• Tidak ada hasil yang ditemukan

PKB III PROGRAM STUDI SPESIALIS Ilmu Penyakit Paru 2019 Osimertinib as Standard of Care for Progressed 1 L TKI Patients with T790Mm + NSCLC I Gede Ket

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PKB III PROGRAM STUDI SPESIALIS Ilmu Penyakit Paru 2019 Osimertinib as Standard of Care for Progressed 1 L TKI Patients with T790Mm + NSCLC I Gede Ket"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

PKB III PROGRAM STUDI SPESIALIS Ilmu Penyakit Paru 2019

Osimertinib as Standard of Care for Progressed 1 L TKI Patients with T790Mm + NSCLC

I Gede Ketut Sajinadiyasa

Program Studi Spesialis Ilmu Penyakit Paru/KSM Paru Divisi Paru Dep/KSM Ilmu Penyakit Dalam FK Universitas Udayana/RSUP Sanglah Denpasar

ABSTRAK

Kanker paru memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi secara global. Perkembangan pengetahuan molekuler mengenai patogenesis kanker paru berkembang hingga ditemukan peranan mutasi Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR). Terapi target Tyrosine Kinase Inhibitor (TKI) lini pertama dapatmemberikan hasil yang memuaskan.Namun, muncul resistensi terhadap TKI dapat yang dapat menyebabkan progresi penyakit. Terapi target TKI terbaru, osimertinib, dapat menjadi pilihan pada kasus KPBSK mutasi EGFR T790M sebagai lini kedua. Beberapa studi klinis memberikan hasil terapi osimertinib yang memuaskan termasuk juga dengan tingkat keamanan yang lebih baik dibandingkan dengan kemoterapi.

Kata Kunci: Kanker paru bukan sel kecil, Epidermal Growth Factor Receptor, Tyrosine Kinase Inhibitor, osimertinib,

PENDAHULUAN

(7)

PKB III PROGRAM STUDI SPESIALIS Ilmu Penyakit Paru 2019

Insidensi kanker paru di dunia menurut Globocan 2018 berkisar 11,6%, menempati posisi tertinggi bersamaan dengan kanker payudara. Insidensi dan prevalensi 5 tahun tertinggi tercatat di Asia yaitu sebesar 58,5% dan 56,6% dan diikuti oleh Eropa yang hanya kurang dari setengahnya (22,4%, 23,3%). Tingkat kematian karena kanker paru juga menempati posisi tertinggi secara global berkisar 18,4%, sedangkan kanker lainnya berkisar kurang dari 10%.Angka tahan hidup 5 tahun pasien dengan kanker paru adalah 18 %.Kanker merupakan penyebab kematian kedua terbanyak secara global. WHO memperkirakan ada 9,6 juta kematian di 2018 akibat kanker, terhitung 1 dari 6 kematian disebabkan oleh kanker.1

Tatalaksana kanker paru telah mencapai perkembangan sedemikian pesat dewasa ini. Perkembangan pengetahuan telah membawa terapi ke arah molekuler.

Mutasi Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR) telah diketahui berperan pada patogenesis kanker paru. Deteksi mutasi EGFR pada kanker paru bukan sel kecil sudah dapat dilakukan. Osimertinib telah mendapat persetujuan untuk terapi KPBSK dengan mutasi EGFR T790M metastatis yang mengalami progresi setelah terapi tyrosine kinase inhibitor (TKI) pada 30 Maret 2017.2

MUTASI EGFR T790M

Perkembangan ilmu pengetahuan sangat membantu dalam penegakan diagnosis dan pengobatan kanker paru yang individual dan multimodal. Gen EGFR (ERBB1) terletak di kromosom 7p12-13 dan tergolong dalam famili reseptor membran sel tirosin kinase yang bersama dengan HER2/c-neu (ERBB2), HER3 (ERBB3), dan HER4 (ERBB4). Reseptor ini terdiri dari protein rantai asam amino tunggal yang akan berikatan dengan domain ikatan ligan ekstraseluler (domain transmembran hidrofobik tunggal) dan domain intraseluler dengan aktivitas tirosin kinase.Jalur sinyal EGFR

(8)

