21
Universitas Kristen Petra
4. HASIL PENGUJIAN DAN ANALISA
Pada penelitian pembuatan paving block ini, fly ash digunakan sebagai pengganti sebagian semen dan bottom ash digunakan sebagai pengganti sebagian abu batu sebagai agregat halus. Bottom ash yang digunakan merupakan bottom ash campuran antara bottom ash yang kasar dan halus. Sebelum membuat paving block, dilakukan analisa awal terhadap agregat dan pasta yang digunakan. Analisa awal agregat berupa mencari GS (Specific Gravity), gradasi, water content, berat volume, dan kepadatan, sedangkan analisa awal pasta berupa flow test. Setelah pembuatan paving block selesai, analisa akhir yang dilakukan yaitu menguji kuat tekan, ketahanan aus, dan penyerapan air paving block .
4.1 Analisa Awal
Sebelum melakukan penelitian, analisa awal material dilakukan untuk mengevaluasi jenis dan kualitas dari material yang digunakan untuk membuat paving block. Berikut adalah material-material yang dianalisa sebelum pembuatan paving block beserta analisa awalnya.
4.1.1 Fly Ash
Fly ash yang digunakan pada penelitian ini berasal dari PLTU Suralaya. Analisa awal yang dilakukan terhadap fly ash ini berupa pengetesan XRF (X-Ray Fluorescence) di Laboratorium PT. Superintending Company of Indonesia (Sucofindo). Hasil pengetesan XRF menunjukkan bahwa fly ash yang digunakan merupakan tipe F, karena mempunyai kadar SiO2 + Al2O3 + Fe2O3 (80.10%) > 70% dan mempunyai kadar CaO (7.77%) < 10%. Kandungan fly ash PLTU Suralaya selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.1.
22
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.1 Komposisi Kandungan Fly Ash PLTU Suralaya
NO Kandungan % NO Kandungan %
1 SiO2 45.74 7 K2O 1.12
2 Al2O3 25.04 8 Na2O 1.81
3 Fe2O3 9.32 9 SO3 0.67
4 TiO2 0.91 10 MnO2 0.14
5 CaO 7.77 11 P2O5 0.27
6 MgO 4.09 12 L O I 2.78
4.1.2 Flow Table Test Pasta
Flow table test dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan pasta dengan kelecakan yang maksimum serta kebutuhan air yang minimum. Benda uji yang digunakan dalam flow table test berupa pasta. Flow table test dilakukan dengan menggunakan 5 macam kombinasi pasta, yaitu F0 dengan 100% semen, F10 dengan 90% semen : 10% fly ash, F20 dengan 80% semen : 20% fly ash, F30 dengan 70%
semen : 30% fly ash, dan F40 dengan 60% semen : 40% fly ash. Hasil flow table test dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Flow Table Test Kode Semen
(kg/m3)
FA
(kg/m3) w/c Air
(kg/m3) Flow (cm)
F0 2667 0 933 15.5
F10 2160 240 18.5
F20 1920 480 0.35 840 19.5
F30 1680 720 19.0
F40 1440 960 19.0
23
Universitas Kristen Petra
Pasta yang telah diketuk sebanyak 25 kali, diukur diameternya. Nilai flow yang paling besar didapat oleh pasta F20 dengan kombinasi 80% semen : 20% fly ash, yaitu sebesar 19.5 cm. Pasta yang tidak menggunakan fly ash memiliki nilai flow yang paling kecil, sedangkan pasta yang menggunakan fly ash memiliki peningkatan nilai flow yang jauh lebih besar dibanding yang tidak menggunakan fly ash. Peningkatan nilai flow ini berlaku untuk penggunaan fly ash sampai dengan 20% dari total kebutuhan semen.
Penggunaan fly ash di atas 20% dari total kebutuhan semen memiliki nilai flow yang relatif sama dengan penggunaan fly ash sebesar 20%, atau dapat dikatakan tidak terjadi perubahan nilai flow yang signifikan untuk penggunaan fly ash di atas 20% dari total kebutuhan semen.
4.1.3 Abu Batu
Pada penelitian ini abu batu digunakan sebagai agregat halus. Analisa awal yang dilakukan pada abu batu adalah pengujian gradasi, pengujian GS, dan juga pengujian berat volume. Nilai GS yang diperoleh ialah sebesar 2.597. Untuk pengujian berat volume, nilai yang diperoleh ialah sebesar 1.547. Pada pengujian gradasi abu batu, nilai FM (Fineness Modulus) yang diperoleh ialah sebesar 2.45. Gradasi agregat selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.1
Gambar 4.1 Grafik Gradasi Abu Batu
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
70.00%
80.00%
90.00%
100.00%
5 mm 2.36 mm 1.18 mm 0.6 mm 0.3 mm Dasar
% Lolos
No ayakan
24
Universitas Kristen Petra
4.1.4 Bottom Ash
Bottom ash pada penelitian ini digunakan sebagai pengganti sebagian agregat halus. Analisa awal pada bottom ash hampir sama dengan analisa awal pada abu batu, yaitu pengujian gradasi, mencari GS, mencari berat volume, water content dan analisa XRF. Hasil GS yang diperoleh ialah sebesar 2.079. Untuk analisa berat volume, hasil yang diperoleh ialah sebesar 1.008. Water content pada bottom ash ialah sebesar 12.9%.
