• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS YURIDIS TERHADAP BERAKHIRNYA JANGKA WAKTU SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN PADA JAMINAN YANG DALAM PEMECAHAN SERTIPIKAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS YURIDIS TERHADAP BERAKHIRNYA JANGKA WAKTU SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN PADA JAMINAN YANG DALAM PEMECAHAN SERTIPIKAT"

Copied!
128
0
0

Teks penuh

(1)

TESIS

Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas

Sumatera Utara

Oleh

WIN WIN WIJAYA 177011092/MKn

PROGRAM STUDI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)
(3)

ii TIM PENGUJI TESIS

KETUA : Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum

ANGGOTA : 1. Notaris Dr. Rudy Haposan Siahaan, SH, MKn 2. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum 3. Dr. Jelly Leviza, SH, MHum

4. Dr. Edy Ikhsan, SH, MA

(4)
(5)
(6)

v

Win Win Wijaya 177011092

Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan adalah surat kuasa yang bersifat sementara karena ada jangka waktunya, yang diberikan oleh Debitur kepada Bank untuk membebankan Hak Tanggungan terhadap objek jaminannya. Bilamana penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dikaitkan dengan pembelian rumah yang sertipikatnya masih dipecah, hal ini menimbulkan masalah karena pemecahan sertipikat yang lama mengakibatkan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan tersebut berakhir sebelum selesainya pemecahan sertipikat. Meskipun demikian, penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dalam pemberian jaminan masih tetap ada dalam praktik perbankan. Oleh karena itu, perlu suatu penelitian lebih lanjut mengenai bagaimana pelaksanaan kredit pada jaminan yang dalam pemecahan sertipikat, bagaimana kedudukan hukum Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang telah berakhir jangka waktunya pada jaminan yang dalam pemecahan sertipikat dan bagaimana upaya hukum kredit macet atau wanprestasi Debitur atas Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang berakhir jangka waktunya sebelum pemecahan sertipikat selesai.

Penelitian ini bersifat preskriptif analitis, metode pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris. Sumber data diperoleh dari data primer, data sekunder serta wawancara yang sifatnya untuk mendukung data-data kepustakaan, yang kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif.

Hasil penelitian ini berupa pemberian jaminan atas tanah yang masih dalam pemecahan sertipikat dimulai dari penandatanganan Perjanjian Kredit sebagai perjanjian pokok dan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan sebagai perjanjian jaminan yang merupakan tambahan dari perjanjian pokok. Perpanjangan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang berakhir sebelum selesainya pemecahan sertipikat yang dilakukan tanpa dihadiri oleh pihak pemberi kuasa dan penerima kuasa di hadapan Notaris dan saksi- saksi dapat mengakibatkan akta Notaris/PPAT menjadi pembuktian di bawah tangan dan batal demi hukum. Upaya Hukum yang dapat dilakukan melalui non litigasi adalah mediasi, pembuatan surat pernyataan, penambahan klausul pada Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, pengalihan kredit macet melalui akta cessie dan penjualan objek jaminan melalui lelang swasta, sedangkan melalui litigasi seperti sita jaminan, dan pembebanan Hak Tanggungan melalui penetapan pengadilan.

Kata Kunci: Jangka Waktu, Pemecahan Sertipikat, Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan

(7)

vi

Win Win Wijaya 177011092

Power of Attorney charging Mortgage Right is a temporary power of attorney because there is validity time period, given by a Debtor to a Bank to charge the mortgage rights to the collateral. In case its use id related to a housing purchase which certificate is split, it leads to a problem because certificate splitting process causes the power of attorney to end before it is completed. However, the use of the power of attorney charging mortgage right in providing collateral still exists in banking practices. Therefore, the research problems are how about the implementation of credit with collateral contained split certificate, how about the position of power of attorney charging mortgage right which has ended concerning the collateral in certificate splitting, and how about the legal efforts made to a debtor’s default or bad credit concerning the power of attorney charging mortgage right which has ended before the certificate splitting is completed.

This research is prescriptive analytics, employing normative and empirical juridical methods. The datacome from primary data, secondary data, and interviews which support library data. They are analyzed by qualitative analysis. The results of the research is that the provision of the collateral for the land which certificate is split, beginning from the signing of the Credit Agreement as the main contract and the Power of Attorney Charging Mortgage Right as the collateral agreement, is an addition to the main contract. That the validity time of the power of attorney which has ended before the certificate splitting is completed is extended without the presence of the power grantor and receiver before an Notary and witnesses leads to underhanded proof and it is null and void before the law. The legal efforts that can be made are by non-litigation effort, which is via mediation, preparation of a notification letter, clause addition to the power of attorney charging mortgage right, transfer of bad credit via cessie deed and sale of collateral via a private auction; and by litigation effort such as collateral acquisition and charging the mortgage right via the stipulation by the court.

Keywords: Time Period, Certificate Splitting, Power of Attorney Charging Mortgage Right

(8)

vii

Jenis Kelamin : Perempuan

Status : Belum Menikah

PENDIDIKAN FORMAL 1. SD Hang Kesturi Medan tahun 2000-2006

2. SMP Hang Kesturi Medan tahun 2006-2009 3. SMA Hang Kesturi Medan tahun 2009-2012

4. S1 Fakultas Hukum Universitas Prima Indonesia tahun 2012-2016 5. S2 Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara tahun 2017-2019

(9)

viii

sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah berupa tesis dengan judul “ Analisis Yuridis Terhadap Berakhirnya Jangka Waktu Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan pada Jaminan yang dalam Pemecahan Sertipikat ” dan menyelesaikan studi di Program Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini, Penulis juga ingin menyampaikan ucapan penghargaan dan rasa terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, saran dan motivasi kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. Ucapan terimakasih ini Penulis tujukan kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, MHum, atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada Penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Studi Magister Kenotariatan pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

2. Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Budiman Ginting SH, MHum, atas kesempatan bagi Penulis menjadi mahasiswi Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

(10)

ix

menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Kenotariatan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

4. Terimakasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan yang setinggi- tingginya Penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, M.Hum, selaku Ketua Komisi Pembimbing, danNotaris Dr. Rudy Haposan Siahaan, SH, MKn, serta Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum,selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan penuh perhatian telah memberikan bimbingan, arahan, petunjuk, ide dan motivasi yang terbaik serta kritik dan saran yang konstruktif demi tercapainya hasil yang terbaik dalam Penulisan tesis ini;

5. Dr. Jelly Leviza, SH, MHum dan Dr. Edy Ikhsan, SH, MAselaku dosen penguji yang telah berkenan memberikan bimbingan dan arahan serta masukan maupun saran terhadap penyempurnaan Penulisan tesis ini;

6. Seluruh staf pengajar di Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan ilmu dan motivasi dalam setiap perkuliahan kepada Penulis;

7. Kedua orang tua Penulis, Papa atas perhatian dan jerih payahnya selama ini, dan Mama tercinta yang telah membesarkan, merawat serta tiada hentinya selalu mencurahkan kasih sayang, nasehat, motivasi dan perhatiannya kepada

(11)

x

8. Teman tersayang Penulis, Frans, ST, dan teman-teman seperjuangan, Jesslyn Gozali, SH, Lesley, SH, Tiffany, SH dan Vivian Susanto, SH, semoga setelah selesainya studi ini persahabatan kita bisa tetap terjalin meskipun kita tidak bersama-sama lagi.

9. Seluruh staf pegawai di Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.

Akhir kata, Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, untuk itu segala kritik dan saran yang bersifat membangun diterima dengan tangan terbuka demi kebaikan dalam penulisan karya ilmiah selanjutnya. Semoga tesis inidapat memberikan sesuatu yang bermanfaat dalam menambah wawasan dan pengetahuan bagi pembacanya.

