kaya :
Bensin sangat boros
Asap knalpot berwarna hitam
Perbandingan jumlah udara dengan bahan bakar disebut dengan Air Fuel
Ratio (AFR). Perbandingan ini dapat dibandingkan baik dalam jumlah massa
ataupun dalam jumlah volume.
= : = : ………..………2.5
Besarnya AFR dapat diketahui dari uji coba reaksi pembakaran yang
benar benar terjadi, nilai ini disebut AFR aktual. Sedangkan AFR lainnya adalah
AFR stoikiometri, merupakan AFR yang diperoleh dari persamaan reaksi
pembakaran. Dari perbandingan nilai AFR tersebut dapat diketahui nilai Rasio
Ekuivalen ( ) :
= : ………..………..………2.6
Untuk dapat mengetahui nilai AFR , maka harus dihitung jumlah
keseimbangan atom C, H dan O dalam suatu reaksi pembakaran. Adapun rumus
umum reaksi pembakaran yang menggunakan oksigen adalah :
C55H104O6+78 O2→55 CO2+52 H2O………...………2.7
% *
Motor diesel ditemukan oleh seorang insinyur Jerman benama Rudolf
Diesel pada tahun 1897 sebagai salah satu jenis motor pembakaran dalam
(Internal Combustion Engine). Konsep dari mesin ini adalah mesin dengan
pembakaran sendiri yaitu tanpa bantuan percikan api, dimana udara
dikompresikan dengan tekanan tinggi sehingga suhu dari udara ini tinggi dan
diakhir langkah kompresi bahan bakar diinjeksikan keruang bakar, bahan bakar
lalu bercampur dengan udara yang sudah panas dan akhirnya bahan bakar terbakar
Tipe Tipe Motor Diesel :
Tipe Motor Diesel Injeksi Langsung (Direct Injection Type)
Bahan bakar disemprotkan langsung ke ruang bakar utama, letak
ruang bakar utama ada di antara piston & silinder head bagian atas
piston dibuatkan ruang dengan desain khusus.
Tipe Injeksi Tidak Langsung ( Indirect Injection Type)
Pada ruang bakar motor diesel injeksi tidak langsung, bahan bakar
disemprotkan ke dalam ruang bakar pendahuluan (pre chamber) yang
telah dipanaskan dan disinilah awal pembakaran terjadi untuk
mendapatkan campuran yang baik kemudian dilanjukan dengan
[image:36.612.188.459.395.521.2]pembakaran utama diruang bakar utama .
Gambar 2.3.
Motor diesel injeksi langsung/ injeksi tidak langsung .
+ * ,- . /" #
Pada motor diesel empat langkah, katup masuk dan katup buang digunakan
untuk mengontrol proses pemasukan udara murni dan pembuangan gas sisa
Gambar 2.4.
Prinsip kerja motor diesel 4 langkah .
1. Langkah isap, yaitu waktu torak bergerak dari TMA ke TMB. Katup isap
terbuka dan katup buangmenutup, udara murni diisap melalui katup isap.
2. Langkah kompresi, yaitu torak bergerak dari TMB ke TMA dengan
memampatkan udara murni yang diisap, karena kedua katup isap dan katup
buang tertutup, sehingga tekanan dan suhu udara dalam silinder tersebut akan
naik.
3. Langkah usaha, katup isap dan katup buang tertutup, sebelum torak mencapai
titik mati atas bahan bakar disemprotkan keruang bakar kemudian bercampur
dengan udara dengan temperatur tinggi, sehingga terjadi pembakaran dengan
sendirinya. Pada langkah ini torak mulai bergerak dari TMA ke TMB karena
pembakaran berlangsung bertahap.
4. Langkah buang, katup isap tertutup dan katup buang terbuka, torak bergerak
dari TMB ke TMA sehingga gas bekas pembakaran terdorong keluar melewati
( " 0 *
Siklus diesel adalah siklus teoritis untuk Compression Ignition Engine atau
motor diesel. Perbadaan siklus diesel dengan siklus otto adalah: pada motor diesel
penambahan panas terjadi pada tekanan tetap .
