• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUJIAN KANDUNGAN TANIN DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN PADA DUA JENIS GAHARU Aquilaria malaccensis Lamk. DAN Wikstroemia tenuiramis Miq.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGUJIAN KANDUNGAN TANIN DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN PADA DUA JENIS GAHARU Aquilaria malaccensis Lamk. DAN Wikstroemia tenuiramis Miq."

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

Aquilaria malaccensis Lamk. DAN Wikstroemia tenuiramis Miq.

SKRIPSI

FITRI BESTARI 141201017

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(2)

Aquilaria malaccensis Lamk. DAN Wikstroemia tenuiramis Miq.

SKRIPSI

Oleh : FITRI BESTARI

141201017

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(3)

Aquilaria malaccensis Lamk. DAN Wikstroemia tenuiramis Miq.

SKRIPSI

Oleh : FITRI BESTARI

141201017

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Kehutanan

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2018

(4)
(5)

ABSTRAK

FITRI BESTARI. Pengujian Kandungan Tanin dan Aktivitas Antioksidan pada Dua Jenis Gaharu Aquilaria malaccensis Lamk. dan Wikstroemia tenuiramis Miq.

Di bawah bimbingan RIDWANTI BATUBARA dan TENGKU ISMANELLY HANUM.

Gaharu merupakan salah satu produk hasil hutan non kayu yang bernilai tinggi. Salah satu yang dapat dimanfaatkan dari pohon gaharu adalah daunnya yang dapat dijadikan sebagai minuman teh. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui kandungan tanin dan aktivitas antioksidan dua jenis gaharu Aquilaria malaccensis dan Wikstroemia tenuiramis yang tumbuh di Sumatera Utara.

Penentuan kadar tanin dengan menggunakan metode titrasi dengan larutan KMnO4 sedangkan penentuan aktivitas antioksidan dengan metode DPPH menggunakan spektofotometer UV Visible. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar tanin terbesar terdapat pada gaharu dengan jenis Wikstroemia tenuiramis yang tumbuh di desa Siantona pada bagian daun tua sebesar 6,31 %. Hasil pemeriksaan aktivitas antioksidan dengan menggunakan spektrofotometer UV visible didapat bahwa semua sampel daun gaharu memiliki aktivitas antioksidan sangat kuat.

Kata Kunci : tanin, daun gaharu, aktivitas antioksidan.

(6)

ABSTRACT

FITRI BESTARI. The Test of Tannin Content and Antioxidant Activity of Two Spesies Gaharu Aquilaria malaccensis Lamk. and Wikstroemia tenuiramis Miq.

Supervised by RIDWANTI BATUBARA and TENGKU ISMANELLY HANUM.

Gaharu is one of the highest value non-timber forest products. One that can be used from gaharu tree the leaves which can be used as tea drinks. The research was aimed to know tannin content and antioxidant activity two spesies of gaharu Aquilaria malaccensis and Wikstroemia tenuiramis that grows in North Sumatera.

Test of tannin content used titration method with KMnO4 solvent and test of antioxidant activity with DPPH method used spectrophotometer UV visible method. Result of research showed the highest tannin contained on gaharu Wikstroemia tenuiramis old leaf in the village of Siantona where the tannin content is 6,31%. Result of antioxidant activity by using spectrophotometer UV visible and get the result all gaharu leaf samples include to very strong of antioxidant activity.

Keywords : tannin, gaharu leaf, antioxidant activity.

(7)

Fitri Bestari lahir di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara pada 11 Desember 1995 dari Bapak Bestari dan Ibu Almh. Siti Fatimah. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.

Pada Tahun 2008 penulis lulus dari SD Negeri 066433 Medan. Penulis kemudian melanjutkan studi ke SMP Negeri 29 Medan dan lulus pada tahun 2011. Lalu penulis lulus pada tahun 2014 dari SMA Negeri 18 Medan. Pada tahun 2014, penulis diterima di USU melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) sebagai mahasiswa di Program Studi Kehutanan Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara. Semasa kuliah penulis menerima beasiswa Bidikmisi dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Republik Indonesia.

Selain mengikuti perkuliahan, penulis juga aktif mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) BKM Baytul Asyjaar Fakultas Kehutanan USU tahun 2014- 2018, UKM Rimbawan Pecinta Alam (RIMBAPALA) Fakultas Kehutanan USU periode 2014-2018, UKM Rain Forest periode 2014-2018 dan HMJ yaitu Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS) Sylva Indonesia Pc USU periode 2014- 2017. Pada tahun 2016, penulis mengikuti kegiatan Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Kawasan Hutan Mangrove Desa Sei Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai selama 10 hari. Penulis

melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di

Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Barat dan Banten KPH Bandung Utara selama 30 hari pada tahun 2018.

(8)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. Karena rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi penelitian yang berjudul

“Pengujian Kandungan Tanin dan Aktivitas Antioksidan pada Dua Jenis Gaharu Aquilaria malaccensis Lamk. dan Wikstroemia tenuiramis Miq.” ini dengan baik untuk memenuhi persyaratan menyelesaikan studi pada Program S1 Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

Penulis banyak menerima bimbingan, motivasi, saran, dan juga doa dari berbagai pihak selama penulisan skripsi ini. Teristimewa dari kedua orang tua yang sangat penulis sayangi yaitu ayahanda Bestari dan ibunda Almh. Siti Fatimah yang tidak pernah henti memberikan kasih sayang, doa, dukungan, juga nasihat yang tulus sampai sekarang ini dan juga saudari penulis Sri Wahyuni, S.Sos.I dan Indriani, S.Pd.I dan Evi Juliani S.Pd yang selalu membantu dan mendoakan saya selama proses penelitian hingga saat ini.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ridwanti Batubara, S.Hut., MP. dan Tengku Ismanelly Hanum, S.Si., M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing yang telah banyak mengarahkan dan memberikan saran kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

2. Dr. Ir. Yunasfi, M.Si. dan Dr. Agus Purwoko, S.Hut., M.Si. selaku dosen penguji yang telah banyak memberikan saran dan masukan dalam penulisan skripsi ini

3. Siti Latifah, S.Hut., M.Si., Ph.D. selaku Dekan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

(9)

4. Arif Nuryawan, S.Hut., M.Si., Ph.D. selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Hutan dan Dr. Iwan Risnasari, S.Hut., M.Si. selaku Sekretaris Departemen Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan.

5. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Republik Indonesia yang sudah memberikan beasiswa.

6. Teman-teman tim penelitian yang membantu penelitian penulis yaitu Jody Agustiantoro, Dedi Syahputra, Farid Ali, dan M. Hasnan yang telah bekerja sama dalam menjalankan dan membantu penelitian ini.

7. Penulis mengucapkan terima kasih kepada ALUMNI HUT A 2014, Teman- teman Satu Angkatan Tahun 2014 atas dukungan dan doanya yang selalu memberikan semangat kepada penulis.

8. Penulis mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang selalu membantu Hamzah Siregar, Imam Pramuja, Akhirul Umri, Zuhri Pratama, Nur Latifa, Miranda, Desy, Anisa Arlia, Beby Kesuma, Zulfadila, Dwi Cahya, Juliana, Surti, Diana dan semua teman lainnya.

9. Penulis mengucapkan terima kasih juga kepada sahabat yang selalu memberi dukungan semangat yaitu Sri Mariani, Dwi Anjarani, Wilda Lubis, Sartika Ginting, Nurpadilla, Adisty Yulia dan Afika Situmorang.

Penulis berharap semoga penelitian ini akan memberikan manfaat bagi pembacanya dan dapat menyumbangkan kemajuan bagi ilmu pengetahuan, khususnya di bidang kehutanan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Juli 2018

Penulis

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 3

Manfaat Penelitian ... 3

Hipotesis Penelitian ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Gaharu ... 4

Jenis Gaharu ... 5

Sebaran Gaharu ... 7

Teknik Budidaya Gaharu ... 8

Kandungan dan Manfaat Gaharu ... 10

Hasil Skrining Fitokimia... 11

Tanin ... 11

Antioksidan ... 12

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 14

Bahan dan Alat Penilitian ... 14

Prosedur Penelitian ... 14

Pengolahan Sampel ... 15

Pembuatan Simplisa Daun Gaharu ... 15

Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Gaharu... 16

Penentuan Kadar Air ... 16

Penetapan Kadar Tanin ... 17

Pengujian Antioksidan... 18

Pengujian Hedonik ... 21

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Ekstrak Daun Gaharu ... 23

Penetapan Kadar Air... 25

(11)

Pengujian Kadar Tanin... ... 27 Penentuan Aktivitas Antioksidan... 29 Pengujian Hedonik ... 35 KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan... 40 Saran ... 40 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(12)

