• Tidak ada hasil yang ditemukan

KERANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL (ENVIRONMENTAL AND SOCIAL MANAGEMENT FRAMEWORK)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KERANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL (ENVIRONMENTAL AND SOCIAL MANAGEMENT FRAMEWORK)"

Copied!
121
0
0

Teks penuh

(1)

KEMENTERIAN PERTANIAN

INTEGRATED CORPORATION OF AGRICULTURAL RESOURCES AND EMPOWERMENT

(ICARE)

KERANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL

(ENVIRONMENTAL AND SOCIAL MANAGEMENT FRAMEWORK)

Disusun oleh:

Kementerian Pertanian

Jl. Harsono RM No.3, RT.5/RW.27, Ragunan, Kec. Ps. Minggu, Jakarta Selatan

DKI Jakarta 12550

Oktober 2021

Pernyataan:

ESMF ini merupakan draft dokumen, yang akan dikonsultasikan lebih lanjut dengan pemangku kepentingan dan akan diperbaharui selama pelaksaan Program

VERSI 1.0

(2)

ESMF – ICARE i

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI... I DAFTAR TABEL ... III DAFTAR GAMBAR ... III DAFTAR LAMPIRAN ... IV DAFTAR SINGKATAN ... V RINGKASAN EKSEKUTIF ... VII

1.0 PENDAHULUAN ... 9

1.1 LATAR BELAKANG ... 9

1.2 DESKRIPSI PROGRAM ... 9

1.3 LOKASI PROGRAM ... 11

1.4 MAKSUD DAN RUANG LINGKUP ESMF ... 12

1.5 METODE PENYUSUNAN ESMF DAN KETERBATASAN ... 12

2.0 KAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN DAN SOSIAL ... 17

2.1 RONA AWAL LINGKUNGAN DAN SOSIAL ... 17

2.1.1 Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung ... 18

2.1.2 Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat ... 19

2.1.3 Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah ... 20

2.1.4 Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur ... 21

2.1.5 Kabupaten Sambas, Provinsi Kalimantan Barat ... 22

2.1.6 Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan ... 23

2.1.7 Kabupaten Lombok Tengah, Provinsi Nusa Tenggara Barat... 24

2.1.8 Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara ... 26

2.1.9 Kabupaten Kolaka Timur, Provinsi Sulawesi Tenggara ... 27

2.2 POTENSI RISIKO DAN DAMPAK LINGKUNGAN DAN SOSIAL .... 28

2.2.1 Potensi Dampak Positif ... 29

2.2.2 Risiko dan Potensi Dampak Negatif ... 30

3.0 PERATURAN INDONESIA, DAN KERANGKA LINGKUNGAN DAN SOSIAL BANK DUNIA, DAN ANALISIS KESENJANGANNYA ... 32

3.1 PERATURAN INDONESIA ... 32

3.2 KERANGA KERJA LINGKUNGAN DAN SOSIAL (ESF) BANK DUNIA ... 34

3.3 ANALISIS KESENJANGAN KEBIJAKAN NASIONAL ... 36

(3)

ESMF – ICARE ii

4.0 KERANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL .. 45

4.1 PROSEDUR PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL ... 45

4.1.1 Penapisan Daftar Negatif ... 46

4.1.2 Identifikasi Potensi Risiko dan Dampak Beserta Penentuan Instrumen Lingkungan dan Sosialnya ... 47

4.1.3 Instrumen Pengelolaan Lingkungan dan Sosial ... 51

4.1.4 Pengesahan Instrumen Lingkungan dan Sosial ... 57

5.0 PELAKSANAAN KERANGKA PENGELOLAAN LINGKUNGAN DAN SOSIAL ... 58

5.1 PENGATURAN KELEMBAGAAN, PERAN DAN TANGGUNG JAWAB ... 58

5.2 PELATIHAN DAN PENINGKATAN KAPASITAS ... 59

5.3 PEMANTAUAN PELAKSANAAN, EVALUASI DAN PELAPORAN . 61 5.4 PENGUNGKAPAN INFORMASI KEPADA PUBLIK ... 61

5.5 KERANGKA PELIBATAN PEMANGKU KEPENTINGAN ... 62

5.6 PELAKSANAAN PROGRAM DALAM MASA PANDEMI COVID– 19 ... 62

5.7 UMPAN BALIK DAN MEKANISME PENANGANAN KELUHAN ... 64

5.8 BIAYA PELAKSANAAN ESMF ... 67

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 68

(4)

ESMF – ICARE iii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Lokasi dan komoditas program. ... 11 Tabel 2. Ringkasan Kegiatan Bersama Pemangku Kepentingan Sebelumnya. ... 13 Tabel 3. Ringkasan Kesenjangan Kebijakan Nasional dengan Standar Lingkungan

dan Sosial Bank Dunia. ... 37 Tabel 4 Klasifikasi risiko kegiatan dan penentuan dokumen lingkungan (SPPL/ECOP

atau UKL-UPL/ESMP). ... 48 Tabel 5 Identifikasi potensi risiko dan penentuan dokumen lingkungan dan sosial. .. 51 Tabel 6 Daftar Instrumen Lingkngan dan Sosial. ... 56

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Lokasi Program. ... 12 Gambar 2. Diagram Alur Pengelolaan Risiko dan Dampak Lingkungan dan Sosial. ... 45 Gambar 3. Alur proses pengaduan masyarakat pada program ICARE ... 66

(5)

ESMF – ICARE iv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Outline indikatif Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Sosial (ESMP)

berdasarkan ESF (Standar ESS1) ... 69

Lampiran 2 Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) dan ECOPs ... 71

Lampiran 3 Resettlement Policy Framework (RPF) ... 81

Lampiran 4 Tata Cara Pengelolaan Tenaga Kerja Program ICARE ... 96

Lampiran 5 Panduan dan Format Rencana Pengelolaan Hama Terpadu (RPHT) ... 110

Lampiran 6 Pelibatan Pemangku Kepentingan Dalam Masa Pandemi Covid – 19 ... 116

Lampiran 7 Panduan Pendekatan Kepada Kelompok Petani yang Memiliki Akses Terbatas ... 118

Lampiran 8 Formulir Penyelesaian Keluhan ... 119

Lampiran 9 Pencatatan Penanganan Keluhan ... 120

(6)

ESMF – ICARE v

DAFTAR SINGKATAN

AMDAL : Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup APD : Alat Perlindungan Diri

Balitbangtan : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian BPTP : Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

BRWA : Badan Registrasi Wilayah Adat

CF : Corporate Farming

COVID-19 : Coronavirus Disease of 2019

EA : Executing Agency (Lembaga Pelaksana)

EA : Environmental Assessment (Penilaian Lingkungan) ECOPs : Environmental Code of Practices (Tata Cara Pengelolaan

Lingkungan) ESCP

ESF

: Environmental and Social Commitment Plan (Rencana Komitmen Lingkungan dan Sosial)

: Environmental and Social Framework (Kerangka Kerja Lingkungan dan Sosial)

ESMF : Environmental and Social Management Framework (Kerangka Kerja Pengelolaan Lingkungan dan Sosial)

