• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai moral dalam novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral ditinjau dari aspek sosiologi sastra serta relevansinya terhadap pembelajaran sastra di SMA kelas XII semester II.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Nilai moral dalam novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral ditinjau dari aspek sosiologi sastra serta relevansinya terhadap pembelajaran sastra di SMA kelas XII semester II."

Copied!
192
0
0

Teks penuh

(1)

viii ABSTRAK

Reny, Caecilia Dhani Anjar. 2015. Nilai Moral dalam Novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan Karya Akmal Nasery Basral Ditinjau dari Aspek Sosiologi Sastra serta Relevansinya Terhadap Pembelajaran Sastra di SMA Kelas XII Semester II. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, FKIP, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan nilai-nilai moral yang terkandung dalam novel Batas antara Keinginan dan Kennyataan karya Akmal Nasery Basral. Hasil analisis terhadap novel tersebut, peneliti menemukan bahwa terdapat 16 tokoh dalam novel Batas antara keinginan dan Kenyataan tetapi hanya 10 tokoh yang berperan penting dalam setiap peristiwa. Tokoh utama dalam novel tersebut adalah Jaleswari, karena dia menjadi pusat narasi penceritaan, paling banyak berhubungan dengan tokoh lain, dan paling terlibat dalam konflik. Latar tempat dalam novel tersebut sebagian besar berada di Kalimantan Barat tepatnya di dusun Ponti Tembawang dengan keadaan masyarakatnya yang masih memegang teguh kebudayaan dengan memberikan sesajen untuk roh nenek moyang. Tema yang diangkat adalah perjuangan, cinta tanah air dan pendidikan.

Dari tujuh nilai moral (kejujuran, nilai otentik, kesediaan bertanggungjawab, kemandirian moral, keberanian moral, kerendahan hati, serta realitas dan kritis) tersebut peneliti menemukan dua nilai moral yang dominan dalam novel ini yaitu kesediaan bertanggugjawab dan keberanian moral. Kesediaan bertanggungjawab ditunjukan tokoh utama dalam kesediaannya menuntaskan masalah berhentinya program pendidikan di dusun Ponti Tembawang oleh kantornya. Keberanian moral ditunjukkan tokoh utama dengan melawan ketidakbermoalan tokoh lain.

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyusun silabus dan RPP yang dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran di SMA kelas XII semester II. Penulis memilih standar kompetensi memahami buku biografi, novel, dan hikayat dengan kompetensi dasar mengungkapkan hal-hal yang menarik dan dapat diteladani dari tokoh.

(2)

ix

Reny, Caecilia Dhani Anjar. 2015. Moral Value in Novel Limits between Desire and Reality Written by Akmal Nasery Basral Reviewed from Aspect Of Sociology of Literature and Its Relevance to the Literature Learning in Senior High School Grade XII Semester II. Thesis. Yogyakarta: PBSI, FKIP, Sanata Dharma University.

The study aimed to describe moral values that embodied in the novel limits between desire and reality written by Akmal Nasery Basral. The result of the analysis of the novel, the researcher found that there were 16 characters in the novel limits between desire and reality but only 10 characters that had important roles in each event. The main character in the novel was Jaleswari, since he became the center of the narration story, the most associated with other character, and had the most involvement in the conflict. The background place in the novel was mostly located in west Borneo precisely in Ponti Tembawang village with the society that still adhere the culture by giving ritual offerings to the spirit of ancestors. The theme was about struggling, patriotism, and education.

From the seven moral values (honesty, authentic values, the willingness to take responsible, moral autonomy, moral courage, humble, also reality and critically) the researcher found two dominant moral values in this novel that were the willingness to take responsible and moral courage. The willingness to take the responsible was shown by the main character in his willingness to solve the problem of cessation education program in Ponti Tembawang village in his office. The moral courage was shown by the main character against the others’ character immorality.

Based on the result of the study, the researcher compiled the syllabus and lesson plan that could be used as the teaching materials in Senior High School semester II. The author chose the standard competence to comprehend biography, novel, and story with the basic competence to reveal interesting things that could be learned from the character.

(3)

NILAI MORAL DALAM NOVEL BATAS ANTARA KEINGINAN DAN KENYATAAN KARYA AKMAL NASERY BASRAL

DITINJAU DARI ASPEK SOSIOLOGI SASTRA

SERTA RELEVANSINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA KELAS XII SEMESTER II

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh

Caecilia Dhani Anjar Reny 101224018

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(4)

i

NILAI MORAL DALAM NOVEL BATAS ANTARA KEINGINAN DAN KENYATAAN KARYA AKMAL NASERY BASRAL

DITINJAU DARI ASPEK SOSIOLOGI SASTRA

SERTA RELEVANSINYA TERHADAP PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA KELAS XII SEMESTER II

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia

Oleh

Caecilia Dhani Anjar Reny 101224018

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(5)
(6)
(7)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

DENGAN RAHMAT TUHAN, SAYA PERSEMBAHKAN KARYA INI

KEPADA :

Ayahku Josep Sumarna Hadi dan Bundaku Maria Magdalena,

(terima kasih atas doa, dukungan, dan kasih sayang yang tiada

tara)

Adik-adikku Yulianan Danti Ambar Reny dan Albertus Damas

Pandaya Putra, (terima kasih untuk semangat yang kalian

berikan setiap harinya agar aku cepat menyelesaikan skripsi)

Sahabat terbaikku Maria Tri Wijayanti dan Agustina

(8)

v

MOTO

JANGAN PERNAH MENYERAH JIKA KAMU MASIH INGIN MENCOBA.

JANGAN BIARKAN PENYESALAN DATANG

KARENA KAMU SELANGKAH LAGI

UNTUK MENANG

- R. A KARTINI -

ORANG-ORANG HEBAT DI BIDANG APAPUN BUKAN BARU BEKERJA

KARENA MEREKA TERINSPIRASI, NAMUN MEREKA MENJADI

TERINSPIRASI KARENA MEREKA LEBIH SUKA BEKERJA.

MEREKA TIDAK MENYIA-NYIAKAN WAKTU

UNTUK MENUNGGU INSPIRASI.

(9)
(10)
(11)

viii ABSTRAK

Reny, Caecilia Dhani Anjar. 2015. Nilai Moral dalam Novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan Karya Akmal Nasery Basral Ditinjau dari Aspek Sosiologi Sastra serta Relevansinya Terhadap Pembelajaran Sastra di SMA Kelas XII Semester II. Skripsi. Yogyakarta: PBSI, FKIP, Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan nilai-nilai moral yang terkandung dalam novel Batas antara Keinginan dan Kennyataan karya Akmal Nasery Basral. Hasil analisis terhadap novel tersebut, peneliti menemukan bahwa terdapat 16 tokoh dalam novel Batas antara keinginan dan Kenyataan tetapi hanya 10 tokoh yang berperan penting dalam setiap peristiwa. Tokoh utama dalam novel tersebut adalah Jaleswari, karena dia menjadi pusat narasi penceritaan, paling banyak berhubungan dengan tokoh lain, dan paling terlibat dalam konflik. Latar tempat dalam novel tersebut sebagian besar berada di Kalimantan Barat tepatnya di dusun Ponti Tembawang dengan keadaan masyarakatnya yang masih memegang teguh kebudayaan dengan memberikan sesajen untuk roh nenek moyang. Tema yang diangkat adalah perjuangan, cinta tanah air dan pendidikan.

Dari tujuh nilai moral (kejujuran, nilai otentik, kesediaan bertanggungjawab, kemandirian moral, keberanian moral, kerendahan hati, serta realitas dan kritis) tersebut peneliti menemukan dua nilai moral yang dominan dalam novel ini yaitu kesediaan bertanggugjawab dan keberanian moral. Kesediaan bertanggungjawab ditunjukan tokoh utama dalam kesediaannya menuntaskan masalah berhentinya program pendidikan di dusun Ponti Tembawang oleh kantornya. Keberanian moral ditunjukkan tokoh utama dengan melawan ketidakbermoalan tokoh lain.

Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyusun silabus dan RPP yang dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran di SMA kelas XII semester II. Penulis memilih standar kompetensi memahami buku biografi, novel, dan hikayat dengan kompetensi dasar mengungkapkan hal-hal yang menarik dan dapat diteladani dari tokoh.