No. Halaman

1. Potensi Jumlah Pohon Jenis Gaharu yang Ditanam di Sumatera... 8

2. Hasil Skrining Fitokimia Simplisia, Ekstrak Etanol Daun Gaharu... 11

3. Kategori Kekuatan Aktivitas Antioksidan ... 22

4. Skala Hedonik dan Skala Numerik ... 23

5. Kadar Rendemen Ekstrak Gaharu ... 24

6. Hasil Analisis Kadar Air Daun Gaharu... 26

7. Hasil Analisis Kadar Tanin Daun Gaharu... 29

8. Analisis Peredaman Radikal Bebas Ekstrak Daun Gaharu ... 31

9. Analisis Peredaman Radikal Bebas Ekstrak Daun Gaharu ... 32

10. Persamaan Regresi Linear Ekstrak Etanol Daun Gaharu... 34

11. Hasil Analisis Uji Konsumen Daun Gaharu ... 36

(13)

No. Halaman

1. Daun dan Pohon Gaharu Desa Bahorok ... 6

2. Daun dan Pohon Gaharu Desa Siantona ... 7

3. Analisis Peredaman Radikal Bebas Ekstrak Daun Gaharu ... 31

4. Analisis Peredaman Radikal Bebas Ekstrak Daun Gaharu ... 32

5. Hasil Penilaian Panelis Terhadap Aroma Teh Gaharu... 37

6. Hasil Penilaian Panelis Terhadap Rasa Teh Gaharu ... 38

7. Hasil Penilaian Panelis Terhadap Warna Teh Gaharu ... 39

(14)

No. Halaman

1. Kerangka Penelitian ... 46

2. Tumbuhan Gaharu di Sumatera Utara... 47

3. Contoh Kuisioner Uji Hedonik ... 48

4. Perhitungan Ekstraksi... 49

5. Pengolahan Data Pengujian Kadar Air ... 50

6. Pengolahan Data Pengujian Kadar Tanin ... 52

7. Pengolahan Data Antioksidan ... 54

8. Hasil Uji Tingkat Kesukaan Konsumen Teh Gaharu... 67

9. Hasil Uji Sidik Ragam Tingkat Kesukaan Konsumen... 70

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia dengan letak geografis serta dukungan musim, iklim serta masa penyinaran matahari yang panjang, secara biologis memiliki peluang tumbuh dan berkembangnya sumberdaya tumbuhan yang tinggi, sehingga dikenal sebagai negara mega biodiversitas kedua setelah Brazilia (Manan, 1998). Heyne (1987) melaporkan bahwa dalam kawasan hutan selain ditemukan sumberdaya tumbuhan berpotensi sebagai penghasil kayu, juga dapat dijumpai beragam jenis tumbuhan hasil hutan bukan kayu (HHBK) yang tinggi. Salah satu produk HHBK yang berpotensi dan bernilai komersial tinggi adalah komoditi gaharu (Badan Litbang Kehutanan, 2006).

Antioksidan merupakan substansi penting yang mampu melindungi tubuh dari serangan radikal bebas dan meredamnya. Konsumsi zat antioksidan dalam jumlah memadai mampu menurunkan resiko terkena penyakit degeneratif seperti kardiovaskuler, kanker, aterosklerosis, osteoporosis dan lain-lain. Konsumsi makanan yang mengandung antioksidan dapat meningkatkan status imunologi dan menghambat timbulnya penyakit degeneratif akibat penuaan (Winarsi, 2007).

Senyawa tanin adalah senyawa astringent yang memiliki rasa pahit dari gugus polifenolnya yang dapat mengikat dan mengendapkan atau menyusutkan protein. Zat astringent dari tannin menyebabkan rasa kering dan puckery (kerutan) di dalam mulut setelah mengkonsumsi teh pekat, anggur merah atau buah yang mentah. Dekstruksi atau modifikasi tannin selama ini berperan penting dalam pengawet kayu, adsorben logam berat, obat-obatan, antimikroba. Tanin

(16)

merupakan senyawa phenol yang larut dalam air dan memiliki berat molekul antara 500 dan 3000 Da (Ismarani, 2012).

Tanin memiliki aktivitas sebagai antioksidan. Semakin banyak kandungan tanin maka semakin besar aktivitas antioksidannya karena tanin tersusun dari senyawa polifenol yang memiliki aktivitas penangkap radikal bebas. Aktivitas antioksidan berbanding lurus dengan total fenol, semakin tinggi kandungan fenol dalam suatu bahan semakin tinggi pula aktivitasnya sebagai antioksidan (Kabul dan Putri, 2015).

Penelitian untuk memanfaatkan pohon gaharu selain kayunya yaitu daunnya yang dimanfaatkan sebagai teh. Tingkat kesukaan masyarakat terhadap teh gaharu A. malaccensis Lamk cukup suka atau dapat diterima masyarakat. Hal ini dibuktikan pada saat dilakukan survei tahap I dari segi rasa dan aroma masyarakat lebih menyukai teh yang dipanen pada pagi hari umur pohon 4 tahun sedangkan dari segi warna lebih disukai yang dipanen pada siang hari umur 7 tahun (Manurung, 2013).

Meningkatnya kebutuhan gaharu dari tahun ke tahun dan tingginya harga jual menyebabkan intensitas pemungutan liar yang berasal dari hutan alam semakin tinggi dan tidak terkendali, khususnya terhadap jenis gaharu berkualitas tinggi. Menurut Sumarna (2002), tanaman gaharu A. malaccensis yang ada di Indonesia termasuk spesies tanaman yang mulai langka, hal ini terjadi akibat perburuan liar yang tidak terkendali dan tidak mengindahkan faktor-faktor kelestariannya.

Berdasarkan pemanfaatan di atas kebanyakan gaharu masih terfokus pada pemanfaatan pohon gaharu, getah dan kulitnya yang lebih sering digunakan karena aroma khas yang dihasilkan. Sedangkan pemanfaatan dari daun masih

(17)

sedikit digunakan oleh masyarakat. Harahap (2015) menemukan adanya aktivitas antioksidan pada semua bagian daun gaharu. Pohon penghasil gaharu terdapat beberapa jenis beberapa diantaranya adalah jenis Aquilaria dan Wikstroemia.

Penelitian ini memfokuskan untuk melihat aktivitas antioksidan pada 2 jenis daun gaharu tetapi dengan membedakan bagian daun yang diambil menjadi daun tua, daun muda serta daun campuran, serta penelusuran lebih lanjut tentang kadar tanin yang terkandung dalam daun gaharu dan hubungannya dengan aktivitas antioksidan.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui :

1. Mengetahui kadar tanin yang terdapat pada pada dua jenis gaharu A. malaccensis Lamk. dan W. tenuiramis Miq.

2. Mengetahui aktivitas antioksidan yang terdapat pada pada dua jenis gaharu A. malaccensis Lamk. dan W. tenuiramis Miq.

Manfaaat Penelitian

1. Tersedianya data kandungan tanin dan antioksidan pada dua jenis gaharu A. malaccensis Lamk. dan W. tenuiramis Miq.

2. Dapat dimanfaatkan sebagai informasi awal pengembangan pemanfaatan daun gaharu.

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Gaharu

Secara botanis tumbuhan penghasil gaharu memiliki susunan tata nama, (taxonomi) dengan Regnum : Plantae , Divisio : Spermatophyta (berbunga), Sub- Divisio : Angiospermae (berbiji tertutup), Class : Dycotyledon (berkeping dua) Sub-Class : Archichlamydae, memiliki tiga (3) famili yakni Thymeleaceae, Euphorbiaceae dan Leguminoceae dengan delapan (8) genus yaitu Aquilaria, Aetoxylon, Dalbergia, Enkleia, Excoccaria, Gonystylus, Gyrinops dan Wiekstroemia. Di Indonesia untuk sementara diketahui terdapat 27 jenis yang memiliki bentukan hidup berupa pohon, semak, perdu dan atau sebagai tumbuhan merambat (liana) (Sumarna, 2012).

Gaharu mulai dikenal masyarakat Indonesia pada sekitar tahun 1200, yang hanya diperoleh dari pungutan hasil hutan alam dengan memanfaatkan pohon- pohon yang telah mati alami dengan bentuk produk berupa gumpalan, serpihan serta bubukan yang merupakan limbah proses pembersihan. Sebagai salah satu komoditi Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), semula memiliki nilai guna yang terbatas hanya untuk mengharumkan tubuh, ruangan dan kelengkapan upacara ritual keagamaan masyarakat Hindu dan Islam. Pohon penghasil gaharu ini banyak dijumpai pada hutan yang belum dijadikan sebagai lahan perkebunan bagi masyarkat, dengan perkembangbiakan yang terjadi dari anakan alami dari alam.

Lahan tempat tumbuh pada berbagai variasi kondisi struktur dan tekstur tanah, baik pada lahan subur, sedang hingga lahan marginal. Gaharu dapat dijumpai pada ekosistem hutan rawa, gambut, hutan dataran rendah atau hutan pegunungan, bahkan dijumpai pada lahan berpasir berbatu yang ekstrim (Sumarna, 2012 ).