ESMP : Environmental and Social Management Plan (Rencana Kerja Pengelolaan Lingkungan dan Sosial)

ESS : Environmental and Social Standard (Standar Lingkungan dan Sosial)

FAO : Food and Agriculture Organization

FI : Financial Intermediaries (Perantara Keuangan)

GRM : Grievance Redress Mechanism (Mekanisme Penanganan Keluhan) K3L : Kesehatan, Keselamatan, Keamanan dan Lingkungan

LARAP : Land Acquisition and Resettlement Action Plan mdpl : meter di atas permukaan laut

OPT : Organisme Pengganggu Tanaman

PIU : Project Implementing Unit (Unit Pelaksana Program)

PMC : Project Management Consultant (Konsultan Pengelola Program) PMO : Project Management Office (Kantor Pengelola Program)

PMU : Project Management Unit (Unit Pengelola Program) PP : Peraturan Pemerintah

PPK : Pejabat Pembuat Komitmen

RPHT : Rencana Pengelolaan Hama Terpadu

RPJMD : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

SK : Surat Keputusan

SPPL : Surat Pernyataan Kesanggupan melakukan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan

Tupoksi : Tugas Pokok dan Fungsi

(7)

ESMF – ICARE vi UKL-UPL : Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan

Hidup

UPT : Unit Pengelola Teknis

UU : Undang-undang

WAG : Whatsapp Group

WB : The World Bank / Bank Dunia WHO : The World’s Health Organization

(8)

ESMF – ICARE vii

RINGKASAN EKSEKUTIF

Kementerian Pertanian Republik Indonesia (“Kementan”) sedang menyusun Program Integrated Corporation of Agriculutural Resources Empowerment (ICARE), untuk selanjutnya dokumen ini menggunakan istilah ICARE, yang difokuskan pada komoditas-komoditas bernilai tinggi untuk mengantisipasi jumlah impor yang terus meningkat, serta untuk meningkatkan nilai tambah sektor pertanian dan mendorong ekspor. Program ICARE akan berjalan selama lima tahun mulai tahun 2022 sampai dengan 2027.

Dalam rangka melakukan mitigasi adanya potensi dampak lingkungan dan sosial yang merugikan, maka Program ICARE menyusun sebuah kerangka kerja yang disebut kerangka kerja pengelolaan lingkungan dan sosial atau Environmental and Social Management Framework (“ESMF”). ESMF disusun untuk menjabarkan prinsip-prinsip dan panduan untuk memastikan bahwa persiapan dan pelaksanaan kegiatan program ICARE tidak menyebabkan dan/atau dapat mengurangi dampak lingkungan dan sosial yang merugikan. ESMF juga merupakan pedoman kerangka kerja yang berfungsi sebagai instrumen tata kelola lingkungan dan sosial untuk para pemangku kepentingan dalam pelaksanaan program ICARE. Secara teknis, ESMF menyediakan panduan teknis bagi para pemangku kepentingan di tingkat pusat, provinsi, dan lokal dalam proses penyaringan, peninjauan dan penyusunan dokumen lingkungan dan sosial, pemantauan dan evaluasi serta penyelesaian keluhan selama Program dilaksanakan.

Program ICARE dilaksanakan di sembilan kabupaten/kota yaitu Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung, Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat, Kabupaten Brebes Provinsi Jawa Tengah, Kabupaten Pasuruan Provinsi Jawa Timur, Kabupaten Lombok Tengah Provinsi Nusa Tenggara Barat, Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan, Kabupaten Kolaka Timur Provinsi Sulawesi Tenggara, Kabupaten Minahasa Utara Provinsi Sulawesi Utara, dan Kabupaten Sambas Provinsi Kalimantan Barat. Adapun karakteristik umum wilayah tersebut adalah penghasil komoditas pangan berupa tanaman pangan, perkebunan, hortikultura dan peternakan.

Berdasarkan hasil kajian ESMF, terdapat beberapa potensi dampak lingkungan dan sosial baik itu dampak positif maupun dampak negatif. Beberapa dampak positif dari program ICARE antara lain: (1) Peningkatan kolateral kelompok tani dan korporasi petani; (2) Peningkatan kapasitas kelompok tani dan korporasi tani dalam penggunaan teknologi dan inovasi; (3) Peningkatan infrastruktur pertanian;

(4) Terbukannya kesempatan kerja bagi masyarakat lokal. Sementara itu, potensi risiko dan dampak negatif yang muncul dari adanya program ICARE, diantaranya yaitu: (1) Dampak pengadaan tanah untuk perbaikan sarana dan prasarana rantai nilai pertanian dan unit pengelola teknis (UPT) Kementan;

(2) Dampak pengadaan tanah untuk perbaikan sarana dan prasarana UPT Kementan; (3) Risiko kesehatan dan kecelakaan terhadap tenaga kerja konstruksi infrastruktur rantai nilai pertanian, tenaga kerja konstruksi fasilitas UPT Kementan dan tenaga kerja terkait kegiatan rantai nilai pertanian; (4) Pencemaran dan gangguan kesehatan masyarakat yang diakibatkan limbah akibat kegiatan pertanian, peternakan dan konstruksi; (5) pencemaran dan gangguan kesehatan pekerja dan masyarakat akibat penggunaan pestisida; (6) Pencemaran dan gangguan kesehatan pekerja dan masyarakat dari penggunaan bahan-bahan berbahaya dalam penelitian; (7) Risiko akses informasi atau manfaat program yang tidak setara di antara atau dalam kelompok atau korporasi petani; dan (8) Risiko paparan COVID-19.

(9)

ESMF – ICARE viii Untuk mengantisipasi potensi risiko dan dampak negatif tersebut, instrumen lingkungan dan sosial yang perlu disiapkan berdasarkan karakteristik risiko dari tiap kegiatan dalam ICARE adalah: (1) Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) atau Environmental and Social Management Plan (ESMP); (2) Surat Pernyataan Kesanggupan Pengelolaan dan Pemantauan Lingkungan Hidup (SPPL) atau Environmental Code of Practices (ECOPs); (3) Kerangka Kebijakan Pemukiman Kembali atau Resettlement Policy Framework (“RPF”); (4) Rencana Pengelolaan Hama Terpadu (“RPHT”) atau Integrated Pest Management Plan (”IPMP”); (5) Panduan pelibatan petani dalam program; (6) Prosedur Pengelolaan Tenaga Kerja atau Labor Management Procedure (”LMP”);

(7) kode etik antisipasi terjadinya kekerasan berbasis gender atau Code of Conduct on Prevention of Gender-based Violence; dan (8) Protokol pencegahan COVID-19.