(12)

ix ABSTRACT

Reny, Caecilia Dhani Anjar. 2015. Moral Value in Novel Limits between Desire and Reality Written by Akmal Nasery Basral Reviewed from Aspect Of Sociology of Literature and Its Relevance to the Literature Learning in Senior High School Grade XII Semester II. Thesis. Yogyakarta: PBSI, FKIP, Sanata Dharma University.

The study aimed to describe moral values that embodied in the novel limits between desire and reality written by Akmal Nasery Basral. The result of the analysis of the novel, the researcher found that there were 16 characters in the novel limits between desire and reality but only 10 characters that had important roles in each event. The main character in the novel was Jaleswari, since he became the center of the narration story, the most associated with other character, and had the most involvement in the conflict. The background place in the novel was mostly located in west Borneo precisely in Ponti Tembawang village with the society that still adhere the culture by giving ritual offerings to the spirit of ancestors. The theme was about struggling, patriotism, and education.

From the seven moral values (honesty, authentic values, the willingness to take responsible, moral autonomy, moral courage, humble, also reality and critically) the researcher found two dominant moral values in this novel that were the willingness to take responsible and moral courage. The willingness to take the responsible was shown by the main character in his willingness to solve the problem of cessation education program in Ponti Tembawang village in his office.

The moral courage was shown by the main character against the others’ character immorality.

Based on the result of the study, the researcher compiled the syllabus and lesson plan that could be used as the teaching materials in Senior High School semester II. The author chose the standard competence to comprehend biography, novel, and story with the basic competence to reveal interesting things that could be learned from the character.

(13)

x

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa berkat rahmat dan kasih-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

Skripsi yang berjudul “Nilai Moral Dalam Novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan Karya Akmal Nasery Basral Ditinjau Dari Aspek Sosiologi Sastra Serta Relevansinya Terhadap Pembelajaran Sastra di SMA Kelas XII Semester II” diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana.

Berkat doa, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak akhirnya skripsi ini dapat diselesaikan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini saya ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Yuliana Setiyaningsih M.Pd, selaku Ketua Program Studi PBSI yang selalu memberikan motivasi dalam penyusunan skripsi.

2. Drs. B. Rahmanto, M. Hum. selaku dosen pembimbing pertama yang dengan sabar dan teliti memberikan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.

3. Drs. J. Prapta Diharja S.J., M.Hum. selaku dosen pembimbing kedua yang dengan teliti membimbing saya dalam penyusunan skripsi ini.

4. Semua dosen PBSI yang telah membantu saya dalam belajar di program studi Pendidikan Bahasa Sastra Indonesia.

5. Kedua orangtua saya, Josep Sumarna hadi dan Maria Magdalena yang selalu mendoakan dan memberi semangat kepada saya.

6. Adik-adik saya, Yuliana Danti Ambar Reny dan Albertus Damas Pandaya Putra yang selalu mengingatkan saya untuk terus semangat mengerjakan skripsi.

(14)
(15)

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING………... . ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ………... iv

MOTO .. ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ….. ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI HASIL KARYA ILMIAH ... vii

ABSTRAK .. ... viii

2.5.1 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ... 29

2.5.2 Silabus ... 28

2.5.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 32

3.1 Jenis Penelitian ... 32

3.2 Subyek Penelitian ... 32

3.3 Sumber Data ... 33

(16)

xiii

(17)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Zaman selalu ditandai dengan perubahan pesat dalam banyak bidang kehidupan masyarakat. Perkembangan tersebut dapat dilihat dari kemajuan yang tidak ada hentinya untuk diperbaharui. Dampak dari perkembangan yang paling mencolok adalah komunikasi dan informasi yang digunakan oleh masyarakat. Perubahan tersebut menimbulkan dampak yang positif maupun negatif bagi masyarakat penggunanya. Dikatakan positif jika masyarakat mampu menggunakan dan memanfaatkan perkembangan tersebut dengan baik, sebaliknya dikatakan negatif apabila masyarakat penggunanya tidak mampu memanfaatkannya dengan baik.

(18)

moralnya. Mereka juga kurang peka terhadap keadaan di sekitarnya yang benar-benar sedang membutuhkan kepedulian. Seperti halnya melupakan budaya serta kebiasaan-kebiasaan budaya Timur yang menjunjung tinggi moralitas. Hal ini tentunya tidak hanya terjadi dalam lingkungan masyarakat, tetapi juga dalam lingkungan sekolah yang sangat dekat dengan perkembangan tersebut. Oleh sebab itu nilai moral sangat dibutuhkan dalam berbagai hal di dalam kehidupan bermasyarakat terlebih ditanamkan kepada peserta didik.

Moral tentunya selalu mengacu pada baik-buruknya manusia. Selain itu moral juga menjadi tolok ukur untuk menentukan betul-salahnya sikap dan tindakan manusia, dilihat dari segi baik-buruknya sebagai manusia (Suseno, 1987 : 19). Nilai moral harus ditanamkan pada peserta didik agar mereka dapat sedikit mengubah kebiasaan buruk yang bertolakbelakang dengan nilai moral.

(19)

3

patut untuk menduduki tempat yang selayaknya. Pengajaran sastra juga dapat memberi sumbangan yang besar untuk memecahkan masalah-masalah nyata yang cukup sulit untuk dipecahkan dalam masyarakat. Manfaat dari pembelajaran sastra adalah membantu keterampilan bahasa, meningkatkan pengetahuan budaya, mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjang pembentukan watak.

Menurut Suharianto (1982 : 11) dalam bukunya yang berjudul

Dasar-dasar Teori Sastra, karya sastra merupakan sebuah struktur yang sangat

kompleks. Dalam hubungannya dengan kehidupan, sastra adalah ekspresi

kehidupan manusia yang tidak terlepas dari akar masyarakatnya. Kehidupan

yang dituangkan dalam karya sastra mencakup hubungan manusia dengan

lingkungan dan masyarakat, hubungan sesama manusia, hubungan manusia

dengan dirinya, dan hubungan manusia dengan Tuhan. Meskipun demikian,

sastra tetap diakui sebagai sebuah ilusi atau khayalan dari kenyataan. Sastra

tidak akan semata-mata menyodorkan fakta secara mentah. Sastra bukan

sekedar tiruan kenyataan, melainkan kenyataan yang telah ditafsirkan oleh

pengarang dari kehidupan yang ada disekitarnya. Jadi, karya sastra adalah

pengejawantahan kehidupan hasil pengamatan sastrawan atas kehidupan

sekitarnya

Novel sebagai salah satu karya sastra, merupakan sarana atau media

yang menggambarkan apa yang ada di dalam pikiran pengarang. Ketika

seorang pengarang akan memunculkan nilai-nilai moralitas dalam karyanya,

(20)

maupun dari pengalamannya sendiri. Nilai-nilai tersebut adalah sebuah

refleksi pandangan dari bagaimana tingkah laku manusia dalam

bermasyarakat. Informasi-informasi yang telah diperoleh dan disertai dengan

pengalaman kemudian ia bentuk dalam sebuah kehidupan fiksi berbentuk

cerita panjang, yang mengetengahkan tokoh-tokoh dan menampakkan

serangkaiaan peristiwa dan latar (setting) secara terstruktur (Noor, 2004 : 26).

Telah kita ketahui bahwa banyaknya masalah dalam pendidikan saat ini

menjadi hal yang sangat membutuhkan perhatian ekstra. Banyaknya siswa

yang tidak memiliki kepribadian baik atau sikap yang bertentangan dengan

moral membuat dunia pendidikan tercoreng. Moral siswa yang tidak baik

tersebut membuat mereka terombang-ambing dan melakukan tidakan di luar

batas manusiawi. Dengan melihat hal tersebut, maka peneliti tergugah untuk

membuat pengajaran karya sastra dengan sebuah novel yang berjudul Batas

Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral. Peneliti

menggunakan novel tersebut karena menceritakan kisah seorang wanita yang

bernama Jaleswari yang diberi tugas oleh perusahaannya untuk menyelidiki

keganjalan-keganjalan misi di bidang pendidikan pelosok Kalimantan yang

sempat terhenti tanpa alasan yang jelas. Di tempat itu nyaris tidak ada batas

negara. Penduduk sekitar memiliki dua mata uang produk dari dua negara

yang berbeda, bahkan mereka tidak tahu bendera mana yang harus digunakan.