(19)

Tanaman penghasil gaharu tergolong jenis semi toleran yaitu membutuhkan naungan pada saat tingkat anakan/semai dan memerlukan cahaya yang cukup pada saat dewasa serta memiliki tingkat asosiasi dengan tanaman lain yang tinggi. Dengan demikian perlu dicari cara penanaman yang tepat untuk untuk memperoleh prosentase tumbuh yang tinggi dan perkembangan pertumbuhan yang pesat. Untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman gaharu yang baik maka diperlukan hara yang cukup. Kebutuhan hara bagi tanaman tidak selamanya tersedia cukup dalam tanah. Dengan demikian perlu ada tambahan hara dari luar tanah itu sendiri. Hara tersebut dapat diberikan melalui pemupukan (Milang, dkk., 2011).

Tumbuhan gaharu merupakan salah satu jenis tanaman hutan tropis penghasil resin atau produk damar yang bernilai ekonomi tinggi. Permintaan dunia akan produk gaharu setiap tahunnya mengalami peningkatan (Sumarna, 2002), namun dibatasi oleh kuota. Kuota untuk Indonesia pada tahun 2000 untuk jenis A. filarial sebanyak 200 ton dan untuk A. malaccensis sebanyak 225 ton, tetapi pada tahun 2005 kuota Indonesia anjlok masing-masing menjadi 125 ton dan 50 ton (Wiguna, 2006).

Jenis Gaharu

Setelah dilakukan pengambilan di lapangan pada kedua tempat di Sumatera Utara terdapatlah dua jenis gaharu yaitu jenis A. malaccensis Lamk.

yang berada di Bahorok Kabupaten langkat dan W. tenuiramis Miq. yang berada di desa Siantona Kecamatan Lembah Sorik Marapi Kabupaten Mandailing Natal.

Jenis yang paling banyak di Sumatera Utara adalah jenis A. malaccensis Lamk.

(20)

a b Aquilaria malaccensis Lamk.

Pohon dengan tinggi batang yang dapat mencapai antara 35 – 40 m, berdiameter sekitar 60 cm, kulit batang licin berwarna putih atau keputih-putihan dan berkayu keras. Daun lonjong memanjang dengan ukuran panjang 5 –8 cm dan lebar 3 –4 cm, ujung daun runcing, warna daun hijau mengkilat. Bunga berada diujung ranting atau diketiak atas dan bawah daun. Buah berada dalam polongan berbentuk bulat telur aatau lonjong berukuran sekitar 5 cm panjang dan 3 cm lebar. Biji/benih berbentuk bulat atau bulat telur yang tertutup bulu-bulu halus berwarna kemerahan. Jenis A. malaccensis di wilayah potensial dapat mencapai tinggi pohon sekitar 40 m dan diameter 80 cm, beberapa nama daerah seperti : ahir, karas, gaharu, garu, halim, kereh, mengkaras dan seringak. Tumbuh pada ketinggian hingga 750 m dpl pada hutan dataran rendah dan pegunungan, pada daerah yang beriklim panas dengan suhu rata-rata 32C dan kelembaban sekitar 70 %, dengan curah hujan kurang dari 2000 mm/tahun (Lubis, 2016). Contoh sampel daun dan batang gaharu A. malaccensis dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Daun Gaharu dari Desa Bahorok dengan Jenis A. malaccensis (a), Pohon Gaharu Desa Bahorok dengan Jenis A. malaccensis (b).

(21)

a b Wistroemia tenuiramis Miq.

Pohon berbentuk semak dengan tinggi mencapai sekitar 7 m dan diameter sekitar 7,5 cm, ranting kemerah-merahan atau kecoklatan. Daun bulat telur, atau elips/lancet, panjang 4 –12 cm dan lebar 4 cm. Helai daun tipis, licin di dua permukaan, bertangkai daun panjang 3 cm. Bunga berada diujung ranting atau ketiak daun, berbentuk malai dan tiap malai menghasilkan 6 bunga dengan warna kuning, putih kehijauan atau putih, dengan tangkai bunga sekitar 1 mm, mahkota bunga lonjong atau bulat telur dengan panjang 8 mm dan lebar 5 mm berwarna merah. Kelompok gaharu dari jenis-jenis ini dikenal memiliki nama daerah, layak dan pohon pelanduk, kayu linggu, menameng atau terentak dengan daerah sebaran tumbuh di wilayah Maluku dan Irian Jaya (Lubis, 2016). Contoh sampel daun dan batang gaharu W. tenuiramis dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Daun Gaharu dari Desa Bahorok dengan Jenis W. tenuiramis (a), Pohon Gaharu Desa Bahorok dengan Jenis W. tenuiramis (b).

Sebaran Gaharu

Beberapa jenis pohon Gaharu dan penyebarannya di Indonesia adalah:

Aquilaria malaccensis (Sumatra dan Kalimantan), Aquilaria beccariana (Sumatra dan Kalimantan), Aquilaria microcarpa (Sumatra dan Kalimantan), Aquilaria filaria (Irian dan Maluku), Aquilaria cumingiana (Sulawesi), Aquilaria tomntosa (Irian), Grynops audate dan Grynops podocarpus (Irian), Grynops versteegii

(22)

(Nusa Tenggara, Maluku, Sulawesi, dan Irian), Wikstoemia androsaemifolia (Jawa, Kalimantan, Nusa Tenggara, dan Sulawesi) (Bizzy, dkk., 2011).

Penyebaran pohon gaharu di Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Potensi Jumlah Pohon Jenis Gaharu yang Ditanam di Wilayah Sumatera (Potency of planted agarwood trees in Sumatra)

No. Provinsi Jumlah Spesies yang dibudidayakan

1 NAD 202.436 Aquilaria malaccensis

2 Sumatera 599.212 Aquilaria malaccensis

3 Riau 2.005 Aquilaria malaccensis

Aquilaria hirta

4 Jambi 818 Aquilaria malaccensis

5 Bangka Belitung 473.153 Aquilaria hirta

6 Lampung 214.804 Aquilaria malaccensis

Sumber : Mardiastuti dan Sastranegara, 2015.

Teknik Budidaya

Budidaya gaharu telah lama dilakukan oleh petani hutan secara tradisional dan sporadis. Namun sejalan dengan meningkatnya prospek ekonomi gaharu penanaman gaharu mulai intensif dilakukan oleh masyarakat di banyak tempat.

Jenis gaharu yang ditanam adalah jenis yang tumbuh dan dijumpai disekitar lokasi penanaman. Saat ini dikenal dua marga (genus) pohon yang menghasilkan gaharu berkualitas yaitu Aquilaria dan Gyrinops (Hakim, 2012).

a. Pembersihan Lahan.

Dalam pengusahaan secara monokultur, lahan lahan tanam dibersihkan dari tonggak/tunggul dari bekas tegakan dari pohon berkayu (Hutan Alam Produksi, HTI) atau berbagai jenis tanaman perkebunan. Tumbuhan lain disekitar titik tanam untuk sementara dibiarkan tumbuh, sebagai upaya pemberian naungan sesuai sifat pohon gaharu yang semitoleran terhadap cahaya. Sedangkan pada lahan terbuka, perlu dibina terlebih dahulu adanya pohon lain yang cepat tumbuh, agar dapat berperan sebagai naungan sementara hingga tanaman gaharu berumur

(23)

2 – 3 tahun. Sedangkan pada lahan dan atau kawasan yang tersedia secara alami adanya pohon lain, pembersihan lahan dilakukan hanya pada sekitar titik tanam sesuai model penanaman (jalur, cemplongan).

b. Seleksi Bibit

Bibit gaharu yang telah tersedia di areal pesemaian, lakukan pemilihan bibit yang memiliki ukuran dan umur yang seragam serta sehat, usahakan bibit yang seragam baik kondisi tumbuh maupun umur (> 9 bulan), sehat, memiliki tinggi optimal antara 40 –50 cm dan berdiameter sekitar 1 cm serta secara fisik perakaran bibit belum menembus polybag.

c. Penanaman.

Teknis penanaman gaharu secara umum tidak berbeda jauh dengan tanaman lain, lepaskan ploybag dari media secara baik dan usahakan media tidak pecah, letakan pada lubang tanam dengan kondisi pangkal batang sejajar permukaan lubang tanam, timbun bibit dengan tanah galian bagian permukaan yang telah dipisahkan dalam proses pembuatan lubang tanam, tekan-tekan hingga batang berdiri tegak dan kuat. Agar tidak terganggu secara fisik, bekas ajir ikatkan dengan batang bibit dan sebagai tanda lubang tanam telah tertanam bibit, bekas polybag letakan diujung ajir Pemeliharaan.

d. Pemeliharaan

Pertanaman gaharu ideal dilaksanakan intensif hingga mencapai umur sekitar 6 tahun dengan tujuan untuk memperoleh volume kayu yang erat kaitannya dengan volume produksi gaharu yang dapat dihasilkan. Jenis kegiatan pemeliharaan gaharu yaitu penyiangan, penggemburan, pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit.