Pengujian XRF bottom ash juga dilakukan di Laboratorium PT. Superintending Company of Indonesia (Sucofindo). Pengujian XRF dilakukan pada bottom ash sebelum diberikan perlakuan apapun. Hasil pengujian XRF pada bottom ash dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Komposisi Kandungan Bottom Ash
NO Kandungan % NO Kandungan %
1 SiO2 59.30 7 K2O 0.54
2 Al2O3 20.74 8 Na2O 1.52
3 Fe2O3 7.49 9 SO3 0.04
4 TiO2 0.67 10 MnO2 0.08
5 CaO 4.36 11 P2O5 0.14
6 MgO 2.43 12 L O I 2.20
Pada penelitian ini bottom ash yang diperoleh dari PLTU Suralaya terdiri dari 2 jenis, yaitu bottom ash kasar dan bottom ash halus. Untuk pembuatan paving, kedua jenis bottom ash ini digunakan sekaligus dengan komposisi bottom ash kasar dan bottom ash halus masing-masing 50%. Bottom ash kasar dan halus di sini memiliki gradasi yang berbeda, dimana bottom ash kasar memiliki jumlah butiran besar (>1.18 mm) yang lebih banyak dari bottom ash halus, sedangkan bottom ash halus memiliki jumlah butiran kecil (<1.18 mm) yang lebih banyak dari bottom ash kasar. Untuk
25
Universitas Kristen Petra
analisa gradasi bottom ash, nilai FM yang diperoleh ialah sebesar 2.89. Gradasi bottom ash selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.4, Tabel 4.5, dan Gambar 4.2.
Tabel 4.4 Gradasi Bottom Ash Kasar
No. Ayakan Berat (g) Persentase (%) Tertahan Lolos Tertahan Lolos 5 mm 258.01 743.30 25.77 74.23 2.36 mm 370.45 372.85 37.00 37.24 1.18 mm 115.40 257.45 11.52 25.71
600 µm 64.15 193.30 6.41 19.30
300 µm 40.45 152.85 4.04 15.27
150 µm 51.40 101.45 5.13 10.13
Dasar 101.45 - 10.13 -
Total 1001.31 100.00
Tabel 4.5 Gradasi Bottom Ash Halus
No. Ayakan Berat (g) Persentase (%) Tertahan Lolos Tertahan Lolos
5 mm 40.75 958.54 4.08 95.92
2.36 mm 145.25 813.29 14.54 81.39 1.18 mm 147.49 665.8 14.76 66.63 600 µm 156.40 509.4 15.65 50.98 300 µm 153.11 356.29 15.32 35.65
150 µm 87.97 268.32 8.80 26.85
Dasar 268.32 - 26.85 -
Total 999.29 100.00
26
Universitas Kristen Petra
Gambar 4.2 Grafik Gradasi Bottom ash
Dalam penelitian ini, paving block menggunakan agregat berupa abu batu, kombinasi antara abu batu dan bottom ash, dan pasir. Pada paving block yang menggunakan agregat berupa kombinasi antara abu batu dan bottom ash, ditentukan perbandingan antara jumlah kedua agregat tersebut. Hal ini dilakukan dengan menentukan komposisi yang paling padat pada kombinasi kedua agregat tersebut.
Kepadatan dihitung dengan cara menentukan berat volume campuran, kemudian dibagi dengan jumlah dari persentase dikalikan berat jenis dari masing-masing agregat tersebut. Berat volume tertinggi didapat oleh campuran 80% abu batu : 20% bottom ash dengan nilai sebesar 1.593 g/cm3. Grafik berat volume selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.3.
