• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banyak dikaji. Seperti penelitian yang dilakukan oleh (Oktavianto, Maslichah, &

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. banyak dikaji. Seperti penelitian yang dilakukan oleh (Oktavianto, Maslichah, &"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Penelitian Terdahulu

Penelitian mengenai pemilihan metode penilaian persediaan ini sudah banyak dikaji. Seperti penelitian yang dilakukan oleh (Oktavianto, Maslichah, &

Afifudin, 2019) tentang pengaruh ukuran perusahaan, margin laba kotor, dan variabilitas persediaan terhadap pemilihan metode akuntansi persediaan. Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data Sekunder, Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI sedangkan sampel penelitian yang diambil adalah Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI tahun 2012-2017, Hasil yang diperoleh Berdasarkan Uji logistic regression variabel Ukuran Perusahaan/Size (X1) tidak berpengaruh

terhadap Pemilihan Metode Akuntansi Persediaan (Y), sedangkan variabel Margin Laba Kotor (X2) dan Variabilitas Persediaan (X3) berpengaruh terhadap Pemilihan Metode Akuntansi Persediaan (Y).

(Indriyani & Riharjo, 2018) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan metode akuntansi persediaan. Penelitian ini memiliki lima variabel independen yang diuji yaitu variabilitas persediaan, variabilitas harga pokok penjualan, ukuran perusahaan, intensitas persediaan dan leverage. Sedangkan variabel dependen yang diteliti ialah metode akuntansi persediaan FIFO dan rata-rata tertimbang. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2013 – 2016 yaitu sebanyak 145 perusahaan. Hasil

(2)

penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran perusahaan dan leverage berpengaruh terhadap pemilihan metode akuntansi persediaan. Sedangkan variabilitas persediaan, variabilitas harga pokok penjualan dan intensitas persediaan tidak berpengaruh terhadap pemilihan metode akuntansi persediaan.

Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh (Shofyah, Hidayati, &

Mawardi, 2019) pengaruh variabilitas harga pokok penjualan, rasio lancar, variabilitas persediaan, perputaran persediaan terhadap pemilihan metode akuntansi persediaan. Objek penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2015-2017. Metode yang digunakan adalah statistik yang bertujuan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan metode regresi logistik. Menurut Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) No.14 , persediaan adalah aset tersedia untuk dijual dalam bentuk bahan baku atau peralatan untuk digunakan dalam proses atau penyediaan jasa. Metode akuntansi AVERAGE digunakan oleh sebagian besar perusahaan manufaktur.

Metode AVERAGE digunakan oleh 13 perusahaan sampel, sedangkan metode FIFO digunakan oleh 5 perusahaan sampel. Hasil penelitian menunjukan variabilitas harga pokok penjualan , variabilitas persediaan, Rasio Lancar dan rasio perputaran persediaan secara simultan berpengaruh terhadap Metode Akuntansi Persediaan.

Penelitian lainnya tentang pemilihan metode penilaian persediaan namun dengan objek selain perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI yaitu penelitian yang dilakukan oleh (Kadim, 2019) tentang analisis pengaruh rasio lancar, perputaran persediaan dan margin laba kotor terhadap pemilihan metode

(3)

persediaan pada perusahaan dagang yang terdaftar di BEI tahun 2013-2015. Hasil penelitian menunjukkan yaitu rasio saat ini dan margin laba kotor memiliki pengaruh signifikan terhadap akuntansi persediaan pemilihan metode. Sedangkan perputaran persediaan tidak memiliki pengaruhi akuntansi persediaan pemilihan metode. Sedangkan variabel indipenden secara simultan yaitu current ratio, inventory turnover dan gross profit margin yang semuanya berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen yaitu pemilihan metode persediaan.

Penelitian yang dilakukan oleh (Ayem & Harjanta, 2018) ini bertujuan untuk menguji pengaruh ukuran perusahaan, variabilitas persediaan, kepemilikan manajerial, financial leverage, dan laba sebelum pajak terhadap pemilihan metode akuntansi persediaan. Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan metode purposive sampling. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa secara parsial variabel persediaan dan laba sebelum pajak memiliki pengaruh secara parsial dalam pemilihan metode akuntansi persediaan sedangkan ukuran perusahaan, kepemilikan manajerial, dan financial leverage tidak memiliki pengaruh terhadap pemilihan metode akuntansi persediaan. Secara simultan ukuran perusahaan, variabilitas persediaan, kepemilikan manajerial, leverage keuangan, dan laba sebelum pajak secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap pemilihan metode akuntansi persediaan.