Mengingat adanya beberapa potensi dampak lingkungan dan sosial serta adanya kesenjangan antara peraturan perundangan Indonesia dan kerangka perlindungan lingkungan dan sosial Bank Dunia, maka kerangka pengelolaan lingkungan dan sosial dalam dokumen ESMF ini mencakup empat tahapan penapisan dan mitigasi risiko dan dampak dalam ICARE, yaitu: (1) penapisan daftar negatif kegiatan yang tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan pembiayaan; (2) melakukan identifikasi risiko dan dampak beserta penentuan kebutuhan instrumen lingkungan dan sosialnya; (3) menyusun instrumen pengelolaan lingkungan dan sosial antara lain: UKL-UPL dan/atau SPPL/ECOPs dan/atau rencana pengadaan lahan dan/atau rencana pengelolaan hama terpadu dan/atau rencana aksi khusus untuk kelompok rentan dan/atau penyiapan kode etik kekerasaan berbasis gender, dan lain-lain.; (4) pengesahan instrumen lingkungan dan sosial oleh tim manajemen Program dan Bank Dunia. Tim Bank Dunia akan melakukan review dan memberikan masukan yang diperlukan untuk diperbaiki oleh pemrakarsa kegiatan sebelum instrument lingkungan dan sosial tersebut disetujui.

Terakhir, pelaksanaan kerangka pengelolaan lingkungan dan sosial akan mengatur tentang beberapa hal, antara lain: (1) Pengaturan kelembagaan, peran, dan tanggung jawab; (2) Pelatihan dan peningkatan kapasitas; (3) Pemantauan pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan; (4) Pengungkapan informasi kepada publik; (5) Penyusunan kerangka pelibatan pemangku kepentingan; (6) Penyusunan umpan balik dan mekanisme penanganan keluhan; dan (7) Penyusunan pembiayaan pelaksanaan ESMF.

(10)

ESMF – ICARE 9

1.0 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Data BPS menunjukkan pada 10 tahun terakhir terdapat pelandaian peningkatan produktivitas hasil pertanian, diantaranya pada komoditas pangan seperti padi, kopi dan jeruk. Pada tahun 2010 rata-rata produktivitas padi nasional tercatat 5,01 ton per ha dan pada tahun 2020 hanya mencapai 5,11 ton per ha. Rata-rata produktivitas kopi nasional pada tahun 2019 tercatat 803 kg per ha. Angka produktivitas tersebut belum banyak meningkat dibandingkan produktivitas kopi nasional pada tahun 2009 sebesar 779 kg per ha. Demikian pula, rata-rata produktivitas jeruk nasional pada tahun 2020 mencapai 350,76 kuintal per ha, tidak jauh berbeda dengan produktivitas tahun 2010 sebesar 355,43 kuintal per ha. Di sisi lain, varietas unggul baru sudah banyak dilepas dengan potensi hasil lebih tinggi. Hal ini menunjukkan masih terjadinya senjang hasil yang dapat dicapai pada kondisi optimal dengan rata-rata hasil yang dapat dicapai oleh petani pada berbagai kondisi agroekologi. Senjang hasil padi antar musim juga masih dijumpai pada kondisi agroekologi tertentu, seperti lahan rawa. Hal tersebut diantaranya disebabkan masih belum optimalnya pemanfaatan sumber daya pertanian, termasuk masih rendahnya pemanfaatan teknologi dan cukup tingginya kehilangan hasil.

Potensi pasar Indonesia memberikan peluang usaha besar bagi produsen, pengolah, dan aktor- aktor rantai nilai. Akan tetapi, masih terdapat sejumlah hambatan yang harus diatasi. Produktivitas sektor pertanian Indonesia masih tergolong rendah dan yang paling rendah terdapat di subsektor tanaman pangan. Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya produktivitas dan keuntungan di sektor pertanian meliputi kurangnya akses pasar oleh produsen, terbatasnya adopsi teknologi inovatif, hambatan infrastruktur dan logistik hilir, lemahnya sistem keamanan pangan (terutama untuk produk yang mudah rusak), kurangnya permodalan, serta kurangnya keterampilan teknis dan kemampuan kewirausahaan.

Program Integrated Corporation of Agricultural Resources Empowerment (ICARE), untuk selanjutnya dokumen ini menggunakan istilah ICARE, difokuskan pada komoditas-komoditas bernilai tinggi untuk mengantisipasi jumlah impor yang terus meningkat, serta untuk meningkatkan nilai tambah sektor pertanian dan mendorong ekspor. Program ICARE akan berjalan selama lima tahun mulai tahun 2022 sampai dengan 2027.

1.2 DESKRIPSI PROGRAM

Melalui Program ICARE, Pemerintah Indonesia mengembangkan sistem pemanfaatan sumber daya pertanian yang inovatif, integratif, dan kolaboratif untuk mencapai ketahanan pangan dan meningkatkan nilai tambah produk pertanian. Program ini mempromosikan sistem produksi pertanian dan pengembangan yang berkelanjutan, inklusif, dan terdiversifikasi di wilayah program yang dipilih. Tujuan-tujuan ini sangat relevan dalam konteks COVID-19 di mana peningkatan ketahanan sistem pangan dan mata pencaharian perdesaan sangat penting. Program ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dan infrastruktur/fasilitas, produktivitas dan efisiensi penggunaan input dan efisiensi usahatani, ketersediaan varietas/galur unggul baru dan teknologi inovatif pendukung, penerapan dan adopsi teknologi oleh pengguna, nilai tambah produk pertanian, dan pendapatan petani. Selain itu, program ini juga meningkatkan kapasitas fasilitas layanan teknologi, layanan dan akses teknologi informasi/informasi teknologi

(11)

ESMF – ICARE 10 pertanian secara masif. Pada akhirnya, program ini menghasilkan keberlanjutan sistem produksi, dan peningkatan kawasan pertanian berbasis korporasi dan inovasi.

Lembaga negara yang bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan adalah Kementerian Pertanian (“Kementan).

Program memiliki tiga komponen utama yaitu:

Komponen A: Pengembangan model kawasan pertanian berbasis inovasi dan korporasi pertanian, yang meliputi:

SubKomponen A-1: Perancangan model pengembangan kawasan pertanian dan rantai nilai.

Kegiatan yang dilakukan antara lain adalah koordinasi dengan lembaga terkait dalam penentuan lokasi kawasan Pertanian; identifikasi berbagai peluang usaha tani mulai dari petani dan kelompok tani potensial serta potensi mitra petani, perencanaan dan kebutuhan teknologi, peluang pasar;

dan fasilitasi dialog stakeholder dalam perencanaan dan kerjasama pengembangan pertanian, pasar dan promosi.

SubKomponen A-2: Fasilitasi Pengembangan Kelompok Tani, Kelembagaan Ekonomi Petani, dan Korporasi Petani. Kegiatan yang dilakukan adalah pembentukan dan pengembangan kelompok tani dan korporasi petani; peningkatan kapasitas petani dari aspek teknis dan entrepreneurship dalam kelompok tani dan korporasi petani.

SubKomponen A-3: Dukungan untuk korporasi petani dalam pengembangan produksi dan rantai nilai. Kegiatan yang dilakukan adalah perencanaan kawasan agribisnis; pengembangan agribisnis untuk pertanian korporasi; pendampingan teknis untuk pengkayaan kapasitas petani dalam peningkatan nilai tambah dan penjualan produk ke dalam rantai nilai; penguatan kapasitas pelaku rantai nilai; fasilitasi kebutuhan awal pengembangan model kawasan; dan penyiapan dukungan infrastruktur untuk pengembangan model kawasan pertanian terpilih.