Gambar 4.3 Berat Volume Komposisi Bottom Ash dan Abu Batu
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
70.00%
80.00%
90.00%
100.00%
5 mm 2.36 mm 1.18 mm 0.6 mm 0.3 mm Dasar
% Lolos
No ayakan
0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 1.8
0% 20% 40% 60% 80% 100%
Berat Volume (g/cm3)
% Bottom ash
27
Universitas Kristen Petra
Sedangkan kepadatan agregat yang paling padat didapat dengan komposisi 40%
abu batu : 60% bottom ash, yaitu sebesar 57.8% dari volume total agregat dengan berat volume campuran sebesar 1.32 g/cm3. Grafik kepadatan campuran agregat dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Gambar 4.4 Grafik Kepadatan Campuran Bottom Ash dan Abu Batu
4.2 Kebutuhan Air pada Material Paving
Pada penelitian ini dilakukan evaluasi terhadap kebutuhan air untuk tiap sampel paving yang dibuat. Untuk mengevaluasi kebutuhan air tersebut, diperlukan data w/c (water/cement) dan w/s (water/solid), dimana w/c merupakan perbandingan air terhadap semen dan w/s merupakan perbandingan air terhadap jumlah material solid seperti semen, fly ash, dan agregat (bottom ash, abu batu, dan pasir). Kebutuhan air yang semakin besar untuk tingkat kelecakan yang diharapkan membuat kuat tekan paving yang dihasilkan berkurang. Bottom ash dari PLTU Suralaya yang digunakan pada penelitian ini memiliki water content sebesar 12.9% dari berat bottom ash tersebut. Data hasil perhitungan kebutuhan air total untuk tiap sampel paving yang dibuat dapat dilihat pada Tabel 4.6 dan Tabel 4.7, serta Gambar 4.5 dan Gambar 4.6.
40%
50%
60%
70%
50:50 60:40 70:30
Kepadatan
Bottom ash : Abu Batu
28
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.6 Kebutuhan Air Total Tahap Pertama
Kode Variabel Semen
(Kg)
BA (Kg)
AB (Kg)
Pasir (Kg)
Air
(Kg) w/c w/s S BA AB P
C1A3 1 3 3.00 9.10 1.18 0.39 0.10
C1A4 1 4 2.47 9.63 0.96 0.39 0.08
C1A5 1 5 2.06 10.10 0.83 0.40 0.07
C1BA3 1 1.5 1.5 3.08 4.51 4.49 1.93 0.63 0.16
C1BA4 1 2 2 2.47 4.87 4.87 2.01 0.81 0.16
C1BA5 1 2.5 2.5 2.03 5.07 5.05 2.04 1.01 0.17
C1P3 1 3 3.01 9.01 1.24 0.41 0.10
C1P4 1 4 2.42 9.64 1.22 0.50 0.10
C1P5 1 5 2.06 10.03 1.00 0.48 0.08
Gambar 4.5 Grafik Kebutuhan Air Total Tahap Pertama
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Kebutuhan Air
w/c w/s
29
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.7 Kebutuhan Air Total Tahap Kedua
Kode Variabel Semen
(Kg)
FA (Kg)
BA (Kg)
AB (Kg)
Air
(Kg) w/c w/s S FA BA AB
C6F4
B15A15 0.6 0.4 1.5 1.5 2.10 1.42 5.26 5.26 0.96 0.45 0.07 C6F4
B18A12 0.6 0.4 1.8 1.2 3.06 2.02 9.13 6.10 1.12 0.37 0.06 C6F4
B30 0.6 0.4 3 - 2.70 1.81 13.50 0.00 0.97 0.36 0.05 C5F5
B15A15 0.5 0.5 1.5 1.5 2.58 2.56 7.69 7.69 1.41 0.55 0.07 C5F5
B18A12 0.5 0.5 1.8 1.2 2.52 2.51 9.05 5.98 1.32 0.52 0.07 C5F5
B30 0.5 0.5 3 - 2.26 2.27 13.64 0.00 1.00 0.44 0.06
Gambar 4.6 Grafik Kebutuhan Air Total Tahap Kedua
Pada tahap pertama, yaitu tahap pembuatan paving tanpa menggunakan fly ash, sampel C1BA3, C1BA4, dan C1BA5 yang menggunakan kombinasi abu batu dan bottom ash sebagai agregatnya membutuhkan air lebih banyak dibandingkan dengan sampel C1P1, C1P2, dan C1P3 yang menggunakan 100% pasir sebagai agregatnya, tetapi kebutuhan air kedua macam sampel ini masih lebih besar dibandingkan dengan kebutuhan air sampel C1A1, C1A2, dan C1A3 yang menggunakan 100% abu batu
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
C6F4 B15A15
C6F4 B18A12
C6F4 B30
C5F5 B15A15
C5F5 B18A12
C5F5 B30
Kebutuhan Air
w/c w/s
30
Universitas Kristen Petra
sebagai agregatnya. Kebutuhan air total pada campuran semakin kecil seiring dengan meningkatnya jumlah agregat terhadap semen.
Pada tahap kedua, yaitu tahap penambahan fly ash untuk menggantikan sebagian semen, sampel yang menggunakan campuran 60 % semen : 40% fly ash memiliki kebutuhan air yang sedikit lebih kecil dibandingkan dengan sampel yang menggunakan campuran 50% semen : 50% fly ash. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan fly ash PLTU Suralaya sebanyak 60% dari total kebutuhan semen tidak memiliki perbedaan kebutuhan air yang signifikan jika dibandingkan dengan penggunaan fly ash PLTU Suralaya sebanyak 50% dari total kebutuhan semen.
