• Tidak ada hasil yang ditemukan

TANGGUNG JAWAB KUASA PENGGUNA ANGGARAN TERHADAP KEUANGAN NEGARA DALAM PROSES PENGADAAN BARANG/ JASA PEMERINTAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TANGGUNG JAWAB KUASA PENGGUNA ANGGARAN TERHADAP KEUANGAN NEGARA DALAM PROSES PENGADAAN BARANG/ JASA PEMERINTAH"

Copied!
197
0
0

Teks penuh

(1)

TANGGUNG JAWAB KUASA PENGGUNA ANGGARAN TERHADAP KEUANGAN NEGARA DALAM PROSES

PENGADAAN BARANG/ JASA PEMERINTAH

( Studi Kasus Pengadaan Alat Kesehatan di RSU dr.F.L.Tobing Sibolga)

TESIS

OLEH

DEARMA SINAGA 127005036/ HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

(2)

TANGGUNG JAWAB KUASA PENGGUNA ANGGARAN TERHADAP KEUANGAN NEGARA DALAM PROSES

PENGADAAN BARANG/ JASA PEMERINTAH

( Studi Kasus Pengadaan Alat Kesehatan di RSU dr.F.L.Tobing Sibolga)

TESIS

(Disusun Untuk Memperoleh Gelar Magister Ilmu Hukum Pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara)

OLEH

DEARMA SINAGA 127005036/ HK

PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2015

(3)

Telah diuji pada

Tanggal : 2 Pebruari 2015

PANITIA PENGUJI TES

Ketua : Dr. Pendastaren Tarigan, S.H, M.S.

Anggota : 1. Dr. Faisal Akbar Nasution, S.H, M.Hum.

2. Dr. Jusmadi Sikumbang, S.H, M.S.

3. Dr. Agusmidah, S.H, M.Hum.

4. Dr. Mirza Nasution, S.H, M.Hum.

(4)

ABSTRAK

Dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara, pemerintah senantiasa dituntut untuk memajukan kesejahteraan umum. Untuk mengemban kewajiban ini, pemerintah mempunyai kewajiban menyediakan kebutuhan rakyat dalam berbagai bentuk baik berupa barang, jasa maupun pembangunan infrastruktur. Di sisi lain, pemerintah juga memerlukan barang dan jasa itu dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana ketentuan hukum tentang Keuangan Negara dalam pengadaan barang/ jasa di instansi Pemerintah, bagaimana tanggung jawab hukum Kuasa Pengguna Anggaran dalam proses pengadaan barang/ jasa pemerintah, dan bagaimana tangung jawab hukum Kuasa Pengguna Anggaran dalam kasus pengadaan alat kesehatan di Rumah Sakit Umum dr. FL. Tobing Sibolga.

Istilah atau pendefenisian perihal keuangan Negara sesuai hirearkinya, diatur dalam Undang – undang Dasar 1945 dalam pasal 23 ayat (4), Undang – Undang No.

17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, Undang – undang No. 15 Tahun 2006 tentang BPK dalam pasal 1 angka 7, Undang – undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang – undang No. 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dalam pasal 2 ayat (1) dan pasal 3. Implementasi hukum tentang Keuangan Negara dalam Pengadaan Barang/ Jasa dilakukan dalam 4 (empat) tahap/ fase perkembangan menyangkut proses pengadaan itu sendiri. Terjadinya tahapan tersebut menandakan bahwa pengimplementasian hukum tentang Keuangan Negara terus berkembang sesuai dengan kebutuhan dan situasi. Terakhir pengaturan perihal Pengadaan Barang/

Jasa Pemerintah diundangkan melalui Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 dan perubahannya Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012.

Proses pengadaan barang/ jasa di lingkungan pemerintah terdapat organisasi dalam pelaksanaannya yang terdiri dari Pengguna Anggaran/ Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen, Panitia Pengadaan, Panitia Penerima Barang, yang memiliki wewenang tugas dan tanggung jawab berdasarkan posisi masing – masing, yang diatur dalam Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010, Kuasa Pengguna Anggaran memiliki tugas dan wewenang berdasarkan pelimpahan wewenang dari Pengguna Anggaran, lebih jelas tentang pelimpahan wewenang Pengguna Anggaran ke Kuasa Pengguna Anggaran diatur dalam Peraturan Kepala LKPP No. 1 Tahun 2012. Penyimpangan dalam proses pengadaan barang/ jasa pemerintah dapat diberi sanksi, dapat berupa sanksi administrasi, sanksi ganti kerugian Negara dan sanksi hukuman pidana

Pengadaan Alat Kesehatan di Rumah Sakit Umum dr. FL. Tobing Sibolga

bersumber dari dana Bantuan Daerah Bawahan yang termuat dalam APBD Perubahan

Propinsi Sumatera utara Tahun Anggaran 2012, proses pelaksanaan pengadaan alat

kesehatan ini terjadi penyimpangan dimana para penyelenggara menyalahgunakan

wewenang dan jabatannya, proses lelang pengadaan tersebut telah dimulai sebelum

(5)

dana turun, Harga Perkiraan Sendiri dibuat tidak berdasarkan survey di pasar, proses seleksi pemenang lelang sudah diarahkan kepada pihak perusahaan tertentu, dalam pengadaan ini panitia pengadaan, Pejabat Pembuat Komitmen, Pengguna Anggaran/

Kuasa Penguna Anggaran bertanggungjawab atas penyimpangan yang menimbulkan kerugian Negara tersebut.

Kata Kunci : Tanggung Jawab, Kuasa Pengguna Anggaran, Keuangan Negara,

Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah

(6)

ABSTRACT

In the implementation of the statehood, the government is always required to promote the general welfare. To carry out these obligations, the government has an obligation to provide the needs of the people in various forms in the form of goods, services and infrastructure development. On the other hand, the government also requires that goods and services to carry out the activities of government. The problems discussed in this study is how the laws of the State Treasury in the procurement of goods / services in government agencies, how the legal responsibility Budget Authority in the process of procurement of goods / services of the government, and how the legal responsibilities Budget Authority in the case of procurement of medical equipment The General Hospital dr. FL. Tobing Sibolga.

Financial terms or definitions concerning the State in accordance hierarchy, regulated in Law - 1945 in Article 23 paragraph (4), Law - Law Number 17 of 2003 on State Finance, Law - Law No. 15 of 2006 on the CPC in Article 1 paragraph 7, of Law - Law No. 31 Year 1999 juncto Law - Law Number 20 of 2001 on the eradication of corruption in article 2, paragraph (1) and Article 3. Implementation of the laws of the State Treasury in the Procurement of Goods / Services performed in 4 (four) stages / phases of development concerning the procurement process itself. The occurrence of these steps indicates that the implementation of the laws of the State Treasury continues to evolve according to the needs and situation. Final arrangements concerning the Procurement of Goods / Services enacted through Presidential Decree Number 54 of 2010 and amendments thereto Presidential Regulation Number 70 of 2012.

The goods / services within the government are composed of organizations in the implementation of the Budget User / Authorized Budget, Commitment Officer, Procurement Committee, Managing Committee of Goods, which has the authority duties and responsibilities based positions - each, which is stipulated in President Number 54 Year 2010, the Budget Authority has the duty and authority by delegation of authority from the Budget Users, clearer about the delegation of authority to the Budget Users Budget Authority in Rule Number 1 Head LKPP 2012. Irregularities in the procurement of goods / services can government sanctioned, can be administrative sanctions, penalties and damages State sanction criminal penalties.

Procurement of Medical Equipment in General Hospital dr. FL. Tobias

Sibolga funded by the Regional Assistance Bottoms contained in the budget changes

northern Sumatra Province Fiscal Year 2012, the process of procurement of medical

equipment this deviation where the organizers of misuse of authority and position, the

procurement tender process began before the funds down, Self-Estimated Price made

not based on a survey on the market, the auction winner selection process has been

directed to the particular company, in this procurement procurement committee,

(7)

commitment Officer, Budget User / Authorization Budget Users are responsible for the irregularities that cause the loss of that State.

Keywords: Responsibility, Budget Authority, the State Treasury,

Procurement of Goods / Services

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya dengan rahmat dan ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini tepat pada waktunya. Adapun judul tesis ini adalah “TANGGUNG JAWAB KUASA PENGGUNA ANGGARAN TERHADAP KEUANGAN NEGARA DALAM PROSES PENGADAAN BARANG/ JASA PEMERINTAH (Studi Kasus Pengadaan Alat Kesehatan di RSU dr.F.L.Tobing Sibolga)”. Penulisan tesis ini merupakan suatu persyaratan yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Magister dalam bidang Ilmu Hukum (MH) Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan tesis ini banyak pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan baik berupa arahan, masukan ataupun saran, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Oleh sebab itu, ucapan terima kasih yang mendalam penulis sampaikan secara khusus kepada yang terhormat Bapak Dr.

