• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementasi Kebijakan Pelayanan Kesehatan pada Masyarakat Ekonomi Lemah di Puskesmas Glugur Darat. Shella Shandy Thasia Isma

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "Implementasi Kebijakan Pelayanan Kesehatan pada Masyarakat Ekonomi Lemah di Puskesmas Glugur Darat. Shella Shandy Thasia Isma"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

Implementasi Kebijakan Pelayanan Kesehatan pada Masyarakat Ekonomi Lemah di Puskesmas Glugur Darat

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Administrasi Publik

Oleh

Shella Shandy Thasia Isma 140903092

Program Studi Ilmu Politik Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Universitas Sumatera Utara Medan

2018

(2)

PRAKATA

Puji dan syukur saya sampaikan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini dilakukan untuk memenuhi salah satu syarat dalam memperoleh Gelar Sarjana Administrasi Publik pada Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara. Saya menyadari tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sejak masa perkuliahan sampai dengan penyusunan skripsi ini sangatlah sulit dalam melewati dan menyelesaikannya. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Muryanto Amin, M.Si. selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara serta Bapak Wakil Dekan I Bapak Husni Thamrin, S.Sos., M.S.P , Wakil Dekan II Bapak Muhammad Arifin Nasution, S.Sos., M.S.P , dan Bapak Wakil Dekan III Ibu Dra. Rosmiani, M.A.

2. Bapak Dr. Tunggul Sihombing, M.A. selaku Ketua Departemen Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan sebagai dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya dalam membantu mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini.

3. Ibu Dra. Asima Yanti Siahaan, Ma, Ph.D. selaku Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Seluruh Staf Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik yang telah membekali penulis dengan berbagai ilmu selama mengikuti perkuliahan sampai akhir penulisan skripsi ini.

5. Staf Tata Usaha Departemen Ilmu Administrasi Publik yang telah banyak membantu peneliti selama mengikuti perkuliahan sampai akhir penulisan skripsi ini.

(3)

6. Seluruh pimpinan dan staf pada Puskesmas Glugur Darat, yang telah membantu saya dalam memperoleh hasil wawancara dan data yang saya perlukan.

7. Kedua orang tua peneliti, Ayahanda Drs. Isma Tantawi, M.A. dan Ibunda Muji Prihatin, serta saudara peneliti Ayu Suci Amalia Isma, Indah Kesuma Putri Isma, Joko Haryono, dan Hendra Jayusman. Kata-kata tidak akan dapat melukiskan kasih sayang, pengorbanan, serta jasa kalian yang tidak terhingga kepada saya. Semoga skripsi ini menjadi langkah awal kesuksesan saya agar dapat membahagiakan kalian.

8. Kepada sahabat Bella Syafira yang selalu mendukung dan selalu ada dalam setiap permasalahan yang saya hadapi dan selalu senantiasa saling memotivasi dalam penyelesaian skripsi masing-masing.

9. Kepada teman-teman dari FISIP USU: Umi Fatiah Alfani, Julianna Chaterinna Simamora, Cindy Priscilla Hutagaol, yang senantiasa setia menemani dari masa awal perkuliahan kini sampai di penghujung akhir perkuliahan. Teman-teman seperjuangan satu kelompok pelajaran: Faisal, Oliv, Felix, Ori, dan Syahputra yang telah senantiasa menerima saya menjadi anggota kelompoknya di mata perkuliahan yang ada. Teman- teman susah senang Aisyah dan Joel Claudia yang selalu setia menemani di kampus menunggu mata kuliah di jam sore dan selalu memberikan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini.

10. Kepada teman-teman seperjuangan PKL: Tia, Dea, Reza, Wira, Dewi, Delfi, Salsa, Fadlan, Bosti, dan bang Zainal terimakasih atas kebersamaan dan kerjasama yang telah kalian berikan di Simalungun Bosar Maligas yang tidak akan pernah terlupakan.

11. Para sahabat dan rekan-rekan seluruh keluarga besar Ilmu Administrasi Publik FISIP USU yang telah bersama-sama saling mendukung dan menyertai saya menyelesaikan studi ini.

12. Semua pihak yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi

(4)

Akhirnya, saya berharap Allah SWT berkenaan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat buat pengembangan keilmuan.

Medan, Juli 2018 Penulis

Shella BAB I

(5)

ABSTRAK

Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, yang memiliki peran sangat strategis dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

Salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan kesehatan, meluncurkan kebijakan BPJS Kesehatan. Oleh karena itu, untuk melihat keberhasilan program tersebut sangat perlu diadakan penelitian dengan judul ”Implementasi Kebijakan Pelayanan Kesehatan pada Masyarakat Ekonomi Lemah di Puskesmas Glugur Darat”. Tujuan penelitian untuk mengetahui standar dan sasaran kebijakan, mendeskripsikan sumber daya, hungbungan antarorganisasi, dan untuk mengetahui karakteristik agen pelaksana yang mempengaruhi proses Implementasi Kebijakan Pelayanan Kesehatan pada masyarakat ekonomi lemah di Puskesmas Glugur Darat. Penelitian menggunakn landasan teori yang dikemukakan Van Meter dan Van Horn. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan sebelumnya. Metode yang digunakan adalah wawancara dengan kepala, dokter, bidan, pegawai serta peserta BPJS Kesehatan yang berobat ke Puskesmas Glugur Darat, Medan. Hasil yang ditemukan, pertama, sumber daya sarana dan prasarana yang masih belum memadai, seperti alat ukur tensi yang kurang berfungsi selanjutnya alat USG yang masih berdimensi rendah, sehingga penyakit yang diderita pasien tidak terdiagnosa.

Obat-obatan yang didapat dan diterima pasien tidak cukup seperti yang dianjurkan dokter (seharusnya 10 butir tablet, tetapi diberikan hanya 8 tablet saja). Kendala lainnya yaitu terlalu lama proses pengurusan surat rujukan, karena kurangnya koneksi internet di Puskesmas Glugur Darat.Pasien yang datang berobat ditangani terlebih dahulu di Puskesmas Glugur Darat. Setelah ditanganni dan tidak ada perubahan, baru dirujuk ke rumah sakit tertentu. Hal ini menurut pasien, perlu dirujuk langsung untuk penyakit tertentu. Ketiga, hubungan antarorganisasi sudah berjalan dengan baik hanya saja sosialisasi terhadap masyarakat masih dianggap kurang.

KataKunci: Puskesmas, BPJS, dan Implementasi.

(6)

v

DAFTAR ISI

PRAKATA ... i

ABSTRAK ... iv

DAFTAR ISI ... v

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Kebijakan Publik ... 8

2.1.1 Implementasi Kebijakan ... 9

2.1.2 Model Implementasi Kebijakan ... 12

2.2 Pelayanan Publik ... 15

2.3 Pelayanan Kesehatan ... 18

2.4 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan ... 22

2.5 Kemiskinan ... 24

2.6 Hipotesis Kerja ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

3.1 Bentuk Penelitian ... 32

3.2 Lokasi Penelitian ... 33

3.3 Informan Kunci ... 33

3.4 Teknik Pengumpulan Data ... 36

(7)

3.5 Teknik Analisis Data ... 37

3.6 Teknik Keabsahan Data ... 39

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 41

4.1 Informan Penelitian ... 41

4.2 Gambaran Umum Puskesmas Glugur Darat ... 41

4.2.1 Profil Puskesmas Glugur Darat ... 41

4.2.2 Visi dan Misi Puskesmas Glugur Darat ... 42

4.2.3 Lokasi Puskesmas Glugur Darat ... 43

4.2.4 Fungsi dan Tujuan Puskesmas Glugur Darat ... 43

4.2.5 Data Geogrfis dan Wilayah Kerja Puskesmas Glugur Darat ... 44

4.3 Implementasi Kebijakan Pelayanan Kesehatan pada Masyarakat Ekonomi Lemah di Puskesmas Glugur Darat ... 45

4.3.1 Standart dan Sasaran Kebijakan ... 45

4.3.2 Sumber daya ... 52

4.3.3 Hubungan antar Organisasi ... 63

4.3.4 Karakteristik Agen Pelaksana ... 66

4.3.5 Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik ... 70

4.3.6 Disposisi Implementor ... 72

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 76

5.1 Kesimpulan ... 76

5.1.1 Standar dan Sasaran Kebijakan ... 76

5.1.2 Sumber daya ... 77

5.1.3 Hubungan antarorganisasi ... 77

5.1.4 Karakteristik Agen Pelaksana ... 78

5.1.5 Lingkungan Sosial, Politik dan Ekonomi ... 79

5.1.6 Disposisi Implementor ... 79

5.2 Saran ... 80

(8)