4.3 Pengaruh Bottom Ash terhadap Penampilan Fisik Paving
Pada penelitian ini, paving block menggunakan agregat berupa abu batu dan bottom ash. Perbedaan fisik paving terlihat secara jelas antara paving yang menggunakan abu batu dan paving yang menggunakan bottom ash. Sebagai contoh, dapat dilihat pada Gambar 4.7 dan Gambar 4.8 berikut.
Gambar 4.7 Paving dengan Komposisi Abu Batu dan Bottom Ash
31
Universitas Kristen Petra
Gambar 4.8 Paving dengan Komposisi Bottom Ash
Paving pada Gambar 4.7 menggunakan 50% abu batu dan 50% bottom ash sebagai agregat, sedangkan paving pada Gambar 4.8 menggunakan 100% bottom ash.
Dari Gambar 4.7 dan Gambar 4.8 dapat dilihat bahwa paving block yang menggunakan campuran abu batu dan bottom ash mempunyai permukaan yang cukup mulus dibandingkan dengan paving block yang hanya menggunakan bottom ash sebagai agregat. Paving yang hanya menggunakan bottom ash mempunyai permukaan yang kasar dan tidak rata di setiap sisinya. Hal ini dikarenakan bottom ash mempunyai tekstur yang lebih kasar dan tidak teratur. Dari segi warna, paving yang menggunakan bottom ash relatif lebih gelap karena warna material bottom ash juga hitam.
4.4 Kuat Tekan Paving
Paving yang telah dibuat harus diuji kekuatannya. Menurut SNI 03-0691-1996 kuat tekan merupakan suatu tolok ukur dari kualitas paving itu sendiri, semakin tinggi kuat tekan paving tersebut maka semakin tinggi pula kualitas paving tersebut.
32
Universitas Kristen Petra
Setiap sampel paving diuji tekan pada umur 7 hari, 14 hari, dan 28 hari. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perkembangan kuat tekan paving tersebut. Terdapat 15 macam sampel paving yang dibagi menjadi 2 tahap pembuatan. Berikut adalah tahap- tahap dan hasil uji kuat tekan dari sampel paving yang ada.
4.4.1 Kuat Tekan Paving Tahap Pertama (Tanpa Fly Ash)
Tahap pertama adalah tahap kontrol, dimana pada tahap ini dilakukan penelitian tentang perbedaan kuat tekan paving block yang menggunakan agregat halus berupa abu batu, pasir, dan bottom ash. Selain itu juga dilakukan pengamatan tentang efek dari variasi ukuran dan bentuk terhadap kuat tekan beton, dengan cara mencampur 50%
bottom ash dan 50% abu batu sebagai agregat halus dalam pembuatan paving. Hasil uji kuat tekan untuk sampel paving pada tahap ini dapat dilihat pada Tabel 4.8 dan Gambar 4.9.
Tabel 4.8 Kuat Tekan Paving block Tahap Pertama (Tanpa Fly Ash)
Kode Variable Kuat Tekan (MPa)
Semen BA AB Pasir 7 hari 14 hari 28 hari
C1A3 1 3 52.50 55.88 60.40
C1A4 1 4 39.90 41.20 51.83
C1A5 1 5 34.64 - 39.70
C1BA3 1 1.5 1.5 38.09 - 41.60
C1BA4 1 2 2 33.11 35.77 37.80
C1BA5 1 2.5 2.5 24.70 28.74 31.30
C1P3 1 3 24.12 34.81 44.86
C1P4 1 4 15.64 25.15 27.21
C1P5 1 5 12.90 18.11 20.60
33
Universitas Kristen Petra
Gambar 4.9 Grafik Kuat Tekan Paving block Tahap Pertama
Pada tahap kontrol ini, sampel dengan agregat halus berupa 100% abu batu memiliki kuat tekan yang paling besar di antara sampel yang lainnya. Pada umur 7 hari, sampel C1A3 sudah mencapai kuat tekan yang memenuhi syarat kuat tekan paving kelas A pada SNI 03-0691-1996, yaitu sebesar 52.50 MPa. Sampel C1A4 juga sudah memenuhi syarat kuat tekan paving kelas A pada umur 14 hari, sedangkan sampel C1A5 tidak memenuhi syarat kuat tekan paving kelas A karena hanya mempunyai kuat tekan sebesar 39.70 MPa pada umur 28 hari.