Pendastaren Tarigan, S.H, M.S, selaku Pembimbing utama penulis, Bapak Dr. Faisal Akbar Nasution, S.H, M.Hum., selaku Pembimbing II penulis, dan Bapak Dr.

Jusmadi Sikumbang, S.H, M.S, selaku Pembimbing III penulis yang telah dengan tulus ikhlas memberikan bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

Kemudian juga kepada Dosen Penguji yang terhormat Ibu Dr. Agusmida, S.H,

M.Hum., dan Bapak Dr. Mirza Nasution, S.H, M.Hum, yang telah berkenan memberi

masukan dan arahan yang konstruktif dalam penulisan tesis ini sejak tahap kolokium,

(9)

seminar hasil sampai pada tahap ujian tertutup sehingga penulisan tesis ini menjadi lebih sempurna dan terarah.

Dalam kesempatan ini penulis juga dengan tulus mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, MSC, (CTM), DTM & H. Sp. A (K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

2. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

3. Bapak Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H., selaku Ketua Program Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.

4. Bapak dan Ibu Guru Besar juga Dosen Pengajar pada Program Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing penulis.

5. Para Pegawai/ Karyawan pada Program Magister Ilmu Hukum Fakultas

Hukum Universitas Sumatera Utara yang selalu membantu kelancaran dalam

hal manajemen administrasi yang dibutuhkan.

(10)

Sungguh rasanya suatu kebanggaan tersendiri dalam kesempatan ini penulis juga turut menghaturkan salam sayang dan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Ayahanda H. Ramlan Sinaga dan Ibunda Hj. Asliana Manurung yang telah melahirkan, mengasuh, mendidik dan membesarkan penulis. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada abang dan kakak penulis yang selalu memberi semangat dan rekan – rekan seperjuangan kuliah di Magister Ilmu Hukum USU serta berbagai pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini yang tidak dapat penulis ucapkan satu per satu.

Penulis berharap semoga semua bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT., agar selalu dilimpahkan kebaikan, kesehatan dan rezeki yang melimpah kepada kita semua.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna, namun tak ada salahnya jika penulis berharap kiranya tesis ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak.

Medan, Januari 2015 Penulis,

Dearma Sinaga

(11)

DAFTAR RIWAYAT HDUP

Nama : Dearma Sinaga

Tempat/ Tanggal Lahir : Silau Jawa/ 09 Agustus 1988

Alamat : Jl. Eka Rasmi Gg. Eka Rosa – Komplek Johor Residence No. A-15, Gedung Johor, Medan

Agama : Islam

Status Pribadi : Belum Menikah

Pendidikan : - SD Negeri 016404 Silau Jawa : 1994 - SMP Negeri 2 Medan : 2000 - SMA Negeri 14 Medan : 2003

- S-1 Fakultas Hukum USU : 2007 Nama Orang Tua Laki – Laki : H. Ramlan Sinaga

Nama Orang Tua Perempuan : Hj. Asliana Manurung

Anak Ke- : 6 Dari 6 Bersaudara

Tahun Masuk di Program Studi

Magister Ilmu Hukum USU : Tahun 2012

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAKSI ... i

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... viii

DAFTAR ISI ... ix

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 14

D. Manfaat Penelitian ... 14

E. Keaslian Penelitian ... 15

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional ... 17

1. Kerangka Teori ... 17

1. Landasan Konsepsional... 33

G. Metode Penelitian ... 36

1. Jenis dan Sifat Penelitian ... 36

2. Sumber Data ... 37

3. Teknik Pengumpulan Data ... 38

4. Analisis Data ... 39

BAB II : HUKUM KEUANGAN NEGARA DAN PENGADAAN BARANG/

JASA PEMERINTAH

A. Konsep Pengelolaan Keuangan Negara ... 40

(13)

1. Defenisi Keuangan Negara ... 41 2. Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara ... 52 B. Konsep Dasar Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah ... 60

1. Beberapa Ketentuan Internasional Tentang

Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah ... 60 2. Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah di Indonesia ... 70 BAB III : TANGGUNG JAWAB KUASA PENGGUNA ANGGARAN DALAM PROSES PENGADAAN BARANG/ JASA PEMERINTAH

A. Pengertian Tanggung Jawab ... 105 B. Para Pihak Dalam Proses Pengadaan Barang/ Jasa ... 106 C. Pelimpahan Wewenang PA ke KPA dan Tanggung Jawab

KPA ... 116 D. Sanksi Hukum Penyimpangan Barang/ Jasa Pemerintah ... 128 E. Tindak lanjut penyelesaian kerugian Negara ... 134 BAB IV : TANGGUNG JAWAB HUKUM DALAM PENGADAAN ALAT KESEHATAN PADA RUMAH SAKIT UMUM dr. FL. TOBING SIBOLGA

A. Gambaran Umum Rumah Sakit Umum dr. FL. Tobing Sibolga 140 B. Proses Pengadaan Alat Kesehatan di Rumah Sakit Umum

dr. FL. Tobing Sibolga... 143 C. Penyimpangan dan Tanggung Jawab Hukum Dalam

Pengadaan Alat Kesehatan di Rumah Sakit Umum dr. FL.

Tobing Sibolga ... 149 1. Penyimpangan Dalam Proses Pengadaan ... 149 2. Tanggung Jawab Hukum Terhadap Proses

Penyimpangan Dalam Proses Pengadaan ... 153 D. Putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Pada

Pengadilan Negeri Medan No. 34/ Pid.Sus. K/ 2014/

(14)

PN.Mdn Tentang Pengadaan Alat Kesehatan di RSU dr.

FL. Tobing Sibolga ... 161 BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 170

B. Saran ... 171

DAFTAR PUSTAKA ... 173

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Struktur Organisasi Pengelola Keuangan Negara 58 2 Ketidaksinkronan Peraturan Terkait Perluasan Pengertian

Keuangan Negara dan Pengadaan Barang/ Jasa di BUMN 8

3 Metode Penilaian Kualifikasi 94

4 Karakteristik Pengadaan Langsung 99

5 Karakteristik Sayembara dan/ atau Kontes 100

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Metode Pemilihan Penyedia Barang/ Jasa Berdasarkan

Keputusan Presiden No. 18 Tahun 2000 78 2 Metode Pemilihan Penyedia Barang/Jasa Berdasarkan

Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 87 3 Metode Pemilihan Penyedia Barang/ Jasa Berdasarkan

Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 98

(17)

ABSTRAK

Dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara, pemerintah senantiasa dituntut untuk memajukan kesejahteraan umum. Untuk mengemban kewajiban ini, pemerintah mempunyai kewajiban menyediakan kebutuhan rakyat dalam berbagai bentuk baik berupa barang, jasa maupun pembangunan infrastruktur. Di sisi lain, pemerintah juga memerlukan barang dan jasa itu dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan. Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana ketentuan hukum tentang Keuangan Negara dalam pengadaan barang/ jasa di instansi Pemerintah, bagaimana tanggung jawab hukum Kuasa Pengguna Anggaran dalam proses pengadaan barang/ jasa pemerintah, dan bagaimana tangung jawab hukum Kuasa Pengguna Anggaran dalam kasus pengadaan alat kesehatan di Rumah Sakit Umum dr. FL. Tobing Sibolga.

Istilah atau pendefenisian perihal keuangan Negara sesuai hirearkinya, diatur dalam Undang – undang Dasar 1945 dalam pasal 23 ayat (4), Undang – Undang No.

17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara, Undang – undang No. 15 Tahun 2006 tentang BPK dalam pasal 1 angka 7, Undang – undang No. 31 Tahun 1999 jo Undang – undang No. 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi dalam pasal 2 ayat (1) dan pasal 3. Implementasi hukum tentang Keuangan Negara dalam Pengadaan Barang/ Jasa dilakukan dalam 4 (empat) tahap/ fase perkembangan menyangkut proses pengadaan itu sendiri. Terjadinya tahapan tersebut menandakan bahwa pengimplementasian hukum tentang Keuangan Negara terus berkembang sesuai dengan kebutuhan dan situasi. Terakhir pengaturan perihal Pengadaan Barang/

Jasa Pemerintah diundangkan melalui Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 dan perubahannya Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012.