vii

5.2.3 Hubungan antarorganisasi ... 81

5.2.4 Karakteristik Agen Pelaksana ... 81

5.2.5 Lingkungan Sosial, Politik dan Ekonomi ... 81

5.2.6 Disposisi Implementor ... 82

DAFTAR PUSTAKA ... 83

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 1

Lampiran 1: Pedoman Wawancara ... 1

Lampiran 2: Pedoman Observasi ... 7

Lampiran 3: Pedoman Dokumentasi ... 8

Lampiran 4: Transkip Wawancara ... 9

Lampiran 5: Transkip Observasi ... 57

Lampiran 6: Transkip Dokumentasi ... 61

(9)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Negara Indonesia merupakan negara dengan sistem yang demokrasi untuk memakmurkan dan mensejahterakan rakyatnya. Pemerintah dan badan legislatif sebagai pengemban amanah rakyat melalui pemilihan umum bertanggung jawab penuh atas kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Untuk mewujudkan kesejahteraan pemerintah menetapkan berbagai macam kebijakan dengan berbagai programnya. Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu perencanaan secara sistematis, terarah, terpadu, dan menyeluruh, serta dibutuhkan keterlibatan berbagai sektor dan seluruh komponen masyarakat dalam pelaksanaannya. Dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan diperlukan fasilitas kesehatan, yaitu alat dan tempat yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan, baik peningkatan, pencegahan, pengobatan, maupun pemulihan yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat.

Pemerintah memberikan tanggungjawab kepada Kementrian Kesehatan dalam proses pelaksanaan pelayanan kesehatan kepada seluruh masyarakat, antara lain seperti penyedian dan peningkatan pembangunan infrastruktur sarana dan prasarana yaitu, gedung untuk rumah sakit, puskesmas, dan laboratorium.

Pengadaan peralatan teknologi kesehatan modern dan tepat guna (canggih). Di samping hal di atas, juga diperlukan sistem administrasi operasional yang efisien, lugas, tuntas, dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat.

(10)

2

tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Sejak berdirinya BPJS pada tanggal 1 Januari 2014 setiap rumah sakit pemerintah, rumah sakit swasta, puskesmas yang bekerjasama dengan BPJS wajib melayani pasien peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), yang pembiayaannya menjadi tanggungan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Sesuai dengan yang tercantum dalam Peraturan Presiden Nomor: 12 Tahun 2013 tentang jaminan kesehatan, yang dimaksud dengan pasien BPJS yakni Peserta Jaminan Kesehatan yang menerima bantuan iuran dari pemerintah bukan penerima bantuan iuran (non PBI) yang terdiri dari PNS, TNI, POLRI dan penerima bantuan iuran (PBI) yang terdiri dari masyarakat tidak mampu atau masyarakat ekonomi lemah.

BPJS kesehatan telah membagi kelas perawatan pada peserta BPJS non PBI dan masing-masing kelas memiliki iuran yang berbeda-beda yaitu terdiri dari kelas 1 dengan iuran RP 80.000, iuran kelas 2 Rp 51.000, dan kelas 3 dengan iuran Rp. 25.500. Sedangkan kelas perawatan dari peserta BPJS penerima bantuan Iuran (PBI) yaitu kelas rawat 3 tidak dipungut biaya (gratis) karena peserta BPJS pada kelas 3 ini ditanggung oleh Pemerintah yang diperuntukan kepada masyarakat tidak mampu atau masyarakat ekonomi lemah. Penerima bantuan Iuran (PBI) ini mempunyai hak yang sama dengan pasien umum lainnya untuk menerima pelayanan yang memuaskan. Pengertian lain dari BPJS Kesehatan adalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, yaitu sebuah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berperan untuk menyelenggarakan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan bagi seluruh warga Negara Indonesia.

Selain itu, di dalam Undang-Undang Nomor: 36 Tahun 2009 tentang kesehatan juga ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam

(11)

memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan dan memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau. Untuk mewujudkan komitmen tersebut, pemerintah terus berupaya meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat dengan menggunakan jaminan sosial. Jaminan sosial ini merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial yang diselenggarakan oleh pemerintah yang berguna menjamin warga negara atau masyarakatnya untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar yang layak.

Kebijakan terkait pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin masih menjadi salah satu persoalan mendasar di Indonesia. Sebagian besar masyarakat di Indonesia merupakan kalangan masyarakat ekonomi menengah ke bawah yang tentu saja sangat rentan terhadap masalah kesehatan. Berbagai kalangan masyarakat terutama masyarakat miskin menghadapi berbagai masalah kesehatan seperti keterbatasan akses layanan kesehatan dan rendahnya status kesehatan.

Penyebab utama dari rendahnya derajat kesehatan masyarakat terutama masyarakat miskin karena kurangnya kecukupan pangan, keterbatasan akses terhadap layanan kesehatan dasar, rendahnya mutu layanan kesehatan dasar, kurangnya pemahaman terhadap perilaku hidup sehat, rendahnya pendapatan, dan mahalnya biaya jasa kesehatan. Dalam hal ini pemerintah yang berperan sebagai pelaku dari penyelenggaraan kesehatan masyarakat, harus saling bahu membahu secara sinergis dalam melaksanakan pelayanan yang terencana, terpadu dan berkesinambungan dalam upaya bersama-sama mewujudkan pelayanan publik bagi seluruh lapisan masyarakat.

(12)

4

memiliki peran sangat strategis dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu, puskesmas dituntut untuk memberikan pelayanan yang bermutu yang memuaskan bagi pasiennya sesuai dengan standar yang ditetapkan dan dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakatnya. Dan untuk mengatur mekanisme penyelenggaraannya kementrian kesehatan kemudian mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional, seluruh faskes mulai dari Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) hingga Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL), memiliki acuan atau pedoman yang jelas dalam menyelenggarakan pelayanan BPJS Kesehatan dan salah satu faskes yang menjadi penyelenggara dari kebijakan tersebut adalah puskesmas.

Berdasarkan latar belakang di atas dan hasil pra penelitian yang telah dilakukan pada tanggal 21 Januari di Puskesmas Glugur Darat permasalahan yang ada yaitu kinerja BPJS dinilai kurang maksimal, masih ditemukan sistem pelayanan yang kurang memuaskan bagi para peserta BPJS masyarakat ekonomi lemah. Yaitu seperti lambatnya proses penyelesaian berkas rujukan. Masalah rujukan pada peserta BPJS tersebut juga dialami peserta yaitu mengenai pengurusan surat rujukan, dimana pasien harus berobat dulu di puskesmas setelah berobat pasien baru bisa dirujuk ke rumah sakit. Hal itu menimbulkan kesan pelayanan terhadap peserta BPJS diperlambat atau dipersulit. Bahkan hal tersebut bisa menyebabkan kondisi penyakit yang diderita pasien ataupun peserta dari BPJS lebih parah. Konteks dari pelayanan harus dilihat dari hulu ke hilir, kalau hulunya belum mulus tentu saja hilirnya akan berdampak.

(13)

Implementasi kebijakan publik sebagai suatu sistem bagi masyarakat diharapkan dapat memberikan pemenuhan atas hak-hak mendapatkan pelayanan bagi seluruh lapisan masyarakat baik dalam pelayanan publik terutama pelayanan Kesehatan masyarakat. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji lebih mendalam dan melakukan penelitian dengan judul

“Implementasi Kebijakan Pelayanan Kesehatan pada Masyarakat Ekonomi Lemah di Puskesmas Glugur Darat”.

1.2 Rumusan Masalah

Perumusan masalah dalam suatu penelitian merupakan suatu hal yang penting karena diperlukan untuk memberi kemudahan bagi penulis dalam membatasi permasalahan yang ditelitinya, sehingga dapat mencapai tujuan dan sasaran yang jelas serta memperoleh jawaban sesuai dengan yang diharapkan.

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: ”Bagaimanakah Implementasi Kebijakan Pelayanan Kesehatan pada Masyarakat Ekonomi Lemah di Puskesmas Glugur Darat”.