Pendidikan menjadi hal yang tidak penting, karena anak-anak tidak perlu

sekolah asalkan bisa menghasilkan uang. Menjual anak gadis sendiri seolah

(21)

5

bahwa dia bisa mengatasi maslah-masalah tersebut dengan baik, sehingga

daerah tersebut menjadi sejahtera dan aman dari peristiwa-peristiwa yang

memilukan. Walaupun proses yang dilalui tidak semudah yang dibayangkan.

Novel karya Akmal Nasery Basral tersebut mengandung banyak nilai

termasuk nilai moral di dalamnya. Peneliti menganggap bahwa novel Batas

Atara Keinginan dan Kenyataan tersebut mampu mewakili keadaan

masyarakat pada kenyataannya dan dalam novel itu nilai moral dapat

digunakan contoh peserta didik untuk berinteraksi dalam kehidupan di dalam

masyarakat agar mereka mampu untuk bersikap dan bersifat sesuai dengan

nilai moral.

Penelitian ini berusaha memasukkan metode pembelajaran sebuah

karya sastra yaitu novel untuk pengajaran di SMA. Dengan menggunakan

KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) diharapkan penelitian ini

mampu memberikan bantuan terhadap pengajaran di SMA. Penulis memilih karya sastra sebagai objek penilitian karena dirasa karya sastra khususnya novel tepat untuk jenis penelitian ini.

1.2Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah:

(22)

2. Bagaimana analisis nilai moral yang terkandung dalam Novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral ditinjau dari aspek pendekatan sosiologi sastra?

3. Bagaimana relevansi nilai moral dalam pendidikan khususnya bagi siswa SMA kelas XII dengan menggunakan KTSP?

1.3Tujuan

Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan unsur-unsur intrinsik: alur, tokoh dan latar dalam Novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral. 2. Mendeskripsikan analisis nilai moral yang terkandung dalam Novel Batas

Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral ditinjau dari aspek pendekatan sosiologi sastra.

3. Mendeskripsikan relevansi nilai moral dalam pendidikan khususnya bagi siswa SMA kelas XII dengan menggunakan KTSP.

1.4Manfaat

1.4.1 Manfaat Teoritis

(23)

7

dengan nilai moral dalam sebuah karya sastra dan relevansinya terhadap pendidikan.

1.4.2 Manfaat Praktis

Dengan adanya penelitian aspek moral ini diharapkan mampu membantu dan memberikan sumbangan dalam meningkatkan kemampuan dalam memahami aspek moral yang terdapat dalam sebuah karya sastra dan relevansinya terhadap pendidikan.

1.5Batasan Istilah

Di dalam penelitian ini terdapat beberapa batasan istilah atau definisi. Batasan istilah bertujuan untuk mendapatkan gambaran secara singkat tentang masalah yang akan diteliti. Batasan istilah tersebut adalah:

a. Secara umum moral menyaran pada pengertian (ajaran tentang) baik buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya: akhlak, budin pekerti, susila (KBBI dalam Burhan Nurgiantoro, 1995).

b. Sastra adalah karya imajinatif yang bermediakan bahasa dan mempunyai nilai estetika dominan, menurut Rene Wellek dan Austin Warren (dalam Heru Kurniawan, 2011 : 1).

(24)

d. Pendekatan sosiologi sastra hakikatnya adalah interdisiplin antara sosiologi dengan sastra, yang menurut Ratna (dalam Heru Kurniawan, 2011: 5) keduanya memlikiki obyek yang sama yaitu manusia dalam masyarakat (Heru Kurniawan, 2011 : 5).

e. Relevansi merupakan hubungan atau kaitan.

1.6Sistematika Penyajian

(25)

9

BAB II

STUDI KEPUSTAKAAN

2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan

Resi Serli (2006) dalam penelitiannya yang berjudul Nilai Moral dalam Novel Bumi Cinta Karya Habiburahman EL Shirazy. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa, penelitian tersebut bertujuan untuk mendeskripsikan nilai-nilai moral yang terdiri dari hati nurani, kebebasan dan tanggung jawab, hak dan kewajiban, serta nilai dan norma yang terdapat dalam novel Bumi Cinta karya Habiburahman El Shirazy. Dalam novel tersebut peneliti menemukan empat aspek yang digambarkan melalui tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel Bumi Cinta sebagai berikut (1) Hati nurani, sebagai seorang sahabat tokoh mempunyai rasa belas kasihan terhadap sahabatnya. (2) Hak dan kewajiban, sebagai seorang hamba yang taat dalam beribadah tokoh memunyai kewajiban untuk menjalankan ibadah serta membela agamanya jika dihina orang lain. (3) Kebebasan dan tanggung jawab, sebagai penelitiannya tepat pada waktunya dan tokoh juga memiliki kebebasan untuk mempergunakan fasilitas yang telah diberikan kepadanya demi kelancaran penelitiannya. (4) Nilai dan norma, sebagai seorang anggota masyarakat tokoh memiliki perilaku yang baik dalam hidup bermasyarakat.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh M. Mahmud El Mahluf (2009) dengan judul Moralitas dalam Novel Ayat-Ayat Cinta Karya Habiburraman

(26)

El Shirazy. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui dimensi moralitas islami dalam isi cerita novel Ayat-ayat Cinta. Penelitian ini diharapkan menjadi langkah awal untuk menanamkan dan mengembangkan dimensi moralitas islam serta dapat dijadikan landaan hidup sehari-hari oleh umat islam. Hasil penelitian tersebut adalah bahwa terdapat dimensi moralitas islami dalam novel Ayat-ayat Cinta antara lain: pertama, moralitas kepada Allah SWT, Kedua, moralitas kepada Rasullulah SAW, Ketiga, moralitas kepada diri sendiri, Keempat, moralitas kepada keluarga, Kelima, moralitas kepada kehidupan sosial, keenam, moralitas kepada negara.

(27)

11

Berdasarkan penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa dapat disimpulkan bahwa beberapa novel di Indonesia : Bumi Cinta Karya Habiburahman EL Shirazy, Ayat-Ayat Cinta Karya Habiburraman El Shirazy, Cinta Suci Zahrana Karya Habiburahman El Shirazy, 1) tokoh dalam novel digambarkan sebagai orang yang memiliki moral yang baik, dapat dibuktikan bahwa tokoh tersebut memiliki nilai kemanusiaan tinggi, bertanggung jawab, dan memiliki perilaku yang baik dalam masyarakat. 2) kecintaan terhadap Tuhan berupa religi masih kental dalam novel-novel tersebut.

2.2 Landasan teori

2.2.1 Tokoh dan Penokohan

Sama halnya dengan plot dan latar, tokoh dan penokohan juga merupakan unsur penting dalam sebuah karya sastra. Tokoh cerita (character), menurut Abrams (dalam Burhan Nurgiantoro, 1995 : 165) adalah orang(-orang) yang ditampilkan dalam suatu karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

Menurut Burhan Nurgiantoro (1995 : 165) istilah tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, misalnya sebagai jawab

terhadap pertanyaan : “siapakah tokoh utama novel itu?”, atau “ada

berapa jumlah pelaku novel itu?”, atau “siapakah tokoh protagonis dan

(28)

perwatakan, dan karakter, menunjuk pada sifat dan sikap para tokoh seperti yang telah ditafsirkan oleh pembaca, lebih menunjuk pada kualitas pribadi seorang tokoh.

Jones (dalam Burhan Nurgiantoro, 1995 : 165) menyatakan bahwa penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tokoh adalah orang yang ada dalam sebuah cerita naratif, sedangkan penokohan adalah pelukisan gambaran watak dari seorang tokoh dalam sebuah cerita naratif atau karya sastra.

a) Pembedaan Tokoh

1. Tokoh utama dan tokoh tambahan

(29)

13

dipentingkan dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitan dengan tokoh utama.n Tokoh utama adalah yang dibuat sinopsisnya, yaitu dalam kegiatan pembuatan sinopsis, sedangkan tokoh tambahan biasanya diabaikan.