Penelitian yang dilakukan oleh (Sangadah & Kusmuriyanto, 2014) yaitu memiliki tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris adanya pengaruh ukuran perusahaan, variabilitas persediaan, intensitas persediaan, margin laba kotor, variabilitas laba akuntansi, variabilitas harga pokok penjualan,

(4)

financial leverage dan likuiditas terhadap pemilihan metode penilaian akuntansi persediaan. Sampel penelitian ini pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010 s.d 2012. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa hanya variabilitas persediaan yang memiliki pengaruh signifikan terhadap pemilihan metode akuntansi persediaan. Sedangakan ukuran perusahaan, variabilitas persediaan, intensitas persediaan, margin laba kotor, variabilitas laba akuntansi, variabilitas harga pokok penjualan, financial leverage dan likuiditas tidak memiliki pengaruh terhadap pemilihan metode penilaian akuntansi persediaan.

(Qosim,2017) melakukan penelitian serupa yang bertujuan untuk menganalisis pemilihan yang mempengaruhi keputusan perusahaan untuk menggunakan metode penilaian persediaan dalam laporan keuangannya.

Penelitian ini mengkaji lima variabel bebas yaitu variabilitas persediaan, intensitas persediaan, current ratio, financial leverage dan variabilitas harga pokok penjualan, sedangkan variabel terikat yaitu metode FIFO dalam penilaian persediaan dan rata-rata. Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan perdagangan yang terdaftar di bursa efek Indonesia tahun 2013-2015. Sampel yang dipilih adalah perusahaan yang secara konsisten selama periode pengamatan hanya menggunakan satu metode penilaian persediaan. Penentuan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode purposive sampling non-random. Analisis data dilakukan dengan menggunakan SPSS versi 21. Hasil penelitian ini adalah:

(1) variabilitas persediaan tidak berpengaruh terhadap pemilihan metode penilaian persediaan, (2) intensitas persediaan berpengaruh signifikan terhadap pemilihan

(5)

metode penilaian persediaan, (3) rasio lancar berpengaruh signifikan terhadap pemilihan metode penilaian persediaan. pemilihan metode penilaian persediaan, (4) financial leverage berpengaruh signifikan terhadap pemilihan metode penilaian persediaan, (5) variabilitas harga pokok penjualan tidak berpengaruh terhadap pemilihan metode penilaian persediaan.

Penelitian yang dilakukan oleh (Santioso & Halim, 2013) memiliki tujuan untuk menguji dan memberikan bukti empiris perbedaan antara FIFO dan Average dengan faktor-faktor yang mempengaruhi seperti ukuran perusahaan, struktur modal, dan intensitas persediaan. Objek penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta sebelum tahun 2006. Jangka waktu penelitian adalah 5 tahun dari tahun 2006 sampai 2010. Dengan menggunakan sampel sebanyak 42 perusahaan yaitu 8 perusahaan FIFO dan 34 perusahaan rata-rata dengan menggunakan metode purposive sampling. Mann Whitney dan Regresi Logistik digunakan untuk menguji hipotesis ini. Penelitian ini menemukan bahwa tidak ada perbedaan antara perusahaan FIFO dan perusahaan rata-rata untuk struktur modal dan intensitas persediaan. Hanya satu variabel independen yaitu ukuran perusahaan yang mempengaruhi pemilihan metode penilaian persediaan FIFO atau Average.

B. Tinjauan Pustaka

1. Teori Konsekuensi Ekonomi

Menurut (Scott, 1997) Konsekuensi Ekonomi adalah suatu konsep yang dimana menekankan bahwa, terlepas dari implikasi teori pasar sekuritas yang efisien, pilihan kebijakan akuntansi dapat mempengaruhi nilai perusahaan. Inti dari gagasan

(6)

mengenai konsekuensi ekonomi adalah suatu kebijakan akuntansi perusahaan dan perubahan dalam kebijakan tersebut penting, khususnya bagi manajemen dan juga bagi investor yang memiliki perusahaan, karena manajer dapat mengubah operasi perusahaan berdasarkan perubahan kebijakan akuntansi tersebut. Contohnya perubahan dalam kebijakan akuntansi yaitu terkait dengan cadangan minyak dan gas perusahaan. Perubahan tersebut berdasarkan argumen konsekuensi ekonomi, dapat mengubah aktivitas eksplorasi dan pengembangan oleh para manajer, yang pada gilirannya akan mengubah nilai suatu perusahaan. Jika perubahan tersebut berpotensi negatif dan jika terdapat banyak investor yang terpengaruh, maka investor mampu menekankan perwakilan yang mereka pilih. Akibatnya, para politisi juga akan mempunyai kepentingan dalam kebijakan akuntansi perusahaan dan dalam badan yang menentukan suatu kebijakan tersebut.