SubKomponen A-4: Peningkatan peran teknologi dan inovasi mendukung sistem produksi dan rantai nilai produk pertanian. Kegiatan yang dilakukan adalah: transfer dan adopsi teknologi yang relevan dan dibutuhkan di lokasi pengembangan kawasan pertanian; mendorong partisipasi sektor swasta yang lebih besar dalam penyediaan layanan konsultasi (sesuai UU No: 16/2006);

peningkatan peran teknologi dan inovasi melalui pengembangan digitalisasi; dan penguatan lingkungan yang kondusif melalui telaah kebijakan dan peraturan terkait pengembangan kawasan pertanian.

Komponen B: Penguatan kapasitas institusi, kelembagaan, dan pengembangan kemitraan, yang meliputi:

SubKomponen B-1: Peningkatan kapasitas staf pemerintah. Kegiatan yang dilakukan adalah:

pelatihan, workshop, konferensi perekayasa, penyuluh, teknisi dan staf pendukung lainnya; dan pelatihan untuk manajer lokasi model pengembangan kawasan pertanian dan penyuluh lapangan.

SubKomponen B-2: Perbaikan fasilitas dan layanan jasa pendukung kawasan pertanian. Kegiatan yang dilakukan adalah peningkatan fasilitas kebun percobaan dan laboratorium (termasuk sertifikasi dan akreditasi) untuk mendukung mendukung pengembangan kawasan Pertanian.

Subkomponen B-3: Fasilitasi kemitraan penelitian, pengembangan dan diseminasi teknologi inovatif mendukung Kawasan pertanian. Kegiatan yang dilakukan adalah penyediaan hibah kompetitif untuk penelitian dan pengembangan kolaboratif mendukung sistem produksi dan rantai nilai pertanian; dan fasilitasi bimbingan teknis, konsultasi dan pembelajaran melalui pendekatan

(12)

ESMF – ICARE 11 koordinatif dan integratif untuk pengembangan teknologi sistem produksi pertanian dan rantai nilai.

Subkomponen B-4: Peningkatan pendampingan terhadap korporasi petani untuk akses layanan finansial. Kegiatan yang dilakukan adalah: perancangan dan operasionalisasi mekanisme kemudahan akses bagi korporasi petani pada kelembagaan sumber permodalan; dan pengembangan kapasitas korporasi petani untuk meningkatkan kemampuan bisnis dan pengelolaan keuangan.

Komponen C: Dukungan Manajemen Program. Masing-masing komponen terdiri dari subkomponen yang terdiri dari berbagai kegiatan yang mendukung pencapaian Program, yang meliputi:

Subkomponen C-1: Manajemen Program. Kegiatan yang dilakukan adalah koordinasi, pelaksanaan, pengelolaan keuangan, pengelolaan perlindungan lingkungan dan sosial, dan pemantauan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten.

Subkomponen C-4: Monitoring dan Evaluasi (Monev). Kegiatan yang dilakukan adalah Menyusun sistem Monev sebagai bagian dari struktur manajemen program dengan Sistem Informasi Manajemen (SIM) yang handal serta dilengkapi dengan kemampuan Sistem Informasi Geografis (GIS).

1.3 LOKASI PROGRAM

Program ICARE akan dilaksanakan di kawasan pertanian di provinsi-provinsi dengan kabupaten dan kecamatan berikut:

Tabel 1. Lokasi dan komoditas program.

No Kecamatan Kabupaten Provinsi Komoditas

1 Ulu Belu, Air Naningan dan Pulau Panggung

Tanggamus Lampung Kopi, ternak kambing

2 Cikajang, Cigedug, Cisurupan, Pasirwangi dan Sukaresmi

Garut Jawa Barat Kentang, ternak domba

3 Losari Brebes Jawa Tengah Pisang, padi

4 Rembang, Sukorejo dan Wonorejo

Pasuruan Jawa Timur Jagung, mangga

5 Tebas Sambas Kalimantan Barat Jeruk, padi

6 Tombolo Pao dan Tinggimoncong

Gowa Sulawesi Selatan Kentang, ternak sapi perah

7 Praya Barat dan Praya Tengah Lombok Tengah

Nusa Tenggara Barat

Jagung, ternak ayam

8 Airmadidi, Kalawat, Talawaan, Dimembe, dan Kauditan

Minahasa Utara

Sulawesi Utara Kelapa, jagung

9 Aere dan Lambandia Kolaka Timur Sulawesi Tenggara

Kakao, ternak kambing

(13)

ESMF – ICARE 12

Gambar 1. Lokasi Program.

1.4 MAKSUD DAN RUANG LINGKUP ESMF

ESMF ini disusun untuk menjabarkan prinsip-prinsip dan panduan untuk memastikan bahwa persiapan dan pelaksanaan kegiatan program ICARE tidak menyebabkan dan/atau dapat mengurangi dampak lingkungan dan sosial yang merugikan. Identifikasi dampak lingkungan dan sosial yang berpotensi terjadi ditentukan dahulu, dan kerangka langkah-langkah mitigasi dirancang sesuai peraturan perundangan Nasional terkait lingkungan dan sosial serta kebijakan pengelolaan aspek lingkungan dan sosial Bank Dunia (wajib untuk diterapkan oleh penerima pembiayaan dari Bank Dunia). ESMF memberikan panduan untuk melakukan penapisan (screening) risiko dan potensi dampak lingkungan dan sosial dari berbagai kegiatan atau subprogram dan menetapkan penyusunan instrumen lingkungan dan sosial untuk mengurangi dan mengelola risiko dan potensi dampak yang diidentifikasi dalam proses screening.

ESMF juga memberikan panduan tata kelola kelembagaan, peran dan tanggung jawab para pemangku kepentingan dalam program, rencana peningkatan kapasitas dalam rangka mengimplementasikan ESMF, kebutuhan tenaga ahli lingkungan dan sosial untuk mengelola aspek lingkungan dan sosial, keterbukaan dan pengungkapan informasi, pemantauan kinerja pelaksanaan dan evaluasi, serta mekanisme penerimaan saran dam penanganan keluhan. ESMF menyediakan pedoman kerangka kerja yang berfungsi sebagai instrumen tata kelola lingkungan dan sosial untuk para pemangku kepentingan dalam pelaksanaan program ICARE.

ESMF memberikan panduan teknis bagi para pemangku kepentingan di tingkat pusat, provinsi dan lokal dalam proses penyaringan, peninjauan dan penyusunan dokumen lingkungan dan sosial, pemantauan dan evaluasi serta penyelesaian keluhan selama Program.

Dokumen ESMF disusun berdasarkan Peraturan Perundangan Negara Indonesia dalam bidang lingkungan dan sosial dan Kerangka pengelolaan lingkungan dan sosial (Environmental and Social Framework/”ESF”) dari Bank Dunia sebagai pedoman teknis pelaksanaan Program.

1.5 METODE PENYUSUNAN ESMF DAN KETERBATASAN

Dokumen ESMF ini merupakan dokumen pemerintah yang disusun oleh tim ESF Kementan.