Gambar: 2.5.
Siklus diesel digram P V dan T S .
Prosesnya:
1 2 Kompresi isentropik (Reversibel Adiabatik)
2 3 Pembakaran isobarik
3 4 Ekspansi Isentropik (Reversibel Adiabatik)
4 1 Pembakaran kalor isochoric
Efisiensi teoritis siklus diesel :
=1- ………..………....………2.8
Efisiensi teoritis siklus dual:
= 1- ……….….2.9
Dimana:
P3/P2 (Perbandingan tekanan pada volume konstan)
V4/V2 (Cut off ratio/ perbandingan pemancuan)
K = 1,40
1 - # " *
Gambar 2.6.
Komponen bahan bakar motor diesel .
Adapun fungsi – fungsi komponen tersebut :
1. Fuel tank berfungsi untuk menyimpan bahan bakar sementara yang
akan digunakan dalam penyaluran bahan bakar yang dibutuhkan oleh
mesin;
2. Feed pump atau pompa penyalur berfungsi untuk mengalirkan bahan
bakar dengan cara memompa bahan bakar dari tangki dan
mengalirkannya ke pompa injeksi. Didalam feed pump juga terpasang
komponen yang bernama priming pump, yang berfungsi untuk
mengeluarkan udara palsu dari sistem bahan bakar;
3. Fuel filter biasanya terdapat 2 (dua) yaitu pada bagian sebelum feed
pump yang dilengkapi pula dengan water sedimenter yang berfungsi
untuk memisahkan air dalam sistem bahan bakar dan fuel filter
kotoran yang terdapat pada bahan bakar untuk menjaga kualitas bahan
bakar agar selalu bersih dan tidak menghambat aliran bahan bakar;
4. Injection pump yang berfungsi untuk menaikkan tekanan sehingga
bahan bakar solar dapat mudah dikabutkan oleh nosel. Didalam pompa
injeksi ada komponen yang bernama automatic timer dan governor
yang fungsinya ada dibawah ini ;
5. Automatic timer yang terpaang pada bagian depan pompa injeksi yang
berhubungan dengan timing gear berfungsi untuk memajukan saat
injeksi sesuai dengan putaran motor;
6. Governor terpasang pada bagian belakang pompa injeksi yang
berfungsi sebagai pengatur jumlah injeksi bahan bakar sesuai dengan
pembebanan motor;
7. Pengabut (nosel) berfungsi untuk mengabutkan bahan bakar agar
mudah bercampur dengan oksigen sehingga mudah terbakar dalam
silinder;
8. Pipa tekanan tinggi terbuat dari bahan baja yang berfungsi untuk
mengalirkan bahan bakar bertekanan tinggi dari pompa injeksi ke
masing masing pengabut;
9. Busi pijar atau busi pemanas (glow plug) berfungsi untuk memanaskan
ruangan pre chamber pada saat mulai start. Dengan merubah energi
10. Battery (aki) berfungsi sebagai sumber energi listrik yang mensuplai
energi yang dibutuhkan oleh busi pijar untuk memanaskan ruangan pre
chamber;
11. Kunci kontak (ignition switch) berfungsi sebagai saklar utama pada
sistem kelistrikan kendaraan;
12.Relay yang berfungsi sebagai pengaman dan pengatur saat pemanasan
ruang pre chamber.
1 /" # 2 "
Tangki bahan bakar terbuat dari bahan yang tidak korosi atau terbuat dari
baja tipis yang bagian dalamnya dilapisi bahan anti karat. Tangki bahan bakar
harus bebas dari kebocoran dan tahan terhadap tekanan minimal 0 3 bar, serta
tahan terhadap getaran mekanis yang ditimbulkan pada saat motor beroperasi,
dalam tangki bahan bakar terdapat fuel sender gauge yang berfungsi untuk
menujukan jumlah bahan bakar yang ada didalam tangki.