Medan, 16 Juli 2019 Penulis

WIN WIN WIJAYA

(12)

xi

PERNYATAAN ORISINALITAS ………. iii

PERSETUJUAN PUBLIKASI TESIS ……… iv

ABSTRAK ……… v

ABSTRACT ………... vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ………. vii

KATA PENGANTAR ……….. viii

DAFTAR ISI……… xi

BAB I PENDAHULUAN ……… 1

A. Latar Belakang ……….……….... 1

B. Rumusan Masalah ……… 9

C. Tujuan Penelitian ……… 9

D. Manfaat Penelitian ……… 10

E. Keaslian Penulisan ……… 10

F. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori ………... 12

2. Konsepsi ………... 17

G. Metode Penelitian 1. Jenis dan Sifat Penelitian ………...… 21

2. Sumber Data ………….... 22

3. Teknik Pengumpulan Data …………... 23

4. Alat Pengumpulan Data ……… 24

5. Analisis Data ……… 25

BAB II PELAKSANAAN KREDIT PADA JAMINAN YANG DALAM PEMECAHAN SERTIPIKAT………. 26

A. Pelaksanaan Kredit pada Jaminan umumnya 1. Perjanjian Kredit dan Pemberian Jaminan………..………. 26

2. Perjanjian Kredit yang melahirkan Perjanjian Pemberian jaminan melalui Hak Tanggungan……….. 33

B. Pelaksanaan Kredit pada Jaminan yang dalam Pemecahan sertipikat 1. Pemecahan Sertipikat………. 39

2. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan……… 42 3. Perjanjian Kredit yang diikuti dengan

Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan pada jaminan yang dalam

(13)

xii

PEMECAHAN……… 53 A. Kedudukan hukum Surat Kuasa Membebankan

Hak Tanggungan yang telah berakhir jangka waktunya pada jaminan yang dalam

pemecahan sertipikat………. 53 B. Akibat Hukum Surat Kuasa Membebankan

Hak Tanggungan yang telah berakhir jangka waktunya………. 55

BAB IV UPAYA HUKUM TERHADAP KREDIT MACET ATAU WANPRESTASI DEBITUR ATAS SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN YANG BERAKHIR

JANGKA WAKTUNYA SEBELUM

PEMECAHAN SERTIPIKAT

SELESAI………..………..…..……….. 69 A. Kredit Macet sebagai bagian dari

Wanprestasi………. 69 B. Upaya Hukum Kreditur pada pemberian

Jaminan melalui Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang berakhir jangka

waktunya ………. 77 1. Melalui NonLitigasi………. 77 a. Mediasi………. 77 b. Melalui “Surat Pernyataan” bersedia

Tanda Tangan kembali……… 79 c. Penambahan Klausul pada

Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan terkait

Pemecahan Sertipikat……… 81 d. Pengalihan kredit macet pada Bank

yang dilakukan dengan aktacessie….. 83 e. Penjualan objek jaminan atas tanah

dan bangunan melalui lelang sukarela oleh Balai Lelang Swasta……….. 90 2. Melalui Litigasi……….……….. 97 a. Sita Jaminan……… 101 b. Pemasangan Hak Tanggungan melalui

Penetapan pengadilan……… 104

(14)

xiii

(15)

1

Rumah merupakan kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi setelah kebutuhan terhadap makanan dan pakaian. Meningkatnya kebutuhan akan rumah yang tidak seimbang dengan tersedianya lahan untuk pembangunan perumahan mengakibatkan rumah sebagai kebutuhan dasar manusia memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Keadaan ini secara tidak langsung menyulitkan masyarakat berpenghasilan rendah dan menengah untuk memiliki rumah.

Dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap perumahan, peranan pemerintah dan perusahaan yang bergerak di bidang pembangunan perumahan sangat dibutuhkan dalam menyediakan dana dan memberikan prakarsa dalam usaha pembangunan perumahan. Penyediaan dana oleh pemerintah untuk menunjang kebutuhan masyarakat adalah melalui fasilitas kredit dari Bank.

Bank dalam memberikan kredit selalu membutuhkan jaminan, apakah jaminan tersebut berupa barang bergerak ataupun barang tidak bergerak. Bank harus memperhatikan asas-asas perkreditan yang sehat dalam pemberian kredit.

Untuk mengurangi risiko tersebut, jaminan pemberian kredit Debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan merupakan faktor penting yang harus diperhatikan oleh Bank.

Untuk memperoleh keyakinan, sebelum memberikan kredit, Bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan

(16)

dan prospek usaha dari Debitur. Bersama-sama dengan unsur-unsur lain, Bank dapat memperoleh keyakinan atas kemampuan Debitur untuk mengembalikan hutangnya. Agunan kredit yang bersangkutan dapat berupa barang, proyek atau hak tagih yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan.

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa jaminan dapat berupa material maupun inmaterial. Apabila melihat ketentuan pasal 1311 KUHPerdata, undang-undang itu menentukan bahwa segala kebendaan di penghutang, baik yang bergerak maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.

Dari uraian pasal 1131 KUH Perdata dapat disimpulkan bahwa hak-hak tagihan seorang Kreditur dijamin dengan:

1. Semua barang Debitur yang sudah ada, artinya yang sudah ada pada saat hutang dibuat,

2. Semua barang yang akan ada; disini berarti barang-barang yang pada saat pembuatan hutang belum menjadi kepunyaan Debitur, tetapi kemudian menjadi miliknya. Dengan perkataan lain hak Debitur meliputi barang- barang yang akan menjadi milik Debitur, asal kemudian benar-benar menjadi miliknya,

3. Baik barang bergerak maupun tak bergerak.

Dalam menerima jaminan atas tanah, bank memiliki pertimbangan- pertimbangan atau penilaian-penilaian tersendiri sehingga suatu bidang tanah yang diajukan oleh Debitur dapat diterima sebagai agunan atau jaminan kredit.

Selain penilaian atas kemampuan dan kesanggupan Debitur untuk melunasi hutangnya, pertimbangan Bank menerima objek jaminan tanah adalah apakah hak atas tanah tersebut sudah terdaftar (bersertipikat) atau belum terdaftar (belum bersertipikat) di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota tempat tanah

(17)

tersebut berada. Jaminan hak atas tanah yang telah bersertipikat umumnya berupa Hak Milik dan Hak Guna Bangunan, sedangkan jaminan hak atas tanah yang belum bersertipikat berupa alas hak yang dapat dibuktikan keabsahannya.

Pemecahan sertipikat merupakan kegiatan perubahan data fisik terhadap tanah yang telah bersertipikat. Pemecahan bidang tanah berarti bidang tanah tersebut dipecah habis secara sempurna dan menjadi bagian-bagian bidang tanah yang baru (tidak ada lagi aslinya).1 Hal ini umumnya terjadi pada pembelian rumah dalam lingkungan perumahan berbentuk rumah deret, yang masing- masing memiliki kavling sendiri, sehingga memerlukan pemecahan bidang tanah menjadi beberapa kavling untuk mementukan batas kepemilikan.

Pengaturan pendaftaran dari pemecahan bidang tanah tersebut diatur dalam Pasal 48 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang menyatakan bahwa atas permintaan pemegang hak yang bersangkutan, satu bidang tanah yang sudah didaftar dapat dipecah secara sempurna menjadi beberapa bagian, yang masing-masing merupakan satuan bidang baru dengan status hukum yang sama dengan bidang tanah semula.

Pemecahan sertipikat dilakukan di Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota tempat tanah tersebut berada dan pendaftaran pemecahannya diberi nomor baru, dibuatkan Surat Ukur dan sertipikat baru.2

Tahapan pemecahan sertipikat juga harus melalui beberapa tahapan seperti penelitian data fisik (pengukuran), penelitian data yuridis (penilaian alat

1Mhd Yamin Lubis dan Abd Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju, Bandung, 2008, hal. 369.