Proses pengadaan barang/ jasa di lingkungan pemerintah terdapat organisasi dalam pelaksanaannya yang terdiri dari Pengguna Anggaran/ Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen, Panitia Pengadaan, Panitia Penerima Barang, yang memiliki wewenang tugas dan tanggung jawab berdasarkan posisi masing – masing, yang diatur dalam Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010, Kuasa Pengguna Anggaran memiliki tugas dan wewenang berdasarkan pelimpahan wewenang dari Pengguna Anggaran, lebih jelas tentang pelimpahan wewenang Pengguna Anggaran ke Kuasa Pengguna Anggaran diatur dalam Peraturan Kepala LKPP No. 1 Tahun 2012. Penyimpangan dalam proses pengadaan barang/ jasa pemerintah dapat diberi sanksi, dapat berupa sanksi administrasi, sanksi ganti kerugian Negara dan sanksi hukuman pidana

Pengadaan Alat Kesehatan di Rumah Sakit Umum dr. FL. Tobing Sibolga

bersumber dari dana Bantuan Daerah Bawahan yang termuat dalam APBD Perubahan

Propinsi Sumatera utara Tahun Anggaran 2012, proses pelaksanaan pengadaan alat

kesehatan ini terjadi penyimpangan dimana para penyelenggara menyalahgunakan

wewenang dan jabatannya, proses lelang pengadaan tersebut telah dimulai sebelum

(18)

dana turun, Harga Perkiraan Sendiri dibuat tidak berdasarkan survey di pasar, proses seleksi pemenang lelang sudah diarahkan kepada pihak perusahaan tertentu, dalam pengadaan ini panitia pengadaan, Pejabat Pembuat Komitmen, Pengguna Anggaran/

Kuasa Penguna Anggaran bertanggungjawab atas penyimpangan yang menimbulkan kerugian Negara tersebut.

Kata Kunci : Tanggung Jawab, Kuasa Pengguna Anggaran, Keuangan Negara,

Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah

(19)

ABSTRACT

In the implementation of the statehood, the government is always required to promote the general welfare. To carry out these obligations, the government has an obligation to provide the needs of the people in various forms in the form of goods, services and infrastructure development. On the other hand, the government also requires that goods and services to carry out the activities of government. The problems discussed in this study is how the laws of the State Treasury in the procurement of goods / services in government agencies, how the legal responsibility Budget Authority in the process of procurement of goods / services of the government, and how the legal responsibilities Budget Authority in the case of procurement of medical equipment The General Hospital dr. FL. Tobing Sibolga.

Financial terms or definitions concerning the State in accordance hierarchy, regulated in Law - 1945 in Article 23 paragraph (4), Law - Law Number 17 of 2003 on State Finance, Law - Law No. 15 of 2006 on the CPC in Article 1 paragraph 7, of Law - Law No. 31 Year 1999 juncto Law - Law Number 20 of 2001 on the eradication of corruption in article 2, paragraph (1) and Article 3. Implementation of the laws of the State Treasury in the Procurement of Goods / Services performed in 4 (four) stages / phases of development concerning the procurement process itself. The occurrence of these steps indicates that the implementation of the laws of the State Treasury continues to evolve according to the needs and situation. Final arrangements concerning the Procurement of Goods / Services enacted through Presidential Decree Number 54 of 2010 and amendments thereto Presidential Regulation Number 70 of 2012.

The goods / services within the government are composed of organizations in the implementation of the Budget User / Authorized Budget, Commitment Officer, Procurement Committee, Managing Committee of Goods, which has the authority duties and responsibilities based positions - each, which is stipulated in President Number 54 Year 2010, the Budget Authority has the duty and authority by delegation of authority from the Budget Users, clearer about the delegation of authority to the Budget Users Budget Authority in Rule Number 1 Head LKPP 2012. Irregularities in the procurement of goods / services can government sanctioned, can be administrative sanctions, penalties and damages State sanction criminal penalties.

Procurement of Medical Equipment in General Hospital dr. FL. Tobias

Sibolga funded by the Regional Assistance Bottoms contained in the budget changes

northern Sumatra Province Fiscal Year 2012, the process of procurement of medical

equipment this deviation where the organizers of misuse of authority and position, the

procurement tender process began before the funds down, Self-Estimated Price made

not based on a survey on the market, the auction winner selection process has been

directed to the particular company, in this procurement procurement committee,

(20)

commitment Officer, Budget User / Authorization Budget Users are responsible for the irregularities that cause the loss of that State.

Keywords: Responsibility, Budget Authority, the State Treasury,

Procurement of Goods / Services

(21)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Negara merupakan suatu organisasi yang unik, yang memiliki otoritas yang bersifat memaksa di atas subjek hukum pribadi yang menjadi warga negaranya.

Walau demikian pengurusan, pengelolaan atau penyelenggaraan jalannya Negara tidak luput dari mekanisme pertanggungjawaban oleh para pengurus, pengelola dan penyelenggara Negara.

1

Untuk melaksanakan tugasnya sebagai suatu organisasi yang teratur, Negara harus memiliki harta kekayaan, harta kekayaan Negara ini datang dari penerimaan Negara, yang dipergunakan untuk membiayai segala proses pengurusan, pengelolaan dan penyelenggaraan Negara tersebut. Di Indonesia, hal – hal yang berhubungan dengan proses penerimaan dan pengeluaran Negara diatur dalam Undang – undang Dasar 1945, yaitu dalam ketentuan pasal 23 dan amandemennya.

2

Pasal 23 Undang – Undang Dasar 1945 yang semula terdiri dari 5 (lima) ayat dan berada di bawah ketentuan Bab VIII tentang Keuangan Negara, dalam tahun 2001 telah di amandemen menjadi 7 (tujuh) pasal di bawah 2 (dua) bab. Dalam Pasal 23 ayat (1) UUD 1945 dinyatakan bahwa “Anggaran Pendapatan dan Belanja sebagai

1 Gunawan widjaja, Seri Keuangan Publik: Pengelolaan Harta Kekayaan Negara Suatu Tinjauan Yuridis, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2002, hal. 2

2 Ibid

(22)

wujud dari pengelolaan keuangan Negara ditetapkan setiap tahun dengan undang – undang dan dilaksanakan secara terbuka dan bertanggung jawab untuk sebesar – besarnya kemakmuran rakyat.”

Angaran Negara yang memuat keuangan Negara dalam jangka waktu satu tahun memerlukan pengelolaan yang benar dengan berdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Pada bagian ini, dibicarakan tentang pengelola keuangan Negara tatkala anggaran Negara telah memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam hukum keuangan Negara, telah ditentukan pihak – pihak yang terkait dalam pengelolaan keuangan Negara (pengelola keuangan Negara) beserta tanggung jawab yang berbeda – beda berdasarkan kewenangan dan kewajiban masing – masing.

3

Pengelola keuangan Negara dalam hukum keuangan Negara memiliki berbagai sebutan atau penamaan yang berbeda – beda. Perbedaan penyebutan atau penamaan bagi pengelola keuangan Negara didasarkan pada kewenangan dan kewajiban yang diberikan oleh ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku. Walaupun terdapat perbedaan penyebutan atau penamaan, tanggung jawab bagi pengelola keuangan negara tidak berbeda, yaitu tidak boleh menimbulkan kerugian Negara. Hal yang paling pokok adalah mengelola keuangan Negara dengan tujuan untuk kepentingan Negara dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan

3 Muhammad Djafar Saidi, Hukum Keuangan Negara, Jakarta: Rajawali Press, 2008, hal 39

(23)

makmur sebagaimana yang dicita – citakan dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945.

4

Sementara itu, kewenangan khusus di bidang pengelolaan keuangan Negara didelegasikan kepada menteri keuangan untuk mengatur lebih lanjut kepada menteri, Pengelola keuangan Negara tidak dibolehkan atau dilarang menerapkan kebijakan yang tidak sesuai dengan kewenangan dan kewajiban yang dimilikinya.

Ketika kebijakan ditetapkan dalam rangka pengelolaan keuangan Negara bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang – undangan yang berlaku, pengelola keuangan Negara wajib mempertanggungjwabkan kerugian Negara.

Pertanggungjawaban itu boleh dilakukan kepada atasan yang lebih tinggi dan bahkan di hadapan peradilan karena terancam dengan sanksi administrasi dan/ atau sanksi pidana.

Presiden memegang kewenangan tertinggi pengelolaan keuangan Negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan Negara. Pengelolaan keuangan Negara yang berada dalam kewenangan Presiden meliputi kewenangan secara umum dan kewenangan secara khusus sehinga kedudukannya sebagai Chief Financial Officer (OFC). Pengelolaan keuangan Negara secara umum tetap berada pada Presiden dan akhir tahun angaran wajib dipertanggungjawabkan kepada pemilik kedaulatan melalui Dewan Perwakilan Rakyat. Pertanggungjawaban itu merupakan perwujudan dari pelaksanaan kedaulatan rakyat di bidang keuangan Negara.