Pengumpulan dan analisis data dilakukan melalui kunjungan kerja dan diskusi dengan para

(14)

ESMF – ICARE 13 pemangku kepentingan seperti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (“BPTP”), Dinas Pertanian tingkat Provinsi dan Kabupaten, kelompok tani, korporasi petani, lembaga penelitian, perguruan tinggi, kelompok bisnis terkait, dan lain-lain di setiap provinsi kabupaten dan kecamatan yang diusulkan.

Paska pengumpulan data dan informasi, kemudian draft ESMF disusun. Dokumen ini dibuka dan diungkapkan kepada publik dalam rangka mendapatkan masukan, dan dimuat di situs Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian (atau “Balitbangtan”) di https://www.litbang.pertanian.go.id/kerjasama/ICARE/ pada tanggal 4 Oktober 2021. Selain itu pengumuman mengenai dimuatnya dokumen ini dikirimkan melalui sarana media sosial seperti Facebook, Twitter dan sarana lainnya. Dokumen ini kemudian dipresentasikan dan dikonsultasikan kepada publik pada tanggal 7 dan 8 Oktober 2021 secara virtual yang dihadiri oleh sekitar 100-200 peserta. Masukan yang diterima dari berbagai pihak pada saat konsultasi publik dan dari saluran lainnya, termasuk juga masukan dari Bank Dunia digunakan untuk memfinalisasi dokumen ini.

Penyusunan dokumen ini dilakukan dengan berbagai keterbatasan, terutama karena adanya pembatasan kegiatan dalam masa pandemi COVID-19 yang mengurangi interaksi dalam diskusi dan konsultasi secara langsung dengan berbagai pihak di lapangan, serta adanya kondisi pemulihan kesehatan beberapa pihak yang terlibat dalam penyusunan dokumen ESMF ini yang memerlukan waktu. Kunjungan lapang tetap dilakukan walaupun frekuensinya dikurangi. Untuk tetap berkomunikasi secara kontinyu, dilakukan konsultasi virtual serta komunikasi melalui telepon dengan pihak-pihak terkait, terutama dengan kelompok petani dari 9 lokasi di atas. Topik- topik yang dibahas dalam konsultasi tersebut antara lain adalah tentang desain program, usulan lokasi program dan komoditas program serta integrasi berbagai komoditas dalam satu kawasan pertanian. Konsultasi juga sekaligus digunakan untuk mengidentifikasi para aktor atau pemangku kepentingan penting yang perlu dilibatkan dalam program ICARE ini. Catatan hasil konsultasi yang dilakukan selama persiapan program telah dimasukkan dalam dokumen Rencana Pelibatan Pemangku Kepentingan (Stakeholder Engagement Plan/”SEP”) Program ICARE.

Daftar kegiatan diskusi dalam rangka penyusunan ESMF dan Konsultasi Publik yang melibatkan pemangku kepentingan adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Ringkasan Kegiatan Bersama Pemangku Kepentingan Sebelumnya.

Waktu Kegiatan Tujuan kegiatan Poin-poin Konsultasi Keterangan 15 Sept

2020

Presentasi Pembentukan Corporate Farming (CF)

Presentasi Pembentukan dan

Pengembangan Korporasi Petani

CF menggabungkan lahan pertanian untuk dikelola bersama oleh petani dan terintegrasi menjadi satu pengelolaan. Sistem ini dapat dijadikan sebagai solusi untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi petani. Program ini dimulai dengan 5 program CF percontohan pada 2020, dan ditargetkan 350 CF akan terbentuk pada 2024.

Dihadiri oleh:

Bappenas, Kementan, Balitbangtan.

17 Des 2020

Pertemuan koordinasi

Pembahasan kesiapan Program-

Program dalam

Paparan dari Direktur Multilateral dan PHLN, Bappenas menyampaikan bahwa Program dalam Blue Book 2020-2024 terdiri dari 75 project

Dihadiri oleh:

Dit. Pangan dan Pertanian Bappenas, Biro

(15)

ESMF – ICARE 14 Waktu Kegiatan Tujuan kegiatan Poin-poin Konsultasi Keterangan

DRPLN-JM/Blue Book 2020-2024 dengan indikasi pendanaan Bank Dunia

dengan 23 Lembaga dan memiliki nilai komitmen sebesar 25,7 Milliar USD da nada sekitar 7 Program yang akan dibiayai WB 1,8 jt USD.

Nilai pengajuan Program ICARE disebutkan dalam Bluebook sebesar 100 jd USD dan 10 jt USD RMP (Rupiah Murni Pendamping).

Perencanaan dan Biro KLN Setjen

Kementan dan Balitbangtan beserta Tim Persiapan ICARE 24 Feb

2021

Sosialisasi Sosialisasi Program ICARE lingkup Kementan

Ditetapkan lokasi provinsi di 9 provinsi.

Pengembangan model kawasan dalam program ICARE sangat tepat dikaitkan dengan Food Estate karena rancangan kegiatan merujuk kepada supply chain (connecting product to the market), melibatkan sisi supply dan demand dengan target ekspor komoditas yang memiliki standar pasar.

Dalam pelaksanaan program ICARE dapat disinergikan dengan program- program strategis Kementerian Pertanian yang sudah ada.

Dihadiri oleh:

Sekjen Kementan, Kepala Balitbangtan, Kepala Biro Perencanaan, Kepala Biro Humas,

Perwakilan Es 2 dari masing- masing Ditjen Teknis, dan Kepala BPTP di 9 provinsi calon lokasi

18-19 Mar 2021

Sosialisasi Presentasi usulan program ICARE dari masing- masing daerah

Masing-masing wilayah yang akan menjadi program ICARE mempresentasikan usulan program komoditas di wilayahnya:

 Kopi dan kambing di Tanggamus, Lampung

 Kentang dan domba di Garut, Jawa Barat

 Pisang dan padi di Purbalingga, Jawa Tengah

 Mangga dan jagung di Probolinggo, Jawa Timur

 Jeruk dan padi di Sambas, Kalimantan Barat

 Lada dan kambing di Luwu, Sulawesi Selatan

 Kakao dan kambing di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara

 Ayam KUB dan jagung di Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat

 Kakao dan jagung di Minahasa, Sulawesi Utara

Dihadiri oleh:

Kementerian Pertanian, Kementerian PPN/Bappenas, Dinas Pertanian masing-masing wilayah program, Perwakilan petani di masing- masing wilayah program

22 Mar 2021

Konsultasi Pertemuan konsultasi dengan Aktor Rantai Nilai, Fintech, StartUp dan Input Suplier

 Masing-masing aktor rantai nilai, off taker, Start-up dan Fintech ini memberikan statement dalam mendukung Program;

Dihadiri oleh:

Perwakilan seluruh BPTP lokasi Program ICARE,

TaniHub, Olam,

(16)

ESMF – ICARE 15 Waktu Kegiatan Tujuan kegiatan Poin-poin Konsultasi Keterangan

 Macam-macam layanan yang disediakan sesuai dengan bidang konsentrasi usaha masing-masing;

 Problem dan kendala di masing- masing aktir nilai ini berbeda-beda dan untuk identifikasi yang sesuai dengan Program ICARE harus dilaksanakan sejak awal.