2Hasil wawancara dengan Notaris/PPAT Wilina di Medan.

(18)

bukti tertulis, keterangan saksi-saksi dan pernyataan yang bersangkutan), pembuatan surat keputusan pemecahannya serta penerbitan sertipikatnya.3 Terlebih lagi pada Kantor Pertanahan di kota besar seperti Medan memiliki volume kerja yang sangat tinggi, sehingga penyelesaian pemecahan sertipikat, maupun pendaftaran tanah dapat melebihi jangka waktu yang telah ditentukan.4 Berkaitan dengan pemberian jaminan hak atas tanah oleh Bank, berlaku pembebanan Hak Tanggungan. Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana yang dimaksud dalam Undang–

Undang Pokok – Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, berikut atau tidak berikut benda–benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan hutang tertentu, yang menurut Pasal 1 ayat (1) Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Kreditur tertentu terhadap Kreditur–Kreditur lain.

Proses pembebanan Hak Tanggungan dilaksanakan melalui 2 (dua) tahap kegiatan, yaitu: tahap pemberian Hak Tanggungan, yang dilakukan dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang didahului dengan perjanjian utang- piutang yang dijamin dan tahap pendaftarannya oleh Kantor Pertanahan yang merupakan saat lahirnya Hak Tanggungan yang dibebankan.5

Dalam hal jaminan hak atas tanah sedang dalam proses pemecahan sertipikat, maka menurut Penjelasan Pasal 15 ayat (4) Undang–Undang Nomor

3Hasil Wawancara dengan Petugas Loket Bagian Pemecahan Kantor Pertanahan Martha Pasaribu di Medan

4Hasil Wawancara dengan Petugas Loket Bagian Pemecahan Kantor Pertanahan Martha Pasaribu di Medan

5Habib Adjie, Hak Tanggungan Sebagai Lembaga Jaminan Atas Tanah, Mandar Maju, Bandung, 2000. hal. 8.

(19)

4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan berlaku ketentuan penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan. Ketentuan pada ayat ini berlaku untuk tanah yang sudah bersertipikat tetapi belum didaftarkan atas nama pemberi Hak Tanggungan sebagai pemegang hak atas tanah yang baru, seperti tanah yang belum didaftar karena peralihan haknya, pemecahannya dan penggabungannya.6 Menurut Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan wajib diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah untuk dapat didaftarkan dan diterbitkan Sertipikat Hak Tanah oleh Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota tempat tanah tersebut berada sebelum jangka waktunya berakhir selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah selesai pemecahan sertipikat. Hal ini dikarenakan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan tidak memiliki kekuatan eksekutorial seperti Akta Pemberian Hak Tanggungan dan Sertipikat Hak Tanggungan. Bilamana jangka waktu Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan telah berakhir dan tidak diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan dan penerbitan Sertipikat Hak Tanggungan, maka menurut Pasal 15 ayat (6) Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan akan dinyatakan batal demi hukum.

Penetapan jangka waktu yang terlalu pendek itu dapat membahayakan kepentingan kreditur, karena tidak mustahil, yaitu sebagaimana beberapa kasus memperlihatkan keadaan yang demikian itu, bahwa kredit sudah menjadi macet

6Mariam Darus Badrulzaman, Kompilasi Hukum Jaminan, Bandung: Mandar Maju, 2009, hal. 80.

(20)

sekalipun kredit baru diberikan dalam 3 (tiga) bulan. Kemacetan ini dapat terjadi bukan oleh karena analisis bank terhadap kelayakan usaha yang akan diberikan kredit itu tidak baik, tetapi kemacetan itu dapat terjadi sebagai akibat perubahan keadaan ekonomi atau perubahan peraturan yang terjadi, baik diluar negeri maupun di dalam Negeri.7

Apabila pendaftaran hak atas tanah yang dijadikan sebagai objek Hak Tanggungan mengalami kendala dalam proses pendaftarannya, maka hal tersebut akan berakibat pada terhambatnya pendaftaran Akta Pemberian Hak Tanggungan yang telah ditandatangan antara pemberi Hak Tanggungan dengan penerima Hak Tanggungan. Dengan tidak dapat didaftarnya Akta Pemberian Hak Tanggungan tersebut maka Hak Tanggungan atas tanah tersebut tidak lahir sehingga membawa akibat bagi Kreditur. Adapun akibat-akibat yang dapat timbul bagi Kreditur apabila Akta Pemberian Hak Tanggungan tidak dapat didaftarkan adalah:

1. Kreditur tidak mempunyai kepastian hukum atas objek jaminan yang diterima

Dengan tidak dapat didaftarkannya Akta Pemberian Hak Tanggungan, maka sesuai ketentuan pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Hak Tanggungan, Hak Tanggungan tersebut belum lahir dan Hak Tanggungan atas tanah tersebut dianggap tidak ada. Hal ini membawa akibat bagi Kreditur tidak mempunyai kepastian hukum atas objek jaminan yang telah diterima.

7Sutan Remy Sjahdeini, Beberapa Permasalahan UUHT Bagi Perbankan, Makalah pada Seminar Nasional Sehati tentang “Persiapan Pelaksanaan Hak Tanggungan di Lingkungan Perbankan”, Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Medan, 25 Juli 1996, hal. 45.

(21)

2. Memberi peluang kredit macet

Tidak dapat didaftarkannya Akta Pemberian Hak Tanggungan yang telah ditandatangani oleh pemberi Hak Tanggungan dengan penerima Hak Tanggungan selaku Kreditur, dapat memberi peluang kepada Debitur untuk melakukan cidera janji atau tidak melunasi pinjamannya. Hal ini dapat terjadi karena tidak adanya beban atau rasa tanggung jawab atas hutangnya kepada Kreditur sehubungan dengan tidak adanya Sertipikat Hak Tanggungan yang mengikat objek jaminan yang dapat dipegang oleh Kreditur.

3. Tidak mempunyai kedudukan preferen

Karena objek Hak Tanggungan tidak dapat didaftarkan maka pendaftaran Hak Tanggungan juga tidak dapat dilakukan dan tidak dapat diterbitkan Sertipikat Hak Tanggungan. Hal ini akan berakibat pada tidak adanya hak preferen atas objek Hak Tanggungan yang bersangkutan bagi Kreditur.

Dengan tidak adanya kedudukan preferen tersebut maka kedudukan Kreditur penerima Hak Tanggungan tersebut sama dengan Kreditur-Kreditur lain yang tidak menandatangani Akta Pemberian Hak Tanggungan.

4. Tidak dapat melakukan parate eksekusi

Parate eksekusi baru dapat dilaksanakan apabila ada Sertipikat Hak Tanggungan. Hal ini sesuai dengan ketentuan pasal 20 Undang-Undang Hak Tanggungan karena titel eksekutorial tersebut terdapat dalam Sertipikat Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (2) Undang- Undang Hak Tanggungan.

(22)

Dalam praktik, Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan adalah surat kuasa yang bersifat sementara karena ada jangka waktunya, sehingga Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dapat dikatakan surat kuasa yang bersifat sementara yang diberikan oleh Debitur kepada Bank untuk membebankan Hak Tanggungan terhadap objek jaminannya. Bilamana penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dikaitkan dengan pembelian rumah yang sertipikatnya masih dipecah, hal ini menimbulkan masalah karena pemecahan sertipikat yang lama mengakibatkan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan tersebut berakhir sebelum selesainya pemecahan sertipikat.