1.3 Tujuan Penelitian

Dari permasalahan penelitian yang telah dirumuskan, maka adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui Standar dan sasaran kebijakan terkait dengan proses

(14)

6

2. Untuk mendeskripsikan Sumber daya dalam proses pelaksanaan Kebijakan Pelayanan Kesehatan pada masyarakat ekonomi lemah di Puskesmas Glugur Darat.

3. Untuk mengetahui Hubungan antar Organisasi dalam mencapai tujuan terkait dengan Kebijakan Pelayanan Kesehatan pada masyarakat ekonomi lemah di Puskesmas Glugur Darat.

4. Untuk mengetahui Karakteristik agen pelaksana yang mempengaruhi proses Implementasi Kebijakan Pelayanan Kesehatan pada masyarakat ekonomi lemah di Puskesmas Glugur Darat.

5. Untuk mendeskripsikan Kondisi sosial, politik dan ekonomi yang mendukung keberhasilan dalam proses pelaksanaan Kebijakan Pelayanan Kesehatan pada masyarakat ekonomi lemah di Puskesmas Glugur Darat.

6. Untuk mendeskripsikan Disposisi implementor terkait dengan pelaksanaan Kebijakan Pelayanan Kesehatan pada masyarakat ekonomi lemah di Puskesmas Glugur Darat.

1.4 Manfaat Penelitiaan

Adapun manfaat penelitian yang akan dicapai adalah sebagai berikut:

a. Secara Subjektif, Sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berpikir ilmiah, sistematis, dan kemampuan untuk menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah. Hal ini diperoleh berdasarkan kajian-kajian teori dan aplikasi Departemen Ilmu Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

(15)

b. Secara Praktis, Penelitian ini menjadi sumbangan pemikiran bagi instansi terkait di Puskesmas Glugur Darat mengenai implementasi kebijakan pelayanan kesehatan pada masyarakat ekonomi lemah. Penelitian ini juga diharapakan dapat dijadikan referensi untuk mengambil kebijakan yang mengarahkan kepada kemajuan institusi.

c. Secara Akademis, Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dan memperkaya ragam penelitian yang telah dibuat oleh para mahasiswa di Departemen Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara.

(16)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kebijakan Publik

Kebijakan merupakan kumpulan keputusan yang ditetapkan, yang bertujuan dalam melindungi serta membatasi perilaku atau tindakan masyarakat sesuai dengan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat. Karena para pembuat kebijakan perlu mencari tahu dan meninjau terlebih dahulu terkait isu-isu masalah apa yang terjadi di masyarakat. Pengertian kebijakan publik sangat begitu beragam, namun demikian tetap saja pengertian kebijakan publik berada dalam wilayah tentang apa yang dilakukan dan tidak dilakukan oleh pemerintah selaku pembuat kebijakan.

Carl J Federick (dalam Leo Agustino 2008:7) mendefinisikan kebijakan sebagai serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijaksanaan tersebut dalam rangka mencapai tujuan tertentu.

Pendapat ini juga menunjukan bahwa ide kebijakan melibatkan perilaku yang memiliki maksud dan tujuan merupakan bagian yang penting dari definisi kebijakan, karena bagaimanapun kebijakan harus menunjukan apa yang sesungguhnya dikerjakan daripada apa yang diusulkan dalam beberapa kegiatan pada suatu masalah.

Richard Rose (dalam Budi Winarno 2007:17) juga menyarankan bahwa kebijakan hendaknya dipahami sebagai serangkaian kegiatan yang sedikit banyak berhubungan beserta konsekuensi-konsekuensi bagi mereka yang bersangkutan daripada sebagai keputusan yang berdiri sendiri. Pressman dan Widavsky (dalam Budi Winarno 2002: 17) mendefinisikan kebijakan publik sebagai hipotesis yang mengandung kondisi-kondisi awal dan akibat-akibat yang bias diramalkan.

Kebijakan publik itu harus dibedakan dengan bentuk-bentuk kebijakan yang lain

(17)

misalnya kebijakan swasta. Hal ini dipengaruhi oleh keterlibatan faktor-faktor bukan pemerintah.

Robert Eyestone (dalam Leo Agustino 2008:6) mendefinisikan kebijakan publik sebagai “hubungan antara unit pemerintah dengan lingkungannya”. Banyak pihak beranggapan bahwa definisi tersebut masih terlalu luas untuk dipahami, karena apa yang dimaksud dengan kebijakan publik dapat mencakup banyak hal.

Menurut Nugroho (2004:48) ada dua karakteristik dari kebijakan publik, yaitu:

1. Kebijakan publik merupakan sesuatu yang mudah untuk dipahami, karena maknanya adalah hal-hal yang dikerjakan untuk mencapai tujuan nasional.

2. Kebijakan publik merupakan sesuatu yang mudah diukur, karena ukurannya jelas yakni sejauh mana kemajuan pencapaian cita-cita sudah ditempuh.

Menurut Woll (dalam Tangkilisan 2003:2) menyebutkan bahwa kebijakan publik ialah sejumlah aktivitas pemerintah untuk memecahkan masalah di masyarakat, baik secara langsung maupun melalui berbagai lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Begitupun dengan Chandler dan Plano (dalam Tangkilisan 2003: 1) yang menyatakan bahwa kebijakan publik adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdayasumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Selanjutnya dikatakan bahwa kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus-menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas.

Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah yang berorientasi pada tujuan tertentu guna memecahkan masalah-masalah publik atau demi kepentingan publik. Kebijakan untuk melakukan sesuatu biasanya tertuang dalam ketentuanketentuan atau peraturan perundang-undangan yang dibuat pemerintah sehingga memiliki sifat yang mengikat dan memaksa.

2.1.1 Implementasi Kebijakan

Implementasi kebijakan merupakan tahapan yang sangat penting dalam

(18)

10

ditempuh oleh pemerintah benar-benar aplikabel di lapangan dan berhasil menghasilkan output dan outcomes seperti yang telah direncanakan. Untuk dapat mewujudkan output dan outcomes yang ditetapkan, maka kebijakan publik perlu untuk diimplementasikan. Implementasi kebijakan merupakan tahap yang krusial dalam proses kebijakan publik. Suatu kebijakan atau program harus diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan.

Implementasi kebijakan dipandang dalam pengertian luas yaitu merupakan alat administrasi publik di mana aktor, organisasi, prosedur, teknik serta sumber daya diorganisasikan secara bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan.

Implementasi kebijakan merupakan aktivitas yang terlihat setelah adanya pengarahan yang sah dari suatu kebijakan yang meliputi upaya mengelola input untuk menghasilkan implementasi baru yang akan dimulai. Apabila tujuan dan sasaran telah ditetapkan, kemudian program kegiatan telah tersusun dan dana telah siap untuk proses pelaksanaanya dan telah disalurkan untuk mencapai sasaran atau tujuan kebijakan yang diinginkan. Van Meter dan Van Horn (dalam Agustino 2006:139) mendefinisikan implementasi kebijakan publik sebagai:

“Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-keputusan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan”

Tindakan tindakan yang dimaksud mencakup usaha usaha untuk mengubah keputusan keputusan menjadi tindakan tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha usaha untuk

(19)

mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan keputusan.

Menurut Daniel Maxmanian dan paul Sabatier (dalam Leo Agustino 2006:139) bahwa:

“Implementasi kebijakan adalah pelaksanaan keputusan kebijkasanaan dasar, biasanya dalam bentuk undang undang, namun dapat pula berbentuk perintah perintah atau keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan peradilan lazimnya, keputusan tersebut mengindentifikasi masalah yang ingin di atasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai dan berbagai cara untuk menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya.”

Syukur (dalam Sumaryadi 2005:79) bahwa pengertian dan unsur unsur pokok dalam proses implementasi sebagai berikut:

1. Proses implementasi kebijakan ialah rangkaian kegiatan tindak lanjut yang terdiri atas pengambilan keputusan, langkah-langkah yang strategis maupun operasional yang ditempuh guna mewujudkan suatu program atau kebijaksanaan menjadi kenyataan, guna mencapai sasaran yang ditetapkan semula.

2. Proses implementasi dalam kenyataanya yang sesunguhnya dapat berhasil, kurang berhasil ataupun gagal sama sekali ditinjau dari hasil yang dicapai

“outcomes” unsur yang pengaruhnya dapat bersifat mendukung atau menghambat sasaran program.