Pembedaan antara tokoh utama dan tokoh tambahan tak dapat dilakukan secara eksak. Pembedaan itu lebih bersifat gradasi, kadar keutamaan tokoh itu bertingkat : tokoh utama (yang) utama, utama tambahan, tokoh tambahan utama, tambahan (yang memang) tambahan.

b) Teknik penulisan Tokoh a. Teknik Ekspositori

Teknik ekspositori, yang sering juga disebut sebagai teknik analitis, pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang ke hadapan pembaca secara tidak berbelit-belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi kediriannya, yang mungkin berupa sikap, sifat, watak, tingkah laku, atau bahkan cerita fiksinya. Pengarang tidak hanya memperkenalkan latar dan suasana dalam rangka

(30)

tak dibiarkan berkembang keluar jalur sehingga sikap dan tingkah lakunya tetap mencerminkan kediriannya.

Deskripsi kedirian tokoh yang dilakukan secara langsung oleh pengarang akan berwujud penuturan yang bersifat deskriptif pula. Hal inilah yang menyebabkan pembaca akan dengan mudah memahami kedirian tokoh tanpa harus menafsirkan sendiri dengan kemungkinan kurang tepat.

b. Teknik Dramatik

Penampilan tokoh cerita dalam teknik dramatik, artinya mirip dengan yang ditampilkan pada drama, dilakukan secara tidak langsung. Artinya, pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan para tokoh cerita untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, baik secara verballewat kata maupun nonverbal lewat tindakan atau tingkah laku, dan juga melalui peristiwa yang terjadi. Berhubung sifat kedirian tokoh tidak dideskripsikan secara jelas dan lengkap, ia akan hadir kepada pembaca secara sepotong-sepotong dan tidak sekaligus.

(31)

15

5) teknik reaksi tokoh, 6) teknik reaksi tokoh lain, 7) teknik pelukisan latar dan, 8) teknik pelukisan fisik.

2.2.2 Latar

Tahap awal karya fiksi pada umumnya berisi penyituasian, pengenalan terhadap berbagai hal yang akan diceritakan. Misalnya, pengenalan tokoh, pelukisan keadaan alam, lingkungan, suasana tempat, mungkin juga hubungan waktu, san lain-lain yang dapat menuntun pembaca secara emosional kepada situasi cerita. Tahap awal suatu karya pada umumnya berupa pengenalan, pelukisan atau penunjukan latar (Burhan Nurgiantoro, 1995 : 217).

Abrams (dalam Burhan Nurgiantoro, 1995 : 216) latar atau seting yang disebut juga landas tumpu, menyaran pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan.

Nurgiantoro (1995 : 227) membedakan unsur latar ke dalam tiga unsur pokok, di antaranya adalah:

1) Latar tempat

(32)

tempat yang bersangkutan. Tempat menjadi sesuatu yang bersifat khas, tipikal, dan fungsional.

2) Latar waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan”

terjadinya peristiwa- peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Masalah kapan tersebut biasanya dihubungkan dngan waktu faktual, waktu yang ada kaitanya atau dapat dikaitkan dengan peristiwa sejarah.

3) Latar sosial

Latar sosial menyaran pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan masyarakat mencakup berbagai masalah dalam lingkup yang cukup kompleks. Ia dapat berupa kebiasaan hidup, adat istidat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap, dan lain-lain yang tergolong latar spritual seperti yang dikemukakan sebelumnya.

(33)

17

dan suasana terjadinya peristiwa dalam suatu karya membangun suatu cerita.

2.2.3 Tema

Hartoko dan Rahmanto (dalam Nurgiantoro, 2009 : 68) menyatakan bahwa, tema merupakan gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur sematis dan yang menyangkut persamaan-persamaan atau perbedan-perbedaan.

(34)

2.3Pengertian Moral

Moral berasal dari kata mores yang berarti dalam kehidupan

adat-istiadat atau kebiasaan. Kata moral selalu mengacu pada baik

buruknya manusia sebagai manusia. Norma-norma moral adalah tolak

ukur untuk menetukan betul salahnya sikap dan tindakan manusia

dilihat dari segi baik buruknya. Nilai moral bertolak pada sikap,

kelakuan yang dapat dilihat melaui perbuatan. Perbuatan yang dapat

terlihat terpuji dan baik secara lahiriyah akan dinilai memiliki niai

moral yang baik (Suseno,1987:19).

Burhan Nurgiantoro (1995 : 321 – 322) dalam bukunya yang berjudul Teori Pengkajian Fiksi mengungkapkan bahwa, fiksi mengandung penerapan moral dalam sikap dan tingkah laku para tokoh sesuai dengan pandangannya terhadap moral. Melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokoh-tokoh itulah pembaca diharapkan mampu mengambil hikmah dari pesan-pesan moral yang disampaikan, yang diamantkan. Moral dalam karya sastra dapat dipandang sebagai amanat, pesan, message. Moral yang diperoleh pembaca lewat sastra, selalu dalam pengertian yang baik. Dengan demikian, jika dalam sebuah karya sastra ditampilkan sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh kurang terpuji, tidaklah berarti bahwa pengarang menyarankan kepada pembaca untuk bersikap dan bersikap secara demikian.

(35)

19

yang mencakup keduanya. Berdasarkan asumsi ini, pernyataan moral dan moralitas tidak saja mengikuti komponen sikap akan tetapi sekaligus tingkah lakunya. Hal ini menunjukan bahwa moral sangat erat kaitannya dengan performansi dari tingkah laku tertentu (Haricahyono, 1995 : 81)

2.3.1 Nilai Moral dalam Karya Sastra

Moral dalam karya sastra, atau hikmah yang diperoleh pembaca lewat

sastra, selalu dalam pengertian yang baik. Dengan demikian, jika

dalam sebuah karya ditampilkan sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh

yang kurang terpuji, baik mereka berlaku sebagai tokoh antagonis

maupun protagoni (Nurgiantoro, 1995 : 322).

Suseno dalam bukunya yang berjudul Etika Dasar

Masalah-maslah Pokok Filsafat Moral (1987 : 142 – 150) juga mengungkapkan sikap dan tindakan yang berkaitan dengan nilai

moral, yaitu sebagai berikut:

1. Kejujuran

Kejujuran berhubungan dengan ketulusan hati dan kelurusan

hati. Suseno (1987 : 142 – 143) mengemukakan bahwa bersikap

terhadap orang lain, tetapi tanpa kejujuran adalah kemunafikan dan

sering beracun. Bersikap jujur kepada orang lain berarti dua sikap

yaitu bersikap terbuka dan bersifatfair. Bersikap terbuka adalah

kita selalu muncul sebagai diri kita sendiri (kita berhak atas batin

(36)

berhak mengetahui perasaan dan pikiran kita, sehingga tidak

pernah menyembunyikan dengan apa yang kita perlihatkan. Yang

kedua bersifatfair (wajar), yaitu memperlakukan menurut

standard-standar yang dipergunakan orang lain terhadap dirinya. Bersikap

tetapi tidak pernah bertindak bertentangan dengan suara hati dan

keyakinannya. Keselarasan yang berdasarkan kepalsuan, ketidak

adilan, dan kebohongan akan disobeknya.

2. Nilai-nilai otentik

Otentik berarti asli. Manusia otentik adalah manusia yang

menghayati, menunjukkan dirinya sesuai dengan keasliannya,

dengan kepribadian yang sebenarnya (Suseno, 1987 : 143).

3. Kesediaan untuk bertanggung jawab

Kesediaan untuk bertanggung jawab adalah yang pertama,

kesediaan untuk melakukan apa yang harus dilkukan dengan

sebaik mungkin. Bertanggung jawab berarti suatu sikap terhadap

tugas yang membebani kita. Kedua, bertanggung jawab mengatasi

segala etika peraturan. Suseno (1987 : 16) etika tidak dapat

mengantikab agama namun ia juga tidak bertentangan dengan

agama, bahkan diperlukan.

Etika peraturan hanya mempertanyakan apakah sesuatu atau

tidak, sehingga terikat pada apa yang perlu dan nilai yang mau

(37)

21

4. Kemandirian moral

Kemandirian berarti kita tidak pernah ikut-ikutan dengan

berbagai pandangan moral dalam lingkungan kita, melainkan

selalu membentuk penelitian, dan pendirian sendiri dalam

bertindak sesuai dengannya. Kemandirian adalah kekuatan batin

untuk memahami sikap moral sendiri dan bertindak sesuai

dengannya.