Meskipun demikian, penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dalam pemberian jaminan masih tetap ada dalam praktik perbankan. Alasan pertimbangan Bank memberikan fasilitas kredit terhadap jaminan yang masih dalam proses pemecahan adalah adanya itikad baik dari Debitur, adanya usaha atau kemampuan Debitur untuk melunasi hutang- hutangnya, perusahan pembanguan perumahan menjaminkan pula sertipikat yang sama pada Bank yang bersangkutan, adanya perjanjian kerjasama pembangunan perumahan dengan perusahaan pembangunan perumahan dan lainnya yang dapat meyakinkan Bank untuk menerima jaminan yang masih dalam pemecahan. Oleh karena itu, perlu suatu penelitian lebih lanjut mengenai bagaimana pelaksanaan kredit pada jaminan yang dalam pemecahan sertipikat, bagaimana kedudukan hukum Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang telah berakhir jangka waktunya pada jaminan yang dalam pemecahan

(23)

sertipikat dan bagaimana penyelesaian kredit bermasalah atas Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang berakhir jangka waktunya sebelum pemecahan sertipikat selesai.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pelaksanaan kredit yang diikuti dengan pemberian jaminan yang dalam proses pemecahan sertipikat?

2. Bagaimana kedudukan hukum Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang telah berakhir jangka waktunya pada jaminan yang dalam pemecahan sertipikat?

3. Bagaimana penyelesaian kredit bermasalah yang jangka waktu Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan berakhir dalam proses pemecahan sertipikat?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana pelaksanaan kredit yang diikuti dengan pemberian jaminan yang dalam proses pemecahan sertipikat.

2. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana kedudukan hukum Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan yang telah berakhir jangka waktunya pada jaminan yang dalam pemecahan sertipikat.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana penyelesaian kredit bermasalah yang jangka waktu Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan berakhir dalam proses pemecahan sertipikat.

(24)

D. Manfaat Penelitian 1. Aspek Teoritis

a. Bagi masyarakat hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan masukan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang Hukum baik oleh para praktisi yang bergerak dalam kenotariatan maupun dalam bidang perbankan;

b. Bagi para akademis dan dunia pendidikan hasil penelitian ini juga diharapkan menambah pengetahuan keilmuan dan pengembangan ilmu hukum.

2. Aspek Praktis

Sebagai bahan masukan bagi praktisi yang terlibat langsung dalam penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan.

E. Keaslian Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa berdasarkan informasi dan dari penelusuran di Kepustakaan Program Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, bahwa penelitian dengan judul “ANALISIS YURIDIS TERHADAP BERAKHIRNYA JANGKA WAKTU SURAT KUASA MEMBEBANKAN HAK TANGGUNGAN PADA JAMINAN YANG DALAM PEMECAHAN SERTIPIKAT” belum pernah dilakukan.

Adapun penelitian terkait sebelumnya dilakukan oleh:

1. Redy Mulya Thomson Aritonang, NIM 002111039, Mahasiswa Program Studi Magister Kenotariatan Program Pascasarjana USU, dengan judul “Aspek Hukum Surat Kuasa Membebankan Hak

(25)

Tanggungan dalam Pemberian Kredit oleh Bank (Suatu Penelitian pada PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Iskandar Muda Medan)” dengan permasalahan yang diteliti adalah :

a. Bagaimana pelaksanaan penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dalam praktek perbankan?

b. Adakah hambatan-hambatan dalam penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan menjadi Akta Pemberian Hak Tanggungan dalam praktek perbankan?

c. Bagaimanakah upaya-upaya mengatasi hambatan jika terjadi terhadap penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan menjadi Akta Pemberian Hak Tanggungan dalam praktek perbankan?

2. Kiki Riarahma, NIM 002111044, Mahasiswi Program Studi Magister Kenotariatan Program Pascasarjana USU, dengan judul “ Fungsi dan Kedudukan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dalam Perjanjian Kredit (Suatu Penelitian di PT. Bank Bukopin Cabang Medan) “ dengan permasalahan yang diteliti adalah :

a. Bagaimanakah fungsi dan kedudukan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dan dalam perjanjian kredit setelah berlakunya Undang – Undang Hak Tanggungan No. 4 Tahun 1996?

b. Adakah hambatan – hambatan dalam pelaksanaan membuat Akta Pemberian Hak Tanggungan sesudah dibuat Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dalam praktek perbankan?

(26)

c. Bagaimanakah jika terjadi kredit macet sebelum jangka waktu Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan berakhir?

3. Afnida Novriani, NIM 097011028, Mahasiswi Program Studi Magister Kenotariatan Program Pascasarjana USU, dengan judul “ Akibat Hukum Pemecahan Sertipikat (Tanda Bukti Hak) atas Tanah yang sedang Terikat Hak Tanggungan “ dengan permasalahan yang diteliti adalah :

a. Bagaimanakah pengaturan hukum tentang pemecahan sertipikat yang sedang terikat Hak Tanggungan?

b. Bagaimanakah upaya perlindungan yang dilakukan oleh pihak bank untuk mengantisipasi akibat pemecahan sertipikat yang sedang terikat Hak Tanggungan?

c. Apakah akibat hukum pemecahan tanda bukti (sertipikat) hak atas tanah yang sedang terikat Hak Tanggungan tersebut?

F. Kerangka Konsepsi dan Teori 1. Kerangka Teori

Menurut Soerjono Soekanto, teori adalah suatu sistem yang berisikan proposisi – proposisi yang telah diuji kebenarannya untuk menjelaskan aneka macam gejala sosial yang dihadapinya dan memberikan pengarahan kepada aktifitas penelitian yang dijalankan serta memberikan taraf pemahaman tertentu.8Menurut M. Solly Lubis, Kerangka Teori adalah kerangka pemikiran atau butir – butir pendapat, teori, tesis mengenai sesuatu kasus atau

8Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, 2008, hal. 6

(27)

permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis.9 Kegunaan Kerangka Teori menurut Soerjono Soekanto adalah sebagai berikut:10 a. Teori berguna untuk mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta

yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya.

b. Teori sangat berguna di dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta, membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi.

c. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti.

d. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.

e. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan- kekurangan pada pengetahuan peneliti.

Dengan lahirnya beberapa peraturan hukum positif di luar KUH Perdata sebagai konsekuensi dari asas-asas hukum yang terdapat lapangan hukum kekayaan dan hukum perikatan inilah diperlukan kerangka teori yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu teori hukum positif dari Menurut ajaran Yuridis Dogmatis bahwa:

”Tujuan Hukum tidak lain dari sekedar menjamin terwujudnya kepastian hukum itu diwujudkan oleh hukum dengan sifatnya yang hanya membuat suatu aturan hukum. Sifat umum dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan keadilan atau kemanfaaan, melainkan semata-mata untuk kepastian. Menurut aliran ini meskipun aturan hukum atau penerapan hukum terasa tidak adil dan tidak memberikan manfaat yang besar bagi mayoritas warga masyarakat, hal itu tidak menjadi soal asalkan kepastian hukum dapat terwujud. Hukum identik dengan kepastian”.11

9M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Bandung, CV. Mandar Maju, 1994, hal. 80

10Soerjono Soekanto,Op.Cit., hal. 121

11 Achmad Ali, Menguak Hukum (suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis), Gunung Agung, Jakarta, 2002, hal. 83.

(28)

Adapun teori yang akan digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah adalah teori Kepastian Hukum (Rechtssicherheit), yaitu teori yang menjelaskan bahwa hukum harus dilaksanakan dan ditegakkan, karena setiap orang mengharapkan dapat ditetapkannya hukum dalam hal terjadi peristiwa konkrit.12

Kepastian hukum merupakan suatu hal yang hanya bisa dijawab secara normatif berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, bukan secara sosiologis. Kepastian hukum secara normatif adalah ketika suatu peraturan dibuat dan diundangkan secara pasti karena mengatur secara jelas dan logis dalam artian tidak menimbulkan multi tafsir (keragu-raguan) dan logis dalam arti menjadi sistem norma yang ditimbulkan dari ketidakpastian.