4 Ibid hal 40

(24)

lembaga pemerinth non kementerian, dan lembaga Negara berdasarkan kebutuhan masing – masing. Setelah itu, menteri keuangan mendistribusikan tiap – tiap kementerian, lembaga pemerintah non kementerian, dan lembaga Negara berdasarkan rencana kegiatan pada tahun anggaran yang bersangkutan. Pelimpahan wewenang pengelolaan keuangan Negara secara khusus dari Presiden kepada Menteri Keuangan didasarkan delegasi yang bersumber pada hukum keuangan Negara.

5

1. Dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan wakil pemerintah dalam kepemilkan kekayaan Negara yang dipisahkan;

Kekuasaan untuk mengelola keuangan Negara dari Presiden sebagai bagian dari pemerintahan Negara secara yuridis :

2. Dikuasakan kepada menteri/ pimpinan lembaga selaku pengguna anggaran/ penguna barang kementerian Negara / lembaga yang dipimpinnya;

3. Diserahkan kepada gubernur/ bupati/ walikota selaku kepala pemerintahan daerah untuk mengelola keuangan daerah dan mewakili pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan;

4. Tidak termasuk kewenangan bidang moneter, yang meliputi antara lain mengeluarkan dan mengedarkan uang yang diatur dengan undang – undang.

5 Ibid hal 41

(25)

Tidak banyak literatur yang membahas hukum tentang keuangan Negara saat ini. Hukum tentang keuangan Negara mulai dikembangkan pada akhir abad kedua puluh tatkala Negara telah ikut mengatur kepentingan warganya. Perbedaan mendasar antara keuangan Negara dan hukum tentang keuangan Negara adalah bahwa hukum tentang keuangan Negara membicarakan aspek hukum yang terkait keuangan Negara, sementara keuangan Negara hanya membicarakan aspek teknis terkait dengan pengelolaan keuangan Negara. Artinya dapat dikatakan bahwa perbedan mendasar keduanya adalah pada aspek tataran yuidis.

Sebelum era reformasi nasional begulir, Keuangan Negara Indonesia dikelola secara tidak akuntabel dan tidak transparan. Pelaksanaan pengelolaan keuangan Negara masih digunakan ketentuan perUndang – Undangan yang disusun pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda yang berlaku berdasarakan aturan peralihan Undang – Undang Dasar 1945, yaitu indische Comptabiliteitswet yang lebih dikenal dengan ICW Stbl. 1925 No. 448 selanjutnya diubah dan diundangkan dalam lembaran Negara 1954 Nomor 6, 1955 Nomor 49, dan terakhir Undang – Undang Nomor 9 Tahun 1968, yang ditetapkan pertama kali pada tahun 1864 dan mulai berlaku 1867, Indische Bedrijvenwet (IBW) Stbl. 1927 No. 419 jo. Stbl. 1936 No.

445 dan Reglement voor het Administratief Beheer (RAB) Stbl. 1933 No. 381.

Sementara itu dalam pelaksanaan pemeriksaan pertanggungjawaban keuangan Negara

digunakan Instuctie en verdure bepalingen voor de Algemeene Rekenkamer (IAR)

Stbl. 1933 Nomor 320. Peraturan perundang – undangan tersebut tidak dapat

mengakomodasikan berbagai perkembangan yang terjadi dalam sistem kelembagaan

(26)

Negara dan pengelolaan keuangan pemerintah Negara Republik Indonesia. Oleh karena itu, meskipun berbagai ketentuan tersebut secara formal masih tetap berlaku, secara materiil sebagian dari ketentuan dalam peraturan perundang – undangan dimaksud tidak lagi dilaksanakan.

6

Dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara, pemerintah senaniasa dituntut untuk memajukan kesejahteraan umum. Untuk mengemban kewajiban ini, pemerintah mempunyai kewajiban menyediakan kebutuhan rakyat dalam berbagai bentuk baik berupa barang, jasa maupun pembangunan infrastruktur. Di sisi lain,

Sejalan dengan perkembangan keadan dan untuk mewujudkan transparansi, akuntabilitas publik, serta prinsip – pinsip penyelengaraan pemerintah yang baik (good government), pelaksanaan keuangan Negara harus diakui telah memiliki landasan hukum yang lebih kokoh dibanding era sebelum era reformasi. Hal ini berkaitan dengan strategi reformasi keuang an Negara baik pada pemerintah pusat dan daerah dilaksanakan berbasis yuridis – politis, yang mana dimaksudkan untuk menghindari inkonsistensi dan benturan antar berbagai kepentingan. Strategi reformasi pengelolaan keuangan Negara meliputi reformasi di bidang perundang – undangan, penataan kelembagaan, pengembangan SDM, dan pengembangan sistem.

Hal ini dimaksudkan agar reformasi keuangan dapat terarah dan terintegrasi, agar good governance dapat tercapai dengan baik.

6 Disarikan dari penjelasan Undang – Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

(27)

pemerintah juga memerlukan barang dan jasa itu dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan.

7

Tata pemerintahan yang baik dan bersih (Good Governance and Clean Government) adalah seluruh aspek yang terkait dengan kontrol dan pengawasan terhadap kekuasaan yang dimiliki Pemerintah dalam menjalankan fungsinya melalui institusi formal dan informal. Untuk melaksanakan prinsip Good Governance and Clean Government, maka pemerintah harus melaksanakan prinsip – prinsip akuntabilitas dan pengelolaan sumber daya secara efisien, serta mewujudkannya dengan tindakan dan peraturan yang baik dan tidak berpihak (independen), serta menjamin terjadinya interaksi ekonomi dan sosial antara para pihak terkait (stakeholders) secara adil, transparan, professional, dan akuntabel

8

Pengadaan Barang/ Jasa oleh pemerintah melibatkan uang yang sangat besar.

Itulah sebabnya dikatakan pemerintah merupakan pembeli yang terbesar (the largest buyer) di suatu Negara. Dalam kaitan ini pemerintah mempunyai tanggung jawab agar kebijakan dalam bidang pengadaan mampu mendukung tujuan ekonomi dan menetapkan instrument – instrument dalam rangka mencapai tujuan tersebut.

9

Pengadaan merupakan bentuk implementasi penyelenggaraan Negara dibidang angaran. Sistem pengadaan dibuat dalam rangka memudahkan pemerintah

7Yohanes Sogar Simamora, Hukum Perjanjian – Prinsip Hukum Pengadaan Barang dan Jasa oleh Pemerintah. Yogyakarta: LaksBang PRESSindo, 2009, hlm. 1.

8 Penjelasan Umum Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

9 Simamora, Op. Cit. hlm,.5.

(28)

melakukan belanja anggaran dengan lebih efisien, efektif, dan ekonomis. Sementara disisi lain efisiensi (mencapai harga pasar) akan dicapai apabila proses pengadaan dilakukan secara transparan, diikuti dengan jumlah peserta yang cukup banyak, dan mengedepankan proses persaingan yang sehat.

Aspek penting dalam Pengadaan Barang/ Jasa di lingkungan pemerintah adalah dalam hal pertanggungjawaban keuangan. Hukum tentang keuangan Negara saat ini belum secara implisit menegaskan batasan tanggung jawab pihak – pihak yang terlibat dalam pengadaan Barang/ Jasa pemerintah.

Dalam pasal 1 ayat (1) Perpres Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadan Barang/ Jasa Pemerintah disebutkan pengadaan barang/ jasa pemerintah selanjutnya disebut pengadaan barang/ jasa adalah kegiatan untuk memperoleh barang/ jasa oleh Kementerian/ Lembaga/ Satuan Kerja Perangkat Daerah/ institusi yang prosesnya dimulai dari p erencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh Barang/ Jasa. Dalam ayat (2) juga disebutkan Kementerian Kementerian/ Lembaga/ Satuan Kerja Perangkat Daerah/ institusi, yang selanjutnya disebut K/ L/ D/ I adalah instansi/ institusi yang menggunakan Anggaran Belanja dan Pendapatan Negara (APBN) dan/atau Anggaran Belanja Pendapatan Daerah APBD).

Pelaku yang utama dalam pengadan barang/ jasa pemerintah adalah pengguna

anggaran dan penyedia barang/ jasa. Pada dasarnya pertanggungjawaban dari

keberhasilan pengadaan barang/ jasa pemerintah yaitu mencapai tujuan seperti yang

(29)

direncanakan, terletak pada pihak Pengguna Anggaran atau Kuasa Pengguna Anggaran. Pihak penyedia barang/ jasa bertanggung jawab untuk menghasilkan barang/ jasa sesuai dengan seluruh persyaratan kontrak yang telah dibuat. Untuk mencapai tujuan itu, bisa saja terjadi lebih dari satu penyedia barang/ jasa yang terlibat, dan masing – masing membuat kontrak terhadap pihak pengguna barang/ jasa yang disebut dengan kontrak pengadaan bersama.