3. Dalam proses implementasi sekurang-kurangnya terdapat tiga unsur yang penting dan mutlak yaitu:

a) Implementasi program atau kebijaksanaan tidak mungkin dilaksanakan dalam ruang hampa. Oleh karena itu, faktor lingkungan (fisik, sosial budaya, dan politik) akan mempengaruhi proses implementasi program program pembangunan pada umumnya.

b) Target groups yaitu kelompok yang menjadi sasaran dan diharapkan akan menerima manfaat program tersebut.

c) Adanya program kebijaksanaan yang dilaksanakan.

d) Unsur pelaksanaan atau implementer, baik organisasi atau perorangan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan, pelaksanaan dan pengawaasan.

Dari penjelasan mengenai implementasi diatas, peneliti menarik kesimpulan bahwa implementasi merupakan proses pelaksanaan dari suatu

(20)

12

sekolah yang hasilnya dapat di lihat dari perbandingan pencapaian target dengan tujuan awal, sehingga dalam implementasi ini sangat dimungkinkan banyak hal yang sifatnya teknis sebagai upaya dari pencapaian tujuan tersebut.

2.1.2 Model Implementasi Kebijakan

Berkaitan dengan beberapa konsep implementasi kebijakan yang telah dijelaskan diatas, maka model implementasi kebijakan dari Van Meter dan Van Horn yang akan digunakan sebagai pengukur atau indikator dalam penelitian ini.

Menurut Van Meter dan Van Horn (dalam Agustino 2008:142) model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linear dari kebijakan publik, implementor dan kinerja kebijakan publik. Model proses implementasi yang diperkenalkan Van Meter dan Van Horn pada dasarnya tidak dimaksudkan untuk mengukur dan menjelaskan hasil akhir dari kebijakan pemerintah, namun lebih tepatnya untuk mengukur dan menjelaskan apa yang dinamakan pencapaian program karena menurutnya suatu kebijakan mungkin diimplementasikan secara efektif, tetapi gagal memperoleh dampak substansial yang sesuai karena kebijakan tidak disusun dengan baik atau karena keadaan lainnya.

Menurut teori implementasi kebijakan Van Meter dan Van Horn (dalam Agustino 2006:141-144), terdapat enam variabel yang mempengaruhi kinerja kebijakan publik, yaitu:

1. Ukuran dan tujuan kebijakan

Kinerja implementasi kebijakan dapat diukur tingkat keberhasilannya jika- dan- hanya-jika ukuran dan tujuan dari kebijakan memang realistis dengan sosio- kulturyang mengada di level pelaksana kebijakan. Ketika ukuran

(21)

kebijakan atau tujuan kebijakan terlalu ideal (bahkan terlalu utopis) untuk dilaksanakan di level warga, maka agak sulit memang merealisasikan kebijakan publik hingga titik yang dapat dikatakanberhasil.

2. Sumberdaya

Keberhasilan proses implementasi kebijakan sangat tergantung dari kemampuan memanfaatkan sumberdaya yang tersedia. Manusia merupakan sumber daya yang terpenting dalam menentukan suatu keberhasilan proses implementasi. Tahap-tahap tertentu dari keseluruhan proses implementasi menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaan yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan secara politik. Tetapi ketika kompetensi dan kapabilitas dari sumber-sumber daya itu nihil, maka kinerja kebijakan publik sangat sulit untuk diharapkan. Tetapi diluar sumber daya manusia, sumber daya lain yang perlu diperhitungkan juga ialah sumber daya finansial dan sumber daya waktu. Karena itu sumber daya yang diminta dan dimaksud oleh Van Meter dan Van Horn adalah ketiga bentuk sumber dayatersebut.

3. Karakteristik AgenPelaksana. Pusat perhatian pada agen pelaksana meliputi organisasi formal dan organisasi informal yang akan terlibat pengimplementasian kebijakan publik. Hal ini sangat penting karena kinerja implementasi kebijakan (publik) akan sangat banyak dipengaruhi oleh ciri- ciri yang tepat serta cocok dengan para agen pelaksananya. Selain itu, cakupan atau luas wilayah implementasi kebijakan perlu juga diperhitungkan manakala hendak menentukan agen pelaksana.Semakin luas cakupan implementasi kebijakan, maka seharusnya semakin besar pula agen yang dilibatkan.

4. Sikap/Kecenderungan (Disposisi) para Pelaksana

Sikap penerimaan atau penolakan dari (agen) pelaksana akan sangat banyak mempengaruhi keberhasilan atau tidaknya kinerja implementasi kebijakan publik. Hal ini sangat mungkin terjadi oleh karena kebijakan yang dilaksanakan bukanlah hasil formulasi warga setempat yang mengenal betul persoalan dan permasalahan yang mereka rasakan. Tetapi kebijakan yang akan implementor laksanakan adalah kebijakan dari atas (top down) yang sangat mungkin para pengambil keputusannya tidak pernah mengetahui (bahkan tidak mampu menyentuh) kebutuhan, keinginan, atau permasalahan yang warga ingin selesaikan.

5. Komunikasi Antar Organisasi dan AktivitasPelaksana

Koordinasi merupakan mekanisme yang ampuh dalam implementasi kebijakan publik. Semakin baik koordinasi komunikasi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proses implementasi, maka asumsinya kesalahan- kesalahan akan sangat kecil untuk terjadi dan begitu pula sebaliknya.

6. Lingkungan Ekonomi, Sosial, dan Politik

Hal terakhir yang perlu juga diperhatikan guna menilai kinerja implementasi publik dalam perspektif yang ditawarkan oleh Van Meter dan Van Horn adalah sejauh mana lingkungan eksternal turut mendorong keberhasilan kebijakan publik yang telah ditetapkan.Lingkungan sosial, ekonomi, dan

(22)

14

eksternal.

Sementara itu model implementasi kebijakan dari Van Meter dan Van Horn (dalam Subarsono 2005:95) menetapkan beberapa variabel yang diyakini dapat mempengaruhi implementasi dan kinerja kebijakan. Beberapa variabel tersebut adalah sebagai berikut:

1. Standar dan sasaran kebijakan. Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga dapat direalisir. Apabila standard an sasaran kebijakan kabur, maka akan terjadi multiinterpretasi dan mudah menimbulkan konflik diantara para agen implementasi.

2. Sumber daya. Implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya baik sumber daya manusia (human resources) maupun sumber daya non manusia (non-human resources). Sumber daya dapat menunjuk kepada seberapa besar dukungan financial dan sumber daya manusia untuk melaksanakan program atau kebijakan.

3. Hubungan antar Organisasi. Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu dukungan dan koordinasi dengan instansi lainnya. Untuk itu, diperlukan koordinasi dan kerjasama antara instansi bagi keberhasilan suatu program dalam mencapai sasaran dan tujuan program.

4. Karakteristik agen pelaksana. Yang dimaksud karakteristik agen pelaksana adalah mencakup struktur birokrasi, norma-norma dan pola-pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang semuanya itu akan memengaruhi implementasi suatu program.

5. Kondisi sosial, politik dan ekonomi. Variabel ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan; sejauhmana kelompok-kelompok kepentingan memberikan dukungan bagi implementasi kebijakan; karakteristik partisipan, yakni mendukung atau menolak; bagaimana sifat opini publik yang ada dilingkungan; dan apakah elite politik mendukung implementasi kebijakan.Ini dapat juga menunjuk bahwa lingkungan dalam ranah implementasi dapat mempengaruhi kesuksesan implementasi kebijakan itu sendiri.

6. Disposisi implementor. Disposisi implementor ini mencakup tiga hal yang penting, yakni: respons implementor terhadap kebijakan, yang akan memengaruhi kemauannya untuk melaksanakan kebijakan, kognisi, yakni pemahamannya terhadap kebijakan dan intensitas disposisi implementor, yakni preferensi nilai yang dimiliki oleh implementor. Ini menunjuk bahwa sikap pelaksana menjadi variabel penting dalam proses implementasi kebijakan.

Keunggulan model Van Meter dan Van Horn ini lah yang dapat menawarkan kerangka berpikir untuk menjelaskan dan menganalisis proses implementasi kebijakan. Selain itu model ini juga memberikan penjelasan-penjelasan bagi

(23)

pencapaian- pencapaian dan kegagalan program.Karena model ini menitikberatkan pada sikap, perilaku dan kinerja para perilaku di dalam implementasi kebijakan.