Kepastian hukum merupakan suatu keadaan dimana perilaku manusia baik individu, kelompok maupun organisasi terikat dan berada dalam koridor yang sudah digariskan oleh aturan hukum.13

Soerjono Soekanto berpendapat, bagi kepastian hukum yang penting adalah peraturan dan dilaksanakan peraturan itu sebagaimana ditentukan.

Apakah peraturan itu harus adil dan mempunyai kegunaan bagi masyarakat adalah diluar pengutamaan kepastian hukum.14 Menurut Peter Mahmud Marzuki, teori kepastian hukum mengandung 2 (dua) pengertian, yaitu :15

1. Adanya peraturan yang bersifat umum untuk membuat individu mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan 2. Berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah

karena dengan adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu.

12Sudikno Mertokusumo dan A. Pitlo, Bab-Bab tentang Penemuan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1993, hal.1.

13Jhon Raws, A Theory of Justice, London, Oxford University Press, terjemahan dalam Bahasa Indonesia oleh Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, Teori Keadilan dasar-dasar filsafat politik untuk mewujudkan kesejahteraan social dalam negara, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2006, hal.85.

14 Soerjono Soekanto, Suatu Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Masalah – Masalah Sosial (Cetakan Ketiga), Bandung, Alumni, 1982, hal. 21.

15Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Kencana Pranada Media Group, 2008, hal. 158.

(29)

Kaitan teori ini dengan penelitian ini adalah kepastian hukum terhadap penerapan jangka waktu Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Hak Tanggungan dalam Pasal 15 ayat (3) dan (4). Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan adalah Surat atau Akta yang mempunyai isi tentang pemberian kuasa yang diberikan oleh pemberi agunan/pemilik tanah (pemberi kuasa/Debitur) kepada Pihak Penerima Kuasa untuk mewakili Pemberi Kuasa guna melakukan pemberian Hak Tanggungan kepada Kreditur atas tanah milik Pemberi Kuasa. Kepastian hukum Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan dibatasi jangka waktu berlakunya. Pasal 15 ayat (3) Undang-Undang Hak Tanggungan menentukan terhadap tanah-tanah yang sudah terdaftar, Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan wajib segera diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan (Akta Pemberian Hak Tanggungan) dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sesudah diberikan.

Terhadap tanah-tanah yang belum terdaftar, kewajiban tersebut harus dipenuhi dalam waktu 3 (tiga) bulan. Apabila persyaratan tentang jangka waktu tersebut tidak dipenuhi maka, menurut Pasal 15 ayat 6 Undang-Undang Hak Tanggungan, Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan menjadi “batal demi hukum”. Bilamana dikaitkan dengan jangka waktu pemecahan sertipikat, Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan sering sekali berakhir sebelum selesainya proses pemecahan sertipikat.

Selain menggunakan teori Kepastian Hukum, penelitian ini juga menggunakan Teori Perlindungan Hukum. Berkaitan dengan perlindungan hukum, Fitzgerald, menjelaskan dalam teori perlindungan hukum Salmond:

(30)

hukum bertujuan mengintegrasikan dan mnegkordinasikan berbagai kepentingan, perlindungan terhadap kepentingan tertentu hanya dapat dilakukan dengan cara membatasi berbagai kepentingan di lain pihak. Kepentingan hukum adalah mengurusi hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untuk menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi.16 Sejalan dengan itu, Satjipto Rahardjo menyatakan perlindungan hukum adalah memberikan pengayoman terhadap Hak Asasi Manusia yang dirugikan orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.17

Menurut Philipus M. Hadjon, perlindungan hukum adalah perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap Hak Asasi Manusia yang dimiliki oleh subjek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari kesewenangan.

Lebih lanjut, Philipus M. Hadjon berpendapat bahwa perlindungan hukum bagi rakyat sebagai tindakan pemerintah yang bersifat preventif dan represif.

Perlindungan hukum yang bersifat preventif bertujuan untuk mencegah terjadinya sengketa, yang mengarahkan tindakan pemerintah bersikap hati-hati dalam pengambilan keputusan berdasarkan diskresi, dan perlindungan represif bertujuan untuk menyelesaikan terjadinya sengketa, termasuk penanganannya di lembaga pengadilan.18

16Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2006, hal 53-59.

17Ibid

18Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat. Sebuah Studi tentang Prinsip-prinsipnya, Penanganannya oleh Pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan pembentukan peradilan, administrasi Negara, Surabaya, Bina Ilmu, 1987, hal. 2

(31)

Kaitan teori ini dengan rumusan masalah dalam penelitian ini adalah upaya perlindungan hukum yang dilakukan pihak Kreditur jika Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan tersebut berakhir sebelum selesainya pemecahan sertipikat, sehingga tidak bisa dibebankan Hak Tanggungan dan jaminan tersebut tidak bisa dieksekusi.

2. Kerangka Konsepsi

Konsepsi atau kerangka konsep adalah penggambaran konsep-konsep yang merupakan kumpulan dalam arti yang berkaitan, dengan istilah/definisi yang akan diteliti dan/atau diuraikan dalam karya ilmiahal. Adapun manfaat kerangka konsep yakni bahwa akan mendapat stimulasi dan dorongan konseptualisasi untuk melahirkan suatu konsep atau memperkuat keyakinan akan konsep sendiri mengenai suatu permasalahan.19 Dalam melakukan suatu penelitian, diperlukan suatu konsepsi pemikiran sehingga dapat tepat sasaran.

Adapun konsep dalam penelitian ini adalah:

a. Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta otentik dan kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Jabatan Notaris atau berdasarkan Undang-Undang lainnya.20

b. Akta Notaris adalah akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan Notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam Undang-Undang Jabatan Notaris.21

19M.Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Sofmedia, Jakarta, 2012, hal. 129

20Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Jabatan Notaris

21Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris

(32)

c. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) adalah pejabat umum yang diberi wewenang untuk membuat akta pemindahan hak atas tanah, akta pembebanan hak atas tanah, dan akta pemberian kuasa membebankan Hak Tanggungan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.22 d. Hak adalah milik; kepunyaan; kewenangan; kekuasaan untuk berbuat

sesuatu (karena telah ditentukan oleh undang – undang, aturan dan sebagainya).23Hak atas tanah bersumber dari hak menguasai dari Negara atas tanah dapat diberikan kepada perseorangan baik Warga Negara Indonesia maupun Warga Negara Asing, sekelompok orang secara bersama-sama, dan badan hukum baik badan hukum privat maupun badan hukum publik.24

e. Jangka waktu adalah ukuran waktu tertentu yang dapat menyatakan lama atau singkatnya waktu.25

f. Pemecahan adalah sebuah proses, cara atau perbuatan memecah atau memecahkan.26Menurut Pasal 48 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, pemecahan bidang tanah adalah pemecahan yang atas permintaan pemegang hak yang bersangkutan, satu bidang tanah yang sudah didaftar dapat dipecah secara sempurna menjadi beberapa bagian, yang masing-

22Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

23Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, Balai Pustaka, 2005, hal. 381-382

24Urip Santoso, Hukum Agraria dan Hak-Hak atas Tanah, Jakarta, Kencana, 2005, hal. 87

25Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Ketiga, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, Balai Pustaka, 2005, hal. 400.