(24)

Maka dalam upaya budidaya pohon penghasil gaharu, diperlukan strategi dengan 3 kriteria dan indikator terpenting antara lain adalah : (a) Bahan tanaman memiliki sifat rentan terhadap penyakit pembentuk gaharu, (b) Areal budidaya tersedia adanya pohon lain sebagai naungan dengan intensitas cahaya masuk sekitar 60 %, (c) Lahan budidaya memiliki kondisi fisik dan kimia yang menghasilkan faktor munculnya stress dan (d) Untuk membangun volume kayu yang optimal, perlu pemeliharaan intensif hingga tanaman mencapai fase pertumbuhan generatif (± 6 tahun), agar dapat menghasilkan limit diameter minimal batang pohon yang siap untuk diproduksi (≥ 15 cm) (Sumarna, 2012).

Kandungan dan Manfaat Gaharu

Terdapat beberapa zat penting yang terkandung dalam gubal gaharu yaitu (- agarofuran, (-agarofuran, nor-ketoaaga-rofuran, (-)-10-epi-y-eudesmol, agarospirol, jinkohol, jinkohon-eremol, kusunol, dihydrokaranone, jinkohol II serta oxo-aga-rospirol. Lebih lanjut Mega dan Swastini (2010) mengatakan bahwa terdapat 17 macam Senyawa yang terdapat pada gaharu, antara lain:

noroxoagarofuran, agarospirol, 3,4 –dihydroxy-dihydro-agarufuran, p-methoxy- benzylaceton, dan aquillochin. Selanjutnya Mardiastuti (2015) menyebutkan terdapat 31 unsur kimia yang terkandung di dalam gaharu dan bahan kimia penyusun utamanya adalah 2-(2-(4 methoxyphenyl) ethil) chromone (27%) dan 2- (2-phenylethyl) chromone (15%). Gaharu dengan aromanya yang khas digunakan masyarakat di Timur Tengah sebagai bahan wewangian. Di Cina, gaharu dimanfaatkan sebagai obat sakit perut, gangguan ginjal, hepatitis, asma, kanker, tumor, dan stres. Selain itu gaharu telah dipergunakan sebagai bahan baku industri parfum, kosmetika, dan pengawet berbagai jenis asesori.

(25)

Hasil Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia bertujuan untuk mengetahui senyawa-senyawa aktif biologis yang terdapat dalam tumbuhan. Skrining fitokimia terhadap serbuk simplisia, ekstrak etanol daun gaharu segar dan ekstrak etanol simplisia dilakukan untuk mendapatkan informasi golongan senyawa metabolit sekunder yang dikandung. Hasil skrining fitokimia terhadap serbuk simplisia, ekstrak etanol daun gaharu segar dan ekstrak etanol simplisia dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Skrining Fitokimia Simplisia, Ekstrak Etanol Daun Gaharu Segar dan Ekstrak Etanol Gaharu Simplisia

No Pemeriksaan Simplisa Daun

Ekstrak Etanol Ekstrak Etanol Gaharu Daun Gaharu Simplisa Daun

1 Alkaloid - - -

2 Flavonoid + + +

3 Glikosida + + +

4 Saponin - - -

5 Tanin + + +

6 Steroid/Triterpenoid + + +

(Silaban, 2014) Keterangan : (+) Positif : mengandung golongan senyawa (-) Negatif : tidak mengandung golongan senyawa

Tanin

Tanin merupakan senyawa aktif metabolit sekunder yang diketahui mempunyai beberapa khasiat yaitu sebagai astringen, anti diare, anti bakteri dan antioksidan. Tanin merupakan komponen zat organik yang sangat kompleks, terdiri dari senyawa fenolik yang sukar dipisahkan dan sukar mengkristal, mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein tersebut (Desmiaty dkk., 2008). Tanin dibagi menjadi dua kelompok yaitu tanin terhidrolisis dan tanin terkondensasi. Tanin memiliki peranan biologis yang kompleks mulai dari pengendap protein hingga pengkhelat logam. Tanin juga dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis (Malanggi, dkk., 2012).

(26)

Tanin merupakan yang terdapat dalam tumbuhan dan tersebar luas, memiliki gugus fenol, memiliki rasa sepat dan mempunyai kemampuan menyamak kulit. Tanin dikelompokkan menjadi dua secara kimia yaitu tanin kondensasi dan tanin terhidrolisis. Tanin terkondensasi atau flavolan secara biosintesis dapat dianggap terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal.

Tanin terhidrolisis mengandung ikatan ester yang dapat terhidrolisis jika didihkan dalam asam klorida encer (Robinson, 1991).

Berdasarkan penelitian Harahap (2015) menunjukkan bahwa daun tua gaharu lebih tinggi kadar taninnya dibandingkan daun muda gaharu karena faktor umur yang berpengaruh nyata terhadap kandungan senyawa tanin, semakin bertambah umur pohon gaharu maka kandungan tanin yang terdapat pada daun akan semakin tinggi. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semua bagian daun dari Arboretum USU dan dari Langkat layak digunakan sebagai minuman seduh karena jumlah kadar tanin yang terkandung dari tiap daun tidak jauh berbeda dan tidak memberikan rasa sepat jika digunakan menjadi minuman yang diseduh. Berdasarkan kadar tanin daun gaharu yang diteliti tidak bisa digunakan sebagai obat karena tidak memenuhi standar Depkes RI yaitu senyawa tanin 9- 12%, minyak atsiri, minyak lemak, dan asam sulfat.

Antioksidan

Berdasarkan sumbernya, antioksidan dibagi menjadi antioksidan endogen, yaitu enzim-enzim yang bersifat antioksidan, seperti: Superoksida Dismutase (SOD), katalase (Cat), dan glutathione peroksidase (Gpx); serta antioksidan eksogen, yaitu yang didapat dari luar tubuh/makanan. Berbagai bahan alam asli Indonesia banyak mengandung antioksidan dengan berbagai bahan aktifnya, antara lain vitamin C, E, pro vitamin A, organosulfur, α-tocopherol, flavonoid,

(27)

thymoquinone, statin, niasin, phycocyanin, dan lain-lain. Berbagai bahan alam, baik yang sudah lama digunakan sebagai makanan sehari-hari atau baru dikembangkan sebagai suplemen makanan, mengandung berbagai antioksidan tersebut. Antioksidan diperlukan untuk mencegah stres oksidatif. Stres oksidatif adalah kondisi ketidakseimbangan antara jumlah radikal bebas yang ada dengan jumlah antioksidan di dalam tubuh. Radikal bebas merupakan senyawa yang mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan dalam orbitalnya, sehingga bersifat sangat reaktif dan mampu mengoksidasi molekul di sekitarnya (lipid, protein, DNA, dan karbohidrat). Antioksidan bersifat sangat mudah dioksidasi, sehingga radikal bebas akan mengoksidasi antioksidan dan melindungi molekul lain dalam sel dari kerusakan akibat oksidasi oleh radikal bebas atau oksigen reaktif (Werdhasari, 2014)

Kapasitas atau aktivitas antioksidan menggambarkan kemampuan suatu senyawa antioksidan untuk menghambat laju reaksi pembentukan radikal bebas.

Penentuan kapasitas antioksidan secara in vitro ditentukan secara spektroskopi UV-Vis. Eksplorasi senyawa fitokimia terutama senyawa bioaktif yang terdapat pada tanaman obat atau bukan tanaman obat secara terus menerus diteliti untuk mendapatkan senyawa antioksidan yang berfungsi untuk menjaga kesehatan tubuh manusia dari serangan suatu penyakit. Beberapa metode pengukuran kapasitas antioksidan secara in vitro yang digunakan dewasa ini adalah beta karoten bleaching, 1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl (DPPH Radical Scavenging) method, Thiobarbituric Acid-Reactive-Substances (TBARS) assay, Rancimat assay, Oxygen Radical Absorbance Capacity (ORAC) assay (Parwata, 2015).

(28)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2017 sampai dengan Februai 2018. Pengambilan sampel di desa Bahorok Kabupaten Langkat dan desa Siantona Kabupaten Mandailing Natal (Madina), Provinsi Sumatera Utara.

Pembuatan ekstraksi dan penentuan kadar air dilakukan di Laboratorium Farmakognosi, Pengujian antioksidan dilakukan di Laboratorium Penelitian, Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara dan Penentuan kadar tanin dilakukan di Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun gaharu, toluene, akuades, Etanol 96%, larutan KMnO4, larutan idigokarmin, asam oksalat, Serbuk DPPH, metanol dan air.

Alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi blender, seperangkat alat destilasi azeotropi, labu ukur, gelas piala, waterbath, rotary evavorator,

erlenmyer, spektofotometer UV Visible, spatula, timbangan analitik, gelas ukur, pipet tetes, stopwatch, cawan porselin, pisau, gelas, polietilen, dan kamera digital.

Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian meliputi pengolahan sampel daun, pengujian kadar air, pengujian kadar tanin, pengujian antioksidan dan pengujian hedonik. Kerangka penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

(29)

Pengolahan Sampel

Pengambilan sampel digunakan secara purposive dengan membandingkan dengan 2 tanaman gaharu spesies yang berbeda dari 2 daerah yang berbeda.

Spesies A. malaccensis diambil dari desa Bahorok dan sampel gaharu

W. tenuiramis diambil di desa Siantona. Bentuk daun dan batang gaharu dapat dilihat pada Lampiran 2. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun gaharu yang dibedakan menjadi daun muda, daun tua dan daun campuran.

Daun Muda

Daun Tua

Pembuatan Simplisia Daun Gaharu

Daun gaharu di kelompokkan berdasarkan tempat wilayah pengambilan seperti di daerah Langkat dan Mandailing Natal. Sampel daun gaharu dibersihkan dari kotaran yang menempel dengan air mengalir. Kemudian daun gaharu dilayukan dengan disebarkan di atas kertas perkamen hingga airnya terserap.

Selanjutnya daun gaharu dikeringkan, pengeringan secara kering udara lalu diovenkan dengan suhu 400C selama 24 jam. Daun gaharu yang sudah kering kemudian dihaluskan dengan cara diblender. Setelah diblender, dimasukkan kedalam plastik polietilen

(30)

Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Gaharu

Pembuatan ekstrak dilakukan secara maserasi dengan pelarut etanol 96%, sebanyak 200 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam wadah kaca, dituangi dengan 1500 ml etanol 96%, ditutup, dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya dan sesekali diaduk. Setelah 5 hari campuran tersebut saring. Ampas dicuci dengan etanol 96% secukupnya hingga diperoleh 2000 ml, lalu dipindahkan dalam bejana tertutup dan dibiarkan di tempat sejuk terlindung dari cahaya selama 2 hari, kemudian dituangkankan lalu disaring. Maserat dipekatkan menggunakan alat rotary evaporator pada suhu 40°C sampai diperoleh maserat pekat kemudian diuapkan menggunakan waterbath sehingga diperoleh ekstrak kering (Ditjen POM, 1979).

Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (Destilasi Toluen). Alat-alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung penyambung, dan tabung penerima 5 ml.

Cara kerja : masukkan 100 ml toluen dalam 1 ml aquades ke dalam labu alas bulat, didestilasi selama 2 jam, toluen didinginkan selama 30 menit dan volume air didalam tabung penerima dibaca, kemudian ke dalam labu dimasukkan 2,5 g sampel lalu dipanaskan selama 15 menit. Setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen, destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, dibaca volume air dengan ketelitian 0,05 ml. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1998).

(31)

Penetapan Kadar Tanin

1. Pembuatan Larutan Pereaksi a. Larutan indigocarmin

Sebanyak 6 gram indigocarmin di larutkan ke dalam 500 ml aquades dan dipanaskan. Setelah dingin ditambahkan aquades sampai satu liter lalu disaring (Sudarrnadji,1984).

b. Larutan KMnO4 0,1 N

Di timbang KMnO4 3,2 gram kemudian dilarutkan 1 liter aquades.

Dididihkan selama 10-15 menit, kemudian disimpan selama satu malam. Setelah itu disaring dan diencerkan 1 liter aquades. Larutan KMnO4 standar perlu distandarisasi sebelum dipakai (Sudarrnadji dkk, 1984).

2. Standarisasi Larutan KMnO4

Ditimbang 0,63 gram kristal asam oksalat dan dilarutkan dalam 100 ml aquades. Sebanyak 25 ml larutan asam oksalat, ditambahkan 5 ml H2SO4 lalu dipanaskan sampai 700C. Selanjutnya dalam keadaan panas dititrasi dengan larutan KMnO4 standar sampai warna ungu dan tetesan larutan permanganate tidak hilang, lalu dicatat volume titrasi. Mengulangi cara kerja sebanyak 3 kali dan masing – masing volume titrasi dicatat.

Reaksi : 2KMnO4 + 5H2C2O4 + 3H2SO4 2 MnSO4 + 10CO2 + K2SO4 + 8 H2O

Normalitas larutan standar KMnO4 dihitung dengan menggunakan rumus :

Keterangan :

W; Berat kristal asarn oklasat yang ditimbang (mg), BM; Berat molekul kristal asam oksalat (126), V; (volume titrasi), 25/100; Faktor pengeceran, 2; electron valensi asam oksalat.

(32)

4. Penentuan Kadar Tanin

Penentuan kadar tannin dilakukan berdasarkan dalam Sudarmadji 1989,

Bahan ditimbang sebanyak 1,5 g, kemudian dimasukkan kedalam gelas piala 100 ml lalu ditambahkan air 50 ml. dipanaskan pada suhu 40 – 600C selama 30 menit. Setelah dingin larutan disaring ke dalam labu ukur 250 ml, lalu ditambahkan dengan air sampai tanda garis. Dari larutan di atas diambil 25 ml dimasukan kedalam Erlenmeyer ditambahkan 20 ml larutan indigocarmin kemudian dititrasi dengan larutan KMnO4 0,1 N, tiap kali penambahan sebanyak 1 ml KMnO4 hingga warna berubah dari biru menjadi hijau selanjutnya titrasi dilakukan tetes demi tetes hingga warna hijau menjadi warna kuning emas.

Misalnya diperlukan volume titran A ml. Penetapan blanko dilakukan dengan memipet 20 ml larutan indigocarmin kedalam erlemneyer dan ditambahkan air lalu dititrasi seperti contoh di atas. Misalnya diperlukan volume titran B ml. Kadar tanin dapat di hitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

x100%

Keterangan:

A; volume titrasi tanin (ml), B; volume titrasi blanko (ml), N; normalitas KMnO4

standar (N), 10; Faktor Pengenceran , 1 ml KMnO4 0,1 N; setara 0,00416 gram tanin.

Pengujian Antioksidan

Pengujian Kemampuan Antioksidan dengan Spektrofotometer UV- Visible 1. Prinsip metode pemerangkapan radikal bebas DPPH

DPPH menggunakan pelarut metanol sehingga kemungkinan senyawa hidrofilik yang terekstrak dalam metanol lebih banyak dibandingkan dalam pelarut etanol. Metode DPPH ini mudah digunakan, cepat, cukup teliti dan baik

(33)

digunakan dalam pelarut organik, khususnya alkohol. Metode ini juga sensitif untuk menguji aktivitas antioksidan dalam ekstrak tanaman. Akan tetapi, metode DPPH kurang sensitif untuk mengukur aktivitas antioksidan selain dari senyawaan fenol (Widyastuti, 2010).

Kemampuan sampel uji dalam meredam proses oksidasi radikal bebas DPPH dalam larutan metanol (sehingga terjadi perubahan warna DPPH dari ungu menjadi kuning) dengan nilai IC50 (konsentrasi sampel uji yang memerangkap radikal bebas 50%) sebagai parameter menentukan aktivitas antioksidan sampel uji tersebut.

2. Pembuatan Larutan DPPH 0,5 mM

DPPH ditimbang 20 mg dan dimasukkan ke dalam labu tentukur 100 ml dicukupkan volumenya dengan metanol sampai garis tanda (Konsentrasi 200 ppm).

3. Pembuatan Larutan Blanko

Larutan DPPH 0,5 mM (konsentrasi 200 ppm) dipipet sebanyak 5 ml, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, dicukupkan volumenya dengan metanol sampai garis tanda (konsentrasi 40 ppm).

4. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum dan Penentuan Operating Time

Larutan DPPH konsentrasi 40 ppm dihomogenkan dan diukur serapannya pada panjang gelombang 400-800 nm. Pengukuran dilajutkan untuk menentukan operating time larutan DPPH dalam metanol dari menit 0 sampai menit 60 (1 jam). Pengukuran serapan maksimum larutan DPPH 40 ppm dalam metanol dilakukan dengan menggunakan spektrofotometer UV-Visible.

(34)

5. Pembuatan Larutan Induk

Sebanyak 25 mg ekstrak daun gaharu ditimbang kemudian dilarutkan dalam labu tentukur 25 ml dengan metanol lalu volumenya dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda (konsentrasi 1000 ppm).