1 # "
Umur komponen sistem aliran bahan bakar motor diesel sangat ditentukan oleh
mutu saringan/ filter serta perawantan berkala sistem bahan bakar. Tekanan bahan
bakar dapat dibangkitkan oleh pompa injektor melalui plunyer, barel serta nosel.
Hal ini mengharuskan bahan bakar yang selalu bersih dan tidak terkontaminasi
1 % - + "
Berfungsi memberikan tekanan pada solar yang akan diinjeksikan /
[image:42.612.155.515.187.328.2]disemprotkan oleh nosel.
Gambar.2.7.
Pompa injector .
1 + " $
Injektor/nosel adalah alat untuk memisahkan fluida atau minyak menjadi
tetesan kecil yang membutuhkan energi tertentu, energi yang diberikan melalui
pompa yang memiliki tekanan tinggi. Dengan pompa bertekanan tinggi akan
memecahkan minyak atau fluida dengan kecepatan tertentu, tekanan dan
kecepatan yang diberikan mencapai 100 psi sehingga memaksa fluida atau minyak
melalui lubang nosel.
Gambar 2.8.
[image:42.612.178.418.510.670.2]Macam macam injektor seperti disebutkan diatas dengan sifat
pengabutan dan karakteristik yang berbeda maka pemilihan untuk fungsi
pemakaiannya juga berbeda yang bergantung pada proses pembakarannya dan
proses pembakaran ini ditentukan oleh bentuk ruang bakarnya, untuk sifat sifat
injector ini antara lain adalah seperti berikut:
a. Injector berlubang satu (Single Hole) proses pengabutannya sangat baik
akan tetapi mememrlkukan tekanan injektion pump yang tinggi.
b. Demikian halnya dengan Injektor berlubang banyak (Multi Hole)
pengabutannya sangat baik. Injector ini sangat tepat digunakan pada
direct injection (Injeksi Langsung).
3 Injektor dengan model pin, injektor model pin ini model trotle
maupun model pintle lebih tepat digunakan pada motor diesel dengan
ruang bakar yang memiliki combustion chamber, kamar muka maupun
kamar pusar (Turbulen).
Pada umunyan injector/Nozel yang digunakan dalam pengujian ini adalah
Injektor/Nozel mesin diesel tipe Broch,Injektor/Nozel dihubungkan dengan
Tester Injektor/nozel untuk memberi tekana berdasarkan kecepatan aliran
atau semprotan serta pengabutan yang diingginkan.
& - !
Penyemprotan atau spray adalah aliran udara/gas yang mengandung droplet
atau droplet yang bergerak dalam aliran udara/gas, oleh karena itu dalam proses
untuk itu proses pengabutan untuk memperoleh gas bahan bakar yang sempurna
pada injektor dapat dilakukan dengan tiga sistem pengabutan yaitu:
/ 20
Proses pengabutan udara terjadi pada saat bahan bakar yang bertekanan 60
sampai 85 kg/cm² mengakibatkan tekanan pada rumah pengabut sebesar 60
kg/cm² yang selalu berhubungan langsung dengan tabung udara dengan tekanan
bahan bakar dari pompa mencapai 70 kg/cm² pada volume tertentu akan
tertampung pada cincin pembagi dari pengabut tersebut.
/ 20 "
Pada proses pengabut tekan ini saluran bahan bakar dan ruangan dalam
rumah pengabut harus selalu terisi penuh oleh bahan bakar, dengan jarum
pengabut yang tertekan oleh pegas sehingga saluran akan tertutup. Namun ketika
bahan bakar dari injection pump yang beterkanan 250 kg/Cm² mengalir kebagian
takikan jarum pengabut, pengabut akan tertekan keatas sehingga saluran akan
terbuka. Dengan demikian, bahan bakar akan terdesak melalui celah di antara
jarum pengabut dalam bentuk gas.
% / 20 /
Pengabut ini dikonstruksi dengan komponen komponen yang terdiri atas
rumah pengabut, katup dan bak pengabut yang ditempatkan di bagian bawah dari
bakar telah berada dalam keadaan bertekanan tinggi dan katup injeksi sudah
terbuka sejak langkah pengisapan oleh torak dan pada kondisi demikan ini
sebagian bahan bakar telah menetes ke bak pengabut yang di bagian sisinya
[image:45.612.189.464.209.385.2]terdapat lubang lubang kecil
Gambar 2.9.