Pengguna Anggaran sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 5 Perpres Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadan Barang/ Jasa Pemerintah adalah sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang Nomor 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara.

Selanjutnya dalam pasal 4 ayat (2) Undang – Undang Tentang Perbendaharaan Negara disebutkan : Menteri/ Pimpinan lembaga selaku Pengguna Anggaran/

Pengguna Barang kemeterian Negara/ lembaga yang dipimpinnya, berwenang antara lain menunjuk Kuasa Pengguna Angaran (KPA).

Dalam ketentuan pasal 4 ayat (2) huruf b Undang – Undang Nomor 1 Tahun

2004 Tentang Perbendaharaan Negara di atas disebutkan dapat menunjuk Kuasa

Pengguna Anggaran (KPA). Demikian juga yang disebut dalam pasal 1 angka 6

Perpres Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 54

Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah bahwa Kuasa Pengguna

Anggaran selanjutnya disebut KPA adalah pejabat yang ditetapkan oleh PA untuk

menggunakan APBN atau ditetapkan oleh kepala daerah untuk menggunakan APBD.

(30)

Satuan kerja Kuasa Pengguna Anggaran di tingkat pusat sebagai satuan kerja adalah Eselon I atau Sekertaris Jenderal, Direktorat Jenderal, Ketua Badan dan Inspektorat Jenderal, sedangkan untuk di tingkat daerah sebagai satuan kerja adalah Eselon II dan III.

Dengan diangkatnya Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang telah dikuasakan kepada seorang pejabat yang ditunjuk untuk melaksanakan anggaran tersebut maka selanjutnya Kuasa Penguna Angaran (KPA) mempunyai wewenang untuk mengangkat Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan juga mengangkat panitia/ pejabat pengadaan untuk melaksanakan pengadaan barang/ jasa pemerintah. Demikianlah nama satuan yang diberikan kepada tim/ personil yang diangkat oleh pejabat yang berwenang pada suatu instansi pemerintah untuk melaksanakan kegiatan pengadaan barang/ jasa.

Pesatnya pembangunan tentunya harus diimbangi dengan peran pemerintah dalam menyediakan berbagai bentuk berupa barang, jasa maupun pembangunan infra struktur.

10

10Yohanes Sogar Simamora, Disertasi,Prinsip Hukum Kontrak dalam Pengadaan Barang dan Jasa oleh Pemerintah, Program Pascasarjana Universitas Airlangga Surabaya, (Yohanes Sogar Simamora I, 2005),hal.1

Kondisi demikian membuat pengadaan barang/ jasa pemerintah menjadi suatu kebutuhan yang tidak bisa dihindarkan. Namun sayangnya, berbagai penyimpangan kerap terjadi dalam proses pengadaan barang/ jasa pemerintah.

Seringnya terjadi penyimpangan atas ketentuan pengadaan barang/ jasa pemerintah

dapat diindikasikan dari banyaknya penanganan tindak pidana korupsi terkait

(31)

pengadaan barang/ jasa yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) maupun penegak hukum lain di Indonesia.

Penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa Pemerintah, seringkali terjadi karena adanya perbuatan dari pejabat pengadaan serta pejabat terkait lainnya yang melakukan penyalahgunaan wewenang yang dimilik inya.

Dari beberapa proses dalam pengadaan barang/ jasa oleh pemerintah, masing–masing tahap berpotensi terjadinya penyimpangan yang dilakukan oleh pihak – pihak yang terlibat dalam pengadaan barang dan jasa. Pihak – pihak yang dimaksud adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Panitia Pengadaan di satu pihak. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang/ jasa.

11

Dalam praktek, pihak – pihak tersebut seringkali dianggap sebagai pihak yang bertanggungjawab apabila terjadi penyimpangan terhadap proses pengadaan barang/

jasa. Bahkan pihak – pihak tersebut langsung diproses secara pidana. Pihak – pihak yang ternyata terbukti melanggar ketentuan proses pengadaan barang/ jasa, maka :

12

a. Dikenakan sanksi administrasi

b. Dituntut ganti rugi/ digugat secara perdata

c. Dilaporkan untuk diproses secara pidana

11 Peraturan Presiden tentang pengadaan barang/ jasa, Perpres No. 70 Tahun 2012, pasal 1 angka 7

12 Indonesia (A), Peraturan Presiden Tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah, Perpres No. 54 Tahun 2010 Psl 118 ayat (7)

(32)

Penyimpangan yang terjadi dalam proses pengadaan barang/ jasa harus dipertanggungjawabkan oleh para pejabat yang terlibat dalam pengadaan, dalam praktek, petanggungjawaban ini berbeda di beberapa kasus, dalam kasus tertentu pihak yang bertanggung jawab adalah Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Panitia Pengadaan, namun di beberapa kasus ada juga yang menyeret Pengguna Anggaran/

Kuasa Penguna Anggaran sebagai pihak yang bertanggungjawab.

Pengadaan alat kesehatan di Rumah Sakit Umum dr. FL. Tobing Sibolga merupakan pengadaan yang menggunakan dana besar dimana dana tersebut berasal dari Bantuan Pemerintah Propinsi Sumatera Utara yang tujuannya adalah untuk melengkapi dan memodernisasi peralatan kesehatan dirumah sakit tersebut namun sayang dalam proses pengadaannya terjadi penyimpangan yang menimbulkan kerugian Negara

Dalam kasus Pengadaan alat kesehaan di Rumah Sakit Umum dr. FL. Tobing Sibolga Tahun Anggaran 2012 dimana para pihak dimintai pertanggungjawabannya baik itu Pengguna Anggaran/ Kuasa Pengguna Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen, dan Panitia Pengadaan. Hal tersebut terjadi dikarenakan dalam proses pengadaannya tidak sesuai ketentuan peraturan berlaku yang dilakukan para pihak – pihak tersebut.

Di dalam Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 memang tidak ada satu

pasal pun yang mengatur tentang tugas dan wewenang Kuasa Pengguna Anggaran

secara eksplisit. Perpres ini secara terang benderang mengatur tugas dan wewenang

(33)

pengguna anggaran (PA) sebagaimana tercantum dalam dalam pasal 8, dalam ayat (4) pasal ini semakin memperjelas bahwa tugas dan wewenang seorang KPA adalah sesuai pelimpahannya. Untuk itu dalam pelimpahan wewenang dari PA ke KPA perlu mencantumkan tugas dan wewenang KPA, maka akan terjadi permasalahan yang kelak membingungkan KPA terutama dalam hal penetapan pemenang sebagaimana tercantum dalam pasal 10 ayat (1) huruf f.

13

B.

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, menjadi menarik untuk dikaji melalui penelitian ini mengenai tanggung jawab kuasa pengguna anggaran yang pengaturannya belum jelas diatur dalam Undang – undang tentang keuangan Negara, maka dari itu dipilih

“Tanggung Jawab Kuasa Pengguna Anggaran Terhadap Keuangan Negara Dalam Proses Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah” sebagai judul dalam penelitian ini.

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan tiga permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana ketentuan hukum tentang Keuangan Negara dalam pengadaan barang/ jasa di instansi Pemerintah?

13 http://indonesiaagung.wordpress.com/2012/03/01/tugas-dan-wewenang-kuasa-pengguna- anggaran-2/

(34)

2. Bagaimana tanggung jawab hukum Kuasa Pengguna Anggaran dalam proses pengadaan barang/ jasa pemerintah?

3. Bagaimana tangung jawab hukum Kuasa Pengguna Anggaran dalam kasus pengadaan alat kesehatan di Rumah Sakit Umum dr. FL. Tobing Sibolga?

C. Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan melakukan penelitian terhadap judul dan permasalahan di atas adalah :

1. Untuk mengetahui implementasi hukum tentang keuangan Negara dalam pengadaan barang/ jasa di lingkungan instansi pemerintah?

2. Untuk mengetahui batasan tanggung jawab Kuasa Pengguna Anggaran dalam proses pengadaan barang/ jasa di instansi Pemerintah

3. Untuk mengetahui kedudukan hukum keuangan Negara dan tanggung jawab KPA dalam kasus pengadaan alat kesehatan di Rumah Sakit Umum dr. FL.

Tobing Sibolga

D. Manfaat penelitian

(35)

Penelitian ini dapat memberikan sejumlah manfaat yang berguna bagi berbagai pihak, baik secara teoritis maupun secara praktis, antara lain :

1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat membuka wawasan dan paradigma berfikir dalam hal memahami dan mengetahui mengenai proses pengadaan barang/ jasa pemerintah. Bermanfaat juga dapat memperkaya literatur hukum tentang keuangan Negara mengingat terbatasnya referensi yang mengulas lebih dalam hukum keuangan publik, khususnya dari sudut pandang hukum tentang keuangan Negara terkait prosedur pelaksanaan pengadaan barang/ jasa di lingkungan pemerintah.