5. Keberanian moral

Keberanian adalah ketekatan dan bertindak untuk bersikap

mandiri. Keberanian menunjukkan dalam tekad untuk tetap

mempertahankan sikap yang telah diyakini. Sebagai kewajiban

pun apabila tidak disetujui atau secara aktif dilawan oleh

lingkungan, sehingga tidak mundur dari tugas dan tanggung

jawab. Keberanian adalah kesetiaan terhadap suara hati yang

menyatakan diri dalam kesedianan untuk mengambil resiko

konflik (Suseno, 1987 : 147).

6. Kerendahan hati.

Kerendahan hati adalah kekuatan batin untuk melihat diri

sesuai dengan kenyataannya. Orang yang rendah hati tidak hanya

melihat kelemahannya melainkan juga kekuatannya, sehingga

sadar akan keterbatasan kebaikan kita, termasuk kemampuan

(38)

kita masih jauh sempurna karena hati belum jernih (Suseno, 1987

: 148).

7. Realitas dan kritis

Realitas dan kritis yaitu menjamin keadilan dan

menciptakan sesuatu keadan masyarakat yang membuka

kemungkinan lebih besar dari anggota-anggota untuk membangun

hidup lebih tegas dari penderitan dan lebih bahagia (Suseno, 1987

: 150)

2.4Pendekatan Sosiologi Sastra

Sosiologi sastra dalam pengertian ini mencangkup pelbagai pendekatan, masing-masing didasarkan pada sikap dan pandangan teoritis tertentu. Secara singkat sosiologi adalah telaah yang obyektif dan ilmiah tentang manusia dalam masyrakat; telaah tentang lembaga dan proses sosial. Sosiologi mencoba mencari tahu bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana ia berlangsung, dan bagaimana ia tetap ada (Sapadi Djoko Damono, 1978 : 8).

(39)

23

Sosiologi sastra sebagai sebuah metode yang memahami manusia lewat fakta imajinatif, memerlukan paradigma yang kokoh.

Tujuan penelitian sosiologi sastra adalah meningkatkan pemahaman terhadap sastra dalam kaitannya dengan masyarakat, menjelaskan bahwa rekaan tidak berlawanan dengan kenyataan. Karya sastra jelas dikontruksikan sec imajinatif, tetapi kerangka imajinatifnya tidak bisa difahami diluar kerangka empirisnya. Karya sastra bukan semata-mata gejala individual tetapi juga gejala sosial (Ratna, 2003: 11).

Sapardi Djoko Damono (1978 : 2) mengungkapkan bahwa, Pendekatan terhadap sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan ini oleh beberapa penulis disebut sosiologi sastra. Menurutnya, ada dua kecenderungan utama dalam telaah sosiologis terhadap sastra. Pertama, pendekatan yang berdasarkan pada anggapan bahwa, sastra merupakan cermin proses sosial – ekonomis belaka. Kedua, pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaah. Metode yang digunakan dalam sosiologi sastra ini adalah analisis teks untuk mengetahui strukturnya, kemudian dipergunakan memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang di luar sastra.

(40)

menggunakan teori pendekatan Damono yang kedua, yaitu pendekatan yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaah. Metode yang digunakan dalam sosiologi sastra ini adalah analisis teks untuk mengetahui strukturnya, kemudian dipergunakan memahami lebih dalam lagi gejala sosial yang di luar sastra.

2.5 Pengajaran sastra di SMA

Dalam perspektif pendidikan, tujuan pembelajaran sastra lebih diarahkan pada kemampuan siswa mengapresiasi nilai-nilai luhur yang terkandung dalam sastra. Menurut Nurgiyantoro (2001), tujuan pembelajaran sastra secara umum ditekankan, atau demi terwujudnya,kemampuan siswa untuk mengapresiasi sastra secara memadai.

Rahmanto (2005 : 27 – 28) mengungkapkan tiga aspek penting dalam memilih pengajaran sastra, yaitu:

1. Bahasa

(41)

25

2. Psikologi

Rahmanto (2005 : 30) menyajikan tahap perkembangan psikologi anak untuk membantu guru lebih memahami tingkatan perkembangan psikologi anak-anak SD dan anak-anak SMA.

a. Tahap pengkhayal (8 – 9 tahun)

Pada tahap ini imajinasi anak belum banyak diisi hal-hal nyata tetapi masih penuh dengan berbagai macam fantasi kekanakan.

b. Tahap romantik (10 – 12 tahun)

Pada tahap ini anak mulai meninggalkan fantasi-fantasi dan mengarah ke realitas. Anak mulai menyukai cerita kepahlawanan, petualangan, dan bahkan kejahatan.

c. Tahap realistik (13 – 16 tahun)

Pada tahap ini anak benar-benar terlepas dari dunia fantasi. Mereka terus berusaha mengetahui dan mengikuti dengan teliti fakta-fakta untuk memahami masalah-masalah dalam kehidupan yang nyata.

d. Tahap generalisasi (16 – selanjutnya)

(42)

3. Latar belakang budaya

Latar belakang karya sastra ini meliputi hampir semua faktor kehidupan manusia dan lingkungannya. Guru sastra hendaknya memilih bahan pengajarannya dengan menggunakan prinsip mengutamakan karya-karya sastra yang latar ceritanya dikenal oleh siswa. Guru sastra hendaknya mengembangkan wawasan untuk dapat menganalisis pemilihan materinya sehingga dapat menyajikan pengajaran sastra yang mencangkup dunia lebih luas.

2.5.1 Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)

Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dikatakan bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman dalam penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Yang dimaksud dengan isi dan bahan pengajaran itu sendiri adalah susunan dan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional (Wina, 2008 : 8).

(43)

27

mengevaluasi segala sesuatu yang dianggap bermanfaat untuk kehidupan anak didik.

Dalam Standar Nasional Pendidikan (Wina, 2008 : 128) kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan pendidikan dengan memerhatikan dan berdasarkan standar kompetisi serta kompetisi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Dalam hal ini KTSP memiliki tiga tujuan khusus yaitu (1) meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengembangkan kurikulum, mengelola, dan memberdayakan sumber yang tersedia, (2) meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam pengembangan kurikulum melalui pengambilan keputusan bersama, (3) meningkatkan kompetensi antar kesatuan pendidikan tentang kualitas pendidikan yang akan dicapai.

Berikut merupakan kompetensi inti dan kompetensi dasar yang sesuai dengan pembelajaran sastra di SMA kelas XII semester II.

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

SK 15 : Memahami buku biografi, novel, dan hikayat

(44)

2.5.2 Silabus

Mulyasa dalam bukunya yang berjudul Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Kemandirian Guru dan Kepala Sekolah (2008 : 132 – 133) mengungkapkan bahwa, silabus dapat diartikan sebagai rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran dengan tema tertentu, yang mencangkup standarkompetensi, kompetensi dasar, materi pokok, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar yang dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan, berdasarkan standar nasional pendidikan (SNP). Dalam hal ini, Mulyasa (2008 : 147 – 149) membagi atas tujuh komponen utama silabus yaitu:

1. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SKKD)

SKKD berfungsi untuk mengarahkan guru dan fasilitator pembelajaran, mengenai target yang harus dicapai dalam pembelajaran.

2. Materi Standar

Materi standar berfungsi untuk memberikan petunjuk kepada peserta didik dan guru/fasilitator tentang apa yang harus dipelajari dalam mencapai kompetensi yang telah ditetapkan.

3. Kegiatan pembelajaran

(45)

29

(pembuka), kegiatan inti (pembentukan kompetensi), dan klegiatan akhir (penutup).

4. Indikator

Indikator berfungsi sebagai petunjuk tentang perubahan perilaku yang akan dicapai oleh peserta didik sehubungan dengan kegiatan belajar yang dilakukan, sesuai dengan kompetensi dasar dan materi standar yang dikaji.

5. Penilaian dalam silabus

Berfungsi sebagai alat dan strategi untuk mengukur keberhasilan belajar peserta didik. Penilaian dapat dilakukan secara terpadu dengan pembelajaran, pelaksanaanya dapat dilakukan melalui pendekatan proses dan hasil belajar.

6. Alokasi waktu

Adalah pengaturan waktu untuk kegiatan pembelajaran sesuai dengan kalender pendidikan. Waktu pembelajaran efektif adalah jumlah jam pembelajaran setiap minggu, meliputi jumlah jam pembelajaran termasuk muatan lokal ditambah jumlah jam untuk pengembangan diri.