Kebijakan akuntansi disini mengacu pada kebijakan akuntansi manapun, bukan hanya yang berpengaruh terhadap aliran kas perusahaan. Menurut doktrin konsekuensi ekonomi, perubahan kebijakan akuntansi akan jadi sangat penting, meskipun tidak ada dampak akibat aliran kas yang terjadi. Berdasarkan teori pasar yang efisien, suatu perubahan yang terjadi tidak penting (meskipun mungkin pasar akan mempertanyakan mengapa perusahaan mengubah kebijakannya) karena aliran kas akan datang tidak akan terpengaruh, dan demikian pula nilai pasar perusahaan tersebut.

Terdapat dua alasan terhadap konsep konsekuensi ekonomi dari kebijakan akuntansi diperlukan, yaitu:

a) Konsep ini menarik, dimana banyak kejadian yang paling menarik dalam praktek akuntansi diturunkan dari konsekuensi ekonomi.

(7)

b) Pernyataan bahwa kebijakan akuntansi tidak penting tidak sesuai dengan pengalaman akuntan.

2. Pengertian Persediaan

Menurut (Hans Kartikahadi, 2012), persediaan adalah salah satu asset lancar signifikan bagi suatu perusahaan pada umumnya, terutama pada industri dagang, manufaktur, pertanian, kehutanan, pertmbangan, kontraktor bangunan, dan penjualan jasa tertentu. Yang dimana suatu persediaan merupakan asset yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal, ini berarti asset yang dikelompokkan sebagai persediaan adalah asset yang memang selalu dimaksudkan untuk dijual atau digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.

Menurut (C. Rollin Niswonger, 1999), persediaan (inventory) digunakan untuk mengindikasi (1) barang dagang yang disimpan untuk kemudian dijual dalam operasi normal perusahaan dan (2) bahan yang terdapat dalam proses produksi atau yang disimpan untuk tujuan tertentu.

Menurut (Donald E. Kieso PH.D., 2007), Persediaan (inventory) adalah pos-pos aktiva yang dimiliki oleh perusahaan untuk dijual dalam operasi bisnis normal, atau barang yang akan digunakan atau dikosumsi dalam membuat barang yang akan dijual. Perusahaan manufaktur (manufacturing concern), di sisi lain, memproduksi barang yang akan dijual ke perusahaan dagang. Walaupun produk yang dihasilkan oleh perusahaan manufaktur sangat berbeda, tapi peusahaan manufaktur biasanya memiliki tiga akun persediaan yaitu baha baku, barang dalam proses dan barang jadi.

(8)

3. Metode Penilaian Persediaan

Berdasarkan PSAK No. 14 (Revisi 2008) terdapat dua macam metode penilaian persediaan yang boleh digunakan di Indonesia sekarang ini, yaitu metode First In First Out (FIFO) dan metode rata-rata tertimbang atau metode weighted average.

a. Metode FIFO (First In First Out)

Menurut (Hans Kartikahadi, 2012) “Metode FIFO (First In First Out) mengasumsikan bahwa barang yang pertama dibeli merupakan barang yang yang pertama terjual. Keunggulan metode ini terletak pada nilai persediaan yang diaporkan posisi keuangan (neraca). Karena barang yang dibeli pertama diasumsikan dijual pertama, maka nilai barang yang dilaporkan sebagai persediaan di neraca mencerminkan harga perolehan yang terbaru, sihingga dalam keadaan perputaran persediaan normal, niai persediaan dineraca lazimnya lebih mendekati nilai sekarang dari persediaan.

Tetapi, kelemahan metode ini adalah pada nilai harga pokok penjualan yang dilaporkan di laporan laba rugi. Harga pokk penjualan merupakan biaya perolehan masa lalu yang ditandingkan dengan pendapata sekarang.

Sehingga bila tingkat inflasi cukup tinggi dapat timbul laba semu, terutama untuk barang yang perputarannya agak lambat. Serta metode ini menghasilkan nilai persediaan akhir dan harga pokok penjualan yang sama, baik menggunakan metode pencatatan periodik maupun metode pencatatan perpetual.