2.2. Pelayanan Publik

Pelayanan Publik adalah segala kegiatan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan, dalam pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Peningkatan pelayanan publik yang efisien dan efektif akan mendukung tercapainya tercapainya efisiensi pembiayaan. Artinya ketika pelayanan umum yang diberikan oleh penyelenggara pelayanan kepada pihak yang dilayani berjalan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya atau mekanisme atau prosedurnya tidak berbelit-belit, akan mengurangi biaya atau beban bagi pihak pemberi pelayanan dan juga penerima pelayanan.

Pelayanan Publik menurut Ridwan dan Sudrajat (2009:19) pelayanan publik merupakan pelayanan yang diberikan oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara terhadap masyarakatnya guna memenuhi kebutuhan dari masyarakat itu sendiri dan memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menurut Agung Kurniawan (dalam Pasolong 2011:128) mengatakan bahwa pelayanan publik adalah pemberian pelayanan (melayani) keperluan orang lain atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.

Selanjutnya A.S. Moenir A(2002: 16) menyatakan bahwa proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain yang langsung inilah yang dinamakan pelayanan. Jadi dapat dikatakan pelayanan adalah kegiatan yang bertujuan untuk membantu menyiapkan atau mengurus apa yang diperlukan orang lain. Menurut Poerwadarminta (dalam Hardiyansyah 2011:10-11) berpendapat bahwa secara etimologis pelayanan berasal dari kata layan yang berarti membantu menyiapkan atau mengurus apa-apa yang diperlukan seseorang, kemudian pelayanan dapat diartikan sebagai: Perihal atau cara melayani.

(24)

16

Dari uraian tersebut, maka pelayanan dapat diartikan sebagai aktivitas yang diberikan untuk membantu, menyiapkan dan mengurus baik itu berupa barang atau jasa dari satu pihak kepada pihak lain.

Ivancevich dkk (dalam Ratminto dan Winarsih 2005:2) mendefinisikan pelayanan adalah produk-produk yang tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang melibatkan usaha-usaha manusia dan menggunakan peralatan. Sedangkan definisi yang lebih rinci diberikan oleh Gronroos dalam (Ratminto dan Winarsih (2005:2) yaitu pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang terjadi sebagai akibat adanya interaksi antara konsumen dan karyawan atau hal lain-lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi layanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen atau pelanggan.

Mengikuti definisi tersebut menurut Ratminto & Winarsih (2005:5), pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefinisikan sebagai segala bentuk jasa layanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh Instansi Pemerintah di Pusat, di Daerah dan dilingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang-undangan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pelayanan publik adalah kegiatan pemberian layanan oleh penyelenggara pelayanan publik yaitu pemerintah, BUMN, atau BUMD yang dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip, asas-asas dalam pelayanan publik dan ketentuan perundang-undangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik dengan tujuan agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

a. Asas-Asas Pelayanan Publik

Hakikat pelayanan publik adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Asas Pelayanan Publik (dalam Dadang Juliantara 2005:11) berikut ini:

(25)

1) Transparan, artinya bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengeti.

2) Akuntabilitas, artinya dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

3) Kondisional, artinya sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas.

4) Partisipatif, artinya mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.

5) Kesamaan Hak, artinya tidak diskriminatif alam artinya tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi.

6) Keseimbangan Hak dan Kewajiban, artinya pemberi dan penerima pelayanan harus memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak.

Dari penjelasan diatas peneliti menarik kesimpulan bahwa asas pelayanan publik harus bersifat transparan sehingga dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan serta dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Serta sebagai prinsip-prinsip dasar yang menjadi acuan dalam pemberian pelayanan pada setiap lembaga penyelenggara pelayanan publik.

b. Kualitas Pelayanan Publik

Jika dihubungkan dengan administrasi publik, pelayanan adalah kualitas pelayanan birokrat terhadap masyarakat. Adapun dalam definisi strategis dinyatakan bahwa kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan. Tujuan dari pelayanan publik adalah memuaskan dan atau sesuai dengan keinginan masyarakat/pelanggan pada umumnya. Untuk mencapai hal ini diperlukan kualitas pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh

(26)

18

Parasuraman (dalam Paimin Napitupulu 2007:172) ada lima dimensi ukuran kualitas pelayanan publik, yaitu:

1) Bukti langsung (tangibels), yaitu kualitas pelayanan berupa sarana fisik perkantoran, komputerisasi administrasi, ruang tunggu, dan tempat informasi;

2) Keandalan (reability), yaitu kemampuan dan keandalan menyediakan pelayanan yang terpercaya;

3) Daya tanggap (responsiveness), yaitu kesanggupan membantu dan menyediakan pelayanan secara cepat, tepat serta tanggap terhadap keinginan konsumen;

4) Jaminan (assurance), yaitu kemampuan dan keramahan serta sopan santun aparat dalam meyakinkan kepercayaan konsumen.

5) Empati (emphaty), yaitu sikap tegas tetapi penuh perhatian dari aparat terhadap konsumen.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut peneliti menarik kesimpulan bahwa kualitas pelayanan merupakan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat sesuai dengan standar pelayanan yang telah dilakukan sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan. Kualitas pelayanan yang ditinjau dari dua dimensi yaitu customer atau masyarakat yang menerima pelayanan dan provider yang memberikan pelayanan, dalam hal ini yang memberikan pelayanan yaitu aparatur pemerintah. Aparatur dalam memberikan pelayanan harus berorientasi kepada masyarakat sehingga menciptakan pelayanan yang berkualitas.

2.3 Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan merupakan hak setiap orang yang dijamin dalam Undang Undang Dasar 1945 untuk melakukan upaya peningkatkan derajat kesehatan baik perseorangan, maupun kelompok atau masyarakat secara keseluruhan.

(27)

Pelayanan Kesehatan masyarakat mencakup seluruh upaya kesehatan yang bersifat promotif preventif, baik untuk sasaran bayi, anak, remaja, ibu hamil, ibu menyusui, bapak maupun yang sudah lanjut usia. Lokasinya pun menyeluruh, ada di tingkat rumah tangga, tempat kerja (pabrik, industri, kerajinan rumah tangga, sawah, peternakan, perikanan), tempat-tempat umum (rumah makan, rumah iadah, pasar, mal) maupun tatanan sekolah (SD, SLTP, SMU, PT atau institusi pendidikan lainnya) Trihono (2005:78-79).

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan pengertian pelayanan bahwa “pelayanan adalah suatu usaha untuk membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan orang lain. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2005:5) upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan diwujudkan dalam suatu wadah pelayanan kesehatan, yang bisa disebut saranana atau pelayanan kesehatan. Jadi, pelayanan kesehatan adalah tempat atau sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Pelayanan kesehatan merupakan salah satu bagian dari pelayanan publik.

Definisi pelayanan kesehatan menurut Depkes RI (2009) adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan atupun masyarakat.

Dalam pengertian ini, pelayanan kesehatan di samping sebagai suatu usaha untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat, sekaligus juga dalam rangka usaha pembinaan, pengembangan pemanfaatan sumber daya manusia. Maka Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara, meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, dan ataupun masyarakat.

Berdasarkan rumusan pengertian di atas, dapat dipahami bahwa bentuk dan jenis pelayanan kesehatan tergantung dari beberapa faktor yaitu:

1. Pengorganisasian pelayanan; pelayanan kesehatan dapat dilaksanakan secara sendiri atau bersama-sama sebagai anggota dalam suatu organisasi.

(28)

20

2. Tujuan atau ruang lingkup kegiatan; pencegahan penyakit, memelihara, dan meningkatkan derajat kesehatan, penyembuhan/ pengobatan dan pemulihan kesehatan.

3. Sasaran pelayanan; perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat.

Pelayanan kesehatan memiliki tiga fungsi yang saling berkaitan, saling berpengaruh dan saling bergantungan, yakni fungsi sosial (fungsi untuk memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat pengguna pelayanan kesehatan), fungsi teknis kesehatan (fungsi untuk memenuhi harapan dan kebutuhan masyarakat pemberi pelayanan kesehatan), dan fungsi ekonomi (fungsi untuk memenuhi harapan dan kebutuhan institusi pelayanan kesehatan). Ketiga fungsi tersebut ditentukan oleh tiga pilar utama pelayanan kesehatan yaitu, masyarakat (yang dalam prakteknya dilaksanakan bersama antara pemerintah dan masyarakat), tenaga teknis kesehatan (yang dilaksanakan oleh tenaga professional kesehatan), dan tenaga administrasi/manajemen kesehatan (manajemen atau administrator kesehatan).