7. Sumber belajar

(46)

2.5.3 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

Tugas guru dalam kaitannya dengan dokumen kurikulum adalah membuat rencana pembelajaran yang akan dijadikan pedoman pelaksanaan pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik. Dalam kondisi dan situasi bagaimanapun, guru tetap harus membuat rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), karena perencanaan merupakan pedoman pembelajaran (Mulyasa, 2008 : 154 – 155). Selain itu, Mulyasa mengungkapkan bahwa, RPP merupakan perencanaan jangka pendek untuk memperkirakan dan memproyeksikan tentang apa yang akan dilakukan guru. RPP juga merupakan upaya untuk memperkirakan tindakan yang akan dilakukan dalam kegiatan pembelajaran. Upaya tersebut perlu dilakukan untuk mengoordinasikan komponen-komponen pembelajaran, yakni kompetensi dasar, materi standar, indikator hasil belajar, dan penilaian berbasis kelas (PBK).

Sedikitnya terdapat dua fungsi RPP dalam implementasi KTSP (Mulyasa, 2008 : 155 – 156) Yaitu :

1. Fungsi Perencanaan

Setiap akan melakukan pembelajaran guru wajib memiliki persiapan, baik persiapan tertulis maupun tidak tertulis.

2. Fungsi Pelaksanaan

(47)

31

(48)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Dalam bab ini akan dipaparkan mengenai : (1) Jenis penelitian, (2)Subyek penelitian, (3) Sumber data, (4)Teknik pengumpulan data, (5)Instrumen penelitian, (6) Teknis analisis data Keenam hal tersebut akan dijelaskan pada metodologi penelitian ini.

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Tujuan penelitian deskriptif kuantitatif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki (Nazir, 1983 : 63). Penelitian ini dimaksudkan untuk mendeskripsikan secara sistematis nilai moral dalam novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral.

3.2 Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah nilai moral dalam novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral tersebut dapat dilihat dari tuturan serta tindakan-tindakan para tokoh dalam film tersebut.

(49)

33

3.3 Sumber Data

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Judul Novel : Batas Antara Keinginan dan Kenyataan

Karya : Akmala Nasery Basral

Penerbit : Penerbit Qanita (Anggota IKAPI)

Tebal buku : 306 halaman

Banyaknya bab : 16 bab

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan teknik membaca keseluruhan isi novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral. Setelah itu, peneliti menganalisis dan mencatat unsur-unsur interinsik serta moral para tokoh yang terdapat dalam novel tersebut.

3.5 Instrumen Penelitian

(50)

3.6 Teknik Analisis Data

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1) Membaca keseluruhan Novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral,

2) Menemukan dan mencatat unsur-unsur interinsik dalam novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral.

3) Menemukan nilai moral dalam novel tersebut,

4) Mengaitkan sastra dengan pembelajharan di SMA yaitu kelas XII. 5) Menyusun hasil temuan mengenai moral para tokoh karya sastra

dalam novel Batas Antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmla Nasery Basral berdasarkan urutannya dengan menggunakan bahasa yang runtut.

(51)

35

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Deskripsi Data

Dalam bab empat ini akan dideskripsikan hasil analisis unsur intrinsik karya sastra yang dibatasi pada tokoh dan penokohan, latar, dan tema. Unsur-unsur tersebut dianggap cukup memadai oleh penulis untuk memahami nilai moral dalam novel Batas antara Keinginan dan Kenyataan karya Akmal Nasery Basral. Penulis mengambil ketiga unsur instrinsik itu karena dirasa membantu dalam menemukan nilai moralitas dalam novel tersebut. Selain itu, dalam bab empat ini juga akan dianalis nilai moral novel tersebut untuk pembelajaran di SMA semester II menggunakan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).

Pada penelitian ini peneliti menganalisis unsur intrinsik di antaranya (1) tokoh dan penokohan yang terdiri dari tokoh utama dan tokoh tambahan, (2) latar yang terdiri dari latar tempat, latar waktu, dan latar sosial, (3) tema. Kemudian menganalisis tujuh nilai moral yang terdiri dari (1) kejujuran, (2) nilai-nilai otentik, (3) kesediaan untuk bertanggung jawab, (4) kemandirian moral, (5) keberanian moral, (6) kerendahan hati, (7) realitas dan kritis.

4.2 Analisis Tokoh, Penokohan, Latar, dan Tema

4.2.1 Tokoh dan Penokohan

Tokoh adalah orang-orang yang ditampilkan dalam sebuah karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan

(52)

kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan (Abrams dalam Nurgiantoro, 1995 : 165), sedangkan Jones (dalam Nurgiantoro, 1995 : 165) menyatakan bahwa, penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Terdapat dua teknik dalam menggambarkan tokoh dan penokohan (Nurgiantoro, 1995 : 195-210) yaitu teknik Ekspositori dan teknik dramatik. Berikut penjelasannya :

a. Teknik Ekspositori

Teknik ini sering juga sering disebut sebagai teknik analitis, pelukisan tokoh cerita dilakukan dengan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang ke hadapan pembaca secara tidak berbelit-belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi kediriannya, yang mungkin berupa sikap, sifat watak, tingkah laku, atau bahkan cerita fiksinya.

b. Teknik Dramatik

(53)

37

Menurut Nurgiyantoro (2007:165), penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita.

Pada novel Batas antara Keinginan dan kenyataan karya Akmal Nasery Basral ini terdapat beberapa tokoh yaitu Jaleswari, Arifin, Adeus, Nawara, Borneo Panglima Adayak, Ubuh, Page, dan Otiq. Tokoh utama dalam novel ini adalah Jaleswari, karena dia sering muncul dalam setiap peristiwa. Sedangkan tokoh lain berperan sebagai tokoh tambahan yang kemuculannya hanya saat tertentu.

a. Jaleswari

Jaleswari digambarkan sebagai perempuan muda cantik yang sedang dalam masa kehamilan muda, tetapi dalam kehamilannya tersebut Jaleswari telah ditinggal untuk selama-lamanya oleh Aldo suaminya. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut.

(1) “Perempuan, Lakak,” seringai di Wajah Pangau mengembang.

“Cantik.” “Cantik?”

“Cantik sekali, seperti bintang film siapa itu?” (Akmal, 2011 : 144)

(2) Kehamilan ini benar-benar menjengkelkan. Pikirnya sambil memejamkan mata dan memusatkan perhatiannya agar ususnya tidak melakukan gerakan anti-peristaltik yang membuat makanan di lambung kembali naik menuju lehernya. (Akmal, 2011 : 2) (3) “Kenapa sih kau ini?” desis Jales sedikit jengkel sambil

memperkeras tekanannya pada perut, seakan-akan ingin mengatakan agar sang janin lebih tenang dan tak membuat

(54)

Jaleswari merasa terpukul dengan kematian suaminya, karena setahu Jales suaminya, Aldo tidak mempunyai riwayat penyakit yang membahayakan hidupnya. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut.

(4) Namun, kebahagiaan itu hanya bertahan selama beberapa hari sebelum Aldo mendadak meninggal setelah bermain futsal. Jales tak ingin percaya itu sungguh-sungguh terjadi. Suaminya tak punya riwayat penyakit jantung atau penyakit lain yang berbahaya. (Akmal, 2011 : 4)

(5) Mungkin Jales akan lebih bisa menerima kematian suami yang baru menikahinya empat bulan itu jika mobil Aldo ditabrak mobil tronton besar dan Aldo tergencet di dalamnya. Atau Aldo sudah berbulan-bulan terbaring lunglai sakit dengan berbagai selang obat-obatan tersambung tubuhnya tanpa harapan. Ah! (Akmal, 2011 : 4) Sosok Jaleswari juga digambarkan sebagai wanita yang sangat tegas dalam melakukan tindakan dan tidak ingin berbasa-basi dalam menyampaikan sesuatu. Hal ini dibuktikan saat sang sopir yang menjemputnya merasa takut terhadap ketegasan Jales mengambil tindakan. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut.