Sistem peyemprotan ( spray)
Untuk mesin diesel, penetrasi ujung semprot terlalu lama disebabkan oleh
injeksi tekanan tinggi juga memiliki efek yang merugikan pada kontrol akurasi
campuran dan kinerja emisi karena penguapan (
Berdasarkan pembahasan diatas sehingga untuk dapat mengetahui tingkat
penyemprotan dengan tekana atomisasi, dan dapat diukur sudut kerucut
berdasarkan jarak semprotan digunakan persamaan empirical dimana ,
jarak penetrasi L 1 4
Gambar 2.10.
[image:45.612.225.422.585.681.2]………2.10
………..………2.11
Dimana : L = jarak penetrasi (m);
= tekanan injeksi (bar);
= lubang nosel (m);
= break up time;(s)
= densitas udara lingkungan (kg/m3);
= diameter nosel (m).
Diameter semprotan merupakan hasil rata – rata dari panjang
semprotan di sumbu vertikal dan sumbu horizontal. Berdasarkan data
diameter hasil semprotan, besarnya sudut semprotan dapat dihitung
dengan menggunakan rumus 1 :
………. 2.12
Dimana :
Ɵ = Sudut semprotan (deg)
2p = Tekanan injector (bar)
= Diameter semprotan (Hm)
= Velocity (m/s)
Panjang semprotan penetrasi ditentukan dengan mencari arah axial
semprotan yang terjauh dari nosel, sudut yang meliputi struktur semprotan dari
nosel hingga 1/3 dari penetrasi. Garis linear digunakan untuk mengukur sudut
.l
Gambar 2.11.
Tip Penetrasi .
Untuk menganalisis sifat penetrasi seprotan diatas digunakan persamaan Hiroyasu
:
………...…..….……2.13
………..…………2.14
……….……..….2.15
………...2.16
………...…. 2.17
Dimana : = diameter nosel (m);
= penetrasi tip penyemprotan (m);
= waktu setelah mulai injeksi (s);
= break up time (s);
= kecepatan awal semprotan (m/s);
= discharge koofisen nosel;
= tekanan injeksi (bar);
= fuel density (kg/m3);
= Volume fraction pengabutan dari semprotan (m3);
= sudut kerucut semprotan (deg).
Konsumsi bahan bakar spesifik (SFC) adalah menyatakan jumlah pemakaian
bahan bakar yang dikonsumsi oleh motor untuk menghasilkan daya (HP) dalam
kurun waktu tertentu. Semakin rendah nilai SFC maka semakin rendah pula
konsumsi bahan bakar yang digunakan. Berikut ini merupakan hasil dari
pengukuran konsumsi bahan bakar spesifik.
Rumus yang digunakan untuk menghitung SFC adalah :
…..………...…. 2.18
Dimana :
Sfc : specific fuel consumption (Kg/Hp.jam);
Mf : laju aliran bahan bakar (Kg/jam);
ρ : 0.00075 kg/cc;
v : 10 ml;
mf : laju aliran bahan bakar (Kg/jam) v x ρ;
P : daya yang dihasilkan oleh mesin (HP).
Sementara nilai diameter rata – rata dari semprotan yang terjadi ini dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan Sauter Mean Diameter (SMD) berikut
:
…….. 2.19
Dimana :
σ = Tegangan permukaan minyak (N/m)
ρl = Massa jenis minyak (kg/m3)
µl = Viskositas minyak (mm2/s)
ρa= densitas udara lingkungan (kg/m3)
AFR = Rasio bahan bakar dengan udara
5
-Camera high divinition (HD) digunakan untuk mengambil proses gambar
semprotan dan sudut pengabutan pada saat penetrasi bahan bakar, untuk
menganalisis data tentang panjang penyemprotan, sudut penyemprotan, butiran