Pelayanan kesehatan memiliki paradigma yang terus berkembang dari masa ke masa:

a. Paradigma pelayanan yang komprehensif dan menyeluruh (holistic)

Pelayanan kesehatan yang dulunya bersifat segmentasi dan terkotak-kotak yang hanya berfokus pada satu atau dua jenis upaya kesehatan menjadi upaya kesehatan yang bersifat menyeluruh (holistic) dan komprehensif.

Pelayanan kesehatan yang menyeluruh artinya bahwa health provider tidak hanya berfokus pada pelayanan kesehatan penyembuhan penyakit dan pemulihan

(29)

kesehatan tetapi secara bersamaan turut menyelenggarakan pelayanan kesehatan lainnya seperti promosi kesehatan dan pencegahan penyakit dan kecacatan.

Pelayanan kesehatan yang bersifat komprehensif dikembangkan sesuai dengan jenjang atau tingkatan kemampuan rumah sakit (health provider) dalam penyelenggaraa pelayanan kesehatan dan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan oleh pasien. Hal tersebut sering disebut dengan istilah indikasi pelayanan atau indikasi medis.

b. Paradigma pembangunan memenuhi hak- hak asasi pasien

Paradigma pelayanan kesehatan yang hanya menekankan hubungan medis kini mulai bergeser kearah pemenuhan hak-hak asasi pasien di bidang kesehatan.

Pelayanan kesehatan terhadap pasien kini bukan lagi hanya sekedar bagaimana cara untuk memberikan pertolongan medis untuk mengobati dan menyembuhkan penyakit pasien, tetapi bagaimana pelayanan kesehatan yang diselenggarakan tersebut memenuhi hak-hak asasi pasien di bidang pelayanan kesehatan. Hak atas pelayanan kesehatan disebut juga sebagai hak dasar sosial yaitu hak pasien sebagai anggota sosial masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, sedangkan hak dasar menentukan diri sendiri disebut juga sebagai hak dasar individual yaitu hak yang dilindungi oleh hukum untuk menyetujui atau tidak menyetujui apa yang boleh dilakukan atau tidak dilakukan terhadap diri pasien dalam upaya kesehatan.

c. Paradigma pelayanan kesehatan partnership

Paradigma pelayanan kesehatan partnership adalah pelayanan kesehatan

(30)

22

kemitraan (partnership). Pola kemitraan ini akan menempakan health provider dan health receiver dalam suatu hubungan kontraktual (kontrak terapeutik) yang masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajiban untuk saling dihargai dan di hormati. Hubungan kontraktual ini tidak lain adalah sebuah hubungan hukum yang dampak hukum.

Paradigma pelayanan partnership ini akan menempatkan masing-masing pihak berada dalam kesetaraan dalam pengambilan keputusan terhadap suatu tindakan medik atau pengobatan dan perawatan yang akan dilakukan oleh health provider terhadap health receiver. Pengingkaran terhadap pola pelayanan partnership ini akan merusak keharmonisan hubungan kontrak terapeutik yang tentunya dapat berimplikasi hukum. Pengembangan pola partnership ini adalah dalam bentuk pelaksanaan informed consent yang merupakan penghargaan akan hak-hak asasi pasien. Health provider berkewajiban untuk mendapatkan persetujuan (izin) dari pasien terhadap apa saja yang akan dilakukannya dalam memberkan pelayanan medik. Tindakan tanpa ijin adalah perbuatan melanggar hukum yang dapat di gugat atau di tuntut secara perdata atau pidana akibat kerugian yang dialami pasien.

2.4 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan

BPJS Kesehatan (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan) BPJS kesehatan merupakan badan hukum publik yang dibentuk oleh pemerintah untuk menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang ditujukan bagi seluruh masyarakat di Indonesia. Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat

(31)

pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah.

a. Manfaat Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan

Dilakukan untuk menjamin kesehatan seluruh masyarakat Indonesia dan memberikan kemudahan dalam akses kesehatan bagi seluruh aspek kesehatan masyarakat. Yang memiliki dua manfaat pelayanan, yakni:

1. Pelayanan kesehatan tingkat pertama, yaitu pelayanan kesehatan non spesialistik mencakup:

a. Mendapat pemeriksaan kesehatan; Pengobatan dan melakukan konsultasi medis.

b. Mendapat tindakan medis yang tidak masuk dalam bidang kompetensi dokter spesialis.

c. Mendapat transfusi darah sesuai kebutuhan medis.

d. Mendapat pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama.

e. Mendapat pelayanan rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi medis. Jika kondisi pasien membutuhkan penanganan kesehatan tingkat lanjut maka fasilitas kesehatan tingkat pertama akan merujuk pasien ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan, yakni rumah sakit yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan.

2. Adapun manfaat layanan kesehatan ditingkat kedua yang didapat di rumah sakit setelah dirujuk dari puskesmas adalah sebagai berikut:

a. Mendapat pemeriksaan diri; Pengobatan, dan; Melakukan konsultasi medis dengan dokter spesialis.

b. Mendapat tindakan medis dari dokter spesialis sesuai dengan indikasi medis.

c. Mendapat rehabilitasi medis serta transfusi darah.

d. Mendapat pelayanan rawat inap di ruang non intensif maupun di ruang intensif.

b. Fasilitas Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yakni meliputi :

a. Puskesmas

(32)

24

b. Praktik dokter umum

Praktik dokter umum adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter umum terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan.

c. Praktik dokter gigi adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter gigi terhadap pasien dalam melaksanakan upaya kesehatan.

d. Klinik Umum

Klinik umum adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar, diselenggarakan oleh lebih dari satu jenis tenaga kesehatan dan dipimpin oleh seorang tenaga medis.

e. Rumah Sakit Pratama

Rumah Sakit Pratama adalah rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan kesehatan dasar dalam upaya menjamin peningkatan akses bagi masyarakat dalam rangka penyelenggaraan kegiatan upaya kesehatan perorangan yang memberikan pelayanan gawat darurat selama 24 jam, pelayanan rawat jalan, dan rawat inap.

2.5 Kemiskinan

a. Kemiskinan

Kemiskinan adalah salah satu masalah sosial yang sangat erat kaitannya dengan kebijakan sosial. Sejarah munculnya kebijakan social tidak bisa dipisahkan dari hadirnya kemiskinan dimasyarakat.

Edi Suharto (2007:72) mendefinisikan kemiskinan sebagai masalah sosial yang paling dikenal orang bahkan banyak yang mengatakan bahwa kemiskinan adalah akar dari masalah sosial. Soerjono Soekanto (2001:406) mengartikan kemiskinan sebagai suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup untuk memelihara dirinya sendiri yang sesuai dengan taraf kehidupan kelompoknya dan tidak mampu untuk memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut.

Konsep kemiskinan dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif. David Harry Penny (dalam Tri Wahyu 2011:11) mendefinisikan kemiskinan absolut dalam kaitannya dengan suatu sumber-sumber materi, yang dibawahnya tidak ada kemungkinan kehidupan berlanjut; dengan kata lain hal ini adalah tingkat kelaparan. Sedangkan kemiskinan relatif adalah perhitungan kemiskinan yang didasarkan pada proporsi distribusi pendapatan dalam suatu negara.

(33)

Dampak kemiskinan dapat dikaitkan dengan bermacam-macam hal, salah satunya adalah kesehatan dan penyakit. Kesehatan dan penyakit adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dari permasalahan kemiskinan, kecuali dilakukan intervensi pada salah satu atau kedua sisi, yakni pada kemiskinannya atau penyakitnya. Kemiskinan mempengaruhi kesehatan sehingga orang miskin menjadi rentan terhadap berbagai penyakit, karena mereka mengalami gangguan seperti gizi buruk, pengetahuan kesehatan berkurang, perilaku kesehatan kurang, lingkungan pemukiman yang buruk, biaya kesehatan tidak tersedia. Sebaliknya kesehatan juga mempengaruhi kemiskinan, masyarakat yang sehat menekan kemiskinan karena orang yang sehat memiliki kondisi tingkat pendidikan yang maju, stabilitas ekonomi mantap, investasi dan tabungan memadai sehingga orang yang sehat dapat menekan pengeluaran untuk berobat.

a. Bentuk dan Jenis Kemiskinan

Dimensi kemiskinan memberikan penjelasan mengenai bentuk persoalan dalam kemiskinan dan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kondisi yang disebut memiskinkan. Konsep kemiskinan tersebut memperluas pandangan ilmu sosial terhadap kemiskinan yang tidak hanya sekedar kondisi ketidakmampuan pendapatan dalam memenuhi kebutuhankebutuhan pokok, akan tetapi juga kondisi ketidakberdayaan sebagai akibat rendahnya kualitas kesehatan dan pendidikan, rendahnya perlakuan hukum, kerentanan terhadap tindak kejahatan (kriminal), resiko mendapatkan perlakuan negatif secara politik, dan terutama ketidakberdayaan dalam meningkatkan kualitas kesejahteraannya sendiri.