PKB III PROGRAM STUDI SPESIALIS Ilmu Penyakit Paru 2019

berperan penting dalam perkembangan kanker melalui modulasi progresi siklus sel, inhibisi apoptosis, induksi angiogenesis, dan promosi motilitas dan metastasis sel tumor. Sekitar 40- 80% KPBSK memiliki ekspresi EGFR yang meningkat. Beberapa mekanisme yang dapat mengakibatkan aktivasi secara menyimpang antara lain overekspresi reseptor, amplifikasi gen, mutasi yang menyebabkan aktivasi, overekspresi ligan reseptor, dan atau kehilangan mekanisme regulasi negatif.3

Telah diketahui adanya mutasi delesi exon 19 (45%) dan mutasi titik exon 21 (40%) yang mengaktivasi tirosin kinase dan berhubungan dengan Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR). Mutasi EGFR ditemukan pada lebih dari 50% ras Asia dan 10% ras Kaukasia.Mutasi EGFR tidak hanya berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan sel, tetapi juga promosi metastasis.Mutasi EGFR ditemukan pada jenis adenokarsinoma dan lebih banyak pada pasien yang tidak memiliki riwayat merokok.Hal tersebut menunjang perkembangan terapi kanker dengan tyrosine kinase inhibitor (TKI) antara lain gefitinib, afatinib, erlotinib, dan osimertinib.4

PRINSIP DAN MEKANISME TIROSIN KINASE INHIBITOR (TKI) Gambar 1. Struktur EGFR dan Ikatan Ligan. Liu et al 2017.

(9)

PKB III PROGRAM STUDI SPESIALIS Ilmu Penyakit Paru 2019

Pengobatan dengan modalitas anti EGFR terbagi menjadi dua kelompok yaitu antibodi monoklonal dan TKI. Tulisan ini akan lebih fokus membahas mengenai TKI, khususnya osimertinib sebagai terapi untuk pasien dengan adenokarsinoma paru dengan mutasi T790M dan mengalami progresi penyakit setelah TKI lini pertama.TKI adalah molekul kecil yang berkompetisi dan mencegah ikatan adenosin trifosfat (ATP) ke regio tirosin kinase intraselular. Kompetisi ini dapat menyebabkan regresi tumor melalui peningkatan apoptosis dan inhibisi proliferasi seluler dan angiogenesis.5

RESISTENSI TERAPI TIROSIN KINASE INHIBITOR

EGFR TKI memberikan hasil yang baik dalam terapi kanker paru. Namun, resistensi TKI lini pertama telah dilaporkan pada satu tahun pertama terapi. Kriteria Jackman memberikan gambaran pasien yang resisten yaitu pasien yang mendapat terapi EGFR TKI tunggal, tumor dengan mutasi EGFR sensitif terhadap obat atau respons parsial atau respons komplit berdasarkan RECIST dan WHO atau respon

Gambar 2. Terapi Kanker Paru Target EGFR. Liu et al 2017.

(10)

PKB III PROGRAM STUDI SPESIALIS Ilmu Penyakit Paru 2019

komplit lebih dari 6 bulan setelah awal pemberian EGFR-TKI. Kriteria lain yaitu terjadi progresifitas sistemik setelah melanjutkan EGFR TKI dalam 30 hari terakhir dan tidak menggunakan terapi sistemik lain di antara periode berhenti TKI dan terapi baru.6

Mekanisme resistensi mutasi T790M paling sering terjadi sebesar > 60%

dengan mutasi titik ekson 20 pada gen EGFR, diikuti amplifikasi MET (4%), amplifikasi human EGFR type 2 (HER2) 8-13%, mutasi PIK3CA (2%), mutasi BRAF (1%), transformasi histologi KPKBSK menjadi KPKSK (6%) atau transisi mesenkim epitel (1-2%).Mutasi T790M mengakibatkan peningkatan afinitas terhadap adenosin trifosfat (ATP) dan menurunkan kemampuan EGFR TKI yang reversibel untuk berikatan dengan domain tirosin kinase EGFR. Peningkatan fosforilasi dan penurunan potensi TKI terjadi karena subtitusi threonin pada methionin posisi T790M ekson 20 dan mengakibatkan steric hidrance ikatan dengna TKI reversibel dan meningkatkan afinitas terhadap ATP.6