(9)

Menurut (C. Rollin Niswonger, 1999) sebagian perusahaan menjual barang sesuai dengan urutan pembeliannya. Hal ini terutama untuk barang- barang yang tidak tahan lama dan produk-produk yang modelnya cepat berubah. Maka dari itu metode fifo dapat dikatakan konsisten dengan arus fisik atau pergerakan barang dagang.

b. Metode Rata-Rata

Menurut (Hans Kartikahadi, 2012) dalam metode rata-rata tertimbang (weighted average) biaya barang tersedia untuk dijual (persediaan awal dan pembelian) dibagi dengan unit tersedia untuk dijual, untuk mendapatkan biaya rata-rata per unit. Apabila perusahaan menggunakan metode pencatatan periodik, maka rata-rata per unit hanya akan dihiung di akhr saja. Sedangkan dalam metode pencatatan perpetual, setip kali dilakukan pembelian maka akan dihitung biaya rata-rata per unit baru. Untuk metode pencatatan perpetual, asumsi arus biaya rata-rata dikenal dengan nama biaya rata-rata bergerak (moving average method). Karena metode pencatatan periodic menghitung biya rata-rata hanya 1

kali saja setiap kali terjadinya pembelian, maka nilai persediaan akhir dan harga pokok penjualan akan berbeda antara metode pencatatan periodik dan metode pencatatan perpetual.

4. Perputaran Persediaan

Menurut (W. T. H. J. Charles T. Horngren, 2007) perputaran persediaan (inventory turnover) menukur berapa kali suatu perusahaan menjual rata-rata persediaanya selama tahun berjalan. Tingkat perputaran persediaan yang tinggi mengindikasikan kemudahan dalam menjual persediaan, sementara tingkat

(10)

perputaran yang rendah mengindikasikan kesulitan. Untuk menghitung perputaran persediaan, kita menggunakan harga pokok penjualan atau penjualan dengan rata- rata persediaan selama satu periode.

Menurut (Eugene F. Brigham, 2014) rasio perptaran merupakan rasio dimana penjualan dibagi dengan asset. Sesuai dengan namanya, rasio ini menunjukan berapa kali pos tersebut “berputar” sepanjang tahun. Jadi rasio perputaran persediaan (inventory turnover ratio) dinyatakan sebagai penjulan dibagi dengan persediaan

5. Margin Laba Kotor

Menurut (Machfoedz, 1999) menyatakan bahwa margin laba kotor digunakan dalam menguji suatu kewajaran perhitungan persediaan, yang biasa dilakukan oleh seorang akuntan pemeriksa dan menentukan taksiran kerugian atas persediaan. Profit margin merupakan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan keuntungan dibandingkan dengan penjualan yang dicapai perusahaan. Margin laba kotor merupakan perbandingan antar laba kotor dengan tingkat penjualan, rasio ini menggambarkan laba kotor yang dapat dicapai dari jumlah penjualan.

Menurut (Hery, 2017) dalam bukunya “Kajian Riset Akuntansi” margin laba kotor merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur besarnya tingkat presentase laba kotor atas penjualan. Semakin tinggi margin laba kotor maka semakin tinggi laba kotor yang dihasilkan dari penjualan bersih perusahaan. Hal ini dapat disebabkan karena tingginya harga jual dan/atau rendahnya harga pokok penjualan.

(11)

6. Financial Leverage

Financial Leverage menunjukkan sejauh mana perusahaan dapat

memenuhi kewajibannya dalam membayar hutang dengan menggunakan aktiva yang dimilikinya (Hutahaean & Muda, 2013).

Menurut (Eugene F. Brigham, 2014) financial leverage akan memebrikan tiga dampak penting: (1) Menghimpun dana melalui utang, pemegang saham dapat mengendalikan perusahaan dengan jumlah investasi ekuitas yang terbatas, (2) Kreditor melihat ekuitas atau dana yang diberikan oleh pemilik sebagai batas pengaman, (3) Jika hasil yang diperoleh dari asset perusahaan lebih tinggi dari pada tingkat bunga yang dibayarkan, maka penggunaan uatang akan memperbesar pengembalian atas ekuitas atau ROE.

7. Likuiditas

Menurut (W. T. H. J. Charles T. Horngren, 2007) Rasio yang paling banyak digunakan adalah rasio lancar, yaitu asset lancar dibagi dengan kewajiban lancar. Rasio lancar mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban lancar dengan asset lancar. Rasio lancar yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki asset lancar yang cukup untuk menjalankan operasi bisnis yang normal.