(34)

26

Berdasarkan kondisi kemiskinan yang dipandang sebagai bentuk permasalahan multidimensional, kemiskinan memiliki 4 bentuk. Adapun keempat bentuk kemiskinan tersebut adalah Suryawati (2004:89):

1. Kemiskinan Absolut

Kemiskinan absolut adalah suatu kondisi di mana pendapatan seseorang atau sekelompok orang berada di bawah garis kemiskinan sehingga kurang mencukupi untuk memenuhi kebutuhan standar untuk pangan, sandang, kesehatan, perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup. Garis kemiskinan diartikan sebagai pengeluaran rata-rata atau konsumsi rata-rata untuk kebutuhan pokok berkaitan dengan pemenuhan standar kesejahteraan.

Bentuk kemiskinan absolut ini paling banyak dipakai sebagai konsep untuk menentukan atau mendefinisikan kriteria seseorang atau sekelompok orang yang disebut miskin.

2. Kemiskinan Relatif

Kemiskinan relatif diartikan sebagai bentuk kemiskinan yang terjadi karena adanya pengaruh kebijakan pembangunan yang belum menjangkau ke seluruh lapisan masyarakat sehingga menyebabkan adanya ketimpangan pendapatan atau ketimpangan standar kesejahteraan. Daerahdaerah yang belum terjangkau oleh program- program pembangunan seperti ini umumnya dikenal dengan istilah daerah tertinggal.

3. Kemiskinan Kultural

Kemiskinan kultural adalah bentuk kemiskinan yang terjadi sebagai akibat adanya sikap dan kebiasaan seseorang atau masyarakat yang umumnya berasal dari budaya atau adat istiadat yang relatif tidak mau untuk memperbaiki taraf hidup dengan tata cara moderen.

Kebiasaan seperti ini dapat berupa sikap malas, pemboros atau tidak pernah hemat, kurang kreatif, dan relatif pula bergantung pada pihak lain.

4. Kemiskinan Struktural

Kemiskinan struktural adalah bentuk kemiskinan yang disebabkan karena rendahnya akses terhadap sumber daya yang pada umumnya terjadi pada suatu tatanan sosial budaya ataupun sosial politik yang kurang mendukung adanya pembebasan kemiskinan.

b. Indikator Kemiskinan

Pengukuran mengenai kemiskinan yang selama ini banyak dipergunakan didasarkan pada ukuran atas rata-rata pendapatan dan rata-rata pengeluaran masyarakat dalam suatu daerah. Perluasan pengukuran dengan menyertakan

(35)

pandangan mengenai dimensi permasalahan dalam kemiskinan mengukur banyaknya individu dalam sekelompok masyarakat yang mendapatkan pelayanan atau fasilitas untuk kesehatan dan pendidikan. Beberapa perluasan pengukuran lainnya adalah menyertakan dimensi sosial politik sebagai referensi untuk menerangkan terbentuknya kemiskinan. Keseluruhan hasil pengukuran ini selanjutnya dikatakan sebagai indikator-indikator kemiskinan yang digolongkan sebagai indikator-indikator sosial dalam pembangunan. Adapun mengenai beberapa indikator-indikator kemiskinan akan diuraikan pada sub sub bab berikut ini:

1. Indikator Kemiskinan Berdasarkan Dimensi Ekonomi

Berdasarkan sudut pandang ekonomi, kemiskinan adalah bentuk ketidakmampuan dari pendapatan seseorang maupun sekelompok orang untuk mencukupi kebutuhan pokok atau kebutuhan dasar. Dimensi ekonomi dari kemiskinan diartikan sebagai kekurangan sumber daya yang dapat digunakan atau dimanfaatkan untuk meningkatkan taraf kesejahteraan seseorang baik secara finansial maupun jenis kekayaan lainnya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Suryawati, 2004: 123). Dari pengertian ini, dimensi ekonomi untuk kemiskinan memiliki dua aspek, yaitu aspek pendapatan dan aspek konsumsi atau pengeluaran. Aspek pendapatan yang dapat dijadikan sebagai indikator kemiskinan adalah pendapatan per kapita, sedangkan untuk aspek konsumsi yang dapat digunakan sebagai indikator kemiskinan

(36)

28

 Pendapatan Per Kapita

Pendapatan per kapita menyatakan besarnya rata-rata pendapatan masyarakat di suatu daerah selama kurun waktu 1 tahun. Besarnya pendapatan per kapita (income per capita) dihitung dari besarnya output dibagi oleh jumlah penduduk di suatu daerah untuk kurun waktu 1 tahun ( Indikator pendapatan per kapita menerangkan terbentuknya pemerataan pendapatan yang merupakan salah satu indikasi terbentuknya kondisi yang disebut miskin.

 Garis Kemiskinan

Garis Kemiskinan merupakan salah satu indikator kemiskinan yang menyatakan rata-rata pengeluaran makanan dan non-makanan per kapita pada kelompok referensi (reference population) yang telah ditetapkan (BPS, 2004). Kelompok referensi ini didefinisikan sebagai penduduk kelas marjinal, yaitu mereka yang hidupnya dikategorikan berada sedikit di atas garis kemiskinan. Berdasarkan definisi dari BPS, garis kemiskinan dapat diartikan sebagai batas konsumsi minimum dari kelompok masyarakat marjinal yang berada pada referensi pendapatan sedikit lebih besar daripada pendapatan terendah. Pada prinsipnya, indikator garis kemiskinan mengukur kemampuan pendapatan dalam memenuhi 36 kebutuhan pokok/dasar atau mengukur daya beli minimum masyarakat di suatu daerah. Konsumsi yang dimaksudkan dalam garis kemiskinan ini meliputi konsumsi untuk sandang, pangan, perumahan, kesehatan, dan pendidikan (Suryawati, 2004: 123).

(37)

2. Indikator Kemiskinan Berdasarkan Dimensi Peran Pemerintah

Pemerintah sebagai regulator sekaligus dinamisator dalam suatu perekonomian merupakan salah satu pihak yang memiliki peran sentral dalam upaya untuk menanggulangi permasalahan kemiskinan. Di Indonesia, pelaksanaan penanggulangan permasalahan kemiskinan dikoordinasikan oleh Kementrian Koordinator Bidang Kesejahteraan yang bekerja sama dengan Departemen Kesehatan dan Departemen Sosial. Program penanggulangan masalah kemiskinan ini dibiayai melalui Anggaran Pembangunan dan Belanja Nasional (APBN) melalui pos pengeluaran untuk Program Pembangunan. Prinsip yang digunakan untuk program ini bahwa penanggulangan kemiskinan dilakukan melalui upaya untuk meningkatkan pembangunan di bidang sumber daya manusia dan pemenuhan sarana maupun pra sarana fisik. Kedua bentuk pelaksanaan dalam APBN ini disebut juga investasi pemerintah untuk sumber daya manusia dan investasi pemerintah di bidang fisik.

3. Indikator Kemiskinan Berdasarkan Dimensi Kesehatan

Dari berbagai data kemiskinan yang dihimpun menyebutkan adanya keterkaitan antara kemiskinan dan kualitas kesehatan masyarakat. Rendahnya kemampuan pendapatan dalam mencukupi/memenuhi kebutuhan pokok menyebabkan keterbatasan kemampuan untuk menjangkau atau memperoleh standar kesehatan yang ideal/layak baik dalam bentuk gizi maupun pelayanan kesehatan yang memadai. Dampak dari kondisi seperti ini adalah tingginya resiko terhadap kondisi kekurangan gizi dan kerentanan atau resiko terserang penyakit menular. Kelompok masyarakat yang disebut miskin juga memiliki keterbatasan

(38)

30

akan menyebabkan resiko kematian yang tinggi. Indikator pelayanan air bersih atau air minum merupakan salah satu persyaratan terpenuhinya standar hidup yang ideal di suatu daerah. Ketersediaan air bersih akan mendukung masyarakat untuk mewujudkan standar hidup sehat yang layak. Dalam hal ini, ketersediaan air bersih akan mengurangi resiko terserang penyakit yang diakibatkan kondisi sanitasi air yang buruk.