Sampel dengan agregat halus berupa 100% pasir (C1P3, C1P4, dan C1P5) memiliki kuat tekan pada umur awal yang paling rendah, dan hanya sampel C1P3 yang memenuhi syarat kuat tekan paving kelas A pada umur 28 hari. Sampel dengan agregat halus berupa kombinasi antara 50% bottom ash dan 50% abu batu (C1BA3, C1BA4, dan C1BA5) memiliki kuat tekan yang cukup besar pada umur awal, tetapi peningkatan kuat tekan paving yang terjadi tidak terlalu besar, sehingga hanya sampel C1BA3 yang memenuhi syarat kuat tekan paving kelas A pada umur 28 hari.
4.4.2 Kuat Tekan Paving Tahap Kedua (Dengan Penambahan Fly Ash)
Pada tahap ini dilakukan pengujian terhadap perbandingan campuran bottom ash dan abu batu yang menghasilkan kepadatan maksimum sebagai agregat dalam pembuatan paving block. Semakin padat volume agregat yang digunakan, maka
C1A3 C1A4 C1A5 C1BA 3
C1BA 4
C1BA
5 C1P3 C1P4 C1P5 7 Hari 52.5 39.9 34.64 38.09 33.106 24.7 24.12 15.64 12.9 14 Hari 55.88 41.2 0 0 35.77 28.74 34.81 25.148 18.114 28 Hari 60.4 51.83 39.7 41.6 37.8 31.3 44.856 27.21 20.6
0 10 20 30 40 50 60 70
Kuat Tekan (MPa)
7 Hari 14 Hari 28 Hari
34
Universitas Kristen Petra
semakin sedikit material pengikat seperti semen dan fly ash yang dibutuhkan untuk mengisi rongga pada campuran agregat tersebut. Semakin sedikit jumlah semen yang digunakan, maka semakin ekonomis paving block yang dihasilkan. Selain itu, pada tahap ini juga dilakukan pengujian terhadap fly ash yang digunakan untuk menggantikan sebagian semen. Penambahan fly ash ini dilakukan untuk meningkatkan kuat tekan paving nantinya, serta mengurangi serapan airnya. Hasil uji kuat tekan untuk sampel paving pada tahap ini dapat dilihat pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9 Kuat Tekan Paving block Tahap Kedua (Penambahan Fly Ash)
Kode Variable Kuat Tekan
Semen FA BA AB 7 hari 14 hari 28 hari C6F4B15A15 0.6 0.4 1.5 1.5 21.13 24.74 26.14 C6F4B18A12 0.6 0.4 1.8 1.2 19.50 22.00 24.57 C6F4B30 0.6 0.4 3 - 14.97 17.55 19.75 C5F5B15A15 0.5 0.5 1.5 1.5 21.59 25.11 26.88 C5F5B18A12 0.5 0.5 1.8 1.2 19.22 24.04 26.11 C5F5B30 0.5 0.5 3 - 17.69 19.82 20.77
Gambar 4.10 Grafik Kuat Tekan Paving block Tahap Kedua
Pada tahap kedua ini, sampel C5F5B15A15 dengan komposisi 0.5 semen : 0.5 fly ash : 1.5 bottom ash : 1.5 abu batu memiliki kuat tekan pada umur 28 hari yang
C6F4 B15A15
C6F4 B18A12
C6F4 B30
C5F5 B15A15
C5F5 B18A12
C5F5 B30 7 Hari 21.134 19.501 14.966 21.587 19.224 17.687 14 Hari 24.74 21.995 17.547 25.114 24.036 19.819 28 Hari 26.14 24.57 19.75 26.88 26.11 20.77
0 5 10 15 20 25 30
Kuat Tekan (MPa)
7 Hari 14 Hari
35
Universitas Kristen Petra
paling besar di antara semua sampel tahap kedua yang lainnya, yaitu dengan kuat tekan sebesar 26.88 MPa. Kuat tekan yang dihasilkan oleh semua sampel pada tahap kedua ini tidak ada yang memenuhi syarat kuat tekan paving block kelas A pada SNI 03-0691- 1996. Hal ini dikarenakan adanya penggunaan fly ash sebagai pengganti sebagian semen dalam pembuatan paving block pada tahap kedua ini. Penggunaan fly ash semakin banyak membuat kuat tekan paving block yang dihasilkan semakin menurun.
Sampel C6F4B15A15 yang menggunakan fly ash lebih banyak dari sampel C5F5B15A15 memiliki kuat tekan yang lebih kecil dibandingkan dengan sampel C5F5B15A15.