(6) “Baik, Bu,” ujar Victor agak getar mendengar ketegasan Jales. Lelaki itu membuka jendela depan dan memberikan isyarat kepada masyarakat agar memebrikan jalan. Namun, baru setengah jam kemudian mobil Victor berhasil keluar dari kerumunan yang hampir tak mau bergerak satu sentimeter pun. (Akmal, 2011 : 8 – 9)

(7) “Nyenyak,” jawab Jales pendek sekadar menghindari percakapan basa-basi yang tak disukainya itu. (Akmal, 2011 : 72)

(55)

39

Aldo suaminya. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut.

(8) Dia tak yakin benar-benar ingin memelihara janin di dalam rahimnya itu, apalagi untuk melahirkannya kelak. Sebab, apa artinya memiliki seorang anak, tanpa memiliki seorang suami? Kalau saja dia bisa memutar kembali jarum waktu dan memohon kepada Tuhan, Jales yakn seyakin-yakinnyadia akan meminta agar tidak kehilangan Aldo ketimbang mendapatkan seorang bayi sekarang ini. (Akmal, 2011 : 35)

(9) “Kenapa sih kau ini?” Desis Jales sedikit jengkel sambil memperkeras tekanannya pada perut, seakan-akan ingin mengatakan agar sang janin lebih tenang dan tak membuat

masalah. “Kalau semua ibu hamil merasakan seperti ini, apa yang membuat mereka ....” (Akmal, 2011 : 36)

Sebagai seorang perempuan yang serba berkecukupan, tentu Jaleswari sangat selektif dalam memilih makanan, dan dia sangat menyukai kebersihan. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut.

(10) Jales menuju jendela dan menutupnya. Perutnya kinin mulai terasa lapar. Dia ragu menu di sini akan cocok dengan seleranya yang sangat selektif dalam hal makanan. Namun, kalaupun sulit diterima lidahnya, tak mungkin dia akan menahan lapar semalaman. Apalagi dian akan beberapa hari lagi di sini. Jales menepuk-nepuk perutnya.

“Yang penting kau jangan seperti naga yang sebulan tidak diberi

makan ya,” katanya. (Akmal, 2011 : 57)

(11) Jales tak langsung mengambil sendok, melainkan mengamati dulu mangkuk berisi sop tulang di depannya. Aroma kuahnya yang mengepul tidak seharum sop konro kesukaannya, meskipun tulang sapi dengan cuilan daging yang menempel di beberapa bagian itu terlihat sama seperti sop konro. Jales langsung merasa kurang berminat. (Akmal, 2011 : 60)

(56)

Jaleswari adalah seorang wanita karir, dapat dibuktikan dengan kesanggupannya dalam menerima tugas dari kantornya untuk menyelidiki penyebeb tidak berjalannya program CSR dari perusahaanya. Jaleswari juga mempunyai sifat yang mandiri tidak pernah mengandalkan orang lain bila dia masih bisa melakukan pekerjaanya sendiri. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut.

(13) Sebab ketika dia memeutuskan untuk menerima program CSR (Corporate ocial Responsibility) yang digagas kantornya berupa pembangunan sebuah Sekolah Dasar di wilayah ini, hampir seluruh kawannya menganggap dia gila karena kondisinya yang baru hamil muda. Bahkan ibunya pun terkesan tak ingin Jales menerima tugas itu. (Akmal, 2011 : 67)

(14) “Tapi kan sejak kecil Mama dan Papa selalu mengajarkan Jales

agar mandiri dan tidak takut seberat apa pun tantangan di luar?”

(Akmal, 2011 : 69)

(15) Jaales melihat perempuan yang terlalu mengandalkan orang lain ketika sedang berjalan tak ada bedanya dengan nenek-nenek yang memang harus dibantu. Tetapi melihat kondisi tanah yang becek dan licin saat ini, Jales tak keberatan harus menelan dulu prinsipnya sementara waktu: biar sajalah bila ada orang yang melihat dan menilainya sebagai nenek-nenek. (Akmal, 2011 : 122) Selain mempunyai sifat yang tegas, berpendirian teguh, mandiri, Jales juga berjiwa nasionalisme yang tinggi, terbukti saat berada di Tanah Borneo tersebut dia merasa jengkel karena banyak minuman-minuman mineral yang dijual bukan produk Indonesia melainkan produk Malaysia. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik langsung atau ekspositori melalui kutipan berikut.

(57)

41

Dengan keadaan Jaleswari yang saat itu sedang hamil muda dan masih dalam kondisi keterpurukannya yang baru saja ditinggalkan oleh suaminya membuat Jales menjadi pribadi yang sedikit keras kepala dan ketus dalam menanggapi perkataan orang lain. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut.

(17) Sok tahu! Lalu buat apa sih sok akrab bilang “selamat datang” segala? Memangnya dia guide wisata? (Akmal, 2011 : 6)

(18) Arrrrrghh! Apakah kosakata bahasa Indonesia sudah sedemikian miskinnya sehingga untuk menggambarkan sebuah kerusakan tak bisa lagi dengan kata-kata tapi harus disaksikan langsung? Menyebalkan! (Akmal, 2011 : 7)

(19) “Ya apa yang spesifik? Yang khusus?” lanjut Jales dengan mood yang mulai tak terkendali lagi. Rasa mual di perutnya pun terasa lagi, apalagi dengan rasa lapar yang semakin berkobar-kobar. “Pak

Victor yang seharusnya tahu apa yang spesifik itu.” (Akmal, 2011 : 59)

(20) “Iyalah Ma,” Jales memeluk ibunya. “Jales mungkin belum siap dengan kehamilan ini, terutama akibat kematian Aldo yang begitu

cepat. Tapi Jales ke Kalimantan bukan mau bunuh diri.” (Akmal,

2011 : 69)

(21) “Tapi aku lebih butuh Aldo dibandingkan dengan bayi ini, Ma.” (Akmal, 2011 : 70)

(22) Di mana lagi? Apakah harus menyeberang ke Tebedu? Guru kok pertanyaanya begitu? (Akmal, 2011 : 125)

Sikap Jaleswari yang nasionalisme juga ditunjukkan oleh pengarang melalui teknik tidak langsung atau dramatik, berikut kutipan yang membuktikan pernyataan tersebut.

(23) Kalau aku terus terang, bagaimana jika nasi goreng itu dibuat berdasarkan resep Malaysia? Sebab tak pernah sekali pun aku makan nasi goreng dengan kuah rempah-rempah seperti sekarang. (Akmal, 2011 : 80)

(58)

berendar informasi global dari politik sampai hiburan. (Akmal, 2011 : 124)

(25) Anak-anak itu bertatapan satu sama lain. Jales melanjutkan

mengajar. “Kita coba lagu-lagu nasional ya. Siapa yang tahu Indonesia Pusaka? (Akmal, 2011 : 188)

(26) Mereka terus berjalan sampai ke patok yang dimaksudkan. Jales mengambil gambar patok itu beberapa kalidengan kameranya.

“Sederhana sekali,” katanya. “Saya pikir patok raksasa semacam tugu atau monumen besar.” (Akmal, 2011 : 202)

(27) Jaleswari tersenyum karena teringat pengalamanya kemarin. “Saya juga mengalami itu. Anak-anak SD itu tak tahu lagu nasional.” (Akmal, 2011 : 210)

(28) “Begini, Anak-anak,” Jales memperkeras suaranya. “Sekarang ini

ibu akan mengajarkan kalian lagu dari daerah lain.” (Akmal, 2011 : 231)

(29) “Ya itulah sebabnya mengapa saya butuh bantuan Arifin untuk ikut mengajarkan lagu-lagu itu nanti dengan sikap sempurna.” (Akmal, 2011 : 234)

Dalam misinya untuk program CSR dari perusahaanya, Jales memberikan pengetahuan kepada para orang tua di dusun Ponti Tembawang untuk mau menyekolahkan anaknya agar anak-anak di dusun tersebut pintar. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut.

(30) “Anak-anak perlu sekolah, kalau harus berladang juga nanti

sekolahnya jadi tertinggal,” ujar Jales. (Akmal, 2011 : 192)

(31) “Saya mengerti itu. Tidak ada yang salah dari berladang,” ujar

Jales. “Kita berladang, kemudian kita jual ke negeri seberang, dapat

uang, kita bisa hidup. Tetapi bagaimana kalau negeri seberang itu tiba-tiba tidak mau lagi membeli hasil ladang kita? Bagaimana kalau seandainya saudara kita di sana memutuskan untuk tidak

berladang dengan kita?” (Akmal, 2011 : 192)

(32) Tidak ada yang menjawab. Jales menatap mereka satu per satu.