6. Pembuatan Larutan Uji

Larutan induk dipipet sebanyak 1 ml; 1,5 ml; 2 ml; 2,5 ml kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml (untuk mendapatkan konsentrasi 40 ppm, 60 ppm, 80 ppm, 100 ppm), kemudian dalam masing-masing labu tentukur ditambahkan 5 ml larutan DPPH 0,5 mM (konsentrasi 40 ppm) lalu volume dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda, didiamkan di tempat gelap, lalu diukur serapannya dengan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 516 nm, pada waktu mulai 0 menit hingga 60 menit.

7. Penentuan Persen Perendaman

Kemampuan aktivitas antioksidan sampel dapat diukur sebagai penurunan serapan larutan DPPH (perendaman warna ungu DPPH) akibat adanya penambahan larutan sample. Nilai serapan absorbansi hasil pengukuran DPPH sebelum dan sesudah penambahan larutan sample dibagi serapan pengukuran larutan DPPH sebelum penambahan sample dihitung sebagai persen inhibisi (%

perendaman) dengan rumus sebagai berikut :

x 100%

Hasil perhitungan persen inhibisi yang diperoleh dilakukan perhitungan persamaan garis regresi linier dengan konsentrasi sample sebagai basis (sumbu x) dan nilai inhibisi sebagai ordinatnya (sumbu y).

(35)

8. Penentuan IC50

Nilai IC50 merupakan bilangan yang menunjukkan konsentrasi sampel uji (μg/ml) yang memberikan peredaman DPPH sebesar 50% (mampu meredam proses oksidasi DPPH sebesar 50%). Nilai 0% berarti tidak mempunyai aktivitas antioksidan, sedangkan nilai 100% berarti peredaman total dan pengujian perlu dilanjutkan dengan pengenceran larutan uji untuk melihat batas konsentrasi aktivitasnya. Hasil perhitungan dimasukkan ke dalam persamaan regresi (Y=AX+B) dengan konsentrasi ekstrak (ppm) sebagai absis (sumbu X) dan nilai

% peredaman (antioksidan) sebagai ordinatnya (sumbu Y). Kategori penentuan kekuatan aktivitas antioksidan ditunjukkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Kategori Kekuatan Aktivitas Antioksidan

No. Kategori Konsentrasi (μg/ml)

1 Sangat Kuat <50

2 Kuat 50-100

3 Sedang 101-150

4 Lemah 151-200

(Mardawati, 2008).

Pengujian Hedonik

Pembuatan Teh Daun Gaharu

1. Daun gaharu yang sudah diblender hingga menjadi serbuk dimasukkan ke dalam wadah.

2. Serbuk teh gaharu diseduh dengan menggunakan air panas.

3. Teh gaharu selanjutnya diuji rasa, aroma, dan warna (uji hedonik) kepada panelis berupa masyarakat baik di lingkungan kampus maupun masyarakat umum.

(36)

Uji Tingkat Kesukaan

Uji kesukaan juga disebut sebagai uji hedonik. Dalam uji hedonik panelis dimintakan tanggapan pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan dan mengemukakan tingkat kesukaan atau disebut juga dengan skala hedonik.

Pengujian dilakukan secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala numerik. Pengujian ini diberikan kepada 40 orang panelis dengan berbagai variasi umur (20-60 tahun), jenis kelamin dan suku untuk pengujian terhadap rasa, aroma, dan warna. Panelis diberikan kuisioner berisi penilaian terhadap teh, cntoh kuisioner dapat dilihat pada Lampiran 3. Penentuan skala yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Skala Hedonik dan Skala Numerik

Skala Hedonik Skala Numerik

Sangat Suka 5

Suka 4

Cukup Suka 3

Tidak Suka 2

Sangat Tidak Suka 1

(Lubis, 2016)

Batas penolakan yaitu batas dimana teh daun gaharu dianggap tidak disukai oleh konsumen berada saat skala numerik ≤ 3.

(37)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Proses Ekstraksi Daun Gaharu

Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut etanol. Ekstrak etanol menggunakan metode maserasi. Ekstrak daun gaharu dalam penelitian ini masing – masing menggunakan simplisia sebanyak 50 g dengan pelarut etanol sebanyak 500 ml. Ekstraksi bertujuan untuk menarik semua komponen kimia yang terdapat dalam serbuk.

Teknik ekstraksi yang digunakan adalah dengan menggunakan teknik maserasi. Maserasi adalah proses perendaman sampel untuk menarik komponen yang diinginkan dengan kondisi dingin diskontinyu. Keuntungannya yakni lebih praktis, pelarut yang digunakan lebih sedikit, dan tidak memerlukan pemanasan, tetapi waktu yang dibutuhkan relatif lama (Kristanti, 2008). Hasil ekstraksi etanol serbuk daun pada dua jenis gaharu yang tumbuh di Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kadar Ekstrak Etanol Serbuk Daun Pada Dua Jenis Gaharu yang Tumbuh di Sumatera Utara

No Nama Jenis Asal Tumbuh Bagian

Daun

Rendemen (%) 1

2 Aquilaria malaccensis

Desa Bahorok Daun Muda 7,2

Desa Bahorok Daun Tua 6,2

3 Desa Bahorok Daun Campuran 6,8

4 Wikstroemia tenuiramis Desa Siantona Daun Muda 7,6

Berdasarkan data pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa semua sampel daun gaharu mempunyai berat serbuk yang sama sebesar 50 g, namun ekstrak kental yang didapat dari proses maserasi berbeda-beda. Proses perhitungan kadar ekstrak etanol dapat dilihat pada Lampiran 4. Ekstrak kental tertinggi didapat dari serbuk

5 Desa Siantona Daun Tua 8,4

6 Desa Siantona Daun Campuran 8,0

(38)

daun gaharu W. tenuiramis yang berasal dari desa Siantona pada bagian daun tua yaitu sebesar 8,4% dan diikuti pada bagian daun campuran sebesar 8,0%.

Sedangkan ekstrak kental terendah terdapat pada daun gaharu

A. malaccensis yang berasal dari desa Bahorok pada bagian daun tua sebesar 6,2%. Perbedaan kadar yang didapat dari proses ekstraksi dapat disebabkan oleh proses pengekstrakan pada penelitian ini menggunakan teknik ekstraksi, waktu ekstraksi, dan temperatur berbeda, tetapi dengan konsentrasi pelarut dan perbandingan bahan pelarut yang sama. Menurut Harbone (1987) hasil ekstrak yang diperoleh akan sangat tergantung pada beberapa faktor antara lain kondisi alamiah senyawa tersebut, metode ekstraksi yang digunakan, ukuran partikel sampel, kondisi dan waktu penyimpanan, lama waktu ekstraksi serta perbandingan jumlah pelarut terhadap jumlah sampel.

Tinggi rendahnya rendemen yang didapat juga bisa dipengaruhi oleh metode ekstraksi yang dipakai. Dimana dalam ekstraksi zat warna alam ini menggunakan metode maserasi. Kelebihan dari metode maserasi pada ekstraksi zat warna alam, yaitu zat warna yang mengandung gugus-gugus yang tidak stabil (mudah menguap) seperti ester dan eter tidak akan rusak atau menguap karena berlangsung pada kondisi dingin (Suarsa, dkk., 2011).

Maserasi merupakan teknik ekstraksi yang dilakukan untuk sampel yang tidak tahan panas dengan cara perendaman di dalam pelarut tertentu selama waktu tertentu. Teknik ini mempunyai beberapa kelebihan antara lain alat yang dipakai sederhana, hanya dibutuhkan bejana perendaman tetapi menghasilkan produk yang baik, selain itu dengan teknik ini zat-zat yang tidak tahan panas tidak akan rusak. Metode ini sangat sederhana namun mampu memisahkan senyawa kimia yang diinginkan hanya dengan menggunakan pelarut tertentu. Selain itu juga

(39)

metode maserasi menguntungkan dalam proses pengambilan senyawa bahan alam dengan perendaman, karena dalam sampel tumbuhan akan terjadi pemecahan dinding sel dan membran sel akibat perbedaan tekanan antara di dalam dan luar sel sehingga senyawa yang ada di dalam sitoplasma akan terlarut dalam pelarut organik dan ekstraksi senyawa akan sempurna dengan perendaman yang lama (Lenny, 2006).

Penetapan Kadar Air

Kadar air mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik serta lama simpan bahan pangan. Komposisi air pada bahan pangan seperti air bebas dan air terikat, dapat berpengaruh pada laju atau lama pengeringan bahan pangan.

Air terikat adalah air yang terdapat dalam bahan pangan. Air bebas adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan seperti membran, kapiler, serat, dan lain lain (Winarno, 2002).