Pada penelitian kali, fly ash yang digunakan adalah fly ash tipe F yang memiliki kadar kalsium lebih kecil dibandingkan dengan fly ash tipe C, sehingga penurunan kuat tekan paving block yang menggunakan fly ash tipe F terhadap paving block tanpa penambahan fly ash ini akan lebih besar dibandingkan penurunan kuat tekan paving block yang menggunakan fly ash tipe C, seperti yang telah dilakukan pada penelitian sebelumnya (Klarens & Indranata, 2016). Kuat tekan paving block tanpa dan dengan menggunakan fly ash tipe C dapat dilihat pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10 Kuat Tekan Paving Block Tanpa dan Menggunakan Fly Ash Tipe C Kode Semen FA BA Kuat Tekan (MPa)
7 Hari 14 Hari 28 Hari
S1B3-5 1 - 3 24.52 25.78 28.30
S1B3-5-F50 0.5 0.5 3 18.66 22.07 22.87 S1B3-5-F60 0.4 0.6 3 14.34 19.09 24.23
Penggunaan 100% bottom ash sebagai agregat dalam pembuatan sampel C6F4B30 dan C5F5B30 menghasilkan paving block dengan kuat tekan yang cukup kecil. Penambahan abu batu sebagai pengganti sebagian bottom ash membuat kuat tekan paving block (sampel C6F4B15A15, C6F4B18A12, C5F5B15A15, dan C5F5B18A12) yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan paving block yang menggunakan 100% bottom ash sebagai agregatnya. Hal ini disebabkan oleh kepadatan yang dihasilkan dari campuran bottom ash dan abu batu lebih padat dibandingkan
36
Universitas Kristen Petra
dengan kepadatan yang dihasilkan oleh bottom ash saja. Kuat tekan yang dihasilkan oleh sampel yang menggunakan agregat 1.5 bottom ash : 1.5 abu batu (C6F4B15A15 dan C5F5B15A15) tidak beda jauh dengan kuat tekan yang dihasilkan oleh sampel yang menggunakan agregat 1.8 bottom ash : 1.2 abu batu (C6F4B18A12 dan C5F5B18A12), karena kepadatan yang dihasilkan oleh kedua macam campuran itu juga tidak beda jauh.
4.5 Serapan Air
Serapan air merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan paving block. Serapan air pada paving block berpengaruh buruk terhadap durabilitas paving block, dimana semakin banyak air yang diserap oleh paving tersebut, semakin menurun durabilitas dan ketahanannya. Oleh karena itu, pada saat paving berumur 28 hari, dilakukan tes serapan air pada paving tersebut. Serapan air rata-rata yang dimiliki paving tersebut harus lebih kecil dari syarat serapan paving rata-rata yang ada pada SNI 03-0691-1996.
4.5.1 Tahap Pertama
Pada tahap ini, pengujian serapan air dilakukan terhadap paving control yang menggunakan material semen dan agregat berupa abu batu, pasir, dan bottom ash.
Grafik dan hasil pengujian serapan air bisa dilihat pada Gambar 4.11 dan Tabel 4.11.
Tabel 4.11 Serapan Air Paving Tahap Pertama Kode Berat Kering Berat Basah % Kelas
C1A3 3070 3198 4.17 B
C1A4 2553 2688 5.29 B
C1A5 2675 2848 6.47 C
C1BA3 2362 2488 5.33 B
C1BA4 2387 2547 6.70 C
C1BA5 2057 2210 7.44 C
C1P3 2444 2632 7.69 C
C1P4 2489 2716 9.12 C
C1P5 - - - -
37
Universitas Kristen Petra
Gambar 4.11 Grafik Hasil Pengujian Serap Air Tahap Pertama
Pada Gambar 4.11, dapat dilihat bahwa penyerapan air selalu meningkat untuk tiap jenis agregat yang digunakan karena adanya pengurangan jumlah semen dan penambahan jumlah agregat. Data yang didapat dari sampel C1P5 tidak valid, karena sampel yang diuji retak. Pada sampel C1A3 yang menggunakan komposisi 1 semen : 3 abu batu, penyerapan air yang terjadi lebih kecil dibandingkan sampel C1A4 yang menggunakan komposisi 1 semen : 4 abu batu. Hal ini dikarenakan jumlah semen yang mengisi volume rongga pada campuran agregat semakin sedikit, sedangkan dengan bertambahnya jumlah agregat maka semakin besar volume rongga yang terdapat pada campuran agregat tersebut. Semakin besarnya volume rongga yang tidak terisi oleh semen menyebabkan penyerapan air yang terjadi pada paving semakin besar.
Paving yang menggunakan bottom ash (C1BA3, C1BA4, dan C1BA5) mempunyai penyerapan air lebih besar jika dibandingkan dengan paving yang menggunakan abu batu (C1A3, C1A4, dan C1A5) saja, karena bottom ash mempunyai volume void yang lebih besar dibanding abu batu. Pada tahap 1, paving block yang mempunyai nilai penyerapan air terendah adalah paving block yang menggunakan semen dan abu batu dengan perbandingan massa 1 : 3, yaitu sebesar 4.17% yang masuk dalam kelas B. Sedangkan untuk paving block yang menggunakan campuran abu batu dan bottom ash, nilai penyerapan air terendah yaitu sebesar 5.33% yang juga masuk
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Penyerapan Air (%)
38
Universitas Kristen Petra
dalam kelas B. Dari sini dapat diketahui bahwa penyerapan air akan bertambah bila paving ditambahkan campuran bottom ash.