Likuiditas merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Dengan kata lain, seberapa banyak aktiva lancar yang tersedia untuk menutupi kewajiban jangka pendek yang segera jatuh tempo (Kadim, 2019).

(12)

Menurut (G. L. S. Charles T. Horngren, John A. Elliot, 2000) pertanyaan yang menyangkut likuiditas berfokus pada kememadaian aktiva lancar untuk memenuhi kewajiban lancar pada saat jatuh tempo. Rasio likuiditas yang paling banyak digunakan adalah rasio lancar. Makin tinggi rasio lancar, makin besar kepastian bahwa kreditor jangka pendek akan mendapatkan pembayaran atas piutang mereka kepada perusahaan dalam jumlah penuh dan tepat waktu.

Likuiditas juga terpengaruh oleh seberapa cepat piutang usaha akan tertagih dan seberapa cepat persediaan akan terjual. Penurunan rasio ini dapat membantu investor dan kreditor untuk mewaspadai masalah perusahaan.

C. Kerangka Pemikiran

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Perputaran Persediaan (X1)

Margin Laba Kotor (X2)

Financial Leverage (X3)

Likuiditas (X4)

Pemilihan Metode Penilaian Persediaan

(Y)

(13)

D. Pengembangan Hipotesis Penelitian

1. Hubungan Perputaran Persediaan dengan Metode Penilaian Persediaan Perputaran persediaan merupakan rasio yang gunakan untuk mengukur berapa kali dana yang tertanam dalam suatu persediaan akan berputar dalam satu periode atau berapa lama (dalam hari) average persediaan tersimpan di gudang hingga akhirnya terjual. Rasio ini menunjukan terkait kualitas persediaan barang dagang dan kemampuan manajemen dalam melakukan aktivitas penjualan.

Dengan kata lain, rasio ini menggambarkan seberapa cepat tingkat persediaan barang dagang berhasil dijual kepada pelanggan (Hery, 2015).

Semakin kecil suatu persediaan yang ada diperusahaan maka semakin tinggi laba yang dihasilkan dari persediaan yang terjual. Sehingga pengaruh pengaruh perputaran persediaan terhadap pemilihan metode penilaian persediaan yaitu dengan perusahaan menggunakan metode rata-rata tertimbang maka persediaan yang ada diperusahaan akan semakin kecil dan hal ini akan berdampak pada laba perusahaan dan kinerja dari manajemen yang dianggap baik. Penelitian yang dilakukan Kadim, A. (2019) serta Shofyah, S., Hidayati, N., & Mawardi, M.

C. (2019) membuktikan hasil yang sama bahwa perputaran persediaan berpengaruh terhadap pemilihan metode penilaian persediaan.

H1: Perputaran persediaan berpengaruh terhadap pemilihan Metode Penilaian persediaan

2. Hubungan Margin Laba Kotor dengan Metode Penilaian Persediaan Margin laba kotor merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur besarnya persentase laba kotor atas penjualan bersih. Rasio ini dihitung dengan

(14)

membagi laba kotor terhadap penjualan bersih. Laba kotor i t u sendiri dihitung sebagai hasil dari pengurangan antara penjualan bersih dengan harga pokok penjualan. Yang dimaksud dengan penjualan bersih disini ialah penjualan (tunai maupun kredit) dikurangi retur dan penyesuaian harga jual serta potongan penjualan ( H e r y , 2 0 1 5 ) .

Margin laba kotor dapat mempengaruhi pemilihan metode penilaian persediaan yaitu bahwa dengan semakin besar presentase margin laba kotor pada suatu periode diperusahaan hal ini akan berdampak pada kebijakan manajemen atau keputusan dalam melakukan/mempertahankan kebijakan terhadap penilaian persediaan tahun berikutnya yang dimana akan meghasilkan laba kotor yang besar pula nantinya, sedangkan jika kondisi margin laba kotor kecil pada suatu periode diperusahaan hal ini akan berdampak pula terhadap kebijakan manajemen dalam melakukan/mempertahankan kebijakan terhadap penilaian persediaan tahun berikutnya. hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Oktavianto, S.

B., Maslichah, M., & Afifudin, A. (2019) yang menyatakan bahwa margin laba kotor berpengaruh terhadap pemilihan metode penilaian persediaan.