Kadar air sangat mempengaruhi mutu teh kering, pada produk teh kering akan mempengaruhi umur simpan, dimana apabila teh kering mengandung cukup banyak kadar air akan mengakibatkan teh cepat lembab dan mudah rusak (Herawati dan Nurawan, 2006). Hasil anaisis kadar air pada dua jenis gaharu yang tumbuh di Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Analisis Kadar Air pada Dua Jenis Gaharu yang Tumbuh di Sumatera Utara

No Nama Jenis Asal Tumbuh Bagian Kadar Air

Daun (%)

1 Desa Bahorok Daun Muda 7,24

2 Aquilaria malaccensis Desa Bahorok Daun Tua 9,42

3 Desa Bahorok Daun Campuran 9,48

4 Desa Siantona Daun Muda 7,69

5 Wikstroemia tenuiramis Desa Siantona Daun Tua 9,70

6 Desa Siantona Daun Campuran 7,35

Pada Tabel 6 dapat dilihat bahwa seluruh sampel gaharu telah memenuhi syarat standarisasi kadar air simplisia yaitu tidak melebihi 10%, perhitungan

(40)

kadar air dapat dilihat pada Lampiran 5. Kadar air tertinggi terdapat pada gaharu jenis W. tenuiramis pada bagian daun tua yaitu sebesar 9,70% sedangkan kadar air terendah terdapat pada gaharu jenis A. malaccensis desa Bahorok pada bagian daun muda sebesar 7,24%. Perbedaan kandungan kadar air yang terdapat di semua sampel gaharu disebabkan karena metode pengeringan yang digunakan adalah metode pengeringan alami dengan menggunakan sinar matahari, dikarenakan tidak adanya pengatur suhu dan kelembaban pada pengeringan jenis ini menyebabkan proses pengeringan tidak merata sehingga semua sampel daun gaharu memiliki kadar air yang berbeda-beda.

Hal ini sesuai dengan Hidayat (2004) yang menyatakan bahwa proses pengeringan berpengaruh terhadap hilangnnya kadar air pada berat kering konstan. Proses pengeringan dapat lebih cepat apabila dalam proses tersebut suhu dan kelembaban dapat diatur, semakin tinggi suhu yang digunakan semakin tinggi pula proses transpirasi. Pengeringan menggunakan sinar matahari langsung memiliki kadar air paling tinggi jika dibandingkan dengan pengeringan menggunakan oven. Suhu pengeringan yang digunakan mempengaruhi lama pengeringan, semakin tinggi suhu pengeringan semakin cepat proses transpirasi didalamnya, dimana suhu yang digunakan lebih tinggi sehingga mempengaruhi air dalam bahan, dan semakin singkat waktu yang dibutuhkan untuk menjadikan kadar air paling rendah.

Menurut Herawati (2008) faktor yang sangat berpengaruh terhadap penurunan mutu produk pangan adalah perubahan kadar air dalam produk.

Aktivitas air berkaitan erat dengan kadar air, yang umumnya digambarkan sebagai kurva isotermis, serta pertumbuhan bakteri, jamur dan mikroba lainnya. Semakin tinggi kadar air pada umumnya makin banyak bakteri yang dapat tumbuh,

(41)

sementara jamur tidak menyukai kadar yang tinggi. Mikroorganisme menghendaki kadar air minimum agar dapat tumbuh dengan baik, yaitu untuk bakteri 0,90, kamir 0,80−0,90, dan kapang 0,60−0,70. Pada kadar air yang tinggi, oksidasi lemak berlangsung lebih cepat dibanding pada kadar air rendah.

Kandungan air dalam bahan pangan, selain mempengaruhi terjadinya perubahan kimia juga ikut menentukan kandungan mikroba pada pangan.

Kadar air sangat berpengaruh terhadap kualitas teh daun gaharu karena teh dikatakan memiliki kualitas yang baik harus memenuhi syarat standarisasi kadar air yaitu <10 %. Sesuai dengan pernyataan Hidayat (2004) kadar air sangat berpengaruh terhadap kualitas suatu bahan, semakin rendah kadar air makan semakin baik kualitas bahan tersebut.

Pengujian Kadar Tanin

Daun teh mengandung 30-40% senyawa polifenol, beberapa senyawa polifenol yang terbesar diantaranya adalah flavonoid dan tanin. Senyawa polifenol ini juga berperan sebagai antioksidan yang kuat dibandingkan vitamin E dan vitamin C. Tanaman teh berpotensi sebagai antibakteria karena mengandung bioaktif di antaranya adalah tanin, tanin yang merupakan senyawa fenolik terkandung pada berbagai jenis tumbuhan hijau dengan kadar yang berbeda-beda.

Salah satu manfaat dari tanin adalah sebagai antibakteri. Tanin sebagai antibakteri dapat menghambat sintesis protein bakteri.

Daun teh mengandung kafein, teobromin, teofilin, tanin, adenin, minyak atsiri, kuersetin, naringenin dan natural fluorid. Kafein mempercepat pernapasan, perangsang kuat pada susunan saraf pusat dan aktivitas jantung. Teofilin mempunyai efek deuretik kuat, menstimulasi kerja jantung dan memperlebar pembuluh darah koroner. Teobromin terutama mempengaruhi otot. Tanin

(42)

mempunyai efek astringen pada saluran cerna (Dalimartha,1999). Perbandingan kadar tanin pada dua jenis gaharu yang tumbuh di Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Analisis Kadar Tanin pada Dua Jenis Gaharu yang Tumbuh di Sumatera Utara

No Nama Jenis Asal Tumbuh Bagian

Daun

% Kadar Tanin 1

2 Aquilaria malaccensis

Desa Bahorok Daun Muda 4,14

Desa Bahorok Daun Tua 5,12

3 Desa Bahorok Daun Campuran 4,65

4

5 Wikstroemia tenuiramis Desa Siantona Daun Muda 4,35

Desa Siantona Daun Tua 6,31

6 Desa Siantona Daun Campuran 4,95

Berdasarkan Tabel 7 dapat dilihat bahwa % kadar tanin yang dimiliki oleh semua sampel daun gaharu berbeda-beda, Proses perhitungan kadar tanin dapat dilihat pada Lampiran 6. Kadar tanin terbesar dimiliki oleh gaharu dengan jenis W. tenuiramis yang tumbuh di desa Siantona pada bagian daun tua sebesar 6,31 % sedangkan kadar tanin terendah terdapat pada gaharu jenis A. malaccensis desa Bahorok pada bagian daun muda sebesar 4,14 %. Hal ini membuktikan bahwa semakin tua bagian daun maka kadar tanin semakin tinggi pula. Semua sampel gaharu telah memenuhi syarat kadar tanin yang diperbolehkan untuk produk teh yaitu sekitar 1-15%. Hal ini sesuai dengan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1989) yang menyatakan bahwa senyawa yang terkandung pada teh yaitu sekitar 2-3 % bagian teh yang terlarut dalam air merupakan senyawa flavonol. Flavonol merupakan zat antioksidan pertama yang terkandung pada teh.

Flavonol merupakan glukosida dari pada sebagian bentuk aglikon. Khasiat teh berada pada komponen bioaktifnya, yaitu polifenol, yang secara optimal terkandung dalam daun teh yang muda dan utuh. Daun teh (Camellia sinensis) mengandung senyawa tanin sekitar 1-15 %, minyak atsiri, minyak lemak dan asam malat.

(43)

Tanin memiliki rasa asam dan sepat serta sebagai pemberi warna pada teh sehingga semakin banyak kandungan tanin yang ada didalam teh maka rasa teh tersebut akan semakin sepat dan memberi warna yang lebih baik pada minuman teh tersebut. Tanin juga berperan sebagai astrigensia dan antiseptik sehingga teh yang memiliki kadar tanin yang tinggi bagus untuk kesehatan hal ini sesuai dengan Noriko (2013) tanin merupakan senyawa kompleks dalam bentuk campuran polifenol yang sukar dipisahkan sehingga sukar mengkristal. Senyawa fenol dari tanin mempunyai aksi astrigensia, antiseptik dan pemberi warna. Tanin mempunyai sifat sebagai agen pengkelat logam karena adanya pengaruh fenolik.

Tanin menghambat pertumbuhan bakteri dengan mereaksikan protein pada membran sel, menginaktivasi enzim dan juga destruksi fungsi dan juga materia genetik.

Proses pengkelatan logam dapat terjadi karena adanya kesesuaian pola subtitusi dan pH senyawa fenolik tersebut, dan dengan demikian tanin akan terhidrolisis. Kelat dari senyawa tanin akan membuat logam dapat stabil dan aman di dalam tubuh, dengan demikian ada pengaruh tanin di dalam tubuh, jika mengkonsumsi minuman seperti teh secara berlebihan yaitu menyebabkan anemia. Hal ini disebabkan zat besi dalam darah akan di kelat oleh senyawa tanin yang terdapat pada makanan atau minuman tersebut.