PROFIL DAN MEKANISME KERJA OSIMERTINIB

Osimertinib telah disetujui untuk terapi pasien dengan KPBSK mutasi EGFR T790M metastatis yang mengalami progresi saat atau setelah terapi EGFR TKI. Dosis yang direkomendasikan adalah 80 mg, satu kali sehari dengan batas waktu konsumsi sampai terdapat progesi penyakit atau toksisitas yang tidak dapat ditoleransi. Apabila terdapat efek samping jantung interval QTc > 500 ms pada ≥ 2 EKG terpisah, osimertinib disarankan dihentikan sampai interval QTc < 481 ms atau didapatkan perbaikan sampai baseline jika baseline ≥ 481 ms dengan pemberian dosis 40 mg/hari.

Penghentian osimertinib disarankan pada pasien dengan pemanjangan interval QTc dan aritmia mengancam jiwa dan pasien dengan gagal jantung kongestif

(11)

PKB III PROGRAM STUDI SPESIALIS Ilmu Penyakit Paru 2019

simptomatik atau disfungsi ventrikel kiri asimtomatik yang menetap ≥ 4 minggu. Pada kasus penyakit paru interstisial atau pneumonitis, osimertinib juga sebaiknya dihentikan. Pada kasus efek samping obat grade 3 atau 4 terapi dapat dihentikan hingga 3 minggu dan dilanjutkan pada dosis 80 atau 40 mg/hari bila terdapat perbaikan efek samping obat grade 0 – 2 dalam 3 minggu. Bila tidak terjadi perbaikan dalam 3 minggu, terapi sebaiknya dihentikan permanen.

Pemberian osimertinib bersamaan dengan CYP3A inducer yang kuat seperti fenitoin, rifampisin, karbamazepin sebaiknya dihindari. Penyesuaian dosis perlu dilakukan hingga 160 mg/hari apabila diberikan bersamaan dengan obat golongan CYP3A inducer dan diturunkan kembali menjadi 80mg/hari dalam waktu 3 minggu setelah penghentian CYP3A inducer kuat.

Osimertinib merupakan suatu inhibitor EGFR tyrosine kinase yang mengikat secara ireversibel terhadap beberapa bentuk EGFR mutan antara lain T790M, L858R, dan delesi ekson 19 pada konsentrasi sembilan kali lebih rendah dibandingkan EGFR wild type.Terdapat metabolit aktif AZ7550 yang memiliki potensi mirip dengan osimertinib dan AZ5104 yang memiliki potensi lebih baik terhadap delesi ekson 19 dan mutan T790M (potensi 8 kali lipat) dan EGFR wild type (potensi 15 kali lipat).Profil inhibisi osimertinib juga dilaporkan secara in vitro terjadi pada gen HER2, HER3, HER4, ACK1, dan BLK. Distribusi metabolit osimertinib diketahui mencapai rasio AUC 2, hal ini didapatkan konsisten dengan regresi tumor dan peningkatan kesintasan dengan terapi osimertinib pada mencit dengan metastasis intrakranial EGFR mutan.

(12)

PKB III PROGRAM STUDI SPESIALIS Ilmu Penyakit Paru 2019

UJI KLINIS

Berbagai macam uji klinis menggunakan osimertinib telah dan sedang dilakukan diantaranya adalah AURA phase I, AURA extension phase, AURA2, dan AURA3 pada pasien dengan KPBSK stadium lanjut dengan mutasi T790M dan mengalami progres setelah terapi lini pertama dengan EGFR-TKI.

AURA3 merupakan suatu studi fase III open labelpada pasien KPBSK mutasi EGFR T790M positif metastatis yang mengalami penyakit progresif setelah terapi EGFR TKI lini pertama. Pemeriksaan mutasi EGFR T790M dilakukan dengan alat The cobas EGFR mutation test. Total pasien 419 orang dilakukan randomisasi 2:1 untuk menerima osimertinib 80 mg sekali sehari (n = 279) atau kemoterapi berbasis platinum (n = 140), kemoterapi ganda dengan pemetrexed 500 mg/m2ditambah carboplatin AUC

Gambar 3. Mekanisme Kerja Osimertinib. Rajappa et al 2018.