ECOM, Bayer/

Better Life Farming (BLF), IGrow, Hara, KBHI, Eden Farm,

Kenhouse/

Indofood 14 Apr

2021

Koordinasi dengan Dinas Pertanian Kabupaten Garut

Sosialisasi ICARE di Garut

 Sosialisasi program ICARE di Kabupaten Garut dengan konsep korporasi pertanian berbasis komoditas kentang dan domba.

Mengawali program tersebut,) Jabar sebagai bagian dari Balitbangtan melakukan koordinasi dengan Dinas Pertanian Kabupaten Garut.

 Program ICARE dapat mendukung sentra kentang sayur dan kentang industri.

Dihadiri oleh:

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), Dinas Pertanian Kabupaten Garut

25 & 27 Mei 2021

Sosialisasi dan konsultasi

Sosialisasi dan konsultasi program ICARE

 Koordinasi dan sosialisasi dengan Bappeda, Dinas Pertanian dan Penyuluh Pemerintah Daerah Jawa Timur (provinsi dan Kabupaten Pasuruan)

 Sosialisasi kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Program ICARE

 Identifikasi kontribusi dan peran Pemerintah Daerah untuk keberhasilan program

 Permohonan fasilitasi dengan penerima manfaat langsung yaitu petani dan pelaku agribisnis mangga dan jagung

Dihadiri oleh:

BPTP Jatim, Kepala

Bappeda, Kepala Dinas, Penyuluh dan Petani, Offtaker.

25 Mei 2021

Sosialisasi dan konsultasi

Sosialisasi dan konsultasi ICARE di Garut

 Koordinasi dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (BP2D) Provinsi Jawa Barat

 Sosialisasi kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Program ICARE

 Identifikasi kontribusi dan dukungan BP2D untuk program ICARE

 Sinergitas program BP2D dengan program ICARE

Dihadiri oleh:

Kepala BP2D, Peneliti Balai Benih Kentang, BKPP, Balai Penelitian Sayur (Balitsa), BPTP dan

Puslitbangnak

26 Mei 2021

Sosialisasi dan konsultasi

Sosialisasi dan konsultasi ICARE di Garut

 Sosialisasi kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Program ICARE;

 Identifikasi kontribusi dan peran Pemerintah Daerah untuk keberhasilan program ICARE;

 Permohonan fasilitas dengan penerima manfaat langsung, yaitu

Dihadiri oleh:

Kepala Dinas Pertanian Kab Garut, Kabid Dinas

Peternakan, BP2D,

(17)

ESMF – ICARE 16 Waktu Kegiatan Tujuan kegiatan Poin-poin Konsultasi Keterangan

petani dan pelaku agribisnis kentang dan domba Garut; dan

 Observasi lokasi kegiatan ICARE dan identfikasi permasalahan dilapang yang dihadapi petani kentang dan peternak domba Garut.

Pengelola TTP Garut,

Penyuluh, Ketua Gapoktan, Petani dan Peternak

27 Mei 2021

Koordinasi dengan Bappeda Kabupaten Garut

Sosialisasi kegiatan Program ICARE

 Identifikasi kontribusi dan peran Pemerintah Daerah untuk keberhasilan program ICARE

 Permohonan fasilitas dengan penerima manfaat langsung, yaitu petani dan pelaku agribisnis kentang dan domba garut

Dihadiri oleh:

Wakil Bupati, Kepala

Bappeda, Kepala Dinas Peternakan, Kepala Dinas Pertanian, Dinas Perindustrian dan

Perdagangan, Dinas

Pariwisata, Balitsa, Puslitbangnak, Dinas Koperasi, dan UMKM 28 Mei

2021

Koordinasi dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Sosialisasi kegiatan Program ICARE

Merangkum hasil diskusi-diskusi sebelumnya dan membahas tindak lanjut dan beberapa agenda yang akan dilakukan pada kegiatan observasi berikutnya.

Dihadiri oleh:

Kepala BP2D, Kepala BPTP, Peneliti BPTP, Puslitbangnak dan Balitsa 8 -10

Jun 2021

Koordinasi dengan instansi terkait di Kabupaten Sambas

Sosialisasi kegiatan Program ICARE

 Sosialisasi kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Program ICARE

 Identifikasi kontribusi dan peran Pemerintah Daerah untuk keberhasilan program

 Permohonan fasilitasi dengan penerima manfaat langsung yaitu petani dan pelaku agribisnis jeruk dan padi

Dihadiri oleh:

Bupati terpilih, Asisten II Setda Kab. Sambas, Kepala

Bappeda, Kepala Dinas, Penyuluh dan Petani.

8-9 Jun 2021

Koordinasi dengan Pemkab Kolaka Timur

Sosialisasi kegiatan Program ICARE

 Sosialisasi kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Program ICARE

 Identifikasi kontribusi dan peran Pemerintah Daerah untuk keberhasilan program ICARE

 Permohonan fasilitas dengan penerima manfaat langsung, yaitu petani dan pelaku agribisnis kakao dan sapi potong

 Observasi lokasi ICARE dan Identifikasi permasalahan dilapang yang dihadapi oleh petani kakao dan peternak sapi potong

Dihadiri oleh:

Bupati Kolaka Timur, Ketua DPRD, Kepala Bappeda Kabupaten Kolaka Timur, Kepala Dinas Pertanian, Camat, Lurah, Loka Sapi Potong, Ketua LEM Sejahtera, Petani Kakao

(18)

ESMF – ICARE 17 Waktu Kegiatan Tujuan kegiatan Poin-poin Konsultasi Keterangan

dan Peternak sapi potong 10 Jun

2021

Koordinasi dengan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara

Sosialisasi kegiatan Program ICARE

 Sosialisasi kegiatan yang akan dilaksanakan oleh Program ICARE

 Identifikasi kontribusi dan peran Pemerintah Daerah untuk keberhasilan program ICARE

 Permohonan fasilitas dengan penerima manfaat langsung, yaitu petani dan pelaku agribisnis kakao dan peternak sapi potong

Dihadiri oleh:

Kepala Bappeda Provinsi, Dinas Pertenakan dan Ketahanan Pangan, Dinas Perkebunan, BPTP Sulawesi Tenggara 16 Jun

2021

Koordinasi Pembahasan Daftar Kegiatan (DK) Program ICARE dengan Bappenas

 Pembahasan terkait dengan pelaksanaan pendidikan gelar agar tidak dimasukkan di Program ICARE.

 Keterlibatan Pemda, Pemkab, dan BPTP agar diperjelas dalam desain dan apakah aka nada PIU mengingat adanya beberapa lokasi termasuk pengaturan dalam perguliran pendanaan dan bentuk bantuan yang akan diberikan dari Program ICARE kepada Petani sehingga dapat dicapai apa yang diinginkan dalam peningkatan rantai nilai dan pengembangan kawasan.

Dihadiri oleh:

Biro KLN, Dit Pangan dan Pertanian Bappenas, Renbang, Bappenas, Tim ICARE dan Koordinator Perencanaan Sekretariat Balitbangtan.

2-3 Sep 2021

Konsultasi dokumen SEP

Konsultasi dan sosialisasi dokumen SEP

 Mensosialisasikan dan mengkonsultasikan dokumen SEP yang telah disusun oleh tim Balitbangtan.