2. Secara praktis penelitian ini bermanfaaat sebagai masukan bagi aparatur pemerintah dalam menentukan kebijakan yang diambil guna menciptakan produk hukum yang sesuai dalam pengaturan masalah pertanggungjawaban keuangan Negara khususnya dalam pengadaan barang/ jasa di lingkungan pemerintah.

E. Keaslian Penulisan

Untuk menghindari karya ilmiah yang mengandung unsur plagiat terhadap

karya ilmiah milik orang lain, sebelumnya telah dilakukan penelusuran di

perpustakaan Universitas Sumatera Utara dan di perpustakaan Pascasarjana Ilmu

(36)

Hukum Universitas Sumatera Utara. Hasil penelusuran ditemukan beberapa judul dan permasalahan tesis sebagai berikut ini:

1. Tesis atas nama Hamdani, NIM : 992105076, dengan judul “Tanggung Jawab Pembayaran Harga Kontrak Kerja Konstruksi dan Pengadaan Barang Milik Pemerintah Yang Terbakar Sebelum Serah Terima”, Fokus permasalahannya adalah tentang tanggung jawab pemerintah terhadap kontrak kerja dalam pengadaan barang pemerintah’.

2. Tesis atas nama Rini Widiastuty, NIM : 09711116, dengan judul “Perjanjian Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah ( Studi di Pemerintahan Propinsi Sumatera Utara), fokus permasalahannya adalah perjanjian dalam pengadaan barang dan jasa antara pemerintah propinsi sumatera utara dengan pihak pelaksana pekerjaan.

3. Tesis atas nama Arina Rasyiqah, NIM: 037005003, dengan judul “Analisis Tindak Pidana Korupsi Dalam Penyalahgunaan Wewenang Proyek Pengadaan Barang dan Jasa”. Fokus permasalahannya adalah tindak pidana korupsi dalam penyalahgunaan wewenang proyek pengadaan Barang dan Jasa.

Sedangkan judul pada penelitian ini adalah “Tanggung Jawab Kuasa Pengguna Anggaran Terhadap Keuangan Negara Dalam Proses Pengadaan Barang/

Jasa Pemerintah”, dan permasalahan yang akan menjadi fokus kajian dalam penelitian

ini, adalah :

(37)

1. Bagaimana ketentuan hukum tentang Keuangan Negara dalam pengadaan barang/ jasa di instansi Pemerintah?

2. Bagaimana tanggung jawab hukum Kuasa Pengguna Anggaran dalam dalam proses pengadaan barang/ jasa pemerintah?

3. Bagaimana tangung jawab Kuasa Penguna Anggaran dalam kasus pengadaan alat kesehatan di Rumah Sakit Umum dr. FL. Tobing Sibolga?

Dari perbandingan judul dan fokus kajian di dalam penelitian ini denga penelitian sebelumnya jelas menunjukkan perbedaan yang signifikan. Sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian ini adalah asli, sebab terhadap judul dan rumusan masalah di dalam penelitian ini tidak memiliki kemiripan dengan judul dan permasalahan penelitian sebelumnya, sehingga penelitian ini dapat dikatakan tidak mengandung unsur plagiat terhadap karya tulis orang lain.

F. Kerangka Teori dan Landasan Konsepsional

1. Kerangka Teori

Sistem hukum romawi telah meletakkan teori pemisahan yang tegas antara hukum perdata dan hukum publik. Hukum perdata mengatur perkara yang berisi hubungan antar sesama warga Negara, seperti perkawinan, kewarisan dan perjanjian.

Oleh karenanya hukum perdata kerap kali disebut sebagai hukum privat. Sedangkan

(38)

hukum publik mengatur kepentingan umum, seperti mengatur hubungan antar warga dan Negara. Ia berurusan dengan sekalian hal yang berhubungan dengan masalah kenegaraan serta bagaimana Negara itu melaksanakan tugasnya.

14

Pemisahan ke dalam hukum perdata dan publik menyebabkan adanya kebutuhan untuk menciptakan pranata yang mengukuhkan pemisahan tersebut, seperti misalnya ada prosedur yang berbeda dalam menyelesaikan perkara perdata dan publik.

15

Perbuatan melawan hukum pada KUH perdata berasal dari kode Napoleon.

Dalam pasal 1365 dinyatakan bahwa barang siapa melakukan perbuatan yang membawa kerugian kepada orang lain mewajibkan orang yang karena salahnya mengganti kerugian tersebut. Menurut Rosa Agustina, perbuatan melawan hukum yang lahir berdasarkan prinsip tersebut di atas adalah merupakan turunan dari teori corrective justice yang mengajarkan setiap orang harus dilindungi hak – haknya dan dipulihkan keadaannya (seperti semula sebelum PMH itu terjadi) agar ada

Hal ini berkaitan erat dengan tanggung jawab hukum penyelenggara Negara dalam proses pengadaan barang/ jasa, yakni bagaimana Negara menjalankan tugas – tugasnya dalam kerangka hukum publik namun bersinggungan erat dengan kegiatan dalam hukum perdata/ privat. Tanggung jawab hukum berkaitan erat dengan konsep melawan hukum (PMH) yang diatur pasal 1365 s.d. pasal 1380 KUH Perdata.

14 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung : Citra Aditya Bhakti, 1996, hlm. 87.

15 Ibid, hlm 74.

(39)

keseimbangan antara keadilan dan kepastian hukum yang menjadi tujuan hukum.

16

Rosa Agustina kemudian menguraikan bahwa unsur – unsur perbuatan melawan hukum adalah : (a) perbuatan tersebut melawan hukum; (b) harus adanya kesalahan kepada pelaku; (c) Harus ada kerugian; (d) Harus ada hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian.

17

Teori tentang tanggung jawab hukum telah berkembang dari (a) Tanggung jawab yang berdasarkan kesalahan (fault) yang mencakup kelalaian (neligence) dan ketidakpatutan (misappropriation/misrepresentation) dan (b) Tanggung Jawab berdasarkan wanprestasi (breach of contrac), kemudian menjadi (c) Tanggung jawab tanpa kesalahan (strict liability). Kemudian, dengan berkembangnya industri yang makin menghasilkan resiko yang bertambah besar dan makin rumitnya hubungan sebab akibat dalam penentuan risiko, maka teori hukum telah meninggalkan konsep tanggung jawab kesalahan menjadi konsep tanggung jawab atas risiko.

18

Menurut Eep Saefullah Wiradipradja, istilah strict liability secara garis besar tidaklah berbeda dengan absolute liability dikemukakan pertama kalinya oleh John Salmon dalam bukunya The Law of Torts pada tahun 1907. Sedangkan ungkapan strict liability dikemukakan oleh WH. Winfield pada tahun 1926 dalam sebuah artikel yang berjudul The Myth Of Absolute Liability. Saefullah menggaris bawahi

16 Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta: FHUI Pascasarjana 2003, hlm. 91-96 dalam Edmon Makarim, Tangung Jawab Penyelenggara Terhadap Tata Kelola yang Baik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik (Good Elektronik Governance), Ringkasan Disertasi Program Doktor Pasca Sarjana FHUI, 2009.

17 Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, Jakarta : FHUI Pascasarjana, 2003, hlm. 51-53

18 Ibid, Hlm 69

(40)

pernyataan Salmond yang menggunakan istilah absolute liability dan mengungkapkan perbedaan pendapat antara Salmond dengan Winfield terhadap kasus Rylands v. Fletcher.

19

Terhadap putusan tersebut, Salmond berpendapat bahwa hal tersebut adalah contoh penerapan absolute liability yang dikenal dalam hukum anglo saxon. Sementara Winfield justru berpandangan lain bahwa keputusan pengadilan dalam kasus tersebut bukanlah penerapan absolute liability melainkan strict liability, karena adanya setengah lusin pengecualian yang dapat membebaskan tergugat dari tanggung jawab. Pendapat Winfield diperkuat oleh Friedman yang juga berpendapat sama, karena ditemukannya banyak pembatasan dalam pelaksanaannya, yang berarti lebih tepatnya adalah strict liability.