(13)

PKB III PROGRAM STUDI SPESIALIS Ilmu Penyakit Paru 2019

5 atau cisplatin 75 mg/m2 pada hari 1 dengan siklus 21 hari sampai dengan jadwal 6 siklus dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan pemetrexed. Pasien pada kelompok kemoterapi dengan progresi penyakit berdasarkan radiologis menurut peneliti dan review independen tersamar dapat diberikan osimertinib pada saat progresi penyakit.

Profil pasien dengan median usia 62 tahun, dengan proporsi pasien perempuan 64%, ras Asia 65%, bukan perokok 68%, status performa WHO 0 atau 1 dan memiliki metastasis viseral ekstratorakal 54%.

Hasil median progressive free survival (PFS) didapatkan lebih lama pada kelompok osimertinib dibandingkan kemoterapi platinum-pemetrexed (10,1 vs 4,4 bulan, HR 0,3; 95%CI 0,23-0,41, p< 0,001) berdasarkan peneliti. Review pusat indenpenden tersamar juga memperoleh hasil yang mirip dengan peneliti yaitu median PFS 11 vs 4,2 bulan, HR 0,28; 95%CI 0,2-0,38)

Overall response rate (ORR) didapatkan sebesar 65% vs 29% (p < 0,0001) dengan median durasi respons 11 bulan vs 4,2 bulan.Disease control rate (DCR) juga signifikan lebih baik pada kelompok osimertinib. Pada kelompok dengan metastasis sistem saraf pusat juga didapatkan PFS yang lebih lama pada kelompok osimertinib (8,5 bulan vs 4,2 bulan, HR 0.32; 95% CI 0,21-0,49). Efek samping grade 3 ke atas pada kelompok osimertinib terjadi sebesar 23% dibandingkan pada kemoterapi platinum-permetrexed.7

AURA dan AURA2 memberikan hasil pooled analysis median PFS pada pasien dengan KPBSK lanjut dan mutasi T790Msebesar 11 bulan. Studi ASTRIS yang membahas mengenai penggunaan osimertinib pada pasien dengan KPBSK T790M positif memberikan hasil response rate 64%.8

Studi di Austria pada April 2015- Juni 2016 pada pasien dengan KPBSK yang memiliki progresi penyakit setelah mendapat terapi EGFR TKI sebelumnya dan

(14)

PKB III PROGRAM STUDI SPESIALIS Ilmu Penyakit Paru 2019

sedang mengonsumsi osimertinib memberikan hasil respons klinis jelas dan radiografik sebesar 85% dengan 17% mengalami remisi komplit, 68% respon parsial, 6% penyakit stabil. Kemampuan osimertinib untuk penetrasi sawar darah otak dilaporkan lebih baik dibandingkan EGFR TKI sehingga dapat bermanfaat pada pasien dengan KPBSK dan metastase otak. 9

PROFIL KEAMANAN

Efek samping yang paling sering dilaporkan dari pemberian osimertinib dibandingkan kemoterapi berdasarkan studi AURA3 adalah diare (41% vs 11%)), rash (34% vs 4%), kulit kering (23% vs 4%), toksisitas kuku (22% vs 2%), dan fatigue (22% vs 4%). Efek samping obat grade 3 atau 4 yang dilaporkan adalah fatigue (1,8%

vs 5,1%), diare (1,1% vs 1,5%) dan penurunan nafsu makan (1,1% vs 2,9%), limfopenia (8,2% vs 9,9%) dan neutropenia (2,2% vs 12%).Kejadian efek samping serius yang memerlukan penghentian terapi osimertinib adalah penyakit paru interstisial / pneumonitis (3%), dengan mortalitas 0,4% karena kausa tersebut. 7

(15)

PKB III PROGRAM STUDI SPESIALIS Ilmu Penyakit Paru 2019

Gambar 4. Algoritma Tatalaksana Progresi bukan Sistem Saraf Pusat. Westover D, et al. 2018

Gambar 5. Algoritma Tatalaksana Progresi Sistem Saraf Pusat. Westover D, et al.