 Koloborasi antara pengelola

program, penelitian,

petani/peternak dan kelompok usaha rantai nilai pertanian.

 Pelibatan petani kecil (yang memiliki lahan terbatas) dalam kegiatan peningkatan kapasitas seperti pelatihan penggunaan teknologi dalam proses produksi dan pemasaran

Dihadiri oleh:

Lembaga pemerintah ditingkat pusat hingga

kabupaten, Lembaga riset universitas, perwakilan petani, peternak, kelompok bisnis dalam rantai nilai pertanian.

2.0 KAJIAN DAMPAK LINGKUNGAN DAN SOSIAL 2.1 RONA AWAL LINGKUNGAN DAN SOSIAL

Program ICARE akan mendukung sembilan lokasi dimana masing-masing kabupaten yang terdiri dari satu hingga lima kecamatan sebagai lokasi subprogram. Rona awal lingkungan dan sosial dari setiap kabupaten yang berpartisipasi dalam ICARE disediakan pada bagian berikut.

(19)

ESMF – ICARE 18

2.1.1 Kabupaten Tanggamus, Provinsi Lampung

BPTP provinsi Lampung mengusulkan kabupaten Tanggamus sebagai lokasi subprogram ICARE.

Kopi dan ternak kambing merupakan komoditas yang diusulkan untuk dikembangkan di tiga kecamatan yaitu: Ulu Belu, Air Naningan dan Pulau Panggung. Tanggamus merupakan kabupaten yang memiliki luas 4.654,96 km2 dan topografi daerah dataran, berbukit sampai bergunung, sekitar 40% dari seluruh wilayah, sehingga cocok untuk ditanami kopi dan ternak kambing. Kondisi sosial ekonomi di masing-masing kecamatan adalah sebagai berikut:

Kecamatan Ulu Belu memiliki wilayah seluas 323 ha atau sebesar 6,94% dari total luas Kabupaten Tanggamus1. Ulu Belu berjarak sekitar 30 km dari Ibukota Kabupaten Tanggamus. Pada tahun 2019, kecamatan ini memiliki jumlah penduduk sebesar 49.356 jiwa yang terdiri dari 17.820 jiwa laki-laki dan 15.771 jiwa perempuan. Pada tahun 2015, luas lahan sawah yang dimiliki oleh kecamatan ini mencapai 583 ha, kebun seluas 1.416 ha, dan huma seluas 1.072 ha. Adapun produksi komoditas kopi di Kecamatan Ulu Belu pada tahun 2019, tercatat sebesar 10.388 ton/tahun dan kambing 15.037 ekor/tahun.

Produksi kopi di kecamatan ini adalah yang terbesar di Kabupaten Tanggamus.

Kecamatan Air Naningan memiliki luas 186 ha atau sebesar 4.00% dari total luas Kabupaten Tanggamus.2 Kecamatan ini berjarak sekitar 47,34 km dari Ibukota Kabupaten Tanggamus. Pada tahun 2019, kecamatan ini memiliki jumlah penduduk sebesar 43.888 jiwa yang terdiri dari 22.205 jiwa laki-laki dan 21.683 perempuan. Pada tahun 2015, luas lahan sawah yang dimiliki oleh kecamatan ini mencapai 361 ha, kebun seluas 5.332 ha, dan huma seluas 396 ha. Adapun produksi komoditas kopi di Kecamatan Air Naningan pada tahun 2019, tercatat sebesar 4.500 ton/tahun dan kambing 11.277 ekor/tahun.

Produksi kopi di kecamatan ini adalah yang terbesar kedua di Kabupaten Tanggamus.

Kecamatan Pulau Panggung memiliki luas 437 ha atau sebesar 9,39% dari total luas Kabupaten Tanggamus3. Kecamatan ini berjarak sekitar 34,50 km dari Ibukota Kabupaten Tanggamus. Pada tahun 2019, kecamatan ini memiliki jumlah penduduk sebesar 36.741 jiwa yang terdiri dari 18.870 jiwa laki-laki dan 17.871 perempuan. Pada tahun 2015, luas lahan sawah yang dimiliki oleh kecamatan ini mencapai 1.380 ha, kebun seluas 5.332 ha, dan huma seluas 343 ha. Adapun produksi komoditas kopi di Kecamatan Air Naningan pada tahun 2019, tercatat sebesar 990 ton/tahun dan kambing 6.886 ekor/tahun.

Kabupaten Tanggamus secara keseluruan memiliki jumlah penduduk sebesar 598.299 jiwa pada tahun 2019. Kabupaten ini memiliki komposisi etnis yang cukup heterogen dimana etnis Lampung merupakan etnis asli dan beberapa etnis pendatang seperti etnis Jawa, Bali, Sunda, dan Minangkabau. Etnis Lampung asli delapan desa (pekon)4 di Kecamatan Kelumbayan, Kabupaten Tanggamus masih mempertahankan penggunaan hukum adat dalam kehidupan sehari-hari antara lain Pekon Umbar, Pekon Paku, Pekon Napal, Pekon Negeri Kelumbayan, Pekon Susuk, Pekon Penyandingan, Pekon Unggak dan Pekon Kiluan Negeri.5 Di tiga kecamatan menjadi lokasi

1 https://tanggamuskab.bps.go.id/

2 https://tanggamuskab.bps.go.id/

3 https://tanggamuskab.bps.go.id/

4 Pekon dalam bahasa Lampung dapat diartikan sebagai desa.

5 Lesmana, Indra. et.al. 2019. Konsep Ideal Pembentukan Desa Adat Melalui Dualisme Kekuasaan antara Pemerintah Desa dan Pemerintah Adat di Kecamatan Kelumbayan Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung. Jurnal

Melayunesia Law Vol.3 No. 2, Desember 2019.

(20)

ESMF – ICARE 19 program ICARE tidak terdapat kelompok yang dikategorikan sebagai masyarakat adat (Indigenous Peoples/”IP”).

Selain itu, terdapat beberapa peninggalan cagar budaya di kabupaten ini kebanyakan adalah artefak situs megalitik seperti situs megalitik Batu Bedil, situs Batu Gajah, dan situs Gelombang.

Namun tidak satupun situs budaya tersebut berada di tiga kecamatan yang diusulkan.

2.1.2 Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat

BPTP Jawa Barat mengusulkan kabupaten Garut sebagai lokasi subprogram di provinsi tersebut.

Komoditas yang diusulkan adalah kentang dan ternak domba yang akan berlokasi di kecamatan Cikajang, Cigedug, Cisurupan, Pasir Wangi dan Sukaresmi. Secara topografis, Garut berada di dataran tinggi dan beberapa gunung yang tersebar di kabupaten tersebut, seperti Putri, Papandayan, Cikuray, Guntur dan Sagara. Sehingga kentang cocok ditanam di daerah tersebut yang rata-rata berada di 1.500 – 3.000 m di atas permukaan laut (mdpl). Berikut ini adalah deskripsi singkat mengenai kondisi sosial dan ekonomi di kecamatan-kecamatan yang diusulkan:

Kecamatan Cikajang memiliki luas 12.495 ha atau sebesar 4,08% dari total luas Kabupaten Garut. Pada tahun 2020, kecamatan ini memiliki jumlah penduduk sebesar 90.173 jiwa yang terdiri dari 45.300 jiwa laki-laki dan 44.873 jiwa perempuan.6 Pada tahun 2017, luas lahan sawah yang dimiliki oleh Kecamatan Cikajang mencapai 354 ha, sementara lahan pertanian bukan sawah seluas 11.265 ha, dan lahan bukan sawah seluas 876 ha. Adapun produksi komoditas unggulan berupa kentang di kecamatan ini mencapai 1.189 ton/tahun dan domba sebesar 47.965 ekor/ tahun. Jumlah produksi domba di Kecamatan Cikajang menempati urutan ketiga di Kabupaten Garut.