H2: Margin laba kotor berpengaruh terhadap pemilihan Metode Penilaian persediaan

3. Hubungan Financial Leverage dengan Metode Penilaian Persediaan Financial leverage menunjukkan kemampuan perusahaan membayar hutang

jangka panjang dengan kekayaan yang dimilikinya. Perusahaan dengan financial leverage tinggi berarti perusahaan tersebut mempunyai hutang yang besar sehingga resiko dan biaya atas perusahaan juga tinggi maka perusahaan akan berusaha memilih metode

(15)

yang bisa menaikkan laba yaitu metode FIFO, sedangkan perusahaan dengan tingkat financial leverage rendah maka resiko dan biaya atas hutangnya juga kecil (Sangadah

& Kusmuriyanto, 2014).

Financial Leverage dapat mempengaruhi pemilihan metode penilaian

persediaan yaitu bahwa suatu perusahaan akan cenderung untuk memilih metode penilaian persediaan FIFO ketika terjadi inflasi, hal ini dikarenakan dengan perusahaan menggunakan metode FIFO akan menaikan persediaan akhir yang nantinya akan berakibat pada naiknnya asset lancar. Kemudian dengan perusahaan memilih metode penilaian FIFO maka laba yang dihasilkan oleh perusahaan tersebut akan juga naik. Sedangkan perusahaan yang memiliki tingkat financial leverage yang rendah akan lebih memilih metode rata-rata tertimbang hal ini

dikarenakan dengan perusahaan memilih metode tersebut akan dapat melakukan pengehmatan pajak. Penelitian yang dilakukan oleh Indriyani & Riharjo (2018) dan Qosim (2017) membuktikan hasil bahwa financial leverage berpengaruh terhadap pemilihan metode penilaian persediaan.

H3: Financial Leverage berpengaruh terhadap pemilihan metode penilaian persediaan

4. Hubungan Likuiditas dengan Metode Penilaian Persediaan

Likuiditas merupakan rasio untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jangka pendek atau utang yang segera jatuh tempo pada saat ditagih secara keseluruhan. Dengan kata lain, seberapa banyak aktiva lancar yang tersedia untuk menutupi kewajiban jangka pendek yang segera jatuh tempo. Perhitungan rasio lancar dilakukan dengan membandingkan antara total aktiva lancar dengan total utang lancar (Kadim, 2019).

(16)

Likuiditas dapat mempengaruhi pemilihan metode penilaian persediaan yaitu bahwa suatu perusahaan yann memiliki tingkat presentase rasio lancar yang rendah berusaha menaikan profitnya. Maka hal ini berdampak terhadap kebijakan pemilihan metode penilaian persediaan yang ada diperusahaan dikarenakan perusahaan akan lebih cenderung memilih metode FIFO agar terlihat kinerja yang baik. Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Kadim, A. (2019) serta Shofyah, S., Hidayati, N., & Mawardi, M. C. (2019) yang membuktikan hasil yang sama bahwa rasio lancar berpengaruh terhadap pemilihan metode penilaian persediaan.

H4: Likuiditas berpengaruh terhadap pemilihan metode penilaian persediaan

Gambar

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Perputaran Persediaan (X1)

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa strategi marketing politik yang digunakan pada saat pemilu 2014 berhasil untuk mendapatkan dukungan dari para pemilih pada

a) Fungsi produksi, merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi yang siap untuk dijual. b) Fungsi pemasaran, merupakan fungsi yang

Evaluasi kebijakan adalah tahapan yang paling penting dalam sebuah proses kebijakan, tanpa ada evaluasi suatu kebijakan itu tidak akan ada nilainya karena di

dalam rangkaian acara yang digelar hingga 12 Februari ini juga terdapat prosesi pengangkatan jabatan yang dilakukan langsung oleh Dirut Sumber Daya Manusia

Potongan harga merupakan diskon produk atau harga marginal rendah yang diberikan untuk mempengaruhi konsumen dalam berbelanja agar lebih impulsif Iqbal

Terkait dengan teori agency, hubungan manajemen laba dengan ukuran perusahaan dijelaskan bahwa agen (manajemen) perusahaan kecil cenderung akan menaikkan laba di dalam

Penelitian sekarang dilakukan oleh Wisnu Aditya Nurkamal untuk menguji ulang pengaruh dimensi gaya hidup terhadap keputusan pembelian dengan menggunakan objek yang berbeda dengan

No Judul Jenis Karya Penyelenggara/ Penerbit/Jurnal Tanggal/ Tahun Ketua/ Anggota Tim Sumber Dana Keterangan 1 NA NA NA NA NA NA NA GL. KEGIATAN