“Artinya kita tidak boleh bergantung terus pada Malaysia. Jalan

mereka boleh lebih bagus. Tanah mereka boleh lebih bersih. Tetapi di sini sebenernya kita lebih kaya, lebih indah. Kita

bisabersama-sama mencari jalan untuk bisa hidup di negerikita sendiri,” tutur

(59)

43

(33) “Anak-anak harus didoeong supaya mereka nanti pintar dan menemukan cara tempat ini bisa hidup tanpa mesti ke seberang. Indonesia adalah surga yang sebenarnya. Dengan belajar, anak-anak menjadi dokter, tentara, bahkan bisa seperti Adeus yang

menjadi guru,” Jaleswari menunjuk Adeus, yang cuping hidungnya mengembang karena bangga. (Akmal, 2011 : 192 – 193)

Kepedulian Jaleswari terhadap pendidikan tidak hanya berbicara dengan

para orang tua di dusun tersebut, tetapi dia juga memberikan semangat kepada Adeus satu-satunya guru yang ada di dusun ponti Tembawang untuk lebih serius dalam memberikan ilmu dan mengajak anak-anak lain untuk mengenyam pendidikan. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut.

(34) “Kalau kau sudah tahu masalahnya separah itu, Adeus,” Jales menggunakan kesempatan percakapan ini sekaligus untuk menguji

keseriusan lelaki itu sebagai pendidik, “Apakah kau tega

meninggalkan SD dan membuat anak-anak kampung ini terus dikerangkeng kebodohan dari waktu ke waktu. Terus dianggap oleh bangsa lain di luar negeri? Bukankah sudah saatnya kau lebih mendidik anak-anak gadis itu dengan pengetahuan yang lebih tinggi lagi sehingga mereka bisa mencari pekerjaan yang lebih

layak di negeri sendiri, Adeus?” (Akmal, 2011 : 256)

(35) “Anak-anak di sini harus berkembang sesuai dengan dunia sekarang. Kau yang bisa melakukan hal itu Adeus. Tetapi mereka juga harus mengakar pada keluhuran nilai masyarakatDayak yang

indah ini,” lanjut Jales. “Aku percaya kau bisa melakukannya demi

masa depan Borneo dan kawan-kawannya, karena merekalah yang

akan menjadi pewaris keagungan Dayak.” (Akmal, 2011 : 287) (36) “Adeus, kamu punya ilmu yang bisa diajarkan untuk mencerdaskan

anak-anak ini. Mengapa harus berhenti? Apakah kau tidak kasihan

melihat kondisi mereka seperti tadi?” tanya Jales sambil mengusap

keringat yang mulai bercucuran dari keningnya. “Anak-anak ini, Borneo dan kawan-kawannya itu butuh ilmumu yang ....” (Akmal, 2011 : 189)

(60)

pembelajaran di luar ruangan dengan cara berburu, menghafal lagu nasional kepada murid-murid di dusun tersebut. dengan metodenya tersebut, Jaleswari berhasil menarik perhatian anak-anak yang tidak pernah sekolah. . Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut.

(37) Keesokan harinya Jaleswari dan Panglima Adayak kembali menemani Borneo dan segelintir kawan-kawannya di tanah lapang depan sekolah. Panglima Adayak sedang dalam posisi memanah. Dia merentangkan busur dan membidik sebuah pohon di ujung lapangan. (Akmal, 2011 : 228)

(38) Dua “pelajaran” di hari itu ternyata menjadi megnet luar biasa bagi anak-anak Ponti Tembawang. Keesokan harinya saat datang ke lapangan, Jales tak percaya pada apa yang dilihatnya: sekitar 30-an anak sudah hadir. Dari yang lebih besar dibandingkan Borneo sampai bocah yang hidungnya masih dipenuhi ingus. (Akmal, 2011 : 229)

(39) “Bukan, lagu-lagu Nasional dari daerah lain, supaya anak-anak ini tahu bahwa mereka punya banyak teman di negeri ini.” (Akmal, 2011 : 229)

Dalam misinya tersebut Jales diminta oleh Panglima Adayak untuk mampu memahami dan mempelajari masyarakat dan alam di Ponti Tembawang supaya Jales dapat mengerti apa yang terjadi di dusun tersebut dan menjalankan misinya di bidang pendidikan. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut.

(40) Jales mulai turun ke arah bagian sungain yang lebih dalam setinggi lutut. Perasaan enggan bercampur jijik yang awalnya bersatu di kepala Jales ketika melihat arus sungai, pelan-pelan terkikis

bersama aliran Sungai Sekayam. “Benar juga apa yang dikatakan panglima Adayak,” gumam Jales. (Akmal, 2011 : 213)

(61)

45

kegiatan di sore yang kembali ramai dengan gelak anak-anak dan orang dewasa itu. (Akmal, 2011 : 239)

Meskipun Jaleswari mempunyai sifat yang tegas, tetapi di sisi lain dia juga mempunyai sifat peduli terhadap orang lain, terbukti saat Ubuh tertimpa masalah yang membuatnya depresi berat, Jaleswari memberikan semangat dan bersedia mendengarkan cerita Ubuh. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut.

(42) “Tidak apa-apa, Ubuh, ceritakan saja semuanya. Anggap saya ini

kakakmu,” kata Jales sambil mengelus rambut Ubuh. Sekilas

terlihat sinar kekagetan di mata Ubuh ketika rambutnya disentuh, namun kemudian Ubuh merebahkan kepalanya ke pelukan Jales dan kesedihan yang semakin menyayat karena tak diungkapkan secara langsung. (Akmal, 2011 : 248)

(43) “Tidak usah buru-buru ceritanya,” sahut Jales sambil kembali menggenggam tangan Ubuh untuk memberi kekuatan. “Saya akan

selalu di sini mendengarkanmu. Kapan saja kamu siap.” (Akmal,

2011 : 249)

(44) “Aku harus pergi sebentar, Ubuh. Kamu cepat sehat ya. Berusahalah lebih keras untuk sembuh. Pasti bisa. Tidak ada di dunia ini yang diperoleh dengan mudah. Kamu sudah belajar dari hal yang luar biasasampai di luar batas kemampuanmu sendiri. Aku salut dan kagum padamu, karena kamu telah mampu melampaui

batas diri.” (Akmal, 2011 : 286)

Di samping misinya untuk mencari tahu berhentinya program CSR dari perusahaanya, Jaleswari juga berani mengambil tindakan untuk menyelamatkan Ubuh dari masalah yang telah menimpanya. Jaleswari memberanikan diri untuk menceritakan kepada Adeus apa yang telah dialami Ubuh hingga mengalami depresi berat. Hal ini ditunjukkan pengarang dengan teknik tidak langsung atau dramatik melalui kutipan berikut.

Referensi

Dokumen terkait

Dalam ayat ini masih menjelaskan tentang kisah iblis yang diperintah untuk bersujud kepada Nabi Adam. Kemudian dilanjutkan dengan kejadian pengusiran iblis dari

Berbagai contoh lain pun dapat kita sajikan berkenaan dengan aktivitas kreatif masyarakat kita dalam “memodifikasi” permainan olahraga standar menjadi sebuah

harzianum , serta penambahan dan pengayaan kompos dengan PGPR dan perlakuan benih dengan PGPR, merupakan kombinasi perlakuan yang paling baik untuk meningkatkan ketahanan

sosial-ekonomi yang terjadi pada Petani Nanas Madu di Desa Belik. Kabupaten

Untuk mendekatkan jangkauan pembinaan kepada keluarga-keluarga / masyarakat dengan cara membentuk kelompok kerja (Pokja) PKK Kecamatan, PKK Kelurahan, PKK Lingkungan dan

The objectives of this final project report are to find out the problems faced by marketing department in selling the products of Kusuma Kartikasari Hotel and to find out

Berdasarkan semua uraian di atas maka dapat didefenisikan bahwa Interpretasi Citra untuk Survei Geologi adalah perbuatan mendeteksi,

Saccharomyces cereviceae terlebih dahulu dalam pembuatan bioetanol dari fermentasi glukosa hasil hidrolisis tepung biji nangka. 2) Bagaimana pengaruh konsentrasi ragi dan