Kecamatan Cigedug memiliki luas 3,120 ha atau sebesar 1,02% dari total luas Kabupaten Garut. Pada tahun 2020, kecamatan ini memiliki jumlah penduduk sebesar 42.753 jiwa yang terdiri dari 21.649 jiwa laki-laki dan 21.066 jiwa perempuan7. Pada tahun 2017, luas lahan sawah yang dimiliki oleh kecamatan ini mencapai 220 ha, lahan pertanian bukan sawah seluas 2.456 ha, dan lahan bukan sawah seluas 141 ha. Adapun produksi komoditas kentang di Kecamatan Cigedug pada tahun 2019, tercatat sebesar 602 ton/tahun dan domba 45.785 ekor/tahun. Produksi domba di kecamatan ini menempati urutan keempat di Kabupaten Garut.

Kecamatan Cisurupan memiliki luas 8.088 ha atau sebesar 2,64% dari total luas Kabupaten Garut. Pada tahun 2020, kecamatan ini memiliki jumlah penduduk sebesar 107.046 jiwa yang terdiri dari 54.141 jiwa laki-laki dan 52.905 jiwa perempuan. Pada tahun 2017, luas lahan sawah yang dimiliki oleh kecamatan ini mencapai 1.412 ha, lahan pertanian bukan sawah seluas 3.018 ha, dan lahan bukan sawah seluas 4.410 ha.

Adapun produksi komoditas kentang di Kecamatan Cigedug pada tahun 2019, tercatat sebesar 958 ton/tahun dan domba 47.443 ekor/tahun. Produksi domba di kecamatan ini menempati urutan kelima di Kabupaten Garut.

Kecamatan Pasirwangi memiliki luas 4.670 ha atau sebesar 1,52% dari total luas Kabupaten Garut. Pada tahun 2020, kecamatan ini memiliki jumlah penduduk sebesar 67.756 jiwa yang terdiri dari 34.330 jiwa laki-laki dan 33.426 jiwa perempuan. Pada tahun

6 https://garutkab.bps.go.id

7 https://garutkab.bps.go.id

(21)

ESMF – ICARE 20 2017, luas lahan sawah yang dimiliki oleh kecamatan ini mencapai 1.008 ha, lahan pertanian bukan sawah seluas 3.900 ha, dan lahan bukan sawah seluas 1.240 ha.8 Adapun produksi komoditas kentang di Kecamatan Cigedug pada tahun 2019, tercatat sebesar 2.320 ton/tahun dan domba 33.391 ekor/tahun. Produksi kentang di kecamatan ini merupakan yang terbesar di Kabupaten Garut.

Kecamatan Sukaresmi memiliki luas 3.517 ha atau sebesar 1,15% dari total luas Kabupaten Garut. Pada tahun 2020, kecamatan ini memiliki jumlah penduduk sebesar 42.637 jiwa yang terdiri dari 21.427 jiwa laki-laki dan 21.210 jiwa perempuan. Pada tahun 2017, luas lahan sawah yang dimiliki oleh kecamatan ini mencapai 714 ha, lahan pertanian bukan sawah seluas 1.103 ha, dan lahan bukan sawah seluas 948 ha. Adapun produksi komoditas kentang di Kecamatan Cigedug pada tahun 2019, tercatat sebesar 915 ton/tahun dan domba 34.363 ekor/tahun9. Produksi kentang di kecamatan ini merupakan yang terbesar kedua di Kabupaten Garut.

Secara umum, Kabupaten Garut memiliki luas 3.065,19 km2 dan memiliki curah hujan yang cukup tinggi, hari hujan yang banyak dan lahan yang subur serta ditunjang dengan banyaknya aliran sungai baik yang bermuara ke pantai selatan maupun ke pantai Utara. Luas lahan pertanian di Kabupaten pada tahun 2017 sebesar 48.126,00 ha dengan hasil pertanian unggulan berupa padi, sayuran dan buah-buahan. Beberapa contoh sayuran unggulan, selain kentang adalah cabai rawit, bawang merah, buncis, petsai, bawang putih, bawang daun, kacang merah, kol, tomat, dan lain-lain. Sementara itu, beberapa jenis buah yang menjadi unggulan antara lain semangka dan stroberi.

Sebanyak 2.585.607 jiwa tinggal di Kabupaten Garut memiliki populasi dengan latar belakang etnis yang relatif homogen dengan mayoritas adalah etnis Sunda. Di Kabupaten ini terdapat masyarakat adat Kampung Dukuh, desa Ciroyom, kecamatan Cikelet10 yang masih begitu kental menerapkan adat istiadat Sunda seperti layaknya suku Badui di Banten. Namun, lokasi kampung adat tersebut tidak berada di lima kecamatan yang diusulkan untuk program ICARE ini.

Garut juga memiliki beberapa cagar budaya yang umumnya berupa artefak peninggalan leluhur seperti candi Cangkuang, dan situs punden berundak Pasir Lulumpang. Lokasi cagar budaya tersebut juga tidak berada di lima kecamatan yang diusulkan.

2.1.3 Kabupaten Brebes, Provinsi Jawa Tengah

Provinsi Jawa Tengah mengusulkan kabupaten Brebes, tepatnya di kecamatan Losari sebagai lokasi subprogram ICARE. Komoditas yang diusulkan adalah pisang dan padi. Deskripsi singkat mengenai kecamatan Losari adalah sebagai berikut:

Kecamatan Losari memiliki luas wilayah 91,79 km2 atau 5,19% dari total luas Kabupaten Brebes dan berjarak 26 km dari pusat ibukota kabupaten11. Jumlah penduduk kecamatan ini adalah 133.337 jiwa dengan rasio jenis kelamin sebesar 103. Kecamatan Losari memiliki total luas lahan sawah seluas 4.539,23 ha, 2.568,31 ha lahan pertanian bukan sawah, dan 2.080,92 lahan bukan pertanian. Berdasarkan data BPS tahun 2019 tercatat bahwa produksi komoditas unggulan di kecamatan ini yaitu padi mencapai 45.803 ton,

8 https://garutkab.bps.go.id

9 https://garutkab.bps.go.id

10 Efendi, M.R. et.al. 2018. Religiusitas Masyarat Adat Kampung Dukuh Kabupaten Garut Jawa Barat. Jurnal INJECT (Interdisiplinary Journal of Communication) Vol. 3, No. 1 Juni 2018.

11 Kecamatan Losari Dalam Angka 2020.

Referensi

Dokumen terkait