4.5.2 Tahap Kedua
Pada tahap ini, pengujian serapan air dilakukan terhadap paving yang menggunakan material semen, fly ash, dan agregat berupa abu batu dan bottom ash.
Grafik dan hasil pengujian serapan air bisa dilihat pada Gambar 4.12 dan Tabel 4.12.
Tabel 4.12 Serapan Air Paving Tahap Kedua Kode Berat Kering Berat Basah % Kelas
C6F4 B15A15 2798 2914.2 4.15 B
C6F4 B18A12 3064 3172.4 3.54 B
C6F4 B30 2875 3071.1 6.82 C
C5F5 B15A15 2910 3030.2 4.13 B
C5F5 B18A12 3210 3314.5 3.26 B
C5F5 B30 3011 3157.9 4.88 B
Gambar 4.12 Grafik Hasil Pengujian Serap Air Tahap Kedua
Pada pengujian serapan air tahap kedua ini, sampel C6F4B30 yang menggunakan 100% bottom ash sebagai agregatnya dan 60% fly ash sebagai pengganti sebagian semennya memiliki daya serap air yang paling besar di antara sampel tahap kedua yang lainnya, yaitu sebesar 6.82% yang termasuk dalam kelas C menurut SNI
0 1 2 3 4 5 6 7 8
C6F4 B15A15
C6F4 B18A12
C6F4 B30
C5F5 B15A15
C5F5 B18A12
C5F5 B30
Penyerapan Air (%)
39
Universitas Kristen Petra
03-0691-1996. Berbeda dengan sampel C5F5B18A12 yang menggunakan 60% bottom ash dan 40% abu batu sebagai agregatnya, serta 50% fly ash sebagai pengganti sebagian semennya, sampel ini memiliki daya serap yang paling kecil pada pengujian serapan air tahap kedua ini, yaitu sebesar 3.26% yang termasuk dalam kelas B menurut SNI 03- 0691-1996.
Bila dilihat dari segi agregatnya, sampel C6F4B30 dengan agregat 100% bottom ash memiliki kepadatan agregat yang paling kecil bila dibandingkan dengan sampel yang menggunakan campuran bottom ash dan abu batu sebagai agregatnya. Semakin padat volume agregat yang digunakan, maka semakin kecil volume rongga yang ada pada sampel tersebut. Air yang terserap masuk ke dalam paving block bergantung pada volume rongga yang ada pada paving tersebut, sehingga semakin padat volume agregat yang digunakan maka semakin sedikit air yang terserap masuk kedalam paving tersebut. Begitu pula dengan sampel C6F4B18A12 yang menggunakan 60% bottom ash dan 40% abu batu sebagai agregatnya, memiliki serapan air lebih kecil dibandingkan dengan sampel C6F4B15A15 yang menggunakan 50% bottom ash dan 50% abu batu sebagai agregatnya. Kepadatan pada campuran 60% bottom ash dan 40%
abu batu sedikit lebih padat dibandingkan dengan campuran 50% bottom ash dan 50%
abu batu.
Selain agregat, penggunaan fly ash dapat mengurangi serapan air pada paving block. Akan tetapi, sampel yang menggunakan 60% fly ash (C6F4B15A15, C6F4B18A12, dan C6F4B30) sebagai pengganti sebagian semen tidak memiliki perbedaan daya serap air yang signifikan bila dibandingkan dengan sampel yang menggunakan 50% fly ash (C5F5B15A15, C5F5B18A12, dan C5F5B30) sebagai pengganti sebagian semennya.
4.6 Uji Ketahanan Aus
Selain pengujian kuat tekan dan pengujian serapan air, hal lain yang juga wajib dilakukan dalam pengujian paving block adalah pengujian ketahanan aus. Dalam SNI 03-0691-1996, pengujian ketahanan aus juga merupakan salah satu kualifikasi dalam menentukan kelas paving block. Semakin besar ketahanan aus paving block, maka
40
Universitas Kristen Petra
semakin kecil pengikisan permukaan paving block tersebut oleh gesekan. Pengujian ketahanan aus ini dilakukan di Laboratorium Beton Universitas Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya. Hasil pengujian ketahanan aus ini dibandingkan dengan standar ketahanan aus pada SNI 03-0691-1996 untuk menentukan kelas paving tersebut.
4.6.1 Tahap Pertama
Hasil pengujian paving block tahap pertama dapat dilihat pada Tabel 4.13 dan Gambar 4.13.