26Muhammad Ali, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Pustaka Ilmu, Jakarta, 2001, hal. 478

(33)

masing merupakan satuan bidang baru dengan status hukum yang sama dengan bidang tanah semula.

g. Sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA27untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun dan Hak Tanggungan yang masing – masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.28 Menurut Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, sertipikat adalah alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya sepanjang data tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan.

h. Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.29

i. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk

27Dalam Pasal 19 ayat 2, pendaftaran meliputi : a. Pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah

b. Pendaftaran hak – hak atas tanah dan peralihan hak – hak tersebut

c. Pemberian surat – surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

28Pasal 1 ayat 20 Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah

29Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

(34)

melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.30

j. Perjanjian Kredit adalah persetujuan dan atau kesepakatan yang dibuat bersama antara bank dengan Debitur atas sejumlah kredit.31

k. Kredit Pemilikan Rumah (KPR) adalah salah satu bentuk kredit consumer yang dikenal pula dengan nama “housing loan” (pinjaman yang diberikan untuk pembelian rumah). Pemberian fasilitas ini ditujukan untuk Debitur yang membutuhkan rumah yang digunakan untuk kepentingan pribadi, keluarga atau rumah tangga, tetapi tidak ditujukan untuk kepentingan yang bersifat komersial dan tidak memiliki pertambahan nilai barang dan jasa di masyarakat.32

l. Jaminan adalah suatu lembaga hukum berupa hak untuk mengambil pelunasan dari suatu perikatan.33

m. Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada Kreditur tertentu terhadap Kreditur – Kreditur lain.34

n. Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan) adalah pernyataan pemberian kuasa / pemberi Hak Tanggungan dalam bentuk tertulis atau otentik yang dibuat oleh dan

30Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang Perbankan Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

31Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Cetakan ketiga, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hal. 385

32Johannes Ibrahim, Mengupas Tuntas Kredit Komersial dan Konsumtif dalam Perjanjian Kredit Bank (Perspektif Hukum dan Ekonomi), Mandar Maju, Bandung, 2004, hal. 229

33Mariam Darus Badrulzaman, Perjanjian Kredit Bank, Bandung, Alumni, 1983, hal. 4

34Adrian Sutedi, Hukum Hak Tanggungan, Jakarta, Sinar Grafika, 2012, hal. 5

(35)

dihadapan Notaris atau Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dengan maksud untuk digunakan pada waktu memberikan Hak Tanggungan dalam hal pemberi Hak Tanggungan tidak dapat hadir sendiri di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah dalam rangka pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan.35

o. Akta Pemberian Hak Tanggungan (Akta Pemberian Hak Tanggungan) adalah akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berisi pemberian Hak Tanggungan kepada Kreditur tertentu sebagai jaminan untuk pelunasan piutangnya.36

p. Sertipikat Hak Tanggungan (SHT) adalah tanda bukti adanya Hak Tanggungan yang diterbitkan oleh Kantor Pertanahan tempat objek tersebut berada dengan mencantumkan irah-irah dengan kata-kata “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.37

G. Metode Penelitian

1. Sifat dan Jenis Penelitian

Sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian ini, maka sifat penelitian yang digunakan adalah preskriptif analitis, artinya suatu penelitian yang ditujukan untuk mendapatkan saran – saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah – masalah tertentu.38 Penelitian ini

35Hasbullah, Frieda Husni, Hukum Kebendaan Perdata, Jakarta, Ind-Hill-Co,2005, hal.162

36Pasal 1 ayat 5 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

37Pasal 14 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan

38Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2007, hal.

93

(36)

memberikan gambaran terhadap peralihan hak atas tanah dan bangunan yang sedang dalam pemecahan sertipikat yang diikuti dengan pemberian jaminan melalui Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, untuk selanjutnya dianalisis dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan dan pendapat para pakar yang relevan dengan permasalahan yang dibahas. Penelitian ini akan menghasilkan kesimpulan dan saran sebagai rekomendasi akademik dalam bidang hukum pertanahan dan perkreditan perbankan.

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif membahas doktrin-doktrin dan asas-asas dalam ilmu hukum. Menurut Soerjono Soekanto, penelitian terhadap sistematik hukum dapat dilakukan pada perundang-undangan tertentu ataupun hukum tercatat. Tujuan pokoknya adalah untuk mengadakan identifikasi terhadap pengertian-pengertian, pokok/dalam hukum, yakni masyarakat hukum, subjek hukum, hak dan kewajiban, peristiwa hukum, hubungan hukum dan objek hukum.39

2. Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang didukung dengan data primer yang berkaitan dengan pemberian jaminan hak atas tanah melalui Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan pada jaminan yang sedang dalam pemecahan sertipikat.

39Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat. Raja Grafindo Persada. Jakarta, 2010, hal. 15

(37)

3. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data diperoleh dari penelitian kepustakaan (library research) yang didukung dengan penelitian lapangan (field research). Penelitian kepustakaan (library research) yaitu menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier yang berhubungan dengan materi penelitian.40 Penelitian lapangan (field research) adalah penelitian yang dilakukan untuk memperoleh data primer mengenai pelaksanaan pendaftaran peralihan hak atas tanah dan bangunan yang sedang dalam pemecahan sertipikat diikuti dengan pemberian jaminan melalui Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan pada Kantor Notaris di Medan dan Deli Serdang, dan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan penelitian ini, serta wawancara langsung dengan nara sumber.

a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan hukum yang mengikat sudut norma dasar, peraturan dasar dan peraturan perundang – undangan. Dalam penelitian ini, bahan hukum primer yang digunakan adalah Kitab Undang-Undang Hukum Perdata; Undang–Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman; Undang–

Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan; Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman;

40Ibid.

(38)

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah; Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah; Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1996 tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan untuk Menjamin Pelunasan Kredit- Kredit Tertentu dan peraturan pelaksana lainnya.

b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer yang berupa buku, hasil – hasil penelitian dan atau karya ilmiah dari kalangan hukum seperti tesis, disertasi, buku teks, jurnal ilmiah para pakar di bidang hukum yang berkaitan dengan perolehan hak atas tanah dan bangunan, perbankan, dan pemberian jaminan.

c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus, ensiklopedia, dan lainnya.

4. Alat Pengumpulan Data

Alat pengumpulan data mana yang akan dipergunakan dalam suatu penelitian hukum, senantiasa tergantung pada ruang lingkup dan tujuan penelitian hukum yang akan dilakukan.41Pengumpulan data dalam penelitian ini adalah melalui:

41Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, UI Press, 2008 hal. 66

(39)

a. Studi dokumen atau bahan pustaka, yaitu penggunaan data sekunder.

Untuk memperoleh data sekunder, diperlukan studi dokumen dengan cara mempelajari peraturan – peraturan, teori, buku – buku, hasil penelitian, dan dokumen – dokumen lain yang berhubungan dengan masalah yang diteliti, yaitu mengenai pemberian jaminan melalui Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan terhadap jaminan yang masih dalam pemecahan sertipikat.

b. Wawancara (interview) adalah sekumpulan pertanyaan (tersusun atau bebas) yang diajukan dalam situasi atau keadaan tatap muka atau langsung berhadapan dan catatan lapangan diperlukan untuk menginventarisir hal-hal baru yang terdapat di lapangan yang ada kaitannya dengan daftar pertanyaan yang sudah dipersiapkan.42 5. Analisa Data

Setelah diperoleh data sekunder berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier, maka dilakukan inventarisir dan penyusunan secara sistematik, kemudian diolah dan dianalisa dengan menggunakan metode analisis kualitatif dan selanjutnya ditarik kesimpulan dengan menggunakan metode deduktif, yakni berpikir dari hal yang umum menuju kepada hal yang khusus atau spesifik dengan menggunakan perangkat normatif sehingga dapat memberikan jawaban yang jelas atas permasalahan dan tujuan penelitian.