Pengujian Antioksidan

Hasil Analisis Uji Aktivitas Antioksidan

Hasil Pengukuran aktivitas antioksidan ekstrak etanol simplisia daun gaharu dapat diperoleh dari pengukuran absorbansi dengan metode DPPH pada menit ke-10 dengan adanya penambahan larutan uji dengan konsentrasi 40 ppm, 60 ppm, 80 ppm dan 100 ppm yang dibandingkan dengan kontrol DPPH (tanpa

(44)

penambahan larutan uji). Hasil analisis peredaman radikal bebas ekstrak etanol daun gaharu A. malaccensis dapat dilihat pada Tabel 8 dan untuk perbandingan setiap sampel dapat dilihat pada Gambar 3.

Tabel 8. Hasil Analisis Peredaman Radikal Bebas Ekstrak Etanol Daun Gaharu (A. malaccensis ) Desa Bahorok

Konsentrasi (µg/ml) % Peredaman

Daun Muda Daun Tua Daun Campuran

0 0 0 0

40 28,71 4,01 26,98

60 29,46 29,36 37,5

80 41,82 36,73 47,64

100 45,18 31,31 53,34

Keterangan :DM =Daun Muda DT = Daun Tua DC = Daun Campuran

Gambar 3. Hasil Analisis Peredaman Radikal Bebas Ekstrak Etanol Daun Gaharu (A. malaccensis ) Desa Bahorok

Berdasarkan Gambar 3, hasil analisis aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun gaharu A. malaccensis desa Bahorok menunjukkan bahwa dari tiga ekstrak simplisa, ekstrak simplisa yang menunjukkan peningkatan peredaman paling baik terdapat pada ekstrak gaharu A. malaccensis pada bagian daun campuran yang menunjukkan peningkatan % peredaman pada setiap kenaikan konsentrasi.

(45)

Berbeda dengan sampel gaharu A. malaccensis pada bagian daun muda dan tua yang tidak menunjukkan peningkatan yang konstan pada daun muda terjadi kenaikan % peredaman yang tinggi pada konsentrasi 60 ppm menuju ke 80 ppm sedangkan pada bagian daun tua terjadi kenaikan yang tinggi pada konsentrasi 80 ppm dan terjadi penurunan % peredaman pada saat konsentrasi 100 ppm. Hasil analisis peredaman radikal bebas ekstrak etanol daun gaharu W. Tenuiramis dapat dilihat pada Tabel 9 dan untuk perbandingan setiap sampel dapat dilihat pada Gambar 4.

Tabel 9. Hasil Analisis Peredaman Radikal Bebas Ekstrak Etanol Daun Gaharu (W. tenuiramis) Desa Siantona

Konsentrasi (µg/ml) % Peredaman

Daun Muda Daun Tua Daun Campuran

0 0 0 0

40 87.22 71.83 97.76

60 87.32 74.65 97.54

80 88.84 77.68 95.09

100 89.71 79.63 96.58

Keterangan :DM =Daun Muda DT = Daun Tua DC = Daun Campuran

Gambar 4. Hasil Analisis Peredaman Radikal Bebas Ekstrak Etanol Daun Gaharu (W. tenuiramis) Desa Siantona

(46)

Berdasarkan Gambar 4, hasil analisis aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun gaharu A. malaccensis menunjukkan bahwa dari tiga ekstrak simplisa menunjukkan bahwa adanya peningkatan % peredaman pada setiap kenaikan konsentrasi. Peningkatan aktivitas peredaman yang semakin besar menunjukkan aktivitas antioksidan yang semakin besar juga. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mardawati, dkk (2008) menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi pelarut, maka semakin tinggi persentase inhibisinya, hal ini disebabkan pada sampel yang semakin banyak, maka semakin tinggi kandungan antioksidannya sehingga berdampak juga pada tingkat penghambatan radikal bebas yang dilakukan oleh zat antioksidan tersebut. Ekstrak etanol A. malaccensis menunjukkan bahwa terjadi penangkapan/peredaman radikal bebas DPPH oleh larutan uji sehingga menunjukkan adanya aktivitas antioksidan dari sampel.

Nilai IC50 (Inhibitory Concentration) Sampel Uji

Aktivitas peredaman radikal bebas DPPH ekstrak etanol dinyatakan dengan parameter IC50 yaitu konsentrasi senyawa uji yang menyebabkan peredaman radikal bebas sebesar 50%. Nilai IC50 umum digunakan untuk menyatakan aktivitas antioksidan suatu bahan uji dengan metode peredaman radikal bebas DPPH. Harga IC50 berbanding terbalik dengan kemampuan senyawa yang bersifat sebagai antioksidan. Semakin kecil nilai IC50 berarti semakin kuat daya antioksidannya. Nilai IC50 diperoleh berdasarkan perhitungan persamaan regresi linier dengan cara memplot konsentrasi larutan uji dan persen peredaman DPPH sebagai parameter aktivitas antioksidan, dimana konsentrasi larutan uji (ppm) sebagai absis (sumbu X) dan nilai pesen peredaman sebagai ordinat (sumbu Y). Hasil persamaan regresi (Y= AX + B) diperoleh setelah menghitung nilai

(47)

persen peredaman untuk ekstrak etanol dua jenis gaharu yang tumbuh di Sumatera Utara dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil Persamaan Regresi Linear Ekstrak Etanol dan Nilai IC50Dua Jenis Gaharu yang Tumbuh di Sumatera Utara

No Nama Jenis Asal Tumbuh Bagian

Daun Persamaan Regresi IC50 Keterangan 1

Aquilaria 2 malaccensis

Desa Bahorok Daun Muda

y = 0,542x + 2,739 44,94 Sangat Kuat Desa Bahorok Daun Tua y = 0,390x - 1,592 54,07 Kuat

3 Desa Bahorok Daun

Campuran y = 0,447x + 3,967 41,13 Sangat Kuat 4

Wikstroemia 5 tenuiramis

Desa Siantona Daun Muda y = 0,850x + 23,00 23,00 Sangat Kuat Desa Siantona Daun Tua

y = 0,763x + 18,02 26,37 Sangat Kuat Desa Siantona Daun

6 Campuran y = 0,905x + 26,71 20,48 Sangat

Kuat

Nilai IC50 dihitung berdasarkan persentase inhibisi terhadap radikal bebas DPPH dari masing-masing konsentrasi larutan sampel. Proses perhitungan nilai IC50 dapat dilihat pada Lampiran 7. Hasil analisis nilai IC50 diperoleh dari perhitungan persamaan regresi pada Tabel 10. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa semua sampel daun gaharu jenis A. malaccensis dan W. tenuiramis memiliki aktivitas antioksidan yang baik karena termasuk aktivitas antioksidan sangat kuat hanya satu sampel yang tergolong kategori kuat yaitu gaharu jenis A. malaccensis desa Bahorok bagian daun tua. Semakin kecil nilai IC50 maka semakin besar nilai aktivitas antioksidannya. Dari semua sampel daun gaharu aktivitas antioksidan paling tinggi didapat dari sampel daun gaharu W. tenuiramis desa Siantona pada bagian daun campuran hal ini dibuktikan dengan nilai IC50 terendah yaitu 20,48 yang tergolong kategori aktivitas antioksidan sangat kuat. Sedangkan aktivitas antioksidan paling rendah didapat dari sampel daun gaharu A. malaccensis desa Bahorok bagian daun tua hal ini

Gambar

Gambar 1. Daun Gaharu dari Desa Bahorok dengan Jenis A. malaccensis (a),  Pohon Gaharu Desa Bahorok dengan Jenis A
Gambar 2. Daun Gaharu dari Desa Bahorok dengan Jenis W. tenuiramis (a),  Pohon Gaharu Desa Bahorok dengan Jenis W
Tabel 8. Hasil Analisis Peredaman Radikal Bebas Ekstrak Etanol Daun Gaharu     (A. malaccensis ) Desa Bahorok
Tabel 9. Hasil Analisis Peredaman Radikal Bebas Ekstrak Etanol Daun Gaharu     (W. tenuiramis) Desa Siantona
+4

Referensi

Dokumen terkait

The results showed paraquat increases in liver MDA levels significantly but decreases in liver glutathione levels significantly compared to controls, while taurine and

Berdasarkan tabel 1.1 menunjukan masih banyaknya cacat produksi atau defect yang dihasilkan dalam proses pengecatan Excavator (HEX 320D) sehingga menyebabkan

Puisi dengan judul Aku Tidak Bisa Menulis Puisi Lagi karya Subagio Sastrowardoyo merupakan refleksi realitas sosial pada zamannya yang kaya akan nilai-nilai karakter yang

5.1.1 Proses Menuju Mobil Pemadam dan Menggunakan Alat Pelindung Diri Pekerjaan petugas pemadam yang dituntut harus cepat sampai di lokasi kebakaran untuk memadamkan api

Untuk mengetahui waktu optimum dari hasil milling HEM yang dapat. menghasilkan sifat

[r]

With the help of the proposed assessment method based on information entropy, it is possible for us to quantitatively evaluate the quality of different

Bagian