2018

(16)

PKB III PROGRAM STUDI SPESIALIS Ilmu Penyakit Paru 2019

RANGKUMAN

Morbiditas dan mortalitas kanker paru yang tinggi membutuhkan strategi tatalaksana yang cepat, multimodal, dan individual. Mutasi gen termuktahir terdeteksi di EGFR T790M. Osimertinib dapat menjadi pilihan pada KPBSK yang mengalami mutasi EGFR T790M dan mengalami progresi setelah terapi TKI lini pertama.

Beberapa studi telah melaporkan hasil yang baik setelah terapi osimertinib dengan profil keamanan yang baik dan dapat ditoleransi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Globocan 2018. Lung Cancer Fact Sheet. Diunduh dari :

http://gco.iarc.fr/today/data/factsheets/cancers/15-Lung-fact-sheet.pdf, diakses pada 19 Juni 2019.

2. Osimertinib (Tagrisso). U.S. Food and Drug Administration. Diunduh dari:

https://www.fda.gov/drugs/resources-information-approved-drugs/osimertinib- tagrisso , diakses pada 19 Juni 2019.

3. Carcereny E, Moran T, Capdevila L, et al. The Epidermal Growth Factor Receptor (EGFR) in Lung Cancer. Translational Respiratory Medicine. 2015;3:1.

4. Lamb YN, Scott LJ. Osimertinib: A Review in T790M-Positive Advanced Non- Small Cell Lung Cancer. Targ Oncol. 2017. 12(4):555-562.

5. Liu TC, Jin X, Wang Y, Wang K. Role of epidermal growth factor receptor in lung cancer and targeted therapies. Am J Cancer Res 2017;7(2):187-202.

6. Westover D, Zugazagoitia J, Cho BC, et al. Mechanisms of acquired resistance to first and second generation EGFR tyrosine kinase inhibitor. Annlas of Oncology 29 (supp 1). 2018:i10-i19.

7. Mok TS, Wu YL, Ahn MJ, et al. Osimertinib or Platinum-Pemetrexed in EGFR T790M-Positive Lung Cancer. N Engl J Med. 2017;376:629-40.

(17)

PKB III PROGRAM STUDI SPESIALIS Ilmu Penyakit Paru 2019

8. Marinis FD, Cho C, Kim DW, et al. ASTRIS: a realworld treatment study of osimertinib in patients(pts) with EGFR T790M positive non-small cell lungcancer (NSCLC). J Clin Oncol. 2017;35:9036

9. Hochmair M, Holzer S, Filipits M, et al. EGFRT790M resistance mutation in NSCLC: real-life dataof Austrian patients treated with osimertinib.J Thorac Oncol.

2017;12:S1254

(18)

Gambar

Gambar 3. Mekanisme Kerja Osimertinib. Rajappa et al 2018.
Gambar 4. Algoritma Tatalaksana Progresi bukan Sistem Saraf Pusat. Westover  D, et al

Referensi

Dokumen terkait

Sebuah penelitianyang menarik baru-baru ini menggunakan alat pencitraan baru untuk memverifikasi efek NAC dosis tinggi pada pasien PPOK, menemukan korelasi antara

Pemilihan alat dan teknik inhalasi yang benar sangat penting untuk menentukan kontrol asma, hal ini erat kaitannya dengan kepatuhan pasien.Kesalahan dalam menggunakan alat

pedalaman yang juga banyak menghasilkan barang dagangan. Akan tetapi Pelabuhan Ulee Lheue tidak selalu eksis disebabkan oleh beberapa hal, di antaranya

Sepanjang kali Grogol (Jakarta Barat) sudah terkenal merupakan daerah penghasil tempe yang sangat produktif. Kali Grogol memberikan keuntungan ekonomis bag] pengusaha karena kali

Tahap verifikasi dan validasi terhadap sistem dilakukan dengan perangkat lunak yang sudah dibuat, bertujuan untuk mengoreksi apakah hasilnya sesuai dengan

Dari asumsi bahwa gelombang laut yang ditimbulkan oleh angin adalah pembentuk utama morfologi pantai Makassar sebagaimana yang telah dikemukakan di atas, dan

memperlihatkan adanya perubahan kualitas hidup yang signifikan pada penderita diabetes melitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas 2 Baturraden setelah diberikan

Guru di Departemen Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dan Pembimbing penulisan tesis, terima kasih yang sedalam-dalamnya dan penghargaan