Tabel 4.13 Data Ketahanan Aus Paving Tahap Pertama Kode Berat
sebelum (g)
Berat setelah tes (g)
Lama aus (menit)
Berat jenis
Hasil aus (%)
Kelas
C1A3 3165.7 3154.9 10 1.76 0.11 B
C1A4 2639.0 2634.3 6 1.79 0.08 A
C1A5 2784.7 2779.7 6 1.79 0.08 A
C1BA3 2416.6 2405.3 6 1.89 0.18 C
C1BA4 2384.0 2366.9 10 1.92 0.16 C
C1BA5 2217.2 2214.1 6 1.87 0.05 A
C1P3 2599.3 2595.5 6 1.84 0.06 A
C1P4 2668.8 2664.2 6 1.90 0.07 A
C1P5 2469.4 2453.2 6 1.95 0.25 D
Gambar 4.13 Grafik Ketahanan Aus Paving Tahap Pertama
0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30
Ketahanan Aus (mm/menit)
41
Universitas Kristen Petra
Dari data uji ketahanan aus pada Gambar 4.13, terdapat beberapa paving yang memenuhi syarat ketahanan aus paving kelas A, dimana nilai ketahanan ausnya berada dibawah angka 0.103 mm/menit. Paving yang menggunakan pasir mempunyai nilai ketahanan aus yang lebih baik jika dibandingkan dengan paving block yang menggunakan abu batu dan bottom ash, karena pasir mempunyai rekatan antar partikel yang lebih baik dibandingkan abu batu dan bottom ash. Untuk data ketahanan aus pada paving yang menggunakan abu batu dan bottom ash, nilai ketahanan aus yang paling bagus adalah paving C1BA5 dengan nilai 0.05. Pada paving C1P5 tidak menghasilkan data yang valid, karena sebelum pengujian, ditemukan cacat berupa retak pada paving.
4.6.2 Tahap Kedua
Hasil pengujian paving block tahap kedua dapat dilihat pada Tabel 4.14 dan Gambar 4.14.
Tabel 4.14 Data Ketahanan Aus Paving Tahap Kedua Kode Berat
sebelum (g)
Berat setelah tes (g)
Lama aus (menit)
Berat jenis
Hasil aus (%)
Kelas
C6F4 B15A15
2801.5 2796.4 10 2.094 0.043 A
C6F4 B18A12
2966.6 2963.3 10 1.998 0.029 A
C6F4 B30 3266.1 3261.1 10 2.009 0.044 A
C5F5 B15A15
3118.1 3114.7 10 1.992 0.030 A
C5F5 B18A12
2974.0 2962.2 10 2.211 0.094 A
C5F5 B30 3091.8 3083.0 10 2.159 0.072 A
42
Universitas Kristen Petra
Gambar 4.14 Grafik Ketahanan Aus Paving Tahap Kedua
Pada tahap kedua, dengan penambahan fly ash menggantikan sebagian semen, menghasilkan ketahanan aus yang lebih bagus karena menggunakan semen yang lebih sedikit. Semua paving block tahap kedua ini memenuhi syarat kelas A dengan nilai ketahanan aus dibawah 0.103 mm/menit, dan paving C6F4B18A12 merupakan paving yang mempunyai nilai ketahanan aus terendah dengan nilai 0.029 mm/menit.
4.7 Hasil Mutu Paving
Dari kedua tahapan percobaan untuk pembuatan paving, dihasilkan campuran paving yang dapat memenuhi mutu kelas B menurut SNI 03-0691-1996. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa paving block dengan kode C5F5B30 yang memenuhi mutu kelas B menurut SNI 03-0691-1996 merupakan paving block dengan campuran yang paling ekonomis, karena semen yang digunakan hanya sebanyak 12.5%
dari total material paving. Fly ash dan bottom ash yang merupakan limbah pembakaran batu bara juga dapat digunakan secara optimal, yaitu penggunaan fly ash sebanyak 12.5% dan bottom ash sebanyak 75% dari total material paving. Hasil rekapan untuk mutu paving dapat dilihat pada Tabel 4.15.
0.00 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.10
C6F4 B15A15
C6F4 B18A12
C6F4 B30
C5F5 B15A15
C5F5 B18A12
C5F5 B30
Ketahanan Aus (mm/menit)
43
Universitas Kristen Petra
Tabel 4.15 Hasil Mutu Paving Gabungan
Kode Kuat
Tekan
Serapan Air
Ketahanan
Aus Kelas
C1A3 A B B B
C1A4 A B A B
C1A5 B C A C
C1BA3 A B C C
C1BA4 B C C C
C1BA5 B C A C
C1P3 A C A C
C1P4 B C A C
C1P5 B - D D
C6F4 B15A15 B B A B
C6F4 B18A12 B B A B
C6F4 B30 C C A C
C5F5 B15A15 B B A B
C5F5 B18A12 B B A B
C5F5 B30 B B A B