20

Edmon Makarim berpendapat bahwa setelah mencermati dan menelusuri pendapat para ahli dan dengan melihat penguraian pengertian dalam kasus hukum Black Law Dictionary, maka terlihat jelas bahwa sebenarnya pengertian strict liability adalah sangat berbeda dengan absolute liability. Kedua istilah tersebut sesungguhnya

19 Dalam kasus tersebut permasalahan pokoknya adalah adanya seorang pengusaha ingin membangun tempat penampungan air di atas tanah yang disewanya untuk pasokan tenaga uap untuk kepentingan bisnis tekstilnya. Sementara areal tanah tersebut dikenal sebagai lahan untuk pertambangan, salah satunya adalah yang dikelola oleh Thomas Fletcher yang lokasi pertambangannya berada di bawah lokasi tempat penampungan air Rylands. Kemudian akibat konstruksi reservoir tersebut ternyata mengakibatkan air mengalir dan menggenangi usaha pertambangan Fletcher karena kontraktor yang digunakan oleh Rylands tidak menutup beberapa saluran pertambangan yang tidak terpakai karena sudah tertutup lumut, sehingga terjadilah gugatan kepada Ryland karena telah membuat kerusakan di lokasi pertambangan milik Fletcher. Kemudian pengadilan memutuskan bahwa tergugat harus bertanggung jawab karena pembangunan Reservoir adalah merupakan kegiatan pemanfaatan yang tidak alamiah (not-natural use) dengan kelaziman kondisi di sekitarnya sehingga tindakan tersebut adalah tindakan yang menciptakan suatu risiko kepada lingkungannya, oleh karenanya Rylands harus bertanggung jawab terhadap segala konsekuensi yang ditimbulkannya kepada pihak lain. Dalam Makarim. Op Cit, hlm. 96.

20 Eef Saefullah Wiradipradja, Hukum Transportasi Udara : Dari Warsawa 1929 ke Montreal 1999, Bandung: Kiblat Utama, hlm. 86 dalam Ibid .

(41)

mempunyai dua esensi yang berbeda sehingga selayaknya tidak dapat diterjemahkan ke dalam satu istilah umum sebagai tanggung jawab mutlak saja. Pada esensinya, dapat dikatakan bahwa prinsip absolute liability sesungguhnya adalah penerapan strict liability tanpa adanya kemungkinan pemanfaatan pengecualian (strict liability without defense).

21

Menurut pendapat umum para juris di zaman romawi tentang teori hukum dikatakan bahwa sebuah organisasi atau institusi dapat menjadi subyek hukum (recht subject) sama seperti manusia pada umunnya sebagai subyek hukum (natUndang – Undanglijke person).

22

Organisasi atau institusi tersebut dapat berupa badan hukum privat dan badan hukum publik. Negara adalah badan hukum publik yang tidak mungkin melaksanakan kewenangannya tanpa melalui organnya yang diwakili oleh pemerintah sebagai otoritas publik.

23

Dan proses Pengadaan Barang/ Jasa pada dasarnya menempatkan Negara sebagai subyek hukum dalam interaksinya dengan entitas privat baik perusahaan ataupun perorangan. Hal ini sejalan dengan prinsip good governance yang mengusung asas partisipasi masyarakat dan responsiveness di samping asas – asas lainnya seperti transparansi, akuntabilitas, efektifitas dan efisiensi, kepatuhan hukum, consensus oriented, dan equality and inclusiveness.

24

21 Ibid, hlm. 102

22 Arifin P Soeria Atmadja, Keuangan Publik dalam Perspektif Hukum – Praktik dan Kritik, Depok:

Fakultas Hukum UI, 2005, hlm. 142.

23 Ibid, hlm. 106

24 UNESCAP, Publikasi United Nation Economic and Sosial Commission for Asia and The Pasific, 2010.

www.unescao.org. di download pada tanggal 23 Juli 2013.

(42)

Pengadaan Barang/ Jasa di lingkungan instansi pemerintah merupakan salah satu bentuk pelaksanaan kegiatan yang menjadi program pemerintah yang anggarannya dibiayai melalui APBN/ APBD maupun dari bantuan Pinjaman/ Hibah Luar Negeri (PHLN). Pengadaan Barang/ Jasa di lingkungan instansi pemerintah yang m enggunakan APBN/ APBD harus menggunakan pedoman Pengadaan Barang/

Jasa sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 beserta perubahannya.

Pengadaan Barang/ Jasa di lingkungan pemerintah wajib menerapkan prinsip – prinsip sebagai berikut :

25

a. Efisien, berarti Pengadaan Barang/ Jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang minimum untuk mencapai kualitas dan sasaran dalam waktu yang ditetapkan atau menggunakan dana yang telah ditetapkan mencapai hasil dan sasaran dengan kualitas yang maksimum;

b. Efektif, berarti Pengadaan Barang/ Jasa harus sesuai dengan kebutuhan dan sasaran yang telah ditetapkan serta memberikan manfaat yang sebesar – besarnya;

c. Transparan, berarti semua ketentuan dan informasi mengenai Pengadaan Barang/ Jasa bersifat jelas dan dapat diketahui secara luas oleh Penyedia Barang/

Jasa yang berminat serta oleh masyarakat pada umumnya;

d. Terbuka, berarti pengadaan Barang/ Jasa dapat diikuti oleh semua Penyedia Barang/ Jasa yang memenuhi persyaratan/ kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas;

e. Bersaing, berarti Pengadaan Barang/ Jasa harus dilakukan melalui persaingan yang sehat diantara sebanyak mungkin Penyedia Barang/ Jasa yang setara dan memenuhi persyaratan, sehingga dapat diperoleh barang/ jasa yang ditawarkan secara kompetitif dan tidak ada intervensi yang mengganggu terciptanya mekanisme pasar dalam Pengadaan Barang/ Jasa;

25 Pasal 5 Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah

(43)

f. Adil/ tidak diskriminatif, berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon Penyedia Barang/ Jasa dan tidak mengarah untuk member keuntungan kepada pihak tertentu, dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional;

g. Akuntabel, berarti harus sesuai dengan aturan dan ketentuan yang terkait dengan Pengadaan Barang/ Jasa sehingga dapat dipertanggungjawabkan.

Pelaksanaan proses Pengadaan Barang/ Jasa sebagai salah satu bentuk pelaksanaan kegiatan dalam pemerintahan mempunyai akibat hukum selain dari pelaksanaan perjanjian antara Pengguna Barang/ Jasa dan Penyedia Barang/ Jasa, yakni terkait asas pemerintahan menurut hukum serta sumber pelimpahan wewenang pada Pengguna Barang/ Jasa.

Asas legalitas dirasa belum cukup dijadikan dasar untuk menjalankan suatu Negara hukum. Sebab mungkin sekali suatu tindakan hukum pemerintah itu dapat dinilai sangat baik (doelmatig), sesuai dan masuk dalam pengertian rumusan wewenang pemerintahan yang diberikan oleh undang – undang yang bersangkutan, namun cara penggunaan wewenang itu dengan cara paksaan yang bersifat kesewenang – wenangan.

Wewenang pemerintah dari Badan Pejabat Tata Usaha Negara (TUN) untuk

melakukan tindakan – tindakan hukum TUN itu pertama-tama harus bersumber atau

berdasar pada suatu ketentuan perundang–undangan, tetapi di samping itu

pelaksanaan dari wewenang pemerintahan itu juga harus memperhatikan norma –

norma yang tidak tertulis, diantaranya adalah yang disebut asas – asas umum

(44)

pemerintahan yang baik.

26

26 Indroharto, Usaha Memahami Undang – Undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara, Jakarta:

Pustaka Sinar Harapan, 1991, hlm. 60-63

Secara teoritik, kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang–undangan Tersebut diperoleh melaui tiga cara, yaitu atribusi, delegasi, dan mandat.

Indroharto menuliskan bahwa pada atribusi terjadi pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang–undangan.

Di sini oleh peraturan perundang–undangan sendiri dilahirkan atau diciptakan suatu wewenang pemerintahan baru Legislators yang kompeten untuk memberikan atribusi wewenang pemerintahan itu dibedakan antara : (a) yang berkedudukan sebagai original legislator, di Negara kita di tingkat pusat adalah adalah MPR sebagai pembentuk Konstitusi (Konstituante) dan DPR bersama-sama Pemerintah sebagai yang melahirkan suatu Undang – Undang dan di tingkat daerah adalah DPRD dan Pemeruntah Daerah yang melahirkan Perda. (b) yang bertindak delegated legislator, seperti Presiden yang berdasar pada suatu ketentuan Undang – Undang mengeluarkan suatu Peraturan Pemerintah dimana diciptakan wewenang – wewenang Pemerintahan kepada Badan atau Pejabat TUN tertentu.

Sedang pada delegasi terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada

oleh Badan Pejabat TUN yang telah memperoleh suatu wewenang pemerintahan

secara atributif kepada Badan atau Pejabat TUN lainnya. Jadi suatu delegasi itu

selalu didahului oleh adanya suatu atribusi wewenang.