42J. Supranto, Metode Riset, Rineka Cipta, Jakarta, 1997, hal. 83

(40)

26

A. Pelaksanaan Kredit pada Jaminan umumnya 1. Perjanjian Kredit dan Pemberian Jaminan

Pengertian perjanjian menurut Profesor Subekti yaitu: suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini, timbulah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian menerbitkan perikatan antara dua orang yang membuatnya. Perikatan adalah hubungan hukum antara dua pihak, dimana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan tersebut.43 Sesuai ketentuan Pasal 1233 KUHPerdata, perjanjian timbul karena: persetujuan (overeenkomst) dan Undang-Undang.44

Persetujuan atau overeenkomst berarti suatu tindakan atau perbuatan seseorang atau lebih yang mengikatkan diri kepada seseorang lain atau lebih (Pasal 1313 KUHPerdata). Tindakan atau perbuatan yang menciptakan persetujuan itu berisi “pernyataan kehendak” (Wils Verklaring) antara para pihak. Dengan demikian persetujuan tidak lain dari pada “persesuaian kehendak” antar para pihak. Perbuatan yang disebut didalam Pasal 1313

43 R. Subekti, Hukum Perjanjian, Cetakan ke-21, Jakarta, PT.Intermasa, 2005, hal.1.

44M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Cetakan ke-2, Bandung, Alumni, 1986, hal 20.

(41)

KUHPerdata adalah perbuatan hukum, hal ini disebabkan tidak semua perbuatan mempunyai akibat hukum.

Perjanjian yang lahir dari undang-undang diatur dalam Pasal 1352 KUHPerdata, yang berbunyi:

a. Semata-mata dari undang-undang saja (yang timbul oleh hubungan kekeluargaan), misalnya kewajiban alimentasi yaitu suatu kewajiban untuk menyantuni orang tuanya (memberi nafkah) sesuai Pasal 298 KUHPerdata;

b. Dari undang-undang sebagai perbuatan manusia. Sesuai dengan ketentuan Pasal 1353 KUHPerdata dapat dibedakan persetujuan yang timbul dari perbuatan manusia:

(1) Yang sesuai dengan hukum atau perbuatan yang rechtmatige, misalnya dalam hal seseorang melakukan suatu pembayaran yang tidak diwajibkan (Pasal 1359 KUHPerdata), atau jika seseorang dengan sukarela dan dengan tidak diminta, mengurus kepentingan- kepentingan orang lain (zaakwarneming dalam Pasal 1354 KUHPerdata).

(2) Karena perbuatan yang bertentangan dengan hukum (onrechtmatige daad) yang diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata.

Suatu perjanjian dapat disebut sebagai suatu perjanjian yang sah ketika telah memenuhi syarat-syarat perjanjian. Syarat-syarat tersebut diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata yaitu: kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;

kecakapan untuk membuat suatu perjanjian; suatu hal tertentu; dan suatu sebab yang halal.

Dalam perkembangan doktrin ilmu hukum dikenal adanya 3 (tiga) unsur perjanjian, yaitu:45

1. Unsur Esensialia

Unsur ini dalam perjanjian mewakili ketentuan-ketentuan berupa prestasi-prestasi yang wajib dilakukan oleh salah satu atau lebih pihak, yang mencerminkan sifat dari perjanjian tersebut, yang membedakannya secara prinsip dari jenis perjanjian lainnya. Unsur ini

45 Kartini Mulyadi dan Gunawan Wijaya, Perikatan Yang Lahir dari Perjanjian, Jakarta, Raja Grafindo Perkasa, 2004, hal. 84.

(42)

pada umumnya dipergunakan dalam memberikan rumusan, definisi atau pengertian dari suatu perjanjian, misalnya perjanjian jual beli yang dibedakan dari perjanjian tukar menukar.

2. Unsur Naturalia

Unsur naturalia adalah unsur yang pasti ada dalam suatu perjanjian tertentu, setelah unsur esensialianya diketahui secara pasti. Misalnya dalam perjanjian yang mengandung esensialia jual beli, pasti akan terdapat unsur naturalia berupa kewajiban dari penjual untuk menanggung kebendaan yang dijual cacat-cacat tersembunyi.

Ketentuan ini tidak dapat oleh para pihak, karena sifat dari jual beli menghendaki yang demikian.

3. Unsur Aksidentalia

Unsur ini adalah unsur pelengkap dalam suatu perjanjian yang merupakan ketentuan-ketentuan yang dapat diatur secara menyimpang oleh para pihak, sesuai dengan kehendak para pihak, yang merupakan persyaratan khusus yang ditentukan secara bersama-sama oleh para pihak. Dengan demikian, maka unsur ini pada hakekatnya bukan merupakan suatu bentuk prestasi yang harus dilakukan atau dipenuhi oleh para pihak.

Perkataan kredit sesungguhnya berasal dari bahasa latin “credere” yang berarti kepercayaan, atau “credo” yang berarti saya percaya. Jadi seandainya seseorang memperoleh kredit, berarti orang tersebut memperoleh kepercayaan (trust). Dengan perkataan lain maka kredit mengandung pengertian adanya suatu kepercayaan dari seseorang atau badan yang diberikan kepada seseorang atau badan lainnya yaitu bahwa yang bersangkutan pada masa yang akan datang memenuhi segala sesuatu kewajiban yang telah diperjanjikan terlebih dahulu.46 Hingga saat ini belum ada ketentuan yang mengatur khusus mengenai perjanjian kredit, baik dari segi bentuk maupun materil yang luas di muat dalam perjanjian kredit. Oleh karena itu ketentuan hukum yang sebagai acuan dalam perjanjian kredit tersebut adalah ketentuan hukum perjanjian pada umumnya sebagaimana diatur dalam Buku III KUH Perdata.

46Rachmat Firdaus, Manajemen Perkreditan Bank Umum, Alfabeta, Bandung, 2009, hal. 1.

(43)

Menurut Sutarno, perjanjian kredit adalah perjanjian pokok atau perjanjian induk yang mengatur hak dan kewajiban antara Kreditur dan Debitur.47 Kreditur adalah orang atau badan hukum yang memberikan kredit kepada Debitur dan Debitur adalah orang atau badan hukum yang menerima kredit dari Kreditur. Objek dalam perjanjian kredit adalah kredit atau penyediaan uang. Prestasi dari Kreditur adalah menyerahkan kredit dan menerima pengembalian pokok utang dan bunga, sedangkan prestasi Debitur adalah menerima kredit dan mengembalikan pokok dan bunga.48

Sementara itu, menurut Munir Fuady, elemen-elemen yuridis dari suatu kredit adalah adanya kesepakatan antara Debitur dan Kreditur yang disebut dengan Perjanjian Kredit, adanya para pihak, yaitu pihak Kreditur dan Debitur, adanya kesanggupan atau janji untuk membayar hutang, adanya pinjaman berupa pemberian sejumlah uang, adanya perbedaan waktu antara pemberian kredit dengan pembayaran kredit.49

Berkaitan dengan pengertian kredit pada pasal 1 angka 11 Undang- Undang Perbankan Nomor 10 Tahun 1998 dapat dipahami bahwa setiap bank memberikan kredit kepada Debitur dituangkan dalam suatu perjanjian kredit berdasarkan persetujuan atau kesepakatan kedua belah pihak yakni pihak bank (Kreditur) dan pihak peminjam (Debitur). Pembuatan perjanjian kredit tersebut diperlukan dalam rangka memberikan kepastian hukum bagi para pihak, sehingga apabila terjadi permasalahan dikemudian hari maka para pihak yang

47Sutarno, Aspek-Aspek Hukum Perkreditan pada Bank, Bandung, Alfabeta, 2003, hal 6.

48Salim HS, Teknik Pembuatan Akta Perjanjian, Jakarta, Rajawali Pers, 2017, hal 186.

49Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002, hal 11.

(44)

berkepentingan dapat mengajukan perjanjian kredit yang telah dibuat sebagai dasar hukum untuk menuntut pihak yang telah dirugikan.