Berdasarkan penjelasan tersebut, maka terdapat keterkaitan/hubungan antara ketersediaan pelayanan air bersih dan jumlah penduduk miskin di suatu daerah. Pada sisi permasalahan lain, ketersediaan air bersih sangat ditentukan oleh kemampuan pembangunan pra sarana air bersih dalam menjangkau lingkungan atau pemukiman masyarakat. Masyarakat yang kurang terjangkau oleh pelayanan air bersih/minum relatif lebih rendah kualitas kesehatannya dibandingkan masyarakat yang telah mendapatkan pelayanan air bersih.

c. Penyebab Kemiskinan

Menurut Paul Spicker (dalam Andika Azizi 2011:10) penyebab kemiskinan dapat dibagi dalam empat bagian:

1. Individual explanation, kemiskinan yang diakibatkan oleh karakteristik orang miskin itu sendiri: malas, pilihn yang salah, gagal dalam bekerja, cacat bawaan, belum siap memiliki anak dan sebgainya.

2. Familial explanation, kemiskinan yang diakibatkan oleh faktor keturunan, di mana antar generasi terjadi ketidakberuntungan yang berulang, terutama akibat pendidikan.

3. Subcultural explanation, kemiskinan yang diakibatkan oleh karakteristik perilaku suatu lingkungan yang berakibat pada moral dari masyarakat.

4. Structural explanation, menganggap kemiskinan sebagai produk dari masyarakat yang menciptakan ketidakseimbangan dengan pembedaan status atau hak.

(39)

Dari pendapat para ahli diatas peneliti menarik kesimpulan bahwa garis kemiskinan dibedakan menurut tempat dan waktu, jadi setiap daerah baik di desa maupun di kota memiliki nilai yang berbeda-beda dan biasanya nilai ini bertambah pada norma tertentu, pilihan norma tersebut sangat penting terutama dalam hal pengukuran kemiskinan. Batas garis kemiskinan dibedakan antara desa dan kota. Perbedaan ini sangat signifikan antara di desa dan di kota, hal ini disebabkan pada perbedaan dan kompleksitas di desa dan di kota.

2.6 Hipotesis Kerja

Hipotesis merupakan jawaban sementara peneliti terhadap masalah penelitian yang dilakukan. Dalam penelitian kualitatif, hipotesis tidak diuji, tetapi diusulkan (suggested, recommended) sebagai satu panduan dalam proses analisis data. Hipotesis kerja adalah hipotesis yang bersumber dari kesimpulan teoritik, sebagai pedoman untuk melakukan penelitian. Adapun hipotesis penelitian ini, yaitu “Implementasi Kebijakan Pelayanan Kesehatan pada masyarakat ekonomi lemah di Puskesmas Glugur Darat meliputi standar dan sasaran kebijakan, sumber daya, hubungan antar organisasi, karakteristik agen pelaksana, kondisi sosial, ekonomi dan politik dan disposisi implementor.

(40)

32

BAB III

METODE PENELITAN

3.1 Bentuk Penelitian

Bentuk yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Hal ini untuk memusatkan perhatian pada masalah-masalah atau fenomena fenomena yang ada serta mampu menggambarkan secara baik mengenai fakta dilapangan yang ada sehingga peneliti memberikan informasi apa adanya.

Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Lexy Moleong 2007:3) penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pengamatan terhadap manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam peristilahannya.

Menurut Zuriah (2006:47) penelitian dengan menggunakan metode penelitian deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat/mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.

Dalam penelitian deskriptif tidak terbatas dalam pengumpulan data saja tapi juga analisa dan interpretasidari data itu serta cenderung tidak perlu mencari atau menerangkan salingberhubungan dan menguji hipotesis. Untuk itu dalam penelitian, peneliti akan mengumpulkan informasi atau data terkait dengan teori Van Meter dan Van Horn yang terdiri dari enam variabel meliputi standar dan sasaran kebijakan, sumber daya, komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas, karakteristik agen pelaksana, kondisi sosial, ekonomi dan politik, dan disposisi implementor.

(41)

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini dilakukan di Puskesmas Glugur Darat yang terletak di Jalan Pendidikan Nomor 8 Kelurahan Glugur Darat I, Kecamatan Medan Timur.

Untuk mendapatankan informasi yang dibutuhkan dalam pemecahan rumusan masalah dan mendapatkan solusi yang tepat dengan menggunakan teori yang sudah ditentukan oleh peneliti yaitu teori Van Meter dan Van Horn yang meliputi enam variabel yang mempengaruhi kinerja implementasi, yakni: standar dan sasaran kebijakan, sumber daya, hubungan antar organisasi, karakteristik agen pelaksana, kondisi sosial, ekonomi dan politik, dan disposisi implementor.

3.3 Informan Kunci

Untuk dapat memperoleh informasi yang lebih jelas mengenai masalah penelitian yang dibahas maka penulis menggunakan tekhnik informan. Subjek penelitian menjadi informan yang akan memberikan informasi yang diperlukan selama proses penelitian.

Adapun informan penelitian yang menjadi obyek penelitian ini yakni:

1. Informan kunci yakni mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian atau informan yang mengetahui secara mendalam permasalahan yang sedang diteliti.

2. Informan utama yakni mereka yang terlibat secara langsung dalam interaksi sosial yang sedang diteliti.

(42)

34

3. Informan tambahan yakni mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang sedang diteliti.

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti menentukan informan sebagai berikut:

1. Informan kunci berjumlah satu orang, yaitu: Kepala Puskesmas Glugur Darat 2. Informan utama berjumlah tiga orang, yaitu:

Masyarakat pengguna BPJS yang merasakan pelayanan kesehatan di Puskesmas Glugur Darat.

3. Informan Tambahan:

Bidan koordinator Puskesmas Glugur Darat, Dokter puskesmas dan pengawas kegiatan pemeberian pelayanan Kesehatan di Puskesmas Glugur Darat

Tabel 3.1 : Matriks Informan

No Status Informan Informasi yang dibutuhkan Jumlah 1 Kepala Puskesmas

Glugur Darat

1. Standar dan sasaran kebijakan

2. Sumberdaya

3. Komunikasi antar organisasi dan penguatan aktivitas

4. Karakteristik agen pelaksana

5. Kondisi sosial, ekonomi dan politik.

6. Disposisi implementor

1

2 Bidan Kordinator Puskesmas Glugur Darat

1. Standar dan sasaran kebijakan

2. Sumberdaya

3. Komunikasi antar organisasi dan penguatan

1

Gambar

Tabel 3.1 : Matriks Informan
Tabel     : Data Pegawai Tenaga Kesehatan di Puskesmas Glugur Darat

Referensi

Dokumen terkait

Dengan kebijakan dan alokasi anggaran yang tepat untuk memperbaiki keefektifan belanja publik, peningkatan iklim investasi dan perbaikan daya saing perdangangan, Jawa Timur

Didapatkan

[r]

Sebelumnya disinggung dalam memasarkan produk ikan salai Patin produksi pengolah di desa Penyasawan dipasarkan melalui dua sistem pemasaran, yaitu sistem pemasaran langsung

kemajemukan agama yang ada baik itu tata cara ibadah, aturan, kebiasaan dan perbedaan yang ada di dalamnya tanpa mengurangi sedikitpun kadar keimanannya, orang tersebut pasti

ini. Ada beberapa agenda yang perlu diselesaikan kaum Muslimin pada umumnya dan Indonesia pada khususnya, supaya Islam mampu bersaing dengan dunia

maka dengan ini kami tetapkan Pemenang Pelaksanaan pekerjaan Pembangunan 2 (dua) ruang Belajar pada lingkungan SKPD Badan Pendidikan dan Pelatihan Kabupaten Seluma

Tindakan dokter gigi tentang standard precaution di ruangan praktek dokter gigi termasuk dalam kategori baik yaitu >80% dalam hal melakukan sterilisasi instrumen sebelum