(45)

Sebaliknya pada mandat, disitu tidak terjadi suatu pemberian wewenang baru maupun pelimpahan wewenang dari Badan atau Pejabat TUN yang satu kepada yang lain. Dalam hal mandat maka disitu tidak terjadi perubahan apa – apa mengenai wewenang yang telah ada, yang ada hanya suatu hubungan intern.

27

Berikut pendapat para ahli hukum dan peraturan perundangan terkait cara memperoleh wewenang (atribusi, delegasi, dan mandat) :

28

1. H.D Van Wijk/ Willem Konijnenbelt

Atribusi merupakan pemberian wewenang pemerintah oleh pembuat Undang – Undang kepada organ pemerintahan, Delegasi merupakan pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya, Mandat terjadi ketika organ pemerintahan mengijinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya.

2. F.A.M Stroink/ J.G Steenbeek

29

Atribusi merupakan berkenaan dengan penyerahan wewenang baru, Delegasi merupakan menyangkut pelimpahan wewenang yang telah ada oleh organ yang tela memperoleh kewenangan secara atributif kepada orang lain.

27 Indroharto, Ibid, hlm. 64-66

28 Disarikan dari Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara (edisi revisi), Jakarta : Rajawali Pers, 2011, hlm. 102-107.

29 Kedua juris tersebut menyebutkan bahwa hanya ada dua cara organ pemerintahan memperoleh wewenang. Sementara pada mandat tidak dibicarakan penyerahan wewenang, tidak pula pelimpahan wewenang. Dalam hal mandat tidak terjadi perubahan wewenang apapun (setidak- tidaknya dalam arti yuridis formal), yang ada hanyalah hubungan internal

(46)

3. R.J.H.M Huisman

Delegasi merupakan pelimpahan wewenang yang kewenangannya tidak dapat dijalankan secara insidental oleh organ yang memiliki wewenang asli dan terjadi peralihan tanggung jawab. Delegasi harus berdasarkan Undang – Undang dan harus tertulis. Mandat merupakan perintah untuk melaksanakan yang dapat dilaksanakan sewaktu-waktu oleh mandans serta tidak terjadi peralihan tanggung jawab. Mandat tidak harus berdasarkan Undang – Undang dan dapat dilaksanakan secara lisan.

4. Philipus M. Hadjon

Delegasi merupakan pelimpahan dari suatu organ pemerintahan kepada orang lain dengan peraturan perundang-undangan, tanggun jawab dan tanggung gugat beralih kepada delegataris. Mandat merupakan pelimpahan dilaksanakan dalam hubungan rutin atasan – bawahan, tidak terdapat peralihan tanggung jawab dan tanggung gugat.

5. Algemene Bepalingen Van Administratief Recht

Atribusi wewenang dikemukakan bilamana Undang – Undang (dalam arti materiil) menyerahkan wewenang tertentu kepada organ tertentu. Delegasi merupakan pelimpahan wewenang oleh organ pemerintahan yang telah diberi wewenang kepada organ lainnya yang akan melaksanakan wewenang yang telah dilimpahkan itu sebagai wewenangnya sendiri

6. Algemene Wet BestUndang-Undangsrecht

(47)

Delegasi merupakan pelimpahan wewenang oleh organ pemerintahan kepada orang lain untuk mengambil keputusan dengan tanggung jawab sendiri. Mandat merupakan pemberian wewenang oleh organ pemerintahan kepada organ lainnya untuk mengambil keputusan atas namanya.

Artinya dalam penyerahan wewenang melalui delegasi ini, pemberi wewenang telah lepas dari tanggung jawab hukum atau tuntutan pihak ketiga, jika dalam penggunaan wewenang itu menimbulkan kerugian pada pihak lain. Dalam pelimpahan wewenang pemerintahan melalui delegasi ini terdapat syarat – syarat sebagai berikut :

a. Delegasi harus defenitif dan pemberi delegasi (delegans) tidak dapat lagi menggunakan sendiri wewenang yang telah dilimpahkan itu;

b. Delegasi harus berdasarkan ketentuan peraturan perUndang – Undangan, artinya delegasi hanya dimungkinkan kalau ada ketentuan untuk itu dalam peraturan perundang – undangan;

c. Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hirearki kepegawaian tidak diperkenankan adanya delegasi;

d. Kewajiban memberikan keterangan (penjelasan), artinya delegans berhak untuk meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang tersebut

e. Peraturan kebijakan (beleidsregel), artinya delegans memberikan instruksi tentang

penggunaan wewenang tersebut.

(48)

Peraturan perundangan yang berlaku merupakan dasar legalitas dari setiap perbuatan pemerintah yang dilakukan oleh para badan dan Pejabat TUN. Prajudi Atmosudirjo menyebutkan beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan pemerintah, yaitu :

a. Efektifitas, artinya kegiatan harus mengenai sasaran yang telah ditetapkan;

b. Legimitas, artinya kegiatan administrasi Negara jangan sampai menimbulkan heboh oleh karena tidak dapat diterima oleh masyarakat setempat atau lingkungan yang bersangkutan;

c. Yuridiktas, bahwa perbuatan para pejabat administrasi Negara tidak boleh melanggar hukum dalam arti luas;

d. Legalitas, artinya tidak satu pun perbuatan atau keputusan administrasi Negara yang dilakukan tanpa dasar Undang – Undang;

e. Moralitas f. Efisiensi

g. Teknik dan teknologi.

30

Pertanggungjawaban keuangan Negara dalam hal pengadaan barang/ jasa dimulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan sesuai dengan prinsip umum manajemen. Dalam perspektif hukum publik, yang melakukan tindakan hukum sehingga dapat dibebani pertanggungjawaban adalah jabatan (ambt) yakni suatu lembaga dengan lingkup pekerjaan sendiri yang dibentuk untuk waktu lama dan kepadanya diberikan tugas dan wewenang. Sehingga, seseorang tersebut dikategorikan sebagai pejabat adalah ketika ia menjalankan kewenangan untuk dan atas nama jabatan. Sementara ketika seseorang tersebut melakukan perbuatan hukum

30 Prajudi Atmosudirjo, Hukum Administrasi Negara, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1981, hlm. 79-80 dalam Ridwan HR, Op Cit, hlm. 69-70

(49)

bukan dalam rangka jabatan atau bertindak tidak sesuai dengan kewenangan yang ada pada jabatan itu, maka ia tidak dapat dikategorikan sebagai pejabat atau pejabat yang tidak berwenang (onbevoegd).

Sesuai dengan amanat Pasal 23 C Undang – Undang Dasar 1945, Undang – Undang tentang Keuangan Negara perlu menjabarkan aturan pokok yang telah ditetapkan dalam Undang – Undang Dasar tersebut ke dalam asas – asas umum yang meliputi baik asas – asas yang telah lama dikenal dalam Pengelolaan Keuangan Negara, seperti asas tahunan, asas universalitas, asas kesatuan, dan asas spesialitas maupun asas – asas baru sebagai pencerminan best practices (penerapan kaidah – kaidah yang baik) dalam Pengelolaan Keuangan Negara, antara lain :

31

a. Akuntabilitas berorientasi pada hasil;

b. Profeionalitas;

c. Proporsionalitas;

d. Keterbukaan dalam pengelolaan Keuangan Negara;

e. Pemeriksaan keuangan oleh badan pemeriksa yang bebas dan mandiri.

Implementasi penyelenggaraan Negara sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang No. 17 Tahun 2003 tentang keuangan Negara dijabarkan dalam bentuk

31 Penjelasan Undang – Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara

Referensi

Dokumen terkait

Tujuannya adalah untuk mempromosikan Tory Gym ke masyarakat luas serta membuat user yang mengunjungi website ini menjadi tertarik untuk bergabung menjadi member Tory Gym. Website

Pada hari ini Rabu, tanggal sembilan belas bulan Nopember tahun Dua ribu empat belas, yang bertanda tangan dibawah ini Pejabat Pengadaan pada Dinas Peternakan dan Perikanan

Anggaran 2014, dengan berdasarkan Evaluasi dan Berita Acara Hasil Pengadaan Langsung (BAHPL) untuk paket. pekerjaan tersebut diatas, maka dengan ini Menetapkan Hasil Pengadaan

Nama Penyedia : TIAR PARIAMA SIHOMBING. Alamat

[r]

SELEKSI CPNS TAHUN 2014 DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN. No No Peserta Nama Peserta Unit Kerja Nama

PERMOHONAN MESYUARAT AGUNG TAHUNAN 2018 PERSATUAN/ KELAB PELAJAR.

[r]