Perjanjian kredit merupakan ikatan atau alat bukti tertulis antara Kreditur dengan Debitur sehingga harus disusun dan dibuat sedemikian rupa agar setiap orang mudah untuk mengetahui bahwa perjanjian yang dibuat itu merupakan perjanjian kredit. Bentuk perjanjian kredit sangat luas karena perjanjian kredit dapat dibuat dalam bentuk akta di bawah tangan dan akta otentik.50

Perjanjian kredit yang dituangkan dalam bentuk akta di bawah tangan merupakan perjanjian antara Kreditur dengan Debitur, tanpa adanya keterlibatan dari pihak Notaris atau pejabat yang berwenang. Pada umumnya, klausula- klausula yang termuat dalam perjanjian kredit bawah tangan ini sangat singkat dan jumlah kredit yang diberikan kepada nasabah relatif kecil. Perjanjian kredit yang dibuat dibawah tangan umumnya dilakukan pada lembaga jaminan pegadaian, yang bentuk isi dan syaratnya telah ditentukan oleh Perum Pegadaian secara sepihak, dan Debitur tinggal menyetujui isi dari perjanjian tersebut.51

Akta perjanjian kredit yang dibuat dengan akta otentik adalah akta perjanjian kredit yang dibuat di hadapan Notaris atau pejabat yang berwenang, yang mengatur dan memuat hak dan kewajiban antara Kreditur dengan Debitur.52Perjanjian kredit yang bukan dibuat dalam lembaga pegadaian, wajib dibuat dengan menggunakan akta otentik, bila tidak menggunakan akta otentik, maka dapat diancam dengan batal demi hukum.53

50Ibid

51Ibid

52Ibid

53Rachmadi Usman, Op Cit., hal. 88.

(45)

Istilah “jaminan” merupakan terjemahan dari istilah zekerheid atau cautie, yaitu kemampuan Debitur untuk memenuhi atau melunasi perutangannya kepada Kreditur, yang dilakukan dengan cara menahan benda tertentu yang bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau hutang yang diterima Debitur terhadap Krediturnya.54 Dalam perspektif hukum perbankan, istilah

“jaminan” berbeda dengan istilah “agunan”. Arti jaminan menurut Undang- Undang Nomor 14 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perbankan diberi istilah

“agunan” atau “tanggungan”, sedangkan “jaminan” menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, memberikan arti “keyakinan atas itikad dan kemampuan serta kesanggupan Debitur untuk melunasi hutangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan diperjanjikan.”

Jaminan adalah sarana perlindungan bagi keamanan Kreditur, yaitu kepastian atas pelunasan hutang Debitur atau pelaksanaan suatu prestasi oleh Debitur atau oleh penjamin Debitur. Keberadaan jaminan merupakan persyaratan untuk memperkecil risiko bank dalam menyalurkan kredit.

Walaupun demikian secara prinsip jaminan bukan persyaratan utama. Bank memprioritaskan dari kelayakan usaha yang dibiayainnya sebagai jaminan utama bagi pengembalian kredit sesuai dengan jadwal yang disepakati bersama.

Menurut Subekti, untuk dapat menanggung atau menjamin pembayaran atau pelunasan hutang tertentu, jaminan tersebut harus berupa suatu benda atau suatu hak yang dapat dinilai dengan uang, dan dapat dialihkan kepada pihak

54Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Jakarta, Sinar Grafika, 2009, hal. 66.

(46)

lain.55 Atas dasar tersebut maka jaminan dapat dibedakan menjadi jaminan yang bersifat kebendaan (zakelijke zekerheidsrechten) dan jaminan yang bersifat perorangan (persoonlijke zekerheidsrechten). Jaminan kebendaan adalah suatu kebendaan tertentu yang dijaminkan dengan hutang sedangkan jaminan perorangan adalah seseorang atau suatu badan hukum yang bersedia menjamin pelunasan hutang tertentu apabila Debitur lalai menjalankan kewajibannya atau wanprestasi.56

Jaminan kebendaan dibedakan atas jaminan atas benda bergerak dan jaminan atas benda tidak bergerak. Jaminan atas benda bergerak dibebankan dengan lembaga jaminan gadai atau fidusia sedangkan jaminan atas benda tidak bergerak dibebankan dengan lembaga jaminan hipotek dan Hak Tanggungan.57 Pemberian jaminan atas benda tidak bergerak seperti tanah pada saat ini diatur dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan.

Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Kreditur tertentu terhadap Kreditur-Kreditur lain.58 Hal ini merupakan perwujudan dari ketentuan pasal 51 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.

55R. Subekti, dalam Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Jakarta, Sinar Grafika, 2009, hal. 70.

56Rachmadi Usman, Op Cit., hal. 76

57Ibid

58Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok Dan Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan, edisi kedua, cet. 1, Bandung: Penerbit Alumni, 1999, hal. 11.

(47)

2. Perjanjian Kredit yang melahirkan Perjanjian Pemberian Jaminan melalui Hak Tanggungan

Menurut Edy Putra Tje Aman uraian prosedur pemberian kredit yang akan dilalui, sejak pengajuan permohonan kredit sampai realisasi kredit sebagai berikut:59

1. Calon nasabah mengajukan permohonan kredit secara tertulis ke Bank pelaksana terdekat, yang alamat / tempat tinggalnya (calon nasabah) termasuk dalam wilayah kerja (daerah hukum) Bank yang dituju dan sesuai dengan bidang/sektor ekonomi yang ditentukan.

2. Calon nasabah mengisi daftar isian/formulir/blanko yang telah disediakan oleh Bank.

3. Bank melakukan penelitian / menganalisa terhadap dana yang tersedia (plafond kredit) dan pribadi calon nasabah serta segala sesuatu yang diisyaratkan, yang berhubungan dengan usaha calon nasabah.

4. Setelah Bank selesai mengadakan analisa dan semua persyaratan terpenuhi, dilakukanlah penandatanganan perjanjian kredit dan pengikatan jaminan.

5. Penarikan kredit/pencairan kredit/realisasi kredit.

Adapun penyajian konteksnya dalam bentuk urutan langkah-langkah yang lazim dalam prosedur perkreditan yang harus ditangani oleh Bank yaitu, tahap- tahap permohonan kredit, penyidikan dan analisis, keputusan persetujuan atau penolakan permohonan, pencairan kredit, administrasi, pengawasan dan pembinaan serta pelunasan kredit.

Permohonan kredit dilakukan oleh calon Debitur dengan mengajukan permohonan fasilitas kredit kepada Bank. Calon Debitur mengajukan permohonan kredit tersebut diajukan dengan melampirkan:60

a. Foto copy identitas diri (KTP) b. Foto copy kartu keluarga (KK) c. Foto copy Surat Nikah

59Edy Putra Tje Aman, Op. Cit., hal. 16.

60Hasil Wawancara dengan Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah Mimin Rusli di Medan

Referensi

Dokumen terkait

Model pembelajaran Make A Match baik digunakan manakala peserta didik menginginkan kreativitas berfikir peserta didik, sebab melalui pembelajaran seperti ini

Apabila harga transaksi dalam suatu pasar yang tidak aktif berbeda dengan nilai wajar instrumen sejenis pada transaksi pasar terkini yang dapat diobservasi atau berbeda dengan

Karya ini dibuat untuk memberikan inovasi terhadap box-set dengan tujuan memecah kekakuan yang selama ini melekat pada konsep desain box-set album tanpa mengurangi nilai

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh motivasi dan disiplin kerja terhadap kinerja karyawan PT.. Pirantinusa Energi Persada Kabupaten Ogan

Puji dan syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan kasih karunia-Nya yang diberikan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan penulis tepat pada waktunya

Uji korelasi lambda menunjukkan pada taraf signifikansip- value=0,05 p>0,05.Hasil penelitian menyimpulkan adanya hubungan yang signifikan antara perilaku hidup

The scope of the study is verbal folklore, especially in ritual called Barikan Kecil run by Karimunjawa people5. It has been over 15 years, the researcher and her family

Pemilihan media video tutorial dalam proses pembelajaran mata pelajaran menggambar dengan perangkat lunak menjadi salah satu alternatif penyampaian yang dapat